1
begitu tinggi sehingga nampaknya terdapat beberapa faktor yang tidak diketahui
pada penderita diabetes yang membuat komplikasi kardiovaskuler sangat prevalen.
Yang paling penting adalah konsep bahwa indikasi pembedahan untuk penderita
diabetes dengan penyakit pembuluh darah arteri besar pada ekstremitas bawah tidak
berbeda dengan pasien non-diabetik yang menderita atherosklerosis. Secara
patologis, lesi atherosklerotik yang mempunyai kecenderungan untuk berkembang
pada pembuluh darah tibialis penderita diabetes adalah lesi atheroskerosis yang sama
dengan pasien non-diabetik. Sayangnya, banyak pasien dengan diabetes mengalami
ulserasi perifer yang diakibatkan oleh neuropati diabetik. Ulserasi ini biasanya terjadi
bersama dengan pulsasi kaki yang tidak beraturan sehingga rekonstruksi vaskuler
tidak banyak membantu.
Ulkus diabetik sering terjadi tanpa sepengetahuan pasien karena pasien tidak
merasa nyeri. Ulkus berkembang sebagai hasil dari dua disfungsi neurologis yang
terjadi pada waktu yang sama pada kaki diabetik: penurunan sensasi dan neuropati
otonomik yang membuat penderita diabetes mempunyai kulit yang sangat kering.
Kulit kaki yang pecah-pecah, terutama disekitar jari-jari dan tumit akan memberikan
jalan masuk bagi berbagai infeksi. Kedua mekanisme ini mengakibatkan ulserasi
pada tempat-tempat yang menanggung sebagian besar berat tubuh, yaitu, tumit atau
caput metatarsal pertama (Gbr. 7.1).
Penderita diabetes dengan penyakit oklusif pada ekstremitas bawah ditangani
dengan cara yang sama dengan pasien non-diabetik. Mereka dikategorikan sebagai
penderita yang mengalami klaudikasio, nyeri saat istirahat, atau ulserasi. Klaudikasio
intermiten merupakan nyeri otot iskemik yang disebabkan oleh aliran darah yang
tidak adekuat akibat adanya obstruksi arteri proksimal. Paling sering terjadi pada otot
betis dan secara langsung menyebabkan pembentukan asam laktat di dalam massa
otot akibat glikosis anaerob ketika terjadi anoksia. Hal ini biasanya digambarkan
sebagai nyeri kram yang terjadi saat beraktivitas dan mereda dalam beberapa menit
dengan beristirahat. Umumnya digambarkan sebagai kelelahan atau kelemahan,
terutama pada paha atau pantat. Karena adanya aliran darah kolateral, biasanya
terdapat dua level penyakit yang berbeda yang menyebabkan klaudikasio: penyakit
aortik dan iliaka untuk klaudikasio pada paha - pantat atau penyakit femoral dan
2
popliteal untuk klaudikasio pada betis. Setiap kunjungan, biasanya dinyatakan dalam
berapa blok kota adalah hal penting untuk menentukan seberapa jauh seorang pasien
dapat berjalan tanpa nyeri. Pengurangan jarak biasanya merupakan sebuah tanda dari
penyakit yang berjalan progresif. Diferensial diagnosis dari nyeri pada tungkai
meliputi nyeri pinggang, stenosis spinal, neuropati diabetik, dan osteoartritis pinggul.
Nyeri saat istirahat mengindikasikan terjadinya suatu penyakit yang lebih
berat daripada klaudikasio, karena nyeri yang terjadi terus menerus merupakan akibat
dari aliran darah yang tidak mencukupi secara konstan. Hal ini hanya terjadi pada
kaki dan secara klasik digambarkan sebagai rasa terbakar pada telapak kaki yang
makin berat bila diangkat. Nyeri tersebut biasanya terjadi pada malam hari saat
pasien berbaring dan hanya berkurang bila pasien berjalan. Pasien biasanya dapat
beradaptasi dengan cara menggantung kaki dipinggir tempat tidur saat tidur.
Impotensi, yang biasanya berhubungan dengan klaudikasio pada paha dan
pantat merupakan akibat insufisiensi dari aortoiliaka, dapat tejadi pada insufisiensi
yang terbatas pada hipogastrik dan bermanifestasi dengan ketidakmampuan untuk
mencapai atau mempertahankan ereksi yang efektif.
3
Penyakit Aortoiliaka Oklusif
4
Aliran dalam arteri yang mengalami lesi stenotik secara khusus mengikuti
persamaan Pioseuille
Q = (p1 – p2) (pi) (r) (4) / (m) (8) (l)
dimana Q adalah aliran, p1 – p2 adalah beda tekanan, r adalah radius, m adalah
viskositas, dan l adalah panjang.
Maka, secara luas, aliran ditentukan oleh radius lumen arteri dan panjang
stenosis intraluminal. Terlebih lagi, obstruksi arteri sekuensial di dalam arteri yang
sama menghasilkan tahanan pada aliran sehingga masing-masing obstruksi dapat
dijumlahkan. Meskipun distribusi penyakit pada penderita diabetes berbeda dengan
penderita nondiabetik, vaskuler bad penderita diabetes sama reaktifnya dengan aliran
arterial; dengan demikian reskonstruksi arterial sebaiknya tidak ditunda pada
penyakit arterioler-kapiler.
Arteriostenosis dan obstruksi meningkatkan pengembangan pembuluh darah
kolateral dari arteri-arteri lebih kecil yang telah ada. Cabang-cabang arteri kecil di
atas dan di bawah sumbatan akan beranastomose untuk membentuk bypass autogenik
disekitar lesi. Kolateral biasanya butuh waktu untuk mengembang, dan
keberadaannya merupakan suatu bukti dari lesi obstruksi yang terjadi sudah lama.
Pasien yang mengalami obstruksi akut tidak akan mampu untuk membentuk
kolateral yang adekuat dan karenanya penderita akan mengalami iskemia dengan
derajat yang lebih berat. Kolateral adalah mekanisme kompensasi yang paling
penting dari penyakit vaskuler atherosklerotik, tetapi sayangnya hal tersebut hanya
dapat mengkompensasi sebagian pada oklusi atau stenosis yang berat.
5
Hasil penting dari penelitian ini:
1. Hanya 7,2% pasien membutuhkan amputasi mayor pada tahun ke-5.
2. Hanya 12% membutuhkan amputasi mayor pada tahun ke-10.
3. Hanya 38% yang hidup pada tahun ke-10; 22% dari seluruh kelompok, hidup
pada tahun ke-15.
PRESENTASI KLINIS
Pasien dengan penyakit aortoiliaka biasanya mengalami klaudikasio pada
pinggul, paha, atau pantat, yang sering digambarkan sebagai kelelahan saat berjalan
dan reda dengan istirahat. Beberapa dari pasien tersebut mengalami klaudikasi pada
betis. Temuan lain yang sangat penting adalah impotensi pada pria. Pemeriksaan
6
pada pasien ini biasanya ditandai dengan hilangnya denyut femoral atau denyut
femoral yang kecil yang disertai dengan bising.
Pemeriksaan Doppler pada pasien dengan penyakit arteri perifer merupakan
bagian yang sangat penting dari pemeriksaan fisik. Pencatatan tekanan Doppler yang
akurat penting untuk perawatan di rumah sakit dan follow-up jangka panjang
selanjutnya. Ultrasonografi Doppler bekerja menurut prinsip Doppler (Gbr. 7.4).
Sebuah gelombang suara, yang melompat-lompat secara tetap dari jaringan yang
tidak bergerak, ditimbulkan oleh Doppler. Partikel yang bergerak (aliran darah)
mengganggu gelombang suara yang kembali dan mengakibatkan perubahan
frekuensi yang dideteksi oleh Doppler. Perubahan frekuensi gelombang kembali
tersebut kemudian dikonversi menjadi sinyal yang dapat didengar. Pengukuran yang
termudah dan paling standart adalah ankle-brachial index (ABI). Pengukuran
dilakukan dengan memasang manset tekanan darah di pergelangan kaki. Tekanan
sistolik dicatat setelah manset dipompa dan Doppler dipasang pada arteri-arteri
posterior dan dorsalis pedis. Tekanan pada lengan juga dicatat dan rasionya
dihitung. Pada pasien normal ABI seharusnya 1,0. Pada klaudikator ABI biasanya
antara 0,5 dan 1,0. Pada pasien baik dengan nyeri saat istirahat maupun ulserasi
indeks biasanya < 0,5. Pasien diabetes seringkali mempunyai ABI yang meninggi
palsu sebagai akibat dari kalsifikasi pada pembuluh darah tibialis yang memerlukan
tekanan lebih besar untuk mengkompresi. ABI hendaknya dicatat sebelum dan
sesudah pembedahan dan kemudian dievaluasi. Penurunan tekanan berapapun setelah
pembedahan hendaknya secara agresif segera diperiksa karena adanya kemungkinan
stenosis dari graft. Selain ABI, tidak ada pasien yang terancam kehilangan tungkai
yang tidak dilakukan arteriogram bila terdapat kemungkinan ditemukannya lesi yang
dapat dikoreksi.
Sebagian besar pasien klaudikasio dapat ditangai secara konservatif, dengan
terapi medis intensif yang meliputi hal-hal berikut:
1. Kontrol ketat pada diabetes.
2. Tidak merokok (hal ini tidak saja ditekankan pada pasien dengan penyakit
vaskuler perifer, karena merokok adalah penyebab utama dari progresi
penyakit);
7
3. Program olah raga intensif dimana pasien disarankan untuk berjalan melawan
klaudikasio (setiap kali mulai nyeri, pasien hendaknya mencoba untuk
berlatih atau berjalan sedikit lebih jauh);
4. Pasien sebaiknya diperiksa untuk hiperlipemia dan ditangani secara tepat bila
terdapat lipida, trigliserida, atau kolesterol yang tinggi.
Pada program olah raga medis yang intensif, > 85% pasien dengan
klaudikasio benar-benar bertambah jarak berjalannya dan tidak pernah membutuhkan
tindakan pembedahan.
Indikasi pembedahan pada pasien dengan insufisiensi arterial pada
ekstremitas bawah meliputi hal berikut:
1. Klaudikasio yang mengakibatkan kecacatan, dimana pasien tidak dapat
melakukan aktivitas hariannya untuk bekerja atau eksistensi yang relatif
normal;
2. Nyeri pada saat istirahat;
3. Gangren atau ulserasi;
4. Sindroma Leriche. Dijelaskan pada tahun 1940 oleh Leriche, gejala
spesifiknya bermula dari oklusi bertahap pada aorta terminalis. Lima
manifestasi spesifik pada stadium awal dari penyakit ini adalah impotensi
seksual, kelelahan berat pada tungkai saat berolah raga, atrofi pada otot
tungkai, adanya perubahan tropik pada kaki, dan pucat pada tungkai. Stadium
awal dari sindroma Leriche dapat ditoleransi dengan baik tetapi pada
sebagian besar pasien berkembang menjadi klaudikasi yang mengakibatkan
cacat berat.
8
kaki dan sebuah penahan untuk membuat kaki tetap di tempat tidur adalah penting
untuk kenyamanan pasien.
Pembedahan untuk pasien dengan penyakit aortoiliaka terdiri dari tiga
pilihan :
1. Pada pasien dengan resiko baik, operasi yang dipilih adalah suatu graft
aortobifemoral.
2. Pada pasien dengan oklusi arteri iliaka unilateral tetapi mempunyai aliran
yang baik ke lipat paha sebelahnya, suatu bypass femoral-femoral adalah
pilihan terbaik dan dapat dilakukan dengan aman dengan anestesia lokal bila
perlu.
3. Pada pasien dengan resiko bedah yang buruk yang secara absolut
membutuhkan revaskularisasi, dapat dilakukan bypass ekstra-anatomis. Hal
ini biasanya dilakukan melalui suatu graft axillo-bifemoral, sehingga
menghindari prosedur intra-abdominal yang besar.
Hasil dari graft aortobifemoral bagi pasien dengan penyakit oklusif pada
ekstremitas bawah sangat baik, dengan patensi berkisar dari 85 – 95% pada tahun ke-
5. Hasil bypass femoral-femoral sangat baik, dengan patensi berkisar 80 – 85% pada
sebagian besar kasus. Hasil graft axillobifemoral biasanya tidak sebaik itu, dengan
patensi berkisar 70 – 75% pada tahun ke-5.
Angioplasti transluminal perkutan (dilatasi balon) telah menjadi penanganan
yang sangat menonjol untuk stenosis yang terbatas pada arteri iliaka. Sebuah kateter
arteri dimasukkan melintasi stenosis dan sebuah balon dikembangkan untuk
melebarkan lesi dari dalam arteri. Hasilnya buruk pada sebagian besar arteri perifer,
kecuali stenosis yang terbatas pada arteri iliaka, di mana angka patensinya berkisar
dari 80 – 90% pada tahun ke-5.
9
10
Penyakit Femoral-Popliteal-Tibial Oklusif
11
Penanganan
12
vena pada lengan, vena sefalika, atau vena safena yang lebih kecil (Gbr. 7.5). Hasil
dari bypass bawah lutut tertera pada Tabel 7.1.
Operasi terpilih untuk bypass femoral-popliteal dan femorotibial adalah
teknik vena safena in situ yang dipopulerkan oleh Leather dkk. Dengan teknik in situ
ini, vena safena dibiarkan pada tempat asalnya kemudian katubnya dibuat
inkompeten dengan cara memotong atau menyobek katup. Pada saat ini prosedur
yang standart adalah dengan memindah dan membalik vena safena sehingga
katubnya mengarah ke arah aliran. Terdapat tiga kentungan besar dari teknik in situ.
1. Ujung besar dari vena dijahitkan pada arteri femoralis komunis, dan ujung
kecil vena digunakan untuk anastomosis distal yang lebih kecil. Hal ini
dilakukan untuk mendapatkan kecocokan jaringan yang lebih besar; teknik
pembalikan adalah penyebab besar dari kegagalan graft. Ketidakcocokan
jaringan pada pembalikan vena menyebabkan hiperplasia miointimal dan
stenosis graft.
2. Sebagian besar vena tidak dimobilisasi; sehingga supplai nutrisi aslinya tidak
pernah terganggu dan intimanya tidak banyak yang robek.
3. Karena ujung kecil vena dgunakan untuk anastomosis distal, maka ada lebih
banyak vena yang dapat digunakan. Banyak dari vena yang dibalik tersebut
ditinggalkan karena vena distalnya terlalu kecil untuk dilakukan anastomosis
pada daerah proksimal yang lebih besar.
Hasil awal dari bypass in situ pada tibial sangat baik, dengan angka patensi
graft 80 – 90% pada tahun ke-3 (Gbr. 7.6 dan 7.7; Tabel 7.1; 17, 19).
Pasien yang tidak mempunyai vena autogen yang cukup menimbulkan
masalah rekonstruktif yang sangat menantang. Untuk mendapatkan panjang yang
cukup, ahli bedah dapat mengatasi dengan graft gabungan dengan graft sintetis
(PTFE) dan vena. Pilihan lain adalah graft pendek dari pembuluh darah popliteal
sampai tibial atau graft sekuensial. Beberapa pasien mempunyai aliran keluar yang
buruk dan mungkin memerlukan fistulasi arteri vena pada bypass distal mereka
untuk membantu agar graft tetap terbuka. Pilihan lain adalah bypass multipel (Gbr.
7.8) dan bypass bertahap pada tungkai yang sama, saat ini dipopulerkan oleh Chang
13
dkk, dengan tujuan memaksimalkan revaskularisasi pada ekstremitas yang sangat
iskemik dalam usaha untuk menyelamatkan tungkai (Gbr. 7.9 – 7.11).
Tabel 7.1
Hasil Bedah Pintas in situ pada Tibia
Bedah Pintas Patensi Penyelamatan
5 tahun 3 tahun
Tungkai
Femoral-popliteal
Klaudikasi atas lutut 85 – 90%
Penyelamatan tungkai atas lutut 75 – 80% 85 – 90%
Femorotibial
Penyelamatan tungkai terbalik 45 – 55% 65 – 75%
Penyelamatan tungkai in situ 85% 92%
14
Simpatektomi
15
Simpatektomi sering dilakukan 10 – 20 tahun yang lalu pada pasien dengan
penyakit vaskuler perifer. Saat ini kadang dipakai sebagai tambahan pada
rekonstruksi vaskuler. Prosedur ini meliputi pembagian dan pengangkatan rantai
simpatis dari tiga sampai lima ganglia pada sisi yang terkena. Operasi ini
menghentikan semua sifat simpatis pada arteriol perifer. Hasilnya adalah dilatasi
maksimal dari arteriol kecil dan kolateral, yang menyebabkan peningkatan aliran
darah ke kulit dan jaringan subkutan. Simpatektomi tidak meningkatkan supplai
darah pada kelompok-kelompok otot. Hasilnya adalah kaki yang lebih hangat yang
dapat meredakan sebagian nyeri pada saat istirahat dan kadang membantu
menyembuhkan ulserasi kecil. Sayangnya, karena keparahan penyakit oklusif yang
telah ada sebelumnya, pembuluh darah yang kecil sudah terdilatasi maksimal dan
simpatektomi hanya memberikan perbaikan kecil.
Tes Smithwick adalah petunjuk yang dapat dipercaya untuk seleksi pasien.
Tes ini dilakukan dengan cara mengangkat tungkai yang iskemik sesaat untuk
menghasilkan anoksia maksimal pada jaringan dan vasodilatasi. Bila tungkai
dikembalikan ke posisi tergantung, pengisian kapiler kembali sebaiknya terjadi
dalam 20 – 30 detik bila terdapat kolateral yang baik. Bila vasodilatasi dan pengisian
kapiler kembali memang terjadi pada periode ini, respon pasien terhadap
simpatektomi akan baik. Bila pengisian kapiler kembali tidak terjadi dalam 20 – 30
detik, cadangan arterial dan kapiler pasien mungkin tidak memadai untuk
mendapatkan hasil yang baik dari prosedur ini.
16
17