Anda di halaman 1dari 17

Penyakit Vaskuler Perifer pada Kaki Diabetik

JON R. COHEN, M.D.


JOHN B. CHANG, MD., F.A.C.S

Progresi atherosklerosis yang cepat pada diabetes mengakibatkan penyakit


oklusif vaskuler berat yang terjadi pada umur yang relatif muda. Dalam penelitian
terbaru mengenai riwayat lebih dari 500 pasien diabetes, 39% pasien tersebut
mengalami penyakit atherosklerotik berat yang melibatkan arteri-arteri berukuran
medium dan besar. Sebagai tambahan, hampir 50% dari semua amputasi ekstremitas
bawah yang dilakukan di Amerika Serikat pada saat ini berkaitan dengan komplikasi
diabetes. Meskipun banyak pasien diabetes dengan penyakit vaskuler perifer
diperkirakan menderita penyakit mikrovaskuler yang tidak dapat diperbaiki,
sebenarnya sebagian besar dari mereka mengalami iskemia pada ekstremitas bawah
yang secara langsung berkaitan dengan oklusi pembuluh darah besar yang
atherosklerotik.
Bila riwayat penyakit dari pasien-pasien tersebut diteliti, indikator prognostik
yang paling penting untuk menentukan progresi penyakit atherosklerotik adalah
penyakit yang telah ada sebelumnya. Dalam penelitian terbaru, 74% pasien yang
telah menderita sakit sebelumnya mengalami progresi atherosklerosis cepat yang
signifikan; hanya 11% dari pasien dengan pemeriksaan awal normal yang kemudian
mengalami penyakit yang signifikan. Distribusi awal penyakit pada pasien diabetik
kurang lebih 33% pada sistem aortofemoral, 33% pada sistem trifurkasi, dan 33%
dengan penyakit kombinasi. Sebagai tambahan, hampir 66% lesi dapat diperbaiki
melalui pembedahan dengan teknik bypass aortobifemoral atau femoral distal.
Patofisiologi dari perkembangan atherosklerosis yang cepat pada diabetes masih
belum diketahui. Pada penelitian Farmingham selama periode lebih dari 16 tahun
mengenai diabetes, penderita diabetes menunjukkan peningkatan morbiditas dan
mortalitas pada semua penyebab kardiovaskuler. Penderita diabetes mempunyai
kadar lipid yang lebih tinggi, lebih hipertensi dan lebih obesitas. Selain faktor-faktor
resiko tersebut, peningkatan morbiditas dan mortalitas oleh karena kardiovaskuler

1
begitu tinggi sehingga nampaknya terdapat beberapa faktor yang tidak diketahui
pada penderita diabetes yang membuat komplikasi kardiovaskuler sangat prevalen.
Yang paling penting adalah konsep bahwa indikasi pembedahan untuk penderita
diabetes dengan penyakit pembuluh darah arteri besar pada ekstremitas bawah tidak
berbeda dengan pasien non-diabetik yang menderita atherosklerosis. Secara
patologis, lesi atherosklerotik yang mempunyai kecenderungan untuk berkembang
pada pembuluh darah tibialis penderita diabetes adalah lesi atheroskerosis yang sama
dengan pasien non-diabetik. Sayangnya, banyak pasien dengan diabetes mengalami
ulserasi perifer yang diakibatkan oleh neuropati diabetik. Ulserasi ini biasanya terjadi
bersama dengan pulsasi kaki yang tidak beraturan sehingga rekonstruksi vaskuler
tidak banyak membantu.
Ulkus diabetik sering terjadi tanpa sepengetahuan pasien karena pasien tidak
merasa nyeri. Ulkus berkembang sebagai hasil dari dua disfungsi neurologis yang
terjadi pada waktu yang sama pada kaki diabetik: penurunan sensasi dan neuropati
otonomik yang membuat penderita diabetes mempunyai kulit yang sangat kering.
Kulit kaki yang pecah-pecah, terutama disekitar jari-jari dan tumit akan memberikan
jalan masuk bagi berbagai infeksi. Kedua mekanisme ini mengakibatkan ulserasi
pada tempat-tempat yang menanggung sebagian besar berat tubuh, yaitu, tumit atau
caput metatarsal pertama (Gbr. 7.1).
Penderita diabetes dengan penyakit oklusif pada ekstremitas bawah ditangani
dengan cara yang sama dengan pasien non-diabetik. Mereka dikategorikan sebagai
penderita yang mengalami klaudikasio, nyeri saat istirahat, atau ulserasi. Klaudikasio
intermiten merupakan nyeri otot iskemik yang disebabkan oleh aliran darah yang
tidak adekuat akibat adanya obstruksi arteri proksimal. Paling sering terjadi pada otot
betis dan secara langsung menyebabkan pembentukan asam laktat di dalam massa
otot akibat glikosis anaerob ketika terjadi anoksia. Hal ini biasanya digambarkan
sebagai nyeri kram yang terjadi saat beraktivitas dan mereda dalam beberapa menit
dengan beristirahat. Umumnya digambarkan sebagai kelelahan atau kelemahan,
terutama pada paha atau pantat. Karena adanya aliran darah kolateral, biasanya
terdapat dua level penyakit yang berbeda yang menyebabkan klaudikasio: penyakit
aortik dan iliaka untuk klaudikasio pada paha - pantat atau penyakit femoral dan

2
popliteal untuk klaudikasio pada betis. Setiap kunjungan, biasanya dinyatakan dalam
berapa blok kota adalah hal penting untuk menentukan seberapa jauh seorang pasien
dapat berjalan tanpa nyeri. Pengurangan jarak biasanya merupakan sebuah tanda dari
penyakit yang berjalan progresif. Diferensial diagnosis dari nyeri pada tungkai
meliputi nyeri pinggang, stenosis spinal, neuropati diabetik, dan osteoartritis pinggul.
Nyeri saat istirahat mengindikasikan terjadinya suatu penyakit yang lebih
berat daripada klaudikasio, karena nyeri yang terjadi terus menerus merupakan akibat
dari aliran darah yang tidak mencukupi secara konstan. Hal ini hanya terjadi pada
kaki dan secara klasik digambarkan sebagai rasa terbakar pada telapak kaki yang
makin berat bila diangkat. Nyeri tersebut biasanya terjadi pada malam hari saat
pasien berbaring dan hanya berkurang bila pasien berjalan. Pasien biasanya dapat
beradaptasi dengan cara menggantung kaki dipinggir tempat tidur saat tidur.
Impotensi, yang biasanya berhubungan dengan klaudikasio pada paha dan
pantat merupakan akibat insufisiensi dari aortoiliaka, dapat tejadi pada insufisiensi
yang terbatas pada hipogastrik dan bermanifestasi dengan ketidakmampuan untuk
mencapai atau mempertahankan ereksi yang efektif.

3
Penyakit Aortoiliaka Oklusif

Insufisiensi arteri pada ekstremitas bawah dapat digolongkan ke dalam dua


kelompok besar: 1) penyakit aortoiliaka, mengenai aorta bagian distal, arteri iliaka
komunis, dan arteri iliaka eksterna; dan 2) penyakit femoral-popliteal-tibial pada
arteri-arteri tungkai.
Penyakit aortoiliaka biasanya diartikan sebagai obstruksi aliran masuk ke
daerah lipat paha, sementara penyakit femoral-popliteal dimaksudkan sebagai
obstruksi aliran keluar dari daerah lipat paha. Kedua jenis penyakit ini
mengakibatkan iskemia pada ekstremitas bawah, yang bermanifestasi sebagai
klaudikasio, nyeri saat istirahat, atau ulserasi pada ekstremitas bawah.
Insufisiensi arterial kronik ekstremitas bawah pada penderita diabetes hampir
selalu disebabkan oleh progresi atherosklerosis yang cepat. Meskipun atherosklerosis
merupakan penyakit sistemik luas, kecenderungannya untuk megakibatkan oklusi
segmental pada percabangan arteria membuatnya dapat diperbaiki dengan cara
pembedahan.
Lesi fokal atherosklerosis berkembang di area yang lebih mudah mengalami
cedera endotelial, seperti bifurkasi arterial, atau area-area posterior yang terfiksasi
dimana dapat terjadi shearing force dan aliran turbulen yang paling besar. Tempat
tersering untuk terjadinya lesi fokal yang dapat menyebabkan iskemia pada
ekstremitas bawah tersebut meliputi aorta distalis, bifurkasio arteri iliaka komunis,
bifurkasio arteri femoralis komunis, dan arteri femoralis superfisial pada kanalis
adduktorius. Penderita diabetes mempunyai kecenderungan tertentu untuk
mengalami lesi pada pembuluh darah tibialis.
Pemahaman dasar dari fisika aliran darah sangat penting untuk memahami
penyakit arterial oklusif. Aliran darah, seperti sirkuit lainnya, secara luas dijelaskan
dengan rumus
F = P/R
dimana F adalah aliran, P adalah tekanan, dan R adalah tahanan. Dimana aliran
berbanding lurus dengan tekanan dan berbanding terbalik dengan tahanan di dalam
sirkuit.

4
Aliran dalam arteri yang mengalami lesi stenotik secara khusus mengikuti
persamaan Pioseuille
Q = (p1 – p2) (pi) (r) (4) / (m) (8) (l)
dimana Q adalah aliran, p1 – p2 adalah beda tekanan, r adalah radius, m adalah
viskositas, dan l adalah panjang.
Maka, secara luas, aliran ditentukan oleh radius lumen arteri dan panjang
stenosis intraluminal. Terlebih lagi, obstruksi arteri sekuensial di dalam arteri yang
sama menghasilkan tahanan pada aliran sehingga masing-masing obstruksi dapat
dijumlahkan. Meskipun distribusi penyakit pada penderita diabetes berbeda dengan
penderita nondiabetik, vaskuler bad penderita diabetes sama reaktifnya dengan aliran
arterial; dengan demikian reskonstruksi arterial sebaiknya tidak ditunda pada
penyakit arterioler-kapiler.
Arteriostenosis dan obstruksi meningkatkan pengembangan pembuluh darah
kolateral dari arteri-arteri lebih kecil yang telah ada. Cabang-cabang arteri kecil di
atas dan di bawah sumbatan akan beranastomose untuk membentuk bypass autogenik
disekitar lesi. Kolateral biasanya butuh waktu untuk mengembang, dan
keberadaannya merupakan suatu bukti dari lesi obstruksi yang terjadi sudah lama.
Pasien yang mengalami obstruksi akut tidak akan mampu untuk membentuk
kolateral yang adekuat dan karenanya penderita akan mengalami iskemia dengan
derajat yang lebih berat. Kolateral adalah mekanisme kompensasi yang paling
penting dari penyakit vaskuler atherosklerotik, tetapi sayangnya hal tersebut hanya
dapat mengkompensasi sebagian pada oklusi atau stenosis yang berat.

Sifat Klaudikasio Ekstremitas Bawah

Klaudikasio intermiten merupakan suatu proses ringan yang dialami oleh


sangat banyak pasien. Klaudikasio ini pertama kali dilaporkan oleh Boyd, yang
mengevaluasi 440 pasien yang penderita klaudikasio intermiten selama 5 – 15 tahun.

5
Hasil penting dari penelitian ini:
1. Hanya 7,2% pasien membutuhkan amputasi mayor pada tahun ke-5.
2. Hanya 12% membutuhkan amputasi mayor pada tahun ke-10.
3. Hanya 38% yang hidup pada tahun ke-10; 22% dari seluruh kelompok, hidup
pada tahun ke-15.

Penelitian penting kedua dilaporkan oleh Imparato, yang melakukan


arteriogram pada 104 klaudikator dan mengikuti perkembangan mereka. Hasil dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Klaudikasio, tetap stabil atau membaik pada 80% pasien.
2. Hanya 5,8% dari seluruh kelompok yang mengalami gangren.
3. Dua puluh lima persen dari seluruh kelompok pada akhirnya memerlukan
terapi bedah.

Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, hanya 5 – 10% pasien penderita


klaudikasio yang benar-benar mengalami gangren dan oleh karena itu mereka
mempunyai resiko kehilangan tungkai. Jadi sebagian besar klaudikator dapat
ditangani secara konservatif dan hanya untuk klaudikasio yang dapat mengakibatkan
suatu kecacatan yang akan ditangani dengan pembedahan
Pasien yang mengalami nyeri ada saat istirahat, ulserasi, atau gangren pada
kaki mereka mempunyai prognosis yang lebih buruk. Mereka terancam kehilangan
tungkai dan berada pada stadium akhir dari penyakitnya. Semua pasien tersebut akan
kehilangan ekstremiatsnya bila tidak dikoreksi dengan pembedahan (Gbr. 7.2 dan
7.3).

PRESENTASI KLINIS
Pasien dengan penyakit aortoiliaka biasanya mengalami klaudikasio pada
pinggul, paha, atau pantat, yang sering digambarkan sebagai kelelahan saat berjalan
dan reda dengan istirahat. Beberapa dari pasien tersebut mengalami klaudikasi pada
betis. Temuan lain yang sangat penting adalah impotensi pada pria. Pemeriksaan

6
pada pasien ini biasanya ditandai dengan hilangnya denyut femoral atau denyut
femoral yang kecil yang disertai dengan bising.
Pemeriksaan Doppler pada pasien dengan penyakit arteri perifer merupakan
bagian yang sangat penting dari pemeriksaan fisik. Pencatatan tekanan Doppler yang
akurat penting untuk perawatan di rumah sakit dan follow-up jangka panjang
selanjutnya. Ultrasonografi Doppler bekerja menurut prinsip Doppler (Gbr. 7.4).
Sebuah gelombang suara, yang melompat-lompat secara tetap dari jaringan yang
tidak bergerak, ditimbulkan oleh Doppler. Partikel yang bergerak (aliran darah)
mengganggu gelombang suara yang kembali dan mengakibatkan perubahan
frekuensi yang dideteksi oleh Doppler. Perubahan frekuensi gelombang kembali
tersebut kemudian dikonversi menjadi sinyal yang dapat didengar. Pengukuran yang
termudah dan paling standart adalah ankle-brachial index (ABI). Pengukuran
dilakukan dengan memasang manset tekanan darah di pergelangan kaki. Tekanan
sistolik dicatat setelah manset dipompa dan Doppler dipasang pada arteri-arteri
posterior dan dorsalis pedis. Tekanan pada lengan juga dicatat dan rasionya
dihitung. Pada pasien normal ABI seharusnya 1,0. Pada klaudikator ABI biasanya
antara 0,5 dan 1,0. Pada pasien baik dengan nyeri saat istirahat maupun ulserasi
indeks biasanya < 0,5. Pasien diabetes seringkali mempunyai ABI yang meninggi
palsu sebagai akibat dari kalsifikasi pada pembuluh darah tibialis yang memerlukan
tekanan lebih besar untuk mengkompresi. ABI hendaknya dicatat sebelum dan
sesudah pembedahan dan kemudian dievaluasi. Penurunan tekanan berapapun setelah
pembedahan hendaknya secara agresif segera diperiksa karena adanya kemungkinan
stenosis dari graft. Selain ABI, tidak ada pasien yang terancam kehilangan tungkai
yang tidak dilakukan arteriogram bila terdapat kemungkinan ditemukannya lesi yang
dapat dikoreksi.
Sebagian besar pasien klaudikasio dapat ditangai secara konservatif, dengan
terapi medis intensif yang meliputi hal-hal berikut:
1. Kontrol ketat pada diabetes.
2. Tidak merokok (hal ini tidak saja ditekankan pada pasien dengan penyakit
vaskuler perifer, karena merokok adalah penyebab utama dari progresi
penyakit);

7
3. Program olah raga intensif dimana pasien disarankan untuk berjalan melawan
klaudikasio (setiap kali mulai nyeri, pasien hendaknya mencoba untuk
berlatih atau berjalan sedikit lebih jauh);
4. Pasien sebaiknya diperiksa untuk hiperlipemia dan ditangani secara tepat bila
terdapat lipida, trigliserida, atau kolesterol yang tinggi.

Pada program olah raga medis yang intensif, > 85% pasien dengan
klaudikasio benar-benar bertambah jarak berjalannya dan tidak pernah membutuhkan
tindakan pembedahan.
Indikasi pembedahan pada pasien dengan insufisiensi arterial pada
ekstremitas bawah meliputi hal berikut:
1. Klaudikasio yang mengakibatkan kecacatan, dimana pasien tidak dapat
melakukan aktivitas hariannya untuk bekerja atau eksistensi yang relatif
normal;
2. Nyeri pada saat istirahat;
3. Gangren atau ulserasi;
4. Sindroma Leriche. Dijelaskan pada tahun 1940 oleh Leriche, gejala
spesifiknya bermula dari oklusi bertahap pada aorta terminalis. Lima
manifestasi spesifik pada stadium awal dari penyakit ini adalah impotensi
seksual, kelelahan berat pada tungkai saat berolah raga, atrofi pada otot
tungkai, adanya perubahan tropik pada kaki, dan pucat pada tungkai. Stadium
awal dari sindroma Leriche dapat ditoleransi dengan baik tetapi pada
sebagian besar pasien berkembang menjadi klaudikasi yang mengakibatkan
cacat berat.

Pasien yang terancam kehilangan tungkai sebaiknya dirawat di rumah sakit


sesegera mungkin untuk menjalani angiogram. Mereka harus terus berbaring dalam
posisi Trendelenburg terbalik dan diberikan antibiotika spektrum luas sampai
diperoleh hasil kultur. Posisi Trendelenburg terbalik akan dapat memperbaiki aliran
distal dan secara signifikan memperbaiki ketidaknyamanan pasien sampai tindakan
pembedahan dilakukan. Selembar selimut dari kulit domba yang diletakkan di bawah

8
kaki dan sebuah penahan untuk membuat kaki tetap di tempat tidur adalah penting
untuk kenyamanan pasien.
Pembedahan untuk pasien dengan penyakit aortoiliaka terdiri dari tiga
pilihan :
1. Pada pasien dengan resiko baik, operasi yang dipilih adalah suatu graft
aortobifemoral.
2. Pada pasien dengan oklusi arteri iliaka unilateral tetapi mempunyai aliran
yang baik ke lipat paha sebelahnya, suatu bypass femoral-femoral adalah
pilihan terbaik dan dapat dilakukan dengan aman dengan anestesia lokal bila
perlu.
3. Pada pasien dengan resiko bedah yang buruk yang secara absolut
membutuhkan revaskularisasi, dapat dilakukan bypass ekstra-anatomis. Hal
ini biasanya dilakukan melalui suatu graft axillo-bifemoral, sehingga
menghindari prosedur intra-abdominal yang besar.

Hasil dari graft aortobifemoral bagi pasien dengan penyakit oklusif pada
ekstremitas bawah sangat baik, dengan patensi berkisar dari 85 – 95% pada tahun ke-
5. Hasil bypass femoral-femoral sangat baik, dengan patensi berkisar 80 – 85% pada
sebagian besar kasus. Hasil graft axillobifemoral biasanya tidak sebaik itu, dengan
patensi berkisar 70 – 75% pada tahun ke-5.
Angioplasti transluminal perkutan (dilatasi balon) telah menjadi penanganan
yang sangat menonjol untuk stenosis yang terbatas pada arteri iliaka. Sebuah kateter
arteri dimasukkan melintasi stenosis dan sebuah balon dikembangkan untuk
melebarkan lesi dari dalam arteri. Hasilnya buruk pada sebagian besar arteri perifer,
kecuali stenosis yang terbatas pada arteri iliaka, di mana angka patensinya berkisar
dari 80 – 90% pada tahun ke-5.

9
10
Penyakit Femoral-Popliteal-Tibial Oklusif

Lokasi oklusi terbanyak pada pasien penderita klaudikasio ekstremitas bawah


adalah arteri femoralis superfisial pada kanalis adduktorius (kanal Hunter). Paling
sedikit 50 – 60% pasien dengan klaudikasio intermiten mempunyai lesi oklusif di
lokasi ini. Pasien dengan ancaman kehilangan tungkai (nyeri saat istirahat dan
ulserasi) biasanya mempunyai lesi ditempat yang lain; dimana kolateral tidak mampu
untuk memberikan aliran yang cukup untuk viabilitas jaringan. Lesi kedua ini
biasanya terjadi pada pangkal arteri femoralis profunda, poplitea distalis, atau arteri-
arteri tibial-peroneal. Arteri femoralis profunda (femoral dalam) memberikan aliran
terbesar pada ekstremitas bawah bila arteri superfisial teroklusi. Femoralis profunda
berkolateralisasi dengan arteri genikulata di sekitar lutut untuk memberikan aliran
masuk pada arteri poplitea distalis dan arteri tibial-peroneal.
Klaudikasi pada ekstremitas bawah biasanya digambarkan sebagai nyeri pada
betis saat berjalan, yang mereda dengan istirahat. Biasanya dihitung dengan jumlah
blok yang dapat dilalui oleh pasien tanpa berhenti. Pasien dengan keluhan nyeri saat
istirahat akan mengalami rasa nyeri pada kaki mereka (bukan betis) dan kadang nyeri
dirasakan pada telapak kaki. Nyeri tersebut paling terasa pada malam hari dan
mereda dengan posisi kaki menggantung saat tidur (menggantung di samping tempat
tidur).
Pemeriksaan fisik yang paling menonjol adalah denyut femoral dapat diraba
tetapi tidak ada denyut yang teraba di bawah daerah lipat paha. Ankle-brachial index
biasanya berkisar dari 0,5 sampai 1,0 pada klaudikator dan < 0,5 pada pasien dengan
ancaman kehilangan tungkai. Perubahan tropik pada insufisiensi arteria termasuk
penebalan kuku, hilangnya rambut pada tungkai bagian bawah, dan kulit yang
mengkilat. Ulserasi dan gangren umumnya dimulai dari ujung jari kaki yang paling
distal dan berlanjut ke proksimal.

11
Penanganan

Sebagian besar pasien hanya memerlukan pengelolaan medis, yang meliputi


tidak merokok, olah raga keras, penghentian β-bloker, kontrol ketat diabetes, dan
koreksi hiperlipemia. Pada sekelompok pasien tertentu, dilatasi balon pada stenosis
yang terbatas pada arteri superfisial mungkin sangat membantu.
Pasien baik dengan klaudikasio yang mengakibatkan cacat berat maupun
ancaman kehilangan tungkai adalah kandidat untuk dilakukan tindakan pembedahan.
Pilihan pembedahan tergantung pada lokasi lesi yang berhubungkan dengan lutut.
Pasien dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok penanganan:
1. Pasien dengan penyakit yang terbatas di atas lutut dapat ditolong dengan
bypass femoral-popliteal di atas lutut.
2. Pasien dengan penyakit di bawah lutut membutuhkan bypass distal hingga di
bawah lutut baik pada arteri poplitea distalis, trunkus tibial-peroneal, maupun
arteri tibial-peroneal.

Pasien dengan oklusi di atas lutut sebaiknya menjalani bypass femoral-


popliteal di atas lutut dengan vena safena atau politetrafluoroetilen (PTFE; Gortex).
Angka patensi 5 tahun untuk ancaman kehilangan tungkai pada bypass femoral-
popliteal di atas lutut adalah 75 – 80%, dengan angka keselamatan tungkai 85 – 95%.
Patensi 5 tahun untuk klaudikator dengan bypass di atas lutut adalah 85 – 90% tanpa
terjadi kehilangan tungkai.
Pasien hendaknya hanya dilakukan bypass hingga bawah lutut bila mereka
terancam akan kehilangan tungkai. Pasien dengan klaudikasio sebaiknya tidak
dilakukan bypass hingga bawah lutut dengan graft sintetis, karena resiko
pembedahan dan kegagalan graft jauh lebih besar daripada keuntungan yang bisa
didapatkan oleh klaudikator. Graft yang paling baik pada setiap level adalah graft
vena autogenus. Jaringan autogenik, seperti vena safena, lebih baik daripada material
sintetis manapun. Resiko jaringan autogen sampai bawah lutut adalah minimal,
kegagalan graft akan mengembalikan pasien ke situasi yang sama seperti sebelum
dilakukan bypass. Vena yang dapat diambil untuk bypass bawah lutut, antara lain

12
vena pada lengan, vena sefalika, atau vena safena yang lebih kecil (Gbr. 7.5). Hasil
dari bypass bawah lutut tertera pada Tabel 7.1.
Operasi terpilih untuk bypass femoral-popliteal dan femorotibial adalah
teknik vena safena in situ yang dipopulerkan oleh Leather dkk. Dengan teknik in situ
ini, vena safena dibiarkan pada tempat asalnya kemudian katubnya dibuat
inkompeten dengan cara memotong atau menyobek katup. Pada saat ini prosedur
yang standart adalah dengan memindah dan membalik vena safena sehingga
katubnya mengarah ke arah aliran. Terdapat tiga kentungan besar dari teknik in situ.
1. Ujung besar dari vena dijahitkan pada arteri femoralis komunis, dan ujung
kecil vena digunakan untuk anastomosis distal yang lebih kecil. Hal ini
dilakukan untuk mendapatkan kecocokan jaringan yang lebih besar; teknik
pembalikan adalah penyebab besar dari kegagalan graft. Ketidakcocokan
jaringan pada pembalikan vena menyebabkan hiperplasia miointimal dan
stenosis graft.
2. Sebagian besar vena tidak dimobilisasi; sehingga supplai nutrisi aslinya tidak
pernah terganggu dan intimanya tidak banyak yang robek.
3. Karena ujung kecil vena dgunakan untuk anastomosis distal, maka ada lebih
banyak vena yang dapat digunakan. Banyak dari vena yang dibalik tersebut
ditinggalkan karena vena distalnya terlalu kecil untuk dilakukan anastomosis
pada daerah proksimal yang lebih besar.

Hasil awal dari bypass in situ pada tibial sangat baik, dengan angka patensi
graft 80 – 90% pada tahun ke-3 (Gbr. 7.6 dan 7.7; Tabel 7.1; 17, 19).
Pasien yang tidak mempunyai vena autogen yang cukup menimbulkan
masalah rekonstruktif yang sangat menantang. Untuk mendapatkan panjang yang
cukup, ahli bedah dapat mengatasi dengan graft gabungan dengan graft sintetis
(PTFE) dan vena. Pilihan lain adalah graft pendek dari pembuluh darah popliteal
sampai tibial atau graft sekuensial. Beberapa pasien mempunyai aliran keluar yang
buruk dan mungkin memerlukan fistulasi arteri vena pada bypass distal mereka
untuk membantu agar graft tetap terbuka. Pilihan lain adalah bypass multipel (Gbr.
7.8) dan bypass bertahap pada tungkai yang sama, saat ini dipopulerkan oleh Chang

13
dkk, dengan tujuan memaksimalkan revaskularisasi pada ekstremitas yang sangat
iskemik dalam usaha untuk menyelamatkan tungkai (Gbr. 7.9 – 7.11).

Tabel 7.1
Hasil Bedah Pintas in situ pada Tibia
Bedah Pintas Patensi Penyelamatan
5 tahun 3 tahun
Tungkai
Femoral-popliteal
Klaudikasi atas lutut 85 – 90%
Penyelamatan tungkai atas lutut 75 – 80% 85 – 90%
Femorotibial
Penyelamatan tungkai terbalik 45 – 55% 65 – 75%
Penyelamatan tungkai in situ 85% 92%

14
Simpatektomi

15
Simpatektomi sering dilakukan 10 – 20 tahun yang lalu pada pasien dengan
penyakit vaskuler perifer. Saat ini kadang dipakai sebagai tambahan pada
rekonstruksi vaskuler. Prosedur ini meliputi pembagian dan pengangkatan rantai
simpatis dari tiga sampai lima ganglia pada sisi yang terkena. Operasi ini
menghentikan semua sifat simpatis pada arteriol perifer. Hasilnya adalah dilatasi
maksimal dari arteriol kecil dan kolateral, yang menyebabkan peningkatan aliran
darah ke kulit dan jaringan subkutan. Simpatektomi tidak meningkatkan supplai
darah pada kelompok-kelompok otot. Hasilnya adalah kaki yang lebih hangat yang
dapat meredakan sebagian nyeri pada saat istirahat dan kadang membantu
menyembuhkan ulserasi kecil. Sayangnya, karena keparahan penyakit oklusif yang
telah ada sebelumnya, pembuluh darah yang kecil sudah terdilatasi maksimal dan
simpatektomi hanya memberikan perbaikan kecil.
Tes Smithwick adalah petunjuk yang dapat dipercaya untuk seleksi pasien.
Tes ini dilakukan dengan cara mengangkat tungkai yang iskemik sesaat untuk
menghasilkan anoksia maksimal pada jaringan dan vasodilatasi. Bila tungkai
dikembalikan ke posisi tergantung, pengisian kapiler kembali sebaiknya terjadi
dalam 20 – 30 detik bila terdapat kolateral yang baik. Bila vasodilatasi dan pengisian
kapiler kembali memang terjadi pada periode ini, respon pasien terhadap
simpatektomi akan baik. Bila pengisian kapiler kembali tidak terjadi dalam 20 – 30
detik, cadangan arterial dan kapiler pasien mungkin tidak memadai untuk
mendapatkan hasil yang baik dari prosedur ini.

16
17

Anda mungkin juga menyukai