Anda di halaman 1dari 15

I.

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

      Spondilitis tuberkulosa (ST) telah ada sejak zaman mummi kuno dari Mesir dan Peru
dan merupakan salah satu penyakit tertua pada manusia. Percival Pott memperlihatkan
pembagian klasik tuberkulosa tulang belakang pada tahun 1779. Di dunia rata-rata kasus
tuberkulosa ektra pulmo tetap stabil, dimana ST merupakan kasus tersering dari
tuberkulosa muskuloskeletal (40-50% kasus) dengan prevalensi ST kira-kira 1-2% dari
total tuberkulosa, hal ini mencerminkan TBC osteoartikular sebagai target utama
(2). Sejak obat-obat tuberkulosa ditemukan dan peningkatan standar kesehatan
masyarakat, terjadi penurunan kasus ST terutama di negara-negara industri, namun hal ini
masih merupakan penyebab yang berarti di negara-negara berkembang. Meski demikian
pada beberapa negara maju kasus ini dihubungkan meningkat seiring dengan peningkatan
penderita imunokompromise (1). Di Amerika Serikat terjadi peningkatan jumlah total
kasus tuberkulosa diakhir tahun 1980-an sampai tahun 1990-an, tetapi kemudian terjadi
penurunan kasus pada tahun-tahun terakhir. Dari tahun 1986-1995, kasus tuberkulosa
tulang dan jaringan lunak kira-kira 10% dari kasus tuberkulosa ekstra pulmo dan 1,8%
dari total kasus.

      ST merupakan penyakit yang paling berbahaya dari tuberkulosa muskuloskeletal oleh
karena dapat menyebabkan kerusakan tulang, deformitas dan paraplegia. Kelainan ini
sangat sering mengenai tulang belakang daerah thorakal dan lumbosakral. Publikasi
tentang kelainan ini menunjukkan beberapa variasi. Daerah yang paling sering terkena
adalah daerah thorakal (40-50%) dan daerah lumbal menempati urutan kedua (35-45%)
dan kira-kira 10% kasus menyerang daerah servikal. Pada publikasi lain, dikatakan kedua
daerah ini mempunyai proporsi yang sama namun lumbal agak lebih banyak.

      Tuberkulosis yang menyerang tulang belakang berpotensi untuk terjadinya morbiditas


yang serius, termasuk defisit neurologis yang permanen dan kelainan yang berat.
Penatalaksanaan utama ST adalah kemoterapi dimana dapat dilakukan dengan atau tanpa
operasi (3-8).

2. Permasalahan

      Sampai saat ini masih terdapat kontroversi tentang penatalaksanaan ST karena


tingginya variasi klinis. Medical Research Council of the United Kingdom (MRC,
London) menyarankan rejimen isoniazid dan rifampin selama 6 bulan sebagai terapi
standar (4). Tetapi, penderita dengan tiga atau lebih vertebrae tidak termasuk dalam studi
tersebut. Selain itu, beberapa studi menunjukkan bahwa resiko deformitas, instabilitas
dan defisit neurologis yang progresif memiliki korelasi dengan jumlah lesi pada vertebrae
(9-10), dan beberapa lesi dengan komplikasi memiliki indikasi untuk pembedahan untuk
menjaga kestabilan tulang belakang, sehingga meskipun MRC menyatakan bahwa
kemoterapi merupakan terapi standar, hal ini tidak dapat diterapkan pada semua situasi
(10).
      Dengan demikian perlu dilakukan penelitian untuk dilakukan evaluasi
penatalaksanaan TBC spinal berdasarkan modalitas terapi dan beratnya penyakit, sebagai
landasan penatalaksanaan ST.

3. Tujuan dan Manfaat

      Tujuan penelitian in adalah untuk melakukan analisis evaluasi hasil penatalaksanaan


TBC spinal berdasarkan beratnya penyakit, jenis pembedahan dan durasi kemoterapi.

      Manfaat penelitian ini adalah Memperbaiki penatalaksanaan TBC spinal untuk


mendapatkan hasil yang lebih baik

II. TINJAUAN PUSKATA

      ST merupakan penyakit sekunder yang berasal diluar tulang belakang. Ciri khas dari
kelainan ini adalah lebih dari satu vertebra yang terkena. Biasanya mengenai bagian
anterior dari corpus vertebra yang berdekatan dengan subchondral plate. Tuberkulosa
bisa menyebar dari daerah tersebut ke diskus intervertebralis yang terdekat. Pada orang
dewasa, penyakit pada diskus merupakan kelainan sekunder akibat penyebaran dari
korpus vertebra. Pada anak-anak, karena diskus kaya akan pembuluh darah, maka lokasi
ini bisa merupakan tempat primer dari penyakit tersebut.

      Destruksi tulang yang progresif dapat menyebabkan vertebra kolap dan kifosis.


Kanalis spinalis bisa menjadi sempit karena adanya abses, jaringan granulasi atau invasi
langsung dari duramater. Hal ini dapat menyebabkan kompresi pada corda spinalis dan
defisit neurologis. Deformitas berupa kifosis terjadi akibat dari kolapnya bagian anterior
tulang belakang. Lesi-lesi yang terletak di daerah thorakal memiliki kecendrungan yang
lebih besar untuk terjadinya kifosis dibanding daerah lumbal. Cold abscess dapat terjadi
apabila infeksi meluas ke ligamen-ligamen dan jaringan-jaringan ikat lunak terdekat.
Abses di regio lumbalis dapat turun ke regio triginosa femoralis melalui sarung muskulus
psoas dan bahkan dapat mencapai kulit.

      Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi ST, antara lain:

Ras: Data dari Los Angeles dan New York menunjukkan bahwa tuberkulosa
muskuloskeletal pertama sekali menyerang orang Afrika-Amerika, Spanyol-Amerika,
Asia-Amerika dan orang asing yang lahir di Amerika.

Sosio ekonomi: Sebagai bentuk lain dari tuberkulosa, kecendrungan terkena tuberkulosa
berkaitan dengan faktor-faktor sosioekonomi dan riwayat kontak dengan orang yang
terinfeksi.

Jenis Kelamin: Meskipun beberapa penelitian mengatakan tidak ada perbedaan antara
wanita dan laki-laki, namun laki-laki lebih sering terkena.
Umur: Di Amerika Serikat, penyakit Pott terutama mengenai orang dewasa. Di negara-
negara yang angka rata-rata infeksinya lebih tinggi, lebih banyak mengenai anak-anak.

      Gambaran klinis ST tergantung pada tahap dari penyakit, lokasi dan adanya
komplikasi, seperti defisit neurologi, abses atau sinus (fistel). Dilaporkan waktu rata-rata
dari gejala pertama timbul sampai diagnosis dibuat adalah 3-4 bulan. Nyeri punggung
(back pain) adalah gejala paling dini dan paling sering, dimana pasien biasa merasa nyeri
punggung spinal atau radikular selama minggu-minggu awal. Gejala konstitusional yang
sering terjadi demam dan berkurangnya berat badan. Kelainan neurologis terjadi pada
50% kasus, termasuk kompresi korda spinalis dengan paraplegia, paresis, berkurangnya
sensibilitas, nyeri akar saraf atau syndroma kauda equina.

      Tuberkulosis servikal jarang namun potensial lebih serius oleh karena sering terjadi
komplikasi kelainan saraf yang lebih berat dimana keadaan ini ditandai oleh nyeri dan
kaku, rasa sakit pada servikal bawah dapat memberi gejala disfagia atau stridor serta
tortikolis, suara parau dan defisit neurologis.

      Gambaran klinis spondilitis tuberkulosa pada pasien dengan human


immunodeficiency virus (HIV) mirip dengan pasien-pasien HIV negatif, namun orang
dengan HIV relatif lebih berat.

      Pemeriksaan fisik ST meliputi hal-hal berikut :

- Pemeriksaan spinal aligment yang teliti


- Inspeksi kulit dengan lebih menekankan pada deteksi adanya sinus.
- Pemeriksaan abdomen untuk melihat adanya massa di subkutaneus
- Pemeriksaan neurologis yang lebih teliti

      Walaupun segmen-segmen thorakal dan lumbal sama seringnya terkena, namun


sering dilaporkan daerah thorakal sebagai tempat lebih sering terkena.Keduanya
merupakan 80-90% tempat terjadi tuberkulosa spinal. Kelainan tulang belakang (kifosis)
beberapa derajat terjadi hampir pada semua pasien. Mungkin terdapat cold abscess yang
besar pada jaringan paraspinal atau muskulus psoas terdapat dibawah ligamen inguinale.
Abses ini bisa menyebar kedalam perineum atau daerah glutea.

      Defisit neurologi bisa terjadi di awal penyakit. Tanda-tanda tergantung level dari
korda spinalis atau akar saraf yang terjepit.

Penyakit yang mengenai servikal atas memberi gejala-gejala progresif yang cepat.

            - Abses retrofaringeal terjadi pada hampir semua kasus.

            - Manifestasi kelainan saraf terjadi lebih awal dan berurut mulai dari kelumpuhan
1 saraf sampai hemiparese atau quadriplegia.
Apabila tidak terdapat tuberkulosa ekstra spinal, diagnosis menjadi sukar. Sayangnya, 62-
90% pasien yang dilaporkan mengalami hal ini. Informasi dari radiologi, mikrobiologi
dan patologi anatomi dapat membantu menegakkan diagnosis.

Diagnosis Banding ST adalah:

 Actinomycosis
 Blastomycosis
 Brucellosis
 Candidiasis
 Cryptococcosis
 Histoplasmosis
 Metastase kanker, yang tidak ketahuan tempat asalnya
 Tuberkulosis milier
 Multiple Myeloma
 Mycobacterium avium-intraseluler
 Mycobacterium Kansasii
 Nocardiosis
 Paracoccidiodomycosis
 Septic arthritis
 Abses korda
 Tuberkulosis
 Tumor-tumor spinal

Pemeriksaan Laboratorium untuk menegakkan diagnosis ST adalah:

 Tes Tuberkulin (Purified Protein Derivative (PPD) terlihat positip pada 84-95%
pasien yang non HIV dan HIV positip.
 Erythrocyte sedimen rate (ESR) bisa meningkat (>100mm/h)
 Pemeriksaan mikrobiologi untuk konfirmasi diagnosis, dimana Sampel jaringan
tulang atau abses yang ada dicat dengan pewarnaan bakteri tahan asam dan isolasi kuman
untuk kultur dan tes kepekaan.
 Apabila dengan pemeriksaan mikrobiologi tidak dapat terdiagnosis, patologi
anatomi dapat lebih berarti. Gross patologi termasuk jaringan granulasi eksudatif berikut
absesnya. Menyatunya abses menyebabkan area nekrotik pengejuan.

Pemeriksaan Radiologi ST meliputi foto polos, CT scan dan MRI

Pada foto polos tampak perubahan spinal yang khas sebagai berikut:

   - Destruksi lytic pada bagian anterior corpus vertebra.

 Peningkatan anterior wedging


 Korpus vertebra yang kolap
 Sklerosis reaktif pada proses litik yang progresif
 Bayangan psoas melebar dengan atau tanpa kalsifikasi
 End plate dari vertebra mengalami osteoporosis.
 Diskus intervertebralis bisa mengkerut atau hancur.
 Kerusakan yang bervariasi pada kotpus vertebra
 Bentukan fusi pada paravertebra menunjukkan adanya abses.
 Lesi tulang mungkin terdapat pada lebih dari 1 level.

Pemeriksaan CT dapat digunakan untuk melihat sejauh mana struktur tulang dan jaringan
lunak terinfeksi. Pemeriksaan ini positip hanya pada kira-kira 50% kasus.

 Memperlihatkan lebih detail lesi tulang yang litik, sklerosis, diskus yang kolap,
dan destruksi disekitar tulang.
 Pemakaian kontras yang rendah dapat mengamati keadaan jaringan lunak,
terutama epidural dan daerah paraspinal.
 CT scan dapat mendeteksi lesi-lesi awal dan lebih efektif menentukan bentuk dan
kalsifikasi abses jaringan lunak.
 Beda dengan penyakit-penyakit piogenik, kalsifikasi sering terdapat pada lesi
tuberkulosa.

MRI

 MRI merupakan kriteria standar untuk evaluasi infeksi pada ruang diskus dan
osteomielitis pada tulang belakang dan lebih efektif untuk mendeteksi perluasan penyakit
pada jaringan lunak dan penyebaran tuberkulosa ke arah anterior dan posterior ligamen-
ligamen longitudinal. MRI sangat berguna untuk membedakan spondilitis tuberkulosa
dan spondilitis piogenik termasuk melihat dinding abses yang tipis dan mulus dan batas
tegas tanda-tanda abnormal dari paraspinal, bila tampak dinding abses yang tebal dan
iregular dan adanya tanda-tanda abnormal dari paraspinal menunjukkan piogenik
spondilitis. Kontras pada MRI penting untuk membedakan kedua tipe spondilitis.



 MRI sangat efektif untuk melihat kompresi saraf.

Pemeriksaan lainnya:

 Radionuclide tidak berguna


 Gallium dan scaning tulang memiliki angka fals-negatip 70% dan 35%

Penatalaksanaan

Perawatan medis :

      Sebelum obat-obat anti tuberkulosa yang bagus ditemukan, penyakit Pott diterapi
dengan immobilisasi dengan cara bed rest yang lama atau menggunakan body cast.
Angka kematian rata-rata 20% dan sering kambuh (30%)
      Lama pengobatan, indikasi operasi dan lamanya perawatan juga berubah. Penelitian
yang dilakukan oleh British Medical Research Concil menunjukkan bahwa spondilitis
tuberkulosa pada daerah thoracolumbal harus diterapi dengan kemoterapi kombinasi
selama 6-9 bulan. Menurut rekomendasi US Centers for Disease Control and Prevention
tahun 1994, hal ini merupakan terapi pilihan.

      Terapi medis membutuhkan kombinasi regimen sekurang-kurangnya 3 macam obat


anti tuberkulosa. Pada daerah dengan angka resistensi terhadap isoniazid (INH) 4%,
maka 4 macam regimen harus digunkan secara empiris. Pengobatan harus diberikan
apabila terdapat informasi suseptibilitas. INH dan rifampisin harus diminum selama
pengobatan.

      Obat-obat tambahan diminum selama 2 bulan pertama pengobatan. Umumnya dipilih


dari obat-obat yang berada pada deretan pertama dimana termasuk didalamnya
pyrazinamid, ethambutol dan streptomisin. Tiga macam regimen biasanya adalah INH,
rifampisin dan Pyrazinamid. Pengunaan obat-obat deretan kedua digunakan bila ada
indikasi resistensi terhadap obat-obat pada deretan pertama.

      Menurut lama pengobatan yang dibutuhkan, British Medical Research Council tidak
memasukkan pasien-pasien dengan multipel vertebra yang terkena, lesi-lesi servikal atau
terkenanya saraf-saraf utama. Oleh karena keterbatasannya, banyak ahli yang masih
merekomendasikan kemoterapi selama 9-12 bulan. Pasien-pasien yang telah dioperasi
umumnya hanya membutuhkan waktu kemoterapi yang lebih singkat.

      Ada perbedaan pendapat apakah pilihan terapi harus konservatif kemoterapi atau
kombinasi kemoterapi dan operasi. Keputusan penggunaan terapi tergantung dari keadaan
pasien tersebut. Operasi yang rutin bukanlah merupakan suatu indikasi pada tuberkulosa
spinal.

Penanganan operasi :

Indikasi :

 Defisit neurologi (acute neurology deterioration, paraparesis, paraplegia)


 Deformitas spinal dengan instabilitas
 Tidak ada respon terhadap terapi obat-obatan
 Tidak terdiagnosis dari sampel biopsy jarum perkutaneous

Sumber daya dan pengalaman adalah faktor kunci keputusan untuk dilakukan penangan
operasi.

      Cara yang paling baik untuk rekonstruksi tergantung pada level vertebra yang terkena
dan luasnya kerusakan tualang. Tempat lesi, luasnya kerusakan vertebra dan adanya
kompresi korda, deformitas spinal menentukan cara operasi yang spesifik. Rusaknya
vertebra merupakan pertimbangan yang berarti apabila lebih dari 50% korpus vertebra
kolap atau rusak atau deformitas spinal lebih dari 50 yang tinggal.
      Pengobatan yang paling konvensional termasuk debridement fokal radik anterior dan
stabilisasi posterior dengan alat-alat.

Pada penyakit yang mengenai servikal, faktor-faktor berikut membutuhkan untuk


dilakukan operasi lebih awal:

 Insiden yang tinggi dan beratnya defisit neurologi.


 Kompresi abses yang hebat yang dapat menyebabkan disfagia dan asfiksia.
 Ketidak stabilan servikal

Kontra indikasi :

      Kolapnya vertebra yang tidak sgnifikan bukan indikasi operasi oleh karena dengan
pendekatan terapi dan terapi tambahan, dapat mencegah progresifitas untuk menjadi lebih
berat.

Perawatan pasien

      Apabila diagnosis sudah ditegakkan dan pengobatan sudah dimulai, lamanya


perawatan pasien dirumah sakit tergantung dari kebutuhan akan operasi dan stabilitas
pasien secara klinis.

Perawatan pasien rawat jalan

      Pasien harus dimonitor secara ketat untuk melihat respon dari terapi dan keluhan
terhadap pengobatan. Mungkin dibutuhkan pengamatan langsung saat pengobatan.

      Perkembangan progresifitas defisit neurologi, deformitas spinal atau nyeri yang


sangat hebat harus dipertimbangkan bahwa itu merupakan respon terapi yang jelek. Hal
ini terjadi akibat dari resistensi obat-obat antimikroba atau memang perlu penanganan
operasi.

Pendidikan untuk pasien

Harus diterangkan pada pasien keluhan-keluhan penting yang akan timbul selama
pengobatan.

Edukasi penderita meliputi:

Komplikasi ST yang dapat terjadi adalah

 Abses
 Deformitas spinal
 Defisit neurologi dan paraplegia

Prognosis
      Terapi mutakir sangat efektif jika tidak ada komplikasi berupa deformitas yang berat
atau terjadinya defisit neurologis.  Keluhan terhadap pengobatan dan resistensi obat
merupakan faktor tambahan yang signifikan terhadap hasil pengobatan individu.

      Paraplegia yang merupakan akibat aktifnya penyakit yang mengakibatkan kompresi


korda biasa mempunyai respon yang baik terhadap kemoterapi.  Apabila terapi dengan
obat-obatan tidak menunjukkan perbaikan yang cepat, operasi dekompresi akan
mempercepat perbaikan.  Paraplegi dapat muncul atau menetap selama proses
penyembuhan oleh karena kerusakan korda spinalis yang permanen.

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di RSU Zainul Abidin, Banda Aceh dari Maret 2005
sampai dengan Maret 2008.

3.2 Bahan dan Alat

Sarana dan prasarana pemeriksaan mikrobiologis, histopatologis dan radiologis.

Sarana dan prasarana prosedur operatif.

3.3 Perlakuan,Rancangan Percobaan dan Prosedur Penelitian

Rancangan penelitian : Studi retrospektif dan prospektif dari Maret 2005 sampai
dengan Maret 2008.

Kriteria inklusi :

 usia lebih dari 18 tahun


 diagnosis ST secara klinis, mikrobiologis, histopatologis dan radiologis

Prosedur penelitian dengan mencatat data:

 dasar demografis
 pemeriksaan klinis, mikrobiologis, histopatologis dan radiologis
 pemilihan modalitas terapi
 penggunaan kemoterapi
 penilaian hasil terapi pada saat akhir kemoterapi

Variabel penelitian

Variabel bebas:

 faktor demografis
 beratnya penyakit
 lamanya kemoterapi
 jenis operasi

Variabel tergantung : penilaian hasil terapi pada saat akhir kemoterapi

Pembagian kategori variabel ST

Berat:

   - ≥ 3 vertebrae

 dan atau sudut kiposis ≥ 250


 dan atau kolaps vertebare

Ringan:

 disc space pada imaging


 fistula
 abses
 lain-lain, selain yang disebutkan pada kategori berat

Durasi triple drug TBC isoniazid, rifampin dan etambutol:

 Jangka pendek: 6-9 bulan


 ≥ 12 bulan

Tipe pembedahan:

 Radikal : dekompresi anterior dan fusi tulang dengan instrumen dan kuret
vertebrae
 Non radikal : operasi suportif (termasuk insisi, drainage, kuret abses,
laminektomi, disektomi), operasi diagnostik atau tanpa operasi

Hasil penatalaksanaan pada akhir terapi:

Baik: tanpa keluhan, aktifitas fisik bekerja tidak terganggu, tanpa tanda keterlibatan
Susunan Saraf Pusat (SSP), tanpa sinus dan abses baik klinis maupun radiologis,
penyembuhan lesi spinal secara radiologis.

Buruk : salah satu dari: masih tampak kelainan secara radiologist, terbatasnya aktifitas
fisik, terdapat sinus dan abses, mielopati dengan kegagalan fungsi atau kebutuhan
tambahan kemoterapi pada kelainan spinal.

3.5 Analisis data


X2 atau Fisher exact test untuk variable bersifat nominal (kategori)

Student t test untuk variable yang bersifat rasio (continue)

Rasio Odd pada masing-masing variable dengan analisis regresi logistic

Rencana dan Jadwal Kerja

Bulan ke
No Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Penyusunan proposal X                           
2 Presentasi proposal    X                        
3 Perbaikan proposal    X                        
4 Pemesanan bahan dan alat penelitian    X                        
5 Penelitian       X X X               
6 Penyusunan laporan penelitian                X X         
7 Seminar hasil penelitian                      X      
8 Presentasi hasil penelitian                         X X

Usulan Biaya

No Komponen Biaya (Rp)


1. Honorium 9.000.000,-
2. Pengadaan Alat dan Bahan 12.000.000,-
3. Biaya Perjalanan 4.500.000,-
4. Laporan 1.500.000,-
5 Seminar Nasional 3.000.000,-
  Jumlah 30.000.000,-
KEPUSTAKAAN

1. Davidson PT, Le HQ: Musculoskeletal Tuberculosis. Dalam : Schlossberg D ed.


Tuberculosis and Nontuberculosis Mycobacterial Infections. 4th ed. Saint Louis,
MO: W B Saunders;1999; 204-20
2. Jung NY, Jee WH, Ha KY, et al: Discrimination of tuberculosis spondylitis from
pyogenic spondylitis on MRI. AJR Am J Roentgenol 2004 Jun; 182(6): 1405-10
3. Jutte PC, Van Loenhout-Rooyackers JH: Routine surgery in addition to
chemotherapy for treating spinal tuberculosis. Cochrance Database Syst Rev
2006; CD004532 (Medline)
4. Leibert E, Haralambaou G: Spinal tuberculosis. Dalam: Rom WN and Garay S,
eds. Tuberculosis. Lippincott, William and Wilkins. 2004;565-77
5. Moon MS: Tuberculosis of the spine. Controversies and a new challenge. Spine
1997 Aug 1;22:1791-7
6. Pott P: The chirurgical works of Percival Pott, F.R.S., surgeon to St.
Bartholomew’s hospital,a new edition, with his last corrections. 1808. Clin
Orthop Relat Res 2002 May; 4-10 (Medline)
7. Ridley N, Shaikh MI, Remedios D, Mitchell R: Radiology of skeletal
tuberculosis. Orthopaedic 1998 Nov, 21(11):1213-20.
8. Sharif HS , Morgan Jl, Al Shahed MS, al Thagafi MY: Role of CT and MRI in the
Management of Tuberculosis Spondilitis. Radiol Clin North Am 1995 Jul; 33(4):
787-804
9. Watt HG, Lifeso RM: Tuberculosis of bone and joint Surg Am 1996 Feb; 78:
288-98.
10. Pertuiset E: Spinal tuberculosis in adult. A Study of 103 cases in a developed
country, 1980-1994. Medicine ( Baltimore) 1999 Sept; 78(5): 309-20.
LAMPIRAN

1. Justifikasi Anggaran

Perincian honor :

Tim Peneliti Jml Minggu/ Bulan Jam/ Tarif Jam/ Total


(orang) Bulan Kerja Mgg Minggu (ribuan)
a. Ketua 1 4 9 10 Rp. 9.000 Rp. 3.240.000,-
b. Anggota 2 4 9 10 Rp. 7.000 Rp. 5.040.000,-
c. Teknisi 1 4 9 5 Rp.5.000 Rp. 720.000,-
Sub Total Rp.9.000.000,- 

Perincian bahan habis:

Penggunaan Jumlah (Rp.)


 x- ray polos  3.000.000
 CT- Scanning  7.000.000
 Laboratorium  2.000.000
   
   
   
   
   
   
   
TOTAL 12.000.000

Personalia Pelaksana

Nama Personil Pendidikan Bidang Jabatan dalam Lembaga


terakhir Keahlian Proyek Peserta
 Dr. Azharuddin  Spesialis II  Orthopaedi- Ketua Unsyiah
Tulang
Belakang
 Dr. Syansu Rizal  Dokter   Anggota Unsyiah
Umum
      Anggota Unsyiah

LAMPIRAN BIODATA PELAKSANA

Ketua Peneliti

Nama lengkap  : Azharuddin, dr, Sp BO-K.Spine, FICS

NIP    : 131 835 542

Tempat/Tanggal lahir  : Sigli-Pidie / 2 Mei 1962

Jenis Kelamin   : Laki-laki

Bidang Keahlian  : Bedah Orthopaedi

Kantor/Unit kerja  : Fakultas Kedokteran Unsyiah

Alamat Kantor   : Jl. T. Daud Beureueh No. 108 Banda Aceh.

Telepon : 0651 7428445

Faksimili : 0651 32034

                        E-mail : azharspbo_kspine@yahoo.com

Alamat Rumah  : JL. T. P. Polem no 98. Banda Aceh, 23122

    Telepon : 0651 637758

                        E-mail  : azharspbo_kspine@yahoo.com

Pendidikan

No Perguruan Kota dan Negara Tahun Lulus Bidang Studi


Tinggi
1 Univ. Andalas Padang –Indonesia 1987 Dokter Umum
2 Univ. Airlangga Surabaya – Indonesia 1996 Dokter Spesialis
Bedah
Orthopaedi
3 Univ. Indonesia Jakarta – Indonesia 2000 Dokter Spesialis
Konsultan Bedah
Tulang Belakang

Pengalaman Riset

No Judul Riset Sumber Dana Tahun


1  Diagnosis Osteoporosis dengan  pribadi  1996
menggunakan ultrasound
2  Evaluasi penanganan tumor tulang belakang  pribadi  2001
Di RSCM& RS,FATMAWATI Jakarta
3  SIGN Interlocking Nail for Treating long  SIGN  2006
bone fracture at Zainoel Abidin Hospital Foundation,Washington
Banda Aceh 2005-2006 State

Publikasi

No Karya Ilmiah Nama Seminar/Journal Tahun


1  Diagnosis dan management trauma  Seminar sehari: problem nyeri  2006
tulang belakang terkini tulang belakang dalam praktek
sehari-hari. (Pontianak)
2  Neck pain, Diagnosis dan  Idem(Pontianak)  2006
penatalaksanaan terkini
3      

Anggota Peneliti:
Nama lengkap : dr. Syamsul Rizal
NIP : 132 319 348
Tempat/Tanggal lahir : Bandung/25 Juli 1978
Jenis Kelamin : Laki - laki
Bidang Keahlian : Dokter
Kantor/Unit kerja : Bagian Bedah Fakultas Kedokteran
Univ. Syiah Kuala, Banda Aceh

Alamat Kantor : Jl. T. Daud Beureueh No. 108 Banda Aceh.


Telepon : 0651 7428445
Alamat Rumah : Jl. Daud Beureueh no 59 Banda Aceh
Telepon : 08153519652
E-mail : sy.rizal@gmail.com
Pendidikan
No Perguruan Kota dan Negara Tahun Lulus Bidang Studi
Tinggi
1 FK-univ Padang – Indonesia 2003 Kedokteran
Andalas umum
2
3

Pengalaman Riset
No Judul Riset Sumber Dana Tahun
1 Efek pemberian Vitamin E sebagai anti Pribadi 2002
oksidan terhadap pencegahan adhesi post
laparotomi pada tikus
2 - - -
3 - - -

Publikasi
No Karya Ilmiah Nama Seminar/Journal Tahun
1 Efek pemberian Vitamin E sebagai Proceding LIPI 2002
anti oksidan terhadap pencegahan
adhesi post laparotomi pada tikus
2 -

Anda mungkin juga menyukai