PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Spondilitis tuberkulosa (ST) telah ada sejak zaman mummi kuno dari Mesir dan Peru
dan merupakan salah satu penyakit tertua pada manusia. Percival Pott memperlihatkan
pembagian klasik tuberkulosa tulang belakang pada tahun 1779. Di dunia rata-rata kasus
tuberkulosa ektra pulmo tetap stabil, dimana ST merupakan kasus tersering dari
tuberkulosa muskuloskeletal (40-50% kasus) dengan prevalensi ST kira-kira 1-2% dari
total tuberkulosa, hal ini mencerminkan TBC osteoartikular sebagai target utama
(2). Sejak obat-obat tuberkulosa ditemukan dan peningkatan standar kesehatan
masyarakat, terjadi penurunan kasus ST terutama di negara-negara industri, namun hal ini
masih merupakan penyebab yang berarti di negara-negara berkembang. Meski demikian
pada beberapa negara maju kasus ini dihubungkan meningkat seiring dengan peningkatan
penderita imunokompromise (1). Di Amerika Serikat terjadi peningkatan jumlah total
kasus tuberkulosa diakhir tahun 1980-an sampai tahun 1990-an, tetapi kemudian terjadi
penurunan kasus pada tahun-tahun terakhir. Dari tahun 1986-1995, kasus tuberkulosa
tulang dan jaringan lunak kira-kira 10% dari kasus tuberkulosa ekstra pulmo dan 1,8%
dari total kasus.
ST merupakan penyakit yang paling berbahaya dari tuberkulosa muskuloskeletal oleh
karena dapat menyebabkan kerusakan tulang, deformitas dan paraplegia. Kelainan ini
sangat sering mengenai tulang belakang daerah thorakal dan lumbosakral. Publikasi
tentang kelainan ini menunjukkan beberapa variasi. Daerah yang paling sering terkena
adalah daerah thorakal (40-50%) dan daerah lumbal menempati urutan kedua (35-45%)
dan kira-kira 10% kasus menyerang daerah servikal. Pada publikasi lain, dikatakan kedua
daerah ini mempunyai proporsi yang sama namun lumbal agak lebih banyak.
2. Permasalahan
ST merupakan penyakit sekunder yang berasal diluar tulang belakang. Ciri khas dari
kelainan ini adalah lebih dari satu vertebra yang terkena. Biasanya mengenai bagian
anterior dari corpus vertebra yang berdekatan dengan subchondral plate. Tuberkulosa
bisa menyebar dari daerah tersebut ke diskus intervertebralis yang terdekat. Pada orang
dewasa, penyakit pada diskus merupakan kelainan sekunder akibat penyebaran dari
korpus vertebra. Pada anak-anak, karena diskus kaya akan pembuluh darah, maka lokasi
ini bisa merupakan tempat primer dari penyakit tersebut.
Ras: Data dari Los Angeles dan New York menunjukkan bahwa tuberkulosa
muskuloskeletal pertama sekali menyerang orang Afrika-Amerika, Spanyol-Amerika,
Asia-Amerika dan orang asing yang lahir di Amerika.
Sosio ekonomi: Sebagai bentuk lain dari tuberkulosa, kecendrungan terkena tuberkulosa
berkaitan dengan faktor-faktor sosioekonomi dan riwayat kontak dengan orang yang
terinfeksi.
Jenis Kelamin: Meskipun beberapa penelitian mengatakan tidak ada perbedaan antara
wanita dan laki-laki, namun laki-laki lebih sering terkena.
Umur: Di Amerika Serikat, penyakit Pott terutama mengenai orang dewasa. Di negara-
negara yang angka rata-rata infeksinya lebih tinggi, lebih banyak mengenai anak-anak.
Gambaran klinis ST tergantung pada tahap dari penyakit, lokasi dan adanya
komplikasi, seperti defisit neurologi, abses atau sinus (fistel). Dilaporkan waktu rata-rata
dari gejala pertama timbul sampai diagnosis dibuat adalah 3-4 bulan. Nyeri punggung
(back pain) adalah gejala paling dini dan paling sering, dimana pasien biasa merasa nyeri
punggung spinal atau radikular selama minggu-minggu awal. Gejala konstitusional yang
sering terjadi demam dan berkurangnya berat badan. Kelainan neurologis terjadi pada
50% kasus, termasuk kompresi korda spinalis dengan paraplegia, paresis, berkurangnya
sensibilitas, nyeri akar saraf atau syndroma kauda equina.
Tuberkulosis servikal jarang namun potensial lebih serius oleh karena sering terjadi
komplikasi kelainan saraf yang lebih berat dimana keadaan ini ditandai oleh nyeri dan
kaku, rasa sakit pada servikal bawah dapat memberi gejala disfagia atau stridor serta
tortikolis, suara parau dan defisit neurologis.
Defisit neurologi bisa terjadi di awal penyakit. Tanda-tanda tergantung level dari
korda spinalis atau akar saraf yang terjepit.
- Manifestasi kelainan saraf terjadi lebih awal dan berurut mulai dari kelumpuhan
1 saraf sampai hemiparese atau quadriplegia.
Apabila tidak terdapat tuberkulosa ekstra spinal, diagnosis menjadi sukar. Sayangnya, 62-
90% pasien yang dilaporkan mengalami hal ini. Informasi dari radiologi, mikrobiologi
dan patologi anatomi dapat membantu menegakkan diagnosis.
Actinomycosis
Blastomycosis
Brucellosis
Candidiasis
Cryptococcosis
Histoplasmosis
Metastase kanker, yang tidak ketahuan tempat asalnya
Tuberkulosis milier
Multiple Myeloma
Mycobacterium avium-intraseluler
Mycobacterium Kansasii
Nocardiosis
Paracoccidiodomycosis
Septic arthritis
Abses korda
Tuberkulosis
Tumor-tumor spinal
Tes Tuberkulin (Purified Protein Derivative (PPD) terlihat positip pada 84-95%
pasien yang non HIV dan HIV positip.
Erythrocyte sedimen rate (ESR) bisa meningkat (>100mm/h)
Pemeriksaan mikrobiologi untuk konfirmasi diagnosis, dimana Sampel jaringan
tulang atau abses yang ada dicat dengan pewarnaan bakteri tahan asam dan isolasi kuman
untuk kultur dan tes kepekaan.
Apabila dengan pemeriksaan mikrobiologi tidak dapat terdiagnosis, patologi
anatomi dapat lebih berarti. Gross patologi termasuk jaringan granulasi eksudatif berikut
absesnya. Menyatunya abses menyebabkan area nekrotik pengejuan.
Pada foto polos tampak perubahan spinal yang khas sebagai berikut:
Pemeriksaan CT dapat digunakan untuk melihat sejauh mana struktur tulang dan jaringan
lunak terinfeksi. Pemeriksaan ini positip hanya pada kira-kira 50% kasus.
Memperlihatkan lebih detail lesi tulang yang litik, sklerosis, diskus yang kolap,
dan destruksi disekitar tulang.
Pemakaian kontras yang rendah dapat mengamati keadaan jaringan lunak,
terutama epidural dan daerah paraspinal.
CT scan dapat mendeteksi lesi-lesi awal dan lebih efektif menentukan bentuk dan
kalsifikasi abses jaringan lunak.
Beda dengan penyakit-penyakit piogenik, kalsifikasi sering terdapat pada lesi
tuberkulosa.
MRI
MRI merupakan kriteria standar untuk evaluasi infeksi pada ruang diskus dan
osteomielitis pada tulang belakang dan lebih efektif untuk mendeteksi perluasan penyakit
pada jaringan lunak dan penyebaran tuberkulosa ke arah anterior dan posterior ligamen-
ligamen longitudinal. MRI sangat berguna untuk membedakan spondilitis tuberkulosa
dan spondilitis piogenik termasuk melihat dinding abses yang tipis dan mulus dan batas
tegas tanda-tanda abnormal dari paraspinal, bila tampak dinding abses yang tebal dan
iregular dan adanya tanda-tanda abnormal dari paraspinal menunjukkan piogenik
spondilitis. Kontras pada MRI penting untuk membedakan kedua tipe spondilitis.
MRI sangat efektif untuk melihat kompresi saraf.
Pemeriksaan lainnya:
Penatalaksanaan
Perawatan medis :
Sebelum obat-obat anti tuberkulosa yang bagus ditemukan, penyakit Pott diterapi
dengan immobilisasi dengan cara bed rest yang lama atau menggunakan body cast.
Angka kematian rata-rata 20% dan sering kambuh (30%)
Lama pengobatan, indikasi operasi dan lamanya perawatan juga berubah. Penelitian
yang dilakukan oleh British Medical Research Concil menunjukkan bahwa spondilitis
tuberkulosa pada daerah thoracolumbal harus diterapi dengan kemoterapi kombinasi
selama 6-9 bulan. Menurut rekomendasi US Centers for Disease Control and Prevention
tahun 1994, hal ini merupakan terapi pilihan.
Menurut lama pengobatan yang dibutuhkan, British Medical Research Council tidak
memasukkan pasien-pasien dengan multipel vertebra yang terkena, lesi-lesi servikal atau
terkenanya saraf-saraf utama. Oleh karena keterbatasannya, banyak ahli yang masih
merekomendasikan kemoterapi selama 9-12 bulan. Pasien-pasien yang telah dioperasi
umumnya hanya membutuhkan waktu kemoterapi yang lebih singkat.
Ada perbedaan pendapat apakah pilihan terapi harus konservatif kemoterapi atau
kombinasi kemoterapi dan operasi. Keputusan penggunaan terapi tergantung dari keadaan
pasien tersebut. Operasi yang rutin bukanlah merupakan suatu indikasi pada tuberkulosa
spinal.
Penanganan operasi :
Indikasi :
Sumber daya dan pengalaman adalah faktor kunci keputusan untuk dilakukan penangan
operasi.
Cara yang paling baik untuk rekonstruksi tergantung pada level vertebra yang terkena
dan luasnya kerusakan tualang. Tempat lesi, luasnya kerusakan vertebra dan adanya
kompresi korda, deformitas spinal menentukan cara operasi yang spesifik. Rusaknya
vertebra merupakan pertimbangan yang berarti apabila lebih dari 50% korpus vertebra
kolap atau rusak atau deformitas spinal lebih dari 50 yang tinggal.
Pengobatan yang paling konvensional termasuk debridement fokal radik anterior dan
stabilisasi posterior dengan alat-alat.
Kontra indikasi :
Kolapnya vertebra yang tidak sgnifikan bukan indikasi operasi oleh karena dengan
pendekatan terapi dan terapi tambahan, dapat mencegah progresifitas untuk menjadi lebih
berat.
Perawatan pasien
Pasien harus dimonitor secara ketat untuk melihat respon dari terapi dan keluhan
terhadap pengobatan. Mungkin dibutuhkan pengamatan langsung saat pengobatan.
Harus diterangkan pada pasien keluhan-keluhan penting yang akan timbul selama
pengobatan.
Abses
Deformitas spinal
Defisit neurologi dan paraplegia
Prognosis
Terapi mutakir sangat efektif jika tidak ada komplikasi berupa deformitas yang berat
atau terjadinya defisit neurologis. Keluhan terhadap pengobatan dan resistensi obat
merupakan faktor tambahan yang signifikan terhadap hasil pengobatan individu.
Penelitian ini dilakukan di RSU Zainul Abidin, Banda Aceh dari Maret 2005
sampai dengan Maret 2008.
Rancangan penelitian : Studi retrospektif dan prospektif dari Maret 2005 sampai
dengan Maret 2008.
Kriteria inklusi :
dasar demografis
pemeriksaan klinis, mikrobiologis, histopatologis dan radiologis
pemilihan modalitas terapi
penggunaan kemoterapi
penilaian hasil terapi pada saat akhir kemoterapi
Variabel penelitian
Variabel bebas:
faktor demografis
beratnya penyakit
lamanya kemoterapi
jenis operasi
Berat:
- ≥ 3 vertebrae
Ringan:
Tipe pembedahan:
Radikal : dekompresi anterior dan fusi tulang dengan instrumen dan kuret
vertebrae
Non radikal : operasi suportif (termasuk insisi, drainage, kuret abses,
laminektomi, disektomi), operasi diagnostik atau tanpa operasi
Baik: tanpa keluhan, aktifitas fisik bekerja tidak terganggu, tanpa tanda keterlibatan
Susunan Saraf Pusat (SSP), tanpa sinus dan abses baik klinis maupun radiologis,
penyembuhan lesi spinal secara radiologis.
Buruk : salah satu dari: masih tampak kelainan secara radiologist, terbatasnya aktifitas
fisik, terdapat sinus dan abses, mielopati dengan kegagalan fungsi atau kebutuhan
tambahan kemoterapi pada kelainan spinal.
Bulan ke
No Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Penyusunan proposal X
2 Presentasi proposal X
3 Perbaikan proposal X
4 Pemesanan bahan dan alat penelitian X
5 Penelitian X X X
6 Penyusunan laporan penelitian X X
7 Seminar hasil penelitian X
8 Presentasi hasil penelitian X X
Usulan Biaya
1. Justifikasi Anggaran
Perincian honor :
Personalia Pelaksana
Ketua Peneliti
E-mail : azharspbo_kspine@yahoo.com
E-mail : azharspbo_kspine@yahoo.com
Pendidikan
Pengalaman Riset
Publikasi
Anggota Peneliti:
Nama lengkap : dr. Syamsul Rizal
NIP : 132 319 348
Tempat/Tanggal lahir : Bandung/25 Juli 1978
Jenis Kelamin : Laki - laki
Bidang Keahlian : Dokter
Kantor/Unit kerja : Bagian Bedah Fakultas Kedokteran
Univ. Syiah Kuala, Banda Aceh
Pengalaman Riset
No Judul Riset Sumber Dana Tahun
1 Efek pemberian Vitamin E sebagai anti Pribadi 2002
oksidan terhadap pencegahan adhesi post
laparotomi pada tikus
2 - - -
3 - - -
Publikasi
No Karya Ilmiah Nama Seminar/Journal Tahun
1 Efek pemberian Vitamin E sebagai Proceding LIPI 2002
anti oksidan terhadap pencegahan
adhesi post laparotomi pada tikus
2 -