DISUSUN OLEH :
KELAS VIII. 1
3.
TBC TULANG BELAKANG
TBC atau tuberkulosis (TB) tulang belakang dikenal juga dengan nama penyakit Pott,
yaitu tuberkulosis yang terjadi di luar paru-paru, di mana menjangkiti tulang
belakang. Penyakit ini umumnya menginfeksi tulang belakang pada area toraks (dada
belakang) bagian bawah dan vertebra lumbalis (pinggang belakang) atas.
Laporan dari WHO tahun 2007 menyatakan Indonesia memiliki sekitar 530.000
penderita TBC. Sekitar 106.000 (20 persen) di antaranya merupakan kasus TB di luar
paru. Dan dari angka tersebut, sekitar 5.800 merupakan penderita TBC tulang
belakang.
TBC tulang belakang terjadi akibat menyebarnya bakteri tuberkulosis dari paru-paru
ke tulang belakang hingga ke keping/sendi yang ada di antara tulang
belakang. Kondisi ini menyebabkan matinya jaringan sendi dan memicu kerusakan
pada tulang belakang. Beberapa faktor risiko lain yang menyebabkan seseorang
terinfeksi TBC tulang belakang, antara lain:
Faktor sosial ekonomi yang rendah atau buruk, turut memengaruhi standar
kualitas hidup, misalnya orang-orang yang tinggal di area yang kumuh dan
padat.
Tinggal di area yang memiliki tingkat kasus tuberkulosis tinggi atau endemik.
Orang yang kekurangan nutrisi.
Orang-orang kelompok lanjut usia.
Terinfeksi HIV yang mengakibatkan rendahnya sistem kekebalan tubuh.
Orang dengan sistem kekebalan tubuh menurun lainnya, misalnya pengidap
kanker, penyakit ginjal stadium lanjut, dan diabetes.
Pecandu minuman keras atau pengguna obat-obatan terlarang.
Seperti halnya tuberkulosis, keberadaan TBC tulang belakang sulit dideteksi. Pada
umumnya, pasien mengalami nyeri punggung kronis yang tidak diketahui
penyebabnya. Maka dari itu, dokter mengalami kesulitan untuk mendiagnosis.
Kondisi semacam ini bisa berlangsung sekitar empat bulan.
Selain gejala umum tuberkulosis, TBC tulang belakang juga memiliki gejala-gejala
tambahan yang mungkin dirasakan oleh sebagian penderita, antara lain:
Pemeriksaan akan diawali dengan anamnesis tentang gejala yang dialami, riwayat
penyakit yang pernah diderita dan riwayat penyakit keluarga. Kemudian akan
dilakukan pemeriksaan fisik berupa :
Kemudiaan akan dilakukan tes laboratorim untuk memastikan diagnosa. Beberapa tes
laboratorium yang mungkin dilakukan untuk memperoleh diagnosis TBC tulang
belakang adalah:
Tes sedimentasi sel darah merah dilakukan untuk mendeteksi jika terjadi
peradangan di dalam tubuh.
Tes kulit Mantoux, dilakukan untuk memastikan dan menentukan apakah
pasien terinfeksi bakteri TBC atau tidak, berdasarkan reaksi kulit yang telah
disuntikkan tuberkulin PPD.
MRI dan CT scan, dilakukan untuk mengetahui tingkat penekanan dan
perubahan elemen tulang pada stadium awal penyakit. Walau demikian, MRI
lebih direkomendasikan dibanding CT-scan.
X-ray tulang belakang dan dada (CXR). Tes ini dilakukan untuk mendeteksi
jika terdapat kerusakan atau penyempitan ruang antar keping tulang belakang.
Selain itu, prosedur ini dapat mengetahui jika terdapat tuberkulosis pada
saluran pernapasan yang menyebar ke tulang belakang.
Biopsi pada tulang atau jaringan sinovial dengan menggunakan jarum
mungkin turut dilakukan untuk mendeteksi bakteri penyebab TBC tulang
belakang. Kemungkinan dibutuhkan kultur bakteri untuk memastikan
diagnosa.
Pada pengobatan TBC tulang belakang, pemberian antibiotik tetap dilakukan hingga
periode pengobatan yang telah ditentukan dan harus dihabiskan. Beberapa jenis
antibiotik yang umumnya digunakan, antara lain rifampicin dan ethambutol. Efek
samping yang mungkin timbul dari obat-obatan ini, antara lain sakit kuning, demam,
ruam, gatal-gatal, menurunnya nafsu makan, dan urine berwarna gelap. Obat pereda
rasa sakit mungkin diresepkan oleh dokter juga. Terapi pengobatan TBC tulang
belakang dapat berlangsung hingga lebih dari enam bulan, tergantung kepada tingkat
keparahan dan kondisi fisik pasien.
Tutupi mulut atau kenakan masker ketika berada ditempat umum ketika
bersin, batuk, atau tertawa.
Bagi non penderita, kenakan masker jika berinteraksi dengan penderita TBC.
Hindari pula terlalu sering berinteraksi dengan para penderita.
Mulailah kebiasaan mencuci tangan secara teratur.
Pastikan rumah memiliki sirkulasi udara yang baik demi melancarkan
pergantian udara di dalam rumah.