ََوقُلْ َربِّ أَ ْن ِز ْلنِي ُم ْن َزاًل ُمبَا َر ًكا َوأَ ْنتَ َخ ْي ُر ْال ُم ْن ِزلِين
Nuzul juga berarti singgah atau tiba di tempat tertentu. Makna nuzul dalam
pengertian yang disebut terakhir ini bisa disimak di salam Al-Qamus Al-Muhith,
jilid IV, hlm 56,57. Bahkan Al-Zamakhsyari lebih lanjut, sering mengucapkan
kalimat : نَزَ َل فُالَنُ بِ َم ِد ْينَ ِة َک َذاyang bila diartikan menjadi “Polan singgah/tiba dikota
anu.”
Rupanya nujul tak hanya punya dua makna. Dr. Ahmad Al-Sayyid Al-Kumiy
dan Dr. Muhammad Ahmad Yusuf Al-Qasim dalam buku yang mereka tulis
bersama, menginventarisasi lima buah makna nuzul, dua daintaranya yang telah
disebut diatas, sedangkan dua makna lainnya adalah : ُ( التَّرْ تِيْبtertib, teratur) dan
ُ ( ا ِالجْ تَ ِم"""اpertemuan). Makna yang terakhir (kelima), menurut kedua guru
ع
besr’Ulum Al-Quran dari Al-Azhar Kairo ini, nuzul berarti turun secara berangsur
dan terkadang sekaligus.
Menurut tiga ayat diatas, Al-Quran turun sekaligus pada bulan Ramadhan
yang didalamnya terdapat malam Al-Qadar, suatu malam yang penuh berkah.
Dengan demikian, bila umat islam di Indonesia misalnya memperingati Malam
Nuzul Al-Quran kepada Nabi Muhammad saw. karena kenyataan sejarah
membuktikan bahwa Nabi Muhammad saw. menerima ayat-ayat Al-Quran bukan
sekaligus, tetapi beliau menerimanya berangsur-angsur lebih dari 20 tahun.
Andaikan, ketiga ayat yang disebut diatas itu ditakwil dengan mengatakan
yang dimaksud ketiga ayat diatas adalah permulaan turunnya wahyu Al-Quran,
maka takwil semacam itu pun mengandung kelemahan karena yang dimaksud
ketiga ayat diatas menyangkut turunnya Al-Quran secara keseluruhan. Ayat-ayat
itu bukan berbicara tentang permulaan turunnya Al-Quran. Oleh karena itu, jumhr
ulama sepakat untuk mengambil zhahir makna ayat, tanpa menakwilkannya.
Jumhur ulama sepakat bahwa pengertian yang dimaksud ketiga ayat di atas
menyangkut turunnya Al-Quran . Jumhur ulama sepakat bahwa pengertian yang
dimaksud ketiga ayat di atas menyangkut turunnya Al-Quran sekaligus dari Lauh
Al-Mahfuzh, ke suatu tempat yang disebut Sama’ Al-Dunya. Dari Sama’ Al-
Dunya, atau tepatnya dari Baith Al-‘Izahsekaligus dari Lauh Al-Mahfuzh, ke
suatu tempat yang disebut Sama’ Al-Dunya. Dari Sama’ Al-Dunya, atau tepatnya
dari Baith Al-‘Izah yang terdapat di Sama’ Al-Dunya itulah kemudian Al-Quran
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. secara berangsur-angsur. Dalam hal ini
sedikitnya ada tiga hadis yang dijadikan pegangan (Manahil, Al-Irfan, jilid 1, hlm,
44), yaitu sebagai berikut :
َ ِأُ ْن ِز َل ْالقُرْ ٓانُ جُ ْملَةَ َوا ِح َدةًإِلَى ال َّس َمٓا ِءال ُّد ْنيَا لَ ْيلَةَ ْالقَ ْد ِرثُ َّم أُ ْن ِز َل بَ ْعد َٰذل
ًك فِي ِع ْش ِر ْينَ َسنَة
ِ أُ ْن ِز َل ْالقُرْ ٓانُ جُ ْملَةُ َوا ِح َدةًإِلَى ال َّس َمٓا ِءال ُّد ْنيَا بِ َم َواقِ ِع النُّج
ٍ ُوم يُنَ ِّز ُل َعلَى َرسُوْ لِ ٖه بِضْ َعةًفِي إِ ْث ِربَع
ْض
ث َونَ َّز ْلنَاهُ تَ ْن ِزياًل ِ ََّوقُرْ آنًا فَ َر ْقنَاهُ لِتَ ْق َرأَهُ َعلَى الن
ٍ اس َعلَ ٰى ُم ْك
Dipandang dari segi peristiwa nuzululnya, ayat Al-Quran ada dua macam,
pertama, ayat yang diturunkan tanpa ada keterkaitannya dengan sebab tertentu,
semata-mata sebagai hidayah bagi manusia. Kedua, ayat-ayat Al-Quran yang
diturunkan lantaran adanya sebab atau kasus tertentu. Misalnya, pernyataan yang
diajukan oleh umat Islam atau bukan Muslim kepada Rasulullah saw. atau adanya
kasus tertentu yang memerlukan jawaban sebagai sikap syariat islam terhadap
kasus tersebut. Ayat-ayat macam inilah yang dibahas dalam kaitannya dengan
pembicaraan Asbab Nuzul.
َاَل تَحْ َسبَ َّن الَّ ِذينَ يَ ْف َرحُونَ بِ َما أَتَوْ ا َويُ ِحبُّونَ أَ ْن يُحْ َمدُوا بِ َما لَ ْم يَ ْف َعلُوا فَاَل تَحْ َسبَنَّهُ ْم بِ َمفَا َز ٍة ِمن
ب ۖ َولَهُ ْم َع َذابٌ أَلِيم ِ ْال َع َذا