Pengertian Fatwa
Fatwa berasal dari bahasa Arabفتوى,yang artinya nasihat, petuah, jawaban atau
pendapat. Adapun yang dimaksud adalah sebuah keputusan atau nasihat resmi yang
diambil oleh sebuah lembaga atau perorangan yang diakui otoritasnya, disampaikan oleh
seorang mufti atau ulama, sebagai tanggapan atau jawaban terhadap pertanyaan yang
diajukan oleh peminta fatwa (mustafti) yang tidak mempunyai keterikatan. Dengan
demikian peminta fatwa tidak harus mengikuti isi atau hukum fatwa yang diberikan
kepadanya
Tindakan memberi fatwa disebut futya atau ifta, suatu istilah yang merujuk pada
profesi pemberi nasihat. Orang yang memberi fatwa disebut mufti atau ulama, sedangkan
yang meminta fatwa disebut mustafti. Peminta fatwa bisa perseorangan, lembaga
Hukum berfatwa adalah fardu kifayah, kalau ada orang lain yang bisa memberi fatwa
selain dirinya. Adapun kalau tidak ada orang lain yang bisa memberi fatwa dan masalah
yang difatwakan itu cukup mendesak maka ia pun secara fardu ‘ain wajib memberi fatwa
Menurut Dr. HM. Asrorun Ni ’ am Sholeh,MA Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama
Indonesia mengatakan Fatwa adalah jawaban atau penjelasan dari ulama mengenai
Fatwa MUI adalah fatwa MUI tentang suatu masalah keagamaan yang telah disetujui
Oleh karena fatwa itu menyangkut masalah agama maka tidak sembarang orang
bisa menduduki sebagai mufti syarat-syarat yang harus di miliki oleh seorang mufti antara
lain adalah:
1. Fatwanya harus didasarkan kepada kitab-kitab induk yang mutabar agar fatwa
3. Seorang mufti harus mengerti atau mengetahui berbagai macam pendapat ulama
Menurut Ibnu Qayyim, syarat-syarat yang harus dipenuhi seorang mufti adalah
sebagai berikut:
1. Mempunyai niat dalam memberi fatwa, yakni mencari keridlaan Allah semata-
2. Telah berlaku sunnah Allah memberikan kehebatan dimata manusia kepada orang
keamarahan. Ilmulah yang sangat diperlukan dalam memberi fatwa. Orang yang
seorang yang lemah ilmunya, karena apabila dia kurang pengetahuan mungkinlah
5. Hendaknya mufti itu seorang yang mempunyai kecukupan dalam bidang material,
karena dengan bantuan orang lain, niscaya akan rendahlah pandangan orang
kepadanya.
6. Hendaklah mufti itu mengetahui ilmu kemasyarakatan. Apabila sang mufti tidak
fatwanya itu.
berikut:
1. Tidak memberikan fatwa dalam keadaan sangat marah, atau sangat ketakutan,
Dalam keadaan gundah atau dalam keadaan pikiran yang sedang bimbang
dengan suatu hal. Karena semua yang demikian itu menghilangkan ketelitian dan
kebimbangan.
2. Hendaklah dia merasakan amat berhajat mendapatkan pertolongan Allah agar
menunjukkan ke jalan yang harus di tempuh. Sesudah itu barulah dia meneliti
untuk menemukan hukum dari pokoknya sendiri dengan bercermin kepada sikap-
3. Berdaya upaya menetapkan hukum dengan yang di ridlai Allah. Dan selalulah dia
ingat bahwa dia diharuskan memutuskan hukum dengan apa yang dia turunkan,
serta dilarang dia mengikuti hawa nafsunya, tidak boleh seorang mufti dalam
member fatwa berpegang kepada suatu pendapat yang pernah dikatakan oleh
Penetapan fatwa dilakukan secara kolektif oleh suatu lembaga yang disebut Komisi
Fatwa.
Penetapan fatwa didasarkan pada Al-Quran, Hadist, Ijma’, Qiyas dan dalil lain yang
mu’tabar.
C. Sifat Fatwa
1. responsif,
2. proaktif
3. antisipatif.
Fatwa yang ditetapkan bersifat :
3. kontekstual (waqi’iy),
5. moderat.
2. rumusan masalah;
3. dampak sosial keagamaan yang ditimbulkan dan titik kritis dari berbagai aspek
a. telaah atas pandangan fuqaha mujtahid masa lalu, pendapat para imam madzhab
Rapat harus dihadiri oleh para anggota Komisi yang jumlahnya dianggap cukup
memadai oleh pimpinan rapat. Dalam hal-hal tertentu, rapat dapat menghadirkan pakar
atau tenaga ahli yang berhubungan dengan masalah yang akan difatwakan.
sendiri;
Pimpinan Rapat
1. Rapat dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua Komisi atas persetujuan Ketua
2. Jika Ketua dan Wakil Ketua Komisi berhalangan hadir, rapat dipimpin oleh salah
usulan, saran dan pendapat Anggota Komisi untuk dijadikan Risalah Rapat dan
2. Kalimat Basmalah.
a. Menimbang; memuat latar belakang dan alasan serta urgensi penetapan fatwa.
syar’i, terjemah dalam bahasa Indonesia dan penjelasan terkait pemanfaatan dalil
c. Memperhatikan; memuat pendapat para ulama, peserta rapat, para ahli dan hal-
a. Ketentuan Umum; yang berisi tentang definisi dan batasan pengertian masalah
G, Tanda Tangan
Terhadap beberapa fatwa yang membutuhkan penjelasan lebih lanjut, fatwa dapat
1) MajelisTarjih Muhammadiyah
muhammadiyah meliputi dua segi jika dilihat dari sasarannya yaitu pembaharuan dalam
yang bersifat tetap dan pembaharuan dalam arti modernisasi dengan sasaran mengenai
pengurus Majelis Tarjih Pusat sebagai ketuanya KH.Mas Mansur dan sekertaris
KH.Aslan Z, dibuat anggaran dasar yang menetapkan tugas dari majelis tarjih adalah
agama, menerima dan mentarjih hukum masalah khilafiyah yang diragukan hukumnya,
penyelidikan dan pembahasan yang berdasarkan Al-Quran dan Hadis. Majelis Tarjih
tertentu.
terakhir pada tahun 2000 di Jakarta dengan prinsip yaitu mengbah istilah al- sunnah al-
sohihah menjadi al-sunnah maqbullah sebagai sumber hukum sesudah al-Quran, posisi
ijtihad adalah metode bukan sumber hukum, ijtihad meliputi metode bayani, ta’lili, dan
ishtilahi, manhaj menentukan empat pendekatan untuk kepentingan menetapkan hukum,
dan lain-lain.
prinsip al-tahdidsi (inovasi), dan prinsip al-ibtikari (kreasi). Dalam pengambilan keputusan
dengan cara berupaya mencari dalil yang relevan, menerapkan manhaj al istinbath lalu
tidak sesuai pertimbangan yang dimiliki, namun semua yang telah ditanfidzkan masih
menjadikan paham sunah wal jama’ah sebagai basis teologi dan menganut salah satu
dari mazhab.Metode istinbath hukum lajnah bahsul masail dikalangan NU tidak diartikan
dengan mengambil hukum secara langsung (al-qur’an dan sunah), namun diartikan
sesuai dengan sikap dasar bermazhab terutama mazhab Syafi’I menempati posisi yang
lampung pada tahun 1992 dengan susunan metodologisnya yaitu: kasus yang
jawabannya ditemukan satu qoul (pendapat), maka qou itu yang diambil, kasus yang
hukumnya ada dua pendapat maka dilakukan taqrir jama’i dalam memilih salah satunya,
namun jika tidak ditemukan pendapat sama sekali dipakai ilhaq al-masail bin nadhariha
secara jam’i oleh ahlinya, dan jika masalah yang dikemukakan jawabannya dalam ibarat
kitab dan tidak bisa dilakukan ilhaq maka dilakukan istinbath jam’i.
memutuskan atau mengambil keputusan hukum, dengan dasar utama adalah al-Qur'an
1 .Mendahulukan zhahîr ayat al-Qur'an daripada ta'wîl dan memilih cara-cara tafwîdl
3. Mendahulukan makna haqîqi daripada makna majâzi kecuali jika ada alasan (qarînah),
4. Apabila ayat al-Qur'an bertentangan dengan al-Hadits, maka didahulukan ayat al-
Qur'an sekalipun Hadits tersebut diriwayatkan oleh Muttafaq ‘Alaih, seperti dalam hal
5. Menerima adanya nasîkh dalam al-Qur'an dan tidak menerima adanya ayat-ayat yang
penafsiran ahl al-bait), dan mengambil penafsiran shahabat yang lebih ahli jika terjadi
8. Menerima Hadits-hadits sebagai bayan terhadap al-Qur'an, kecuali ayat yang telah
diungkapkan dengan shighat hasr, seperti ayat tentang makanan yang diharamkan.
Hadîts tersebut dari segi hafalan perawi (dhabth) dan tidak bertentangan dengan
al-Qur'an atau Hadîts lain yang sha-hîh. Adapun jika kedha'îfan itu dari segi
5. Menerima Hadîts Ahad sebagai dasar hukum selama kualitas Hadîts tersebut
shahîh.
6. Hadîts Mursal Shahâbi dan Mauqûf bi Hukm al-Marfû' dipakai sebagai hujah
selama sanad Hadîts tersebut shahîh dan tidak bertentangan dengan Hadîts lain
yang shahîh.
7. Hadîts Mursal Tabî'i dijadikan hujah apabila Hadîts tersebut disertai qarînah yang
berikut:
b. Jika yang menjarh tidak menjelaskan sebab jarhnya, maka ta'dîl didahulukan dari
pada jarh.
c. Bila yang menjarh tidak menjelaskan sebab jarhnya, tapi tidak ada seorangpun
10. Riwayat orang yang suka melakukan tadlîs diterima, jika menerangkan bahwa
apa yang riwayatkannya itu jelas shighat tahamulnya menunjukkan ittishal, seperti
Majelis Ulama Indonesia adalah wadah atau majelis yang menghimpun para ulama,
zuama dan cendekiawan muslim Indonesia untuk menyatukan gerak dan langkah-
langkah umat Islam Indonesia dalam mewujudkan cita-cita bersama. Majelis Ulama
Indonesia berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395 H, bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975
di Jakarta, sebagai hasil dari pertemuan atau musyawarah para ulama, cendekiawan dan
Momentum berdirinya MUI bertepatan ketika bangsa Indonesia tengah berada pada fase
kebangkitan kembali, setelah 30 tahun merdeka, di mana energi bangsa telah banyak
terserap dalam perjuangan politik kelompok dan kurang peduli terhadap masalah
kesejahteraan rohani umat.Dalam perjalanannya, selama dua puluh lima tahun, Majelis
Ulama Indonesia sebagai wadah musyawarah para ulama, zu’ama dan cendekiawan
kesatuan bangsa.
khususnya umat Islam dengan mengadakan konsultasi dan informasi secara timbal balik.
Sampai saat ini Majelis Ulama Indonesia mengalami beberapa kali kongres atau
musyawarah nasional, dan mengalami beberapa kali pergantian Ketua Umum, dimulai
dengan Prof. Dr. Hamka, KH. Syukri Ghozali, KH. Hasan Basri, Prof. KH. Ali Yafie dan
kini KH. M. Sahal Mahfudz. Ketua Umum MUI yang pertama, kedua dan ketiga telah
Kemajuan sains dan teknologi yang dapat menggoyahkan batas etika dan moral, serta
budaya global yang didominasi Barat, serta pendewaan kebendaan dan pendewaan
hawa nafsu yang dapat melunturkan aspek religiusitas masyarakat serta meremehkan
peran agama dalam kehidupan umat manusia. Selain itu kemajuan dan keragaman umat
Islam Indonesia dalam alam pikiran keagamaan, organisasi sosial dan kecenderungan
aliran dan aspirasi politik, sering mendatangkan kelemahan dan bahkan dapat menjadi
terjebak dalam egoisme kelompok (ananiyah hizbiyah) yang berlebihan.Oleh karena itu
kepemimpinan umat Islam yang bersifat kolektif dalam rangka mewujudkan silaturrahmi,
demi terciptanya persatuan dan kesatuan serta kebersamaan umat Islam.Terdapat lima
Fatwa yang dikeluarkan oleh MUI ada yang bersifat Umum contoh Fatwa tentang
Donor ASI dan Fatwa tentang beisteri lebih dari empat (jamak)
Fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Khusus masalah ekonomi
Syariah
Menurut Dosen FH UI Yeni Salma Barlinti Fatwa yang dikeluarkan Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) merupakan hukum positif yang mengikat.
c. Mahkamah Agung
Menurut Muhammad Yasin Fatwa Mahkamah Agung (“MA”) berisi pendapat hukum
Dasar hukum Fatwa MA ini adalah sebagaimana disebut dalam Pasal 79 Undang-
dimintakan oleh lembaga Dewan Perwakilan Rakyat (“DPR”) perihal Pasal 13 huruf j
menjelaskan bahwa tidak ada konflik kepentingan bagi anggota Badan Pemeriksa
Keuangan (“BPK”) yang ingin mencalonkan diri menjadi anggota BPK periode berikutnya.
d. Mahkamah Konstitusi