Anda di halaman 1dari 4

Tatalaksana Kortikosteroid pada Bell’s Palsy

Corticosteroid Therapy in Bell’s Palsy

Sulistyani Sulistyani*

* Staf Pengajar Ilmu Penyakit Syaraf Fak. Kedokteran Univ.Muhammadiyah Surakarta

ABSTRAK
Bell’s palsy merupakan diagnosis klinis yang ditandai paralisis nervus facialis perifer. Insidensi pada
perempuan dan laki-laki sama, meningkat sedikit pada usia dewasa muda. Manifestasi klinis Bell’s palsy bervariasi
tergantung diagnosis topisnya. Kelumpuhan wajah unilateral pada wajah dan dapat disertai dengan nyeri mastoid,
nyeri telinga, gangguan rasa pada lidah serta hiperakusis.Tujuan dari laporan kasus ini adalah melaporkan kasus
Bell’s Palsy dan terapinya. Ilustrasi Kasus : Seorang perempuan berusia 58 tahun datang keluhan wajah merot.
Keluhan berlangsung tiba-tiba saat berkumur satu hari sebelumnya. Telinga kiri mendengar lebih keras daripada
telinga kanan. Sebelumnya penderita tidur di lantai dan menggunakan kipas angin. Pemeriksaan fisik neurologis
didapatkan parese nervus facialis sinistra lower motor neuron. Pemerikaan elektromiografi (EMG) didapatkan lesi
axonal demielinating nervus facialis kiri, UGO Fish score 34 dan Hause brackman derajat III (sedang-berat).
Penderita diberikan pengobatan berupa prednison 2 x 25 mg (5 hari pertama), tapp off (2 x 20 mg, 2 x 15 mg, 2 x 10
mg, 2 x 5 mg, 2 x 2,5 mg), mecobalamin 2 x 500 mcg dan cendo littre 2 x gtt II. Simpulan dari ilustrasi kasus diatas
adalah pemberian kortikosteroid pada Bell’s Palsy sebesar 1 mg/kgBB pada fase akut dan dilakukan tappering off
setiap 5 hari.

Kata Kunci : Bell’s Palsy, Wajah Merot,Kortikosteroid

ABSTRACT
Bell's palsy is a clinical diagnosis with characterized peripheral facial nerve nerve paralysis. It affects males
and females equally, increasing slightly in young adulthood. The clinical manifestations of Bell's palsy is vary
depending on the topical diagnosis. Unilateral facial paralysis on the face and can be accompanied by mastoid pain,
ear pain, taste disturbances on the tongue and hyperakusis. The signs are frequently with unilateral facial paralysis
on the face and accompanied by symptoms mastoid or ear pain, altered taste sensation and hyperacusis. The purpose
of this case report is to report the case of Bell’s Palsy and its treatment. Case Illustration: A 58-year-old woman
came with complaints of a sagging face. Complaints take place suddenly when gargling one day before. The left ear
hears louder than the right ear. Previously the patient slept on the floor and used a fan. Neurological physical
examination revealed a facial motor nerve lower nerve neurons. Electromyographic examination (EMG) revealed
axonal demielinating lesions of the left facial nerve, UGO Fish score 34 and Hause brackman grade III (moderate-
severe). Patients are given treatment in the form of prednisone 2 x 25 mg (first 5 days), tapp off (2 x 20 mg, 2 x 15
mg, 2 x 10 mg, 2 x 5 mg, 2 x 2.5 mg), mecobalamin 2 x 500 mcg and cendo littre 2 x gtt II. Conclusions from the
case illustration above is the administration of corticosteroids to Bell's Palsy of 1 mg / kgBB in the acute phase and
tappering off every 5 days.

Keyword : Bell’s Palsy, Facial Paralysis, Corticosteroid


masih terbuka saat berkedip, saat tersenyum
PENDAHUUAN pipi lebih tertarik ke kanan dan mulut tidak
dapat digunakan untuk bersiul/minum
Bells palsy merupakan neuropati dengan sedotan, kesulitan mengucapkan
nervus cranialis yang paling sering yang kata yang menggunakan bibir (mama, papa,
menyebabkan paralisis wajah akut unilateral baba). Penderita juga merasa bahwa telinga
yang bersifat lower motor neuron. Faktor kiri mendengar lebih keras daripada telinga
imun, infeksi dan mekanisme iskemik kanan.
berperan dalam penyakit Bells palsy, namun Tidak didapatkan gangguan rasa pada
penyebab utamanya lebih sering idiopatik. lidah dan tidak ada gerakan yang tidak
Insidens bell’s palsy pada laki-laki dan disadari pada wajah. Penderita tidak
perempuan sama, sedangkan kejadian mengeluh nyeri kepala, tidak mengeluh
berdasarkan usia lebih tinggi pada usia adanya benjolan pada sekitar leher, tidak
dewasa lanjut. Angka kejadian di dunia mengeluh adanya gangguan pada gigi, tidak
berkisar antara 11,5 sampai 40,2 per mengeluh demam dan muntah sebelumnya.
100.000 penduduk, studi di Jepang Tidak ada pelo, kesemutan maupun
menunjukkan angka kejadian 20,2/100.000 kelemahan salah satu sisi anggota gerak.
penduduk dan di USA 25 – 30/ 100.000 Pasien tidur di lantai tanpa alas dan
penduduk. (1). menggunakan kipas angin kurang lebih 2-4
Nervus fasialis merupakan nervus jam sebelum keluhan tersebut. Riwayat
motorik yang unik dan mempunyai nukleus bepergian jauh yang mengakibatkan wajah
di pons. Nervus ini bersama-sama nervus terkena angin, dan berada di tempat yang
VIII keluar dari pons melalui sisterna dan dingin sebelum keluhan (misal : ruangan
berlanjut ke meatus akustikus internus (os ber-AC) disangkal. Tidak mempunyai
petrosus). Keluar dari cranium melalui riwayat sering membersihkan telinga
foramen stylomastoideus kemudian ataupun nyeri pada telinga sebelumnya.
berlanjut ke kanalis falopii (kanalis facialis). Pemeriksaan fisik neurologis
Gangguan pada jalur tersebut dapat didapatkan parese nervus facialis sisnistra
menyebabkan palsy (2). lower motor neuron. Pemerikaan
Bell's palsy merupakan diagnosis elektromiografi (EMG) didapatkan lesi
klinis. Manifestasi klinis berupa paralisis axonal demielinating nervus facialis kiri,
nervus fasialis unilateral akut yang bersifat UGO Fish score 34% dan Hause brackman
lower motor neuron. Paralisis tersebut derajat III (sedang-berat)
mengakibatkan kelumpuhan pada wajah Terapi yang diberikan adalah
bagian atas maupun bawah unilateral. prednison 2 x 25 mg (5 hari pertama), tapp
Puncak gejala terjadi pada 72 jam pertama off selama 10 hari (2 x 20 mg, 2 x 15 mg, 2
Tanda klinis tersebut seringkali disertai x 10 mg, 2 x 5 mg, 2 x 2,5 mg),
nyeri leher, daerah mastoid dan telinga, mecobalamin 2 x 500 mg dan cendo littre 2
hiperakusis dan gangguan sensasi pada x gtt II. Setelah evaluasi 2 minggu
wajah. Diagnosis berdasarkan kumpulan didapatkan UGO Fish Score 63% dan
gejala dan tanda klinis tersebut dapat Hause brackman masih derajat III (sedang-
ditegakkan Bell’s Palsy dengan akurasi 50– berat).
60% (1).

KASUS PEMBAHASAN
Kasus Ny. K,58 tahun dengan Penilaian derajat bell’s palsy yang
keluhan utama kelemahan merot pada telah diketahui secara luas adalah
wajah. Penderita mengeluh wajah merot menggunakan skala House-
tertarik ke kanan sejak 1 hari sebelum Brackmann (HB). Subjetivitas penilaian
periksa ke poliklinik spesialis neurologi. menggunakan skala tersebut dapat
Keluhan diketahui tiba-tiba saat penderita menimbulkan misinterpretasi dan vasiasi
wudhu dan merasa sulit untuk berkumur. antarobserver, namun kemudahan dalam
Setelah bercermin, saat diam penderita pemeriksaan sangat berperan dalam
melihat sudut mata dan sudut mulut kiri pemeriksaan fisik dan memberikan
lebih rendah, alis kiri tidak dapat diangkat informasi mengenai derajat disfungsi, untuk
saat penderita mengerutkan dahi, mata kiri mengevaluasi outcome dan melakukan
sedikit terbuka saat memejamkan mata dan pendataan untuk kepentingan penelitian.

441 | ISSN: 2721-2882


Pemeriksaan neurofisiologi berfungsi untuk dan sinkinesia dapat dilakukan fisioterapi
menentukan pilihan terapi dan mengetahui (1)
prognosis (1). Prognosis bell’s palsy secara umum
Manajemen terapi yang merupakan adalah baik. Pasien bell’s palsy mengalami
rekomendasi paling kuat adalah perbaikan komplit sebesar 70% tanpa terapi
menggunakan kortikosteroid, penggunaan intervensi. Pemulihan bell’s palsy dimulai
antiviral jika terdapat indikasi, penggunaan pada pekan ketiga dari 85% kasus
proteksi mata, merujuk ke spesialis dan sedangkan 15 % dengan pemulihan parsial
perlunya assesment sebab neoplasma jika setelah 3 – 6 bulan kemudian. Setengah dari
tidak terdapat perbaikan setelah terapi pasien yang mengalami tidak perbaikan
beberapa minggu (3). Oral glukokortikoid komplit mempunyai sekuele yang ringan.
(kortikosteroid) sebaiknya di berikan Pemulihan ekspresi wajah normal sebesar
secepatnya setelah onset, setidaknya dalam 71%, 13 % sekuele tidak signifikan dan 16%
72 jam pertama. Prednison maupun menggalami denervasi abberant berupa
prednisolon dapat diberikan 60 mg dalam 5 sinkinesia maupun spasme otot wajah post
hari selanjutnya dapat ditappering off 10 paralisis. Periode nyeri yang panjang
mg/hari mulai hari keenam (5). Penggunaan merupakan prediktor outcome yang buruk
kortikosteroid berfungsi untuk mengurangi pada bell’ palsy. Pasien dengan bell’s palsy
inflamasi dan edema selama fase akut komplit (House Brackman 5 – 6) biasanya
sehingga dapat meminimalisir kerusakan mengalami pemulihan inkomplit baik
saraf. Penelitian sistematic review dengan atau tanpa spasme maupun
menunjukkan bahwa pemberian steroid sinkinesia (4).
mempunyai efek terapi yang signifikan pada
perbaikan fungsi motorik wajah. KESIMPULAN
Penggunaan prednison dalam penelitian lain Bell’s palsy merupakan gangguan
juga disebutkan bahwa mengurangi jumlah nervus fasialis perifer yang memerlukan
perbaikan inkomplit, mengurangi terapi kortikosteroid pada fase akut. Cara
komplikasi sinkinesia dan crocodile tear. pemberian kortikosteroid dengan pemberian
Kekhawatiran penggunaan kortikosteroid cepat dan segera dilakukan tappering off.
adalah adanya efek samping jangka panjang Penggunaan kortikosteroid pada fase akut
namun demikian pemberian kortikosteroid dapat meningkatkan outcome dan
pada Bell’s palsy adalah jangka pendek dan mengurangi terjadinya sekuele pada Bell’s
segera diturunkan (tapp offering). Palsy.
Penggunaan kortikosteroid pada fase akut
dapat meningkatkan pemulihan komplit
lebih dari 90% (4). DAFTAR PUSTAKA
Gejala penutupan kelopak mata yang 1. Timothy J Eviston, Glen R Croxson,
tidak sempurna dapat menyebabkan mata Peter G E Kennedy, Tessa Hadlock,
kering dan mudah iritasi. Air mata buatan Arun V Krishnan. Bell's palsy:
perlu diberikan kepada pasien bell’s palsy aetiology, clinical features and
untuk mencegah terjadinya keratitis maupun multidisciplinary care. 2017. BMJ
ulserasi kornea. Proteksi pada mata juga Journal.
dapat menggunakan kacamata dan ditutup https://jnnp.bmj.com/content/86/12/1
plester pada saat tidur. Pasien juga harus 356.full diakses pada tanggal 11
menghindari hal-hal tertentu seperti November 2019.
berenang, mandi menggunakan shower, 2. Wenjuan Zhang, Lei Xu,
lingkungan berdebu (1). Tingting Luo, Feng Wu, Bin Zhao,
Modalitas terapi lain yang dapat Xianqi Li. The etiology of Bell’s
dilakukan pada pasien bell’s palsy antara palsy: a review. 2019.
lain terapi hangat, elektrostimulasi, massase, https://link.springer.com/article/10.1
biofeedback dan fisioterapi. Pengunaan 007/s00415-019-09282-4. diakses
fisioterapi dalam bells palsy face akut tidak pada tanggal 11 November 2019.
direkomendasikan, latihan dan 3. John R. de Almeida MD MSc,
elektrostimulasi setelah lewat fase akut Gordon H. Guyatt MD MSc, Sachin
masih mempunyai rekomendasi yang lemah.
Sud MD MSc, Joanne Dorion PT
Beberapa pasien yang mengalami pemulihan
inkomplit seperti hipertonia, hiperkinesis BScPT, Michael D. Hill MD,

442 | ISSN: 2721-2882


Michael R. Kolber MD MSc, Jane Sullivan. Corticosteroids for Bell's
Lea MD, Sylvia Loong Reg PT, palsy (idiopathic facial paralysis).
Balvinder K. Somogyi BSW, Brian 2006.
D. Westerberg MD MHSc, Chris https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/a
White MD. 2014. Management of rticles/PMC6457861/. Diakses pada
Bell palsy: Clinical practice tanggal 30 November 2019.
guideline. 2014. 5. Heckmann, J G; Urban, P P; Pitz,
https://www.researchgate.net/publica S; Guntinas-Lichius, O; Gágyor, I.
tion/266837042_Management_of_Be The Diagnosis and Treatment of
ll_palsy_Clinical_practice_guideline Idiopathic Facial Paresis (Bell’s
diakses pada tanggal 11 November Palsy). 2019.
2019. https://www.aerzteblatt.de/int/archiv
4. Vishnu B Madhok, Ildiko e/article/210242. Diakses pada
tanggal 2 Desember.
Gagyor, Fergus Daly, Dhruvashree
Somasundara, Michael
Sullivan, Fiona Gammie, and Frank

443 | ISSN: 2721-2882

Anda mungkin juga menyukai