Abstrak: Artikel ini merupakan suatu esai persuasif yang ditulis dengan motivasi untuk
mengubah persepsi pembaca tentang akuntansi untuk organisasi publik, khususnya
organisasi pemerintah. Artikel ini bertujuan untuk memberikan argumen-argumen berikut
penjelasan detilnya bahwa akuntansi organisasi publik dan akuntansi organisasi bisnis
merupakan dua dunia akuntansi yang berbeda. Perbedaan-perbedaan di antara keduanya
telah dimulai sejak awal pembentukan masing-masing organisasi, yaitu perbedaan motif dan
latar belakang terbentuknya organisasi, tujuan pendirian organisasi dan cara pencapaian
tujuan organisasi, serta sumber dan sifat pendanaan organisasi. Perbedaan-perbedaan ini
memberikan konsekusensi perbedaan yang signifikan di antara kedua dunia akuntansi
tersebut pada aspek perencanaan dan penganggaran, sistem pelaporan keuangan (akuntansi
keuangan), maupun akuntansi manajemen.
1. Pendahuluan
Sampai dengan saat tulisan ini disusun akuntansi yang berfokus pada organisasi-organisasi yang
tidak berorientasi laba (not-for-profit organization) disebut dengan Akuntansi Sektor Publik.
Penyebutan dengan menggunakan kata “sektor” menempatkan akuntansi untuk organisasi tidak
berorientasi laba ini sebagai subordinat atau cabang dari akuntansi yang lebih besar, dalam hal ini
Mengapa akuntansi untuk organisasi bisnis tidak disebut dengan Akuntansi Sektor Bisnis? Penulis
menduga bahwa sebagian besar akademisi meyakini bahwa Akuntansi Bisnis adalah “induk” dari
semua “anak” akuntansi sehingga tidak menggunakan kata “sektor” dalam penyebutannya. Hal ini
memang tidak dapat dipungkiri karena Akuntansi Bisnis berkembang lebih pesat daripada akuntansi
untuk organisasi-organisasi lainnya. Akibatnya, jika terdapat akuntansi untuk suatu organisasi lain
yang sedang tumbuh dan berkembang, maka disebutlah sebagai akuntansi sektor organisasi yang
sedang berkembang tersebut. Sebagai contoh, di Indonesia sejak terjadinya reformasi di pemerintah
daerah dengan diterapkannya otonomi daerah mengakibatkan timbulnya kebutuhan akan akuntansi
sebagai alat untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan pemerintah daerah yang lebih
akuntabel dan transparan. Pertumbuhan dan perkembangan akuntansi pada organisasi pemerintah ini
selanjutnya memunculkan istilah Akuntansi Sektor Publik. Di Indonesia, karena organisasi yang
berorientasi bukan laba didominasi oleh organisasi pemerintah, maka istilah Akuntansi Sektor Publik
Sekali lagi, penggunaan kata “sektor” pada Akuntansi Sektor Publik atau Akuntansi Sektor
Pemerintahan terasa mengecilkan akuntansi pada organisasi ini. Fenomena ini menunjukkan seolah-
olah akuntansi publik merupakan cabang dari suatu “dunia” akuntansi yang lebih besar. Penulis
berargumen bahwa seharusnya penyebutan yang paling tepat adalah Akuntansi Publik, yaitu dengan
menghilangkan kata sektor. Akuntansi Publik adalah akuntansi yang memiliki hulu sendiri yang
terpisah dari hulu Akuntansi Bisnis. Penulis akan memaparkan argumen-argumen di bagian berikut
Terdapat beberapa teori yang mengemukakan tentang motivasi pembentukan sebuah negara.
Diantara teori-teori tersebut adalah Teori Kesukarelaan (Voluntary Theory) dan Teori Perjanjian/Teori
membentuk negara sebagai hasil dari kesamaan kepentingan yang rasional (Carneiro, 1970).
Simposium Nasional Akuntansi XX, Jember, 2017 2
Akuntansi Publik dan Akuntansi Bisnis: Dua Hulu yang Berbeda
Masyarakat membentuk kelompok dalam bentuk negara didasari oleh kesamaan kepentingan.
kolonialisme, atau mewujudkan kejayaan. Sementara itu, Teori Perjanjian/Kontrak Sosial menyatakan
bahwa negara dapat terbentuk melalui kesepakatan antara kelompok masyarakat yang mengadakan
perjanjian untuk mendirikan suatu organisasi yang dapat melindungi dan menjamin kelangsungan
hidup bersama. Teori ini dianut oleh Thomas Hobbes, John Locke, J.J. Rousseau, dan Montesquieu.
Pada konteks Indonesia, proses pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia berhubungan
erat dengan sejarah panjang perjuangan bangsa-bangsa yang mendiami wilayah Nusantara. Sejarah
panjang tersebut dimulai sejak masa Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Majapahit hingga peristiwa
Sumpah Pemuda. Berdasarkan kesamaan ideologi, latar belakang sejarah, maupun rasa senasib
seperjuangan, para pendiri Negara Indonesia menuangkan kesamaan ideologi tersebut ke dalam
Pancasila dan UUD 1945 yang mendasari berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam
bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia seluruh komponen bangsa Indonesia secara sukarela
mengikatkan dirinya dengan aturan-aturan dan konsekuensi sebagai bagian dari sebuah negara.
Konsekuensi tersebut di antaranya adalah dalam hal pengelolaan sumber daya ekonomi pada bangsa
dan wilayah Indonesia. Penduduk Indonesia memandang dirinya sebagai satu kesatuan entitas
sehingga seluruh potensi dan manfaat ekonomi yang meliputi sumberdaya ekonomi, sumberdaya
manusia, dan sumberdaya alam yang terkandung di wilayah Indonesia digunakan bersama sama untuk
Jika mengulas kembali mengenai sejarah terbentuknya negara Indonesia, dimana beberapa tokoh
secara sukarela berkumpul, memiliki ideologi yang sama agar Indonesia dapat merdeka, maka kondisi
tersebut dapat dikaitkan dengan voluntaristic theories yang diusulkan oleh Carneiro (1970). Beberapa
individu yang memiliki latar belakang sejarah yang sama, secara spontan, rasional, dan sukarela
menyerahkan kedaulatannya dan bersatu dengan komunitas lain untuk membentuk unit politik yang
disebut dengan negara. Teori ini sesuai dengan kondisi Indonesia saat awal terbentuk, dimana tokoh-
tokoh baik dari pejuang muda maupun tua saling bekerja sama, untuk membentuk negara atau
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, dan secara sukarela menunjuk Ir. Soekarno sebagai
Presiden Indonesia. Teori tersebut didukung oleh Teori Kontrak Sosial yang memandang moral
seseorang dan atau kewajiban politik bergantung pada kontrak atau perjanjian diantara mereka untuk
Bisnis atau perusahaan adalah sebuah entitas organisasi yang terlibat dalam penyedian barang atau
jasa kepada konsumen (Sullivan dan Sheffrin, 2003) . Entitas bisnis merupakan unit ekonomi yang
dibentuk oleh pihak-pihak atau individu-individu yang memiliki kesamaan tujuan untuk mempereloh
manfaat ekonomi atas aktivitas bisnis perusahaan. Setiap pihak dalam entitas memiliki peran yang
berbeda, sebagian sebagai penyedia sumber daya modal dan sebagian yang lain sebagai pihak yang
mengelola sumberdaya untuk memberikan manfaat ekonomi bagi kesejahteraan anggota kelompok
bisnis.
2.1.3. Perbandingan motif dan latar belakang pembentukan negara dan perusahaan
Negara dibentuk berdasarkan kerelaaan untuk secara bersama-sama berbagi kekuatan (strenght) ,
kelemahan (weakness), kesempatan (opportunity) dan ancaman (threat). Dalam konsep negera, semua
anggota (penduduk) memiliki hak dan kewajiban yang sama dan tidak bergantung pada kontribusi
individu/kelompok terhadap negera. Hal yang sama juga berlaku pada aspek hukum maupun
admistratif. Pada konteks yang lebih luas, setiap wilayah di negara wajib bersama-sama memberikan
kontribusi ekonomi maupun non ekonomi kepada negara. Negara tidak memberikan keistimewaan
Perusahaan dibentuk berdasarkan motif ekonomi. Setiap pihak yang terlibat dalam entitas bisnis
dinilai dan diposisikan sesuai dengan besarnya porsi kontribusi yang diberikan mereka. Peran, fungsi,
tanggungjawab dan kesempatan untuk mendapatkan manfaat ekonomi maupun kewajiban untuk
menanggung resiko/kerugian bergantung kepada besarnya kontribusi/andil dari setiap pihak yang
Perbedaan yang signifikan pada motif dan proses pembentukan negara dan perusahaan tersebut
kemudian akan berpengaruh terhadap tata kelola kedua entitas ini dalam memandang hubungan antara
Secara umum, tujuan pendirian negara adalah agar tercapainya kemakmuran bagi rakyatnya
(Republik Indonesia, 1945). Untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), tujuan bernegara ini
Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah harus memberikan layanan kepada rakyatnya. Secara
prinsip, NKRI menyatakan layanan-layanan wajib yang harus diberikan oleh pemerintah kepada
rakyatnya dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945. Layanan-layanan tersebut adalah melindungi
segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dinyatakan bahwa tujuan pendirian negara adalah
terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur. Untuk mewujudkan tujuan tersebut maka pemerintah
Secara umum perusahaan didirikan oleh sekelompok individu yang memiliki tujuan yang sama,
perolehan laba atas sejumlah dana yang telah diserahkan ketika membentuk perusahaan.
Shareholder theory menyatakan bahwa tujuan utama perusahaan adalah memaksimalkan nilai
untuk pemegang saham. Nilai pemegang saham mengacu pada nilai ekuitas, yaitu nilai sekarang dari
manfaat (arus kas) yang dapat diharapkan oleh pemegang saham dari perusahaan. Teori ini dapat
dikaitkan dengan tujuan memaksimalkan laba, nilai pemegang saham, volume penjualan, pangsa
pasar.
Tujuan pendirian perusahaan bisnis adalah untuk memberikan manfaat ekonomi kepada pihak-
pihak yang terlibat dalam proses bisnis. Manfaat ekonomi utama yang diharapkan adalah peningkatan
kemakmuran (wealth) para pemilik perusahaan. Walaupun beberapa perusahaan bisnis juga
beraktifitas dalam aspek-aspek sosial, namun tujuan besar dan jangka panjangnya tetap pada usaha
untuk memperoleh laba sebesar-besarnya untuk memberikan manfaat ekonomi pada pemilik
perusahaan bisnis atau meminimalkan kerugian yang diderita pemilik ketika terjadi hal-hal negatif
2.2.2. Perbandingan tujuan pendirian entitas dan cara pencapaiannya antara pemerintah dan
perusahaan
Pada dasarnya tujuan entitas publik maupun entitas bisnis adalah sama, yaitu meningkatkan
kesejahteraan pemiliknya. Namun, cara yang ditempuh oleh kedua entitas adalah berbeda. Entitas
bisnis menempuh cara memaksimalkan laba agar kesejahteraan pemiliknya meningkat. Oleh karena
itu, entitas bisnis disebut sebagai entitas dengan orientasi laba. Di sisi lain, untuk mencapai tujuannya,
entitas publik menempuh cara dengan memberikan layanan yang sebaik-baiknya kepada rakyat. Oleh
karena itu, entitas publik disebut sebagai entitas yang tidak berorientasi laba (not-for-profit
organization). Lebih jauh lagi, pegawai-pegawai yang bekerja di instansi pemerintah dijuluki sebagai
Perbedaan cara mencapai tujuan antara perusahaan bisnis berpengaruh terhadap tata kelola pada
kedua entitas tersebut. Negara berorientasi kepada terpenuhinya hak-hak kesejahteraan rakyat
Pada awal berdirinya, Negara membutuhkan “modal awal”. Modal awal ini tentunya berasal dari
kontribusi seluruh rakyatnya yang menyatakan bergabung dengan Negara tersebut. Kontribusi
tersebut dapat berupa dana, sumber daya manusia, sumber daya alam, dan lain sebagainya. Besaran
kontribusi tidak berkaitan dengan porsi kepemilikan atas Negara. Suatu daerah dengan sumber daya
alam yang berlimpah tidak berarti bahwa daerah tersebut memiliki porsi kewenangan yang lebih besar
daripada daerah yang lain. Sebagai contoh, dalam konteks Indonesia, pada awal pendiriannya, Sultan
RI saat itu dapat memenuhi persyaratan penerbitan mata uang sendiri (Tempo, 2015). Kontribusi dari
Sultan Hamengkubuwono yang demikian besar tersebut tidak berarti bahwa Daerah Istimewa
Yogyakarta atau rakyat DIY memiliki wewenang yang lebih besar daripada rakyat di daerah lain di
Indonesia. Negara memandang bahwa semua rakyat adalah pemilik negara dengan hak dan kewajiban
yang sama. Kondisi ini terjadi karena kerelaan untuk bersama-sama membentuk negara yang didasari
oleh kesamaan ideologi, rasa senasib seperjuangan, maupun kesamaan latar belakang (sharing the
pain).
Setiap pelayanan yang diberikan tentunya memerlukan sumber pendanaan. Pertanyaannya adalah
dari manakah pemerintah pusat/daerah mendapatkan sumber pendanaannya? Jawabannya tentu saja
dari rakyat dan semua sumber kekayaan yang dimiliki oleh negara (yang tentunya milik rakyat secara
bersama-sama). Hal ini merupakan konsekuensi dari semangat yang melandasi pendirian negara, yaitu
Setelah suatu negara berdiri maka negara memerlukan sumber-sumber pendapatan untuk
memberikan pelayanan – seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, infrastuktur, ketertiban, dan lain
sebagainya - kepada rakyatnya. Jones dan Pendleburry (2000) menjelaskan bahwa pemerintah suatu
negara dapat memperoleh pendapatan dari masyarakat melalui dua cara, yaitu pajak (tax) dan retribusi
(charges). Kedua metode perolehan dana masyarakat ini tidak mutually exclusive, sehingga dapat
Dari semua sumber pendanaan yang dimiliki oleh negara, sumber pendanaan operasional yang
berasal dari pajak merupakan pendapatan negara yang dominan. Dalam konteks Indonesia,
pendapatan terbesar dan dominan pemerintah dari tahun ke tahun berasal dari pendapatan pajak.
Kontribusi pajak terhadap total pendapatan adalah sebesar 84,8% di tahun anggaran 2016 (Republik
Indonesia, 2015) dan sebesar 85,64% di tahun anggaran 2017 (Republik Indonesia, 2016). Di dunia,
rata-rata kontribusi pajak terhadap total pendapatan adalah 90% (Antara, 2017).
Di sisi lain, pajak merupakan pendapatan yang berasal dari iuran rakyat yang tidak berkaitan
langsung dengan layanan yang diterima oleh rakyat. Penarikan dana berupa pajak tersebut bersifat
mengikat dan wajib. Bahkan, kewajiban untuk membayar pajak dapat dipaksakan oleh pemerintah.
Secara umum, sifat pajak inilah yang menyebabkan adanya keengganan masyarakat untuk
membayarnya. Rakyat dikenakan pajak sesuai dengan kapasitas ekonomi masing-masing. Walaupun
besarnya dana yang diserahkan kepada negera berbeda-beda, tidak ada konsekuensi bagi rakyat untuk
mendapatkan layanan manfaat dari negara sesuai dengan proporsi dana yang disetorkan kepada
negera tersebut. Oleh karena itu harus ada mekanisme pertanggungjawaban tertentu yang dilakukan
oleh pemerintah atas dana yang dipercayakan oleh rakyat melalui pembayaran pajak, dan secara lebih
luas harus ada suatu mekanisme laporan pertanggungjawaban atas keseluruhan sumberdaya ekonomi
Pada awal berdirinya, perusahaan memperoleh dana yang berasal dari para investornya.
Penyerahan dana tersebut bukanlah merupakan iuran wajib seperti yang diberlakukan untuk pajak,
melainkan diserahkan secara sukarela kepada perusahaan dengan harapan akan memperoleh
pengembalian atas dana yang diinvestasikan. Manajemen perusahaan kemudian mengelola dana
tersebut. Penyerahan dana tersebut mencerminkan adanya kepemilikan investor terhadap perusahaan,
sehingga posisi investor atau pemegang saham adalah sebagai pemilik perusahaan. Berdasarkan teori
keagenan, pemegang saham sebagai principal memberikan kepercayaannya kepada pihak manajemen
untuk mengelola perusahaan. Disamping itu, orientasi terhadap perolehan return mendominasi
barang atau jasa kepada pelanggannya (bukan pemilik). Penjualan barang dan jasa kepada pelanggan
2.3.3. Perbandingan pendanaan entitas dan kepemilikan entitas antara entitas publik dan entitas
bisnis
Pada aspek pembentukan modal, baik negara maupun perusahaan memiliki kesamaan. Kesamaan
tersebut dapat dilihat dari aspek kesukarelaan untuk menyerahkan dana atau sumberdaya ekonomi
kepada pengelola yang ditunjuk oleh entitas. Pada konsep bernegara, hal ini dapat diidentifikasi dari
kesediaan menyerahkan seluruh potensi/manfaat sumberdaya ekonomi, sumber daya alam, maupun
sumber daya manusia kepada pengelola negara oleh masyarakat di suatu wilayah/daerah yang
menyatakan diri untuk bergabung dalam negara. Besar kecilnya kontribusi sumber daya yang
diserahkan dalam rangka pembentukan Negara tidak mempengaruhi porsi kepemilikan atas Negara.
Semua rakyat sama di mata Negara, baik hak maupun kewajibannya. Lebih jauh lagi, kepemilikan
Negara adalah kolektif yang tidak dapat dibagi-bagi ke masing-masing individu atau golongan
Pada sisi perusahaan, besar kecilnya kontribusi sumber daya yang diserahkan oleh pemilik modal
akan mempengaruhi porsi kepemilikan atas perusahaan. Semakin besar kontribusi sumber daya yang
diberikan, maka semakin besar pula porsi kepemilikan atas perusahaan. Selain itu, kepemilikan atas
perusahaan dapat dibagi-bagi dalam satuan tertentu, misalnya lembar saham. Akibatnya, kepemilikan
Perbedaan utama pendanaan operasional antara entitas bisnis dan entitas publik adalah dari siapa
pendapatan berasal. Sumber pendanaan utama entitas publik berasal dari iuran wajib rakyatnya
(pemiliknya) maupun dari pemanfaatan kekayaan alamnya. Disisi lain, entitas bisnis mendanai
operasionalnya melalui penjualan barang dan jasa kepada pelanggannya (bukan pemilik). Penjualan
Perbedaan motivasi dan latar belakang pendirian entitas, cara pencapain tujuan entitas, dan
sumber pendanaan entitas sebagaimana dijelaskan pada Bagian II di atas, berimplikasi terhadap
pengelolaan keuangan entitas publik dan entitas bisnis. Aspek pengelolaan keuangan yang
terimplikasi, antara lain, adalah pada aspek perencanaan dan penganggaran serta akuntansi (akuntansi
Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa untuk melaksanakan program dan
kegiatannya, pemerintah mendapatkan sumber pendanaan yang berasal dari berbagai sumber. Dua
sumber utama pendapatan pemerintah adalah pajak dan hasil dari pengelolaan kekayaan alam. Kedua
sumber tersebut sangatlah berkaitan langsung dengan rakyat sebagai pemilik negara. Perlu ditekankan
lagi bahwa pajak adalah iuran wajib dari rakyat kepada pemerintah yang tidak terdapat hubungan
langsung antara iuran yang diserahkan oleh rakyat dan layanan yang didapatkan oleh rakyat;
sedangkan kekayaan alam adalah milik rakyat secara kolektif yang diserahkan secara suka rela kepada
negara karena kesamaan ideologi. Berdasarkan sifat-sifat sumber pendanaan yang demikian
muncullah kebutuhan untuk transparansi dan akuntabilitas dalam setiap pengalokasiannya dan cara
penggunaannya. Rakyat harus dilibatkan di dalam setiap penggunaan dana tersebut. Sebagai
konsekuensinya, setiap rupiah penggunaannya harus mendapatkan persetujuan rakyat. Oleh karena
itu, pada tahap awal penentuan perencanaan penggunaan sumber daya ekonomi (belanja pemerintah)
dilakukanlah serangkaian proses untuk memastikan bahwa terdapat peran rakyat sebagai pemilik dana
Struktur dan mekanisme pengelolaan keuangan negara disusun untuk menjamin partisipasi rakyat
sebagai pemilik negara dalam pengelolaan dana dan sumber daya ekonomi; dan sekaligus
Dalam aspek perencanaan pembangunan jangka panjang maupun menengah, setiap rencana
pembangunan, misalnya Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) maupun Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), harus mendapatkan persetujuan rakyat melalui
DPRD dalam bentuk peraturan daerah. Dalam aspek penganggaran tahunan, Kebijakan Umum
Anggaran (KUA) harus merupakan kesepakatan bersama antara Pemerintah dan DPRD. Lebih jauh
Dengan demikian, APBN/APBD merupakan kontrak kerja tahunan antara rakyat dan
pemerintah/eksekutif yang telah dipercaya rakyat sebagai pengelola dana. Kontrak kerja ini berisi
rencana penggunaan dana rakyat untuk pelaksanaan program dan kegiatan untuk kepentingan rakyat.
Bagi pemerintah, APBN/APBD berperan sebagai pedoman tentang apa yang akan dilakukan dan
dapat dijadikan sebagai media pertanggungjawaban atas kepelayanan (stewardship) yang telah
dilakukannya. Dari sisi rakyat, APBN/APBD dijadikan sebagai alat kontrol untuk mengukur dan
mengevaluasi kinerja pemerintah dalam mengelola dana rakyat untuk mencapai tujuan bernegara,
Dalam konteks Indonesia, penyusunan kontrak kerja ini berdasarkan basis kas. Selanjutnya,
realisasi pelaksanaan program dan kegiatan ini harus dilaporkan kepada rakyat pada akhir masa
Agency theory menyatakan bahwa pemilik (principles) melakukan perikatan kerjasama dengan
manajemen (agent) untuk melakukan pengelolan atas modal pemilik. Pemilik modal mendelegasikan
kewenangannya kepada agent agar agent dapat bekerja memaksimalkan sumberdaya perusahaan
untuk keuntungan perusahaan yang kemudian berdampak pada manfaat ekonomi yang diperoleh oleh
pemilik modal.
kuantitatif dari rencana untuk periode tertentu, termasuk perencanaan volume penjualan dan
peneriman, kuantitas sumber daya, biaya dan pengeluaran, aset, utang dan arus kas. Anggaran
menyatakan perencanaan unit bisnis, organisasi, aktifitas dan kegiatan dalam satuan yang terukur.
Berdasarkan hal tersebut, anggaran di perusahaan lebih berperan sebagai instrumen untuk
memaksimalkan laba, bukan sebagai alat pertanggungjawaban. Tata kelola perencanaan dan
penganggaran di perusahaan lebih diutamakan untuk tujuan internal dalam rangka maksimalisasi
laba/keuntungan perusahaan. Anggaran merupakan dokumen internal manajemen yang tidak perlu
3.1.3. Perbandingan perencanaan dan penganggaran keuangan antara entitas negara dan entitas
bisnis
Peran-serta/partisipasi pemilik entitas pada perencanaan dan penganggaran pada entitas bisnis
tidaklah sepenting dan sekrusial di entitas publik. Kondisi ini disebabkan karena perbedaan sifat
(nature) pendanaan dari pemilik entitas. Sifat pendanaan entitas publik menjadikan anggaran sebagai
kontrak kerja antara rakyat dan pemerintah. Sementara itu, entitas bisnis tidak membutuhkan
akuntansi anggaran karena anggaran merupakan instrumen internal yang disusun oleh manajemen.
1. Perencanaan dan penganggaran di perusahaan tidak mencerminkan aspirasi dari pemilik modal.
Perencanaan dan penganggaran lebih mencerminkan strategi yang digunakan oleh manajemen
dalam mencapai tujuan organisasi. Aspirasi pemilik modal lebih tercermin dalam target-target di
setiap tujuan perusahaan, misalnya target laba. Situasi ini sangatlah berbeda dengan entitas
publik dimana perencanaan dan penganggaran harus mencerminkan aspirasi masyarakat. Oleh
karena itu, anggaran di entitas publik merupakan kontrak antara rakyat dan pemerintah,
sedangkan di entitas bisnis anggaran bukanlah suatu kontrak antara manajemen dan pemilik.
2. Bocornya informasi proses penganggaran dan besaran anggaran ke pesaing dapat menyebabkan
strategi manajemen menjadi tidak efektif dan gagal. Pada dasarnya, strategi merupakan kunci
kesuksesan organisasi yang harus dirahasiakan dari pesaingnya. Pada entitas publik, informasi
penganggaran dan besaran anggaran justru perlu diketahui oleh semua rakyat agar tercipta
APBN/APBD, entitas publik harus membuat laporan pelaksanaan anggaran. Laporan pelaksanaan
anggaran ini menginformasikan kepada masyarakat tentang kemampuan eksekutif untuk memenuhi
diperlukanlah suatu sistem akuntansi yang dapat menyajikan informasi yang dapat menyandingkan
antara kontrak/janji dengan realisasinya. Sistem akuntansi inilah yang disebut sebagai Akuntansi
Anggaran (Budgetary Accounting) (Mardiasmo, 2009). Sistem ini dikenal juga sebagai sistem
pelaporan pelaksanaan anggaran. Di Indonesia, laporan keuangan yang dihasilkan dari sistem
pelaporan pelaksanaan anggaran ini adalah Laporan Realisasi Anggaran dan Laporan Perubahan Sisa
Anggaran Lebih (Presiden Republik Indonesia, 2010) Dalam konteks Indonesia, karena APBN/APBD
disusun berdasarkan basis kas, maka sebagai konsekuensinya, akuntansi anggarannya dilaksanakan
berdasarkan basis kas juga. Dengan demikian, penyajian antara realisasi kontrak/janji dan rencana
Dalam melaksanakan amanah yang diberikan oleh rakyat kepadanya, Pemerintah tidak hanya
menggunakan dana/kas yang dianggarkan dalam APBN atau APBD saja, tetapi juga menggunakan
aset/kekayaan yang “dititipkan” oleh rakyat kepadanya. Selain itu, dalam proses memberikan
pelayanan kepada rakyat, timbul pula hak dan kewajiban antara pemerintah dan pihak-pihak lain.
Aspek-aspek ini tentunya juga harus dipertanggungjawabkan oleh pemerintah kepada masyarakat.
Oleh karena Laporan Pelaksanaan Anggaran tidak dapat menginformasikan hal-hal yang demikian
(dalam hal ini aspek-aspek di luar APBN/APBD), maka muncullah kebutuhan akan laporan
operasional, laporan perubahan ekuitas, neraca, dan laporan arus kas. Laporan-laporan ini hanya akan
dapat disusun dengan menggunakan sistem akuntansi berbasis akrual. Sistem ini dikenal juga sebagai
sistem pelaporan finansial. Di Indonesia, kewajiban pelaksanaan sistem pelaporan finansial berbasis
akrual telah dilaksanakan selambat-lambatnya pada tahun anggaran 2015 (Presiden Republik
Indonesia, 2015).
Dengan demikian, di entitas pemerintahan berjalan dua sistem pelaporan secara bersamaan, yaitu
sistem pelaporan pelaksanaan anggaran dan sistem pelaporan finansial. Namun, dalam konteks entitas
publik sistem pelaporan pelaksanaan anggaran lebih penting - karena merupakan kontrak antara
rakyat-pemerintah - daripada sistem pelaporan finansial. Sebagai bukti tambahan, tidak ada ketentuan
yang mengatur tentang “kontrak” akan laporan operasional, neraca, laporan perubahan ekuitas,
Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa anggaran bukanlah suatu kontrak
antara manajemen dan pemilik perusahaan. Perencanaan dan penganggaran di perusahaan berperan
sebagai instrumen untuk memaksimalkan laba, bukan sebagai alat pertanggungjawaban. Tata kelola
perencanaan dan penganggaran di perusahaan lebih diutamakan untuk tujuan internal dalam rangka
maksimalisasi laba/keuntungan perusahaan. Oleh karena itu, anggaran dijadikan sebagai dokumen
internal manajemen yang tidak perlu dilaporkan dalam laporan keuangan perusahaan. Dengan
demikian, pihak pemilik modal tidak menjadikan laporan tentang perencanaan anggaran dan
realisasinya sebagai alat utama untuk menilai kinerja keuangan perusahaan. Sebagai konsekuensinya,
entitas bisnis tidak memerlukan adanya sistem pelaporan pelaksanaan anggaran atau akuntansi
anggaran.
Pemilik modal akan berkonsentrasi pada aspek-aspek capaian kinerja keuangan, perkembangangan
bisnis, ekspansi pasar dan hal-hal lain yang terkait langsung dengan perolehan laba perusahaan dan
keuntungan yang akan diperoleh oleh pemilik modal. Oleh karena itu, sistem pelaporan yang
dibutuhkan adalah sistem pelaporan finansial yang menghasilkan laporan rugi laba, laporan perubahan
3.2.3. Perbandingan akuntansi dan pelaporan antara entitas publik dan entitas bisnis
Baik entitas pemerintahan maupun entitas bisnis melakukan akuntansi walaupun dengan sistem
pelaporan yang berbeda. Kedua-duanya menerapkan sistem pelaporan finansial yang menghasilkan
laporan rugi laba (setara dengan laporan operasional untuk entitas pemerintahan), laporan perubahan
ekuitas, dan laporan arus kas. Namun, karena perbedaan fungsi dan peran anggaran pada masing-
masing entitas, maka entitas pemerintahan harus menerapkan sistem pelaporan pelaksanaan anggaran
–dikenal sebagai akuntansi anggaran- sedangkan entitas bisnis tidak menerapkannya. Sistem
pelaporan pelaksanaan anggaran ini menghasilkan laporan realisasi anggaran dan laporan sisa
Perbedaan cara mencapai tujuan antara entitas bisnis dan entitas publik juga berdampak pada
akuntansi manajemen. Perlu diingatkan kembali bahwa untuk mencapai tujuannya mensejahterakan
pemegang saham, maka perusahaan menggunakan cara maksimasi laba. Di sisi lain, entitas publik
menggunakan cara maksimasi pelayanan kepada rakyat untuk mencapai tujuannya. Dua aspek
akuntansi manajemen yang akan dibahas adalah penilaian investasi dan penilaian kinerja.
Perbedaan cara untuk mencapai tujuan mengakibatkan entitas publik dan entitas bisnis berbeda
dalam melakukan penilaian investasi. Untuk menilai kelayakan suatu investasi, entitas publik akan
mempertimbangkan baik aspek keuangan maupun aspek sosial (non-keuangan), sedangkan entitas
Bagi entitas publik, suatu investasi dinyatakan layak dilakukan jika total manfaat investasi, baik
aspek keuangan maupun aspek sosial, lebih besar daripada pengorbanan investasi (baik aspek
keuangan maupun aspek sosial). Aspek sosial yang dipertimbangkan dalam penilaian investasi antara
lain adalah bertambah tidaknya tingkat kriminalitas, bertambah tidaknya tingkat pengangguran,
bertambah tidaknya polusi lingkungan, dan lain sebagainya. Aspek-aspek ini tidak dipertimbangkan
dalam penilaian kelayakan investasi di entitas bisnis. Lebih jauh lagi, pertimbangan tingkat discount
rate yang digunakan dalam analisis investasi publik maupun investasi bisnis juga berbeda. Entitas
publik mempertimbangkan aspek sosial, sedangkan entitas bisnis hanya mempertimbangkan aspek
keuangan, yaitu sebesar the best opportunity cost-nya. Entitas publik menggunakan social opportunity
Oleh karena itu, kelayakan penilaian investasi di entitas bisnis menggunakan metoda yang didesain
untuk maksimasi laba, seperti Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan lain
sebagainya. Di sisi lain, untuk menganalisis kelayakan investasi, entitas publik menggunakan metoda
yang didesain untuk maksimasi pelayanan kepada rakyat, antara lain Net Present Benefit (NPB),
Perbedaan cara mencapai tujuan entitas juga mengakibatkan perbedaan dalam melakukan penilaian
kinerja entitas. Perlu diingatkan kembali bahwa untuk mencapai tujuannya mensejahterakan
pemegang saham, maka perusahaan menggunakan cara maksimasi laba. Di sisi lain, entitas publik
menggunakan cara maksimasi pelayanan kepada rakyat untuk mencapai tujuannya. Oleh karena itu,
prestasi kinerja eksekutif di perusahaan akan dinilai berdasarkan kemampuan untuk mendapatkan
laba, sedangkan prestasi kinerja eksekutif di pemerintahan akan dinilai berdasarkan kemampuan
Sudah menjadi pengetahuan umum bagi para insan yang belajar akuntansi manajemen bahwa
kinerja organisasi bisnis akan diukur dengan indikator profitability index, return on assets (ROA),
return on equity (ROE) dan lain sebagainya. Indikator-indikator itu semua mengacu pada kemampuan
entitas bisnis untuk menghasilkan laba. Tentu saja indikator-indikator tersebut tidak dapat digunakan
Ritonga (2014) telah mengusulkan indikator-indikator untuk mengukur kinerja entitas publik,
diantaranya adalah total aset tetap per kapita, belanja publik per kapita, rasio beban penyusutan aset
tetap terhadap belanja pemeliharaan aset tetap, dan lain sebagainya. Indikator-indikator tersebut
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan argumen-argumen di atas, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai
berikut:
1. Perbedaan motif dan latar belakang terbentuknya entitas, tujuan pendirian entitas dan cara
pencapaian tujuan entitas, dan sumber dan sifat pendanaan entitas, mengakibatkan perbedaan
yang signifikan pada partisipasi pemilik entitas pada sisi perencanaan dan penganggaran
keuangan.
2. Makna dokumen perencanaan dan penganggaran bagi entitas publik dan entitas bisnis sangatlah
berbeda. Bagi entitas publik, dokumen perencanaan dan penganggaran adalah kontrak pelayanan
antara rakyat dan eksekutif, sedangkan bagi entitas bisnis, dokumen perencanaan dan
anggaran yang merupakan kontrak kerja antara rakyat dan pemerintah. Sementara itu, entitas
bisnis tidak membutuhkan akuntansi anggaran karena anggaran merupakan instrumen internal
4. Entitas publik melaksanakan sistem pelaporan pelaksanaan anggaran dan sistem pelaporan
finansial secara bersama-sama dalam satu kesatuan terintegrasi. Entitas bisnis hanya
5. Perbedaan cara mencapai tujuan entitas mengakibatkan entitas publik dan entitas bisnis berbeda
dalam melakukan penilaian kelayakan investasi. Entitas publik akan mempertimbangkan aspek
keuangan maupun aspek non-keuangan (dalam hal ini aspek sosial), sedangkan entitas bisnis
6. Perbedaan cara mencapai tujuan juga akan mengakibatkan perbedaan dalam menilai kinerja
entitas. Kinerja manajemen entitas bisnis akan diukur dengan menggunakan indikator-indikator
kemampuan menghasilkan laba, seperti Profitability Index, Return on Assets, Return on Equities,
dan lain sebagainya. Di sisi lain, kinerja eksekutif entitas publik diukur dengan indikator-
indikator kemampuan memberikan layanan kepada masyarakat, seperti total aset tetap per kapita,
belanja publik per kapita, rasio beban penyusutan aset tetap terhadap belanja pemeliharaan aset
Argumen-argumen di atas menunjukkan bahwa akuntansi publik dan akuntansi bisnis berasal dari
dua hulu yang berbeda yang membentuk “sungainya” masing-masing. Akuntansi Bisnis dan
Akuntansi Publik bukanlah akuntansi yang berhulu pada sumber yang sama yang kemudian
membentuk dua percabangan “sungai”. Oleh karena itu, kurikulum pengajaran akuntansi publik
sebaiknya dipisahkan dari kurikulum akuntansi bisnis. Contohnya, pengajaran Mata Kuliah Akuntansi
Pengantar, yang saat ini berorientasi pada entitas perusahaan, tidak dapat dijadikan mata kuliah hulu
untuk semua mahasiswa yang belajar akuntansi. Semestinya sejak awal Mata Kuliah Akuntansi
Pengantar untuk konsentrasi akuntansi publik dan akuntansi bisnis sudah dipisahkan. Demikian pula
dengan mata kuliah-mata kuliah lainnya, seperti akuntansi manajemen, manajemen keuangan, sistem
pengendalian manajemen, analisis laporan keuangan, yang saat ini di-share oleh semua mahasiswa
yang belajar akuntansi di perguruan tinggi. Jika akuntansi publik masih diperlakukan sebagai salah
satu konsentrasi dari pengajaran akuntansi, maka kompetensi mahasiswa dengan konsentrasi
Daftar Pustaka
Carneiro, R.L., 1970. A Theory of the Origin of the State: Traditional Theories of State Origins Are Considered
and Rejected in Favor of a New Ecological Hypothesis.
Sullivan, A. and Sheffrin, S.M., 2003. Economics: Principles in Action. Upper Saddle River, New Jersey 07458:
Pearson Prentice Hall.
Jones, R. and Pendlebury, M., 2000. Public Sector Accounting. Pearson Education.
Ritonga, I.T., 2014. Analysing Service-Level Solvency of Local Governments from Accounting Perspective: A
Study of Local Governments in the Province of Yogyakarta Special Territory, Indonesia. International
Journal of Governmental Financial Management, 14(2), pp.19-33.
Presiden Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia No 71 Tahun 2010 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan.
Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia No 15 Tahun 2015 tentang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Tahun Anggaran 2016
Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia No 18 Tahun 2016 tentang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Tahun Anggaran 2017
https://m.tempo.co/read/news/2008/04/30/056122275/lembaga-bantuan-hukum-pajak-indonesia-terbentuk
diakses pada tanggal 17 Januari 2017 Jam 16:35.
https://m.tempo.co/read/news/2015/08/18/058692958/untuk-republik-sultan-hb-ix-sumbang-6-5-juta-gulden
diakses pada tanggal 19 Pebruari 2017 Jam 17.29 Pyndyk, R. S. and D. L. Rubinfield. 1987.
Econometric Models & Economic Forecasts, 3rd ed. NY: McGraw-Hill Publishing, Inc.