Anda di halaman 1dari 2

Nama : Muhammad Sholihul Huda

Nomor : 17

Kelas : XII IPS 1

Kekerasan Agama Menuju Disintegrasi Bangsa

YOGYAKARTA, (PRLM).- Kekerasan internal umat Islam di tanah air


modelnya mirip dengan kekerasan agama periode sahabat Rasulullah
Muhammad Saw, Ali Bin Abi Thalib, sementara kasus kekerasan antarumat
beragama cenderung anarkis. Perpaduan kekerasan internal dan antarumat
beragama bisa mengarah pada disintegrasi bangsa.

Dosen Antropologi Agama Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga


Yogyakarta Ahmad Salehudin, S.Th.I., MA menyatakan relasi yang tidak
harmonis di internal dan antarumat beragama perlu perhatian intens. Bagaimana
menemukan solusi perbedaan sebagai sunnatullah, tidak perlu tindak kekerasan,
perlu kerja keras untuk ditemukan polanya.

Saat diskusi dosen UIN Sunan Kalijaga, Minggu (11/12), dia menyatakan pola
kekerasan internal umat Islam mirip zaman khalifah Ali bin Abi Thalib. Pola-
pola pengkafiran, pemurtadan, dan pembidahan menjadi pemicu kekerasan
agama terhadap kelompok lain.

”Jika kita lacak sejarah awal perkembangan Islam, yaitu ketika para pengikut
Sayyidina Ali yang tidak menyetujui tahkim (gencatan senjata) dengan
Muawiyah, Muawiyah keluar dan membentuk kelompok tersendiri (khawarij.
Kelompok ini berpendapat bahwa siapapun yang menerima tahkim adalah kafir,
halal darahnya, dan natinya akan masuk neraka. Apa yang terjadi pada awal
perkembangan Islam tersebut, memiliki kemiripan dengan apa yang terjadi di
Indonesia saat ini, atau lebih dari seribu tahun kemudian,” kata dia.

Menurut dia stigmatisasi nilai-nilai agama terhadap ”lawan” (seperti


pengkafiran, pemurtadan), jika dianggap tidak memuaskan dan sesuai harapan
hasilnya, kekerasan dan pembunuhan (meng halalkan darah lawan) dikeluarkan
oleh organisasi keagamaan terhadap individu atau kelompok keagamaan lain. ”

Mahasiswa program doktoran tersebut mencontohkan kasus kelompok agama


tertentu menyerang Jamaah Ahmadiyah Indonesia di Cikeusik, Banten
(7/2/2011); bom bunuh diri Muhammad Syarif di masjid yang berada di
lingkungan Polres Cirebon pada Jumat (15/4/2011). Tidak sedikit nyawa
melayang, anak-anak kehilangan orang tuanya, para istri yang menjadi janda,
serta kehidupan sosial, ekonomi, dan politik hancur akibat fatwa tersebut,” kata
dia.

Sementara pada level antarumat beragama di tanah air, kekerasan antarumat


beragama banyak dipicu oleh kegairahan beragama secara berlebihan. Contoh
kasus kerusuhan dan pembakaran gereja-gereja di Temanggung (8/2/2011); bom
buku di Utan Kayu Jakarta Timur (Maret 2011); dll.

”Indonesia memiliki pengalaman kasus NII, DI/TII, dan kelompok-kelompok


keagamaan lain. Kekerasan agama tidak berhenti sampa batas kriminalisasi,
kaum agamawan juga mendorong untuk membentuk negara baru, terpisah
secara ideologis dengan NKRI,” kata dia.

Menurut dia umat beragama dan pemangku kebijakan (pemerintah) harus intens
mendorong perbaikan hubungan umat beragama. ”Ilmuwan sosial agama,
agamawan, dan para pemangku kebijakan, untuk secara serius mengkaji sifat-
sifat, penyebab, akibat, cara tanggap, dan dampaknya secara menyeluruh,” kata
Salehudin.

Anda mungkin juga menyukai