Anda di halaman 1dari 25

A.

    Pengertian Persatuan dan Kesatuan Bangsa

Persatuan/kesatuan berasal dari kata satu yang berarti utuh atau tidak terpecah-

belah. Persatuan/kesatuan mengandung arti “bersatunya macam-macam corak yang

beraneka ragam menjadi satu kebulatan yang utuh dan serasi.”

Indonesia: Mengandung dua pengertian, yaitu pengertian Indonesia ditinjau dari

segi geografis dan dari segi bangsa.

Dari segi geografis, Indonesia berarti bagian bumi yang membentang dari 95°

sampai 141° Bujur Timur dan 6° Lintang Utara sampai 11o Lintang Selatan atau wilayah

yang terbentang dari Sabang sampai Merauke.

Indonesia dalam arti luas adalah seluruh rakyat yang merasa senasib dan

sepenanggungan yang bermukim di dalam wilayah itu.

Persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia berarti persatuan bangsa yang mendiami

wilayah Indonesia. Persatuan itu didorong untuk mencapai kehidupan yang bebas dalam

wadah negara yang merdeka dan berdaulat.

B.     Makna dan Pentingnya Persatuan Dan Kesatuan Bangsa

Kesatuan bangsa Indonesia yang kita rasakan saat ini, itu terjadi dalam proses yang

dinamis dan berlangsung lama, karena persatuan dan kesatuan bangsa terbentuk dari

proses yang tumbuh dari unsur-unsur sosial budaya masyarakat Indonesia sendiri, yang

ditempa dalam jangkauan waktu yang lama sekali.

Unsur-unsur sosial budaya itu antara lain seperti sifat kekeluargaan dan jiwa

gotong-royong. Kedua unsur itu merupakan sifat-sifat pokok bangsa Indonesia yang

dituntun oleh asas kemanusiaan dan kebudayaan. Karena masuknya kebudayaan dari
luar, maka terjadi proses akulturasi (percampuran kebudayaan). Kebudayaan dari luar

itu adalah kebudayaan Hindu, Islam, Kristen dan unsur-unsur kebudayaan lain yang

beraneka ragam. Semua unsur-unsur kebudayaan dari luar yang masuk diseleksi oleh

bangsa Indonesia. Kemudian sifat-sifat lain terlihat dalam setiap pengambilan keputusan

yang menyangkut kehidupan bersama yang senantiasa dilakukan dengan jalan

musyawarah dan mufakat. Hal itulah yang mendorong terwujudnya persatuan bangsa

Indonesia. Jadi makna dan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa dapat mewujudkan

sifat kekeluargaan, jiwa gotong-royong, musyawarah dan lain sebagainya.

Tahap-tahap pembinaan persatuan bangsa Indonesia itu yang paling menonjol

ialah sebagai berikut:

1.      Perasaan senasib

2.      Kebangkitan Nasional

3.      Sumpah Pemuda

4.      Proklamasi Kemerdekaan

C.    Prisip-Prinsip Persatuan Dan Kesatuan Bangsa

Hal-hal yang berhubungan dengan arti dan makna persatuan Indonesia apabila

dikaji lebih jauh, terdapat beberapa prinsip yang juga harus kita hayati serta kita pahami

lalu kita amalkan.

Prinsip-prinsip itu adalah:

1.      Prinsip Bhineka Tunggal Ika


Prinsip ini mengharuskan kita mengakui bahwa bangsa Indonesia merupakan

bangsa yang terdiri dari berbagai suku, bahasa, agama dan adat kebiasaan yang majemuk.

Hal ini mewajibkan kita bersatu sebagai bangsa Indonesia.

2.      Prinsip Nasionalisme Indonesia

Kita mencintai bangsa kita, tidak berarti bahwa kita mengagung-agungkan bangsa

kita sendiri. Nasionalisme Indonesia tidak berarti bahwa kita merasa lebih unggul

daripada bangsa lain. Kita tidak ingin memaksakan kehendak kita kepada bangsa lain,

sebab pandangan semacam ini hanya mencelakakan kita. Selain tidak realistis, sikap

seperti itu juga bertentangan dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan

yang adil dan beradab.

3.      Prinsip Kebebasan yang Bertanggungjawab

Manusia Indonesia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Ia memiliki

kebebasan dan tanggung jawab tertentu terhadap dirinya, terhadap sesamanya dan dalam

hubungannya dengan Tuhan Yang maha Esa.

4.      Prinsip Wawasan Nusantara

Dengan wawasan itu, kedudukan manusia Indonesia ditempatkan dalam kerangka

kesatuan politik, sosial, budaya, ekonomi, serta pertahanan keamanan. Dengan wawasan

itu manusia Indonesia merasa satu, senasib sepenanggungan, sebangsa dan setanah air,

serta mempunyai satu tekad dalam mencapai cita-cita pembangunan nasional.


5.      Prinsip Persatuan Pembangunan untuk Mewujudkan Cita- cita   Reformasi

Dengan semangat persatuan Indonesia kita harus dapat mengisi kemerdekaan serta

melanjutkan pembangunan menuju masyarakat yang adil dan makmur

D.    Pengamalan Nilai-nilai Persatuan dan Kesatuan

Pengamalan Nilai-nilai Persatuan dan Kesatuan antara lain Mempertahankan Persatuan

dan Kesatuan Wilayah Indonesia. Pepatah mengatakan “bersatu kita teguh, bercerai kita

runtuh”. Oleh karena itu yang perlu kita tegakkan dan lakukan adalah:

1.      meningkatkan semangat kekeluargaan, gotong-royong dan musyawarah; meningkatkan

kualitas hidup bangsa Indonesia dalam berbagai aspek kehidupan

2.      pembangunan yang merata serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia;

3.      memberikan otonomi daerah;

4.      memperkuat sendi-sendi hukum nasional serta adanya kepastian hokum

5.      perlindungan, jaminan serta menjunjung tinggi hak asasi manusia;

6.      memperkuat sistem pertahanan dan keamanan sehingga masyarakat merasa terlindungi;

7.      Meningkatkan semangat Bhinneka Tunggal Ika;

8.      Mengembangkan semangat kekeluargaan.Yang perlu kita lakukan setiap hari usahakan

atau “budayakan saling bertegur sapa”;

9.      Menghindari penonjolan sara/perbedaan. Karena bangsa Indonesia terdiri dari berbagai

macam suku, bahasa, agama serta adat-istiadat kebiasaan yang berbeda-beda, maka kita

tidak boleh melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan perpecahan. Oleh karena itu

yang harus kita hindari antara lain:

a.       Egoisme
b.      Ekstrimisme

c.       Sukuisme

d.      Profinsialisme

e.       acuh tak acuh tidak peduli terhadap lingkungan

f.       fanatisme yang berlebih-lebihan dan lain sebagainya

E.     Bhinneka Tunggal Ika : Berbeda-Beda Tetapi Satu Jua –     Semboyan Negara Indonesia

Arti Bhinneka Tunggal Ika adalah berbeda-beda tetapi satu jua yang berasal dari

buku atau kitab sutasoma karangan Empu Tantular. Secara mendalam Bhineka Tunggal

Ika memiliki makna walaupun di Indonesia terdapat banyak suku, agama, ras, kesenian,

adat, bahasa, dan lain sebagainya namun tetap satu kesatuan yang sebangsa dan setanah

air. Dipersatukan dengan bendera, lagu kebangsaan, mata uang, bahasa dan lain-lain yang

sama.Kata-kata Bhinneka Tunggal Ika juga terdapat pada lambang negara Republik

Indonesia yaitu Burung Garuda Pancasila. Di kaki Burung Garuda Pancasila

mencengkram sebuah pita yang bertuliskan Bhinneka Tunggal Ika. Kata-kata tersebut

dapat pula diartikan : Berbeda-beda tetapi tetap satu jua.

Bhinneka Tunggal Ika adalah motto atau semboyan Indonesia. Frasa ini berasal

dari bahasa Jawa Kuna dan seringkali diterjemahkan dengan kalimat “Berbeda-beda

tetapi tetap satu”. Kalimat ini merupakan kutipan dari sebuah kakawin Jawa Kuna yaitu

kakawin Sutasoma, karangan Mpu Tantular semasa kerajaan Majapahit sekitar abad ke-

14. Kakawin ini istimewa karena mengajarkan toleransi antara umat Hindu Siwadengan

umat Buddha.
Sejak Negara Republik Indonesia ini didirikan (merdeka), para pendiri bangsa

dengan dukungan penuh seluruh rakyat telah sepakat mencantumkan kalimat “Bhinneka

Tunggal Ika” pada lambang negara Garuda Pancasila. Kalimat itu sendiri diambil dari

falsafah Nusantara yang sejak jaman Kerajaan Majapahit juga sudah dipakai sebagai

motto pemersatu wilayah di kawasan Nusantara. Ini artinya, bahwa sudah sejak dulu

sekali, jauh sebelum jaman menjadi modern seperti sekarang, jauh sebelum bangsa ini

menjadi terdidik dengan tingkat intelektualitas tinggi seperti sekarang, kesadaran akan

hidup bersama di dalam keberagaman sudah tumbuh dan menjadi jiwa serta semangat

anak-anak banga di negeri ini. Tetapi memasuki abad 21, di mana anak-anak Bangsa

Indonesia telah menjadi bangsa yang terdidik, bangsa yang banyak sekali punya orang

pintar alias kaum inteletual yang ilmunya bahkan diperoleh dari sekolah-sekolah tinggi di

luar negeri, sebuah kata, yaitu “pluralisme” yang artinya sama dengan keberagaman, tiba-

tiba saja menjadi istilah yang begitu gencar disebut. Setiap orang seakan kurang yakin

dengan keintelekannya bila tidak menyebut kata pluralisme setiap kali bicara, berdiskusi,

berpidato dan lain sebagainya.

F.     Cara Mewujudkan Persatuan dan Kesatuan Bangsa

Padahal salah satu misi utama kedatangan Islam di muka bumi ini adalah

menyebarluaskan rasa kasih sayang, kerukunan, kedamaian , persatuan dan kesatuan.

Tak hanya antar-sesama manusia, tetapi juga pada makhluk-makhluk Allah lainnya,

seperti binatang, tumbuh-tumbuhan, air, bumi, hutan, dan lain sebagainya. Karena itu

sulit dipahami jika manusia yang satu dengan yang lainnya tidak berusaha mewujudkan

perdamaian. Misi perdamaian Islam juga tercermin dalam kata ‘Islam’ itu sendiri yang
berarti selamat, sejahtera, aman, dan damai. Tetapi menyatakan Islam

berarti “salam” damai saja tak cukup. Setiap individu Muslim harus membuktikan tak

hanya dengan perkataan, tetapi lebih penting lagi dengan amal perbuatan, bahwa Islam

dan kaum Muslimin adalah cinta damai dan betul-betul mengorientasikan diri menuju

ke “Dar al-Salam” dengan cara damai pula. Menegakkan amar ma’ruf nahyi

munkar merupakan perintah Islam; tetapi nahyi munkar harus dilakukan dengan cara-

cara ma’ruf, yakni cara-cara yang baik, damai, persuasif, hikmah, kebijaksanaan dan

pengajaran yang baik; bukan dengan cara yang justru mengandung kemungkaran, seperti

pemaksaan, kekerasan, apalagi terorisme.

Membangun Persatuan dan kesatuan mencakup upaya memperbaiki kondisi

kemanusiaan lebih baik dari hari kemarin. Semangat untuk senantiasa memperbaiki

kualitas diri ini amat sejalan dengan perlunya menyiapkan diri menghadapi tantangan

masa depan yang kian kompetitif. Untuk dapat memacu diri, agar terbina persatuan dan

kesatuan paling kurang terdapat sepuluh hal yang perlu dilakukan:

1.      berorientasi ke depan dan memiliki perspektif kemajuan;

2.      bersikap realistis, menghargai waktu, konsisten, dan sistematik dalam bekerja;

3.      bersedia terus belajar untuk menghadapi lingkungan yang selalu berubah;

4.      selalu membuat perencanaan;

5.      memiliki keyakinan, segala tindakan mesti konsekuensi;

6.      menyadari dan menghargai harkat dan pendapat orang lain;

7.      rasional dan percaya kepada kemampuan iptek;

8.      menjunjung tinggi keadilan; dan

9.      berorientasi kepada produktivitas, efektivitas dan efisiensi.


A.   ORDE LAMA (1950 – 1965 )

1.  Demokrasi Liberal (1950 – 1959)

Dalam proses pengakuan kedaulatan dan pembentukan kelengkapan negara, ditetapkan

pula sistem demokrasi yang dipakai yaitun sistem demokrasi liberal. Dalam sistem demokrasi ini

presiden hanya bertindak sebagai kepala negara. Presiden hanya berhak mengatur formatur

pembentukan kabinet. Oleh karena itu, tanggung jawab pemerintah ada pada kabinet. Presiden

tidak boleh bertindak sewenang-wenang. Adapun kepala pemerintahan dipegang oleh perdana

menteri.

Dalam sistem demokrasi ini, partai-partai besar seperti Masyumi,Pni,dan PKI mempunyai

partisipasi yang besar dalam pemerintahan. Dibentuklah kabinet-kabinet yang bertanggung

jawab kepada parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat ) yang merupakan kekuatan-kekuatan partai

besar berdasarkan UUDS 1950.

Setiap kabinet yang berkuasa harus mendapat dudkungan mayoritas dalam parlemen (DPR

pusat). Bila mayoritas dalam parlemen tidak mendukung kabinet, maka kabinet harus

mengemblikan mandat kepada presiden. Setelah itu, dibentuklah kabinet baru untuk

mengendalikan pemerintahan selanjutnya. Dengan demikian satu ciri penting dalam penerapan

sistem Demokrasi Liberal di negara kita adalah silih bergantinya kabinet yang menjalankan

pemerintahan.

Kabinet yang pertama kali terbentuk pada tanggal 6 september 1950 adalah kabinet Natsir.

Sebagai formatur ditunjuk Mohammad Natsir sebagai ketua Masyumi yang menjadi partai

politik terbesar saat itu. Program kerja Kabinet Natsir pada masa pemerintahannya secara garis

besar sebagai berikut ;

a.    Menyelenggarakan pemilu untuk konstituante dalam waktu singkat.


b.    Memajukan perekonomian, keeshatan dan kecerdasan rakyat.

c.     Menyempurnakan organisasi pemerintahan dan militer.

d.    Memperjuangkan soal Irian Barat tahun 1950.

e.     Memulihkan keamanan dan ketertiban.

Dalam menjalankan kebijakannya, kabinet ini banyak memenuhi hambatan terutama dari

tubuh parlemen sendiri. Bentuk negara yang belum sempurna dengan beberapa daerah masih

berada ditangan pemerintahan Belanda memperuncing masalah yang ada dalam kabinet tersebut.

Perbedaan politik antara presiden dan kabinet tersebut menyebabkan kedekatan antara presiden

dengan golongan oposisi (PNI). Hal itu menentang sistem politik yang telah berlaku sebelumnya,

bahwa presiden seharusnya memiliki sikap politik yang sealiran dengan parlemen. Secara

berturut-turut setelah kejatuhan kabinet Natsir, selama berlakunya sistem Demokrasi Liberal,

presiden membentuk kabinet-kabinet baru hingga tahun 1959.

Pada masa Demokrasi Liberal ini juga berhasil menyelenggarakan pemilu I yang dilakukan

pada 29 september 1955 dengan agenda pemilihan 272 anggota DPR yang di lantik pada 20

Maret 1956. Pemilu pertama tersebut juga telah berhasil badan konstituante (sidang pembuat

UUD). Selanjutnya badan konstituante memiliki tugas untuk merumuskan UUD baru. Dalam

badan konstituante sendiri, terdiri berbagai macam partai, dengan dominasi partai-partai besar

seperti NU,PKI,Masyumi dan PNI. Dari nama lembaga tersebut dapatlah diketahui bahwa

lembaga tersebut bertugas untuk menyusun konstitusi. Konstituante melaksanakan tugasnya

ditengah konflik berkepanjangan yang muncul diantara pejabat militer, pergolakan daerah

melawan pusat dan kondisi ekonomi tak menentu.


2.Demokrasi Terpimpin (1959 – 1965)

a.      Sistem politik Demokrasi Terpimpinat

Kekacauan terus menerus dalam kesatuan negara Republik Indonesia yang disebabkan

oleh begitu banyaknya pertentangan terjadi dalam sistem kenegaraan ketika diberlakukannya

sistem demokrasi liberal. Pergantian dan berbagai respon dari dari daerah dalam kurun waktu

tersebut memaksa untuk dilakukannya revisi terhadap sistem pemerintahan. Ir.Soekarno selaku

presiden memperkenalkan konsep kepemimpinan baru yang dinamakan demokrasi terpimpin.

Tonggak bersejarah di berlakukannya sistem demokrasi terpimpin adalah dikeluarkannya Dekrit

Presiden 5 Juli 1959.

Peristiwa tersebut mengubah tatanan kenegaraan yang telah terbentuk sebelumya. Satu

hal pokok yang membedakan antara sistem Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin

adalah kekuasaan Presiden. Dalam Demokrasi Liberal, parlemen memiliki kewenangan yang

terbesar terhadap pemerintahan dan pengambilan keputusan negara. Sebaliknya, dalam sistem

Demokrasi Terpimpin presiden memiliki kekuasaan hampir seluruh bidang pemerintahan.

Dengan diberlakukannya Dekrit Presiden 1959 terjadi pergantian kabinet dari Kabinet

Karya (pimpinan Ir.Djuanda) yang dibubarkan pada 10 juli 1959 dan digantikan dengan

pembentukan Kabinet Kerja yang dipimpin oleh Ir.Soekarno sebagai perdana menteri dan

Ir.Djuanda sebagai menteri pertama. Kabinet ini  yang memiliki program khusus yang

berhubungan dengan masalah keamanan,sandang pangan, dan pembebasan Irian Barat.

Pergantian institusi pemerintahan anatara lain di MPR (pembentukan MPRS), pemebntukan

DPR-GR dan pembentukan DPA.


Perkembangan dalam sistem pemerintahan selanjutnya adalah pernetapan GBHN

pertama. Pidato Presiden pada acara upacara bendera tanggal 17 agustus 1959

berjudu”Penemuan Kembali Revolusi Kita”dinamakan Manifestasi Politik Republik

Indonesia(Manipol),yang berintikan USDEK (UUD 1945,Sosialisme Indonesia, Demokrasi

Terpimpin, Kepribadian Indonesia). Institusi negara selanjutnya adalah mengitegrasikan

sejumlah badan eksekutif seperti MPRS, DPRS, DPA, Depernas, dan Front Nasional dengan

tugas sebgai menteri dan ikut serta dalam sidang-sidang kabinet tertentu yang selanjutnya ikut

merumuskan kebijaksanaan pemerintahan dalam lembaga masing-masing.

Dalam Demokrasi Terpimpin presiden mendapat dukungan dari tiga kekuatan besar yaitu

Nasionalis, Agama dan Komunis. Ketiganya menjadi kekuatan presiden dalam mempertahankan

kekuasaannya. Kekuasaan mutlak presiden pada masa itu telah menjadikan jabatan tersebut

sebagai pusat legitimasi yang penting bagi lainnya. Presiden sebagai penentu kebijakan utama

terhadap masalah-masalah dalam negeri maupun luar negeri .

b.  Gerakan 30 September 1965

Salah satu momen sejarah yang mungkin paling membekas dalam perjalanan sejarah

Indonesia adalah Peristiwa Gerakan 30 September 1965. Peristiwa tersebut sampai saat ini masih

menimbulkan kontrofersi dalam pengungkapan fakta yang sebenarnya. Berbagai versi tentang

gerakan 30 S tersebut telah dikemukakan diantaranya;

  Peristiwa G 30 S versi Pemerintah Orde Baru yakni peristiwa 30 S merupan suatu tindakan

makar yang dilakukan oleh PKI terhadap pemerintah Indonesia yang sah. Tindakan kudeta

tersebut dilakukan untuk merebut kekuasaan dari Ir.Soekarno selaku Penguasa Tertinggi

4
Angkatan Bersenjata dan Presiden seumur hidupberdasarkan konsep Demokrasi Terpimpin.

Cara penggulingan tahun 1965 tersebut adalah dengan menyatukan sejumlah organisasi

onderbouw yang masih tersisa pascaperistiwa 1948.

c.  Dampak G 30 S dan Proses Peralihan Kekuasaan Politik

Adapun dampak dari peristiwa G 30 S adalah :

-     Demostrasi menentang PKI

Penyelesaian aspek politik terhadap para pelaku G 30 S 1965/PKI akan di putuskan dalam

sidang Kabinet Dwikora tanggal 6 Oktober 1965 dan belum terlihat adanyaa tanda-tanda akan

dilaksanakan. Berbagai aksi digelar untuk menuntut pemeritah agar segera menyelesaikan

masalah tersebut dengan seadil-adilnya. Aksi dipelopori oleh kesatuan aksi pemuda-pemuda dan

pelajar-pelajar Indonesia seperti KAPPI,KAMI dan KAPI. Mucul pula kasi yang dilakukan oleh

KABI,KAWI yang membulatkan tekad dalam Front Pancasila.

-     Mayjen Soeharto menjadi Pangad

Sementara itu untuk mengisi kekosongan pimpinan AD, pada tanggal 14 oktober 1965

Panglima Kostrad/Pangkopkamtib Mayjen Soeharto diangkat menjadi Menteri/Panglima AD.

Bersamakan itu diadakan tindakan-tindakan pembersihan terhadap unsur-unsur PKI dan

ormasnya.

-     Kedaan ekonomi yang buruk

Sementara itu kedaan ekonomi semakin memburuk. Pada saat itu politik sebagai panglima,

akibatnya masalah lain terabaikan. Akibatnya di daerah muncul berbagai gejolak sosial yang

pada puncaknya menimbulakan pemberontakan. 

-     Tri Tuntutan Rakyat


Pada tanggal 12 januari 1966 berbagai kesatuan aksi yang tergabung dalam Front Pancasila

tersebut berkumpul di halaman gedung DPR-GR untuk mengajukan Tritura yang isinya :

a.    Pembubaran PKI dan ormas-ormasnya.

b.    Pembersihan kabinet Dwikora dari unsur-unsur PKI.

c.     Penurunan harga barang-barang.

Aksi Tritura berlangsung selama 60 hari sampai dikeluarkannya surat perintah 11 Maret

1966.

-     Kabinet seratus menteri

Pada tanggal 21 februari 1966 presiden Soekarno mengumumkan perubahan kabinet

9(reshuffle). Kabinet baru ini diberi nama kabinet Dwikora yang disempurnakan.

Adapun proses peraliahan kekuasaan politik dari orde lama ke orde baru adalah sebagai

berikut ;

-       Tanggal 16 Oktober 1966 Mayjen Soeharto telah dilantik menjadi Menteri Panglima Angkatan

Darat dan dinaikkan pangkatnya menjadi Letnan Jenderal. Pada awalnya untuk menghormati

presiden AD tetap mendukungnya. Namun presiden enggan mengutuk G 30 S AD mulai

mengurangi dukungannya dan lebih muali tertarik bekerja sam dengan KAMI dan KAPPI.

-       Keberanian KAMI dan KAPPI terutam karena merasa mendapat perlindungan dari AD.

Kesempatan ini digunakan oleh Mayjen Soeharto uintuk menawarkan jasa baik demi pulihnya

kemacetan roda pemerintahan dapat diakhiri. Untuk itu ia mengutus tiga Jenderal yaitu M.Yusuf,

Amir macmud dan Basuki Rahmat oleh Soeharto untuk menemui presiden guna menyampaikan

tawaran itu pada tanggal 11 Maret 1966. Sebagai hasilnya lahirlah surat perintah 11 Maret

1966          .
-       Pada tanggal 7 februari 1967, jenderal Soeharto menerima surat rahasia dari Presiden melalui

perantara Hardi S.H. Pada surat tersebut di lampiri sebuah konsep surat penugasan mengenai

pimpinan pemerintahan sehari-hari kepada pemegang Supersemar.

-       Pada 8 Februari 1967 oleh Jenderal Soeharto konsep tersebut dibicarakan bersama empat

panglima angkatan bersenjata.

-       Disaat belum tercapainya kesepakatan antara pemimpin ABRI, masalah pelengkap Nawaksara

dan semakin  bertambah gawatnya konflik, pada tanggal 9 Februari 1967  DPR-GR mengajukan

resolusi dan memorandum kepada MPRS agar sidang Istimewa dilaksanakan.

-       Tanggal 10 Februari 1967 Jend. Soeharto menghadap kepad presiden Soekarno untuk

membicarakan masalah negara.

-       Pada tanggal 11 Februari 1967 Jend.Soharto mengajukan konsep yang bisa digunakan untuk

mempermudah penyelesaian konflik. Konsep ini berisi tentang pernyataan presiden berhalangan

atau presiden menyerahkan kekuasaan pemerintah kepada pemegang Supersemar sesuai dengan

ketetapan MPRS No.XV/MPRS/1966, presiden kemudian meminta waktu untuk

mempelajarinya.

-       Pada tanggal 12 Februari 1967, Jend.Soeharto kemudian bertemu kembali dengan presiden,

presiden tidak dapat  menerima  konsep tersebut karena tidak menyetujui pernyataan yang isinya

berhalangan.

-       Pada tanggal 13 Februari 1967, para panglima berkummpul kembali untuk membicarakan

konsep yang telah telah disusun sebelum diajukan kepada presiden

-       Pada tanggal 20 Februari 1967 ditandatangani konsep ini oleh presiden setelah diadakan sedikit

perubahan yakni pada pasal 3 di tambah dengan kata-kata menjaga dan menegakkan revolusi.
-       Pada tanggal 23 Februari 1967, pukul 19.30 bertempat di Istana Negara presiden /Mendataris

MPRS/ Panglima tertinggi ABRI dengan resmi telah menyerahkan kekuasaan pemerintah kepada

pengemban Supersemar yaitu Jend.Soeharto.

-       Pada bulan Maret 1967, MPRS mengadakan sidang istimewa dalam rangka mengukuhkan

pengunduran diri Presiden Soekarno sekaligus mengangkat Jenderal Soeharto sebagai pejabat

presiden RI.

B.    ORDE BARU

1.  Lahirnya Orde Baru

Akibat adanya pemberontakan Gerakan 30 September  timbullah reaksi  dari berbagai

Parpol,Ormas,Mahasiswa dan kalangan pelajar. Pada tanggal 8 Oktober 1965 partai politik

seperti IPTKI, NU, Partai Kristen Indonesia, dan organisasi massa lainnya melakukan apel

kebulatan tekad untuk mengamankan Pancasila dan menuntut pembubaran PKI serta ormas-

ormasnya. Pada tanggal 23 Oktober 1965 parpol yang anti komunis membentuk Front Pancasila

dan diikuti oleh pembentukan KAMI ( Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia ), KAPI ( Ksatuan

Aksi Pelajar Indonesia ), dan lain-lain. Pada tanggal 10 Januari 1966 KAMI mencetuskan

TRITURA ( Tiga Tuntutan Rakyat ) “Bubarkan PKI dan ormas-ormasnya,Bersihkan kabinet

dari unsur PKI,dan turunkan harga-harga”

2. Kebijakan Politik Orde Baru

Rezim Orde Baru memiliki kekuasaan penuh mengendalikan kehidupan politik masa itu.

Kebijakan politik yang diterapkan dalam masa Orde Baru dapat dilihat dari awal lahirnya Orde

Baru. Pemberangusan hak-hak berpolitik bagi eks anggota PKI dan keluarganya, merupakan
salah satu kebijakan yang mengundang kontroversi dari masyarakat. Pemerintah Orde Baru

memberikan kesempatan politik hanya kepada golongan tertentu saja. Menjelang

dilaksanakannya pemilu pada tahun 197, jumlah partai yang menjadi peserta, tidak sebanyak

partai politik di tahun 1955. Dari hasil pemilu tersebut para wakil-wakil partai menduduki 360

kursi ditambah 100 kursi lagi yang anggota-anggotanya diangkat oleh Presiden sehingga anggota

DPR berjumlah 460 orang. Dari susunan kursi DPR yang semacam ini maka DPR selalu

mendukung kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Untuk pemiliu-pemilu selanjutnya

tahun 1977,1982,1987,1992, hingga 1997 pemerintah menyederhanakan jumlah partai politik

yang ada. Hal ini dilakukan sesuai dengan Undang-Undang nomor 3 tahun 1975 . Partai

Persatuan Pembangunan merupakan fusi dari partai-partai islam seperti NU, Parmusi, PSSI, dan

PERTI. Sedangkan Partai Demokrasi Indonesia adalah fusi dari PNI, Partai Katolik, Partai

Murba, IPKI, dan Parkindo, hanya Golkar yang tidak mempunyai fusi partai manapun.

3. Menguatnya Peran Negara dan Dampaknya

Pemegang pemerintahan di Orde Baru adalah kalangan militer. Kekuasaan sentralistik

yang digunakan oleh pemerintah Orde Baru menunjukkan berbagai akibatnya di akhir

pemerintahan Orde Baru. Kekuasaan militer hampir di seluruh bidang pembangunan.

Pada akhir tahu 90-an dengan runtuhnya rezim Orde Baru dan seiring dengan era reformasi

terbuka kesempatan bagi rakyat untuk menentanng kekuasaan yang otoriter itu . operasi militer

mengerikan yang selam 10 tahun tertutup rapat dari pengetahuan publikpun terbongkar. Presiden

Soeharto dan rezimnya menyadari bahwa, kemenangan mereka dapat tercapai antara lain berkat

dukungan tokoh-tokoh islam termasuk ormas-ormasnya simpatisan masyumi. Tetapi ketika


muncul tuntutan dari tokoh-tokoh masyumi yang baru bebas dari tahanan rezim Orde Lama,

untuk merehabilitasi partainya, Soeharto tegas menolak dengan alasan ”yuridis, ketatanegaraan,

dan psikologi “. Bahkan Soeharto dengan nada yang agak marah, mengaskan, Ia menolak setiap

keagamaan dan akan menindak setiap usaha eksploitasi masalah agama untuk maksud-maksud

kegiatan politik yang tidak pada tempatnya. Dalam kata lain, pemerintahan Orde Baru yang

didominasi militer tidak menyukai kebangkitan politik islam.

4. Jatuhnya Pemerintahan Orde Baru.

Pemerintah Orde Baru selama 32 tahun, ternyata tidak konsisten dan konsekuen terhadap

tekad awalnyamuncul Orde Baru. Pada awalnya Orde Baru bertekad melaksanakan Pancasila dan

UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam tatanan bermasyarakat, berbangsa, dan bertanah

air. Latar belakang munculnya tuntutan Soeharto agar mundur dari jabatannya atau yang menjadi

titik awal berakhirnya Orde Baru.

-       Adanya krisis politik di mana setahun sebelum pemilu 1997, kehidupan politik Indonesia mulai

memanas. Pemerintah yang didukung Golkar berusaha memepertahankan kemenangan mutlak

yang telah dicapai dalam lima pemilu sebelumnya. PPP begitupun PDI ataupun Golkar

dianggapa tidak mampu lagi memenuhi aspirasi politik masyarakat.

-       Adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan Juli 1997. Sebenarnya krisis

ini juga terjadi dibeberapa negara di Asia namun Indonesialah yang merasakan dampak yang paling

buruk. Hal ini disebabkan karena pondasi perekonomian Indonesia rapuh, praktik KKN, dan

monopoli ekonomi mewarnai pembangunan ekonomi Indonesia.

-       Adanya krisis Sosial, bersamaan dengan krisis ekonomi kekerasan di masyarakat semakin

meningkat. Melonjaknya angka pengangguran. Kesenjangan ekonomi menyebabkan


kecemburuan sosial di tengah masyarakat. Gerakan moral dalam aksi damai menuntut reformasi

mulai ditunggangi berbagai kepentingan individu dan kelompok.

-       Pelaksanaan hukum di masa Orde Baru terdapat banyak ketidakadilan. Misalnya kekuasaan

kehakiman yang dinyatakan dalam pasal 24 UUD 1945 bahwa kehakiman memilik kekuasaan

yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan pemerintahan. Namun pada kenyataannya kekuasaan

kehakiman berada di bawah kekuasaan eksekutif.

Kronologi jatuhnya pemerintahan Orde Baru berawal dari terpilihnya kembali Soeharto

sebagai presiden melalui sidang umum MPR yang berlangsung tanggal 1 – 11  Maret 1998,

ternyata tidak menimbulkan dampak positif yang berarti bagi upaya pemulihan kondisi ekonomi

bangsa justeru memperparah gejolak krisis. Dan gelombang aksi mahasiswa silih berganti

menyuarakan beberapa agenda reformasi.

Keberhasilan Pemerintahan Orde Baru dalam melaksanakan pembangunan ekonomi, harus

diakui sebagai suatu prestasi besar bagi bangsa Indonesia. Di tambah dengan meningkatnya
sarana dan prasarana fisik infrastruktur yang dapat dinikmati oleh sebagian besar masyarakat

Indonesia.

Namun, keberhasilan ekonomi maupun infrastruktur Orde Baru kurang diimbangi dengan

pembangunan mental ( character building ) para pelaksana pemerintahan (birokrat), aparat

keamanan maupun pelaku ekonomi (pengusaha / konglomerat). Kalimaksnya, pada pertengahan

tahun 1997, korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang sudah menjadi budaya (bagi penguasa,

aparat dan penguasa)

Faktor Penyebab Munculnya Reformasi

Banyak hal yang mendorong timbulnya reformasi pada masa pemerintahan Orde Baru, terutama

terletak pada ketidakadilan di bidang politik, ekonomi dan hukum. Tekad Orde Baru pada awal

kemunculannya pada tahun 1966 adalah akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara

murni dan konsekuen dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

1. Krisis Politik

Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya akan menimbulkan permasalahan

politik. Ada kesan kedaulatan rakyat berada di tangan sekelompok tertentu, bahkan lebih banyak

di pegang oleh para penguasa. Dalam UUD 1945 Pasal 2 telah disebutkan bahwa “Kedaulatan

adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR”. Pada dasarnya secara de jore

(secara hukum) kedaulatan rakyat tersebut dilakukan oleh MPR sebagai wakil-wakil dari rakyat,
tetapi secara de facto (dalam kenyataannya) anggota MPR sudah diatur dan direkayasa, sehingga

sebagian besar anggota MPR itu diangkat berdasarkan ikatan kekeluargaan (nepotisme).

Keadaan seperti ini mengakibatkan munculnya rasa tidak percaya kepada institusi pemerintah,

DPR, dan MPR. Ketidak percayaan itulah yang menimbulkan munculnya gerakan reformasi.

Gerakan reformasi menuntut untuk dilakukan reformasi total di segala bidang, termasuk

keanggotaan DPR dam MPR yang dipandang sarat dengan nuansa KKN.

Gerakan reformasi juga menuntut agar dilakukan pembaharuan terhadap lima paket undang-

undang politik yang dianggap menjadi sumber ketidakadilan, di antaranya :

 UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum

 UU No. 2 Tahun 1985 tentang Susunan, Kedudukan, Tugas dan Wewenang DPR / MPR

 UU No. 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya.

 UU No. 5 Tahun 1985 tentang Referendum

 UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Massa.

Perkembangan ekonomi dan pembangunan nasional dianggap telah menimbulkan ketimpangan

ekonomi yang lebih besar. Monopoli sumber ekonomi oleh kelompok tertentu, konglomerasi,

tidak mempu menghapuskan kemiskinan pada sebagian besar masyarakat Indonesia. Kondisi dan

situasi Politik di tanah air semakin memanas setelah terjadinya peristiwa kelabu pada tanggal 27

Juli 1996. Peristiwa ini muncul sebagai akibat terjadinya pertikaian di dalam internal Partai

Demokrasi Indonesia (PDI).


Krisis politik sebagai faktor penyebab terjadinya gerakan reformasi itu, bukan hanya

menyangkut masalah sekitar konflik PDI saja, tetapi masyarakat menuntut adanya reformasi baik

didalam kehidupan masyarakat, maupun pemerintahan Indonesia. Di dalam kehidupan politik,

masyarakat beranggapan bahwa tekanan pemerintah pada pihak oposisi sangat besar, terutama

terlihat pada perlakuan keras terhadap setiap orang atau kelompok yang menentang atau

memberikan kritik terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil atau dilakukan oleh pemerintah.

Selain itu, masyarakat juga menuntut agar di tetapkan tentang pembatasan masa jabatan

Presiden.

Terjadinya ketegangan politik menjelang pemilihan umum tahun 1997 telah memicu

10

munculnya kerusuhan baru yaitu konflik antar agama dan etnik yang berbeda. Menjelang akhir

kampanye pemilihan umum tahun 1997, meletus kerusuhan di Banjarmasin yang banyak

memakan korban jiwa.

Pemilihan umum tahun 1997 ditandai dengan kemenangan Golkar secara mutlak. Golkar yang

meraih kemenangan mutlak memberi dukungan terhadap pencalonan kembali Soeharto sebagai

Presiden dalam Sidang Umum MPR tahun 1998 – 2003. Sedangkan di kalangan masyarakat

yang dimotori oleh para mahasiswa berkembang arus yang sangat kuat untuk menolak kembali

pencalonan Soeharto sebagai Presiden.

Dalam Sidang Umum MPR bulan Maret 1998 Soeharto terpilih sebagai Presiden Republik

Indonesia dan BJ. Habibie sebagai Wakil Presiden. Timbul tekanan pada kepemimpinan

Presiden Soeharto yang dating dari para mahasiswa dan kalangan intelektual.
2. Krisis Hukum

Pelaksanaan hukum pada masa pemerintahan Orde Baru terdapat banyak ketidakadilan. Sejak

munculnya gerakan reformasi yang dimotori oleh kalangan mahasiswa, masalah hukum juga

menjadi salah satu tuntutannya. Masyarakat menghendaki adanya reformasi di bidang hukum

agar dapat mendudukkan masalah-masalah hukum pada kedudukan atau posisi yang sebenarnya.

3. Krisis Ekonomi

Krisi moneter yang melanda Negara-negara di Asia Tenggara sejak bulan Juli 1996, juga

mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Ekonomi Indonesia ternyata belum

mampu untuk menghadapi krisi global tersebut. Krisi ekonomi Indonesia berawal dari

melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.

Ketika nilai tukar rupiah semakin melemah, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 0%

dan berakibat pada iklim bisnis yang semakin bertambah lesu. Kondisi moneter Indonesia

mengalami keterpurukan yaitu dengan dilikuidasainya sejumlah bank pada akhir tahun 1997.

Sementara itu untuk membantu bank-bank yang bermasalah, pemerintah membentuk Badan

Penyehatan Perbankan Nasional (KLBI). Ternyata udaha yang dilakukan pemerintah ini tidak

dapat memberikan hasil, karena pinjaman bank-bank bermasalah tersebut semakin bertambah

besar dan tidak dapat di kembalikan begitu saja.

Krisis moneter tidak hanya menimbulkan kesulitan keuangan Negara, tetapi juga telah

menghancurkan keuangan nasional. Faktor lain yang menyebabkan krisis ekonomi yang melanda

Indonesia tidak terlepas dari masalah utang luar negeri. Utang Luar Negeri Indonesia Utang luar
negeri Indonesia menjadi salah satu faktor penyebab munculnya krisis ekonomi. Namun, utang

luar negeri Indonesia tidak sepenuhnya merupakan utang Negara, tetapi sebagian lagi merupakan

utang swasta. Utang yang menjadi tanggungan Negara hingga 6 februari 1998 mencapai 63,462

miliar dollar Amerika Serikat, utang pihak swasta mencapai 73,962 miliar dollar Amerika

Serikat. Akibat dari utang-utang tersebut maka kepercayaan luar

11

negeri terhadap Indonesia semakin menipis. Keadaan seperti ini juga dipengaruhi oleh keadaan

perbankan di Indonesia yang di anggap tidak sehat karena adanya kolusi dan korupsi serta

tingginya kredit macet.

Penyimpangan Pasal 33 UUD 1945 Pemerintah Orde Baru mempunyai tujuan menjadikan

Negara Republik Indonesia sebagai Negara industri, namun tidak mempertimbangkan kondisi riil

di masyarakat. Masyarakat Indonesia merupakan sebuah masyarakat agrasis dan tingkat

pendidikan yang masih rendah.

Sementara itu, pengaturan perekonomian pada masa pemerintahan Orde Baru sudah jauh

menyimpang dari sistem perekonomian Pancasila. Dalam Pasal 33 UUD 1945 tercantum bahwa

dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pimpinan atau

pemilikan anggota-anggota masyarakat. Sebaliknya, sistem ekonomi yang berkembang pada

masa pemerintahan Orde Baru adalah sistem ekonomi kapitalis yang dikuasai oleh para

konglomerat dengan berbagai bentuk monopoli, oligopoly, dan diwarnai dengan korupsi dan

kolusi.
Pola Pemerintahan Sentralistis Sistem pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah Orde

Baru bersifat sentralistis. Di dalam pelaksanaan pola pemerintahan sentralistis ini semua bidang

kehidupan berbangsa dan bernegara diatur secara sentral dari pusat pemerintah yakni di Jakarta.

Pelaksanaan politik sentralisasi yang sangat menyolok terlihat pada bidang ekonomi. Ini terlihat

dari sebagian besar kekayaan dari daerah-daerah diangkut ke pusat. Hal ini menimbulkan

ketidakpuasan pemerintah dan rakyat di daerah terhadap pemerintah pusat. Politik sentralisasi ini

juga dapat dilihat dari pola pemberitaan pers yang bersifat Jakarta-sentris, karena pemberitaan

yang berasala dari Jakarta selalu menjadi berita utama. Namun peristiwa yang terjadi di daerah

yang kurang kaitannya dengan kepentingan pusat biasanya kalah bersaing dengan berita-barita

yang terjadi di Jakarta dalam merebut ruang, halaman, walaupun yang memberitakan itu pers

daerah.

4. Krisis Kepercayaan

Demontrasi di lakukan oleh para mahasiswa bertambah gencar setelah pemerintah

mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos Elang Mulia Lesmana, Heri Hartanto,

Hendriawan Lesmana, dan Hafidhin Royan.

Tragedi Trisakti itu telah mendorong munculnya solidaritas dari kalangan kampus dan

masyarakat yang menantang kebijakan pemerintahan yang dipandang tidak demokratis dan tidak

merakyat.

Soeharto kembali ke Indonesia, namun tuntutan dari masyarakat agar Presiden Soeharto

mengundurkan diri semakin banyak disampaikan. Rencana kunjungan mahasiswa ke Gedung


12

DPR / MPR untuk melakukan dialog dengan para pimpinan DPR / MPR akhirnya berubah

menjadi mimbar bebas dan mereka memilih untuk tetap tinggal di gedung wakil rakyat tersebut

sebelum tuntutan reformasi total di penuhinya. Tekanan-tekanan para mahasiswa lewat

demontrasinya agar presiden Soeharto mengundurkan diri akhirnya mendapat tanggapan dari

Harmoko sebagai pimpinan DPR / MPR. Maka pada tanggal 18 Mei 1998 pimpinan DPR/MPR

mengeluarkan pernyataan agar Presiden Soeharto mengundurkan diri.

Presiden Soeharto mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh masyarakat

di Jakarta. Kemudian Presiden mengumumkan tentang pembentukan Dewan Reformasi,

melakukan perubahan kabinet, segera melakukan Pemilihan Umum dan tidak bersedia

dicalonkan kembali sebagai Presiden.

Dalam perkembangannya, upaya pembentukan Dewan Reformasi dan perubahan kabinet tidak

dapat dilakukan. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyatakan

mengundurkan diri/berhenti sebagai Presiden Republik Indonesia dan menyerahkan Jabatan

Presiden kepada Wakil Presiden Republik Indonesia, B.J. Habibie dan langsung diambil

sumpahnya oleh Mahkamah Agung sebagai Presiden Republik Indonesia yang baru di Istana.

Anda mungkin juga menyukai