PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam perhitungan Quantity Surveying yang dilakukan adalah
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui harga satuan pekerjaan masing – masing pada anggaran biaya.
2. Untuk menghitung biaya tenaga kerja, material dan alat yang diperlukan.
3. Untuk menghitung jumlah tenaga kerja, material dan alat yang diperlukan.
4. Untuk menghitung jumlah material, jumlah jam kerja alat dan jumlah jam kerja
tenaga kerja.
2. Dapat menghitung biaya tenaga kerja, material dan alat yang diperlukan.
3. Dapat menghitung jumlah tenaga kerja, material dan alat yang diperlukan.
4. Dapat menghitung jumlah material, jumlah jam kerja alat dan jumlah jam kerja
tenaga kerja.
5.
BAB 2
2.1 Pendahuluan
Analisa harga satuan pekerjaan menurut (AHSP 2016 bidang pekerjaan umum)
adalah perhitugan kebutuhan biaya tenaga kerja, bahan dan peralatan untuk
mendapatkan harga satuan atau jenis pekerjaan tertentu. Perhitungan harga satuan
tenaga kerja yang ditetapkan oleh daftar upah pemerintah setempat, yang dikalikan
dengan koefisien upah. Perhitungan harga satuan biaya bahan/material yang ditetapkan
oleh daftar harga bahan pemerintah setempat, yang dikalikan dengan koefisien
bahan/material. Untuk perhitungan harga satuan biaya peralatan dimana hasil dari biaya
sewa peralatan dikalikan dengan koefisien alat. Untuk analisa harga satuan pekerjaan
tebal perkerasan merupakan perjumlahan dari analisa harga satuan upah, bahan/material
dan peralatan.
Analisa harga satuan pekerjaan pada tebal perkerasan aspal dipergunakan untuk
menghitung harga satuan Galian, Timbunan, Lapis Pondasi Bawah (LPB), Lapis
Pondasi Atas (LPA), Prime Coat, Take Coat, AC-Base, AC-Binder dan AC-WC.
2.2.1 Jalan
1. Konstruksi Perkerasan Lentur
Konstruksi perkerasan Jalan Lentur/Perkerasan Aspal (Flexible Pavement)
adalah perkerasan yang umumnya menggunakan bahan campuran beraspal sebagai
lapis permukaan serta bahan berbutir sebagai lapisan di bawahnya. Sehingga lapisan
perkerasan tersebut mempunyai flexibilitas/kelenturan yang dapat menciptakan
kenyamanan kendaraan saat melintas di atasnya.
Lapis Permukaan
Tanah Dasar
1. Tanah Dasar
Tanah Dasar adalah permukaan tanah semula atau permukaan tanah
timbunan, yang didapatkan dan merupakan permukaan dasar untuk
perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya.
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari
sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. Umumnya persoalan yang
menyangkut tanah dasar adalah sebagai berikut :
a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam tanah
tertentu akibat beban lalu lintas.
b. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat
perubahan kadar air.
c. Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara
pasti pada daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda sifat dan
kedudukannya, atau akibat pelaksanaan.
2. Lapis Pondasi Bawah (Sub Base Course)
Lapis Pondasi Bawah adalah bagian dari perkerasan yang terletak antara
lapis pondasi dan tanah dasar.
Fungsi lapis pondasi bawah antara lain :
a. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan
menyebarkan beban roda.
b. Untuk mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapis pondasi.
c. Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan dapat berjalan lancar.
3. Lapis Pondasi Atas (Base Course)
Lapis Pondasi adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis permukaan
dengan lapis pondasi bawah (atau dengan tanah dasar bila tidak
menggunakan lapis pondasi bawah).
Fungsi lapis pondasi antara lain :
a. Sebagai bagian perkerasan yang menahan beban roda.
b. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.
4. Lapis Resap Pengikat (Prime Coat)
Lapis Resap Pengikat atau sering disebut juga dengan Prime Coat
merupakan lapisan ikat aspal cair yang diletakkan di atas lapis pondasi
Agregat Kelas A.
Lapis Perekat (Take Coat) merupakan lapisan aspal cair yang di letakkan di
atas lapisan beraspal atau lapis beton semen sebelum lapis berikutnya di
hampar, lapis perekat berfungsi untuk memberikan daya ikat antara lapis
Tulangan
Tanah Dasar
2.2.2 Jembatan
Jembatan merupakan suatu konstruksi bangunan pelengkap jalan yang berfungsi
sebagai penghubung dua ujung jalan yang terputus oleh suatu hambatan seperti sungai,
saluran, lembah, selat atau laut, jalan raya, dan jalan kereta api. (dawam, 2013)
Jembatan terbagi dua struktur yaitu struktur bawah dan struktur atas. Struktur
bawah (Substructures) merupakan bagian dari konstruksi jembatan yang berfungsi
sebagai pemikul beban-beban yang diberikan bangunan atas jembatan dan kemudian
menyalurkan ke pondasi, selanjutnya oleh pondasi disalurkan ke tanah. Bangunan
Bawah jembatan terdiri dari beberapa item, yaitu :
1. Pilar (Pier) berfungsi sebagai pendukung bangunan atas. Bila pilar ada pada
suatu bangunan jembatan letaknya di antara kedua abutment dan jumlahnya
tergantung keperluan, seringkali pilar tidak diperlukan. Berfungsi meneruskan
seluruh beban jembatan ke tanah dasar.
2. Abutment merupakan bagian bangunan pada ujung-ujung jembatan, selain
sebagai pendukung bagi bangunan atas, abutment juga berfungsi sebagai
penahan tanah.
3. Pondasi berfungsi menerima beban dari bangunan bawah dan menyalurkan ke
tanah, secara umum pondasi dapat dibedakan sebagai berikut :
- Pondasi Langusng digunakan bila lapisan tanah pondasi yang telah
diperhitungkan mampu memikul beban-beban diatasnya, terletak pada lokasi
yang dangkal dari tanah setempat.
- Pondasi Dalam digunakan apabila lapisan tanah keras yang mampu memikul
beban letaknya cukup dalam, sehingga beban-beban harus disalurkan
melalui suatu konstruksi penerus yang juga disebut tiang pancang dan
pondasi sumuran.
1. Lantai Jembatan adalah lantai kendaraan yang terletak diatas gelagar melintang,
biasanya terbuat dari kayu atau pasangan beton bertulang dan seluruh lebar
bagiannya digunakan untuk lalu lintas kendaraan.
2. Gelagar Induk merupakan komponen utama yang berfungsi untuk
mendistribusikan beban-beban secara longitudinal dan biasanya di desain untuk
menahan lendutan.
3. Gelagar Sekunder terdiri dari gelagar melintang dan memanjang gelagar
melintang merupakan pengikat antara gelagar induk yang di desain untuk
menahan deformasi melintang dari rangka struktur atas dan membantu
pendistribusian bagian dari beban vertical antara gelagar induk
Menurut Rostiyanti, F.S (2008), produktivitas adalah kemampuan alat dalam satuan
waktu (m3/jam). Dan alat berat merupakan faktor penting didalam proyek terutama proyek-
proyek konstruksi dengan skala yang besar. Produktivitas alat tergantung pada kapasitas, waktu
siklus alat, dan efesiansi alat. Siklus kerja dalam pemindahan material merupakan suatu
kegiatan yang dilakukan berulang. Waktu yang diperlukan dalam siklus kegiatan di atas
disebut siklus waktu. Waktu siklus sendiri terdiri dari beberapa unsur, waktu yang
diperlukan di dalam siklus kegiatan disebut waktu siklus atau Cycle Time (CT). Rumus
dasar untuk mencari produktivitas alat adalah :
Kapasitas
Produktivitas=
CT
Umumnya waktu siklus alat di tetapkan dalam menit sedangkan produktivitas alat
di dalam produksi/jam. Jika faktor efesiensi alat di masukkan. Cara yang umum di pakai
untuk menentukan efesiensi alat adalah dengan menghitung berapa menit alat tersebut
bekerja secara efektif dalam satu jam. maka rumus di atas menjadi :
60
Produktivitas=Kapasitas x x efesiensi
CT
Satuan kapasitas produksi alat adalah satu satuan pengukuran per jam. Koefisien
alat adalah berbanding terbalik dengan kapasitas produksi.
P = 1 / Q, jam..................................................................................................(2.1)
Adapun jenis-jenis alat berat dan rumus yang digunakan dalam pekerjaan jalan
ini meliputi, yaitu :
1. Wheel Loader
Wheel Loader digunakan untukmengangkat material yang akan di muat
kedalam dump truck atau memindahkan material ke tempat lain, Menurut analisis
bidang pekerjaan umum (2016), untuk menghitung produktivitas wheel loader dapat
digunakan rumus :
V x Fb x Fa x 60
Q = ............................................................................................
Ts
(2.2)
P = 1/ Q
Keterangan :
V = Kapasitas bucket
Fb = Faktor bucket
Ts = Waktu Siklus T1 + T2 + T3
2. Dump Truck
Dump truck digunakan untuk mengangkut material dari base camp ke lokasi
pekerjaan proyek. Menurut analisis bidang pekerjaan umum (2016), untuk menghitung
produktivitas dump truck dapat digunakan rumus :
Vx Fa x 60
Q = …………………………………….............................................(2.3)
D x Ts
P=1/Q
Keterangan :
Q = Produktivitas dump truck per jam (m3/ jam)
P = Koefisien alat /m ³
V = Kapasitas bak (ton); (diambil 3,5 ton)
Fa = Faktor Efisiensi alat; (ambil kondisi kerja paling baik, 0,83)
D = Berat isi material lepas, gembur (ton/m3)
v1 = kecepatan rata-rata bermuatan, (40 km/jam); km/jam.
v2 = kecepatan rata-rata kosong, (60 km/jam); km/jam
Tb = waktu Menyiapkan 1 batch AC-BC
Ts2 = Waktu Siklus
T1 = mengisi Bak (v : Q2b x Tb
T2 = Angkut (L : v1) x 60 menit
T3 = Dump
T4 = Kembali (L : v2) x 60 menit
3. Motor Grader
Motor Grader adalah alat yang digunakan pada pekerjaan perataan dan pembentukan
permukaan tanah. Menurut analisis bidang pekerjaan umum (2016), untuk menghitung
produktivitas Motor Grader dapat digunakan rumus :
Lh x ( N ( b – bo ) +bo ) x t x Fa x 60
Q = ..................................................................
N x n x Ts
(2.4)
P=1/Q
Keterangan :
Fa = Faktor efisensi alat Q = Produktivitas Motor grader per jam (m3/ jam)
V = Kecepatan rata-rata alat Ts = Waktu siklus
4. Tandem Roller
Tandem Roller yang berfungsi sebagai alat pemadat pertama untuk pekerjaan
Laston yang dipadatkan pada suhu 90o sampai dengan 110o C. Menurut pedoman
analisis bidang pekerjaan umum (2016), untuk menghitung produktivitas Tandem
Roller dapat digunakan rumus :
( be x v x 1000 ) x b x t x Fa
Q = ...............................................................................
n
(2.5)
P=1/Q
Keterangan :
Apabila N > 1
Q = ( v x 1000 ) ¿ ¿................................................................(2.6)
5. Water Tank Truck
Water Tank Truck yang berfungsi atau bekerja sebagai alat penyiraman berupa
air pada pekerjaan lapisan pondasi bawah (LPB), lapisan pondasi atas (LPA), dan
laston. Menurut pedoman analisis bidang pekerjaan umum (2016), untuk menghitung
produktivitas Water Tank Truck dapat digunakan rumus :
Pa x Fa x 60
Q = .................................................................................................
1000 x Wc
(2.7)
P=1/Q
Keterangan :
6. Compressor
8. Asphalt Sprayer
Asphalt Sprayer di gunakan untuk pekerjaan finishing jalan atau aspal sprayer
berfungsi untuuk menyemprotkan aspal cair ke media jalan. Menurut pedoman analisis
bidang pekerjaan umum (2016), untuk menghitung produktivitas asphalt srayer dapat di
gunakan rumus :
Q = Pa x Fa x 60..........................................................................................(2.11)
P =1/Q
Q = V x b x 60 x Fa x t x D.......................................................................(2.12)
P =1/Q
11. Excavator
v x Fb x Fa x 60
Q = ...........................................................................................
Ts1 x Fv
(2.14)
P=1/Q
Keterangan : V = Kapasitas bucket
Fb = Faktor bucket
Tabel 2.5 Faktor Bucket (Bucket Fill Factor) (Fb) untuk excavator
Vibratory Roller adalah alat yang digunakan untuk pemadatan dengan getaran.
Alat ini memungkinkan digunakan secara luas dalam setiap jenis pekerjaan pemadatan.
Efek yang diakibatkan alat ini adalah gaya dinamis terhadap tanah. Butir – butir tanah
cenderung mengisi bagian – bagian kosong yang terdapat diantara butir –butirnya.
Sehingga akibat getaran ini tanah menjadi padat, dengan susunan yang lebih kompak (
Rochmanhadi 1984).
berikutnya)
( be x v x 1000 ) x t x Fa
Q5= ............................................................(2.15)
n
Keterangan :
Q5 = Produktivitas (m³/jam)
Concrete Mixer digunakan untuk mengangkut adukan beton ready mix dari
tempat pencampuran beton kelokasi proyek dimana selama dalam masa pengangkutan
mixer terus berputar dengan kecepatan 8-12 putaran per menit agar beton tidak
homogen serta tidak mengeras. Menurut pedoman analisis bidang pekerjaan umum
(2016), untuk menghitung produktivitas Concrete Mixer dapat digunakan rumus :
(dapat dilihat pada halaman berikutnya)
VxFax 60
Q= ..................................................................................................(2.16)
Ts
P=1/Q
Keterangan :
V = Kapasitas drum 5 M3
Fa = Faktor Efisiensi alat; (ambil kondisi kerja paling baik, 0,83)
v1 = kecepatan rata-rata bermuatan (15 – 25 km/jam)
v2 = kecepatan rata-rata kosong (25 – 35 km/jam)
T1 = mengisi Bak (v : Q2) x 60 menit
T2 = Angkut (L : v1) x 60 menit
T3 = Kembali (L : v2) x 60 menit
V x p x Fa x 60
Q = ............................………………………………………......
Ts
(2.17)
V x Fa x 60
Q= …………………………………………………………….....(2.18)
1000 x Ts
Concrete Vibrator adalah alat yang digunakan saat pengecoran dimana alat ini
berfungsi untuk pemadatan beton yang dituangkan kedalam bekisting, dimana hal ini
ditunjukan mengeluarkan kandungan udara yang terjebak dalam air campuran beton
sehinga dengan getaran yang dihasilkan makan beton akan mengeluarkan gelembung
udara dari beton sehingga beton yang dihasilkan akan mendapatkan kekuatan yang
merata dan juga untuk menghindari adanya keropos atau sarang labah pada beton.
Menurut pedoman bidang analisis pekerjaan umum (2016), untuk menghitung alat berat
Concrete Vibrator sebagai berikut :
Concrete Pump adalah alat yang digunakan untuk menyalurkan adonan beton
segar dari bawah ke tempat pengecoran atau tempat pengecoran yang letaknya sulit
dijangkau oleh truck mixer. Menurut pedoman bidang analisis pekerjaan umum (2016),
untuk menghitung produktivitas alat berat Concrete Pump dapat digunakan rumus :
V x Fa x 60
Q = ……………………………………………………………….(2.20)
Ts
Concrete Mixer Truck adalah alat yang digunakan untuk mengangkut adukan
beton ready mix dari tempat pencampuran beton kelokasi proyek dimana selama dalam
pengangkutan mixer terus berputar dengan kecepatan 8-12 putaran per menit agar beton
tetap homogen serta tidak mengeras. Menurut pedoman bidang pekerjaan umum (2016),
untuk menghitung produktivitas alat berat Concrete Mixer Truck dapat digunakan
rumus :
V x Fa x 60
Q = ……………………………………………………………….(2.21)
Ts
19. Crane
Crane adalah suatu pengangkat dan pemindah material yang bekerja dengan
prinsip kerja tali, crane digunakan untuk angkat muatan secara vertical dan gerak
kearah horizontal bergerak secara bersama dan menurunkan muatan ke tempat yang
telah ditentukan dengan mekanisme pergerakan crane secara dua derajat kebebasan.
Menurut pedoman bidang pekerjaan umum (2016), untuk menghitung produktivitas alat
berat crane dapat digunakan rumus :
p x V x Fa x 60
Q = …………………………………………………………...(2.22)
Ts
Biaya pengoperasian alat dapat dibagi di dalam dua kategori, biaya kepemilikan
dan biaya penggunaan.
b. Tenaga Mesin
Tenaga mesin (Pw) merupakan kapasitas tenaga mesin penggerak dalam satuan
tenaga kuda atau horsepower (HP) atau dalam arti kata lain juga disebut tenaga yang
dihasilkan oleh mesin.
c. Kapasitas Alat
Kapasitas alat adalah ruang yang tersedia atau daya tampung peralatan (Cp)
yang dipergunakan, misalnya AMP 50 ton/jam (kapasitas produksi per jam), wheel
loader 1,20 m3 (kapasitas bucket untuk tanah gembur, kondisi munjung atau heaped).
Perhitungan kapasitas produksi peralatan per-jamnya biasa dihitung sesuai
dengan cara yang tercantum dalam rumus umum yaitu rumus perhitungan produksi
peralatan per jam, atau berdasarkan hasil produksi selama bekerja 4 jam pertama
ditambah hasil produksi selama bekerja 3 jam kedua, kemudian hasil produksi
hariannya dibagi 7 untuk memperoleh hasil produksi rata-rata tiap jamnya.
d. Umur Ekonomis Alat
Umur ekonomis peralatan (A) dapat dihitung berdasarkan kondisi penggunaan
dan pemeliharaan yang normal, menggunakan standar/manual dari pabrik pembuat.
Setiap peralatan selama pemakaiannya (operasinya) membutuhkan sejumlah biaya,
yaitu biaya untuk operasi sesuai dengan fungsinya dan biaya pemeliharaan (termasuk
perbaikan) selama operasi.
Pada suatu saat karena operasinya sudah lama (umumnya sudah tua) akan
mengalami aus sehingga produksinya menurun dan biaya yang dikeluarkan sudah tidak
sesuai lagi. Dengan nilai jasa produksi yang dihasilkan. Pada kondisi seperti ini maka
peralatan yang dimaksud dinyatakan tidak ekonomis lagi untuk dipakai, atau disebut
umur ekonomisnya sudah tercapai.
Setiap jenis peralatan mempunyai umur ekonomisnya sendiri-sendiri yang
berbeda antara satu jenis peralatan dengan jenis peralatannya lainnya. Pada umumnya
dinyatakan dalam tahun pengoperasian. Umur ekonomis suatu peralatan dapat berubah
yang diakibatkan antara lain karena cara pengoperasian yang tidak baik dan benar
pemeliharaan dan perbaikannya yang tidak baik. Umur ekonomis peralatan yang
dipakai untuk perhitungan dalam panduan ini diambil sesuai dengan data dalam
referensi yang dipakai.
h. Tingkat suku bunga, Faktor Angsuran Modal dan Biaya Pengembalian Modal
Merupakan tingkat suku bunga bank (i) pinjaman investasi yang berlaku pada
waktu pembelian peralatan yang bersangkutan. Perencana teknis/pengguna jasa
menentukan nilai suku bunga ini dengan mengambil nilai rata-rata dari beberapa bank
komersial terutama wilayah tempat kegiatan pekerjaan berada.
Faktor angsuran modal menggunakan rumus : D=i x ¿ ¿ …………(2.24)
( B−C ) x D
Biaya pengembalian modal dengan rumus : E= ……………..(2.25)
W
Keterangan :
A : Umur ekonomis alat (tahun) B : Harga pokok alat (Rp)
I : Tingkat suku bunga pinjaman investasi (% per tahun)
C : Nilai sisa alat (%)
W : Jumlah jam kerja alat dalam satu tahun (jam)
Ins x B
Asuransi : F= ……………………………………………………….(2.26)
W
Keterangan :
Ins : Asuransi (%);
Biaya Pasti Per Jam Kerja (Owning cost) adalah biaya pengembalian modal dan
bunga setiap tahun, dihitung sebagai berikut :
D : Faktor angsuran atau pengembalian modal; G : Biaya pasti per jam (Rp);
E : Biaya pengembalian modal; C : Nilai Sisa Alat;
B : Harga Pokok alat Setempat (Rp)
F = Biaya asuransi, Pajak dan lain-lain per tahun
= 0,002 x B atau = 0,02 x C
W = Jumlah jam kerja alat dalam satu tahun
Keterangan :
B : Harga pokok alat setempat;
W : Jumlah jam kerja alat dalam satu tahun;
6,25 % untuk pemakaian ringan;
8,75 % untuk pemakaian berat.
Keterangan :
B : Harga pokok alat setempat;
W : Jumlah jam kerja alat dalam satu tahun
12,5 % untuk pemakaian ringan
17,5 % untuk pemakaian berat.
Konsep dasar harga satuan pekerjaan pada masing-masing item pekerjaan adalah
bagian konstruksi yang telah dikerjakan dalam keadaan siap pakai dan dapat
dibayarkan. Konsep dasar harga satuan merupakan perjumlahan yang terdiri dari analisa
harga satuan upah, analisa harga satuan bahan/material dan analisa harga satuan
peralatan.
Bill of quantity adalah hasil akhir dari perkalian koefisien tenaga kerja (upah),
koefisien bahan dan koefisien alat dikali dengan harga satuan tenaga kerja, harga satuan
bahan dan harga satuan peralatan. Bill Of Quantity adalah daftar harga rincian pekerjaan
yang disusun secara sistematis menurut kelompok atau bagian pekerjaan, disertai
keterangan mengenai volume dan harga satuan setiap jenis pekerjaan. Penyusunan harga
satuan pekerjaan Perkerasan Lentur dan Kaku pada prinsipnya sama tergantung
koefisien dari tenaga kerja (upah), bahan/material dan alat yang digunakan sesuai
kebutuhan masing-masing pekerjaan dari Perkerasan Lentur dan Kaku.
Setelah didapatkan total biaya tersebut kemudian itu menjadi harga satuan
pekerjaan, dan apabila dikali dengan volume pekerjaan dan mendapatkan hasil jumlah
harga itu disebut dengan Analisis Harga Satuan Pekerjaan.
Untuk Contoh gambar dari Form Biaya Satuan Pekerjaan pada proyek jalan dapat
dilihat pada lembaran berikutnya.
HARGA JUMLAH
NO URAIAN SATUAN KOEFISIEN SATUAN HARGA
(Rp) (Rp)
A TENAGA
1 PEKERJA Jam - - -
2 MANDOR Jam - - -
JUMLAH HARGA TENAGA -
B BAHAN
1 Agregat A M3 - - -
2 Agr 0-5 M3 - - -
3 Asphalt Kg - - -
JUMLAH HARGA BAHAN
C PERALATAN
AMP Jam - - -
1 DUMP TRUCK Jam - - -
2 A.FINISHER Jam - - -
3 TAN ROLLER Jam - - -
4 PTR Jam - - -
5
JUMLAH HARGA PERALATAN -
D. JUMLAH HARGA TENAGA, BAHAN DAN PERALATAN -
(A+B+C)
E. OVER HEAD & PROFIT 10 % x D -
F. HARGA SATUAN PEKERJAAN (D+E) -
2.8 Perhitungan Jumlah Meterial, Jumlah Jam Kerja Alat dan Jumlah Jam
Kerja Tenaga Kerja
Perhitungan Jumlah Material, Jumlah Jam Kerja Alat dan Jumlah Jam Kerja
Tenaga Kerja adalah perhitungan volume dikali dengan koefisien masing-masing pada
suatu pekerjaan.
2.8 1 Jumlah Material
Perhitungan jumlah material adalah perhitungan volume pekerjaan dikali dengan
koefisien bahan pada suatu pekerjaan.
Perhitungan jumlah jam kerja tenaga kerja adalah perhitungan volume pekerjaan
dikali dengan koefisien tenaga kerja pada suatu pekerjaan.
Metode Pelaksanaan Jalan dan Jembatan adalah suatu cara kerja untuk
menerapkan sebuah pekerjaan yang bisa diartikan sebuah konsep dalam kita melakukan
pekerjaan. Kita harus mengetahui dan memahami metode apa yang akan kita pilih
dalam melaksanan sebuah pekerjaan yang akhirnya kita bisa menentukan konsep
bekerja sesuai dengan jenis pekerjaan yang akan kita lakukan, karena didalamnya
menyangkut tentang pemilihan alat berat, penggunaan alat berat, kondisi lapangan yang
sesuai metode kerja yang akan kita pilih, jika salah menentukan metode dalam suatu
pekerjaan akan membawa dampak negatif terhadap pekerjaan tersebut. Metode
pelaksanaan sangat berguna untuk membangun sebuah proyek, didalam pekerjaan jalan
seperti pengaspalan. Pengaspalan terbagi dua jenis yaitu Lentur (Flexible Pavements)
dan Kaku (Rigid Pavements). Dalam Jembatan juga berguna demi kelancaran sebuah
pekerjaan Jembatan tersebut.
2.9.2 Penerapan K3
Keselamatan kerja di proyek konstruksi yang dilihat dari sisi individual pekerja
dan organisasi dimana pekerja tersebut bekerja. Banyaknya kecelakaan kerja yang
terjadi dalam dunia pembangunan di Indonesia mendorong Pemerintah untuk
merancang suatu upaya atau program guna mencegah lebih banyak terjadinya
kecelakaan kerja. Program tersebut adalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan suatu upaya atau kegiatan untuk
menjamin dan melindungi para pekerja dari kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja
dan penyakit akibat kerja.
2.9.3 Quality Control
Quality Control atau biasa disingkat dengan QC artinya adalah pengendali mutu.
QC sangatlah diperlukan dalam berbagai sektor industri, mulai dari manufaktur hingga
produksi tangan. Tugas umum dari QC adalah memeriksa secara visual untuk menguji
produk. Pemeriksaan produk dapat berlangsung sebelum, selama dan setelah proses
produksi. Pengujian ini dilakukan secara manual, atau juga ada yang menggunakan
bantuan teknologi. Tergantung sektor industri di mana QC tersebut bekerja, pada
dasarnya QC melakukan pengecekan untuk menjamin mutu produk.
Quality control dalam pekerjaaan konstruksi memegang peranan yang cukup
penting, karena dapat menentukan kualitas dari hasil pelaksanaan pekerjaan.
Pengawasan terhadap mutu pekerjaan yang baik akan menghasilkan kualitas pekerjaan
yang baik pula. Hal ini akan menumbuhkan kepercayaan Owner (pemilik proyek)
kepada kontraktor pelaksana dan pengawas proyek.
Quality contol juga membuat laporan pemeriksaan kepada quality assurance.
Oleh karena itu, quality control membutuhkan pengalaman dan juga pemahaman yang
baik tentang pengendalian mutu melalui spesifikasi teknik yang digunakan dan metode
praktis dalam pemeriksaan mutu pekerjaan. Untuk lebih mengetahui tentang tugas dan
tanggung jawab utama seorang quality control dapat dilihat di bawah ini.
2.9.4 Kurva S
Kurva S adalah sebuah grafik yang dikembangkan oleh Warren T. Hanum atas
dasar pengamatan terhadap sejumlah besar proyek sejak awal hingga akhir proyek.
Kurva S dapat menunjukkan kemajuan proyek berdasarkan kegiatan, waktu dan bobot
pekerjaan yang direpresentasikan sebagai persentase kumulatif dari seluruh kegiatan
proyek. Kurva S selain dapat mengetahui progress waktu proyek, kurva S berguna juga
untuk mengendalikan kinerja biaya, hal ini ditunjukan dari bobot pengeluaran kumulatif
masing-masing kegiatan yang dapat dikontrol dengan membandingkannya dengan
baseline periode tertentu sesuai dengan kemajuan aktual proyek.
Untuk membuat kurva S, jumlah persentase kumulatif bobot masing-masing
kegiatan pada suatu periode di antara durasi proyek diplotkan terhadap sumbu vertical
sehingga bila hasilnya dihubungkan dengan garis, akan membentuk kurva S. Bentuknya
demikian terjadi karena volume kegiatan pada bagian awal biasanya masih sedikit,
kemudian pada pertengahan meningkat dalam jumlah cukup besar, lalu pada akhir
proyek volume kegiaan kembali mengecil. Untuk menentukan bobot pekerjaan,
pendekatan yang dilakukan dapat berupa perhitugan persentase berdasarkan biaya per
item pekerjaan/kegiatan dibagi nilai anggaran, karena satuan biaya dapat dijadikan
bentuk persentase sehingga lebih udah untuk menghitungnya. (Abrar Husen, 2011)
Bagan balok teriri atas sumbu y yang menyatakan kegiatan atau paket kerja dari
lingkup proyek, sedangkan sumbu x menyatakan satuan waktu dalam hari, minggu, atau
bulan sebagai durasinya. Barchart yang ditemukan oleh Gantt dan Fredick W. Taylor
dalam bentuk bagan balok, degan panjang balok sebagai representasi dari durasi setiap
kegiatan. Format bagan baloknya informatifk, mudah dibaca dan efektif untuk
komunikasi serta dapat dibuat dengan mudah dan sederhana.
Pada bagan ini juga dapat ditentukan milestone/baseline sebagai bagian target
yang harus diperhatikan guna kelancaran produktivitas proyek secara keseluruhan.
Untuk proses updating, bagan balok dapat diperpendek atau diperpanjang dengan
memperhatikan total folatnya, yang menunjukkan bahwa durasi kegiatan akan
bertambah atau berkurang seusai dengan kebutuhan dalam proses perbaikan jadwal.
(Abrar Husen, 2011)
BAB 3
Biaya tenaga kerja adalah besarnya biaya yang dikeluarkan pada komponen
tenaga kerja per satuan waktu tertentu, untuk memproduksi satu-satuan pengukuran
pekerjaan tertentu. Untuk menghitung biaya total tenaga kerja dalam satu pekerjaan
adalah jumlah biaya tenaga kerja per jam dikali dengan volume pekerjaan.
● Pekerjaan tanah:
Galian struktur kedalaman 0-2 m = 60,49 x Rp 3.366,09 = Rp 203.614,78
Galian struktur kedalama 2-4 m = 16,26 x Rp 4.389,20 = Rp 71.368,39
Timbunan pilihan = 454,86 x Rp 465,73 = Rp 211.841,95
Penyiapan badan jalan = 284 x Rp 159,77 = Rp 45.374,68
● Perkerasan berbutir:
Lapis pondasi agregat kelas B = 56,80 x Rp 729,98 = Rp 41.462,86
● Perkerasan aspal:
Lapis resap pengikat – aspal cair = 227,20 x Rp 14.867,10 = Rp 3.377.805,12
Laston lapis antara (AC-BC) = 39,20 x Rp 3.380,38 = Rp 132.510,90
● Struktur:
Beton f’c 30 Mpa = 114,92 x Rp 2.459.997,57 = Rp 282.702.920,74
Baja tulangan U 32 polos = 15.644,86x Rp 2.681 = Rp 41.943.869,66
Baja tulangan U 32 ulir = 17.416,25 x Rp 2.790 = Rp 48.591.337,5
Total biaya tenaga kerja (upah) = Rp 377.322.106,50
(tidak termasuk overhead dan profit 15%)
● Pekerjaan tanah:
Galian struktur kedalaman 0-2 m = -
Galian struktur kedalama 2-4 m = -
Timbunan pilihan = 454,86 x Rp 232.910,80 = Rp 105.941.806,49
Penyiapan badan jalan = -
● Perkerasan berbutir:
Lapis pondasi agr. kelas B = 56,80 x Rp 593.984,46 = Rp 33.738.317,11
● Perkerasan aspal:
Lapis resap pengikat – aspal cair = 227,20 x Rp 18.797,00 = Rp 4.270.678,40
Laston lapis antara (AC-BC) = 39,20 x Rp 1.657.896 = Rp 64.989.523,20
● Struktur:
Beton f’c 30 Mpa = 114,92 x Rp 2.459.997,57 = Rp 282.702.920,74
Baja tulangan U 32 polos = 15.644,86x Rp 24.817,10 = Rp 388.260.055,11
Baja tulangan U 32 ulir = 17.416,25 x Rp 26.862,00 = Rp 467.835.307,50
Total biaya tenaga kerja (upah) = Rp 1.138.798.283,35
(tidak termasuk overhead dan profit 15%)
3.2.3 Biaya Operasional Alat
Biaya Operasional Alat adalah besarnya biaya yang dikeluarkan pada komponen
biaya alat, untuk memproduksi satu-satuan pengukuran pekerjaan tertentu. Untuk
menghitung biaya total sewa peralatan adalah jumlah biaya masing-masing peralatan
per jam dikali dengan volume pekerjaan.
● Pekerjaan tanah:
Galian struktur kedalaman 0-2 m = 60,49 x Rp 29.669,55 = Rp 1.794.711,1
Galian struktur kedalama 2-4 m = 16,26 x Rp 24.104,66 = Rp 391.941,77
Timbunan pilihan = 454,86 x Rp 82.065,40 = Rp 37.328.267,84
Penyiapan badan jalan = 284 x Rp 1.133,90 = Rp 322.027,6
● Perkerasan berbutir:
Lapis pondasi agregat kelas B = 56,80 x Rp 94.524,55= Rp 5.353.658,44
● Perkerasan aspal:
Lapis resap pengikat – aspal cair = 227,20 x Rp 87,66 = Rp 19.916,35
Laston lapis antara (AC-BC) = 39,20 x Rp 281.344,11 = Rp 11.028.689,11
● Struktur:
Beton f’c 30 Mpa = 114,92 x Rp 436.772,65 = Rp 50.193.912,94
Baja tulangan U 32 polos = 15.644,86x Rp 100 = Rp 1.564.486
Baja tulangan U 32 ulir = 17.416,25 x Rp 100 = Rp 1.741.625
Total biaya operasional alat = Rp 109.739.236,15
(tidak termasuk overhead dan profit 15%)
3.3 Perhitungan Jumlah Material, Jumlah Jam Kerja Alat dan Jumlah Jam
Kerja Tenaga Kerja
Perhitungan Jumlah Material, Jumlah Jam Kerja Alat dan Jumlah Jam Kerja
Tenaga Kerja adalah perhitungan volume dikali dengan koefisien masing-masing pada
suatu pekerjaan.
● Pekerjaan tanah:
Galian struktur dengan kedalaman 0-2 m = -
Galian struktur dengan kedalaman 2-4 m = -
Timbunan pilihan = 454,86 1,20 = 545,83m3
Penyiapan badan jalan = -
● Perkerasan berbutir:
Lapis pondasi agregat kelas B = 56,80 x 1,26 = 71,57 m3
● Perkerasan aspal:
Lapis resap pengikat – aspal cair:
Aspal = 227,20 x 0,65 = 147,68 kg
Kerosene = 227,20 x 0,48 = 109,06 liter
Laston lapis antara:
Agregat kasar = 39,20 x 0,86 = 33,712 m3
Agregat halus = 39,20 x 0,34 = 13,33 m3
Filler = 39,20 x 163,10 = 6.393,52 kg
Aspal = 39,20 x 141,75 = 5.556,6 kg
● Struktur:
Beton mutu sedang fc’ 30 MPa lantai jembatan:
Semen = 114,92 x 393,60 = 45.232,51 kg
Pasir = 114,92 x 0,46 = 52,86 m3
Agregat kasar = 114,92 x 0,75 = 86,19 m3
Kayu perancah dan bekisting = 114,92 x 0,10 = 11,5 m3
Paku = 114,92 x 1,00 = 114,92 kg
Total jumlah material yang dibutuhkan dalam pekerjaan pengaspalan dan
struktur jalan dan jembatan dapat dilihat pada rekapitulasi jumlah material pada
halaman 156.
3.3.2 Jumlah Jam Kerja Alat
Perhitungan jumlah jam kerja alat adalah perhitungan volume pekerjaan dikali
dengan koefisien alat pada suatu pekerjaan.
● Pekerjaan tanah:
Galian struktur dengan kedalaman 0-2 m:
Excavator = 60,49x 0,0591 = 3,57 jam kerja
Buldozer = 60,49x 0,0226 = 1,37 jam kerja
Galian struktur dengan kedalaman 2-4 m:
Excavator = 16,26 x 0,0775 = 1,26 jam kerja
Buldozer = 16,26x 0,0226 = 0,37 jam kerja
Timbunan pilihan:
Whell loader = 454,86 x 0,0178 = 8,1 jam kerja
Dump truck = 454,86 x 0,3795 = 172,62 jam kerja
Motor grader = 454,86 x 0,0070 = 3,18 jam kerja
Vibratory roller = 454,86 x 0,0129 = 5,87 jam kerja
Water tanker = 454,86 x 0,0070 = 3,18 jam kerja
Penyiapan badan jalan:
Motor grader = 284,00 x 0,0025 = 0,71 jam kerja
Vibro roller = 284,00 x 0,0040 = 1,14 jam kerja
Water tanker = 284,00 x 0,0030 = 0,9 jam kerja
● Perkerasan berbutir:
Lapis pondasi agregat kelas B:
Whell loader = 56,80 x 0,0071 = 0,40 jam kerja
Dump truck = 56,80 x 0,3915 = 22,24 jam kerja
Motor grader = 56,80 x 0,0039 = 0,22 jam kerja
Tandem roller = 56,80 x 0,0164 = 0,93 jam kerja
Water tanker = 56,80 x 0,0141 = 0,80 jam kerja
● Perkerasan aspal:
Lapis resap pengikat – aspal cair:
Asphalt sprayer = 227,20 x 0,0030 = 0,68 jam kerja
Compressor = 227,20 x 0,0031 = 0,70 jam kerja
Dump truck = 227,20 x 0,0030 = 0,68 jam kerja
Laston lapis antara (AC-BC):
Wheel loader = 39,20 x 0,0372 = 1,46 jam kerja
AMP = 39,20 x 0,0542 = 2,13 jam kerja
Genset = 39,20 x 0,0542 = 2,13 jam kerja
Dump truck = 39,20 x 0,6481 = 25,41 jam kerja
Asphalt finisher = 39,20 x 0,0750 = 2,94 jam kerja
Tandem roller = 39,20 x 0,0459 = 1,80 jam kerja
Pneumatic tire roller = 39,20 x 0,0514 = 2,02 jam kerja
● Struktur:
Beton mutu sedang fc’ 30 MPa lantai jembatan:
Concrete mixer = 114,92 x 0,4418 = 50,77 jam kerja
Water tanker = 114,92 x 0,0542 = 6,23 jam kerja
Concrete vibrator = 114,92 x 0,4418 = 50,77 jam kerja
Baja tulangan D13: -
Baja tulangan D16: -
Baja tulangan D22: -
Perhitungan jumlah jam kerja tenaga kerja adalah perhitungan volume pekerjaan
dikali dengan koefisien tenaga kerja pada suatu pekerjaan.
● Pekerjaan tanah:
Galian struktur dengan kedalaman 0-2 m:
Pekerja = 60,49x x 0,2362 = 14,28 jam kerja
Mandor = 60,49x x 0,0591 = 3,57 jam kerja
Galian struktur dengan kedalaman 2-4 m:
Pekerja = 16,26 x 0,7753 = 12,61 jam kerja
Mandor = 16,26 x 0,0775 = 1,26 jam kerja
Timbunan pilihan:
Pekerja = 454,86 x 0,0714 = 32,48 jam kerja
Mandor = 454,86 x 0,0178 = 8,1 jam kerja
Penyiapan badan jalan:
Pekerja = 284,00 x 0,0161 = 4,57 jam kerja
Mandor = 284,00 x 0,0040 = 1,14 jam kerja
● Perkerasan berbutir:
Lapis pondasi agregat kelas B:
Pekerja = 56,80 x 0,0496 = 2,82 jam kerja
Mandor = 56,80 x 0,0071 = 0,4 jam kerja
● Perkerasan aspal:
Lapis resap pengikat – aspal cair:
Pekerja = 227,20 x 0,0301 = 6,84 jam kerja
Mandor = 227,20 x 0,0060 = 1,36 jam kerja
Laston lapis antara (AC-BC):
Pekerja = 39,20 x 0,3795 = 14,88 jam kerja
Mandor = 39,20 x 0,0542 = 2,12 jam kerja
● Struktur:
B. Penerapan K3
a. Pengukuran dan pematokan
Pekerjaan Pengukuran dan Pematokan pada Pekerjaan Galian Struktur dengan
Kedalaman 0-2 meter mempunyai potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Gangguan kesehatan akibat kondisi kerja secara umum,
2) Terluka akibat kondisi dan penggunaan meteran yang salah,
3) Kecelakaan akibat pengaturan lalu lintas kurang baik,
4) Kecelakaan akibat jenis dan cara penggunaan peralatan,
5) Kecelakaan akibat metode pemasangan patok.
b. Penggalian
Pekerjaan Penggalian pada Pekerjaan Galian Struktur dengan Kedalaman 0-2
meter mempunyai potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Kecelakaan terkena alat gali (cangkul, balencong dll.) akibat jarak antar
penggali terlalu dekat,
2) Terluka karena terkena pecahan batu hasil galian,
3) Kecelakaan akibat operasional alat berat baik di tempat lokasi galian,
transportasi maupun di tempat pembuangan.
C. Quality Control
1) Setiap pemompaan pada galian harus dilaksanakan sedemikian, sehingga dapat
menghindarkan kemungkinan terbawanya setiap bagian bahan yang baru
terpasang. Setiap pemompaan yang diperlukan selama pengecoran beton, atau
untuk suatu periode paling sedikit 24 jam sesudahnya, harus dilaksanakan
dengan pompa yang diletakkan di luar acuan beton tersebut.
2) Kelandaian akhir, garis dan formasi sesudah galian tidak boleh berbeda lebih
dari 2 cm dari yang ditentukan dalam Gambar pada setiap titik.
3) Permukaan galian yang telah selesai dan terbuka terhadap aliran air permukaan
harus cukup rata dan harus memiliki cukup kemiringan untuk menjamin
pengaliran air yang bebas dari permukaan itu tanpa terjadi genangan.
B. Penerapan K3
a. Pengukuran dan pematokan
Pekerjaan Pengukuran dan Pematokan pada Pekerjaan Galian Struktur dengan
Kedalaman 2-4 meter mempunyai potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Gangguan kesehatan akibat kondisi kerja secara umum,
2) Terluka akibat kondisi dan penggunaan meteran yang salah,
3) Kecelakaan akibat pengaturan lalu lintas kurang baik,
4) Kecelakaan akibat jenis dan cara penggunaan peralatan,
5) Kecelakaan akibat metode pemasangan patok.
Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan
Pengukuran dan Pematokan pada Pekerjaan Galian Struktur dengan Kedalaman 2-4
meter yaitu :
1) Harus menggunakan perlengkapan kerja yang standar,
2) Pengukuran harus dilakukan dengan menggunakan meteran yang sesuai dengan
standar,
3) Pengaturan lalu lintas harus sesuai dengan standar,
4) Alat dan cara menggunakan harus benar sesuai dengan standar,
5) Pemasangan patok harus benar dan sesuai dengan syarat.
b. Penggalian
Pekerjaan Penggalian pada Pekerjaan Galian Struktur dengan Kedalaman 2-4
meter mempunyai potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Kecelakaan terkena alat gali (cangkul, balencong dll.) akibat jarak antar penggali
terlalu dekat,
2) Terluka karena terkena pecahan batu hasil galian,
3) Kecelakaan akibat operasional alat berat baik di tempat lokasi galian,
transportasi maupun di tempat pembuangan.
C. Quality Control
1) Setiap pemompaan pada galian harus dilaksanakan sedemikian, sehingga dapat
menghindarkan kemungkinan terbawanya setiap bagian bahan yang baru
terpasang. Setiap pemompaan yang diperlukan selama pengecoran beton, atau
untuk suatu periode paling sedikit 24 jam sesudahnya, harus dilaksanakan
dengan pompa yang diletakkan di luar acuan beton tersebut.
2) Kelandaian akhir, garis dan formasi sesudah galian tidak boleh berbeda lebih
dari 2 cm dari yang ditentukan dalam Gambar pada setiap titik.
3) Permukaan galian yang telah selesai dan terbuka terhadap aliran air permukaan
harus cukup rata dan harus memiliki cukup kemiringan untuk menjamin
pengaliran air yang bebas dari permukaan itu tanpa terjadi genangan.
B. Penerapan K3
a. Pengukuran dan pematokan
Pekerjaan Pengukuran dan Pematokan pada Pekerjaan Timbunan mempunyai
potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Gangguan kesehatan akibat kondisi kerja secara umum,
2) Terluka akibat kondisi dan penggunaan meteran yang salah,
3) Kecelakaan akibat pengaturan lalu lintas kurang baik,
4) Kecelakaan akibat jenis dan cara penggunaan peralatan,
5) Kecelakaan akibat metode pemasangan patok.
b. Pemadatan
Pekerjaan Pemadatan pada Pekerjaan Timbunan mempunyai potensi bahaya
terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Kecelakaan akibat pengaturan lalu lintas kurang baik,
2) Kecelakaan akibat operasional alat berat di tempat lokasi pemadatan,
3) Kecelakaan akibat metode penimbunan pada jalan tanjakan.
Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan
Pemadatan
pada Pekerjaan Timbunan yaitu :
1) Pengaturan lalu lintas harus sesuai dengan standar,
2) Pengoperasian alat berat harus dilakukan oleh operator alat berat yang
berpengalaman,
3) Pelaksanaan penimbunan pada jalan tanjakan harus dilakukan dengan metode
yang benar.
c. Penyiraman
Pekerjaan Penyiraman pada Pekerjaan Timbunan mempunyai potensi bahaya
terhadap
tenaga kerja yaitu :
Gangguan kesehatan akibat debu yang timbul saat penyiraman.
C. Quality Control
Pengendalian mutu bahan
1) Jumlah pengujian yang diperlukan untuk persetujuan awal mutu bahan paling
sedikit 3 contoh yang mewakili sumber bahan yang diusulkan, yang dipilih
mewakili rentang mutu bahan yang mungkin terdapat pada sumber bahan.
2) Pengujian mutu bahan dapat diulangi lagi agar perubahan bahan atau sumber
bahannya dapat diamati.
3) Untuk setiap 1.000 m3 bahan timbunan yang diperoleh dari setiap sumber bahan
paling sedikit harus dilakukan suatu pengujian Nilai Aktif.
b. Ketentuan kepadatan
1) Lapisan tanah yang lebih dalam dari 30 cm di bawah elevasi tanah dasar harus
dipadatkan sampai 95 % dari kepadatan kering maksimum yang ditentukan
sesuai SNI 03-1742-1989. Untuk tanah yang mengandung lebih dari 10 % bahan
yang tertahan pada ayakan ¾”, kepadatan kering maksimum yang diperoleh
harus dikoreksi terhadap bahan yang berukuran lebih (oversize) tersebut.
2) Lapisan tanah pada kedalaman 30 cm atau kurang dari elevasi tanah dasar harus
dipadatkan sampai dengan 100 % dari kepadatan kering maksimum yang
ditentukan sesuai dengan SNI 03-1742-1989.
3) Pengujian kepadatan harus dilakukan pada setiap lapis timbunan yang
dipadatkan sesuai dengan SNI 03-2828-1992 dan bila hasil setiap pengujian
menunjukkan kepadatan kurang dari yang disyaratkan maka Kontraktor harus
memperbaiki. Pengujian harus dilakukan sampai kedalaman penuh pada lokasi
berselang-seling setiap jarak tidak lebih dari 200 m. Untuk penimbunan kembali
di sekitar struktur atau pada galian parit untuk gorong-gorong, paling sedikit
harus dilaksanakan satu pengujian untuk satu lapis penimbunan kembali yang
telah selesai dikerjakan.
4) Untuk timbunan, paling sedikit 1 rangkaian pengujian bahan yang lengkap harus
dilakukan untuk setiap 1.000 m3 bahan timbunan yang dihampar.
c. Percobaan pemadatan
Kontraktor harus bertanggung-jawab dalam memilih metode dan peralatan untuk
mencapai tingkat kepadatan yang disyaratkan. Bilamana Kontraktor tidak sanggup
mencapai kepadatan yang disyaratkan, prosedur pemadatan berikut ini harus diikuti :
Percobaan lapangan harus dilaksanakan dengan variasi jumlah lintasan peralatan
pemadat dan kadar air sampai kepadatan yang disyaratkan tercapai. Hasil percobaan
lapangan ini selanjutnya harus digunakan dalam menetapkan jumlah lintasan, jenis
peralatan pemadat dan kadar air untuk seluruh pemadatan berikutnya.
4. Untuk Pekerjaan Timbunan Pilihan, meliputi :
A. Metode Pelaksanaan
Timbunan pilihan dari sumber galian adalah pekerjaan penimbunan dimana
timbunan diambil dari sumber galian (Quarry) yang memenuhi syarat teknis dan sudah
disetujui oleh direksi untuk menjadi timbunan pilihan. Timbunan pilihan dari sumber
galian yang diklasifikasikan sebagai timbunan pilihan harus terdiri dari bahan galian
yang disetujui oleh direksi lapangan. Timbunan pilihan dari sumber galian tidak boleh
ditempatkan, dihampar atau dipadatkan sewaktu hujan, dan pemadatan tidak boleh
dilaksanakan setelah hujan atau bilamana kadar air bahan diluar rentang yang
diisyaratkan. Seluruh permukaan akhir timbunan yang terekspos harus cukup rata dan
harus memiliki kelandaian yang cukup untuk menjamin aliran permukaan yang bebas.
Urutan Kerja :
1. Material diangkut dan diangkat/dimuat ke dump truck oleh Wheel
loader/Excavator kemudian dibawa ke lokasi penimbunan.
2. Timbunan dihampar oleh motor grader dan dipadatkan dengan tandem roller.
3. Pada saat pemadatan material timbunan disiram air dengan menggunakan water
tanker secukupnya untuk mendapatkan kepadatan maksimal.
4. Sekelompok pekerja merapikan pekerjaan dengan menggunakan alat bantu.
5. Timbunan pilihan dari sumber galian tidak boleh terdiri dari bahan galian yang
mengandung organik daun-daunan,rumputan dan akar.
6. Segera setelah penempatan dan penghamparan timbunan, setiap lapis harus
dipadatkan dengan peralatan pemadat yang memadai dan disetujui Direksi
pekerjaan sampai mencapai kepadatan yang diisyaratkan.
7. Setiap lapisan timbunan pilihan yang dihampar harus dipadatkan seperti yang
diisyaratkan,diuji kepadatan dan harus diterima oleh direksi pekerjaan sebelum
lapisan berikutnya dihampar.
8. Timbunan pilihan harus dipadatkan melalui dari tepi luar dan bergerak menuju
arah sumbu jalan sedemikan rupa sehingga setiap ruas akan menerima jumlah
usaha pemadatan yang sama.
B. Penerapan K3
a. Pengukuran dan pematokan
Pekerjaan Pengukuran dan Pematokan pada Pekerjaan Timbunan mempunyai
potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Gangguan kesehatan akibat kondisi kerja secara umum,
2) Terluka akibat kondisi dan penggunaan meteran yang salah,
3) Kecelakaan akibat pengaturan lalu lintas kurang baik,
4) Kecelakaan akibat jenis dan cara penggunaan peralatan,
5) Kecelakaan akibat metode pemasangan patok.
b. Pemadatan
Pekerjaan Pemadatan pada Pekerjaan Timbunan mempunyai potensi bahaya
terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Kecelakaan akibat pengaturan lalu lintas kurang baik,
2) Kecelakaan akibat operasional alat berat di tempat lokasi pemadatan,
3) Kecelakaan akibat metode penimbunan pada jalan tanjakan.
c. Penyiraman
Pekerjaan Penyiraman pada Pekerjaan Timbunan mempunyai potensi bahaya
terhadap
tenaga kerja yaitu :
4) Gangguan kesehatan akibat debu yang timbul saat penyiraman.
C. Quality Control
a. Pengendalian mutu bahan
1) Jumlah pengujian yang diperlukan untuk persetujuan awal mutu bahan paling
sedikit 3 contoh yang mewakili sumber bahan yang diusulkan, yang dipilih
mewakili rentang mutu bahan yang mungkin terdapat pada sumber bahan.
2) Pengujian mutu bahan dapat diulangi lagi agar perubahan bahan atau sumber
bahannya dapat diamati.
3) Untuk setiap 1.000 m3 bahan timbunan yang diperoleh dari setiap sumber bahan
paling sedikit harus dilakukan suatu pengujian Nilai Aktif.
b. Ketentuan kepadatan
1) Lapisan tanah yang lebih dalam dari 30 cm di bawah elevasi tanah dasar harus
dipadatkan sampai 95 % dari kepadatan kering maksimum yang ditentukan
sesuai SNI 03-1742-1989. Untuk tanah yang mengandung lebih dari 10 % bahan
yang tertahan pada ayakan ¾”, kepadatan kering maksimum yang diperoleh
harus dikoreksi terhadap bahan yang berukuran lebih (oversize) tersebut.
2) Lapisan tanah pada kedalaman 30 cm atau kurang dari elevasi tanah dasar harus
dipadatkan sampai dengan 100 % dari kepadatan kering maksimum yang
ditentukan sesuai dengan SNI 03-1742-1989.
3) Pengujian kepadatan harus dilakukan pada setiap lapis timbunan yang
dipadatkan sesuai dengan SNI 03-2828-1992 dan bila hasil setiap pengujian
menunjukkan kepadatan kurang dari yang disyaratkan maka Kontraktor harus
memperbaiki. Pengujian harus dilakukan sampai kedalaman penuh pada lokasi
berselang-seling setiap jarak tidak lebih dari 200 m. Untuk penimbunan kembali
di sekitar struktur atau pada galian parit untuk gorong-gorong, paling sedikit
harus dilaksanakan satu pengujian untuk satu lapis penimbunan kembali yang
telah selesai dikerjakan.
4) Untuk timbunan, paling sedikit 1 rangkaian pengujian bahan yang lengkap harus
dilakukan untuk setiap 1.000 m3 bahan timbunan yang dihampar.
c. Percobaan pemadatan
Kontraktor harus bertanggung-jawab dalam memilih metode dan peralatan untuk
mencapai tingkat kepadatan yang disyaratkan. Bilamana Kontraktor tidak sanggup
mencapai kepadatan yang disyaratkan, prosedur pemadatan berikut ini harus diikuti :
Percobaan lapangan harus dilaksanakan dengan variasi jumlah lintasan peralatan
pemadat dan kadar air sampai kepadatan yang disyaratkan tercapai. Hasil percobaan
lapangan ini selanjutnya harus digunakan dalam menetapkan jumlah lintasan, jenis
peralatan pemadat dan kadar air untuk seluruh pemadatan berikutnya.
B. Penerapan K3
a. Pengukuran dan pematokan
Pekerjaan Pengukuran dan Pematokan pada Pekerjaan Penyiapan Badan Jalan
mempunyai potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Gangguan kesehatan akibat kondisi kerja secara umum,
2) Terluka akibat kondisi dan penggunaan meteran yang salah,
3) Kecelakaan akibat pengaturan lalu lintas kurang baik,
4) Kecelakaan akibat jenis dan cara penggunaan peralatan,
5) Kecelakaan akibat metode pemasangan patok,
6) Kecelakaan akibat pengaturan lalu lintas kurang baik.
b. Pemadatan
Pekerjaan Pemadatan pada Pekerjaan Penyiapan Badan Jalan mempunyai
potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Kecelakaan akibat operasional alat berat di tempat lokasi pemadatan,
2) Kecelakaan akibat metode penimbunan pada jalan tanjakan.
c. Penyiraman
Pekerjaan Penyiraman pada Pekerjaan Penyiapan Badan Jalan mempunyai
potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
Gangguan kesehatan akibat debu yang timbul saat penyiraman.
Prosedur pelaksanan:
pencampuran agregat kelas B dicampurkan di base Camp dengan menggunakan
alat wheel loader
pengangkutan material agregat kelas B dengan menggunakan alat Motor Grader
hamparan agregat dibasahi dengan water tank truck sebelum dipadatkan dengan
tandem roller
Selama pemadatan, sekelompok pekerjaan akan merapikan tepi hamparan dan
level permukaan dengan menggunakan alat batu
B. Penerapan K3
a. Pengukuran dan pematokan
Pekerjaan Pengukuran dan Pematokan pada Pekerjaan Perkerasan Bahu Jalan
Kelas B mempunyai potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Terluka akibat penggunaan meteran baja tidak benar,
2) Kecelakaan karena tertabrak oleh kendaraan yang lintas,
3) Terluka pada saat memasang patok dan luka terkena palu.
b. Pengupasan
Pekerjaan Pengupasan pada Pekerjaan Perkerasan Bahu Jalan Kelas B
mempunyai potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Kecelakaan terperosok ke lubang galian,
2) Terjadi gangguan lalu lintas penduduk sekitar,
3) Terluka karena jatuh pada daerah dengan kemiringan tinggi,
4) Gangguan kesehatan lingkungan akibat pembuangan hasil kupasan tidak benar,
5) Kecelakaan akibat tanah bagian pinggir longsor,
6) Kecelakaan oleh karena batu/pohon besar yang merintangi pengupasan,
7) Terluka oleh peralatan akibat pekerja terlalu berdekatan,
8) Terluka karena pengoperasian alat berat tidak dilakukan dengan benar,
9) Kecelakaan akibat utilitas bawah tanah yang terkena alat penggali,
10) Gangguan lalu lintas penduduk sekitar,
11) Kecelakaan akibat lubang galian terisi air yang menggenang.
c. Penghamparan
Pekerjaan Penghamparan pada Pekerjaan Perkerasan Bahu Jalan Kelas B
mempunyai potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Terjadi iritasi pada kulit dan paru-paru akibat debu agregat yang kering,
2) Terjadi kecelakaan pada saat dump truck menurunkan agregat,
3) Terluka oleh mesin penghampar (Grader) karena pengoperasian tidak benar,
4) Terjadi kecelakaan akibat tertabrak lalu lintas kendaraan,
5) Terjadi kecelakaan akibat penimbunan material sementara, sebelum dihampar,
6) Kecelakaan akibat tanah di pinggir bahu jalan tidak stabil,
7) Gangguan lalu lintas penduduk sekitar,
8) Terluka oleh peralatan kerja akibat jarak antar pekerja terlalu dekat.
d. Pemadatan
Pekerjaan Pemadatan pada Pekerjaan Perkerasan Bahu Jalan Kelas B
mempunyai potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Terjadi iritasi pada kulit dan paru-paru oleh debu pada pemadatan yang kering,
2) Terjadi gangguan lalu lintas penduduk sekitar,
3) Kecelakaan akibat tanah bagian pinggir jalan tidak stabil,
4) Terluka akibat pengoperasian mesin pemadat (grader) tidak benar,
5) Terluka oleh alat kerja akibat jarak antar pekerja terlalu dekat.
e. Penyiraman
Pekerjaan Penyiraman pada Pekerjaan Perkerasan Bahu Jalan Kelas B
mempunyai potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Terjadi gangguan kesehatan karena air yang digunakan penyiraman tidak sehat,
2) Terjagi kecelakaan dalam pengoperasian alat penyiram (Water Tanker),
3) Kecelakaan tertabrak lalu lintas kendaraan.
C. Quality Control
1) Pengujian mutu : uji gradasi dan PI (di Laboratorium), uji kepadatan (Sand Cone
di lapangan), uji CBR Lapangan (DCP).
2) Pengukuran : dimensi (panjang, lebar dan tebal dilaksanakan secara manual),
kelandaian (menggunakan pesawat waterpass atau theodolit) dan kerataan
permukaan (menggunakan mistar ukur).
Prosedur pelaksanan:
pencampuran agregat kelas B dicampurkan di base Camp dengan menggunakan
alat wheel loader
pengangkutan material agregat kelas B dengan menggunakan alat Motor Grader
hamparan agregat dibasahi dengan water tank truck sebelum dipadatkan dengan
tandem roller
Selama pemadatan, sekelompok pekerjaan akan merapikan tepi hamparan dan
level permukaan dengan menggunakan alat batu
B. Penerapan K3
f. Pengukuran dan pematokan
Pekerjaan Pengukuran dan Pematokan pada Pekerjaan Lapis Pondasi Kelas B
mempunyai potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
4) Terluka akibat penggunaan meteran baja tidak benar,
5) Kecelakaan karena tertabrak oleh kendaraan yang lintas,
6) Terluka pada saat memasang patok dan luka terkena palu.
g. Pengupasan
Pekerjaan Pengupasan pada Pekerjaan Lapis Pondasi Kelas B mempunyai
potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
12) Kecelakaan terperosok ke lubang galian,
13) Terjadi gangguan lalu lintas penduduk sekitar,
14) Terluka karena jatuh pada daerah dengan kemiringan tinggi,
15) Gangguan kesehatan lingkungan akibat pembuangan hasil kupasan tidak benar,
16) Kecelakaan akibat tanah bagian pinggir longsor,
17) Kecelakaan oleh karena batu/pohon besar yang merintangi pengupasan,
18) Terluka oleh peralatan akibat pekerja terlalu berdekatan,
19) Terluka karena pengoperasian alat berat tidak dilakukan dengan benar,
20) Kecelakaan akibat utilitas bawah tanah yang terkena alat penggali,
21) Gangguan lalu lintas penduduk sekitar,
22) Kecelakaan akibat lubang galian terisi air yang menggenang.
h. Penghamparan
Pekerjaan Penghamparan pada Pekerjaan Lapis Pondasi Kelas B mempunyai
potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
9) Terjadi iritasi pada kulit dan paru-paru akibat debu agregat yang kering,
10) Terjadi kecelakaan pada saat dump truck menurunkan agregat,
11) Terluka oleh mesin penghampar (Grader) karena pengoperasian tidak benar,
12) Terjadi kecelakaan akibat tertabrak lalu lintas kendaraan,
13) Terjadi kecelakaan akibat penimbunan material sementara, sebelum dihampar,
14) Kecelakaan akibat tanah di pinggir bahu jalan tidak stabil,
15) Gangguan lalu lintas penduduk sekitar,
16) Terluka oleh peralatan kerja akibat jarak antar pekerja terlalu dekat.
i. Pemadatan
Pekerjaan Pemadatan pada Pekerjaan Lapis Pondasi Kelas B mempunyai potensi
bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
6) Terjadi iritasi pada kulit dan paru-paru oleh debu pada pemadatan yang kering,
7) Terjadi gangguan lalu lintas penduduk sekitar,
8) Kecelakaan akibat tanah bagian pinggir jalan tidak stabil,
9) Terluka akibat pengoperasian mesin pemadat (grader) tidak benar,
10) Terluka oleh alat kerja akibat jarak antar pekerja terlalu dekat.
C. Quality Control
1) Pengujian mutu : uji gradasi dan PI (di Laboratorium), uji kepadatan (Sand Cone
di lapangan), uji CBR Lapangan (DCP).
2) Pengukuran : dimensi (panjang, lebar dan tebal dilaksanakan secara manual),
kelandaian (menggunakan pesawat waterpass atau theodolit) dan kerataan
permukaan (menggunakan mistar ukur).
B. Penerapan K3
a. Pengukuran dan pematokan
Pekerjaan Pengukuran dan Pematokan pada Pekerjaan Lapis Pondasi Kelas A
mempunyai potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Terluka akibat penggunaan meteran baja tidak benar,
2) Kecelakaan karena tertabrak oleh kendaraan yang melintas,
3) Terluka pada saat memasang patok dan luka terkena palu.
4) Terjadi gangguan lalu lintas kendaraan.
c. Penghamparan
Pekerjaan Penghamparan pada Pekerjaan Lapis Pondasi Kelas A mempunyai
potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Terjadi kecelakaan pada saat dump truck menurunkan agregat,
2) Terjadi iritasi pada kulit dan paru-paru akibat debu agregat yang kering,
3) Terluka oleh mesin penghampar (Grader) karena pengoperasian tidak benar,
4) Terjadi kecelakaan akibat tertabrak lalu lintas kendaraan,
5) Terjadi kecelakaan akibat penimbunan material sementara, sebelum dihampar,
6) Kecelakaan akibat tanah di pinggir bahu jalan tidak stabil,
7) Gangguan lalu lintas penduduk sekitar,
8) Terluka oleh peralatan kerja akibat jarak antar pekerja terlalu dekat.
d. Pemadatan
Pekerjaan Pemadatan pada Pekerjaan Lapis Pondasi Kelas A mempunyai
potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Terjadi iritasi pada kulit dan paru-paru oleh debu pada pemadatan yang kering,
2) Terjadi gangguan lalu lintas kendaraan,
3) Terjadi gangguan lalu lintas penduduk sekitar,
4) Kecelakaan akibat tanah bagian pinggir jalan tidak stabil,
5) Terluka akibat pengoperasian mesin pemadat (grader) tidak benar,
6) Terluka oleh alat kerja akibat jarak antar pekerja terlalu dekat.
e. Penyiraman
Pekerjaan Penyiraman pada Pekerjaan Lapis Pondasi Kelas A mempunyai
potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Terjadi gangguan kesehatan karena air yang digunakan penyiraman tidak sehat,
2) Terjagi kecelakaan dalam pengoperasian alat penyiraman (Water Tanker),
3) Kecelakaan tertabrak lalu lintas kendaraan.
C. Quality Control
1) Pengujian mutu : uji gradasi dan PI (di Laboratorium), uji kepadatan (Sand Cone
di lapangan), uji CBR Lapangan (DCP).
2) Pengukuran : dimensi (panjang, lebar dan tebal dilaksanakan secara manual),
kelandaian (menggunakan pesawat waterpass atau theodolit) dan kerataan
permukaan (menggunakan mistar ukur).
b. Pembakaran
Pekerjaan Pembakaran pada Pekerjaan Lapis Resap Pengikat mempunyai
potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Terluka oleh percikan aspal panas,
2) Terluka oleh api pembakaran,
3) Terjadi bahaya kebakaran,
4) Terjadi iritasi pada mata, kulit dan paru-paru akibat asap dan panas dari api
pembakaran dan aspal,
5) Terjadi kerusakan pada pohon, struktur atau bangunan yang berdekatan dengan
lokasi pembakaran.
c. Penyemprotan
Pekerjaan Penyemprotan pada Pekerjaan Lapis Resap Pengikat mempunyai
potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Terluka oleh percikan aspal panas,
2) Terjadi iritasi pada mata, kulit dan paru-paru akibat uap dan panas dari aspal,
1) Terjadi kerusakan pada pohon, struktur atau bangunan yang berdekatan dengan
lokasi dari percikan aspal dan kerusakan lainnya,
3) Terluka oleh pipa alat penyemprot pada kondisi yang panas,
4) Terluka oleh mesin, tangki dan pompa aspal,
5) Lalu lintas kendaraan terganggu,
6) Terluka akibat jarak antar pekerja yang sedang bekerja kurang memadai atau
tidak pada jarak yang aman.
C. Quality Control
1) Periksa contoh material yang akan digunakan
2) Periksa laporan hasil pengujian material yang akan digunakan
3) Periksa JMF berikut data dari grafik percobaan campuran
4) Periksa aspal yang diajukan berikut sertifikat dan data pengujian
c. Penyemprotan
Pekerjaan Penyemprotan pada Pekerjaan Lapis Pengikat Aspal Beton (AC-BC)
mempunyai potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Terluka oleh percikan aspal panas,
2) Terjadi iritasi terhadap mata, kulit dan paru-paru akibat uap dan panas dari aspal,
3) Kerusakan pada pohon, struktur atau bangunan yang berdekatan dengan lokasi
dari percikan aspal,
4) Terluka oleh pipa alat-alat penyemprot yang panas. Terluka oleh mesin pompa
aspal. Terluka oleh tangki aspal,
5) Terjadi gangguan lalu lintas kendaraan,
6) Terjadi kecelakaan atau terluka akibat jarak antara pekerja terlalu dekat.
d. Penghamparan
Pekerjaan Penghamparan pada Pekerjaan Lapis Pengikat Aspal Beton (AC-BC)
mempunyai potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Terluka oleh percikan aspal panas,
2) Terjadi iritasi terhadap mata, kulit dan paru-paru akibat uap dan panas dari aspal,
3) Terluka oleh mesin penghampar aspal (Finisher),
4) Terluka oleh Dump Truck sewaktu menuangkan Hotmix ke dalam Finisher,
5) Terjadi gangguan lalu lintas,
6) Terjadi kecelakaan atau terluka akibat jarak antar pekerja terlalu dekat.
e. Pemadatan
Pekerjaan Pemadatan pada Pekerjaan Lapis Pengikat Aspal Beton (AC-BC)
mempunyai potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Terluka oleh percikan aspal panas,
2) Terjadi iritasi terhadap mata, kulit dan paru-paru akibat uap dan panas dari aspal,
3) Terluka oleh mesin pemadat aspal (Tandem Roller dan Pneumatic Tire Roller),
4) Terjadi kecelakaan atau terluka akibat jarak antar pekerja terlalu dekat,
5) Terjadi gangguan lalu lintas.
f. Penyiraman
Pekerjaan Penyiraman pada Pekerjaan Lapis Pengikat Aspal Beton (AC-BC)
mempunyai potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Terluka oleh percikan aspal panas,
2) Terjadi iritasi terhadap mata, kulit dan paru-paru akibat uap dan panas dari aspal,
3) Terluka oleh mesin pemadat aspal (Tandem Roller) awal dan akhir. Terluka oleh
mesin pemadat aspal (Pneumatic Tire Roller) untuk proses intermediated
rolling,
4) Terjadi kecelakaan atau terluka akibat jarak antar pekerja terlalu dekat,
5) Terjadi gangguan lalu lintas.
B. Penerapan K3
a. Pengukuran dan pematokan
Pekerjaan Pengukuran dan Pematokan pada Pekerjaan Beton mempunyai
potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Terjadi kecelakaan atau terluka oleh alat atau perlengkapan ukur akibat metode
pelaksanaan pekerjaan tidak dilakukan dengan benar,
2) Terjadi gangguan kesehatan atau gangguan fisik akibat pekerja tidak memakai
perlengkapan kerja yang sesuai dengan syarat,
3) Terjadi kecelakaan atau tertabrak kendaraan pada saat melakukan pengukuran di
jalan raya.
b. Penyiapan
Pekerjaan Penyiapan pada Pekerjaan Beton mempunyai potensi bahaya terhadap
tenaga kerja yaitu :
1) Gangguan kesehatan atau gangguan fisik akibat pekerja tidak memakai
perlengkapan kerja yang sesuai dengan syarat,
2) Gangguan paru-paru akibat debu dari material di gudang/tempat penyimpanan,
3) Terjadi bahaya kebakaran dari gudang/material,
4) Terjadi bahaya akibat concrete mixer,
5) Terjadi kecelakaan akibat pemasangan rambu-rambu lalu lintas sementara untuk
pengamanan kurang memadai dan tidak memenuhi syarat.
e. Pengecoran
Pekerjaan Pengecoran pada Pekerjaan Beton mempunyai potensi bahaya
terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Gangguan kesehatan atau gangguan fisik akibat pekerja tidak memakai
perlengkapan
2) kerja yang sesuai dengan syarat,
3) Kecelakaan akibat concrete mixer (kena rantai, roda pemutar dll),
4) Tertimpa pengaduk beton ketika alat tersebut sedang diangkat,
5) Terjatuh dari tempat pengecoran,
6) Terluka akibat membersihkan tabung pengaduk beton,
7) Terluka akibat terkena percikan beton pada saat menuangkan beton dari
pengaduk beton,
8) Terjadi gangguan pada mata dan pendengaran akibat getaran vibrator dan debu
pada saat mencampur semen, agregat dan air,
9) Terluka akibat arus pendek atau tersengat aliran listrik ketika menggunakan
vibrator listrik,
10) Kecelakaan akibat penyalur uetori ke alat vibrator,
11) Luka akibat penggunaan vibrator,
12) Gangguan kesehatan oleh debu akibat pencampuran beton,
13) Kecelakaan akibat robohnya cor beton,
14) Terjadi kecelakaan akibat proses penumpahan adukan beton, pengadukan beton,
alat penggetar dan water tanker,
15) Terjadi kecelakaan atas orang luar yang masuk kedalam areal pekerjaan,
16) Terjadi kecelakaan kerja ketika bekerja pada kedaan gelap atau malam hari
akibat penerangan tidak cukup,
17) Kecelakaan akibat lantai kerja sementara roboh.
Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan
Pengecoran pada Pekerjaan Beton yaitu :
1) Pelaksanaan pengecoran harus dilakukan oleh tenaga terampil yang
berpengalaman dan dalam melaksanakan pekerjaan, harus memakai pakaian dan
perlengkapan kerja sesuai dengan standar,
2) Semua gigi, rantai-rantai dan roda pemutar dari pengaduk beton harus dilindungi
sedemikian sehingga aman,
3) Penyangga pengaduk beton harus dilindungi oleh pagar pengaman untuk
mencegah para pekerja lewat di bawahnya ketika alat yang bersangkutan sedang
diangkat,
4) Operator mixer beton tidak diperkenankan menurunkan penyangga sebelum
semua pekerja berada di tempat yang aman,
5) Pada waktu membersihkan tabung pengaduk, tindakan-tindakan pengamanan
harus diambil untuk melindungi para pekerja di dalamnya, misalnya dengan
mengunci tombol dalam posisi terbuka melepaskan sikring-sikring atau dengan
cara mematikan sumber tenaga,
6) Ketika beton sedang dituang dari bak muatan, pekerja harus berada pada jarak
yang aman terhadap setiap percikan beton,
7) Pelaksanaan pencampuran aggregate, semen dan air harus tidak menimbulkan
debu yang beterbangan, pekerja harus menggunakan masker pernapasan,
8) Pekerja yang menggunakan vibrator listrik harus ahli dan berpengalaman di
bidangnya,
9) Pipa-pipa penyaiur uetori ke alat vibrator harus memmenuhi ketentuan sebagai
berikut:
Hubungan pipa harus diikat dengan rantai pengaman atau cara lain yang
efektif,
Mulut pipa pengeluaran harus terikat kuat sehingga dapat mencegah gerakan
bergeser,
10) Bila menggunakan vibrator listrik, maka :
Dihubungkan ke tanah (earthed),
Bagian-bagian yang penting harus cukup diberi isolasi,
Arus listrik harus dimatikan bila sedang tidak digunakan,
Diusahakan sedemikian rupa bila beton mulai mengeras maka harus
dilindungi terhadap arus air yang mengalirkan bahan-bahan kimia, dan
getaran begitu juga terhadap pekerja,
Diusahakan sedemikian rupa tidak boleh meletakkan beban di atas beton
yang sedang mengeras,
11) Bahan-bahan kering dari beton harus dicampur pada ruang yang tertutup :
Debu harus tersalur/terbuang ke luar,
Bila debu tidak dapat terbuang, maka para pekerja harus menggunakan alat
pernapasan,
12) Selama pengecoran papan acuan dan penumpunya harus dicegah terhadap
kerusakan,
13) Pengoperasian alat pengaduk, penggetar dan water tanker harus dilakukan oleh
orang yang ahli dan berpengalaman dan harus selalu dijaga agar tidak ada orang
luar maupun pekerja lain yang tidak berkepentingan berada di tempat
pengecoran beton,
14) Membatasi daerah pekerjaan pengecoran dengan pagar atau rambu yang
informatif,
15) Menyiapkan penerangan apabila harus bekerja pada malam hari,
16) Lantai kerja sementara yang menahan pipa pemompa beton harus kuat untuk
menumpu pipa yang sedang berisi dan mempunyai faktor pengaman sedikitnya
4.
C. Quality Control
a. Pengujian untuk kelecakan (workability)
Satu pengujian "slump" atau lebih, harus dilaksanakan pada setiap pencampuran
beton yang dihasilkan, dan pengujian harus disaksikan oleh para pihak yang terlibat.
Slump yang diukur merupakan slump yang tidak mengubah komposisi campuran yang
disepakati sebelumnya. Slump yang terjadi tidak boleh melebihi 20 mm dari slump
rencana.
c. Pengujian tambahan
Untuk menentukan mutu bahan atau campuran atau pekerjaan beton akhir, harus
dilaksanakan pengujian tambahan sesuai yang diperlukan, meliputi :
1) pengujian yang tidak merusak dengan menggunakan alat seperti Impact Echo,
Ultrasonic Penetration Velocity (UPV) atau peralatan uji lainnya;
2) pengujian pembebanan struktur atau bagian struktur yang dipertanyakan;
3) pengambilan dan pengujian benda uji inti (core) beton;
4) pengujian lainnya sebagaimana yang direkomendasikan.
12. Untuk Pekerjaan Beton Mutu Sedang fc’20 Mpa, meliputi :
A. Metode Pelaksanaan
Beton mutu sedang f’c 20 Mpa digunakan pada Abutment. Sebelum
melaksanakan pekerjaan ini, penyedia jasa harus menyerahkan JMF dan JMD campuran
beton kepada Konsultan Pengawas atau Direksi Lapangan. Agregat beton fc’ 20 MPa
dicampur sesuai dengan komposisinya agregat kasar, pasir beton, semen dicampur
dalam concrete pan mixer/batching plant sesuai komposisi mix design yang disetujui
oleh direksi lapangan dan konsultan, kemudian dicampur dengan air secukupnya.
Campuran beton mutu sedang fc’ 20 MPa kemudian diangkut dengan truck mixer ke
lokasi pengecoran. Sebelum pengecoran dimulai bekisting sudah terpasang dengan baik
sesuai gambar dokumen kontrak. Selama pengecoran sekelompok pekerja membantu
merapikan dan memadatkan dengan concrete vibrator.
B. Penerapan K3
1. Pengukuran dan pematokan
Pekerjaan Pengukuran dan Pematokan pada Pekerjaan Beton mempunyai
potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Terjadi kecelakaan atau terluka oleh alat atau perlengkapan ukur akibat metode
pelaksanaan pekerjaan tidak dilakukan dengan benar,
2) Terjadi gangguan kesehatan atau gangguan fisik akibat pekerja tidak memakai
perlengkapan kerja yang sesuai dengan syarat,
3) Terjadi kecelakaan atau tertabrak kendaraan pada saat melakukan pengukuran di
jalan raya.
2. Penyiapan
Pekerjaan Penyiapan pada Pekerjaan Beton mempunyai potensi bahaya terhadap
tenaga kerja yaitu :
1) Gangguan kesehatan atau gangguan fisik akibat pekerja tidak memakai
perlengkapan kerja yang sesuai dengan syarat,
2) Gangguan paru-paru akibat debu dari material di gudang/tempat penyimpanan,
3) Terjadi bahaya kebakaran dari gudang/material,
4) Terjadi bahaya akibat concrete mixer,
5) Terjadi kecelakaan akibat pemasangan rambu-rambu lalu lintas sementara untuk
pengamanan kurang memadai dan tidak memenuhi syarat.
5. Pengecoran
Pekerjaan Pengecoran pada Pekerjaan Beton mempunyai potensi bahaya
terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Gangguan kesehatan atau gangguan fisik akibat pekerja tidak memakai
perlengkapan
2) kerja yang sesuai dengan syarat,
3) Kecelakaan akibat concrete mixer (kena rantai, roda pemutar dll),
4) Tertimpa pengaduk beton ketika alat tersebut sedang diangkat,
5) Terjatuh dari tempat pengecoran,
6) Terluka akibat membersihkan tabung pengaduk beton,
7) Terluka akibat terkena percikan beton pada saat menuangkan beton dari
pengaduk beton,
8) Terjadi gangguan pada mata dan pendengaran akibat getaran vibrator dan debu
pada saat mencampur semen, agregat dan air,
9) Terluka akibat arus pendek atau tersengat aliran listrik ketika menggunakan
vibrator listrik,
10) Kecelakaan akibat penyalur uetori ke alat vibrator,
11) Luka akibat penggunaan vibrator,
12) Gangguan kesehatan oleh debu akibat pencampuran beton,
13) Kecelakaan akibat robohnya cor beton,
14) Terjadi kecelakaan akibat proses penumpahan adukan beton, pengadukan beton,
alat penggetar dan water tanker,
15) Terjadi kecelakaan atas orang luar yang masuk kedalam areal pekerjaan,
16) Terjadi kecelakaan kerja ketika bekerja pada kedaan gelap atau malam hari
akibat penerangan tidak cukup,
17) Kecelakaan akibat lantai kerja sementara roboh.
Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan
Pengecoran pada Pekerjaan Beton yaitu :
1) Pelaksanaan pengecoran harus dilakukan oleh tenaga terampil yang
berpengalaman dan dalam melaksanakan pekerjaan, harus memakai pakaian dan
perlengkapan kerja sesuai dengan standar,
2) Semua gigi, rantai-rantai dan roda pemutar dari pengaduk beton harus dilindungi
sedemikian sehingga aman,
3) Penyangga pengaduk beton harus dilindungi oleh pagar pengaman untuk
mencegah para pekerja lewat di bawahnya ketika alat yang bersangkutan sedang
diangkat,
4) Operator mixer beton tidak diperkenankan menurunkan penyangga sebelum
semua pekerja berada di tempat yang aman,
5) Pada waktu membersihkan tabung pengaduk, tindakan-tindakan pengamanan
harus diambil untuk melindungi para pekerja di dalamnya, misalnya dengan
mengunci tombol dalam posisi terbuka melepaskan sikring-sikring atau dengan
cara mematikan sumber tenaga,
6) Ketika beton sedang dituang dari bak muatan, pekerja harus berada pada jarak
yang aman terhadap setiap percikan beton,
7) Pelaksanaan pencampuran aggregate, semen dan air harus tidak menimbulkan
debu yang beterbangan, pekerja harus menggunakan masker pernapasan,
8) Pekerja yang menggunakan vibrator listrik harus ahli dan berpengalaman di
bidangnya,
9) Pipa-pipa penyaiur uetori ke alat vibrator harus memmenuhi ketentuan sebagai
berikut:
Hubungan pipa harus diikat dengan rantai pengaman atau cara lain yang
efektif,
Mulut pipa pengeluaran harus terikat kuat sehingga dapat mencegah gerakan
bergeser,
10) Bila menggunakan vibrator listrik, maka :
Dihubungkan ke tanah (earthed),
Bagian-bagian yang penting harus cukup diberi isolasi,
Arus listrik harus dimatikan bila sedang tidak digunakan,
Diusahakan sedemikian rupa bila beton mulai mengeras maka harus
dilindungi terhadap arus air yang mengalirkan bahan-bahan kimia, dan
getaran begitu juga terhadap pekerja,
Diusahakan sedemikian rupa tidak boleh meletakkan beban di atas beton
yang sedang mengeras,
11) Bahan-bahan kering dari beton harus dicampur pada ruang yang tertutup :
Debu harus tersalur/terbuang ke luar,
Bila debu tidak dapat terbuang, maka para pekerja harus menggunakan alat
pernapasan,
12) Selama pengecoran papan acuan dan penumpunya harus dicegah terhadap
kerusakan,
13) Pengoperasian alat pengaduk, penggetar dan water tanker harus dilakukan oleh
orang yang ahli dan berpengalaman dan harus selalu dijaga agar tidak ada orang
luar maupun pekerja lain yang tidak berkepentingan berada di tempat
pengecoran beton,
14) Membatasi daerah pekerjaan pengecoran dengan pagar atau rambu yang
informatif,
15) Menyiapkan penerangan apabila harus bekerja pada malam hari,
16) Lantai kerja sementara yang menahan pipa pemompa beton harus kuat untuk
menumpu pipa yang sedang berisi dan mempunyai faktor pengaman sedikitnya
4.
C. Quality Control
a. Pengujian untuk kelecakan (workability)
Satu pengujian "slump" atau lebih, harus dilaksanakan pada setiap pencampuran
beton yang dihasilkan, dan pengujian harus disaksikan oleh para pihak yang terlibat.
Slump yang diukur merupakan slump yang tidak mengubah komposisi campuran yang
disepakati sebelumnya. Slump yang terjadi tidak boleh melebihi 20 mm dari slump
rencana.
c. Pengujian tambahan
Untuk menentukan mutu bahan atau campuran atau pekerjaan beton akhir, harus
dilaksanakan pengujian tambahan sesuai yang diperlukan, meliputi :
1) pengujian yang tidak merusak dengan menggunakan alat seperti Impact Echo,
Ultrasonic Penetration Velocity (UPV) atau peralatan uji lainnya;
2) pengujian pembebanan struktur atau bagian struktur yang dipertanyakan;
3) pengambilan dan pengujian benda uji inti (core) beton;
4) pengujian lainnya sebagaimana yang direkomendasikan.
13. Untuk Pekerjaan Baja Tulangan D13, meliputi:
A. Metode Pelaksanaan
Pekerjaan ini mencakup pengadaan dan pemasangan baja tulangan sesuai
dengan spesifikasi dan gambar, atau sebagaimana yang diperintahkan oleh konsultan
pengawas dan direksi lapangan.
1. Baja beton D-13 ulir diangkut ke lokasi kerja selanjutnya dipotong sesuai dengan
gambar rencana, kemudian dirakit dan diikat dengan kawat bendrat atau kawat
beton
2. Tulangan harus dibersihkan sesaat sebelum pemasangan untuk menghilangkan
lumpur, kotoran, kerak, dan lain-lain.
3. Tulangan harus ditempatkan akurat sesuai dengan gambar dan dengan kebutuhan
selimut beton minimum yang diisyaratkan
4. Batang tulangan harus diikat kencang dengan menggunakan kawat pengikat.
B. Penerapan K3
a. Pengukuran dan pemotongan
Pekerjaan Pengukuran dan Pemotongan pada Pekerjaan Penulangan mempunyai
potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Pada waktu pengukuran harus diperhatikan agar tidak menggangu penguna jalan
sesama pekerja (resiko tertabrak kendaraan),
2) Terjepit alat pemotong besi/baja tulangan,
3) Luka akibat sisa-sisa besi/baja tulangan.
b. Pemasangan
Pekerjaan Pemasangan pada Pekerjaan Penulangan mempunyai potensi bahaya
terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Terjepit saat mengangkat tulangan. Luka akibat membengkokan tulangan
baja/besi,
2) Luka karena jarak antar sesama pembuat tulangan,
3) Luka di tangan akibat kawat baja pada saat mengikat tulangan,
4) Kecelakaan akibat tanah longsor/benda jatuh Jika pemasangan tulangan dibawah
permukaan tanah,
4) Kecelakaan akibat tulangan runtuh jika pemasangan tulangan dilakukan pada
ketinggian tertentu,
5) Luka akibat sisa-sisa (potongan) tulangan maupun kawat baja,
6) Terluka akibat pekerja dan alat.
C. Quality Control
1) Setelah lantai kerja mengeras dan cukup kuat , maka dapat dilanjutkan dengan
pekerjaan penyetelan formasi penulangan abutment termasuk pembuatan
bekisting-bekisting sesuai dimensi yang ditunjukkan dalam gambar kerja.
Persilangan batang-batang tulangan diikat kuat dan rapi dengan menggunakan
kawat bindrat. Pada proses penulangan perlu memperhatikan panjang
penyaluran pada sambungan tulangan, jarak antar tulangan dipastikan tidak
bergeser, termasuk ketebalan selimut beton sesuai yang dikehendaki.
2) Untuk memastikan tulangan tidak bergeser pada saat pengecoran, yang
mengakibatkan tebal selimut beton tidak terpenuhi, maka perlu dipersiapkan
beton decking yang berfungsi untuk menyangga formasi tulangan tetap pada
posisi yang diinginkan.
1. Baja beton D-16 ulir diangkut ke lokasi kerja selanjutnya dipotong sesuai
dengan gambar rencana, kemudian dirakit dan diikat dengan kawat bendrat atau
kawat beton
2. Tulangan harus dibersihkan sesaat sebelum pemasangan untuk menghilangkan
lumpur, kotoran, kerak, dan lain-lain.
3. Tulangan harus ditempatkan akurat sesuai dengan gambar dan dengan
kebutuhan selimut beton minimum yang diisyaratkan
4. Batang tulangan harus diikat kencang dengan menggunakan kawat pengikat.
B. Penerapan K3
d. Pengukuran dan pemotongan
Pekerjaan Pengukuran dan Pemotongan pada Pekerjaan Penulangan mempunyai
potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Pada waktu pengukuran harus diperhatikan agar tidak menggangu penguna jalan
sesama pekerja (resiko tertabrak kendaraan),
2) Terjepit alat pemotong besi/baja tulangan,
3) Luka akibat sisa-sisa besi/baja tulangan.
e. Pemasangan
Pekerjaan Pemasangan pada Pekerjaan Penulangan mempunyai potensi bahaya
terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Terjepit saat mengangkat tulangan. Luka akibat membengkokan tulangan
baja/besi,
2) Luka karena jarak antar sesama pembuat tulangan,
3) Luka di tangan akibat kawat baja pada saat mengikat tulangan,
4) Kecelakaan akibat tanah longsor/benda jatuh Jika pemasangan tulangan dibawah
permukaan tanah,
4) Kecelakaan akibat tulangan runtuh jika pemasangan tulangan dilakukan pada
ketinggian tertentu,
5) Luka akibat sisa-sisa (potongan) tulangan maupun kawat baja,
6) Terluka akibat pekerja dan alat.
C. Quality Control
1) Setelah lantai kerja mengeras dan cukup kuat , maka dapat dilanjutkan dengan
pekerjaan penyetelan formasi penulangan abutment termasuk pembuatan
bekisting-bekisting sesuai dimensi yang ditunjukkan dalam gambar kerja.
Persilangan batang-batang tulangan diikat kuat dan rapi dengan menggunakan
kawat bindrat. Pada proses penulangan perlu memperhatikan panjang
penyaluran pada sambungan tulangan, jarak antar tulangan dipastikan tidak
bergeser, termasuk ketebalan selimut beton sesuai yang dikehendaki.
2) Untuk memastikan tulangan tidak bergeser pada saat pengecoran, yang
mengakibatkan tebal selimut beton tidak terpenuhi, maka perlu dipersiapkan
beton decking yang berfungsi untuk menyangga formasi tulangan tetap pada
posisi yang diinginkan.
1. Baja beton D-22 ulir diangkut ke lokasi kerja selanjutnya dipotong sesuai
dengan gambar rencana, kemudian dirakit dan diikat dengan kawat bendrat atau
kawat beton
2. Tulangan harus dibersihkan sesaat sebelum pemasangan untuk menghilangkan
lumpur, kotoran, kerak, dan lain-lain.
3. Tulangan harus ditempatkan akurat sesuai dengan gambar dan dengan
kebutuhan selimut beton minimum yang diisyaratkan
4. Batang tulangan harus diikat kencang dengan menggunakan kawat pengikat.
B. Penerapan K3
a. Pengukuran dan pemotongan
Pekerjaan Pengukuran dan Pemotongan pada Pekerjaan Penulangan mempunyai
potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Pada waktu pengukuran harus diperhatikan agar tidak menggangu penguna jalan
sesama pekerja (resiko tertabrak kendaraan),
2) Terjepit alat pemotong besi/baja tulangan,
3) Luka akibat sisa-sisa besi/baja tulangan.
b. Pemasangan
Pekerjaan Pemasangan pada Pekerjaan Penulangan mempunyai potensi bahaya
terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Terjepit saat mengangkat tulangan. Luka akibat membengkokan tulangan
baja/besi,
2) Luka karena jarak antar sesama pembuat tulangan,
3) Luka di tangan akibat kawat baja pada saat mengikat tulangan,
4) Kecelakaan akibat tanah longsor/benda jatuh Jika pemasangan tulangan dibawah
permukaan tanah,
5) Kecelakaan akibat tulangan runtuh jika pemasangan tulangan dilakukan pada
ketinggian tertentu,
6) Luka akibat sisa-sisa (potongan) tulangan maupun kawat baja,
7) Terluka akibat pekerja dan alat.
C. Quality Control
1) Setelah lantai kerja mengeras dan cukup kuat , maka dapat dilanjutkan dengan
pekerjaan penyetelan formasi penulangan abutment termasuk pembuatan
bekisting-bekisting sesuai dimensi yang ditunjukkan dalam gambar kerja.
Persilangan batang-batang tulangan diikat kuat dan rapi dengan menggunakan
kawat bindrat. Pada proses penulangan perlu memperhatikan panjang
penyaluran pada sambungan tulangan, jarak antar tulangan dipastikan tidak
bergeser, termasuk ketebalan selimut beton sesuai yang dikehendaki.
2) Untuk memastikan tulangan tidak bergeser pada saat pengecoran, yang
mengakibatkan tebal selimut beton tidak terpenuhi, maka perlu dipersiapkan
beton decking yang berfungsi untuk menyangga formasi tulangan tetap pada
posisi yang diinginkan.
3.4.4 Kurva S
Pengukuran kemajuan aktual pekerjaan yang sudah dilakukan dapat dipakai
sebagai data input dalam pengendalian proyek. Caranya dengan menghitung volume
pekerjaan masing-masing kegiatan, lalu dibuatkan bobotnya dalam persentase kumulatif
biaya dalam bentuk kurva S. Kurva S juga didapat dariplot bobot kumulatif pekerjaan
sebagai persentase dari biaya per-item pekerjaan dibagi dengan total anggaran proyek,
dengan data-data yang ada pada format laporan pengendalian.
Untuk mengetahui progress proyek, bobot kumulatif penyelesaian volume
masing-masing kegiatan diplotkan menjadi kurva S aktual, sehingga dapat
dibandingkan dengan kurva S rencan. Hasilnya dapat menggambarkan terjadinya
keterlambatan atau percepatan kinerja proyek dari segi waktu pelaksaan proyek. (Abrar
Husen, 2011).