Anda di halaman 1dari 122

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Metode Pelaksanaan merupakan penjabaran tata cara dan teknik-teknik
pelaksanaan pekerjaan. Pada dasarnya metode pelaksanaan konstruksi merupakan
penerapan konsep rekayasa yang berpijak pada keterkaitan antara persyaratan dalam
dokumen pelelangan, keadaan teknis dan ekonomis dilapangan dan seluruh sumber
daya termasuk pengalaman kontraktor. Pelaksanaan pekerjana dilapangan dilakukan
sepenuhnya oleh kontraktor pelaksana yang telah ditunjuk dan diawasi langsung oleh
konsultan pengawas dan Departemen Pekerjaan Umum. Pelaksanaan pekerjaan
dilakukan berdasarkan atas gambar-gambar kerja dan spesifikasi teknik umum dan
khusus yang telah tercantum dalam dokumen kontrak rencana kerja dan syarat-syarat
(RKS) dan mengikuti perintah atau petunjuk dari konsultan, sehingga hasil yang dicapai
akan sempurna dan sesuai dengan keiginan pemilik proyek (Owner).
Pada pelaksanaan Pengawasan Jalan dan Jembatan fungsi pengendalian dan
monitoring adalah usaha yang sistematis untuk menentukan standar yang sesuai dengan
sasaran merancang sistem informasi dan membandingkan pelaksanaan dengan standart
dengan menganalisis kemungkinan adanya penyimpanan antara pelaksanaan dan
standart, yang kemudian mengambil suatu tindakan pembetulan yang diperlukan, agar
sumber daya digunakan secara efektif dan efisien dalam rangka mencapai sasaran.
Ada tiga penilaian terhadap mutu suatu proyek konstruksi yaitu penilaian atas
fisik konstruksi, biaya mutu dan waktu. Pengendalian mutu fisik konstuksi terpisah
dengan pengendalian jadwal dan biaya. Pengendalian terhadap mutu fisik konstruksi
dilakukan secara tersendiri oleh pengawas melalui gambar rencana dan spesifikasi
teknis. Pengendalian jadwal dan biaya dimasukan dalam divisi manajemen proyek yang
mencakup pemantauan kemajuan pekerjaan (Progress), reduksi biaya, optimasi, model
dan analisis (Wulfram, 2004).
1.2 Ruang Lingkup
Perhitungan Quantity Surveying jalan dan jembatan meliputi:
 Pekerjaan tanah
 Pelebaran dan perkerasan bahu jalan
 Pekerjaan Perkerasan Jalan
 Perhitungan struktur

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam perhitungan Quantity Surveying yang dilakukan adalah
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui harga satuan pekerjaan masing – masing pada anggaran biaya.

2. Untuk menghitung biaya tenaga kerja, material dan alat yang diperlukan.

3. Untuk menghitung jumlah tenaga kerja, material dan alat yang diperlukan.

4. Untuk menghitung jumlah material, jumlah jam kerja alat dan jumlah jam kerja

tenaga kerja.

1.4 Pengumpulan Data dan Analisa


 Data daftar harga satuan upah diperoleh dari Keputusan Gubernur Aceh Tahun
2018 Untuk Kota Lhokseumawe
 Data daftar harga satuan bahan diperoleh dari Keputusan Gubernur Aceh Tahun
2018 Untuk Kota Lhokseumawe
 Data daftar harga satuan alat diperoleh dari Owner Estimate
 Berdasarkan data yang diperoleh, kemudian diolah dan dianalisis dengan metode
AHSP 2016
1.5 Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari Quantity Surveying adalah :
1. Dapat mengetahui harga satuan pekerjaan masing – masing pada anggaran biaya.

2. Dapat menghitung biaya tenaga kerja, material dan alat yang diperlukan.

3. Dapat menghitung jumlah tenaga kerja, material dan alat yang diperlukan.

4. Dapat menghitung jumlah material, jumlah jam kerja alat dan jumlah jam kerja

tenaga kerja.

5.
BAB 2

KONSEP DASAR ANGGARAN BIAYA JALAN DAN JEMBATAN

2.1 Pendahuluan

Analisa harga satuan pekerjaan menurut (AHSP 2016 bidang pekerjaan umum)
adalah perhitugan kebutuhan biaya tenaga kerja, bahan dan peralatan untuk
mendapatkan harga satuan atau jenis pekerjaan tertentu. Perhitungan harga satuan
tenaga kerja yang ditetapkan oleh daftar upah pemerintah setempat, yang dikalikan
dengan koefisien upah. Perhitungan harga satuan biaya bahan/material yang ditetapkan
oleh daftar harga bahan pemerintah setempat, yang dikalikan dengan koefisien
bahan/material. Untuk perhitungan harga satuan biaya peralatan dimana hasil dari biaya
sewa peralatan dikalikan dengan koefisien alat. Untuk analisa harga satuan pekerjaan
tebal perkerasan merupakan perjumlahan dari analisa harga satuan upah, bahan/material
dan peralatan.

Analisa harga satuan pekerjaan pada tebal perkerasan aspal dipergunakan untuk
menghitung harga satuan Galian, Timbunan, Lapis Pondasi Bawah (LPB), Lapis
Pondasi Atas (LPA), Prime Coat, Take Coat, AC-Base, AC-Binder dan AC-WC.

2.2 Jalan dan Jembatan


Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap jalan dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu
lintas, yang berada diatas permukaan tanah, dibawah permukaan tanah, diatas
permukaan air kecuali jalan kereta api (Sukirman,1999).
Jembatan adalah suatu struktur konstruksi yang memungkinkan untuk rute
transportasi yang melalui sungai, danau, kali, jalan raya, jalan kereta api dan lain-
lainnya. Jembatan adalah suatu struktur konstruksi yang berfungsi untuk
menghubungkan dua bagian jalan yang terputus karena adanya rintangan-rintangan
seperti lembah yang dalam, sungai, saluran irigasi dan pembuangan.

2.2.1 Jalan
1. Konstruksi Perkerasan Lentur
Konstruksi perkerasan Jalan Lentur/Perkerasan Aspal (Flexible Pavement)
adalah perkerasan yang umumnya menggunakan bahan campuran beraspal sebagai
lapis permukaan serta bahan berbutir sebagai lapisan di bawahnya. Sehingga lapisan
perkerasan tersebut mempunyai flexibilitas/kelenturan yang dapat menciptakan
kenyamanan kendaraan saat melintas di atasnya.

Lapis Permukaan

Lapisan Pondasi Atas

Lapisan Pondasi Bawah

Tanah Dasar

Gambar 2.1 Susunan Lapis Perkerasan Lentur


Adapun komponen Perkerasan Lentur (Flexible Pavement), yaitu :

1. Tanah Dasar
Tanah Dasar adalah permukaan tanah semula atau permukaan tanah
timbunan, yang didapatkan dan merupakan permukaan dasar untuk
perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya.
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari
sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. Umumnya persoalan yang
menyangkut tanah dasar adalah sebagai berikut :
a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam tanah
tertentu akibat beban lalu lintas.
b. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat
perubahan kadar air.
c. Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara
pasti pada daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda sifat dan
kedudukannya, atau akibat pelaksanaan.
2. Lapis Pondasi Bawah (Sub Base Course)
Lapis Pondasi Bawah adalah bagian dari perkerasan yang terletak antara
lapis pondasi dan tanah dasar.
Fungsi lapis pondasi bawah antara lain :
a. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan
menyebarkan beban roda.
b. Untuk mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapis pondasi.
c. Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan dapat berjalan lancar.
3. Lapis Pondasi Atas (Base Course)
Lapis Pondasi adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis permukaan
dengan lapis pondasi bawah (atau dengan tanah dasar bila tidak
menggunakan lapis pondasi bawah).
Fungsi lapis pondasi antara lain :
a. Sebagai bagian perkerasan yang menahan beban roda.
b. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.
4. Lapis Resap Pengikat (Prime Coat)
Lapis Resap Pengikat atau sering disebut juga dengan Prime Coat
merupakan lapisan ikat aspal cair yang diletakkan di atas lapis pondasi
Agregat Kelas A.

5. Lapis Perekat (Take Coat)

Lapis Perekat (Take Coat) merupakan lapisan aspal cair yang di letakkan di

atas lapisan beraspal atau lapis beton semen sebelum lapis berikutnya di

hampar, lapis perekat berfungsi untuk memberikan daya ikat antara lapis

lama dengan lapis baru.

6. Laston Lapis Pondasi (AC-Base)


Laston atas atau lapisan pondasi (AC-Base) merupakan pondasi perkerasan
yang terdiri dari campuran agregat dan aspal dengan perbandingan tertentu
dicampur dan di padatkan dalam keadaan panas. Lapisan ini terletak di
bawah lapis pengikat (AC-BC), perkerasan tersebut tidak berhubungan
langsung dengan cuaca, tetapi perlu memiliki stabilitas untuk menahan
beban lalulints yang di sebarkan melalui roda kendaran. Lapis Pondasi (AC-
Base) berfungsi untuk memberi dukungan lapis permukaan, mengurangi
regangan dan tegangan, menyebarkan dan menuruskan beban kontruksi jalan
di bawahnya (Sub Grade).
7. Laston Lapis Antara AC-BC
Lapisan ini merupakan lapisan perkerasan yang terletak di bawah lapisan aus
(Wearing Course) dan di atas lapis pondasi (Base Course). Lapisan ini tidak
berhubungan langsung dengan cuaca, tetapi harus mempunyai ketebalan dan
kekauan yang cukup untuk mengurangi tegangan/regangan akibat beban lalu
lintas yang akan di teruskan ke lapisan di bawahnya yaitu Base dan Sub
Grade (tanah dasar). Karakteristik yang terpenting pada campuran ini
adalah stabilitas.
8. Laston Lapis Aus (AC-WC)
Asphalt Congcrete – Wearing Course (AC-WC) merupakan lapisan
perkerasan yang terletak paling atas dan berfungsi sebagai lapisan aus.
Walaupun bersifat non structural, AC-WC dapat menambah daya tahan
perkerasan terhadap penurunan mutu sehingga secara keseluruhan
menambah masa pelayanan dari konstruksi perkerasan. AC-WC mempunyai
tekstur yang paling halus dibandingkan dengan jenis laston.

2. Konstruksi Perkerasan Kaku


Konstruksi Perkerasan Jalan Kaku (Rigid Pavement) adalah jenis perkerasan
jalan yang menggunakan semen (portland cement) sebagai bahan pengikat utama. Pelat
beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan di atas tanah dasar dengan atau tanpa lapis
pondasi bawah. Beban lalu lintas dipikul oleh plat beton. Perkerasan ini pada umumnya
dipakai pada jalan yang memiliki kondisi lalu lintas yang cukup padat dan memiliki
distribusi beban yang besar, seperti pada jalan-jalan lalu lintas antar provinsi, jembatan
layang (Fly over), jalan tol, maupun persimpangan bersinyal.

Tulangan

Lapisan Pondasi Bawah

Tanah Dasar

Gambar 2.2 Susunan Lapis Perkerasan Kaku


Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) adalah perkerasan tegar/kaku/rigid dengan
bahan perkerasan yang terdiri dari atas bahan ikat (semen portland, tanah liat) dengan
batuan. Bahan ikat semen portland digunakan untuk lapis permukaan yang terdiri atas
campuran batu dan semen (beton) yang disebut slab beton.

Gambar 2.3 Tipikal Struktur Perkerasan Kaku

2.2.2 Jembatan
Jembatan merupakan suatu konstruksi bangunan pelengkap jalan yang berfungsi
sebagai penghubung dua ujung jalan yang terputus oleh suatu hambatan seperti sungai,
saluran, lembah, selat atau laut, jalan raya, dan jalan kereta api. (dawam, 2013)
Jembatan terbagi dua struktur yaitu struktur bawah dan struktur atas. Struktur
bawah (Substructures) merupakan bagian dari konstruksi jembatan yang berfungsi
sebagai pemikul beban-beban yang diberikan bangunan atas jembatan dan kemudian
menyalurkan ke pondasi, selanjutnya oleh pondasi disalurkan ke tanah. Bangunan
Bawah jembatan terdiri dari beberapa item, yaitu :
1. Pilar (Pier) berfungsi sebagai pendukung bangunan atas. Bila pilar ada pada
suatu bangunan jembatan letaknya di antara kedua abutment dan jumlahnya
tergantung keperluan, seringkali pilar tidak diperlukan. Berfungsi meneruskan
seluruh beban jembatan ke tanah dasar.
2. Abutment merupakan bagian bangunan pada ujung-ujung jembatan, selain
sebagai pendukung bagi bangunan atas, abutment juga berfungsi sebagai
penahan tanah.
3. Pondasi berfungsi menerima beban dari bangunan bawah dan menyalurkan ke
tanah, secara umum pondasi dapat dibedakan sebagai berikut :
- Pondasi Langusng digunakan bila lapisan tanah pondasi yang telah
diperhitungkan mampu memikul beban-beban diatasnya, terletak pada lokasi
yang dangkal dari tanah setempat.
- Pondasi Dalam digunakan apabila lapisan tanah keras yang mampu memikul
beban letaknya cukup dalam, sehingga beban-beban harus disalurkan
melalui suatu konstruksi penerus yang juga disebut tiang pancang dan
pondasi sumuran.

Struktur Atas (Superstructures) merupakan bagian dari konstruksi jembatan


yang berfugsi sebagai pemikul beban langsung yang meliputi berat sendiri, beban mati,
beban mati tambahan, beban lalu-lintas kendaraan, gaya rem, beban pejalan kaki, dan
lain-lain. Bangunan Atas memiliki beberapa item, yaitu :

1. Lantai Jembatan adalah lantai kendaraan yang terletak diatas gelagar melintang,
biasanya terbuat dari kayu atau pasangan beton bertulang dan seluruh lebar
bagiannya digunakan untuk lalu lintas kendaraan.
2. Gelagar Induk merupakan komponen utama yang berfungsi untuk
mendistribusikan beban-beban secara longitudinal dan biasanya di desain untuk
menahan lendutan.
3. Gelagar Sekunder terdiri dari gelagar melintang dan memanjang gelagar
melintang merupakan pengikat antara gelagar induk yang di desain untuk
menahan deformasi melintang dari rangka struktur atas dan membantu
pendistribusian bagian dari beban vertical antara gelagar induk

2.3 Pengunaan Alat Berat pada Perkerasan Jalan Raya


Penggunaan alat berat untuk pekerjaan perkerasan teknik sipil adalah pada
bangunan gedung, jalan, bangunan air seperti DAM, Bendung, Irigasi dan lain-lain. Alat
berat digunakan dalam Teknik Sipil untuk membantu manusia dalam pekerjaan yang
relative besar dan rumit (Rostiyanti, 2002), dengan menggukan Alat Berat maka
produktivitas kerja yang dihasilkan lebih besar dan cepat.

2.3.1 Produktivitas Alat Berat

Menurut Rostiyanti, F.S (2008), produktivitas adalah kemampuan alat dalam satuan
waktu (m3/jam). Dan alat berat merupakan faktor penting didalam proyek terutama proyek-
proyek konstruksi dengan skala yang besar. Produktivitas alat tergantung pada kapasitas, waktu
siklus alat, dan efesiansi alat. Siklus kerja dalam pemindahan material merupakan suatu
kegiatan yang dilakukan berulang. Waktu yang diperlukan dalam siklus kegiatan di atas
disebut siklus waktu. Waktu siklus sendiri terdiri dari beberapa unsur, waktu yang
diperlukan di dalam siklus kegiatan disebut waktu siklus atau Cycle Time (CT). Rumus
dasar untuk mencari produktivitas alat adalah :

Kapasitas
Produktivitas=
CT

Umumnya waktu siklus alat di tetapkan dalam menit sedangkan produktivitas alat
di dalam produksi/jam. Jika faktor efesiensi alat di masukkan. Cara yang umum di pakai
untuk menentukan efesiensi alat adalah dengan menghitung berapa menit alat tersebut
bekerja secara efektif dalam satu jam. maka rumus di atas menjadi :

60
Produktivitas=Kapasitas x x efesiensi
CT

Keterangan : Efesiensi = faktor yang mempengaruhi produktivitas alat

CT = waktu yang di perlukan di dalam siklus kegiatan disebut waktu


siklus atau cycle time (CT)

Satuan kapasitas produksi alat adalah satu satuan pengukuran per jam. Koefisien
alat adalah berbanding terbalik dengan kapasitas produksi.
P = 1 / Q, jam..................................................................................................(2.1)

Keterangan : P =Koefisien alat /m ³


Q = kapasitas produksi

Adapun jenis-jenis alat berat dan rumus yang digunakan dalam pekerjaan jalan
ini meliputi, yaitu :

1. Wheel Loader
Wheel Loader digunakan untukmengangkat material yang akan di muat
kedalam dump truck atau memindahkan material ke tempat lain, Menurut analisis
bidang pekerjaan umum (2016), untuk menghitung produktivitas wheel loader dapat
digunakan rumus :

V x Fb x Fa x 60
Q = ............................................................................................
Ts
(2.2)
P = 1/ Q

Keterangan :
V = Kapasitas bucket

Fb = Faktor bucket

Fa = Faktor efisiensi alat

Ts = Waktu Siklus T1 + T2 + T3

Vf = Kecepatan maju rata rata

Vr = - Kecepatan kembali rata rata

T1 = Muat Ke Bin ( l x 60) / Vf


T2 = Kembali ke stock pile ( l x 60) / Vf
T3 = Lain lain (waktu Pasti)
Q = Produktivitas wheel loader per jam (m3/ jam)

Tabel 2.1 Faktor efisiensi alat Wheel Loader

2. Dump Truck
Dump truck digunakan untuk mengangkut material dari base camp ke lokasi
pekerjaan proyek. Menurut analisis bidang pekerjaan umum (2016), untuk menghitung
produktivitas dump truck dapat digunakan rumus :
Vx Fa x 60
Q = …………………………………….............................................(2.3)
D x Ts
P=1/Q

Keterangan :
Q = Produktivitas dump truck per jam (m3/ jam)
P = Koefisien alat /m ³
V = Kapasitas bak (ton); (diambil 3,5 ton)
Fa = Faktor Efisiensi alat; (ambil kondisi kerja paling baik, 0,83)
D = Berat isi material lepas, gembur (ton/m3)
v1 = kecepatan rata-rata bermuatan, (40 km/jam); km/jam.
v2 = kecepatan rata-rata kosong, (60 km/jam); km/jam
Tb = waktu Menyiapkan 1 batch AC-BC
Ts2 = Waktu Siklus
T1 = mengisi Bak (v : Q2b x Tb
T2 = Angkut (L : v1) x 60 menit
T3 = Dump
T4 = Kembali (L : v2) x 60 menit

60 = perkalian 1 jam ke menit,


QExc = kapasitas produksi Excavator; m³ / jam, bila kombinasi
dengan alat Excavator. Bila melayani alat lain seperti Wheel
Loader, AMP dll, gunakan Q yang sesuai.
L = Jarak Quari ke lokasi proyek (km)

Tabel 2.2 Faktor efisiensi alat Dump Truck


Tabel 2.3 Kecepatan Dump Truck dan Kondisi Lapangan

3. Motor Grader
Motor Grader adalah alat yang digunakan pada pekerjaan perataan dan pembentukan
permukaan tanah. Menurut analisis bidang pekerjaan umum (2016), untuk menghitung
produktivitas Motor Grader dapat digunakan rumus :

Lh x ( N ( b – bo ) +bo ) x t x Fa x 60
Q = ..................................................................
N x n x Ts
(2.4)
P=1/Q

Keterangan :

Lh = Panjang Hamparan T1 = Perataan 1 Lintasan ( Lh : ( v x 1000) x 60)

b = Lebar efektif Kerja blade (m) T2 = lain lain

Fa = Faktor efisensi alat Q = Produktivitas Motor grader per jam (m3/ jam)
V = Kecepatan rata-rata alat Ts = Waktu siklus

n = Jumlah lintasan N = Jumlah lajur lintasan

N = Lajur Lintasan t = Tebal lapisan bo = Lebar overlap (m)

4. Tandem Roller
Tandem Roller yang berfungsi sebagai alat pemadat pertama untuk pekerjaan
Laston yang dipadatkan pada suhu 90o sampai dengan 110o C. Menurut pedoman
analisis bidang pekerjaan umum (2016), untuk menghitung produktivitas Tandem
Roller dapat digunakan rumus :

( be x v x 1000 ) x b x t x Fa
Q = ...............................................................................
n
(2.5)
P=1/Q

Keterangan :

v = Kecepatan rata-rata alat n = Jumlah lintasan

be = Lebar efektif pemadatan overlap (m) N = Lajur lintasan

Fa = Faktor efesiensi alat t = Tebal pemadatan (m)

bo = Lebar overlap 0,2 m (m) b = Lebar efektif pemadatan (m)

Apabila N > 1

Q = ( v x 1000 ) ¿ ¿................................................................(2.6)
5. Water Tank Truck
Water Tank Truck yang berfungsi atau bekerja sebagai alat penyiraman berupa
air pada pekerjaan lapisan pondasi bawah (LPB), lapisan pondasi atas (LPA), dan
laston. Menurut pedoman analisis bidang pekerjaan umum (2016), untuk menghitung
produktivitas Water Tank Truck dapat digunakan rumus :

Pa x Fa x 60
Q = .................................................................................................
1000 x Wc
(2.7)
P=1/Q

Keterangan :

V = Volume tanki air

Wc = Kebutuhan air / m3 beton

Fa = Faktor efesiensi alat

Pa = Kapasitas pompa air

Q = Produktivitas Water tank truck per jam (m3/ jam)

6. Compressor

Compressor digunakan untuk memampatkan fluida gas atau meningkatkan


tekanan udara. Menurut pedoman analisis bidang pekerjaan umum (2016), untuk
menghitung produktivitas Compressor dapat digunakan rumus :
Q = Pa x Fa x 60................................................................................................(2.8)
P=1/Q

Keterangan : Q = Produktivitas Compressor per jam (m3/ jam)


Fa = Faktor Efesiensi Kerja
V = Kapasitas konsumsi udara
7. Asphalt Mixing Plant
Asphalt Mixing Plant adalah alat memproduksi aspal dengan jumlah kurang
lebih 50 ton/jam. Menurut pedoman analisis bidang pekerjaan umum (2016), untuk
menghitung produktivitas asphalt mixing plant dapat digunakan rumus :
Q = v x Fa ………………………………………………………..(2.9)
P = 1/ Q………….……………………………………………...(2.10)

Keterangan : V = Kapasitas Produksi (m3/jam)


Fa = Faktor Koefisien Alat
Data sesuai dengan spesifikasi teknis alat, berikut :
- Kapasitas alat, Cp = V = 60 ton/jam - Kapasitas pugmill, mp = 1.000 kg
- Tenaga penggerak, Pw = 294 HP
- Kapasitas tangki aspal, Ca = (30.000 x 2) liter

8. Asphalt Sprayer
Asphalt Sprayer di gunakan untuk pekerjaan finishing jalan atau aspal sprayer
berfungsi untuuk menyemprotkan aspal cair ke media jalan. Menurut pedoman analisis
bidang pekerjaan umum (2016), untuk menghitung produktivitas asphalt srayer dapat di
gunakan rumus :

Q = Pa x Fa x 60..........................................................................................(2.11)

P =1/Q

Keterangan : V = Kapasitas tangki (liter/jam)

Fa = Faktor efisiensi kerja

Pa = Kapasitas penyemprotan/pompa Aspal (liter/menit)

Q = Produktivitas asphalt sprayer per jam (m3/ jam)


9. Asphalt Finisher

Asphalt Finisher digunakan untuk menghamparkan campuran aspal hot mix


yang di hasilkan dari alat produksi aspal yaitu Asphalt Mixing Plant (AMP) pada
permukaan jalan yang akan di kerjakan. Menurut pedoman analisis bidang pekerjaan
umum (2016), untuk menhitung produktivitas asphalt finisher dapat di gunakan rumus:

Q = V x b x 60 x Fa x t x D.......................................................................(2.12)

P =1/Q

Keterangan : D = Berat isi campuran beraspal (t/m3)

V = Kecepatan Menghampar (m/menit)


b = Lebar Hamparan (m)
Fa = Faktor Efesiensi Alat
t = Tebal Lapis (AC) Padat (m)
Q = Produktivitas asphalt finisher per jam (m3/ jam)

Tabel 2.4 Faktor efisiensi alat Asphalt Finisher

10. Pneumatic Tire Roller


Pnuematic tire roller digunakan pada an pekerjaan penggilas barang juga baik
di digunakan pada penggilasan lapisan hot mix sebagai penggilas pneumatic tire roller
dapat digunakan rumus :
( be x v x 1000 ) x t xFa
Q= ...........................................................................(2.13)
n
P=1/Q

Keterangan : Q = Kapasitas Produktivitas PTR Alat (m3/jam)

v = Kecepatan rata-rata alat (km/jam)

be = Lebar efektif pemadatan (m)

N = Lajur lintasan bo = Lebar overlap 0,3 (m)

Fa = Faktor efesiensi alat t = Tebal pemadatan (m)

b = Lebar efektif pemadatan (m) n = Jumlah lintasan

D1 = Berat Volume Material

11. Excavator

Excavator digunakan untuk membantu melakukan pekerjaan pemindahan


material dari suatu tempat ke tempat lainnya. Menurut pedoman analisis bidang
pekerjaan umum (2016), untuk menghitung produktivitas Compressor dapat digunakan
rumus :

v x Fb x Fa x 60
Q = ...........................................................................................
Ts1 x Fv
(2.14)
P=1/Q
Keterangan : V = Kapasitas bucket

Fv = Faktor konversi kedalaman (Kedalam <40%)

Fb = Faktor bucket

Fa = Faktor efesiensi alat

Ts1 = Waktu siklus

T1 = Menggali / memuat T2 = Lain lain

Q = Produktivitas Excavator per jam (m3/ jam)

Tabel 2.5 Faktor Bucket (Bucket Fill Factor) (Fb) untuk excavator

Tabel 2.6 Faktor Konversi Galian (Fv) untuk excavator

Tabel 2.7 Faktor efisiensi kerja alat (Fa) excavator


12. Vibratory Roller

Vibratory Roller adalah alat yang digunakan untuk pemadatan dengan getaran.

Alat ini memungkinkan digunakan secara luas dalam setiap jenis pekerjaan pemadatan.

Efek yang diakibatkan alat ini adalah gaya dinamis terhadap tanah. Butir – butir tanah

cenderung mengisi bagian – bagian kosong yang terdapat diantara butir –butirnya.

Sehingga akibat getaran ini tanah menjadi padat, dengan susunan yang lebih kompak (

Rochmanhadi 1984).

Menurut Analisa Harga Satuan Pekerjaan (AHSP) 2016, untuk menghitung

produktivitas Vibratory Roller digunakan rumus : (dapat dilihat pada halaman

berikutnya)

( be x v x 1000 ) x t x Fa
Q5= ............................................................(2.15)
n

Keterangan :

Q5 = Produktivitas (m³/jam)

v = Kecepatan rata – rata alat (km/jam)

t = Tebal pemadatan (m)

Fa = Faktor efesiensi alat (Tabel 4 halaman 194)

n = Jumlah lintasan (Tabel 9 halaman 195)


be = lebar efektif pemadatan b-bo (overlap) (m)

b = Lebar efektif pemadatan (m)

bo = Lebar overlap 0,2 m (m)

13. Concrete Mixer

Concrete Mixer digunakan untuk mengangkut adukan beton ready mix dari
tempat pencampuran beton kelokasi proyek dimana selama dalam masa pengangkutan
mixer terus berputar dengan kecepatan 8-12 putaran per menit agar beton tidak
homogen serta tidak mengeras. Menurut pedoman analisis bidang pekerjaan umum
(2016), untuk menghitung produktivitas Concrete Mixer dapat digunakan rumus :
(dapat dilihat pada halaman berikutnya)

VxFax 60
Q= ..................................................................................................(2.16)
Ts
P=1/Q

Keterangan :

Q = Produktivitas dump truck per jam (m3/ jam)


P = Koefisien alat /m ³

V = Kapasitas drum 5 M3
Fa = Faktor Efisiensi alat; (ambil kondisi kerja paling baik, 0,83)
v1 = kecepatan rata-rata bermuatan (15 – 25 km/jam)
v2 = kecepatan rata-rata kosong (25 – 35 km/jam)
T1 = mengisi Bak (v : Q2) x 60 menit
T2 = Angkut (L : v1) x 60 menit
T3 = Kembali (L : v2) x 60 menit

T4 = Dan lain-lain (2 menit)


60 = perkalian 1 jam ke menit

14. Pile Driver – Hammer

Pile Driver – Hammer adalah alat yang digunakan untuk


memasang/memancang tiang pancang ke dalam tanah. Pile Driver ini dipasangkan pada
Rik yang ada pada Crane. Menurut pedoman bidang analisis bidang pekerjaan umum
(2016), untuk menghitung produktivitas alat Pile Driver – Hammer dapat digunakan
rumus :

V x p x Fa x 60
Q = ............................………………………………………......
Ts
(2.17)

Keterangan : V = Kapasitas alat (1 titik)

Fa = Faktor Efisiensi Alat

Ts = Waktu Siklus (T1+T2+T3) (menit/s)

p = panjang tiang pancang tertanam dalam satu titik (m)

15. Batching Plant (Concrete Pan Mixer)

Batching Plant (Concrete Pan Mixer) adalah tempat mencampur atau


memproduksi bahan baku Beton ready mix atau beton cair siap pakai dalam skala besar.
Menurut pedoman bidang analisis pekerjaan umum (2016), untuk menghitung
produktivitas alat berat Batching Plant (Concrete Pan Mixer) dapat digunakan rumus :

V x Fa x 60
Q= …………………………………………………………….....(2.18)
1000 x Ts

Keterangan : V = Kapasitas Produksi (300-600) Liter


Fa = Faktor Efisiensi Alat

Ts = Waktu Siklus Pencampuran/rata-rata (T1+T2+T3+T4)

T1 = Lama waktu mengisi (0,40 - 0,60 menit)

T2 = Lama waktu mengaduk (0,40 – 0,60 menit)

T3 = Lama waktu menuang (0,20 – 0,30 menit)

T4 = Lama waktu menunggu dll (0,20 – 0,30 menit)

60 = Konversi jam ke menit

1000 = Perkalian dari satuan m ke meter

16. Concrete Vibrator

Concrete Vibrator adalah alat yang digunakan saat pengecoran dimana alat ini
berfungsi untuk pemadatan beton yang dituangkan kedalam bekisting, dimana hal ini
ditunjukan mengeluarkan kandungan udara yang terjebak dalam air campuran beton
sehinga dengan getaran yang dihasilkan makan beton akan mengeluarkan gelembung
udara dari beton sehingga beton yang dihasilkan akan mendapatkan kekuatan yang
merata dan juga untuk menghindari adanya keropos atau sarang labah pada beton.
Menurut pedoman bidang analisis pekerjaan umum (2016), untuk menghitung alat berat
Concrete Vibrator sebagai berikut :

Data sesuai dengan spesifikasi teknis, contoh :

- Kapasitas Ǿ head 2,5 m - Panjang flexible shaft 2,0 m

Produktivitas Alat Concrete Vibrator berdasarkan dengan Alat Batching Plant


(Concrete Pan Mixer). …………………………………………………………..(2.19)
17. Concrete Pump

Concrete Pump adalah alat yang digunakan untuk menyalurkan adonan beton
segar dari bawah ke tempat pengecoran atau tempat pengecoran yang letaknya sulit
dijangkau oleh truck mixer. Menurut pedoman bidang analisis pekerjaan umum (2016),
untuk menghitung produktivitas alat berat Concrete Pump dapat digunakan rumus :

V x Fa x 60
Q = ……………………………………………………………….(2.20)
Ts

Keterangan : V = Kapasitas Produksi Alat

Fa = Faktor Efisiensi Alat

60 = Konversi jam ke menit

Ts = Waktu Siklus (T1+T2+T3+T4) (menit)

18. Concrete Mixer Truck

Concrete Mixer Truck adalah alat yang digunakan untuk mengangkut adukan
beton ready mix dari tempat pencampuran beton kelokasi proyek dimana selama dalam
pengangkutan mixer terus berputar dengan kecepatan 8-12 putaran per menit agar beton
tetap homogen serta tidak mengeras. Menurut pedoman bidang pekerjaan umum (2016),
untuk menghitung produktivitas alat berat Concrete Mixer Truck dapat digunakan
rumus :

Data sesuai dengan spesifikasi teknis, contoh

- Kapasitas tangki pencampur, Cp = V = 5,0 m3 - Tenaga Mesin, Pw = 220 HP

V x Fa x 60
Q = ……………………………………………………………….(2.21)
Ts

Keterangan : V = Kapasitas Produksi Alat/Drum Alat

v1 = Kecepatan rata-rata isi (15-25) (km/jam)


v2 = Kecepatan rata-rata kosong (25-35) (km/jam)

Fa = Faktor efisiensi alat

Ts = Waktu Siklus Pencampuran (T1+T2+T3+T4)

T1 = Lama waktu mengisi, (V : Q) x 60 (menit)

T2 = Lama waktu mengangkut, (L : v1) x 60 (menit)

T3 = Lama waktu kembali, (L : v2) x 60 (menit)

T4 = Lama waktu menumpahkan dll, diambil 2 menit

60 = Satuan jam ke menit

19. Crane

Crane adalah suatu pengangkat dan pemindah material yang bekerja dengan
prinsip kerja tali, crane digunakan untuk angkat muatan secara vertical dan gerak
kearah horizontal bergerak secara bersama dan menurunkan muatan ke tempat yang
telah ditentukan dengan mekanisme pergerakan crane secara dua derajat kebebasan.
Menurut pedoman bidang pekerjaan umum (2016), untuk menghitung produktivitas alat
berat crane dapat digunakan rumus :

p x V x Fa x 60
Q = …………………………………………………………...(2.22)
Ts

Keterangan : V = Kapastias Alat - 60 = Satuan jam ke menit

Fa = Faktor Efisiensi Alat

Ts = Waktu Siklus Pencampuran (T1+T2 untuk di base camp)

(T1+T2+T3 untuk di lokasi proyek)


2.3.2 Biaya Operasional Alat

Biaya pengoperasian alat dapat dibagi di dalam dua kategori, biaya kepemilikan
dan biaya penggunaan.

2.3.2.1 Uraian Peralatan

Komponen alat digunakan dalam mata pembayaran tergantung pada jenis


pekerjaannya. Beberapa jenis peralatan yang digunakan untuk pekerjaan secara
mekanis dan digunakan dalam mata pembayaran tertentu, maka besarnya suatu
produktivitas ditentukan oleh peralatan utama yang digunakan dalam mata pembayaran
tersebut.
Berikut ini masukan yang diperlukan dalam perhitungan biaya alat persatuan
waktu untuk pekerjaan secara mekanis.
a. Jenis Alat
Jenis peralatan yang diperlukan misalnya Wheel Loader, Backhoe, Excavator,
Asphalt Mixing Plant (AMP) dan sebagainya. Jenis alat yang diperlukan dalam suatu
mata pembayaran disesuaikan dengan ketentuan yang tercantum dalam spesifikasi
teknis, misalnya dalam mata pembayaran Hot Rolled Sheet dalam spesifikasi diharuskan
menggunakan alat pemadat roda baja (Tandem Roller) untuk penggilasan awal
(breakdown rolling) dan alat pemadat roda karet (Pneumatic Tire Roller) untuk
penggilasan antara (intermediate rolling) serta alat pemadat roda baja tanpa vibrasi
untuk pemadatan akhir.

Berbagai jenis peralatan telah dibuat untuk dipakai pada pekerjaan-pekerjaan


tertentu. Pada umumnya satu jenis peralatan hanya mampu melaksanakan satu jenis
kegiatan pelaksanaan pekerjaan, misalnya asphalt paving machine (asphalt finisher)
fungsinya adalah untuk menghampar campuran aspal panas atau hotmix sebagai lapisan
perkerasan jalan, namun ada juga jenis peralatan yang dapat dan boleh dipakai untuk
beberapa jenis kegiatan atau fungsi misalnya Bulldozer, yang fungsi utamanya adalah
untuk mengupas lapisan permukaan tanah, tapi dapat juga berfungsi sebagai
pembongkar batu-batu atau akar-akar pohon di bawah lapisan permukaan tanah serta
untuk pemadatan awal pada penimbunan tanah dan alat untuk meratakan timbunan/
hamparan batu.

b. Tenaga Mesin
Tenaga mesin (Pw) merupakan kapasitas tenaga mesin penggerak dalam satuan
tenaga kuda atau horsepower (HP) atau dalam arti kata lain juga disebut tenaga yang
dihasilkan oleh mesin.
c. Kapasitas Alat
Kapasitas alat adalah ruang yang tersedia atau daya tampung peralatan (Cp)
yang dipergunakan, misalnya AMP 50 ton/jam (kapasitas produksi per jam), wheel
loader 1,20 m3 (kapasitas bucket untuk tanah gembur, kondisi munjung atau heaped).
Perhitungan kapasitas produksi peralatan per-jamnya biasa dihitung sesuai
dengan cara yang tercantum dalam rumus umum yaitu rumus perhitungan produksi
peralatan per jam, atau berdasarkan hasil produksi selama bekerja 4 jam pertama
ditambah hasil produksi selama bekerja 3 jam kedua, kemudian hasil produksi
hariannya dibagi 7 untuk memperoleh hasil produksi rata-rata tiap jamnya.
d. Umur Ekonomis Alat
Umur ekonomis peralatan (A) dapat dihitung berdasarkan kondisi penggunaan
dan pemeliharaan yang normal, menggunakan standar/manual dari pabrik pembuat.
Setiap peralatan selama pemakaiannya (operasinya) membutuhkan sejumlah biaya,
yaitu biaya untuk operasi sesuai dengan fungsinya dan biaya pemeliharaan (termasuk
perbaikan) selama operasi.

Pada suatu saat karena operasinya sudah lama (umumnya sudah tua) akan
mengalami aus sehingga produksinya menurun dan biaya yang dikeluarkan sudah tidak
sesuai lagi. Dengan nilai jasa produksi yang dihasilkan. Pada kondisi seperti ini maka
peralatan yang dimaksud dinyatakan tidak ekonomis lagi untuk dipakai, atau disebut
umur ekonomisnya sudah tercapai.
Setiap jenis peralatan mempunyai umur ekonomisnya sendiri-sendiri yang
berbeda antara satu jenis peralatan dengan jenis peralatannya lainnya. Pada umumnya
dinyatakan dalam tahun pengoperasian. Umur ekonomis suatu peralatan dapat berubah
yang diakibatkan antara lain karena cara pengoperasian yang tidak baik dan benar
pemeliharaan dan perbaikannya yang tidak baik. Umur ekonomis peralatan yang
dipakai untuk perhitungan dalam panduan ini diambil sesuai dengan data dalam
referensi yang dipakai.

e. Jam Kerja Alat Per Tahun


Pada peralatan yang bermesin, jam kerja peralatan atau jam pemakaian peralatan
akan dihitung dan dicatat sejak mesin dihidupkan sampai mesin dimatikan. Selama
waktu (jam) pelaksanaan kegiatan pekerjaan maka peralatan tetap dihidupkan, kecuali
generating set (genset) yang selalu tetap dihidupkan, untuk peralatan tidak bermesin
maka jam pemakaiannya sama dengan jam pelaksanaan kegiatan pekerjaan.
Jumlah jam kerja peralatan (W) dalam 1 (satu) tahun.
Catatan 1 :
 Untuk peralatan yang bertugas berat, dianggap bekerja terus menerus dalam
setahu selama 8 jam/hari dan 250 hari/tahun, maka : W = 8 x 250 = 2000
jam/tahun
 Untuk peralatan yang bertugas tidak terlalu berat atau sedang, dianggap
bekerja 200 hari dalam 1 tahun dan 8 jam/hari, maka : W = 8 x 200 = 1600
jam/tahun
 Untuk peralatan yang bertugas ringan, dianggap bekerja selama 150
hari/tahun dan 8 jam/hari, maka : W = 8 x 150 = 1200 jam/tahun

f. Harga Pokok Alat


Harga pokok perolehan alat (B) yang dipakai dalam perhitungan biaya sewa alat
atau pada analisis harga satuan dasar alat. Harga yang tercantum dapat terjadi melalui
persyaratan jual beli apakah barang tersebut loko gudang, franco gudang, free on board,
serta kadang-kadang penjual harus menanggung cost, freight, and insurance barang
yang dikirim.
- Loko Gudang, pada syarat jual beli ini, pembeli harus menanggung biaya
pengiriman barang dari gudang penjual ke gudang pembeli
- Franco Gudang, kebalikannya syarat jual beli loko gudang, pada syarat
jual beli ini, penjual menanggung biaya pengiriman barang sampai ke
gudang pembeli
- Free on Board, Bila terjadi perdagangan dengan luar negeri, pembeli bisa
saja dikenakan syarat jual beli free on board. Pemberitahuannya biasanya
dikirim lewat surat bisnis atau email. Free on board adalah syarat jual beli
yang membebankan biaya pengiriman barang kepada pembeli dari luar
negeri.

g. Nilai Sisa Alat


Nilai sisa peralatan (C) atau bisa disebut nilai jual kembali (resale value) adalah
perkiraan harga peralatan yang bersangkutan pada akhir umur ekonomisnya. Pada
umumnya nilai sisa peralatan ini tidak sama untuk tiap jenis peralatan, tergantung pada
jenis peralatannya. Untuk peralatan yang umum dipakai pada pekerjaan konstruksi
maka nilai sisa peralatan bisa mencapai 30% s/d 35% dari harga peralatan baru. Hal ini
biasa dikarenakan pada kemudahan perbaikan atau rekondisinya serta nilai
pemanfaatan/pemakaiannya yang relative rendah atau tinggi, misalnya dump truck,
roller, wheel loader, excavator dan sejenisnya.
Nilai sisa alat (C) ini banyak tergantung pada kondisi pemakaian dan
pemeliharaan selama waktu pengoperasian. Untuk perhitungan analisis harga satuan ini,
nilai alat dapat diambil rata-rata 10% dari pada harga pokok alat, tergantung pada
karakteristik (dari pabrik pembuat) dan kemudahan pemeliharaan alat.
Nilai sisa alat : C = 10% x harga alat………………………………………(2.23)

h. Tingkat suku bunga, Faktor Angsuran Modal dan Biaya Pengembalian Modal
Merupakan tingkat suku bunga bank (i) pinjaman investasi yang berlaku pada
waktu pembelian peralatan yang bersangkutan. Perencana teknis/pengguna jasa
menentukan nilai suku bunga ini dengan mengambil nilai rata-rata dari beberapa bank
komersial terutama wilayah tempat kegiatan pekerjaan berada.
Faktor angsuran modal menggunakan rumus : D=i x ¿ ¿ …………(2.24)

( B−C ) x D
Biaya pengembalian modal dengan rumus : E= ……………..(2.25)
W
Keterangan :
A : Umur ekonomis alat (tahun) B : Harga pokok alat (Rp)
I : Tingkat suku bunga pinjaman investasi (% per tahun)
C : Nilai sisa alat (%)
W : Jumlah jam kerja alat dalam satu tahun (jam)

i. Asuransi dan Pajak


Besarnya nilai asuransi (ins) dan pajak kepemilikan peralatan ini umumnya
diambil rata-rata per tahun sebesar 0,2% dari harga pokok alat, atau 2% dari nilai sisa
alat (apabila nilai sisa alat = 10% dari harga pokok alat).

Ins x B
Asuransi : F= ……………………………………………………….(2.26)
W

Keterangan :
Ins : Asuransi (%);

B : Harga pokok alat (Rp);

W : Jumlah jam kerja alat dalam satu tahun (jam);


j. Upah Tenaga
Upah tenaga kerja dalam perhitungan biaya operasi peralatan disini terdiri dari
atas biaya upah tenaga kerja dalam satuan Rp./Jam. Untuk mengoperasikan alat
diperlukan operator (U1) dan pembantu operator (U2).
k. Harga Bahan Bakar dan Pelumas
Harga bahan bakar (H) dan minyak pelumas maupun minyak hidrolik (I), dalam
perhitungan biaya operasi peralatan adalah harga umum yang ditetapkan pemerintah
setempat.

2.5.2.2 Biaya Pasti Per Jam Kerja

Biaya Pasti Per Jam Kerja (Owning cost) adalah biaya pengembalian modal dan
bunga setiap tahun, dihitung sebagai berikut :

( B−C ) x D Ins x B ( B−C ) x D+(Ins x D)


G = (E + F) = + = ………………….(2.27)
W W W
Keterangan :

D : Faktor angsuran atau pengembalian modal; G : Biaya pasti per jam (Rp);
E : Biaya pengembalian modal; C : Nilai Sisa Alat;
B : Harga Pokok alat Setempat (Rp)
F = Biaya asuransi, Pajak dan lain-lain per tahun
= 0,002 x B atau = 0,02 x C
W = Jumlah jam kerja alat dalam satu tahun

2.5.2.3 Biaya Tidak Pasti / Operasi Per Jam Kerja


Komponen biaya tidak pasti atau biaya operasi tiap unit peralatan dihitung
berdasarkan bahan yang diperlukan. Perhitungan cara pendekatan dengan rumus-rumus
untuk biaya tidak pasti atau biaya operasi adalah sebagai berikut :
a) Biaya Bahan Bakar (H)
Kebutuhan bahan bakar tiap jam (H) dihitung berdasarkan data tenaga kerja
mesin penggerak sesuai dengan yang tercantum dalam manual pemakaian bahan bakar
yang digunakan untuk proses produksi (misalnya untuk pengeringan/pemanasan agregat
atau pemanasan aspal pada peralatan AMP, serta pemanasan permukaan perkerasan
pada Hot Recycler).
Banyaknya bahan bakar per jam yang dipergunakan oleh mesin penggerak dan
tergantung pada besarnya kapasitas tenaga mesin, biasanya diukur dengan satuan HP
(Horse Power).
H = (12,00 s/d 15,00)% x HP…………………………………… (2.28)

Keterangan : H : Banyaknya bahan bakar yang dipergunakan dalam 1 (satu) jam


dengan satuan liter/jam.

HP : Horse Power, kapasitas tenaga mesin penggerak;


12,00 % : untuk alat yang bertugas ringan;
15,00 % : untuk alat yang bertugas berat.
b) Biaya Minyak Pelumas (I)
Minyak Pelumas (I) yang meliputi minyak pelumas mesin (I), minyak pelumas
hidrolik, pelumas transmisi, Tongue Conveter, power steering, gemuk (grease) dan
minyak pelumas lainnya, kebutuhan per jam dihitung berdasarkan kebutuhan jumlah
minyak pelumas dibagi tiap berapa jam minyak pelumas yang bersangkutan harus
diganti sesuai dengan manual pemeliharaan dari pabrik pembuat.
Banyaknya minyak pelumas (termasuk pemakaian minyak yang lain serta
grease) yang dipergunakan oleh peralatan yang bersangkutan dihitung dengan rumus
dan berdasarkan kapasitas tenaga mesin :
I = (2,5 s/d 3)% x HP……………………………………………….(2.29)
Keterangan : I : Banyaknya minyak pelumas yang dipakai dalam 1 (satu) jam
dengan satuan liter/jam

HP : Kapasitas tenaga mesin penggerak (Horse Power);


2,5 % : untuk alat yang pemakaian ringan;
3 % : untuk alat yang pemakaian berat

c) Biaya Bengkel (J)


Pemeliharaan peralatan rutin (J) seperti penggantian saringan udara, saringan
bahan bakar, saringan minyak pelumas serta perbaikan ringan lainnya. Besarnya biaya
bengkel (workshop) tiap jam dihitung sebagai berikut :

J = (6,25 s/d 8,75)% x B/W…………………………………………..(2.30)

Keterangan :
B : Harga pokok alat setempat;
W : Jumlah jam kerja alat dalam satu tahun;
6,25 % untuk pemakaian ringan;
8,75 % untuk pemakaian berat.

d) Biaya Perawatan atau Perbaikan (K)


Biaya perbaikan atau (K) ini meliputi :
- Biaya penggantian ban (untuk peralatan yang memakai roda ban)
- Biaya penggantian komponen-komponen yang aus (yang pergantiannya
sudah dijadwalkan) seperti swing & fixed jaw pada jaw crusher, cutting
edge pada pisau Bulldozer, saringan (screen) pada stone crusher dan AMP
- Penggantian baterai/accu
- Perbaikan undercarriage & attachment termasuk penggantian suku cadang
- Biaya bengkel
Untuk menghitung biaya perbaikan termasuk penggantian suku cadang yang aus dipakai
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
K = (12,5 s/d 17,5)% x B/W………………………………………(2.31)

Keterangan :
B : Harga pokok alat setempat;
W : Jumlah jam kerja alat dalam satu tahun
12,5 % untuk pemakaian ringan
17,5 % untuk pemakaian berat.

e) Upah Operator / Driver (L) dan Pembantu Operator (M)


Besarnya upah untuk operator (driver) dan pembantu operator (driver)
diperhitungkan sesuai dengan “besar perhitungan upah kerja”, tetapi upah per jam
diperhitungkan upah 1 (satu) jam kreatif. Upah Operator (Driver), dihitung dengan
rumus :

Operator, L = 1 orang/jam x U1 ………………………………………….(2.32)


Pembantu Operator, M = 1 orang/jam x U2 ………………………..……(2.33)

2.4 Konsep Harga Satuan

Konsep dasar harga satuan pekerjaan pada masing-masing item pekerjaan adalah
bagian konstruksi yang telah dikerjakan dalam keadaan siap pakai dan dapat
dibayarkan. Konsep dasar harga satuan merupakan perjumlahan yang terdiri dari analisa
harga satuan upah, analisa harga satuan bahan/material dan analisa harga satuan
peralatan.

2.5 Penyusunan Harga Satuan Pekerjaan

Bill of quantity adalah hasil akhir dari perkalian koefisien tenaga kerja (upah),
koefisien bahan dan koefisien alat dikali dengan harga satuan tenaga kerja, harga satuan
bahan dan harga satuan peralatan. Bill Of Quantity adalah daftar harga rincian pekerjaan
yang disusun secara sistematis menurut kelompok atau bagian pekerjaan, disertai
keterangan mengenai volume dan harga satuan setiap jenis pekerjaan. Penyusunan harga
satuan pekerjaan Perkerasan Lentur dan Kaku pada prinsipnya sama tergantung
koefisien dari tenaga kerja (upah), bahan/material dan alat yang digunakan sesuai
kebutuhan masing-masing pekerjaan dari Perkerasan Lentur dan Kaku.

2.6 Penyusunan Anggaran Biaya


Penyusunan Anggaran Biaya Jalan (Aspal dan Non Aspal) yang perlu dilengkapi
selain harga satuan upah, harga satuan bahan dan harga satuan material, produktivitas
alat berat adalah perhitungan volume pekerjaan, BILL OF QUANTITY, Analisa Harga
Satuan Upah, Analisa Harga Satuan Bahan dan Analisa Harga Satuan Peralatan.

2.6.1 Perhitungan Volume Jalan


Menurut Bidang Pekerjaan Umum dan Bina Marga (2016), volume pekerjaan
jalan (Aspal dan Non Aspal) disesuaikan dengan kebutuhan per kegiatan item pekerjaan
yang dicantumkan dalam daftar kuantitas dan harga (Bill OF Quantity). Perhitungan
volume dalam penyusunan anggaran biaya meliputi bagian dalam volume tersebut,
dengan satuan (m, m2, m3, liter, ton, kg dan lainnya) tergantung bentuk bangunan jalan.

2.6.2 Bill of Quantity


Bill OF Quantity adalah hasil akhir dari perkalian koefisien tenaga kerja (upah),
koefisien bahan dan koefisien peralatan alat dikali dengan harga satuan tenaga kerja,
harga satuan bahan dan harga satuan peralatan alat. Bill OF Quantity disebut juga
dengan daftar harga rincian pekerjaan yang disusun secara sistematis menurut kelompok
atau bagian pekerjaan, disertai keterangan mengenai volume dan harga satuan setiap
jenis pekerjaan. Penyusunan harga satuan pekerjaan Perkerasan Lentur (Aspal) dan
Perkerasan Kaku (Non Aspal) pada prinsipnya sama tergantung koefisien dari tenaga
kerja (upah), bahan/material dan peralatan alat yang digunakan sesuai kebutuhan
masing-masing pekerjaan dari Perkerasan Lentur (Aspal) dan Perkerasan Kaku (Non
Aspal)

2.6.3 Analisa Harga Satuan Tenaga Kerja (Upah)


Harga satuan tenaga kerja merupakan harga yang dikeluarkan oleh pemerintah
setempat untuk dapat menghitung biaya dari tenaga kerja yang bekerja didalam sebuah
proyek termasuk pengerjaan Jalan dan Jembatan. Untuk mendapat hasil biaya dari
tenaga kerja adalah koefisien tenaga kerja dikali dengan harga satuan tenaga kerja yang
telah didapat dari pemerintah setempat.

2.6.4 Analisa Harga Satuan Bahan/Material


Harga satuan bahan/material merupakan harga yang dikeluarkan oleh
pemerintah setempat, untuk dapat menghitung biaya dari bahan/material yang
digunakan didalam sebuah proyek termasuk pengerjaan Jalan dan Jembatan, misalnya
di proyek jalan seperti tanah, pasir, kerikil, batu pecah, aspal dan lainnya dan pada
Jembatan seperti tanah, pasir dan kerikil. Untuk mendapatkan hasil biaya dari
bahan/material adalah koefisien bahan/material (disesuaikan dengan JMF (Job Mix
Formula) yang dikeluarkan dari Laboratorium) dikali dengan harga satuan
bahan/material yang didapatkan dari pemerintah setempat.

2.6.5 Analisa Harga Satuan Peralatan


Harga satuan alat merupakan harga yang dikeluarkan oleh pemerintah setempat,
untuk dapat menghitung biaya sewa maupun biaya alat tersebut dari alat yang
digunakan di sebuah proyek termasuk pekerjaan Konstruksi Jalan dan Jembatan. Untuk
mendapatkan hasil biaya dari alat tersebut maka koefisien alat dikali dengan harga
satuan alat yang didapatkan dari pemerintah setempat.

2.6.6 Analisa Harga Satuan Pekerjaan


Analisis Harga Satuan Pekerjaan yang dimaksud adalah Total perjumlahan dari
jumlah harga tenaga kerja (upah), bahan/material, dan peralatan. Total Harga Satuan
Pekerjaan tersebut dikali biaya Overhead dan Profit 10% lalu kedua biaya tersebut
dijumlahkah sesuai pada format tabel berikut ini : (dapat dilihat pada dibawah ini)

Jumlah total = Jumlah Tenaga + Jumlah Bahan + Jumlah Peralatan

Overhead Dan Profit = 15% x Jumlah Total Harga Satuan

Pekerjaan = Jumlah Total + Overhead Dan Profit

Setelah didapatkan total biaya tersebut kemudian itu menjadi harga satuan
pekerjaan, dan apabila dikali dengan volume pekerjaan dan mendapatkan hasil jumlah
harga itu disebut dengan Analisis Harga Satuan Pekerjaan.

Untuk Contoh gambar dari Form Biaya Satuan Pekerjaan pada proyek jalan dapat
dilihat pada lembaran berikutnya.

Tabel 2.8 Form harga satuan pekerjaan LPB (BASE B)

HARGA JUMLAH
NO URAIAN SATUAN KOEFISIEN SATUAN HARGA
(Rp) (Rp)

A TENAGA

1 PEKERJA Jam - - -
2 MANDOR Jam - - -
JUMLAH HARGA TENAGA -
B BAHAN

1 Agregat A M3 - - -
2 Agr 0-5 M3 - - -
3 Asphalt Kg - - -
JUMLAH HARGA BAHAN

C PERALATAN
AMP Jam - - -
1 DUMP TRUCK Jam - - -
2 A.FINISHER Jam - - -
3 TAN ROLLER Jam - - -
4 PTR Jam - - -
5
JUMLAH HARGA PERALATAN -
D. JUMLAH HARGA TENAGA, BAHAN DAN PERALATAN -
(A+B+C)
E. OVER HEAD & PROFIT 10 % x D -
F. HARGA SATUAN PEKERJAAN (D+E) -

2.7 Perhitungan Anggaran Biaya Pelaksanaan


Biaya pelaksanaan adalah salah satu dokumen kelengkapan yang dibutuhkan
dalam suatu operasional pelaksanaan proyek, sebagai acuan operasional pelaksanaan
proyek. Biaya pelaksanaan tidak termasuk pajak, overhead dan profit.

2.7.1 Analisa Harga Satuan Pekerjaan


Analisa Harga Satuan Pekerjaan adalah Total perjumlahan dari jumlah harga
tenaga kerja (upah), bahan/material, dan peralatan. Total Harga Satuan Pekerjaan
tersebut ditambahkan biaya Overhead dan Profit 15% lalu kedua biaya tersebut
dijumlahkah sesuai pada format tabel berikut ini :

Jumlah total = Jumlah Tenaga + Jumlah Bahan + Jumlah Peralatan

Overhead Dan Profit = 15% x Jumlah Total Harga Satuan

Pekerjaan = Jumlah Total + Overhead Dan Profit


Setelah didapatkan total biaya tersebut kemudian itu menjadi harga satuan
pekerjaan, dan apabila dikali dengan volume pekerjaan dan mendapatkan hasil jumlah
harga itu disebut dengan Analisis Harga Satuan Pekerjaan.
Untuk perhitungan Harga Satuan Pekerjaan akan diuraikan sebagai berikut. Jarak
rata-rata base camp agregat ke lokasi pekerjaan adalah 25 km. Jarak AMP ke lokasi
pekerjaan adalah 20,70 km.

2.7.2 Biaya Tenaga Kerja


Biaya tenaga kerja adalah besarnya biaya yang dikeluarkan pada komponen
tenaga kerja per satuan waktu tertentu, untuk memproduksi satu-satuan pengukuran
pekerjaan tertentu. Untuk menghitung biaya total tenaga kerja dalam satu pekerjaan
adalah jumlah biaya tenaga kerja per jam dikali dengan volume pekerjaan.

2.7.3 Biaya Bahan/Material


Biaya bahan/material adalah besarnya biaya yang dikeluarkan pada komponen
bahan untuk memproduksi satu-satuan pengukuran pekerjaan tertentu. Untuk
menghitung biaya total bahan/material adalah jumlah biaya bahan/material m3 dikali
dengan volume pekerjaan.

2.7.4 Biaya Peralatan


Biaya Peralatan adalah besarnya biaya yang dikeluarkan pada komponen biaya
alat yang meliputi biaya pasti dan biaya tidak pasti atau biaya operasi per satuan waktu
tertentu, untuk memproduksi satu-satuan pengukuran pekerjaan tertentu. Untuk
menghitung biaya total sewa peralatan adalah jumlah biaya masing-masing peralatan
per jam dikali dengan volume pekerjaan.

2.8 Perhitungan Jumlah Meterial, Jumlah Jam Kerja Alat dan Jumlah Jam
Kerja Tenaga Kerja

Perhitungan Jumlah Material, Jumlah Jam Kerja Alat dan Jumlah Jam Kerja
Tenaga Kerja adalah perhitungan volume dikali dengan koefisien masing-masing pada
suatu pekerjaan.
2.8 1 Jumlah Material
Perhitungan jumlah material adalah perhitungan volume pekerjaan dikali dengan
koefisien bahan pada suatu pekerjaan.

2.8.2 Jumlah Jam Kerja Alat


Perhitungan jumlah jam kerja alat adalah perhitungan volume pekerjaan dikali
dengan koefisien alat pada suatu pekerjaan.

2.8.3 Jumlah Jam Kerja Tenaga Kerja

Perhitungan jumlah jam kerja tenaga kerja adalah perhitungan volume pekerjaan
dikali dengan koefisien tenaga kerja pada suatu pekerjaan.

2.9 Metode Pelaksanaan Jalan dan Jembatan

Metode Pelaksanaan Jalan dan Jembatan adalah suatu cara kerja untuk
menerapkan sebuah pekerjaan yang bisa diartikan sebuah konsep dalam kita melakukan
pekerjaan. Kita harus mengetahui dan memahami metode apa yang akan kita pilih
dalam melaksanan sebuah pekerjaan yang akhirnya kita bisa menentukan konsep
bekerja sesuai dengan jenis pekerjaan yang akan kita lakukan, karena didalamnya
menyangkut tentang pemilihan alat berat, penggunaan alat berat, kondisi lapangan yang
sesuai metode kerja yang akan kita pilih, jika salah menentukan metode dalam suatu
pekerjaan akan membawa dampak negatif terhadap pekerjaan tersebut. Metode
pelaksanaan sangat berguna untuk membangun sebuah proyek, didalam pekerjaan jalan
seperti pengaspalan. Pengaspalan terbagi dua jenis yaitu Lentur (Flexible Pavements)
dan Kaku (Rigid Pavements). Dalam Jembatan juga berguna demi kelancaran sebuah
pekerjaan Jembatan tersebut.

2.9.1 Pelaksanaan Pekerjaan Jalan dan Jembatan


Metode pelaksanaan pekerjaan Jalan dan Jembatan meliputi dari pekerjaan
galian struktur abutment kedalaman 0-2 m dan 2-4 m dengan menggunakan alat berat,
lalu dilakukan timbunan biasa sebagai backfill (pengurugan kembali) pada abutment.
Selanjutnya pekerjaan timbunan pilihan pada oprit dan dipadatkan dengan
menggunakan alat berat. Setelah itu dilakukan pekerjaan struktur. Kemudian pekerjaan
perkerasan Jalan Lentur (Flexible Pavements) yang dimulai dari proses dimasukan
Lapis Pondasi Kelas B (Base B) dan dipadatkan dengan menggunakan alat berat,
setelah itu dimasukan Lapis Pondasi Kelas A (Base A) dan dipadatkan dengan alat
berat, setelah dipadatkan Base A disiram dengan Lapis Resap Pengikat – Aspal Carir
(Prime Coat) yang gunanya untuk mengikat antara lapisan pondasi dan lapisan
perantara aspal yaitu AC-BC.

2.9.2 Penerapan K3

Keselamatan kerja di proyek konstruksi yang dilihat dari sisi individual pekerja
dan organisasi dimana pekerja tersebut bekerja. Banyaknya kecelakaan kerja yang
terjadi dalam dunia pembangunan di Indonesia mendorong Pemerintah untuk
merancang suatu upaya atau program guna mencegah lebih banyak terjadinya
kecelakaan kerja. Program tersebut adalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan suatu upaya atau kegiatan untuk
menjamin dan melindungi para pekerja dari kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja
dan penyakit akibat kerja.
2.9.3 Quality Control

Quality Control atau biasa disingkat dengan QC artinya adalah pengendali mutu.
QC sangatlah diperlukan dalam berbagai sektor industri, mulai dari manufaktur hingga
produksi tangan. Tugas umum dari QC adalah memeriksa secara visual untuk menguji
produk. Pemeriksaan produk dapat berlangsung sebelum, selama dan setelah proses
produksi. Pengujian ini dilakukan secara manual, atau juga ada yang menggunakan
bantuan teknologi. Tergantung sektor industri di mana QC tersebut bekerja, pada
dasarnya QC melakukan pengecekan untuk menjamin mutu produk.
Quality control dalam pekerjaaan konstruksi memegang peranan yang cukup
penting, karena dapat menentukan kualitas dari hasil pelaksanaan pekerjaan.
Pengawasan terhadap mutu pekerjaan yang baik akan menghasilkan kualitas pekerjaan
yang baik pula. Hal ini akan menumbuhkan kepercayaan Owner (pemilik proyek)
kepada kontraktor pelaksana dan pengawas proyek.
Quality contol juga membuat laporan pemeriksaan kepada quality assurance.
Oleh karena itu, quality control membutuhkan pengalaman dan juga pemahaman yang
baik tentang pengendalian mutu melalui spesifikasi teknik yang digunakan dan metode
praktis dalam pemeriksaan mutu pekerjaan. Untuk lebih mengetahui tentang tugas dan
tanggung jawab utama seorang quality control dapat dilihat di bawah ini.

2.9.4 Kurva S

Kurva S adalah sebuah grafik yang dikembangkan oleh Warren T. Hanum atas
dasar pengamatan terhadap sejumlah besar proyek sejak awal hingga akhir proyek.
Kurva S dapat menunjukkan kemajuan proyek berdasarkan kegiatan, waktu dan bobot
pekerjaan yang direpresentasikan sebagai persentase kumulatif dari seluruh kegiatan
proyek. Kurva S selain dapat mengetahui progress waktu proyek, kurva S berguna juga
untuk mengendalikan kinerja biaya, hal ini ditunjukan dari bobot pengeluaran kumulatif
masing-masing kegiatan yang dapat dikontrol dengan membandingkannya dengan
baseline periode tertentu sesuai dengan kemajuan aktual proyek.
Untuk membuat kurva S, jumlah persentase kumulatif bobot masing-masing
kegiatan pada suatu periode di antara durasi proyek diplotkan terhadap sumbu vertical
sehingga bila hasilnya dihubungkan dengan garis, akan membentuk kurva S. Bentuknya
demikian terjadi karena volume kegiatan pada bagian awal biasanya masih sedikit,
kemudian pada pertengahan meningkat dalam jumlah cukup besar, lalu pada akhir
proyek volume kegiaan kembali mengecil. Untuk menentukan bobot pekerjaan,
pendekatan yang dilakukan dapat berupa perhitugan persentase berdasarkan biaya per
item pekerjaan/kegiatan dibagi nilai anggaran, karena satuan biaya dapat dijadikan
bentuk persentase sehingga lebih udah untuk menghitungnya. (Abrar Husen, 2011)

2.9.5 Bagan Balok

Bagan balok teriri atas sumbu y yang menyatakan kegiatan atau paket kerja dari
lingkup proyek, sedangkan sumbu x menyatakan satuan waktu dalam hari, minggu, atau
bulan sebagai durasinya. Barchart yang ditemukan oleh Gantt dan Fredick W. Taylor
dalam bentuk bagan balok, degan panjang balok sebagai representasi dari durasi setiap
kegiatan. Format bagan baloknya informatifk, mudah dibaca dan efektif untuk
komunikasi serta dapat dibuat dengan mudah dan sederhana.
Pada bagan ini juga dapat ditentukan milestone/baseline sebagai bagian target
yang harus diperhatikan guna kelancaran produktivitas proyek secara keseluruhan.
Untuk proses updating, bagan balok dapat diperpendek atau diperpanjang dengan
memperhatikan total folatnya, yang menunjukkan bahwa durasi kegiatan akan
bertambah atau berkurang seusai dengan kebutuhan dalam proses perbaikan jadwal.
(Abrar Husen, 2011)
BAB 3

PERANCANGAN PELAKSANAAN PENGAWASAN


PROYEK JALAN DAN JEMBATAN

3.1 Perhitungan Anggaran Biaya Pekerjaan Jalan dan Jembatan


Perhitungan anggaran biaya pekerjaan jalan dan jembatan adalah perhitungan
banyaknya biaya yang diperlukan untuk bahan dan upah, serta biaya-biaya lain yang
berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan jalan dan jembatan. Anggaran biaya
merupakan harga dari bahan bangunan yang dihitung dengan teliti, cermat dan
memenuhi syarat.

3.1.1 Pekerjaan Tanah


Pekerjaan tanah yang dianalisa meliputi pekerjaan galian struktur dengan
kedalaman 0-2 meter, galian struktur dengan kedalaman 2-4 meter, timbuan pilihan, dan
penyiapan badan jalan.

a. Galian Struktur Dengan Kedalaman 0 – 2 meter


Pekerjaan galian struktur dengan kedalaaman 0 – 2 meter memiliki volume
pekerjaan sebesar 60,49 m3 dan harga satuan pekerjaan Rp 49.281,52

b. Galian Struktur Dengan Kedalaman 2 - 4 meter


Pekerjaan galian struktur dengan kedalaaman 2 – 4 meter memiliki volume
pekerjaan sebesar 16,26 m3 dan harga satuan pekerjaan Rp 152.990,98

c. Timbunan Pilihan dari Sumber Galian


Pekerjaan timbunan pilihan dari sumber galian memiliki volume pekerjaan
sebesar 454,86 m3 dan harga satuan pekerjaan Rp 232.910,80
d. Penyiapan Badan Jalan
Pekerjaan penyiapan badan jalan memiliki volume pekerjaan sebesar 284 m 2 dan
harga satuan pekerjaan sebesar Rp 1. 487,72

Tabel 3.1 Pekerjaan Tanah


Harga
No
Uraian Volume Satuan Satuan Keterangan
.
(Rupiah)
Galian Struktur dengan Anl. 3.1 (3)
1 60,49 M3 49.281,52
kedalaman 0-2 m Hal. 60
Galian Struktur dengan Anl. 3.1 (5)
2 16,26 M3 152.990,98
kedalaaman 2-4 m Hal. 65
3
3 Timbunan Biasa - M - -
Anl. 3.2 (2)
4 Timbunan Pilihan 454,86 M3 232.910,80
Hal. 79
Anl. 3.3 (1)
5 Penyiapan Badan Jalan 284 M2 1. 487,72
Hal. 87

3.1.2 Perkerasan Berbutir


Pekerjaan perkerasan berbutir yang dianalisa meliputi Pekerjaan perkerasan
berbutir dengan menggunakan lapis pondasi agregat kelas A dan Pekerjaan perkerasan
berbutir dengan menggunakan lapis pondasi agregat kelas B.

a. Lapis Pondasi Agregat Kelas B


Pekerjaan perkerasan berbutir dengan menggunakan lapis pondasi agregat kelas
B memiliki volume pekerjaan sebesar 56,80 m3 dan harga satuan pekerjaan Rp
593.984,46
Tabel 3.3 Perkerasan Berbutir
Harga
No Volum Satua
Uraian Satuan Keterangan
. e n
(Rupiah)
Anl. 5.1
Lapis Pondasi Agregat Kelas
1 46,20 M3 743.489,07 (1)
A
Hal. 102
Anl. 5.1
2 Lapis Pondasi Agregat Kelas B 92,40 M3 676.027,36 (2)
Hal. 111

3.1.3 Perkerasan Aspal


Pekerjaan aspal yang dianalisa meliputi Pekerjaan perkerasan aspal dengan lapis
resap cair – aspal cair dan Pekerjaan perkerasan aspal dengan laston lapis antara (AC-
BC).

a. Lapis Resap Pengikkat – Aspal Cair


Pekerjaan perkerasan aspal dengan lapis resap cair – aspal cair memiliki volume
pekerjaan sebesar 227,20 liter dan harga satuan pekerjaan Rp 18.797,00

b. Laston Lapis Antara (AC-BC)


Pekerjaan perkerasan aspal dengan laston lapis antara (AC-BC) memiliki
volume pekerjaan sebesar 39,20 ton dan harga satuan pekerjaan Rp 1.657.896,00
Tabel 3.4 Perkerasan Aspal
Harga Satuan
No. Uraian Volume Satuan Keterangan
(Rupiah)
Lapis Resap Pengikat – Anl. 6.1 (1a)
1 227,20 Liter 18.797,00
Aspal Cair Hal. 120
Laston Lapis Antara Anl. 6.3 (6a)
2 39,20 Ton 1.657.896,00
(AC-BC) Hal. 126
3.1.4 Struktur
Pekerjaan struktur yang dianalisa meliputi Pekerjaan struktur beton mutu sedang
fc’ 30 Mpa lantai jembatan, Pekerjaan baja tulangan U 32 polos dan Pekerjaan baja
tulangan U 32 ulir.

a. Beton Mutu Sedang fc’ 30 Mpa


Pekerjaan struktur beton mutu sedang fc’ 30 Mpa lantai jembatan memiliki
volume pekerjaan sebesar 114,92 m3 dan harga satuan pekerjaan sebesar Rp
2.459.997,57

b. Baja Tulangan U 32 Polos


Pekerjaan baja tulangan U 32 polos memiliki volume pekerjaan sebesar
15.644,86 kg dan harga satuan pekerjaan Rp 24.817,10

c. Baja Tulangan U 32 Ulir


Pekerjaan baja tulangan U 32 ulir memiliki volume pekerjaan sebesar 17.416,25
kg dan harga satuan pekerjaan Rp 26.862,00

Tabel 3.5 Struktur


Harga Satuan
No. Uraian Volume Satuan Keterangan
(Rupiah)
Beton Mutu Sedang Anl. 7.1 (5)
1 114,92 M3 2.459.997,57
fc’30 Mpa Hal. 137
15.644,8 Anl. 7.3
3 Baja Tulangan U 32 Polos Kg 24.817,10
6 Hal. 149
17.416,2 Anl. 7.3
4 Baja Tulangan U 32 Ulir Kg 26.862,00
5 Hal. 151

3.2 Perhitungan Biaya Tenaga Kerja, Material, dan Operasional Alat


Biaya tenaga kerja Material, dan Operasional Alat adalah besarnya biaya yang
dikeluarkan pada komponen tenaga kerja Material, dan Operasional Alat per satuan
waktu tertentu.

3.2.1 Biaya Tenaga Kerja

Biaya tenaga kerja adalah besarnya biaya yang dikeluarkan pada komponen
tenaga kerja per satuan waktu tertentu, untuk memproduksi satu-satuan pengukuran
pekerjaan tertentu. Untuk menghitung biaya total tenaga kerja dalam satu pekerjaan
adalah jumlah biaya tenaga kerja per jam dikali dengan volume pekerjaan.

● Pekerjaan tanah:
 Galian struktur kedalaman 0-2 m = 60,49 x Rp 3.366,09 = Rp 203.614,78
 Galian struktur kedalama 2-4 m = 16,26 x Rp 4.389,20 = Rp 71.368,39
 Timbunan pilihan = 454,86 x Rp 465,73 = Rp 211.841,95
 Penyiapan badan jalan = 284 x Rp 159,77 = Rp 45.374,68

● Perkerasan berbutir:
 Lapis pondasi agregat kelas B = 56,80 x Rp 729,98 = Rp 41.462,86

● Perkerasan aspal:
 Lapis resap pengikat – aspal cair = 227,20 x Rp 14.867,10 = Rp 3.377.805,12
 Laston lapis antara (AC-BC) = 39,20 x Rp 3.380,38 = Rp 132.510,90

● Struktur:
 Beton f’c 30 Mpa = 114,92 x Rp 2.459.997,57 = Rp 282.702.920,74
 Baja tulangan U 32 polos = 15.644,86x Rp 2.681 = Rp 41.943.869,66
 Baja tulangan U 32 ulir = 17.416,25 x Rp 2.790 = Rp 48.591.337,5
Total biaya tenaga kerja (upah) = Rp 377.322.106,50
(tidak termasuk overhead dan profit 15%)

3.2.2 Biaya Material


Biaya bahan/material adalah besarnya biaya yang dikeluarkan pada komponen
bahan untuk memproduksi satu-satuan pengukuran pekerjaan tertentu. Untuk
menghitung biaya total bahan/material adalah jumlah biaya bahan/material m3 dikali
dengan volume pekerjaan.

● Pekerjaan tanah:
 Galian struktur kedalaman 0-2 m = -
 Galian struktur kedalama 2-4 m = -
 Timbunan pilihan = 454,86 x Rp 232.910,80 = Rp 105.941.806,49
 Penyiapan badan jalan = -

● Perkerasan berbutir:
 Lapis pondasi agr. kelas B = 56,80 x Rp 593.984,46 = Rp 33.738.317,11

● Perkerasan aspal:
 Lapis resap pengikat – aspal cair = 227,20 x Rp 18.797,00 = Rp 4.270.678,40
 Laston lapis antara (AC-BC) = 39,20 x Rp 1.657.896 = Rp 64.989.523,20

● Struktur:
 Beton f’c 30 Mpa = 114,92 x Rp 2.459.997,57 = Rp 282.702.920,74
 Baja tulangan U 32 polos = 15.644,86x Rp 24.817,10 = Rp 388.260.055,11
 Baja tulangan U 32 ulir = 17.416,25 x Rp 26.862,00 = Rp 467.835.307,50
Total biaya tenaga kerja (upah) = Rp 1.138.798.283,35
(tidak termasuk overhead dan profit 15%)
3.2.3 Biaya Operasional Alat
Biaya Operasional Alat adalah besarnya biaya yang dikeluarkan pada komponen
biaya alat, untuk memproduksi satu-satuan pengukuran pekerjaan tertentu. Untuk
menghitung biaya total sewa peralatan adalah jumlah biaya masing-masing peralatan
per jam dikali dengan volume pekerjaan.

● Pekerjaan tanah:
 Galian struktur kedalaman 0-2 m = 60,49 x Rp 29.669,55 = Rp 1.794.711,1
 Galian struktur kedalama 2-4 m = 16,26 x Rp 24.104,66 = Rp 391.941,77
 Timbunan pilihan = 454,86 x Rp 82.065,40 = Rp 37.328.267,84
 Penyiapan badan jalan = 284 x Rp 1.133,90 = Rp 322.027,6

● Perkerasan berbutir:
 Lapis pondasi agregat kelas B = 56,80 x Rp 94.524,55= Rp 5.353.658,44

● Perkerasan aspal:
 Lapis resap pengikat – aspal cair = 227,20 x Rp 87,66 = Rp 19.916,35
 Laston lapis antara (AC-BC) = 39,20 x Rp 281.344,11 = Rp 11.028.689,11

● Struktur:
 Beton f’c 30 Mpa = 114,92 x Rp 436.772,65 = Rp 50.193.912,94
 Baja tulangan U 32 polos = 15.644,86x Rp 100 = Rp 1.564.486
 Baja tulangan U 32 ulir = 17.416,25 x Rp 100 = Rp 1.741.625
Total biaya operasional alat = Rp 109.739.236,15
(tidak termasuk overhead dan profit 15%)
3.3 Perhitungan Jumlah Material, Jumlah Jam Kerja Alat dan Jumlah Jam
Kerja Tenaga Kerja
Perhitungan Jumlah Material, Jumlah Jam Kerja Alat dan Jumlah Jam Kerja
Tenaga Kerja adalah perhitungan volume dikali dengan koefisien masing-masing pada
suatu pekerjaan.

3.3.1 Jumlah Material


Perhitungan jumlah material adalah perhitungan volume pekerjaan dikali dengan
koefisien bahan pada suatu pekerjaan.

● Pekerjaan tanah:
 Galian struktur dengan kedalaman 0-2 m = -
 Galian struktur dengan kedalaman 2-4 m = -
 Timbunan pilihan = 454,86 1,20 = 545,83m3
 Penyiapan badan jalan = -

● Perkerasan berbutir:
 Lapis pondasi agregat kelas B = 56,80 x 1,26 = 71,57 m3

● Perkerasan aspal:
 Lapis resap pengikat – aspal cair:
 Aspal = 227,20 x 0,65 = 147,68 kg
 Kerosene = 227,20 x 0,48 = 109,06 liter
 Laston lapis antara:
 Agregat kasar = 39,20 x 0,86 = 33,712 m3
 Agregat halus = 39,20 x 0,34 = 13,33 m3
 Filler = 39,20 x 163,10 = 6.393,52 kg
 Aspal = 39,20 x 141,75 = 5.556,6 kg
● Struktur:
 Beton mutu sedang fc’ 30 MPa lantai jembatan:
 Semen = 114,92 x 393,60 = 45.232,51 kg
 Pasir = 114,92 x 0,46 = 52,86 m3
 Agregat kasar = 114,92 x 0,75 = 86,19 m3
 Kayu perancah dan bekisting = 114,92 x 0,10 = 11,5 m3
 Paku = 114,92 x 1,00 = 114,92 kg
Total jumlah material yang dibutuhkan dalam pekerjaan pengaspalan dan
struktur jalan dan jembatan dapat dilihat pada rekapitulasi jumlah material pada
halaman 156.
3.3.2 Jumlah Jam Kerja Alat
Perhitungan jumlah jam kerja alat adalah perhitungan volume pekerjaan dikali
dengan koefisien alat pada suatu pekerjaan.

● Pekerjaan tanah:
 Galian struktur dengan kedalaman 0-2 m:
 Excavator = 60,49x 0,0591 = 3,57 jam kerja
 Buldozer = 60,49x 0,0226 = 1,37 jam kerja
 Galian struktur dengan kedalaman 2-4 m:
 Excavator = 16,26 x 0,0775 = 1,26 jam kerja
 Buldozer = 16,26x 0,0226 = 0,37 jam kerja
 Timbunan pilihan:
 Whell loader = 454,86 x 0,0178 = 8,1 jam kerja
 Dump truck = 454,86 x 0,3795 = 172,62 jam kerja
 Motor grader = 454,86 x 0,0070 = 3,18 jam kerja
 Vibratory roller = 454,86 x 0,0129 = 5,87 jam kerja
 Water tanker = 454,86 x 0,0070 = 3,18 jam kerja
 Penyiapan badan jalan:
 Motor grader = 284,00 x 0,0025 = 0,71 jam kerja
 Vibro roller = 284,00 x 0,0040 = 1,14 jam kerja
 Water tanker = 284,00 x 0,0030 = 0,9 jam kerja

● Perkerasan berbutir:
 Lapis pondasi agregat kelas B:
 Whell loader = 56,80 x 0,0071 = 0,40 jam kerja
 Dump truck = 56,80 x 0,3915 = 22,24 jam kerja
 Motor grader = 56,80 x 0,0039 = 0,22 jam kerja
 Tandem roller = 56,80 x 0,0164 = 0,93 jam kerja
 Water tanker = 56,80 x 0,0141 = 0,80 jam kerja
● Perkerasan aspal:
 Lapis resap pengikat – aspal cair:
 Asphalt sprayer = 227,20 x 0,0030 = 0,68 jam kerja
 Compressor = 227,20 x 0,0031 = 0,70 jam kerja
 Dump truck = 227,20 x 0,0030 = 0,68 jam kerja
 Laston lapis antara (AC-BC):
 Wheel loader = 39,20 x 0,0372 = 1,46 jam kerja
 AMP = 39,20 x 0,0542 = 2,13 jam kerja
 Genset = 39,20 x 0,0542 = 2,13 jam kerja
 Dump truck = 39,20 x 0,6481 = 25,41 jam kerja
 Asphalt finisher = 39,20 x 0,0750 = 2,94 jam kerja
 Tandem roller = 39,20 x 0,0459 = 1,80 jam kerja
 Pneumatic tire roller = 39,20 x 0,0514 = 2,02 jam kerja

● Struktur:
 Beton mutu sedang fc’ 30 MPa lantai jembatan:
 Concrete mixer = 114,92 x 0,4418 = 50,77 jam kerja
 Water tanker = 114,92 x 0,0542 = 6,23 jam kerja
 Concrete vibrator = 114,92 x 0,4418 = 50,77 jam kerja
 Baja tulangan D13: -
 Baja tulangan D16: -
 Baja tulangan D22: -

Total jumlah jam kerja alat adalah = 372,45 jam kerja


3.3.3 Jumlah Jam Kerja Tenaga Kerja

Perhitungan jumlah jam kerja tenaga kerja adalah perhitungan volume pekerjaan
dikali dengan koefisien tenaga kerja pada suatu pekerjaan.

● Pekerjaan tanah:
 Galian struktur dengan kedalaman 0-2 m:
 Pekerja = 60,49x x 0,2362 = 14,28 jam kerja
 Mandor = 60,49x x 0,0591 = 3,57 jam kerja
 Galian struktur dengan kedalaman 2-4 m:
 Pekerja = 16,26 x 0,7753 = 12,61 jam kerja
 Mandor = 16,26 x 0,0775 = 1,26 jam kerja
 Timbunan pilihan:
 Pekerja = 454,86 x 0,0714 = 32,48 jam kerja
 Mandor = 454,86 x 0,0178 = 8,1 jam kerja
 Penyiapan badan jalan:
 Pekerja = 284,00 x 0,0161 = 4,57 jam kerja
 Mandor = 284,00 x 0,0040 = 1,14 jam kerja

● Perkerasan berbutir:
 Lapis pondasi agregat kelas B:
 Pekerja = 56,80 x 0,0496 = 2,82 jam kerja
 Mandor = 56,80 x 0,0071 = 0,4 jam kerja

● Perkerasan aspal:
 Lapis resap pengikat – aspal cair:
 Pekerja = 227,20 x 0,0301 = 6,84 jam kerja
 Mandor = 227,20 x 0,0060 = 1,36 jam kerja
 Laston lapis antara (AC-BC):
 Pekerja = 39,20 x 0,3795 = 14,88 jam kerja
 Mandor = 39,20 x 0,0542 = 2,12 jam kerja
● Struktur:

 Beton mutu sedang fc’ 30 MPa :


 Pekerja = 114,92 x 5,3012 = 609,21 jam kerja
 Tukang = 114,92 x 1,7671 = 203,08 jam kerja
 Mandor = 114,92 x 0,4418 = 50,77 jam kerja
 Baja tulangan U 32 polos:
 Perkerja = 15.644,86 x 0,1050 = 1642,71 jam kerja
 Tukang = 15.644,86 x 0,0350 = 547,57 jam kerja
 Mandor = 15.644,86 x 0,0350 = 547,57 jam kerja
 Baja tulangan U 32 ulir:
 Perkerja = 17.416,25 x 0,1050 = 1828,71 jam kerja
 Tukang = 17.416,25 x 0,0350 = 609,57 jam kerja
 Mandor = 17.416,25 x 0,0350 = 609,57 jam kerja

Total jumlah jam kerja tenaga kerja = 6755,19 jam kerja


3.4 Metode Pelaksanaan Jalan dan Jembatan
Metode pelaksanaan pekerjaan Jalan dan Jembatan meliputi dari pekerjaan
galian struktur abutment kedalaman 0-2 m dan 2-4 m dengan menggunakan alat berat,
lalu dilakukan timbunan biasa sebagai backfill (pengurugan kembali) pada abutment.
Selanjutnya pekerjaan timbunan pilihan pada oprit dan dipadatkan dengan
menggunakan alat berat. Setelah itu dilakukan pekerjaan struktur. Kemudian pekerjaan
perkerasan Jalan Lentur (Flexible Pavements) yang dimulai dari proses dimasukan
Lapis Pondasi Kelas B (Base B) dan dipadatkan dengan menggunakan alat berat,
setelah itu dimasukan Lapis Pondasi Kelas A (Base A) dan dipadatkan dengan alat
berat, setelah dipadatkan Base A disiram dengan Lapis Resap Pengikat – Aspal Carir
(Prime Coat) yang gunanya untuk mengikat antara lapisan pondasi dan lapisan
perantara aspal yaitu AC-BC. (Sumber: Bina Marga 2006)

3.4.1 Lingkup Pelaksanaan Pekerjaan Jalan dan Jembatan


Lingkup Pelaksanaan Pekerjaan Jalan ini terdiri dari, pekerjaan Galian Struktur
Dengan Kedalaman 0-2 m, Galian Struktur Dengan Kedalaman 2-4 m, Timbunan
Biasa, Timbunan Pilihan, Penyiapan Badan Jalan, Bahu Jalan, Base B, Base A, Prime
Coat dan AC-BC, dan Pekerjaan Struktur. Keseluruhan dari item pekerjaan ini dalam
pelaksanaan pekerjaannya harus di uraikan metode pelaksaan kerjanya yang
menyangkut penggunaan tenaga kerja, bahan/material dan peralatan yang semuanya
tidak terlepas dari manajemen biaya, waktu dan mutu. Untuk jelasnya di uraikan
sebagai berikut :

1. Untuk Pekerjaan Galian Struktur Dengan Kedalaman 0-2 m, meliputi:


A. Metode Pelaksanaan
Galian struktur untuk kedalaman 0-2 meter dilaksanakan dengan menggunakan
alat mekanis Excavator. Sebelum dilakukan penggalian terlebih dahulu dilaksanakan
pengukuran dan pemasangan bouwplank untuk menentukan kedalaman galian.
Pengukuran dilaksanakan dengan menggunakan alat ukur dengan mempedomani
gambar rencana atau atas petunjuk dari konsultan pengawas/direksi lapangan.
Penggalian menggunakan alat berat (Excavator) kemudian hasil galian
diangkut/digusur keluar lokasi dengan menggunakan. Perapian galian dilaksanakan oleh
sekelompok pekerja. Setelah struktur beton sudah selesai selanjutnya ditimbun dengan
urugan pada samping struktur dengan menggunakan excavator.

B. Penerapan K3
a. Pengukuran dan pematokan
Pekerjaan Pengukuran dan Pematokan pada Pekerjaan Galian Struktur dengan
Kedalaman 0-2 meter mempunyai potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Gangguan kesehatan akibat kondisi kerja secara umum,
2) Terluka akibat kondisi dan penggunaan meteran yang salah,
3) Kecelakaan akibat pengaturan lalu lintas kurang baik,
4) Kecelakaan akibat jenis dan cara penggunaan peralatan,
5) Kecelakaan akibat metode pemasangan patok.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Pengukuran dan Pematokan pada Pekerjaan Galian Struktur dengan Kedalaman 0-2
meter yaitu :
1) Harus menggunakan perlengkapan kerja yang standar,
2) Pengukuran harus dilakukan dengan menggunakan meteran yang sesuai dengan
standar,
3) Pengaturan lalu lintas harus sesuai dengan standar,
4) Alat dan cara menggunakan harus benar sesuai dengan standar,
5) Pemasangan patok harus benar dan sesuai dengan syarat.

b. Penggalian
Pekerjaan Penggalian pada Pekerjaan Galian Struktur dengan Kedalaman 0-2
meter mempunyai potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Kecelakaan terkena alat gali (cangkul, balencong dll.) akibat jarak antar
penggali terlalu dekat,
2) Terluka karena terkena pecahan batu hasil galian,
3) Kecelakaan akibat operasional alat berat baik di tempat lokasi galian,
transportasi maupun di tempat pembuangan.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Penggalian pada Pekerjaan Galian Struktur dengan Kedalaman 0-2 meter yaitu :
1) Jarak antara penggali harus aman,
2) Bila penggalian dilakukan pada cuaca gelap atau malam hari harus
menggunakan lampu penerangan yang cukup,
3) Penggalian harus dilakukan oleh orang yang ahli dengan metode yang benar,
4) Operasional alat berat harus dilakukan sesuai dengan standar.

c. Pembuangan bahan galian


Pekerjaan Pembuangan Bahan Galian pada Pekerjaan Galian Struktur dengan
Kedalaman 0-2 meter mempunyai potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
 Kecelakaan akibat tumpukan bahan galian yang akan digunakan untuk
timbunan.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Pembuangan Bahan Galian pada Pekerjaan Galian Struktur dengan Kedalaman 0-2
meter yaitu :
 Tumpukan bahan galian yang akan digunakan untuk timbunan tidak boleh
terlalu lama.

C. Quality Control
1) Setiap pemompaan pada galian harus dilaksanakan sedemikian, sehingga dapat
menghindarkan kemungkinan terbawanya setiap bagian bahan yang baru
terpasang. Setiap pemompaan yang diperlukan selama pengecoran beton, atau
untuk suatu periode paling sedikit 24 jam sesudahnya, harus dilaksanakan
dengan pompa yang diletakkan di luar acuan beton tersebut.
2) Kelandaian akhir, garis dan formasi sesudah galian tidak boleh berbeda lebih
dari 2 cm dari yang ditentukan dalam Gambar pada setiap titik.
3) Permukaan galian yang telah selesai dan terbuka terhadap aliran air permukaan
harus cukup rata dan harus memiliki cukup kemiringan untuk menjamin
pengaliran air yang bebas dari permukaan itu tanpa terjadi genangan.

2. Untuk Pekerjaan Galian Struktur Dengan Kedalaman 2-4 m, meliputi:


A. Metode Pelaksanaan
Galian struktur untuk kedalaman 2-4 meter dilaksanakan dengan menggunakan
alat mekanis Excavator. Sebelum dilakukan penggalian terlebih dahulu dilaksanakan
pengukuran dan pemasangan bouwplank untuk menentukan kedalaman galian.
Pengukuran dilaksanakan dengan menggunakan alat ukur dengan mempedomani
gambar rencana atau atas petunjuk dari konsultan pengawas/direksi lapangan.
Penggalian menggunakan alat berat (Excavator) kemudian hasil galian
diangkut/digusur keluar lokasi dengan menggunakan. Perapian galian dilaksanakan oleh
sekelompok pekerja. Setelah struktur beton sudah selesai selanjutnya ditimbun dengan
urugan pada samping struktur dengan menggunakan excavator.

B. Penerapan K3
a. Pengukuran dan pematokan
Pekerjaan Pengukuran dan Pematokan pada Pekerjaan Galian Struktur dengan
Kedalaman 2-4 meter mempunyai potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Gangguan kesehatan akibat kondisi kerja secara umum,
2) Terluka akibat kondisi dan penggunaan meteran yang salah,
3) Kecelakaan akibat pengaturan lalu lintas kurang baik,
4) Kecelakaan akibat jenis dan cara penggunaan peralatan,
5) Kecelakaan akibat metode pemasangan patok.
Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan
Pengukuran dan Pematokan pada Pekerjaan Galian Struktur dengan Kedalaman 2-4
meter yaitu :
1) Harus menggunakan perlengkapan kerja yang standar,
2) Pengukuran harus dilakukan dengan menggunakan meteran yang sesuai dengan
standar,
3) Pengaturan lalu lintas harus sesuai dengan standar,
4) Alat dan cara menggunakan harus benar sesuai dengan standar,
5) Pemasangan patok harus benar dan sesuai dengan syarat.

b. Penggalian
Pekerjaan Penggalian pada Pekerjaan Galian Struktur dengan Kedalaman 2-4
meter mempunyai potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Kecelakaan terkena alat gali (cangkul, balencong dll.) akibat jarak antar penggali
terlalu dekat,
2) Terluka karena terkena pecahan batu hasil galian,
3) Kecelakaan akibat operasional alat berat baik di tempat lokasi galian,
transportasi maupun di tempat pembuangan.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Penggalian pada Pekerjaan Galian Struktur dengan Kedalaman 2-4 meter yaitu :
1) Jarak antara penggali harus aman,
2) Bila penggalian dilakukan pada cuaca gelap atau malam hari harus
menggunakan lampu penerangan yang cukup,
3) Penggalian harus dilakukan oleh orang yang ahli dengan metode yang benar,
4) Operasional alat berat harus dilakukan sesuai dengan standar.

c. Pembuangan bahan galian


Pekerjaan Pembuangan Bahan Galian pada Pekerjaan Galian Struktur dengan
Kedalaman 2-4 meter mempunyai potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
 Kecelakaan akibat tumpukan bahan galian yang akan digunakan untuk
timbunan.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Pembuangan Bahan Galian pada Pekerjaan Galian Struktur dengan Kedalaman 2-4
meter yaitu :
Tumpukan bahan galian yang akan digunakan untuk timbunan tidak boleh
terlalu lama.

C. Quality Control
1) Setiap pemompaan pada galian harus dilaksanakan sedemikian, sehingga dapat
menghindarkan kemungkinan terbawanya setiap bagian bahan yang baru
terpasang. Setiap pemompaan yang diperlukan selama pengecoran beton, atau
untuk suatu periode paling sedikit 24 jam sesudahnya, harus dilaksanakan
dengan pompa yang diletakkan di luar acuan beton tersebut.
2) Kelandaian akhir, garis dan formasi sesudah galian tidak boleh berbeda lebih
dari 2 cm dari yang ditentukan dalam Gambar pada setiap titik.
3) Permukaan galian yang telah selesai dan terbuka terhadap aliran air permukaan
harus cukup rata dan harus memiliki cukup kemiringan untuk menjamin
pengaliran air yang bebas dari permukaan itu tanpa terjadi genangan.

3. Untuk Pekerjaan Timbunan Biasa, meliputi :


A. Metode Pelaksanaan
Timbunan biasa dari sumber galian adalah pekerjaan penimbunan dimana
timbunan diambil dari sumber galian (Quarry) yang memenuhi syarat teknis dan sudah
disetujui oleh direksi untuk menjadi timbunan biasa. Material diangkut ke dump truck
oleh excavator kemudian dibawa ke lokasi penimbunan kemudian dihampar oleh motor
grader dan dipadatkan dengan vibrator roller, dan pada saat pemadatan material
timbunan disiram air dengan menggunakan water tanker truck secukupnya untuk
mendapatkan kepadatan maksimal. Sekelompok pekerja merapikan pekerjaan dengan
menggunakan alat bantu.

B. Penerapan K3
a. Pengukuran dan pematokan
Pekerjaan Pengukuran dan Pematokan pada Pekerjaan Timbunan mempunyai
potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Gangguan kesehatan akibat kondisi kerja secara umum,
2) Terluka akibat kondisi dan penggunaan meteran yang salah,
3) Kecelakaan akibat pengaturan lalu lintas kurang baik,
4) Kecelakaan akibat jenis dan cara penggunaan peralatan,
5) Kecelakaan akibat metode pemasangan patok.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Pengukuran dan Pematokan pada Pekerjaan Timbunan yaitu :
1) Harus menggunakan perlengkapan kerja yang standar,
2) Pengukuran harus dilakukan dengan menggunakan meteran yang sesuai dengan
standar,
3) Pengaturan lalu lintas harus sesuai dengan standar,
4) Alat dan cara menggunakan harus benar sesuai dengan standar,
5) Pemasangan patok harus benar dan sesuai dengan syarat.

b. Pemadatan
Pekerjaan Pemadatan pada Pekerjaan Timbunan mempunyai potensi bahaya
terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Kecelakaan akibat pengaturan lalu lintas kurang baik,
2) Kecelakaan akibat operasional alat berat di tempat lokasi pemadatan,
3) Kecelakaan akibat metode penimbunan pada jalan tanjakan.
Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan
Pemadatan
pada Pekerjaan Timbunan yaitu :
1) Pengaturan lalu lintas harus sesuai dengan standar,
2) Pengoperasian alat berat harus dilakukan oleh operator alat berat yang
berpengalaman,
3) Pelaksanaan penimbunan pada jalan tanjakan harus dilakukan dengan metode
yang benar.

c. Penyiraman
Pekerjaan Penyiraman pada Pekerjaan Timbunan mempunyai potensi bahaya
terhadap
tenaga kerja yaitu :
 Gangguan kesehatan akibat debu yang timbul saat penyiraman.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Penyiraman pada Pekerjaan Timbunan yaitu :
 Pekerja harus selalu memakai masker dan perlengkapan kerja standar.

C. Quality Control
 Pengendalian mutu bahan
1) Jumlah pengujian yang diperlukan untuk persetujuan awal mutu bahan paling
sedikit 3 contoh yang mewakili sumber bahan yang diusulkan, yang dipilih
mewakili rentang mutu bahan yang mungkin terdapat pada sumber bahan.
2) Pengujian mutu bahan dapat diulangi lagi agar perubahan bahan atau sumber
bahannya dapat diamati.
3) Untuk setiap 1.000 m3 bahan timbunan yang diperoleh dari setiap sumber bahan
paling sedikit harus dilakukan suatu pengujian Nilai Aktif.
b. Ketentuan kepadatan
1) Lapisan tanah yang lebih dalam dari 30 cm di bawah elevasi tanah dasar harus
dipadatkan sampai 95 % dari kepadatan kering maksimum yang ditentukan
sesuai SNI 03-1742-1989. Untuk tanah yang mengandung lebih dari 10 % bahan
yang tertahan pada ayakan ¾”, kepadatan kering maksimum yang diperoleh
harus dikoreksi terhadap bahan yang berukuran lebih (oversize) tersebut.
2) Lapisan tanah pada kedalaman 30 cm atau kurang dari elevasi tanah dasar harus
dipadatkan sampai dengan 100 % dari kepadatan kering maksimum yang
ditentukan sesuai dengan SNI 03-1742-1989.
3) Pengujian kepadatan harus dilakukan pada setiap lapis timbunan yang
dipadatkan sesuai dengan SNI 03-2828-1992 dan bila hasil setiap pengujian
menunjukkan kepadatan kurang dari yang disyaratkan maka Kontraktor harus
memperbaiki. Pengujian harus dilakukan sampai kedalaman penuh pada lokasi
berselang-seling setiap jarak tidak lebih dari 200 m. Untuk penimbunan kembali
di sekitar struktur atau pada galian parit untuk gorong-gorong, paling sedikit
harus dilaksanakan satu pengujian untuk satu lapis penimbunan kembali yang
telah selesai dikerjakan.
4) Untuk timbunan, paling sedikit 1 rangkaian pengujian bahan yang lengkap harus
dilakukan untuk setiap 1.000 m3 bahan timbunan yang dihampar.

c. Percobaan pemadatan
Kontraktor harus bertanggung-jawab dalam memilih metode dan peralatan untuk
mencapai tingkat kepadatan yang disyaratkan. Bilamana Kontraktor tidak sanggup
mencapai kepadatan yang disyaratkan, prosedur pemadatan berikut ini harus diikuti :
Percobaan lapangan harus dilaksanakan dengan variasi jumlah lintasan peralatan
pemadat dan kadar air sampai kepadatan yang disyaratkan tercapai. Hasil percobaan
lapangan ini selanjutnya harus digunakan dalam menetapkan jumlah lintasan, jenis
peralatan pemadat dan kadar air untuk seluruh pemadatan berikutnya.
4. Untuk Pekerjaan Timbunan Pilihan, meliputi :
A. Metode Pelaksanaan
Timbunan pilihan dari sumber galian adalah pekerjaan penimbunan dimana
timbunan diambil dari sumber galian (Quarry) yang memenuhi syarat teknis dan sudah
disetujui oleh direksi untuk menjadi timbunan pilihan. Timbunan pilihan dari sumber
galian yang diklasifikasikan sebagai timbunan pilihan harus terdiri dari bahan galian
yang disetujui oleh direksi lapangan. Timbunan pilihan dari sumber galian tidak boleh
ditempatkan, dihampar atau dipadatkan sewaktu hujan, dan pemadatan tidak boleh
dilaksanakan setelah hujan atau bilamana kadar air bahan diluar rentang yang
diisyaratkan. Seluruh permukaan akhir timbunan yang terekspos harus cukup rata dan
harus memiliki kelandaian yang cukup untuk menjamin aliran permukaan yang bebas.

Urutan Kerja :
1. Material diangkut dan diangkat/dimuat ke dump truck oleh Wheel
loader/Excavator kemudian dibawa ke lokasi penimbunan.
2. Timbunan dihampar oleh motor grader dan dipadatkan dengan tandem roller.
3. Pada saat pemadatan material timbunan disiram air dengan menggunakan water
tanker secukupnya untuk mendapatkan kepadatan maksimal.
4. Sekelompok pekerja merapikan pekerjaan dengan menggunakan alat bantu.
5. Timbunan pilihan dari sumber galian tidak boleh terdiri dari bahan galian yang
mengandung organik daun-daunan,rumputan dan akar.
6. Segera setelah penempatan dan penghamparan timbunan, setiap lapis harus
dipadatkan dengan peralatan pemadat yang memadai dan disetujui Direksi
pekerjaan sampai mencapai kepadatan yang diisyaratkan.
7. Setiap lapisan timbunan pilihan yang dihampar harus dipadatkan seperti yang
diisyaratkan,diuji kepadatan dan harus diterima oleh direksi pekerjaan sebelum
lapisan berikutnya dihampar.
8. Timbunan pilihan harus dipadatkan melalui dari tepi luar dan bergerak menuju
arah sumbu jalan sedemikan rupa sehingga setiap ruas akan menerima jumlah
usaha pemadatan yang sama.
B. Penerapan K3
a. Pengukuran dan pematokan
Pekerjaan Pengukuran dan Pematokan pada Pekerjaan Timbunan mempunyai
potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Gangguan kesehatan akibat kondisi kerja secara umum,
2) Terluka akibat kondisi dan penggunaan meteran yang salah,
3) Kecelakaan akibat pengaturan lalu lintas kurang baik,
4) Kecelakaan akibat jenis dan cara penggunaan peralatan,
5) Kecelakaan akibat metode pemasangan patok.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Pengukuran dan Pematokan pada Pekerjaan Timbunan yaitu :
1) Harus menggunakan perlengkapan kerja yang standar,
2) Pengukuran harus dilakukan dengan menggunakan meteran yang sesuai dengan
standar,
3) Pengaturan lalu lintas harus sesuai dengan standar,
4) Alat dan cara menggunakan harus benar sesuai dengan standar,
5) Pemasangan patok harus benar dan sesuai dengan syarat.

b. Pemadatan
Pekerjaan Pemadatan pada Pekerjaan Timbunan mempunyai potensi bahaya
terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Kecelakaan akibat pengaturan lalu lintas kurang baik,
2) Kecelakaan akibat operasional alat berat di tempat lokasi pemadatan,
3) Kecelakaan akibat metode penimbunan pada jalan tanjakan.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Pemadatan
pada Pekerjaan Timbunan yaitu :
1) Pengaturan lalu lintas harus sesuai dengan standar,
2) Pengoperasian alat berat harus dilakukan oleh operator alat berat yang
berpengalaman,
3) Pelaksanaan penimbunan pada jalan tanjakan harus dilakukan dengan metode
yang benar.

c. Penyiraman
Pekerjaan Penyiraman pada Pekerjaan Timbunan mempunyai potensi bahaya
terhadap
tenaga kerja yaitu :
4) Gangguan kesehatan akibat debu yang timbul saat penyiraman.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Penyiraman pada Pekerjaan Timbunan yaitu :
5) Pekerja harus selalu memakai masker dan perlengkapan kerja standar.

C. Quality Control
a. Pengendalian mutu bahan
1) Jumlah pengujian yang diperlukan untuk persetujuan awal mutu bahan paling
sedikit 3 contoh yang mewakili sumber bahan yang diusulkan, yang dipilih
mewakili rentang mutu bahan yang mungkin terdapat pada sumber bahan.
2) Pengujian mutu bahan dapat diulangi lagi agar perubahan bahan atau sumber
bahannya dapat diamati.
3) Untuk setiap 1.000 m3 bahan timbunan yang diperoleh dari setiap sumber bahan
paling sedikit harus dilakukan suatu pengujian Nilai Aktif.

b. Ketentuan kepadatan
1) Lapisan tanah yang lebih dalam dari 30 cm di bawah elevasi tanah dasar harus
dipadatkan sampai 95 % dari kepadatan kering maksimum yang ditentukan
sesuai SNI 03-1742-1989. Untuk tanah yang mengandung lebih dari 10 % bahan
yang tertahan pada ayakan ¾”, kepadatan kering maksimum yang diperoleh
harus dikoreksi terhadap bahan yang berukuran lebih (oversize) tersebut.
2) Lapisan tanah pada kedalaman 30 cm atau kurang dari elevasi tanah dasar harus
dipadatkan sampai dengan 100 % dari kepadatan kering maksimum yang
ditentukan sesuai dengan SNI 03-1742-1989.
3) Pengujian kepadatan harus dilakukan pada setiap lapis timbunan yang
dipadatkan sesuai dengan SNI 03-2828-1992 dan bila hasil setiap pengujian
menunjukkan kepadatan kurang dari yang disyaratkan maka Kontraktor harus
memperbaiki. Pengujian harus dilakukan sampai kedalaman penuh pada lokasi
berselang-seling setiap jarak tidak lebih dari 200 m. Untuk penimbunan kembali
di sekitar struktur atau pada galian parit untuk gorong-gorong, paling sedikit
harus dilaksanakan satu pengujian untuk satu lapis penimbunan kembali yang
telah selesai dikerjakan.
4) Untuk timbunan, paling sedikit 1 rangkaian pengujian bahan yang lengkap harus
dilakukan untuk setiap 1.000 m3 bahan timbunan yang dihampar.

c. Percobaan pemadatan
Kontraktor harus bertanggung-jawab dalam memilih metode dan peralatan untuk
mencapai tingkat kepadatan yang disyaratkan. Bilamana Kontraktor tidak sanggup
mencapai kepadatan yang disyaratkan, prosedur pemadatan berikut ini harus diikuti :
Percobaan lapangan harus dilaksanakan dengan variasi jumlah lintasan peralatan
pemadat dan kadar air sampai kepadatan yang disyaratkan tercapai. Hasil percobaan
lapangan ini selanjutnya harus digunakan dalam menetapkan jumlah lintasan, jenis
peralatan pemadat dan kadar air untuk seluruh pemadatan berikutnya.

5. Untuk Pekerjaan Penyiapan Badan Jalan, meliputi:


A. Metode Pelaksanaan
Penyiapan badan jalan pada pekerjaan jalan meliputi pekerjaan pembersihan,
pembentukan tanah dasar agar elevasinya sesuai degan yang ditunjukkan gambar
rencana atau sesuai dengan petunjuk direksi pekerjaan, dan termasuk pekerjaan
pemadatan tanah dasar. 

Tahapan pekerjaan penyiapan badan jalan yaitu:


6) Pembersihan lokasi pekerjaan dari material yang dapat mengganggu pekerjaan
seperti semak-semak, pepohonan, batu besar, dan material lainnya.
7) Pekerjaan galian yang diperlukan baik dengan menggunakan alat berat seperti
excavator maupun dengan cara manual untuk membentuk tanah dasar sesuai
Gambar atau sesuai dengan petunjuk Direksi Pekerjaan
8) Pemadatan Tanah dasar dilakukan dengan menggunakan alat vibratory roller
atau menggunakan combination vibratory roller pada daerah pelebaran yg tidak
terlalu luas atau tidak memungkinkan pengunaan vibratory roller.

B. Penerapan K3
a. Pengukuran dan pematokan
Pekerjaan Pengukuran dan Pematokan pada Pekerjaan Penyiapan Badan Jalan
mempunyai potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Gangguan kesehatan akibat kondisi kerja secara umum,
2) Terluka akibat kondisi dan penggunaan meteran yang salah,
3) Kecelakaan akibat pengaturan lalu lintas kurang baik,
4) Kecelakaan akibat jenis dan cara penggunaan peralatan,
5) Kecelakaan akibat metode pemasangan patok,
6) Kecelakaan akibat pengaturan lalu lintas kurang baik.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Pengukuran dan Pematokan pada Pekerjaan Penyiapan Badan Jalan yaitu :
1) Harus menggunakan perlengkapan kerja yang standar,
2) Pengukuran harus dilakukan dengan menggunakan meteran yang sesuai dengan
3) standar,
4) Pengaturan lalu lintas harus sesuai dengan standar,
5) Alat dan cara menggunakan harus benar sesuai dengan standar,
6) Pemasangan patok harus benar dan sesuai dengan syarat,
7) Pengaturan lalu lintas harus sesuai dengan standar.

b. Pemadatan
Pekerjaan Pemadatan pada Pekerjaan Penyiapan Badan Jalan mempunyai
potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Kecelakaan akibat operasional alat berat di tempat lokasi pemadatan,
2) Kecelakaan akibat metode penimbunan pada jalan tanjakan.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Pemadatan
pada Pekerjaan Penyiapan Badan Jalan yaitu :
1) Pengoperasian alat berat harus dilakukan oleh operator alat berat yang
berpengalaman,
2) Pelaksanaan penimbunan pada jalan tanjakan harus dilakukan dengan metode
yang benar.

c. Penyiraman
Pekerjaan Penyiraman pada Pekerjaan Penyiapan Badan Jalan mempunyai
potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
 Gangguan kesehatan akibat debu yang timbul saat penyiraman.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Penyiraman pada Pekerjaan Penyiapan Badan Jalan yaitu :
 Pekerja harus selalu memakai masker dan perlengkapan kerja standar.
C. Quality Control
Hal hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pemadatan tanah dasar
adalah:
1) Pemadatan dilakukan segera setelah dilakukan penggalian.
2) Pemadatan harus dilakukan dengan menggunakan alat yang memadai agar
kepadatan yang diinginkan dapat tercapai
3) Apabila diperlukan lakukan penyiraman terhadap material tanah dasar Untuk
mencapai kadar air optimum sehingga didapatkan kepadatan yang sesuai dengan
spesifikasi.
4) Kecepatan alat harus diperhatikan agar tidak membahayakan pengguna jalan
eksisting. 

6. Untuk Pekerjaan Perkerasan Bahu Jalan Agregrat Kelas B, meliputi :


A. Metode Pelaksanaan
Untuk pelaksanan pekerjaan lapis pondasi agregat kelas B ini dilaksanakan
sesudah pekerjaan penyiapan badan jalan selesai dan sudah disetujui oleh Direksi
Lapangan.

Prosedur pelaksanan:
 pencampuran agregat kelas B dicampurkan di base Camp dengan menggunakan
alat wheel loader
 pengangkutan material agregat kelas B dengan menggunakan alat Motor Grader
 hamparan agregat dibasahi dengan water tank truck sebelum dipadatkan dengan
tandem roller
 Selama pemadatan, sekelompok pekerjaan akan merapikan tepi hamparan dan
level permukaan dengan menggunakan alat batu
B. Penerapan K3
a. Pengukuran dan pematokan
Pekerjaan Pengukuran dan Pematokan pada Pekerjaan Perkerasan Bahu Jalan
Kelas B mempunyai potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Terluka akibat penggunaan meteran baja tidak benar,
2) Kecelakaan karena tertabrak oleh kendaraan yang lintas,
3) Terluka pada saat memasang patok dan luka terkena palu.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Pengukuran dan Pematokan pada Pekerjaan Perkerasan Bahu Jalan Kelas B yaitu :
1) Alat ukur yang digunakan sesuai dengan standar, pengukuran dilakukan oleh
pekerja terampil dan berpengalaman dan memakai perlengkapan kerja standar,
2) Pemasangan rambu-rambu lalu lintas dan menugaskan petugas bendera pengatur
lalu lintas,
3) Patok yang digunakan terlalu panjang dan palu yang digunakan tidak
proporsional.

b. Pengupasan
Pekerjaan Pengupasan pada Pekerjaan Perkerasan Bahu Jalan Kelas B
mempunyai potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Kecelakaan terperosok ke lubang galian,
2) Terjadi gangguan lalu lintas penduduk sekitar,
3) Terluka karena jatuh pada daerah dengan kemiringan tinggi,
4) Gangguan kesehatan lingkungan akibat pembuangan hasil kupasan tidak benar,
5) Kecelakaan akibat tanah bagian pinggir longsor,
6) Kecelakaan oleh karena batu/pohon besar yang merintangi pengupasan,
7) Terluka oleh peralatan akibat pekerja terlalu berdekatan,
8) Terluka karena pengoperasian alat berat tidak dilakukan dengan benar,
9) Kecelakaan akibat utilitas bawah tanah yang terkena alat penggali,
10) Gangguan lalu lintas penduduk sekitar,
11) Kecelakaan akibat lubang galian terisi air yang menggenang.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Pengupasan pada Pekerjaan Perkerasan Bahu Jalan Kelas B yaitu :
1) Memasang pengaman dan membatasi daerah galian dengan pagar pengaman,
2) Menyiapkan jalan sementara bagi penduduk sekitar,
3) Membuat tempat berpijak yang aman,
4) Truck pengangkut material buangan harus dalam keadaan tertutup,
5) Diadakan pengujian stabilitas terutama pada tanah bagian pinggir,
6) Tanah yang akan dikupas harus bersih dari batu-batu besar, pohon-pohon dan
rintangan lainnya,
7) Senantiasa menjaga jarak aman antar pekerja satu dan pekerja lainnya,
8) Sebelum digunakan alat berat harus dicek kelayakannya, operator harus terampil
dan berpengalaman dan metode pengoperasian alat harus sesuai dengan
ketentuan,
9) Sebelum dilakukan penggalian harus dilakukan pemeriksaan utilitas umum di
bawah tanah terlebih dahulu,
10) Disediakan jalan keluar masuk bagi penduduk sekitar,
11) Menjaga agar bekas galian selalu dalam kondisi kering.

c. Penghamparan
Pekerjaan Penghamparan pada Pekerjaan Perkerasan Bahu Jalan Kelas B
mempunyai potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Terjadi iritasi pada kulit dan paru-paru akibat debu agregat yang kering,
2) Terjadi kecelakaan pada saat dump truck menurunkan agregat,
3) Terluka oleh mesin penghampar (Grader) karena pengoperasian tidak benar,
4) Terjadi kecelakaan akibat tertabrak lalu lintas kendaraan,
5) Terjadi kecelakaan akibat penimbunan material sementara, sebelum dihampar,
6) Kecelakaan akibat tanah di pinggir bahu jalan tidak stabil,
7) Gangguan lalu lintas penduduk sekitar,
8) Terluka oleh peralatan kerja akibat jarak antar pekerja terlalu dekat.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Penghamparan pada Pekerjaan Perkerasan Bahu Jalan Kelas B yaitu :
1) Diadakan penyiraman terhadap agregat yang telah dihampar sebelum ditutup,
2) Pengoperasian dump truck harus dilakukan oleh tenaga terampil dan
berpengalaman,
3) dan dijaga agar tidak ada orang lain yang berkepentingan berada di dekat dump
truck yang sedang menurunkan agregat,
4) Operator mesin penghampar harus terampil dan berpengalaman dan
pengoperasian grader harus dilakukan dengan metode yang benar,
5) Pemasangan rambu-rambu dan petugas pengatur lalu lintas,
6) Penimbunan material harus di tempat yang aman atau material agar segera
dihampar,
7) Dilakukan pemeriksaan stabilitas tanah terutama pada pinggir bahu jalan,
8) Penyediaan jalan sementara bagi penduduk sekitar,
9) Senantiasa menjaga jarak aman antara pekerja satu dan pekerja lainnya.

d. Pemadatan
Pekerjaan Pemadatan pada Pekerjaan Perkerasan Bahu Jalan Kelas B
mempunyai potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Terjadi iritasi pada kulit dan paru-paru oleh debu pada pemadatan yang kering,
2) Terjadi gangguan lalu lintas penduduk sekitar,
3) Kecelakaan akibat tanah bagian pinggir jalan tidak stabil,
4) Terluka akibat pengoperasian mesin pemadat (grader) tidak benar,
5) Terluka oleh alat kerja akibat jarak antar pekerja terlalu dekat.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Pemadatan
pada Pekerjaan Perkerasan Bahu Jalan Kelas B yaitu :
1) Harus dilakukan penyiraman hamparan sebelum dipadatkan,
2) Pemasangan rambu-rambu lalu lintas serta penugasan petugas bendera pengatur
lalu lintas,
3) Pembuatan jalan sementara bagi penduduk sekitar,
4) Dilakukan pemeriksaan stabilitas tanah terutama dibagian pinggir jalan, bila
perlu diadakan pengujian,
5) Dilakukan pengecekan kelayakan mesin pemadat, operator harus tenaga terampil
dan berpengalaman dan pengoperasian alat pemadat harus benar,
6) Senantiasa menjaga jarak aman antara pekerja satu dengan pekerja lainnya.

e. Penyiraman
Pekerjaan Penyiraman pada Pekerjaan Perkerasan Bahu Jalan Kelas B
mempunyai potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Terjadi gangguan kesehatan karena air yang digunakan penyiraman tidak sehat,
2) Terjagi kecelakaan dalam pengoperasian alat penyiram (Water Tanker),
3) Kecelakaan tertabrak lalu lintas kendaraan.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Penyiraman pada Pekerjaan Perkerasan Bahu Jalan Kelas B yaitu :
1) Air yang digunakan untuk menyiram harus sesuai ketentuan (tidak berbau busuk
dll),
2) Mesin penyiram harus dalam kondisi layak, operator harus berpengalaman dan
operasional mesin harus benar,
3) Pemasangan rambu-rambu lalu lintas dan penugasan petugas bendera pengatur
lalu lintas.

C. Quality Control
1) Pengujian mutu : uji gradasi dan PI (di Laboratorium), uji kepadatan (Sand Cone
di lapangan), uji CBR Lapangan (DCP).
2) Pengukuran : dimensi (panjang, lebar dan tebal dilaksanakan secara manual),
kelandaian (menggunakan pesawat waterpass atau theodolit)  dan kerataan
permukaan (menggunakan mistar ukur).

7. Untuk Pekerjaan Lapis Pondasi Agregat Kelas B (Base B), meliputi :


A. Metode Pelaksanaan
Untuk pelaksanan pekerjaan lapis pondasi agregat kelas B ini dilaksanakan
sesudah pekerjaan penyiapan badan jalan selesai dan sudah disetujui oleh Direksi
Lapangan. Lapis pondasi Agregat kelas B adalah untuk Lapis pondasi Bawah.

Prosedur pelaksanan:
 pencampuran agregat kelas B dicampurkan di base Camp dengan menggunakan
alat wheel loader
 pengangkutan material agregat kelas B dengan menggunakan alat Motor Grader
 hamparan agregat dibasahi dengan water tank truck sebelum dipadatkan dengan
tandem roller
 Selama pemadatan, sekelompok pekerjaan akan merapikan tepi hamparan dan
level permukaan dengan menggunakan alat batu

B. Penerapan K3
f. Pengukuran dan pematokan
Pekerjaan Pengukuran dan Pematokan pada Pekerjaan Lapis Pondasi Kelas B
mempunyai potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
4) Terluka akibat penggunaan meteran baja tidak benar,
5) Kecelakaan karena tertabrak oleh kendaraan yang lintas,
6) Terluka pada saat memasang patok dan luka terkena palu.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Pengukuran dan Pematokan pada Pekerjaan Lapis Pondasi Kelas B yaitu :
4) Alat ukur yang digunakan sesuai dengan standar, pengukuran dilakukan oleh
pekerja terampil dan berpengalaman dan memakai perlengkapan kerja standar,
5) Pemasangan rambu-rambu lalu lintas dan menugaskan petugas bendera pengatur
lalu lintas,
6) Patok yang digunakan terlalu panjang dan palu yang digunakan tidak
proporsional.

g. Pengupasan
Pekerjaan Pengupasan pada Pekerjaan Lapis Pondasi Kelas B mempunyai
potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
12) Kecelakaan terperosok ke lubang galian,
13) Terjadi gangguan lalu lintas penduduk sekitar,
14) Terluka karena jatuh pada daerah dengan kemiringan tinggi,
15) Gangguan kesehatan lingkungan akibat pembuangan hasil kupasan tidak benar,
16) Kecelakaan akibat tanah bagian pinggir longsor,
17) Kecelakaan oleh karena batu/pohon besar yang merintangi pengupasan,
18) Terluka oleh peralatan akibat pekerja terlalu berdekatan,
19) Terluka karena pengoperasian alat berat tidak dilakukan dengan benar,
20) Kecelakaan akibat utilitas bawah tanah yang terkena alat penggali,
21) Gangguan lalu lintas penduduk sekitar,
22) Kecelakaan akibat lubang galian terisi air yang menggenang.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Pengupasan pada Pekerjaan Lapis Pondasi Kelas B yaitu :
12) Memasang pengaman dan membatasi daerah galian dengan pagar pengaman,
13) Menyiapkan jalan sementara bagi penduduk sekitar,
14) Membuat tempat berpijak yang aman,
15) Truck pengangkut material buangan harus dalam keadaan tertutup,
16) Diadakan pengujian stabilitas terutama pada tanah bagian pinggir,
17) Tanah yang akan dikupas harus bersih dari batu-batu besar, pohon-pohon dan
rintangan lainnya,
18) Senantiasa menjaga jarak aman antar pekerja satu dan pekerja lainnya,
19) Sebelum digunakan alat berat harus dicek kelayakannya, operator harus terampil
dan berpengalaman dan metode pengoperasian alat harus sesuai dengan
ketentuan,
20) Sebelum dilakukan penggalian harus dilakukan pemeriksaan utilitas umum di
bawah tanah terlebih dahulu,
21) Disediakan jalan keluar masuk bagi penduduk sekitar,
22) Menjaga agar bekas galian selalu dalam kondisi kering.

h. Penghamparan
Pekerjaan Penghamparan pada Pekerjaan Lapis Pondasi Kelas B mempunyai
potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
9) Terjadi iritasi pada kulit dan paru-paru akibat debu agregat yang kering,
10) Terjadi kecelakaan pada saat dump truck menurunkan agregat,
11) Terluka oleh mesin penghampar (Grader) karena pengoperasian tidak benar,
12) Terjadi kecelakaan akibat tertabrak lalu lintas kendaraan,
13) Terjadi kecelakaan akibat penimbunan material sementara, sebelum dihampar,
14) Kecelakaan akibat tanah di pinggir bahu jalan tidak stabil,
15) Gangguan lalu lintas penduduk sekitar,
16) Terluka oleh peralatan kerja akibat jarak antar pekerja terlalu dekat.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Penghamparan pada Pekerjaan Lapis Pondasi Kelas B yaitu :
10) Diadakan penyiraman terhadap agregat yang telah dihampar sebelum ditutup,
11) Pengoperasian dump truck harus dilakukan oleh tenaga terampil dan
berpengalaman,
12) dan dijaga agar tidak ada orang lain yang berkepentingan berada di dekat dump
truck yang sedang menurunkan agregat,
13) Operator mesin penghampar harus terampil dan berpengalaman dan
pengoperasian grader harus dilakukan dengan metode yang benar,
14) Pemasangan rambu-rambu dan petugas pengatur lalu lintas,
15) Penimbunan material harus di tempat yang aman atau material agar segera
dihampar,
16) Dilakukan pemeriksaan stabilitas tanah terutama pada pinggir bahu jalan,
17) Penyediaan jalan sementara bagi penduduk sekitar,
18) Senantiasa menjaga jarak aman antara pekerja satu dan pekerja lainnya.

i. Pemadatan
Pekerjaan Pemadatan pada Pekerjaan Lapis Pondasi Kelas B mempunyai potensi
bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
6) Terjadi iritasi pada kulit dan paru-paru oleh debu pada pemadatan yang kering,
7) Terjadi gangguan lalu lintas penduduk sekitar,
8) Kecelakaan akibat tanah bagian pinggir jalan tidak stabil,
9) Terluka akibat pengoperasian mesin pemadat (grader) tidak benar,
10) Terluka oleh alat kerja akibat jarak antar pekerja terlalu dekat.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Pemadatan pada Pekerjaan Lapis Pondasi Kelas B yaitu :
7) Harus dilakukan penyiraman hamparan sebelum dipadatkan,
8) Pemasangan rambu-rambu lalu lintas serta penugasan petugas bendera pengatur
lalu lintas,
9) Pembuatan jalan sementara bagi penduduk sekitar,
10) Dilakukan pemeriksaan stabilitas tanah terutama dibagian pinggir jalan, bila
perlu diadakan pengujian,
11) Dilakukan pengecekan kelayakan mesin pemadat, operator harus tenaga terampil
dan berpengalaman dan pengoperasian alat pemadat harus benar,
12) Senantiasa menjaga jarak aman antara pekerja satu dengan pekerja lainnya.
j. Penyiraman
Pekerjaan Penyiraman pada Pekerjaan Lapis Pondasi Kelas B mempunyai
potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Terjadi gangguan kesehatan karena air yang digunakan penyiraman tidak sehat,
2) Terjagi kecelakaan dalam pengoperasian alat penyiram (Water Tanker),
3) Kecelakaan tertabrak lalu lintas kendaraan.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Penyiraman pada Pekerjaan Lapis Pondasi Kelas B yaitu :
1) Air yang digunakan untuk menyiram harus sesuai ketentuan (tidak berbau busuk
dll),
2) Mesin penyiram harus dalam kondisi layak, operator harus berpengalaman dan
operasional mesin harus benar,
3) Pemasangan rambu-rambu lalu lintas dan penugasan petugas bendera pengatur
lalu lintas.

C. Quality Control
1) Pengujian mutu : uji gradasi dan PI (di Laboratorium), uji kepadatan (Sand Cone
di lapangan), uji CBR Lapangan (DCP).
2) Pengukuran : dimensi (panjang, lebar dan tebal dilaksanakan secara manual),
kelandaian (menggunakan pesawat waterpass atau theodolit)  dan kerataan
permukaan (menggunakan mistar ukur).

8. Untuk pekerjaan Lapis Pondasi Agregat Kelas A (Base A), meliputi :


A. Metode Pelaksanaan
Untuk pelaksanan pekerjaan lapis pondasi agregat kelas A ini dilaksanakan
sesudah pekerjaan penyiapan badan jalan selesai dan sudah disetujui oleh Direksi
Lapangan. Lapis pondasi Agregat kelas A adalah untuk Lapis pondasi Atas.
Prosedur pelaksanan:
 pencampuran agregat kelas A dicampurkan di base Camp dengan menggunakan
alat wheel loader
 pengangkutan material agregat kelas A dengan menggunakan alat Motor Grader
 hamparan agregat dibasahi dengan water tank truck sebelum dipadatkan dengan
tandem roller
 Selama pemadatan, sekelompok pekerjaan akan merapikan tepi hamparan dan
level permukaan dengan menggunakan alat batu

B. Penerapan K3
a. Pengukuran dan pematokan
Pekerjaan Pengukuran dan Pematokan pada Pekerjaan Lapis Pondasi Kelas A
mempunyai potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Terluka akibat penggunaan meteran baja tidak benar,
2) Kecelakaan karena tertabrak oleh kendaraan yang melintas,
3) Terluka pada saat memasang patok dan luka terkena palu.
4) Terjadi gangguan lalu lintas kendaraan.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Pengukuran dan Pematokan pada Pekerjaan Lapis Pondasi Kelas A yaitu :
1) Alat ukur yang digunakan sesuai dengan standar, pengukuran dilakukan oleh
pekerja terampil dan berpengalaman dan memakai perlengkapan kerja standar,
2) Pemasangan rambu-rambu lalu lintas dan menugaskan petugas bendera pengatur
lalu lintas,
3) Patok yang digunakan terlalu panjang dan palu yang digunakan tidak
proporsional.
4) Pemasangan rambu-rambu lalu-lintas pengaman sementara serta diadakan
petugas pengatur lalu-lintas.
b. Pengupasan
Pekerjaan Pengupasan pada Pekerjaan Lapis Pondasi Kelas A mempunyai
potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Kecelakaan terperosok ke lubang galian,
2) Terjadi gangguan lalu lintas penduduk sekitar,
3) Terluka karena jatuh pada daerah dengan kemiringan tinggi,
4) Gangguan kesehatan lingkungan akibat pembuangan hasil kupasan tidak benar,
5) Kecelakaan akibat tanah bagian pinggir longsor,
5) Kecelakaan oleh karena batu/pohon besar yang merintangi pengupasan,
6) Terluka oleh peralatan akibat pekerja terlalu berdekatan,
7) Terluka karena pengoperasian alat berat tidak dilakukan dengan benar,
8) Kecelakaan akibat utilitas bawah tanah yang terkena alat penggali
9) Gangguan lalu lintas penduduk sekitar,
10) Kecelakaan akibat lubang galian terisi air yang menggenang.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Pengupasan pada Pekerjaan Lapis Pondasi Kelas A yaitu :
1) Memasang pengaman dan membatasi daerah galian dengan pagar pengaman,
2) Menyiapkan jalan sementara bagi penduduk sekitar,
3) Membuat tempat berpijak yang aman,
4) Truck pengangkut material buangan harus dalam keadaan tertutup,
5) Diadakan pengujian stabilitas terutama pada tanah bagian pinggir,
6) Tanah yang akan dikupas harus bersih dari batu-batu besar, pohon-pohon dan
rintangan lainnya,
7) Senantiasa menjaga jarak aman antar pekerja satu dan pekerja lainnya,
8) Sebelum digunakan alat berat harus dicek kelayakannya, operator harus terampil
dan berpengalaman dan metode pengoperasian alat harus sesuai dengan
ketentuan,
9) Sebelum dilakukan penggalian harus dilakukan pemeriksaan utilitas umum di
bawah tanah terlebih dahulu,
10) Sebelum dilakukan penggalian, instalasi gas, air, listrik dibawah tanah harus
dimatikan terlebih dulu, bila tidak dapat dimatikan maka instalasi tersebut harus
dipagari atau dilindungi dengan aman,
11) Disediakan jalan keluar masuk bagi penduduk sekitar,
12) Menjaga agar bekas galian selalu dalam kondisi kering.

c. Penghamparan
Pekerjaan Penghamparan pada Pekerjaan Lapis Pondasi Kelas A mempunyai
potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Terjadi kecelakaan pada saat dump truck menurunkan agregat,
2) Terjadi iritasi pada kulit dan paru-paru akibat debu agregat yang kering,
3) Terluka oleh mesin penghampar (Grader) karena pengoperasian tidak benar,
4) Terjadi kecelakaan akibat tertabrak lalu lintas kendaraan,
5) Terjadi kecelakaan akibat penimbunan material sementara, sebelum dihampar,
6) Kecelakaan akibat tanah di pinggir bahu jalan tidak stabil,
7) Gangguan lalu lintas penduduk sekitar,
8) Terluka oleh peralatan kerja akibat jarak antar pekerja terlalu dekat.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Penghamparan pada Pekerjaan Lapis Pondasi Kelas A yaitu :
1) Diadakan penyiraman terhadap agregat yang telah dihampar sebelum ditutup,
2) Pengoperasian dump truck harus dilakukan oleh tenaga terampil dan
berpengalaman, dan dijaga agar tidak ada orang lain yang berkepentingan
berada di dekat dump truck yang sedang menurunkan agregat,
3) Operator mesin penghampar harus terampil dan berpengalaman dan
pengoperasian grader harus dilakukan dengan metode yang benar,
4) Pemasangan rambu-rambu dan petugas pengatur lalu lintas,
5) Penimbunan material harus di tempat yang aman atau material agar segera
dihampar,
6) Dilakukan pemeriksaan stabilitas tanah terutama pada pinggir bahu jalan,
7) Penyediaan jalan sementara bagi penduduk sekitar,
8) Senantiasa menjaga jarak aman antara pekerja satu dan pekerja lainnya.

d. Pemadatan
Pekerjaan Pemadatan pada Pekerjaan Lapis Pondasi Kelas A mempunyai
potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Terjadi iritasi pada kulit dan paru-paru oleh debu pada pemadatan yang kering,
2) Terjadi gangguan lalu lintas kendaraan,
3) Terjadi gangguan lalu lintas penduduk sekitar,
4) Kecelakaan akibat tanah bagian pinggir jalan tidak stabil,
5) Terluka akibat pengoperasian mesin pemadat (grader) tidak benar,
6) Terluka oleh alat kerja akibat jarak antar pekerja terlalu dekat.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Pemadatan
pada Pekerjaan Lapis Pondasi Kelas A yaitu :
1) Harus dilakukan penyiraman hamparan sebelum dipadatkan,
2) Pemasangan rambu-rambu lalu lintas serta penugasan petugas bendera pengatur
lalu lintas,
3) Pembuatan jalan sementara bagi penduduk sekitar,
4) Dilakukan pemeriksaan stabilitas tanah terutama dibagian pinggir jalan, bila
perlu diadakan pengujian,
5) Dilakukan pengecekan kelayakan mesin pemadat, operator harus tenaga
terampil dan berpengalaman dan pengoperasian alat pemadat harus benar,
6) Senantiasa menjaga jarak aman antara pekerja satu dengan pekerja lainnya.

e. Penyiraman
Pekerjaan Penyiraman pada Pekerjaan Lapis Pondasi Kelas A mempunyai
potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Terjadi gangguan kesehatan karena air yang digunakan penyiraman tidak sehat,
2) Terjagi kecelakaan dalam pengoperasian alat penyiraman (Water Tanker),
3) Kecelakaan tertabrak lalu lintas kendaraan.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Penyiraman pada Pekerjaan Lapis Pondasi Kelas A yaitu :
1) Air yang digunakan untuk menyiram harus sesuai ketentuan (tidak berbau busuk
dll),
2) Mesin penyiram harus dalam kondisi layak, operator harus berpengalaman dan
operasional mesin harus benar,
3) Pemasangan rambu-rambu lalu lintas dan penugasan petugas bendera pengatur
lalu lintas.

C. Quality Control
1) Pengujian mutu : uji gradasi dan PI (di Laboratorium), uji kepadatan (Sand Cone
di lapangan), uji CBR Lapangan (DCP).
2) Pengukuran : dimensi (panjang, lebar dan tebal dilaksanakan secara manual),
kelandaian (menggunakan pesawat waterpass atau theodolit)  dan kerataan
permukaan (menggunakan mistar ukur).

9. Untuk pekerjaan Lapis Resap Pengikat (Prime Coat), meliputi :


A. Metode Pelaksanaan
Pekerjaan ini menggunakan alat berat (cara mekanik). Komposisi campuran
Aspal Pen 60 atau Pen 80 Kerosene Berat isi bahan Aspal Pen 60 atau Pen 80 Kerosen
Bahan dasar (aspal & minyak pencair) semuanya diterima di lokasi pekerjaan. Urutan
kerja Aspal dan Minyak Flux dicampur dan dipanaskan sehingga menjadi campuran
aspal cair Permukaan yang akan dilapis dibersihkan dari debu dan kotoran dengan Air
Compressor Campuran aspal cair disemprotkan dengan Asphalt Distributor ke atas
permukaan yang akan dilapis. Maksud dari pekerjaan ini adalah pelapisan aspal cair
pada permukaan jalan yang telah beraspal atau pun pada permukaan berbutir, dasar dari
teknik pelaksanaan pekerjaan ini adalah suhu dan prosentasi aspal yang dipakai.
B. Penerapan K3
a. Pengukuran dan pematokan
Pekerjaan Pengukuran dan Pematokan pada Pekerjaan Lapis Resap Pengikat
mempunyai potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Terluka akibat penggunaan meteran baja tidak benar,
2) Kecelakaan karena tertabrak oleh kendaraan yang melintas,
3) Terluka pada saat memasang patok dan luka terkena palu.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Pengukuran dan Pematokan pada Pekerjaan Lapis Resap Pengikat yaitu :
1) Alat ukur yang digunakan sesuai dengan standar, pengukuran dilakukan oleh
pekerja terampil dan berpengalaman dan memakai perlengkapan kerja standar,
2) Pemasangan rambu-rambu lalu lintas dan menugaskan petugas bendera pengatur
lalu lintas,
3) Patok yang digunakan terlalu panjang dan palu yang digunakan tidak
proporsional.

b. Pembakaran
Pekerjaan Pembakaran pada Pekerjaan Lapis Resap Pengikat mempunyai
potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Terluka oleh percikan aspal panas,
2) Terluka oleh api pembakaran,
3) Terjadi bahaya kebakaran,
4) Terjadi iritasi pada mata, kulit dan paru-paru akibat asap dan panas dari api
pembakaran dan aspal,
5) Terjadi kerusakan pada pohon, struktur atau bangunan yang berdekatan dengan
lokasi pembakaran.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Pembakaran pada Pekerjaan Lapis Resap Pengikat yaitu :
1) Petugas pembakar harus berpengalaman pada bidangnya dan harus mengenakan
pakaian kerja standar,
2) Pengadukan harus menggunakan kayu yang panjang sedemikian keamanan
terjamin,
3) Pembakaran harus dilakukan di tempat yang aman dari bahaya kebakaran
lainnya,
4) Pekerja harus menggunakan kacamata dan masker untuk mencegah iritasi mata
dan paru-paru akibat asap dan panas dari api pembakaran dan aspal,
5) Dalam melakukan pembakaran harus selalu dijaga sedemikian sehingga nyala
api tidak terlalu besar yang dapat membahayakan.

c. Penyemprotan
Pekerjaan Penyemprotan pada Pekerjaan Lapis Resap Pengikat mempunyai
potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Terluka oleh percikan aspal panas,
2) Terjadi iritasi pada mata, kulit dan paru-paru akibat uap dan panas dari aspal,
1) Terjadi kerusakan pada pohon, struktur atau bangunan yang berdekatan dengan
lokasi dari percikan aspal dan kerusakan lainnya,
3) Terluka oleh pipa alat penyemprot pada kondisi yang panas,
4) Terluka oleh mesin, tangki dan pompa aspal,
5) Lalu lintas kendaraan terganggu,
6) Terluka akibat jarak antar pekerja yang sedang bekerja kurang memadai atau
tidak pada jarak yang aman.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Penyemprotan pada Pekerjaan Lapis Resap Pengikat yaitu :
1) Petugas harus memakai peralatan dan perlengkapan kerja standar,
2) Pekerja harus menggunakan kacamata dan masker untuk mencegah iritasi mata
dan paru-paru akibat asap dan panas dari api pembakaran dan aspal,
3) Membuat pengaman untuk menghindari kerusakan pada pohon, struktur atau
bangunan yang berdekatan dengan lokasi dari percikan aspal dan kerusakan
lainnya,
4) Menjaga agar tidak ada orang luar maupun pekerja yang tidak ahli pada waktu
mesin
5) penyemprotan dari pompa aspal (aspal sprayer) bekerja menyiram aspal pada
agregat,
6) Mengatur lalu lintas agar tetap berjalan dengan lancar dengan cara mengerjakan
pekerjaan ½ bagian terlebih dahulu,
7) Senantiasa menjaga jarak aman antara pekerja satu dan pekerja lainnya.

C. Quality Control
1) Periksa contoh material yang akan digunakan
2) Periksa laporan hasil pengujian material yang akan digunakan
3) Periksa JMF berikut data dari grafik percobaan campuran
4) Periksa aspal yang diajukan berikut sertifikat dan data pengujian

10. Untuk pekerjaan Lapis Antara (AC-BC), meliputi :


A. Metode Pelaksanaan
Pekerjaan ini meliputi Penyiapan bahan di base camp AMP, pencampuran bahan
agregat dengan aspal, pengiriman sampai lokasi pekerjaan, penghamparan dan
pemadatan. AC-BC dibuat di Base Camp AMP sesuai dengan spesifikasi kemudian
dituangkan diatas dumptruck lalu hasil penuangan ditutup dengan terpal untuk menahan
suhu AC-BC tetap stabil lalu dikirm kelokasi pekerjaan yang telah siap peralatan
mekanik seperti finisher alat penhampar dan alat-lat pemadat. Bahan dituang ke bak
finisher dari dumptruck, finisher menhgampar campuran aspal panas ke permukaan
Lapis Pondasi pada ketebalan diatas rata-rata ketebalan padat dan hasil penggelaran
didiamkan pada suhu yang telah ditetapkan kemudian dipadatkan dengan mesin gilas
roda besi, penggilasan sedemikian rupa hingga mendapatkan kerataan dan kepadatan
yang ditetapkan dan akhir pemadatan menggunakan mesin gilas roda karet demikian
seterusnya.
B. Penerapan K3
a. Pengukuran dan Pematokan
Pekerjaan Pengukuran dan Pematokan pada Pekerjaan Lapis Pengikat Aspal
Beton (AC-BC) mempunyai potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Terluka akibat penggunaan meteran baja tidak benar,
2) Kecelakaan atau tertabrak oleh kendaraan yang melintas,
3) Terluka pada saat memasang patok akibat patok terlalu panjang,
4) Kecelakaan terkena palu yang terlepas akibat palu terlalu berat,
5) Terjadi gangguan terhadap lalu lintas kendaraan.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Pengukuran dan Pematokan pada Pekerjaan Lapis Pengikat Aspal Beton (AC-BC)
yaitu:
1) Pengukuran harus dilakukan dengan menggunakan meteran yang sesuai dengan
standar. Petugas pengukuran harus menggunakan sarung tangan yang sesuai
dengan standar,
2) Pemasangan rambu-rambu lalu lintas dan menugaskan petugas bendera pengatur
lalu lintas,
3) Patok yang digunakan tidak terlalu panjang (maks. 50 cm),
4) Palu yang digunakan untuk memukul patok harus proporsional sesuai dengan
keperluannya (tidak terlalu berat dan besar),
5) Harus dipasang rambu-rambu lalu lintas sementara dan ditugaskan petugas
pengatur lalu lintas.

b. Pembersihan permukaan perkerasan lama


Pekerjaan Pembersihan Permukaan Perkerasan Lama pada Pekerjaan Lapis
Pengikat Aspal Beton (AC-BC) mempunyai potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu:
1) Terjadi iritasi pada kulit, mata dan paru-paru akibat debu yang kering,
2) Terluka oleh Compressor waktu menyapu perkerasan lama,
3) Gangguan pendengaran akibat timbulnya kebisingan,
4) Terjadi gangguan terhadap lalu lintas kendaraan.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Pembersihan Permukaan Perkerasan Lama pada Pekerjaan Lapis Pengikat Aspal Beton
(AC-BC) yaitu :
1) Pekerja harus memakai pakaian dan perlengkapan (sepatu, kacamata dan
masker) yang sesuai dengan standar,
2) Pekerja atau operator Compressor harus terampil dan berpengalaman
dibidangnya,
3) Pekerja harus memakai tutup telinga untuk menghindari gangguan pendengaran,
4) Memasang rambu-rambu sementara dan mengatur lalu lintas agar tetap berjalan
dengan lancar dengan cara mengerjakan pekerjaan ½ bagian terlebih dahulu.

c. Penyemprotan
Pekerjaan Penyemprotan pada Pekerjaan Lapis Pengikat Aspal Beton (AC-BC)
mempunyai potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Terluka oleh percikan aspal panas,
2) Terjadi iritasi terhadap mata, kulit dan paru-paru akibat uap dan panas dari aspal,
3) Kerusakan pada pohon, struktur atau bangunan yang berdekatan dengan lokasi
dari percikan aspal,
4) Terluka oleh pipa alat-alat penyemprot yang panas. Terluka oleh mesin pompa
aspal. Terluka oleh tangki aspal,
5) Terjadi gangguan lalu lintas kendaraan,
6) Terjadi kecelakaan atau terluka akibat jarak antara pekerja terlalu dekat.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Penyemprotan pada Pekerjaan Lapis Pengikat Aspal Beton (AC-BC) yaitu :
1) Petugas pembakar harus mengenakan pakaian dan perlengkapan (sepatu boot,
sarung tangan dan masker) yang sesuai dengan standar,
2) Menggunakan kacamata dan masker untuk mencegah iritasi mata dan paru-paru
akibat asap dan panas dari api pembakaran dan aspal,
3) Menghindari kerusakan pada pohon, struktur atau bangunan yang berdekatan
dengan lokasi dari percikan aspal dengan menjaga api tidak terlalu besar dan
menghindari penggunaan bahan bakar yang mudah meledak,
4) Pekerja harus terampil dan berpengalaman dibidangnya serta menjaga agar tidak
ada orang luar maupun pekerja lain berada di tempat penyemprotan sewaktu
mesin penyemprotan dari pompa aspal (aspal sprayer) bekerja menyiram aspal
pada agregat di lokasi pekerjaan,
5) Memasang rambu-rambu sementara dan mengatur lalu lintas agar tetap berjalan
dengan lancar dengan cara mengerjakan pekerjaan ½ bagian terlebih dahulu,
6) Senantiasa menjaga jarak yang aman antara pekerja yang satu dengan yang
lainnya.

d. Penghamparan
Pekerjaan Penghamparan pada Pekerjaan Lapis Pengikat Aspal Beton (AC-BC)
mempunyai potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Terluka oleh percikan aspal panas,
2) Terjadi iritasi terhadap mata, kulit dan paru-paru akibat uap dan panas dari aspal,
3) Terluka oleh mesin penghampar aspal (Finisher),
4) Terluka oleh Dump Truck sewaktu menuangkan Hotmix ke dalam Finisher,
5) Terjadi gangguan lalu lintas,
6) Terjadi kecelakaan atau terluka akibat jarak antar pekerja terlalu dekat.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Penghamparan pada Pekerjaan Lapis Pengikat Aspal Beton (AC-BC) yaitu :
1) Petugas pembakar harus mengenakan pakaian dan perlengkapan (sepatu boot,
sarung tangan dan masker) yang sesuai dengan standar,
2) Menggunakan kacamata dan masker untuk mencegah iritasi mata dan paru-paru
akibat asap dan panas dari api pembakaran dan aspal,
3) Menjaga agar tidak ada orang luar maupun pekerja lain berada di tempat
penghamparan ketika mesin penghampar aspal (Finisher) bekerja menghampar
Hotmix di lokasi pekerjaan,
4) Menjaga agar tidak ada orang luar maupun pekerja lain berada di tempat dimana
Dump Truck sedang menuangkan Hotmix ke dalam Finisher di lokasi pekerjaan,
5) Memasang rambu-rambu sementara dan mengatur lalu lintas agar tetap berjalan
dengan lancar dengan cara mengerjakan pekerjaan ½ bagian terlebih dahulu,
6) Menjaga dan mempertahankan jarak yang aman antara pekerja yang satu dengan
yang lain.

e. Pemadatan
Pekerjaan Pemadatan pada Pekerjaan Lapis Pengikat Aspal Beton (AC-BC)
mempunyai potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Terluka oleh percikan aspal panas,
2) Terjadi iritasi terhadap mata, kulit dan paru-paru akibat uap dan panas dari aspal,
3) Terluka oleh mesin pemadat aspal (Tandem Roller dan Pneumatic Tire Roller),
4) Terjadi kecelakaan atau terluka akibat jarak antar pekerja terlalu dekat,
5) Terjadi gangguan lalu lintas.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Pemadatan pada Pekerjaan Lapis Pengikat Aspal Beton (AC-BC) yaitu :
1) Petugas pembakar harus mengenakan pakaian dan perlengkapan (sepatu boot,
sarung tangan dan masker) yang sesuai dengan standar,
2) Menggunakan kacamata dan masker untuk mencegah iritasi mata dan paru-paru
akibat asap dan panas dari api pembakaran dan aspal,
3) Menjaga agar tidak ada orang luar maupun pekerja lain berada di tempat
pemadatan ketika mesin pemadat aspal (Tandem) bekerja memadatkan Hotmix
di lokasi pekerjaan,
4) Mempertahankan jarak yang aman antara pekerja yang satu dengan yang lain,
5) Memasang rambu-rambu sementara dan mengatur lalu lintas agar tetap berjalan
dengan lancar dengan cara mengerjakan pekerjaan ½ bagian terlebih dahulu.

f. Penyiraman
Pekerjaan Penyiraman pada Pekerjaan Lapis Pengikat Aspal Beton (AC-BC)
mempunyai potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Terluka oleh percikan aspal panas,
2) Terjadi iritasi terhadap mata, kulit dan paru-paru akibat uap dan panas dari aspal,
3) Terluka oleh mesin pemadat aspal (Tandem Roller) awal dan akhir. Terluka oleh
mesin pemadat aspal (Pneumatic Tire Roller) untuk proses intermediated
rolling,
4) Terjadi kecelakaan atau terluka akibat jarak antar pekerja terlalu dekat,
5) Terjadi gangguan lalu lintas.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Penyiraman pada Pekerjaan Lapis Pengikat Aspal Beton (AC-BC) yaitu :
1) Petugas pembakar harus mengenakan pakaian dan perlengkapan (sepatu boot,
sarung tangan dan masker) yang sesuai dengan standar,
2) Menggunakan kacamata dan masker untuk mencegah iritasi mata dan paru-paru
akibat asap dan panas dari api pembakaran dan aspal,
3) Menjaga agar tidak ada orang luar maupun pekerja lain berada di lokasi
pekerjaan ketika mesin pemadat aspal (Pneumatic Tire Roller) bekerja
memadatkan Hotmix,
4) Senantiasa mempertahankan jarak yang aman antara pekerja yang satu dengan
yang lain,
5) Senantiasa menjaga jarak yang aman antara pekerja yang satu dengan yang
lainnya.
C. Quality Control
1) Material contoh untuk laboratorium terdiri dari material campuran yang diambil
dari instalasi pencampuran atau lapangan yang dipadatkan dengan prosedur
AASHTO T 245. Untuk agregat yang mengandung butir-butir dengan diameter
lebih dari 1 inchi, maka akan digunakan ASTM D 5581.
2) Material-material contoh berikut harus diambil untuk pengujian produksi harian:
 Agregat dari penampung agregat panas (hot bin) dan gabungannya untuk
pengujian gradasi secara basah.
 Campuran bitumen dalam keadaan lepas untuk pengujian ekstraksi dan
stabilitas Marshall. Bila rumus campuran kerja (job-mix formula) diubah atau
sebagaimana diarahkan oleh Konsultan Pengawas, maka contoh-contoh
tambahan untuk (1) dan (2) akan diambil untuk memungkinkan penentuan
berat jenis (bulk specificgravity) menyeluruh agregat dari campuran bitumen
(AASHTO T 209-74).
3) Kontraktor harus menyerahkan kepada Konsultan Pengawas hasil-hasil dan
catatan-catatan yang diperoleh dari hasil pengujian-pengujian yang dilaksanakan
untuk setiap produksi harian bersama-sama dengan lokasi penghamparannya
yang tepat untuk setiap produksi harian dalam pekerjaan yang diselesaikan.
4) Agar Pengguna Jasa dapat memonitor daya tahan perkerasan jalan dalam jangka
waktu yang panjang, maka Konsultan Pengawas dari waktu ke waktu harus
mengarahkan Kontraktor untuk menyerahkan hasil-hasil pengujian penetrasi dan
titik lembek dari contoh-contoh bitumen yang digunakan.
5) Pengontrolan kualitas campuran, pengambilan sampel dan pengujian material
harus dilakukan sesuai dengan prosedur-prosedur yang dipakai dan sesuai
dengan instruksi Konsultan Pengawas.
11. Untuk Pekerjaan Beton Mutu Sedang fc’30 Mpa Lantai Jembatan, meliputi
A. Metode Pelaksanaan
Beton mutu sedang pada pekerjaan ini digunakan untuk pada lantai jembatan.
Sebelum melaksanakan pekerjaan ini, penyedia jasa harus menyerahkan JMF dan JMD
campuran beton kepada Konsultan Pengawas atau Direksi Lapangan. Agregat beton fc’
30 MPa dicampur sesuai dengan komposisinya agregat kasar, pasir beton, semen
dicampur dalam concrete pan mixer/batching plant sesuai komposisi mix design yang
disetujui oleh direksi lapangan dan konsultan pengawas, kemudian dicampur dengan air
secukupnya. Campuran beton mutu sedang fc’ 30MPa kemudian diangkut dengan truck
mixer ke lokasi pengecoran. Sebelum pengecoran dimulai perlu diperhatikan lahan,
bekisting dan pembesian lantai jembatan telah terpasang atau siap dengan baik sesuai
gambar rencana pada dokumen kontrak. Selama proses pengecoran sekelompok pekerja
membantu merapikan dan memadatkan dengan concrete vibrator.

B. Penerapan K3
a. Pengukuran dan pematokan
Pekerjaan Pengukuran dan Pematokan pada Pekerjaan Beton mempunyai
potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Terjadi kecelakaan atau terluka oleh alat atau perlengkapan ukur akibat metode
pelaksanaan pekerjaan tidak dilakukan dengan benar,
2) Terjadi gangguan kesehatan atau gangguan fisik akibat pekerja tidak memakai
perlengkapan kerja yang sesuai dengan syarat,
3) Terjadi kecelakaan atau tertabrak kendaraan pada saat melakukan pengukuran di
jalan raya.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Pengukuran dan Pematokan pada Pekerjaan Beton yaitu :
1) Pelaksanaan pengukuran dan pematokan harus dilakukan oleh pekerja yang
terampil serta berpengalaman dibidangnya,
2) Pekerja harus memakai pakaian dan perlengkapan kerja yang sesuai (sarung
tangan, sepatu boot dan helm) serta memenuhi syarat,
3) Memasang rambu-rambu pada lokasi pekerjaan untuk melindungi personel yang
bekerja dari kendaraan yang melintasi proyek dan menempatkan petugas
bendera di semua tempat kegiatan pelaksanaan.

b. Penyiapan
Pekerjaan Penyiapan pada Pekerjaan Beton mempunyai potensi bahaya terhadap
tenaga kerja yaitu :
1) Gangguan kesehatan atau gangguan fisik akibat pekerja tidak memakai
perlengkapan kerja yang sesuai dengan syarat,
2) Gangguan paru-paru akibat debu dari material di gudang/tempat penyimpanan,
3) Terjadi bahaya kebakaran dari gudang/material,
4) Terjadi bahaya akibat concrete mixer,
5) Terjadi kecelakaan akibat pemasangan rambu-rambu lalu lintas sementara untuk
pengamanan kurang memadai dan tidak memenuhi syarat.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Penyiapan pada Pekerjaan Beton yaitu :
1) Pekerja harus memakai pakaian dan perlengkapan kerja yang sesuai dan
memenuhi syarat,
2) Menutup material dengan plastik sehingga debu tidak beterbangan,
3) Menyediakan alat pemadam kebakaran di gudang atau tempat penyimpanan
material,
4) Mengecek alat concrete mixer sebelum digunakan termasuk penguat-
penguatnya,
5) dijalankan oleh orang yang ahli dibidangnya,
6) Memasang rambu-rambu pada lokasi pekerjaan untuk melindungi personel yang
bekerja dari kendaraan yang melintasi proyek dan menempatkan petugas
bendera di semua tempat kegiatan pelaksanaan.
c. Pemasangan bekisting
Pekerjaan Pemasangan Bekisting pada Pekerjaan Beton mempunyai potensi
bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Bahaya kecelakaan pada pemasangan bekisting pada tanah galian meliputi :
tertimpa tanah galian, tertimbun tanah galian, tertimpa benda jatuh dan terpeleset
jatuh,
2) Kecelakaan akibat runtuhnya sisi galian akibat pembebanan,
3) Terjadi kecelakaan atau luka oleh karena paku-paku yang menonjol keluar,
tertimpa/tergencet kayu/bekisting.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Pemasangan Bekisting pada Pekerjaan Beton yaitu :
 Pemasangan bekisting harus dilakukan oleh pekerja terampil yang telah
berpengalaman dibidangnya, pemasangan bekisting di daerah galian harus
memperhatikan ketentuan-ketentuan berikut ini :
1) Memakai pakaian dan perlengkapan kerja terutama helm yang sesuai dengan
standar,
2) Dinding galian harus diberi penahan dinding secukupnya,
3) Pada daerah pemasangan bekisting harus diberi penerangan secukupnya,
4) Dilarang menyimpan/menempatkan tanah galian dipinggir pembuatan bekisting,
5) tanah galian harus dibuang pada tempat yang aman yang telah ditentukan,
6) Disediakan jalan keluar untuk menyelamatkan diri bila terjadi bahaya,
7) Dipasang tangga yang sesuai dan memenuhi syarat dari segi kekuatanya,
8) Dilarang menempatkan atau menggerakkan beban mesin atau peralatan lainnya
dekat pemasangan bekisting/disisi galian yang dapat menyebabkan runtuhnya
sisi galian dan membahayakan setiap orang di dalamnya,
9) Paku-paku yang menonjol keluar perlu dibenamkan atau dibengkokan.
d. Penulangan
Pekerjaan Penulangan pada Pekerjaan Beton mempunyai potensi bahaya
terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Terluka akibat pelaksanaan penulangan tidak dilakukan oleh tenaga yang
berpengalaman dan ahli dibidangnya, seperti : tertimpa besi tulangan, terkena
kawat tulangan, dan lain-lain,
2) Tertimpa benda jatuh seperti bekisting, besi tulangan dan peralatan kerja
lainnya,

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Penulangan pada Pekerjaan Beton yaitu :
 Pelaksanaan penulangan harus dilakukan oleh pekerja yang terampil dan
berpengalaman dibidangnya, dilengkapi dengan helm, sarung tangan, sepatu
boot yang sesuai dan memenuhi syarat seta memperhatikan ketentuan-ketentuan
berikut :
1) Sisa-sisa besi/kawat baja ditempatkan sedemikian rupa sehingga tidak
2) menimbulkan bahaya,
3) Besi tulangan yang menjorok ke luar dari lantai atau dinding harus diberi
4) pelindung,
5) Bila melakukan penyambungan besi tulangan maka ujungnya menjorok ke luar
6) tidak boleh menimbulkan bahaya,
7) Besi tulangan tidak boleh disimpan pada perancah atau papan acuan yang dapat
8) membahayakan kestabilannya,
 Untuk pemasangan tulangan dibawah permukaan tanah/di daerah galian harus
diperhatikan ketentuan-ketentuan berikut ini :
1) Memakai pakaian dan perlengkapan kerja terutama helm yang sesuai dengan
2) standar,
3) Dinding galian harus diberi penahan dinding secukupnya,
4) Pada daerah pemasangan bekisting harus diberi penerangan secukupnya,
5) Dilarang menyimpan/menempatkan tanah galian dipinggir pembuatan bekisting,
6) tanah galian harus dibuang pada tempat yang aman yang telah ditentukan,
7) Disediakan jalan keluar untuk menyelamatkan diri bila terjadi bahaya,
8) Dipasang tangga yang sesuai dan memenuhi syarat dari segi kekuatanya.

e. Pengecoran
Pekerjaan Pengecoran pada Pekerjaan Beton mempunyai potensi bahaya
terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Gangguan kesehatan atau gangguan fisik akibat pekerja tidak memakai
perlengkapan
2) kerja yang sesuai dengan syarat,
3) Kecelakaan akibat concrete mixer (kena rantai, roda pemutar dll),
4) Tertimpa pengaduk beton ketika alat tersebut sedang diangkat,
5) Terjatuh dari tempat pengecoran,
6) Terluka akibat membersihkan tabung pengaduk beton,
7) Terluka akibat terkena percikan beton pada saat menuangkan beton dari
pengaduk beton,
8) Terjadi gangguan pada mata dan pendengaran akibat getaran vibrator dan debu
pada saat mencampur semen, agregat dan air,
9) Terluka akibat arus pendek atau tersengat aliran listrik ketika menggunakan
vibrator listrik,
10) Kecelakaan akibat penyalur uetori ke alat vibrator,
11) Luka akibat penggunaan vibrator,
12) Gangguan kesehatan oleh debu akibat pencampuran beton,
13) Kecelakaan akibat robohnya cor beton,
14) Terjadi kecelakaan akibat proses penumpahan adukan beton, pengadukan beton,
alat penggetar dan water tanker,
15) Terjadi kecelakaan atas orang luar yang masuk kedalam areal pekerjaan,
16) Terjadi kecelakaan kerja ketika bekerja pada kedaan gelap atau malam hari
akibat penerangan tidak cukup,
17) Kecelakaan akibat lantai kerja sementara roboh.
Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan
Pengecoran pada Pekerjaan Beton yaitu :
1) Pelaksanaan pengecoran harus dilakukan oleh tenaga terampil yang
berpengalaman dan dalam melaksanakan pekerjaan, harus memakai pakaian dan
perlengkapan kerja sesuai dengan standar,
2) Semua gigi, rantai-rantai dan roda pemutar dari pengaduk beton harus dilindungi
sedemikian sehingga aman,
3) Penyangga pengaduk beton harus dilindungi oleh pagar pengaman untuk
mencegah para pekerja lewat di bawahnya ketika alat yang bersangkutan sedang
diangkat,
4) Operator mixer beton tidak diperkenankan menurunkan penyangga sebelum
semua pekerja berada di tempat yang aman,
5) Pada waktu membersihkan tabung pengaduk, tindakan-tindakan pengamanan
harus diambil untuk melindungi para pekerja di dalamnya, misalnya dengan
mengunci tombol dalam posisi terbuka melepaskan sikring-sikring atau dengan
cara mematikan sumber tenaga,
6) Ketika beton sedang dituang dari bak muatan, pekerja harus berada pada jarak
yang aman terhadap setiap percikan beton,
7) Pelaksanaan pencampuran aggregate, semen dan air harus tidak menimbulkan
debu yang beterbangan, pekerja harus menggunakan masker pernapasan,
8) Pekerja yang menggunakan vibrator listrik harus ahli dan berpengalaman di
bidangnya,
9) Pipa-pipa penyaiur uetori ke alat vibrator harus memmenuhi ketentuan sebagai
berikut:
 Hubungan pipa harus diikat dengan rantai pengaman atau cara lain yang
efektif,
 Mulut pipa pengeluaran harus terikat kuat sehingga dapat mencegah gerakan
bergeser,
10) Bila menggunakan vibrator listrik, maka :
 Dihubungkan ke tanah (earthed),
 Bagian-bagian yang penting harus cukup diberi isolasi,
 Arus listrik harus dimatikan bila sedang tidak digunakan,
 Diusahakan sedemikian rupa bila beton mulai mengeras maka harus
dilindungi terhadap arus air yang mengalirkan bahan-bahan kimia, dan
getaran begitu juga terhadap pekerja,
 Diusahakan sedemikian rupa tidak boleh meletakkan beban di atas beton
yang sedang mengeras,
11) Bahan-bahan kering dari beton harus dicampur pada ruang yang tertutup :
 Debu harus tersalur/terbuang ke luar,
 Bila debu tidak dapat terbuang, maka para pekerja harus menggunakan alat
pernapasan,
12) Selama pengecoran papan acuan dan penumpunya harus dicegah terhadap
kerusakan,
13) Pengoperasian alat pengaduk, penggetar dan water tanker harus dilakukan oleh
orang yang ahli dan berpengalaman dan harus selalu dijaga agar tidak ada orang
luar maupun pekerja lain yang tidak berkepentingan berada di tempat
pengecoran beton,
14) Membatasi daerah pekerjaan pengecoran dengan pagar atau rambu yang
informatif,
15) Menyiapkan penerangan apabila harus bekerja pada malam hari,
16) Lantai kerja sementara yang menahan pipa pemompa beton harus kuat untuk
menumpu pipa yang sedang berisi dan mempunyai faktor pengaman sedikitnya
4.

C. Quality Control
a. Pengujian untuk kelecakan (workability)
Satu pengujian "slump" atau lebih, harus dilaksanakan pada setiap pencampuran
beton yang dihasilkan, dan pengujian harus disaksikan oleh para pihak yang terlibat.
Slump yang diukur merupakan slump yang tidak mengubah komposisi campuran yang
disepakati sebelumnya. Slump yang terjadi tidak boleh melebihi 20 mm dari slump
rencana.

b. Pengujian kuat tekan


1) Harus dibuat satu pasang benda uji untuk pengujian kuat tekan pada setiap
campuran beton yang dicor dan dalam segala hal tidak kurang dari satu set
pengujian untuk setiap mutu beton dan untuk setiap jenis komponen struktur
yang dicor terpisah pada tiap hari pengecoran. Setiap set pengujian minimum
terdiri dari empat pasang benda uji, yang pertama harus diuji untuk kuat tekan
beton umur 3 hari, yang kedua 7 hari, yang ketiga 14 hari dan yang keempat 28
hari;
2) Untuk keperluan pengujian mutu beton, harus disediakan benda uji beton berupa
silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm. Untuk masing-masing
pengujian disediakan sepasang (2 buah) benda uji, dan yang harus dirawat sesuai
dengan SNI 03-4810-1998. Benda uji tersebut harus dicetak bersamaan dan
diambil dari contoh yang sama dengan benda uji silinder yang akan dirawat di
laboratorium

c. Pengujian tambahan
Untuk menentukan mutu bahan atau campuran atau pekerjaan beton akhir, harus
dilaksanakan pengujian tambahan sesuai yang diperlukan, meliputi :
1) pengujian yang tidak merusak dengan menggunakan alat seperti Impact Echo,
Ultrasonic Penetration Velocity (UPV) atau peralatan uji lainnya;
2) pengujian pembebanan struktur atau bagian struktur yang dipertanyakan;
3) pengambilan dan pengujian benda uji inti (core) beton;
4) pengujian lainnya sebagaimana yang direkomendasikan.
12. Untuk Pekerjaan Beton Mutu Sedang fc’20 Mpa, meliputi :
A. Metode Pelaksanaan
Beton mutu sedang f’c 20 Mpa digunakan pada Abutment. Sebelum
melaksanakan pekerjaan ini, penyedia jasa harus menyerahkan JMF dan JMD campuran
beton kepada Konsultan Pengawas atau Direksi Lapangan. Agregat beton fc’ 20 MPa
dicampur sesuai dengan komposisinya agregat kasar, pasir beton, semen dicampur
dalam concrete pan mixer/batching plant sesuai komposisi mix design yang disetujui
oleh direksi lapangan dan konsultan, kemudian dicampur dengan air secukupnya.
Campuran beton mutu sedang fc’ 20 MPa kemudian diangkut dengan truck mixer ke
lokasi pengecoran. Sebelum pengecoran dimulai bekisting sudah terpasang dengan baik
sesuai gambar dokumen kontrak. Selama pengecoran sekelompok pekerja membantu
merapikan dan memadatkan dengan concrete vibrator.

B. Penerapan K3
1. Pengukuran dan pematokan
Pekerjaan Pengukuran dan Pematokan pada Pekerjaan Beton mempunyai
potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Terjadi kecelakaan atau terluka oleh alat atau perlengkapan ukur akibat metode
pelaksanaan pekerjaan tidak dilakukan dengan benar,
2) Terjadi gangguan kesehatan atau gangguan fisik akibat pekerja tidak memakai
perlengkapan kerja yang sesuai dengan syarat,
3) Terjadi kecelakaan atau tertabrak kendaraan pada saat melakukan pengukuran di
jalan raya.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Pengukuran dan Pematokan pada Pekerjaan Beton yaitu :
1) Pelaksanaan pengukuran dan pematokan harus dilakukan oleh pekerja yang
terampil serta berpengalaman dibidangnya,
2) Pekerja harus memakai pakaian dan perlengkapan kerja yang sesuai (sarung
tangan, sepatu boot dan helm) serta memenuhi syarat,
3) Memasang rambu-rambu pada lokasi pekerjaan untuk melindungi personel yang
bekerja dari kendaraan yang melintasi proyek dan menempatkan petugas
bendera di semua tempat kegiatan pelaksanaan.

2. Penyiapan
Pekerjaan Penyiapan pada Pekerjaan Beton mempunyai potensi bahaya terhadap
tenaga kerja yaitu :
1) Gangguan kesehatan atau gangguan fisik akibat pekerja tidak memakai
perlengkapan kerja yang sesuai dengan syarat,
2) Gangguan paru-paru akibat debu dari material di gudang/tempat penyimpanan,
3) Terjadi bahaya kebakaran dari gudang/material,
4) Terjadi bahaya akibat concrete mixer,
5) Terjadi kecelakaan akibat pemasangan rambu-rambu lalu lintas sementara untuk
pengamanan kurang memadai dan tidak memenuhi syarat.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Penyiapan pada Pekerjaan Beton yaitu :
1) Pekerja harus memakai pakaian dan perlengkapan kerja yang sesuai dan
memenuhi syarat,
2) Menutup material dengan plastik sehingga debu tidak beterbangan,
3) Menyediakan alat pemadam kebakaran di gudang atau tempat penyimpanan
material,
4) Mengecek alat concrete mixer sebelum digunakan termasuk penguat-
penguatnya,
5) dijalankan oleh orang yang ahli dibidangnya,
6) Memasang rambu-rambu pada lokasi pekerjaan untuk melindungi personel yang
bekerja dari kendaraan yang melintasi proyek dan menempatkan petugas
bendera di semua tempat kegiatan pelaksanaan.
3. Pemasangan bekisting
Pekerjaan Pemasangan Bekisting pada Pekerjaan Beton mempunyai potensi
bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Bahaya kecelakaan pada pemasangan bekisting pada tanah galian meliputi :
tertimpa tanah galian, tertimbun tanah galian, tertimpa benda jatuh dan terpeleset
jatuh,
2) Kecelakaan akibat runtuhnya sisi galian akibat pembebanan,
3) Terjadi kecelakaan atau luka oleh karena paku-paku yang menonjol keluar,
tertimpa/tergencet kayu/bekisting.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Pemasangan Bekisting pada Pekerjaan Beton yaitu :
 Pemasangan bekisting harus dilakukan oleh pekerja terampil yang telah
berpengalaman dibidangnya, pemasangan bekisting di daerah galian harus
memperhatikan ketentuan-ketentuan berikut ini :
1) Memakai pakaian dan perlengkapan kerja terutama helm yang sesuai dengan
standar,
2) Dinding galian harus diberi penahan dinding secukupnya,
3) Pada daerah pemasangan bekisting harus diberi penerangan secukupnya,
4) Dilarang menyimpan/menempatkan tanah galian dipinggir pembuatan bekisting,
5) tanah galian harus dibuang pada tempat yang aman yang telah ditentukan,
6) Disediakan jalan keluar untuk menyelamatkan diri bila terjadi bahaya,
7) Dipasang tangga yang sesuai dan memenuhi syarat dari segi kekuatanya,
8) Dilarang menempatkan atau menggerakkan beban mesin atau peralatan lainnya
dekat pemasangan bekisting/disisi galian yang dapat menyebabkan runtuhnya
sisi galian dan membahayakan setiap orang di dalamnya,
9) Paku-paku yang menonjol keluar perlu dibenamkan atau dibengkokan.
4. Penulangan
Pekerjaan Penulangan pada Pekerjaan Beton mempunyai potensi bahaya
terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Terluka akibat pelaksanaan penulangan tidak dilakukan oleh tenaga yang
berpengalaman dan ahli dibidangnya, seperti : tertimpa besi tulangan, terkena
kawat tulangan, dan lain-lain,
2) Tertimpa benda jatuh seperti bekisting, besi tulangan dan peralatan kerja
lainnya,

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Penulangan pada Pekerjaan Beton yaitu :
 Pelaksanaan penulangan harus dilakukan oleh pekerja yang terampil dan
berpengalaman dibidangnya, dilengkapi dengan helm, sarung tangan, sepatu
boot yang sesuai dan memenuhi syarat seta memperhatikan ketentuan-ketentuan
berikut :
1) Sisa-sisa besi/kawat baja ditempatkan sedemikian rupa sehingga tidak
2) menimbulkan bahaya,
3) Besi tulangan yang menjorok ke luar dari lantai atau dinding harus diberi
4) pelindung,
5) Bila melakukan penyambungan besi tulangan maka ujungnya menjorok ke luar
6) tidak boleh menimbulkan bahaya,
7) Besi tulangan tidak boleh disimpan pada perancah atau papan acuan yang dapat
8) membahayakan kestabilannya,
 Untuk pemasangan tulangan dibawah permukaan tanah/di daerah galian harus
diperhatikan ketentuan-ketentuan berikut ini :
1) Memakai pakaian dan perlengkapan kerja terutama helm yang sesuai dengan
2) standar,
3) Dinding galian harus diberi penahan dinding secukupnya,
4) Pada daerah pemasangan bekisting harus diberi penerangan secukupnya,
5) Dilarang menyimpan/menempatkan tanah galian dipinggir pembuatan bekisting,
6) tanah galian harus dibuang pada tempat yang aman yang telah ditentukan,
7) Disediakan jalan keluar untuk menyelamatkan diri bila terjadi bahaya,
8) Dipasang tangga yang sesuai dan memenuhi syarat dari segi kekuatanya.

5. Pengecoran
Pekerjaan Pengecoran pada Pekerjaan Beton mempunyai potensi bahaya
terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Gangguan kesehatan atau gangguan fisik akibat pekerja tidak memakai
perlengkapan
2) kerja yang sesuai dengan syarat,
3) Kecelakaan akibat concrete mixer (kena rantai, roda pemutar dll),
4) Tertimpa pengaduk beton ketika alat tersebut sedang diangkat,
5) Terjatuh dari tempat pengecoran,
6) Terluka akibat membersihkan tabung pengaduk beton,
7) Terluka akibat terkena percikan beton pada saat menuangkan beton dari
pengaduk beton,
8) Terjadi gangguan pada mata dan pendengaran akibat getaran vibrator dan debu
pada saat mencampur semen, agregat dan air,
9) Terluka akibat arus pendek atau tersengat aliran listrik ketika menggunakan
vibrator listrik,
10) Kecelakaan akibat penyalur uetori ke alat vibrator,
11) Luka akibat penggunaan vibrator,
12) Gangguan kesehatan oleh debu akibat pencampuran beton,
13) Kecelakaan akibat robohnya cor beton,
14) Terjadi kecelakaan akibat proses penumpahan adukan beton, pengadukan beton,
alat penggetar dan water tanker,
15) Terjadi kecelakaan atas orang luar yang masuk kedalam areal pekerjaan,
16) Terjadi kecelakaan kerja ketika bekerja pada kedaan gelap atau malam hari
akibat penerangan tidak cukup,
17) Kecelakaan akibat lantai kerja sementara roboh.
Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan
Pengecoran pada Pekerjaan Beton yaitu :
1) Pelaksanaan pengecoran harus dilakukan oleh tenaga terampil yang
berpengalaman dan dalam melaksanakan pekerjaan, harus memakai pakaian dan
perlengkapan kerja sesuai dengan standar,
2) Semua gigi, rantai-rantai dan roda pemutar dari pengaduk beton harus dilindungi
sedemikian sehingga aman,
3) Penyangga pengaduk beton harus dilindungi oleh pagar pengaman untuk
mencegah para pekerja lewat di bawahnya ketika alat yang bersangkutan sedang
diangkat,
4) Operator mixer beton tidak diperkenankan menurunkan penyangga sebelum
semua pekerja berada di tempat yang aman,
5) Pada waktu membersihkan tabung pengaduk, tindakan-tindakan pengamanan
harus diambil untuk melindungi para pekerja di dalamnya, misalnya dengan
mengunci tombol dalam posisi terbuka melepaskan sikring-sikring atau dengan
cara mematikan sumber tenaga,
6) Ketika beton sedang dituang dari bak muatan, pekerja harus berada pada jarak
yang aman terhadap setiap percikan beton,
7) Pelaksanaan pencampuran aggregate, semen dan air harus tidak menimbulkan
debu yang beterbangan, pekerja harus menggunakan masker pernapasan,
8) Pekerja yang menggunakan vibrator listrik harus ahli dan berpengalaman di
bidangnya,
9) Pipa-pipa penyaiur uetori ke alat vibrator harus memmenuhi ketentuan sebagai
berikut:
 Hubungan pipa harus diikat dengan rantai pengaman atau cara lain yang
efektif,
 Mulut pipa pengeluaran harus terikat kuat sehingga dapat mencegah gerakan
bergeser,
10) Bila menggunakan vibrator listrik, maka :
 Dihubungkan ke tanah (earthed),
 Bagian-bagian yang penting harus cukup diberi isolasi,
 Arus listrik harus dimatikan bila sedang tidak digunakan,
 Diusahakan sedemikian rupa bila beton mulai mengeras maka harus
dilindungi terhadap arus air yang mengalirkan bahan-bahan kimia, dan
getaran begitu juga terhadap pekerja,
 Diusahakan sedemikian rupa tidak boleh meletakkan beban di atas beton
yang sedang mengeras,
11) Bahan-bahan kering dari beton harus dicampur pada ruang yang tertutup :
 Debu harus tersalur/terbuang ke luar,
 Bila debu tidak dapat terbuang, maka para pekerja harus menggunakan alat
pernapasan,
12) Selama pengecoran papan acuan dan penumpunya harus dicegah terhadap
kerusakan,
13) Pengoperasian alat pengaduk, penggetar dan water tanker harus dilakukan oleh
orang yang ahli dan berpengalaman dan harus selalu dijaga agar tidak ada orang
luar maupun pekerja lain yang tidak berkepentingan berada di tempat
pengecoran beton,
14) Membatasi daerah pekerjaan pengecoran dengan pagar atau rambu yang
informatif,
15) Menyiapkan penerangan apabila harus bekerja pada malam hari,
16) Lantai kerja sementara yang menahan pipa pemompa beton harus kuat untuk
menumpu pipa yang sedang berisi dan mempunyai faktor pengaman sedikitnya
4.

C. Quality Control
a. Pengujian untuk kelecakan (workability)
Satu pengujian "slump" atau lebih, harus dilaksanakan pada setiap pencampuran
beton yang dihasilkan, dan pengujian harus disaksikan oleh para pihak yang terlibat.
Slump yang diukur merupakan slump yang tidak mengubah komposisi campuran yang
disepakati sebelumnya. Slump yang terjadi tidak boleh melebihi 20 mm dari slump
rencana.

b. Pengujian kuat tekan


1) Harus dibuat satu pasang benda uji untuk pengujian kuat tekan pada setiap
campuran beton yang dicor dan dalam segala hal tidak kurang dari satu set
pengujian untuk setiap mutu beton dan untuk setiap jenis komponen struktur
yang dicor terpisah pada tiap hari pengecoran. Setiap set pengujian minimum
terdiri dari empat pasang benda uji, yang pertama harus diuji untuk kuat tekan
beton umur 3 hari, yang kedua 7 hari, yang ketiga 14 hari dan yang keempat 28
hari;
2) Untuk keperluan pengujian mutu beton, harus disediakan benda uji beton berupa
silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm. Untuk masing-masing
pengujian disediakan sepasang (2 buah) benda uji, dan yang harus dirawat sesuai
dengan SNI 03-4810-1998. Benda uji tersebut harus dicetak bersamaan dan
diambil dari contoh yang sama dengan benda uji silinder yang akan dirawat di
laboratorium

c. Pengujian tambahan
Untuk menentukan mutu bahan atau campuran atau pekerjaan beton akhir, harus
dilaksanakan pengujian tambahan sesuai yang diperlukan, meliputi :
1) pengujian yang tidak merusak dengan menggunakan alat seperti Impact Echo,
Ultrasonic Penetration Velocity (UPV) atau peralatan uji lainnya;
2) pengujian pembebanan struktur atau bagian struktur yang dipertanyakan;
3) pengambilan dan pengujian benda uji inti (core) beton;
4) pengujian lainnya sebagaimana yang direkomendasikan.
13. Untuk Pekerjaan Baja Tulangan D13, meliputi:
A. Metode Pelaksanaan
Pekerjaan ini mencakup pengadaan dan pemasangan baja tulangan sesuai
dengan spesifikasi dan gambar, atau sebagaimana yang diperintahkan oleh konsultan
pengawas dan direksi lapangan.

1. Baja beton D-13 ulir diangkut ke lokasi kerja selanjutnya dipotong sesuai dengan
gambar rencana, kemudian dirakit dan diikat dengan kawat bendrat atau kawat
beton
2. Tulangan harus dibersihkan sesaat sebelum pemasangan untuk menghilangkan
lumpur, kotoran, kerak, dan lain-lain.
3. Tulangan harus ditempatkan akurat sesuai dengan gambar dan dengan kebutuhan
selimut beton minimum yang diisyaratkan
4. Batang tulangan harus diikat kencang dengan menggunakan kawat pengikat.

B. Penerapan K3
a. Pengukuran dan pemotongan
Pekerjaan Pengukuran dan Pemotongan pada Pekerjaan Penulangan mempunyai
potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Pada waktu pengukuran harus diperhatikan agar tidak menggangu penguna jalan
sesama pekerja (resiko tertabrak kendaraan),
2) Terjepit alat pemotong besi/baja tulangan,
3) Luka akibat sisa-sisa besi/baja tulangan.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Pengukuran dan Pemotongan pada Pekerjaan Penulangan yaitu :
1) Pengukuran dilakukan menggunakan meteran yang sesuai dengan standar. Pada
waktu pengukuran harus diperhatikan agar tidak menggangu penguna jalan.
Pemotongan tulangan dilakukan pada tempat yang aman. Tenaga-tenaga kerja
yang melakukan pemotongan baja tulangan harus mempunyai jarak yang cukup
antara sesamanya,
2) Para pekerja menggunakan sarung tangan yang sesuai,
3) Sisa-sisa baja tulangan dan kawat baja pengkiat ditempatkan sedemikian rupa
sehingga tidak mengganggu/membahayakan.

b. Pemasangan
Pekerjaan Pemasangan pada Pekerjaan Penulangan mempunyai potensi bahaya
terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Terjepit saat mengangkat tulangan. Luka akibat membengkokan tulangan
baja/besi,
2) Luka karena jarak antar sesama pembuat tulangan,
3) Luka di tangan akibat kawat baja pada saat mengikat tulangan,
4) Kecelakaan akibat tanah longsor/benda jatuh Jika pemasangan tulangan dibawah
permukaan tanah,
4) Kecelakaan akibat tulangan runtuh jika pemasangan tulangan dilakukan pada
ketinggian tertentu,
5) Luka akibat sisa-sisa (potongan) tulangan maupun kawat baja,
6) Terluka akibat pekerja dan alat.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Pemasangan pada Pekerjaan Penulangan yaitu :
1) Pembengkokan tulangan menggunakan peralatan yang memenuhi persyaratan,
2) Diusahakan sedemikian rupa pekerja yang melakukan pekerjaan pembengkokan
tulangan mempunyai jarak yang cukup sesama pekerja,
3) Diusahakan sedemikian rupa pada saat pengikatan baja tulangan menggunakan
sarung tangan yang sesuai,
4) Jika pemasangan tulangan dibawah permukaan tanah, maka tanah perlu
memakai dinding penahan tanah yang sesuai. Menyiapkan tangga yang sesuai
dan aman,
5) Apabila penulangan dilakkan pada ketinggian tertentu maka perancah yang
digunakan harus sesuai dan aman,
6) Diusahakan sedemikian rupa sisa-sisa potongan baja tulangan dan kawat baja
ditempatkan pada tempat yang sesuai,
7) Para pekerja menggunakan helm, sarung tangan dan sepatu boot yang sesuai.
Diberi perlindungan atau tanda/rambu yang menunjukan ada pekerjaan
penulangan.

C. Quality Control
1) Setelah lantai kerja mengeras dan cukup kuat , maka dapat dilanjutkan dengan
pekerjaan penyetelan formasi penulangan abutment termasuk pembuatan
bekisting-bekisting sesuai dimensi yang ditunjukkan dalam gambar kerja.
Persilangan batang-batang tulangan diikat kuat dan rapi dengan menggunakan
kawat bindrat. Pada proses penulangan perlu memperhatikan panjang
penyaluran pada sambungan tulangan, jarak antar tulangan dipastikan tidak
bergeser, termasuk ketebalan selimut beton sesuai yang dikehendaki.
2) Untuk memastikan tulangan tidak bergeser pada saat pengecoran, yang
mengakibatkan tebal selimut beton tidak terpenuhi, maka perlu dipersiapkan
beton decking yang berfungsi untuk menyangga formasi tulangan tetap pada
posisi yang diinginkan.

14. Untuk Pekerjaan Baja Tulangan D16, meliputi:


A. Metode Pelaksanaan
Pekerjaan ini mencakup pengadaan dan pemasangan baja tulangan sesuai
dengan spesifikasi dan gambar, atau sebagaimana yang diperintahkan oleh konsultan
pengawas dan direksi lapangan.

1. Baja beton D-16 ulir diangkut ke lokasi kerja selanjutnya dipotong sesuai
dengan gambar rencana, kemudian dirakit dan diikat dengan kawat bendrat atau
kawat beton
2. Tulangan harus dibersihkan sesaat sebelum pemasangan untuk menghilangkan
lumpur, kotoran, kerak, dan lain-lain.
3. Tulangan harus ditempatkan akurat sesuai dengan gambar dan dengan
kebutuhan selimut beton minimum yang diisyaratkan
4. Batang tulangan harus diikat kencang dengan menggunakan kawat pengikat.

B. Penerapan K3
d. Pengukuran dan pemotongan
Pekerjaan Pengukuran dan Pemotongan pada Pekerjaan Penulangan mempunyai
potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Pada waktu pengukuran harus diperhatikan agar tidak menggangu penguna jalan
sesama pekerja (resiko tertabrak kendaraan),
2) Terjepit alat pemotong besi/baja tulangan,
3) Luka akibat sisa-sisa besi/baja tulangan.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Pengukuran dan Pemotongan pada Pekerjaan Penulangan yaitu :
1) Pengukuran dilakukan menggunakan meteran yang sesuai dengan standar. Pada
waktu pengukuran harus diperhatikan agar tidak menggangu penguna jalan.
Pemotongan tulangan dilakukan pada tempat yang aman. Tenaga-tenaga kerja
yang melakukan pemotongan baja tulangan harus mempunyai jarak yang cukup
antara sesamanya,
2) Para pekerja menggunakan sarung tangan yang sesuai,
3) Sisa-sisa baja tulangan dan kawat baja pengkiat ditempatkan sedemikian rupa
sehingga tidak mengganggu/membahayakan.

e. Pemasangan
Pekerjaan Pemasangan pada Pekerjaan Penulangan mempunyai potensi bahaya
terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Terjepit saat mengangkat tulangan. Luka akibat membengkokan tulangan
baja/besi,
2) Luka karena jarak antar sesama pembuat tulangan,
3) Luka di tangan akibat kawat baja pada saat mengikat tulangan,
4) Kecelakaan akibat tanah longsor/benda jatuh Jika pemasangan tulangan dibawah
permukaan tanah,
4) Kecelakaan akibat tulangan runtuh jika pemasangan tulangan dilakukan pada
ketinggian tertentu,
5) Luka akibat sisa-sisa (potongan) tulangan maupun kawat baja,
6) Terluka akibat pekerja dan alat.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Pemasangan pada Pekerjaan Penulangan yaitu :
1) Pembengkokan tulangan menggunakan peralatan yang memenuhi persyaratan,
2) Diusahakan sedemikian rupa pekerja yang melakukan pekerjaan pembengkokan
tulangan mempunyai jarak yang cukup sesama pekerja,
3) Diusahakan sedemikian rupa pada saat pengikatan baja tulangan menggunakan
sarung tangan yang sesuai,
4) Jika pemasangan tulangan dibawah permukaan tanah, maka tanah perlu
memakai dinding penahan tanah yang sesuai. Menyiapkan tangga yang sesuai
dan aman,
5) Apabila penulangan dilakkan pada ketinggian tertentu maka perancah yang
digunakan harus sesuai dan aman,
6) Diusahakan sedemikian rupa sisa-sisa potongan baja tulangan dan kawat baja
ditempatkan pada tempat yang sesuai,
7) Para pekerja menggunakan helm, sarung tangan dan sepatu boot yang sesuai.
Diberi perlindungan atau tanda/rambu yang menunjukan ada pekerjaan
penulangan.

C. Quality Control
1) Setelah lantai kerja mengeras dan cukup kuat , maka dapat dilanjutkan dengan
pekerjaan penyetelan formasi penulangan abutment termasuk pembuatan
bekisting-bekisting sesuai dimensi yang ditunjukkan dalam gambar kerja.
Persilangan batang-batang tulangan diikat kuat dan rapi dengan menggunakan
kawat bindrat. Pada proses penulangan perlu memperhatikan panjang
penyaluran pada sambungan tulangan, jarak antar tulangan dipastikan tidak
bergeser, termasuk ketebalan selimut beton sesuai yang dikehendaki.
2) Untuk memastikan tulangan tidak bergeser pada saat pengecoran, yang
mengakibatkan tebal selimut beton tidak terpenuhi, maka perlu dipersiapkan
beton decking yang berfungsi untuk menyangga formasi tulangan tetap pada
posisi yang diinginkan.

15. Untuk Pekerjaan Baja Tulangan D22, meliputi:


A. Metode Pelaksanaan
Pekerjaan ini mencakup pengadaan dan pemasangan baja tulangan sesuai
dengan spesifikasi dan gambar, atau sebagaimana yang diperintahkan oleh konsultan
pengawas dan direksi lapangan.

1. Baja beton D-22 ulir diangkut ke lokasi kerja selanjutnya dipotong sesuai
dengan gambar rencana, kemudian dirakit dan diikat dengan kawat bendrat atau
kawat beton
2. Tulangan harus dibersihkan sesaat sebelum pemasangan untuk menghilangkan
lumpur, kotoran, kerak, dan lain-lain.
3. Tulangan harus ditempatkan akurat sesuai dengan gambar dan dengan
kebutuhan selimut beton minimum yang diisyaratkan
4. Batang tulangan harus diikat kencang dengan menggunakan kawat pengikat.

B. Penerapan K3
a. Pengukuran dan pemotongan
Pekerjaan Pengukuran dan Pemotongan pada Pekerjaan Penulangan mempunyai
potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Pada waktu pengukuran harus diperhatikan agar tidak menggangu penguna jalan
sesama pekerja (resiko tertabrak kendaraan),
2) Terjepit alat pemotong besi/baja tulangan,
3) Luka akibat sisa-sisa besi/baja tulangan.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Pengukuran dan Pemotongan pada Pekerjaan Penulangan yaitu :
1) Pengukuran dilakukan menggunakan meteran yang sesuai dengan standar. Pada
waktu pengukuran harus diperhatikan agar tidak menggangu penguna jalan.
Pemotongan tulangan dilakukan pada tempat yang aman. Tenaga-tenaga kerja
yang melakukan pemotongan baja tulangan harus mempunyai jarak yang cukup
antara sesamanya,
2) Para pekerja menggunakan sarung tangan yang sesuai,
3) Sisa-sisa baja tulangan dan kawat baja pengkiat ditempatkan sedemikian rupa
sehingga tidak mengganggu/membahayakan.

b. Pemasangan
Pekerjaan Pemasangan pada Pekerjaan Penulangan mempunyai potensi bahaya
terhadap tenaga kerja yaitu :
1) Terjepit saat mengangkat tulangan. Luka akibat membengkokan tulangan
baja/besi,
2) Luka karena jarak antar sesama pembuat tulangan,
3) Luka di tangan akibat kawat baja pada saat mengikat tulangan,
4) Kecelakaan akibat tanah longsor/benda jatuh Jika pemasangan tulangan dibawah
permukaan tanah,
5) Kecelakaan akibat tulangan runtuh jika pemasangan tulangan dilakukan pada
ketinggian tertentu,
6) Luka akibat sisa-sisa (potongan) tulangan maupun kawat baja,
7) Terluka akibat pekerja dan alat.

Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan


Pemasangan pada Pekerjaan Penulangan yaitu :
1) Pembengkokan tulangan menggunakan peralatan yang memenuhi persyaratan,
2) Diusahakan sedemikian rupa pekerja yang melakukan pekerjaan pembengkokan
tulangan mempunyai jarak yang cukup sesama pekerja,
3) Diusahakan sedemikian rupa pada saat pengikatan baja tulangan menggunakan
sarung tangan yang sesuai,
4) Jika pemasangan tulangan dibawah permukaan tanah, maka tanah perlu
memakai dinding penahan tanah yang sesuai. Menyiapkan tangga yang sesuai
dan aman,
5) Apabila penulangan dilakkan pada ketinggian tertentu maka perancah yang
digunakan harus sesuai dan aman,
6) Diusahakan sedemikian rupa sisa-sisa potongan baja tulangan dan kawat baja
ditempatkan pada tempat yang sesuai,
7) Para pekerja menggunakan helm, sarung tangan dan sepatu boot yang sesuai.
Diberi perlindungan atau tanda/rambu yang menunjukan ada pekerjaan
penulangan.

C. Quality Control
1) Setelah lantai kerja mengeras dan cukup kuat , maka dapat dilanjutkan dengan
pekerjaan penyetelan formasi penulangan abutment termasuk pembuatan
bekisting-bekisting sesuai dimensi yang ditunjukkan dalam gambar kerja.
Persilangan batang-batang tulangan diikat kuat dan rapi dengan menggunakan
kawat bindrat. Pada proses penulangan perlu memperhatikan panjang
penyaluran pada sambungan tulangan, jarak antar tulangan dipastikan tidak
bergeser, termasuk ketebalan selimut beton sesuai yang dikehendaki.
2) Untuk memastikan tulangan tidak bergeser pada saat pengecoran, yang
mengakibatkan tebal selimut beton tidak terpenuhi, maka perlu dipersiapkan
beton decking yang berfungsi untuk menyangga formasi tulangan tetap pada
posisi yang diinginkan.
3.4.4 Kurva S
Pengukuran kemajuan aktual pekerjaan yang sudah dilakukan dapat dipakai
sebagai data input dalam pengendalian proyek. Caranya dengan menghitung volume
pekerjaan masing-masing kegiatan, lalu dibuatkan bobotnya dalam persentase kumulatif
biaya dalam bentuk kurva S. Kurva S juga didapat dariplot bobot kumulatif pekerjaan
sebagai persentase dari biaya per-item pekerjaan dibagi dengan total anggaran proyek,
dengan data-data yang ada pada format laporan pengendalian.
Untuk mengetahui progress proyek, bobot kumulatif penyelesaian volume
masing-masing kegiatan diplotkan menjadi kurva S aktual, sehingga dapat
dibandingkan dengan kurva S rencan. Hasilnya dapat menggambarkan terjadinya
keterlambatan atau percepatan kinerja proyek dari segi waktu pelaksaan proyek. (Abrar
Husen, 2011).

3.4.5 Bagan Balok


Berdasarkan produktivitas masing-masing alat pada seluruh pekerjaan,
kemudian ditentukan produktivitas alat berdasarkan volume total pekerjaan masing-
masing. Berdasarkan volume total pekerjaaan dan produktivitas alat dapat dibuat Bagan
Balok dalam bentuk uraian pekerjaan dan produktivitas alat.

Anda mungkin juga menyukai