Anda di halaman 1dari 12

MODUL PERKULIAHAN

Konsultan Pajak
(Tax Agents)
Modul 09
Mata Kuliah ini membahas konsep-konsep dan teknik
penyelesaian masalah dalam bidang Kapita Selekta
Perpajakan. Pembahasan meliputi konsultan pajak.

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh


Sekolah Magister Akuntansi 191631302 Tim Dosen
Pascasarjana
09
Abstract Kompetensi
Konsultan Pajak akan mempunyai Mahasiswa memiliki kemampuan
memahami tentang konsultan pajak..
pengaruh yang cukup besar dalam
proses pengambilan keputusan
tersebut. Satu kemungkinan konflik
besar yang muncul adalah ketika
etika tidak bersesuaian dengan teknis
compliance yang berdasarkan aturan.
2.1. Konsultan Pajak (Tax Agents)
Beberapa alasan wajib pajak memerlukan konsultan pajak dalam membantu memenuhi
kewajiban perpajakan mereka menurut John L. Tumer (1998);
1) Melalui konsultan pajak berkasa pajak dapat diproses secara elektronik sehingga
penerimaan kembali kelebihan cicilan pajak menjadi lebibh cepat. Biaya yang
dikeluarkan untuk membayar konsultan sebanding dengan yang didapatkan Wajib Pajak.
2) Dengan waktu luang yang terbatas dan pendapatan yang meningkat, mereka cenderung
untuk meminta pertolongan seorang agen pajak untuk’mengurusi’ masalah pajak mereka.
Berkembang pesatnya industri perpajakan dan jasa atas penghitungan pajak orang-
perorang menjadi sumber pendapatan yang cukup besar bagi mereka. Dalam mempromosikan
industri ini, wang-orang yang terlibat didalamnya berusaha untuk meyakinkan wiiap individu
bahwa mempersiapkan berkas pajak adalah sesuatu F-mg sulit, memakan waktu, dan
menghasilkan lebih sedikit refund. Mereka juga mengingatkan kemungkinan sanksi yang
diberikan imtansi pajak. Peranan praktisi pajak telah meningkat dari yang tadinya hanya
membantu mempersiapkan berkas dan menghitung pajak menjadi seseorang yang melakukan
hal-hal berikut:
1) menganjurkan/memberitahu mengenai akibat yang ditimbulkan dari transaksi,
pengadministrasian, dan pembelanjaan/pembiayaan terhadap pajak;
2) memberitahu aspek-aspek perpajakan di luar laporan keuangan; merencanakan luasnya
dan menentukan waktu penghitungan pajak;
3) berhubungan dengan praktisi terkait mengenai interpretasi dan aplikasi hukum-hukum
perpajakan;
4) mewakili wajib pajak dalam hal bemegosiasi dengan pejabat perpajakan, pembuat
kebijakan, dan pejabat pengadilan (Boccabella DA, 1993).
Dalam sistem perpajakan manapun, terutama yang berdasarkan selfassessment, standar
etika perpajakan Wajib Pajak menjadi sangat penting dalam hal ini untuk menjaga integritas
sistem dan untuk menilai keberhasilan proses ‘pengumpulan’ pajak. Sistem selfassessment
diberlakukan berdasarkan anggapan mengenai kejujuran keakuratan pelaporan.
Untuk sistem perpajakan yang dianggap lebih rumit, para wajib pajak seringkali
mengalihkan kewajiban perpajakannya, termasuk pengisian berkas pajak kepada seorang
praktisi pajak. Alhasil, praktisi pajak tersebut akan berlaku sebagai loyal agent (agen setia)
wajib pajak bersangkutan. Ini berarti memasuki hubungan dengan pejabat berwenang
perpajakan atas nama Wajib Pajak yang diwakilinya. Oleh karenanya, praktisi pajak

‘20 Konsultan Pajak (Tax Agents) Biro Akademik dan Pembelajaran


2 Tim Dosen http://www.widyatama.ac.id
dihadapkan pada dilema etika yang melekat dalam peranannya sebagai seorang profesional.
Sebagai loyal agent, seorang praktisi pajak mempunyai tanggung jawab untuk memenuhi
tujuan klien dengan cara legal apa pun. Gambaran lain mengenai peranan praktisi pajak
adalah menyangkut kesetiaan terhadap publik ataupun sistem perpajakan yang berlaku.
Mereka mencoba memfasilitasi keinginan klien dengan cara mengurangi secara legal tax
liability sampai dengan batas minimum. Hal ini berhubungan juga dengan tugas mereka
memproteksi integritas sistem perpajakan. Selanjutnya, kedua hal tersebut di atas
memunculkan peranan mereka sebagai perantara klien dan tax authority di mana kemampuan
mereka untuk mengoperasikan sistem perpajakan secara efektif dan efisien sangat diperlukan.
Meskipun keputusan akhir ada di tangan Wajib Pajak, saran-saran yang diajukan
Konsultan Pajak akan mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam proses pengambilan
keputusan tersebut. Satu kemungkinan konflik besar yang muncul adalah ketika etika tidak
bersesuaian dengan teknis compliance yang berdasarkan aturan.

2.2 Etika Konsultan Pajak (Tax Agent’s Ethic)

Ada suatu pandangan umum bahwa praktisi perpajakan atau Konsultan Pajak adalah
ikut bertanggungjawab terhadap hal-hal yang berhubungan dengan kewajiban perpajakan
Wajib Pajak sebagai kliennya. Dan hal tersebut sudah menjadi lumrah karena semua
kewajiban perpajakan Wajib Pajak menurut penelitian empiris diselesaikan oleh agen pajak
dalam hal ini adalah Konsultan Pajak. Jadi hal-hal ganjil ataupun yang tidak biasa terjadi
pada pelaporan pajak wajib Pajak adalah tanggung jawab Konsultan Pajak.
Menjadi wilayah etika dan bersangkutan dengan moralitas, jika pada akhirnya
Konsultan Pajak harus menjunjung tinggi Undang-Undang dan peraturan pelaksanaan yang
berlaku dalam menjalankan profesinya, karena jelas bahwa apa yang dilakukan oleh
Konsultan Pajak itu mewakili pemenuhan perpajakan Wajib Pajak. Saran-saran yang
diutarakan oleh Konsultan Pajak, baik yang Wajib Pajak sebagai klliennya inginkan ataupun
tidak, akan berimplikasi pada penilaian politis tentang legitimasi norma-norma yang sah
menurut hukum dan undang-undang, juga tentang nilai-nilai normatif yang mereka anut.
Boucher (1993:52) mengemukakan pengertian etika bagi Konsultan Pajak, etika adalah
satu aspek intrinsik yang melengkapi saran-saran perpajakan. Konsultan Pajak berperan
dalam hal pembentukan moralitas perpajakan, karena terlibat dalam proses pengambilan
keputusan perusahaan di mana mereka menjadi konsultan.

‘20 Konsultan Pajak (Tax Agents) Biro Akademik dan Pembelajaran


3 Tim Dosen http://www.widyatama.ac.id
Untuk memberi suatu standar kompetensi teknis secara umum dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan masalah praktisi perpajakan sebaiknya dibentuk suatu standar untuk
praktisi perpajakan. Di Australia telah ada standar mengenai profesi konsultan pajak yaitu
The National Review of Standards for Tax Profession.
Di Australia terdapat syarat-syarat untuk menjadi tax agents profesional, yaitu
direkomendasikan oleh dua pihak yaitu organisasi terkait itu sendiri dan juga oleh
pemerintah. Ada dua dua organisasi besar akuntan profesional di Australia, yaitu The
Australian Society of Certified Public Accountants (ASCPA), dan The Institute of Chartered
Accountants in Australia (ICAA). Sedangkan Accounting Public Statement 6 bertugas
menentukan standar-standar perpajakan, dan memperkenalkan etika profesi yang mencakup
aspek-aspek profesional praktek perpajakan anggota-anggota ASCPA dan ICAA. Aspek-
aspek tersebut termasuk didalamnya kemandirian profesi, keahlian dan kompetensi, ketelitian
yang tinggi, dan kemampuan menjaga kerahasiaan klien (Rex Marshall 1997).
Kompetensi teknis dan pelaksanaan pertimbangan/keputusan profesional menjadi
cerminan kualitas profesi Konsultan Pajak. Penilaian ini, pada akhirnya akan tergantung pada
pengalaman profesi dan nilai-nilai individu dalam pengambilan keputusan diantara banyak
alternatif.
Menurut Rex Marshall et al. (1997) beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
penilaian-penilaian etika praktisi perpajakan:
1) Kemungkinan penemuan pemeriksaan keuangan (Audit Risk). Ekspektasi mengenai
kemungkinan penemuan suatu kejadian menjadi faktor penting dalam hal pengambilan
risiko. Meningkatnya kualitas pelaporan pajak merupakan refleksi rendahnya
kemungkinan kesalahan terdeteksi dalam pemeriksaan. Pelaporan tersebut dikategorikan
sebagai eksploitasi audit lottery, (kemungkinan statistik lebih dari 98 %, Wajib Pajak
tidak akan dilakukan pemeriksaan oleh tax authority), Tetapi adanya kontrol tax
authority, seperti :
a) kebijakan pelaksanaan/hukuman (mis. kegiatan audit, penetapan sanksi);
b) kontrol - preventif (mis. Sistem pemotongan pajak pengumpulan pajak); dan
c) efisiensi admistrasi dalam medeteksi kegiatan-kegiatan pelaporan

akan menjadi faktor penting penentuan predikat Wajib Pajak tidak patuh (non
compliance taxpayer’s), dan tentunya hal tersebut mempengaruhi Konsultan Pajak untuk
melakukan praktek perpajakan yang baik.

‘20 Konsultan Pajak (Tax Agents) Biro Akademik dan Pembelajaran


4 Tim Dosen http://www.widyatama.ac.id
Di samping itu ‘harga’ yang harus dibayarkan atas praktekpraktek tidak etis
perpajakan adalah: kehilangan integritas dalam hubungan kerja dengan tax authority,
kehilangan klien-klien, dan mendapatkan sanksi berupa pencabutan lisensi. Para wajib
pajak memandang penghindaran pajak sebagai suatu tindak kejahatan yang lebih serius
daripada pencurian, tetapi tidak lebih serius daripada penyogokan, penggelapan, atau
pembakaran rumah dengan sengaja.
2) Jumlah nominal terkait dengan pelanggaran Undang-Undang Perpajakan klien
(quantitative materiality) dan kepelikan pelanggaran Undang-Undang Perpajakan yang
dilakukan oleh klien (qualitative materiality).
Kepatuhan Perpajakan (Tax compliance) didasarkan pada asumsi bahwa tindakan
pelaporan yang dilakukan Wajib Pajak bermotivasi finansial yaitu memperhitungkan
pembiayaan dan keuntungan yang didapatkan. Wajib Pajak mempertimbangkan sumber
pendapatan dengan pemotongan pajak antara legal income (yang mejadi pokok
penghitungan pajak) dan illegal income (sumber-sumber pendapatan yang sulit di deteksi
oleh pihak berwenang perpajakan). Maka Wajib Pajak (melalui praktisi perpajakan)
diharapkan bisa membuat keputusan compliance yang akan memaksimalkan nilai
marjinal tax dollars dan meminimalkan risiko sanksi Oleh karena itu, dua faktor yang
paling mempengaruhi keputusan compliance adalah level pendapatan individu dan tax
rate. Hutton (1985) melakukan penelitian mengenai persepsi praktisi pajak Amerika atas
sejumlah sanksi-sanksi ‘baru’ ditujukan bagi aggressive tax planning. Treatment tax
planning tersebut dilakukan dengan cara yang tidak tepat sesuai dengan undang-undang
perpajakan yang ada dan berdasarkan praktek audit lottery. Peraturan menetapkan sanksi
bagi pengecilan jumlah tanggung jawab pajak, yaitu, semakin dikecilkan, semakin besar
sanksi yang akan diberika, dan sejalan dengan meningkatnya pendapatan kotor
seseorang, maka kemungkinan di audit juga meningkat. Meskipun, sanksi atas praktik
tersebut dijatuhkan kepada wajib pajak, tetapi praktisi pajak akan terkena pengaruh
dalam hal rusaknya hubungan dengan klien dan hilangnya reputasi profesional.
3) Kontribusi pendapatan seorang klien terhadap praktik perpajakan (client size)
Tekanan dari klien yang dialami Konsultan Pajak, dalam hal eksploitasi jalan
keluar dari masalah perpajakan, juga aplikasi interpretasi teknik, bisa saja terjadi, tetapi
kegiatan non-etis yang mungkin dilakukan oleh agen pajak atas permintaan klien tersebut
akan berakibat buruk bagi agen itu sendiri daripada bagi kliennya. Misalnya saja,
hubungan antara agen pajak dan pejabat pajak menjadi bahaya yang berakibat pada
pembatalan surat izin ‘bekerja’ sebagai agen pajak. Banyak juga praktisi pajak yang

‘20 Konsultan Pajak (Tax Agents) Biro Akademik dan Pembelajaran


5 Tim Dosen http://www.widyatama.ac.id
memiliki rasa tanggung jawab terhadap publik sehingga bisa membuat mereka bekerja
secara objektif dan penuh integritas. Hal tersebutlah yang bisa menjadi konflik antara
klien dan konsultan. Suatu ulasan teori mengenai accounting dan auditing menyatakan
bahwa seorang klien bisa ‘menekan’ auditor sampai tingkat tertentu sehingga mengikuti
keinginannya. Lord (1992) menyebutkan tiga faktor kontekstual yang menyebabkan hal
ini: kondisi keuangan klien, lingkungan auditor yang sangat kompetitif, dan kontribusi
pajak audit klien kepada audit firma. Akhirnya, sebagai akibat, tekanan secara terbuka
ataupun tak kentara bisa dialami para auditor pada saat terjadi klien-auditor konflik.
Ukuran kekuasaan klien bisa dilihat dari kemampuannya mempengaruhi keputusan
auditor; dan ‘pemutusan’ hubungan klien-auditor. Tekanan klien ini juga bisa menjadi
faktor yang cukup signifikan dalam praktek perpajakan mengingat banyaknya kontak
langsung dengan klien yang dilakukan. Untuk itu, besar tidaknya firma darimana seorang
konsultan berasal menjadi hal yang penting. Sebagai contoh, firma-firma besar memiliki
sedikit ketergantungan finansial terhadap klien. Hal ini berakibat pada semakin
sedikitnya tekanan untuk melakukan tindakan yang tidak beretika.
4) Cara di mana hasil pajak dilaporkan kepada klien.
Dalam praktek perpajakan, kecenderungan praktisi pajak untuk menandatangani berkas
pajak yang sudah disiapkan dipengaruhi oleh posisi refund sebagai perolehan dan posisi
tax due sebagai situasi kehilangan.
Beberapa penelitian di Amerika (mis. Sanders dan Wyndelts, 1989) telah
memberlakukan posisi ‘pemotongan pajak’ klien sebagai suatu variabel dalam
penggolongan putusan konsultan. Hal ini berdasarkan pemikiran bahwa Konsultan Pajak
akan mengambil posisi mempersiapkan berkas pajak ‘agresif jika klien berada dalam
situasi berhutang pajak daripada dalam situasi refund (pengembalian) pajak.
Berdasarkan studi empiris, Newberry et al. (1993) menunjukan bahwa ketika
'ancamannya' kehilangan klien yang ada, seorang konsultan pajak professional sepertinya
akan mempersiapkan dan menandatangani berkas pajak yang didalamnya terdapat
potongan besar karena masalah pajak yang tidak jelas.

2.3 Penegakan Hukum Perpajakan (Tax Law Enforcement)

Dalam pelaksanaan undang-undang perpajakan, fungsi pengawasan sekaligus


pembinaan merupakan konsekuensi dari pemberian kepercayaan kepada Wajib Pajak. Oleh
karena itu selain fungsi pengawasan dan pembinaan yang harus dijalankan oleh pemerintah

‘20 Konsultan Pajak (Tax Agents) Biro Akademik dan Pembelajaran


6 Tim Dosen http://www.widyatama.ac.id
perlu juga dibarengi dengan upaya penegakan hukum (tax enforcement). Diwujudkan dalam
pengenaan sanksi, tujuannya untuk mencapai tingkat keadilan yang diharapkan dalam
pemungutan pajak.
Penegakkan hukum pajak dalam self assessment system merupakan hal yang penting.
Seperti diketahui bahwa dalam sistem perpajakan ini dipentingkan adanya voluntary
compliance dari Wajib Pajak. Karena tuntutan peran aktif dari Wajib Pajak dalam pemenuhan
kewajiban perpajakannya, maka kepatuhan dari Wajib Pajak sangatlah penting. Sedangkan
kepatuhan Wajib Pajak perlu ditegakkan salah satu caranya adalah dengan tax law
enforcement. Pilar-pilar penegakan hukum pajak (tax law enforcement) diantaranya adalah
pemeriksaan pajak (tax audit), penyidikan pajak (tax investigation), dan penagihan pajak (tax
collection).

2.4 Pemeriksaan Pajak dalam Meningkatkan Kepatuhan

Pemeriksaan pajak merupakan upaya peningkatan kepatuhan Wajib Pajak dan


mencegah terjadinya Tax Evasion. Tax Audit yang dilakukan secara profesional oleh
Pemeriksa Pajak dalam kerangka self assessment system merupakan bentuk penegakan
hukum perpajakan. Pemeriksaan Pajak merupakan hal pengawasan pelaksanaan sistem self
assesment yang dilakukan oleh Wajib pajak yang harus berpegang teguh pada Undang-
Undang Perpajakan.
Hal ini mempunyai pengaruh untuk menghalang-halangi (deterrence effect) Wajib
Pajak untuk melakukan tindakan kecurangan dengan melakukan tax evasion, baik Wajib
Pajak yang sedang diperiksa itu sendiri maupun Wajib Pajak lainnya, sehingga kepatuhan
didalam pemenuhan kewajiban perpajakannya menjadi lebih baik pada tahuntahun
mendatang.
Pada dasarnya pemeriksaan pajak tidak dapat diperoleh efek langsung yang
berpengaruh terhadap penerimaan pajak atau menjamin tercapainya kepatuhan membayar
pajak yang cukup tinggi, tetapi sebenarnya yang diharapkan adalah agar prosedur tersebut
dapat membantu pembentukan akal sehat para wajib pajak untuk lebih memenuhi
kewajibannya (N.A Barr, S.R. oleh Moh. Zein).
Upaya penegakan hukum melalui tindakan pemeriksaan pajak, mutlak diperlukan
tenaga Pemeriksa Pajak dalam kuantitas dan kualitas yang memadai. Sedangkan untuk
mendapatkan jaminan mutu atas hasil kerja pemeriksaan selain diperlukan kuantitas dan

‘20 Konsultan Pajak (Tax Agents) Biro Akademik dan Pembelajaran


7 Tim Dosen http://www.widyatama.ac.id
kualitas yang memadai diperlukan juga prosedur pemeriksaan, serta norma dan kaidah yang
mengatur seorang Pemeriksa Pajak.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pemeriksaan pajak antara lain adalah:
1) Kemampuan pemeriksa pajak dalam memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah luas dimanfaatkan oleh Wajib
Pajak. Wajib Pajak telah memanfaatkan dengan baik teknologi informasi dan komunikasi
untuk kemajuan dan keberlanjutan usahanya. Seiring dengan perkembangan tersebut
maka pemeriksa pajak harus pula memiliki kemampuan sekaligus memanfaatkan dengan
sangat baik dalam penggunaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi.
2) Kuantitas pemeriksa pajak
Jumlah pemeriksa pajak harus sebanding dengan beban kerja pemeriksaan. Jika jumlah
tidak dapat memadai karena pengadaan sumber daya manusia melalui kualifikasi dan
prosedur recruitment terbatas, maka untuk mengatasi jumlah pemeriksa yang terbatas
adalah dengan meningkatkan kualitas pemeriksa dan melengkapinya dengan teknologi
informasi di dalam pelaksanaan pemeriksaan.
3) Kualitas pemeriksa pajak
Kualitas pemeriksa sangat dipengaruhi oleh pengalaman, latar belakang, dan
pendidikan. Berkualitas tidaknya pemeriksa pajak ditentukan pula oleh kompetensi,
profesionalisme, integritas, independensi, dan moral pemeriksa pajak.
Profesionalisme pemeriksa pajak ditentukan oleh pengetahuan yang dimiliki mengenai
perpajakan, keahlian melakukan teknik pemeriksaan, serta komunikatif kepada Wajib
Pajak.
Kompetensi pemeriksa pajak yang harus dimiliki adalah motivasi diri yang baik,
kemampuan diplomatis, kemampuan memutuskan dengan baik, tekun, kemampuan
mempengaruhi dan kemampuan mengatasi masalah.
Integritas yang harus dimiliki pemeriksa pajak adalah konsisten terhadap kebenaran,
bertanggung jawab, menegakkan etika pemeriksa dan jujur.
Independensi pemeriksa pajak adalah tidak berkepihakan, baik kepada Negara. kepada
Wajib Pajak, maupun kepada diri sendiri.
Melaksanakan pekerjaannya berdasarkan kepada peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku.
Kualitas pemeriksa akan mempengaruhi pelaksanaan pemeriksaan dan kualitas hasil
pemeriksaan pajak. Solusi agar kesenjangan kualitas pemeriksa teratasi adalah dengan

‘20 Konsultan Pajak (Tax Agents) Biro Akademik dan Pembelajaran


8 Tim Dosen http://www.widyatama.ac.id
melalui pendidikan dan pelatihan secara berkesinambungan dan sistem mutasi yang
terencana serta penerapan reward and punishment.
4) Sistem informasi perpajakan yang diterapkan oleh instansi.
Informasi perpajakan Wajib Pajak menjadi data input pemeriksaan yang dapat
diperoleh melalui sistem informasi yang diterapkan di DJP. Dengan sistem informasi
yang berkualitas akan memberikan informasi yang berkualitas pula dan memberikan
pengaruh kepada kualitas pemeriksaan pajak.
5) Sarana dan Prasarana pemeriksaan (auditfacilities).
Sarana prasarana 'pemeriksaan seperti komputer sangat diperlukan. Audit Command
Language (ACL) contohnya sangat membantu pemeriksa di dalam mengolah data untuk
tujuan analisis dan penghitungan pajak Wajib Pajak.
6) Aspek Psikologis Wajib Pajak.
Aspek psikologis yang dimaksud adalah persepsi wajib Pajak tentang pemeriksaan
pajak. Persepsi yang terbentuk pada Wajib Pajak sangat tergantung pada penguasaan
informasi baik pemahaman tentang peraturan perpajakan maupun informasi mengenai
pemeriksaan pajak yang diperoleh Wajib Pajak. Apabila timbul ketimpangan informasi
(asymmetric information) maka timbul masalah psikologis di mana Wajib Pajak timbul
penolakan dan kecurigaan serta berusaha sekuatnya menutupi hal-hal yang harusnya
dapat disampaikan pada saat pemeriksaan pajak
7) Kualitas komunikasi antara Wajib Pajak dan Pemeriksa Pajak.
Terdiri dari komitmen Wajib Pajak untuk membantu kelancaran pemeriksaan pajak
dan frekuensi pembahasan sementara temuan hasil pemeriksaan. Komitmen Wajib Pajak
timbul apabila Wajib Pajak memahami tujuan pemeriksaan dan apa yang menjadi hak dan
kewajibannya, serta hak dan kewajiban pemeriksa. Selain itu temuan sementara
pemeriksaan pajak hendaknya disampaikan lebih dini untuk memberikan kesempatan
bagi Wajib Pajak menjelaskan dan memberikan buku, catatan atau dokumen tambahan
yang mendukung penjelasan-penjelasannya. Apabila komunikasi tidak kondusif maka hal
ini dapat menghambat jalannya pemeriksaan pajak.
8) Ukuran usaha Wajib Pajak.
Semakin besar ukuran usaha Wajib Pajak semakin kompleks pelaksanaan pemeriksaan.
Hal ini akan mempengaruhi kualitas pemeriksaan.
Ukuran perusahaan dapat dilihat dari total penjualan yang terjadi setiap periode usaha
Wajib Pajak, asset yang dimiliki Wajib Pajak, nilai pasar saham yang dimiliki Wajib
Pajak, maupun jumlah karyawan yang dimiliki

‘20 Konsultan Pajak (Tax Agents) Biro Akademik dan Pembelajaran


9 Tim Dosen http://www.widyatama.ac.id
9) Kepemilikan modal Wajib Pajak (Structure of Ownership).
Kepemilikian modal usaha Wajib Pajak dapat merupakan modal sendiri maupun modal
saham. Kondisi ini akan memberikan pengaruh kepada kualitas pelaksanaan pemeriksaan
pajak.
10) Cakupan transaksi usaha Wajib Pajak.
Semakin banyak dan beragam cakupan transaksi usaha Wajib Pajak akan semakin
memerlukan waktu yang lebih banyak dalam pelaksanaan pemeriksaan.
11) Regulasi.
Terdiri dari kelengkapan ketentuan yang berlaku yang mengatur perlakuan atas setiap
transaksi yang timbul dan sejauhmana jangkauan hak pemajakan Undang-Undang
domestik atas transaksi internasional.
Pemeriksaan pajak dikatakan berkualitas dapat dilihat dari aspek formal maupun aspek
material. Aspek formal meliputi pelaksanaan setiap tahapan pemeriksaan dilaksanakan
secara prosedural dengan baik berdasarkan Norma Pemeriksaan Pajak. Tahapan
pemeriksaan adalah perencanaan pemeriksaan, pelaksanaan pemeriksaan dan pelaporan
pemeriksaan. Pemeriksaan pajak dikatakan berkualitas dari aspek formal dilihat pula dari
penyelesaian pemeriksaan sesuai dengan jatuh tempo pemeriksaan yang telah ditetapkan
peraturan perpajakan. Setiap jenis pemeriksaan memiliki waktu jatuh tempo yang
berbeda. Kualitas pemeriksaan pajak berdasarkan aspek formal adalah pelaksanaan
tahapan-tahapan pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh pemeriksa pajak sesuai dengan
peraturan yang berlaku, jatuh tempo pemeriksaan yang ditetapkan dan memenuhi Norma-
Norma Pemeriksaan Aspek material ditunjukkan dengan hasil pemeriksaan pajak. Hasil
pemeriksaan pajak berupa ketetapan pajak. Ketetapan pajak ini dapat saja berupa
Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Ketetapan Pajak Lebih Bayar maupun Ketetapan Pajak
Nihil, tergantung dari proses pemeriksaan yang berlangsung sebelumnya. Hasil
pemeriksaan pajak dari aspek material yang berkualitas, mengarah kepada potensi
penerimaan pajak. Sehingga hasil pemeriksaan pajak yang menghasilkan Ketetapan Pajak
Kurang Bayar tentunya memberikan pengaruh kepada peningkatan potensi penerimaan
apajak. Maka kualitas pemeriksaan pajak dari aspek material merupakan hasil
pemeriksaan pajak berupa ketetapan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan
yang berlaku yang memberikan peningkatan pada potensi penerimaan pajak.
Ketetapan pajak sebagai produk hasil pemeriksaan pajak dapat dikatakan berkualitas
apabila ketetapan pajak yang dihasilkan oleh pemeriksa pajak tersebut tidak diajukan
keberatan maupun banding oleh Wajib Pajak. Artinya Wajib Pajak menyetujui clan

‘20 Konsultan Pajak (Tax Agents) Biro Akademik dan Pembelajaran


10 Tim Dosen http://www.widyatama.ac.id
mengakui ketetapan pajak tersebut. Secara material dapat dilihat dari jumlah ketetapan
pajak yang tidak diajukan keberatan dan banding oleh Wajib Pajak. Kualitas penetapan
pajak dari aspek formal merupakan proses penetapan pajak melalui pemeriksaan yang
berkualitas sesuai dengan peraturan yang berlaku dan sesuai dengan jangka waktu yang
ditetapkan.

2.5 Penyidikan Pajak Meningkatkan Kepatuhan

Dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan dan pembinaan terhadap wajib


Pajak sebagai wujud penegakan hukum adalah pengenaan sanksi perpajakan yang merupakan
kelanjutan dari dilakukannya pemeriksaan terhadap Wajib Pajak. Pengenaan sanksi
perpajakan diterapkan sebagai akibat tidak dipenuhinya kewajiban perpajakan oleh Wajib
Pajak sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang perpajakan. Apabila pengenaan sanksi
administrasi masih belum cukup maka sanksi yang sifatnya lebih berat akan diterapkan dalam
hal ketidakpatuhan akan pemenuhan kewajiban perpajakan sudah merupakan unsur kealpaan
atau bahkan sudah merupakan unsur kesengajaan, yaitu dengan menerapkan sanksi pidana.
Meskipun untuk menerapkan sanksi pidana terhadap Wajib Pajak masih memerlukan
pembuktian-pembuktian lebih lanjut atas kesalahannya. Tindakan berupa penyidikan
terhadap tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi mutlak dilakukan.
Penyidikan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik yaitu Pegawai
Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, untuk mencari dan
mengumpulkan bukti-bukti yang membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan.
Tindak Pidana di bidang perpajakan dapat berupa kealpaan atau kesengajaan yang
dilakukan oleh Wajib Pajak. Yang dimaksud dengan kealpaan disini adalah Wajib Pajak tidak
menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap
atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian
pada pendapatan negara. Kealpaan dapat diartikan tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati atau
kurang mengindahkan kewajibannya.
Kriteria kesengajaan adalah sebagai berikut ;
1) Tidak mendaftarkan diri atau penyalahgunaan NPWP atau PPKP
2) Tidak menyampaikan SPT
3) Menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap.
4) Menolak untuk dilakukan pemeriksaan
5) Memperlihatkan pembukuan, pencatatan atau dokumen lain yang palsu.

‘20 Konsultan Pajak (Tax Agents) Biro Akademik dan Pembelajaran


11 Tim Dosen http://www.widyatama.ac.id
6) Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan atau tidak
meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lainnya.
7) Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut, sehinga dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara
Tindakan penyidikan tidak diatur dalam Undang-Undang Perpajakan, karena rangkaian
tindakannya meliputi tata cara dan prosedur-prosedur tertentu yang sudah diatur di bawah
hukum pidana. Undang-undang yang mengatur tersebut adalah undangundang hukum acara
pidana yang berlaku. Karena sudah merupakan kodifikasi (himpunan) dari bermacam-macam
aturan hukum, disebut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan pada dasarnya memang merupakan
tindakan penegakan hukum yang dianggap perlu karena dengan dilakukan penyidikan yang
bermuara pada tuntutan hukum dengan ancaman pidana diharapkan akan memberi pengaruh
(detterent effect) terhadap kepatuhan wajib pajak. Penyidikan adalah upaya akhir (ultimatum
remedium) dalam rangka upaya penegakkan hukum pajak apabila upaya lain sebelumnya
tidak cukup memadai untuk diterapkan.

Literatur :
1. Dr. Siti Kurnia Rahayu; Perpajakan Konsep Dan Aspek Formal; Rekayasa Sains ;
Bandung ; 2017
2. Dr. Diana Sari; Konsep Dasar Perpajakan; PT Refika Aditama; Cetakan Kesatu ;
2013

‘20 Konsultan Pajak (Tax Agents) Biro Akademik dan Pembelajaran


12 Tim Dosen http://www.widyatama.ac.id

Anda mungkin juga menyukai