Anda di halaman 1dari 9

“BAGAIMANA AJARAN BRAHMA VIDYA DALAM

KEHIDUPAN SOSIAL KEAGAMAAN HINDU TERFOKUS


PADA MEMBANGUN SRADDHA DAN BHAKTI (IMAN DAN
TAKWA)”

Nama : Kadek Mariantini


NIM : 042292878

Fakultas Ilmu Sosial, dan Imlu Politik


Uniersitas Terbuka
2021
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Manusia atau orang dapat diartikan berbeda-beda dari segi biologis, rohani, dan istilah

kebudayaan, atau secara campuran. Secara biologis, manusia diklasifikasikan sebagai Homo

sapiens (Bahasa Latin yang berarti "manusia yang tahu"), sebuah spesies primata dari golongan

mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan

menggunakan konsep jiwa yang bervariasi di mana dalam agama, dimengerti dalam

hubungannya dengan kekuatan ketuhanan atau makhluk hidup; dalam mitos, mereka juga

seringkali dibandingkan dengan ras lain. Dalam antropologi kebudayaan, mereka dijelaskan

berdasarkan penggunaan bahasanya, organisasi mereka dalam masyarakat majemuk serta

perkembangan teknologinya, dan terutama berdasarkan kemampuannya untuk membentuk

kelompok dan lembaga untuk dukungan satu sama lain serta pertolongan.

Pada hakikatnya manusia adalah makhluk beragama. Beragama merupakan kebutuhan

manusia karena manusia adalah makhluk yang lemah sehingga memerlukan tempat bertopang.

Manusia memerlukan agama untuk keselamatan hidupnya. Dapat dikatakan bahwa agama

menjadi sandaran vertikal manusia. Manusia dapat menghayati agama melalui proses

pendidikan. Pemerintah dengan berlandaskan undang-undang memasukkan pendidikan agama

ke dalam kurikulum di sekolah mulai dari SD sampai dengan perguruan tinggi yang wajib

diikuti.
TUJUAN DAN MANFAAT

a. Tujuan

Tujuan dari makalah ini dibuat untuk mengetahui pengertian,fungsi serta tujuan agama

hindu terfokus pada ajaran brahmavidya dalam membangun sraddha dan bhakti dalam

kehidupan sosial .

b. Manfaat

Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pembaca, terutama bagi

pembaca yang masih belum paham terhadap agama khususnya agama hindu. Pembaca

diharapkan dapat mengetahui pengertian,fungsi serta tujuan agama hindu terhadap

kehidupan dan kelangsungan hidup manusia.


PEMBA HA SA N

Ajaran Brahmavidya dalam membangun


sraddha dan bhakti (iman dan takwa)

Dalam usaha rnemantapkan pemahaman kita tentang Brahmavidya perlu


diketengahkan konsep ajaran Brahmavidya yaitu pandangan tentang Ketuhanan itu
sendiri. Pandangan kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan pandangan agama tentang yang
sama tentunya berbeda. Pandangan agama terhadap Tuhan Yang Maha Esa atau ajaran
ketuhanan menurut ajaran agama disebut teologi dan sifatnya adalah sebagai keimanan
dan diimani atau diyakini oleh pemeluknya. Konsep keimanan atau sraddha yang
diketemukan dalam Veda adalah ajaran tentang Panca Sraddha yang meliputi Widhi
Tattwa atau Widhi Sraddha, keimanan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dengan berbagai
manifestasi-Nya; Atma Tattwa atau Atma Sraddha, keimanan terhadap Atma yang
Menghidupkan semua makhluk; Karmaphala Tattwa atau Karmaphala Sraddha,
keimanan terhadap kebenaran hukum sebab-akibat atau buah dari perbuatan; Samsara atau
Punabhawa Tattwa/Punarbhawa Sraddha, yaitu keimanan terhadap kelahiran kembali;
Moksa Tattwa atau Moksa Sraddha, yaitu keimanan terhadap kebebasan yang tertinggi
bersatunya Anna dengan Brahman, Tuhan Yang Maha Esa. Konsep ajaran sraddha ini
banyak diketemukan dalam Veda (Rgveda, Atharvaveda, Bhagavadgita, Brahmasutra, dan
Vedanta).
Di dalam konsep Brahmavidya, pandangan tentang Tuhan Yang Maha Esa dapat
dijumpai beraneka macam sebagaimana berikut.
1. Polytheisme, yaitu keyakinan terhadap adanya banyak Tuhan. Wujud Tuhan berbeda-
beda sesuai dengan keyakinan manusia.
2. Natural Polytheisme, yaitu keyakinan terhadap adanya banyak Tuhan sebagai
penguasa berbagai aspek alam, misalnya: Tuhan, matahari, angin, bulan, dan
sebagainya.
3. Henotheisme atau Kathenoisme: Keyakinan atau teori kepercayaan ini diungkapkan
oleh F. Max Muller ketika ia mempelajari kitab suci Veda. Sebelumnya, ia
mengajukan teori Natural Polytheisme seperti tersebut di atas. Yang dimaksud
dengan Henotheisme atau Kathenoisme adalah keyakinan terhadap adanya Deva yang
tertinggi yang pada suatu masa akan digantikan oleh Deva yang lain sebagai Deva
tertinggi. Hal ini dijumpai dalam Rgveda. Pada suatu masa Deva Agni menempati
kedudukan tertinggi, tetapi pada masa berikutnya Deva itu digantikan oleh Deva
Indra, Vayu atau Surya. Dalam perkembangan selanjutnya, terutama pada kitab-kitab
Purana Deva-Deva tersebut di atas diambilah fungsinya dan digantikan oleh Deva-
Deva Tri Murti. Deva Agni digantikan oleh Brahma, Indra-Vayu digantikan oleh
Visnu, dan Surya digantikan oleh Siva. Demikian pula, misalnya, Devi Saraswati
adalah Devi Kebijaksanaan dan Devi Sungai dalam Veda kemudian menjadi sakti
deva Brahma dalam kitab-kitab Itihasa dan Purana. Deva Visnu yang sangat sedikit
disebut dalam kitab Veda, tetapi mempunyai peranan yang sangat besar dalam kitab-
kitab Purana (Srimad Bhagavatam atau Bhagavata Purana, Visnu Purana), dan lain-
lain.
4. Pantheisme, yaitu keyakinan bahwa di mana-mana serba Tuhan atau setiap aspek
alam digambarkan dikuasai oleh Tuhan.
5. Monotheisme, yaitu keyakinan terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa (Tuhan Yang
Satu). Keyakinan ini dibedakan atas monotheisme transcendent, yaitu keyakinan yang
memandang Tuhan Yang Maha Esa berada jauh di luar ciptaan-Nya. Tuhan Yang
Maha Esa Mahaluhur, tidak terjangkau oleh akal pikiran manusia dan monotheisme
immanent, yaitu keyakinan yang memandang bahwa Tuhan Yang Maha Esa sebagai
pencipta alam semesta dan segala isinya, tetapi Tuhan Yang Maha Esa itu berada di
luar dan sekaligus di dalam ciptaan-Nya. Hal ini dapat diibaratkan dengan sebuah
gelas yang penuh berisi air kemudian sebagian air tumpah, ternyata keadaan air dalam
gelas tidak berubah.
6. Monisme, yaitu keyakinan terhadap adanya Keesaan Tuhan Yang Maha Esa
merupakan hakikat alam semesta. Esa dalam segala. Segalanya berada di dalam yang
Esa. Sebuah kalimat Brhadaranyaka Upanisad menyatakan: satvam khalvidam
Brahman, artinya segalanya adalah Tuhan Yang Maha Esa.
Demikianlah berbagai pandangan tentang Brahmavidya yang dikaji melalui
pendekatan historis dan filosofis. Konsep ajaran Brahmavidya yang tentunya berkaitan
dengan keyakinan (sraddha dan bhakti) masih diperlukan oleh masyarakat, baik mereka
yang disebut primitif maupun yang modern. Teologi Veda adalah monotheisme
transcendent, monotheisme immanent, dan monisme. Tuhan menurut monotheisme
transcendent digambarkan dalam wujud Personal God (Tuhan Yang Maha Esa Yang
Berpribadi), sedangkan menurut monotheisme immanent, Tuhan Yang Maha Esa selalu
digambarkan impersonal God (tidak berpribadi). Tidak ada wujud atau bandingan apa pun
untuk menggambarkan kebesaran dan keagungan-Nya.
Tuhan yang tidak tergambarkan dalam pikiran dan tiada kata-kata yang tepat untuk
memberikan batasannya kepada-Nya sebagaimana dinyatakan dalam Veda (Brahmasutra)
adalah sesungguhnya Tuhan Yang Maha Esa itu tidak terkatakan. Hal ini karena Tuhan
bersifat tidak terbatas, sedangkan manusia memiliki sifat sangat terbatas. Demikianlah
kitab suci telah mengatakannya.
Pernyataan ini jelas merangkum semua kemampuan umat-Nya untuk
membayangkan Tuhan Yang Maha Esa. Bagi mereka yang tinggi pengetahuan rohaninya,
Tuhan Yang Maha Esa digambarkan dalam pikirannya sebagai Impersonal God (tanpa
wujud, baik dalam pikiran maupun dalam kata-kata), sedangkan bagi yang pemahamannya
sederhana, Tuhan Yang Maha Esa digambarkan sebagai Personal God, berpribadi dan
dibayangkan sebagai wujud-wujud yang agung, Mahakasih, Mahabesar, dan sebagainya.
Pada umumnya, umat beragama menyembah Tuhan Yang Maha Esa yang personal ini.
Penggambaran dalam alam pikiran manusia umumnya sebagai yang serba mulia, suci,
luhur, agung, dan tinggi, jauh di alam sana. Demikian pula bila kita meneliti kitab suci
Veda, Tuhan Yang Maha Esa umumnya digambarkan sebagai Tuhan Yang Berpribadi itu
walaupun penggambarannya itu tidak sejelas penggambaran kitab-kitab Itihasa dan
Purana. Di dalam kitab suci Veda dinyatakan bahwa Tuhan Yang Maha Esa disebut
dengan berbagai nama oleh para maharsi (Vipra).
Penelusuran konsep ajaran ketuhanan (Brahmavidya) yang ada dalam Veda ini
mengandung ajaran fllsafat ketuhanan yang sangat tinggi. Hal ini menunjukkan pula
bahwa bagaimana alam pikiran umat manusia yang sangat terbatas, tidak dapat
menjangkau yang Mahabesar dan Mahatinggi itu. Dinyatakan bahwa semua Deva-Deva
itu sesungguhnya adalah satu, Satu Devata. Pada mantram-mantram kita jumpai
pernyataan yang nonsimbolis tentang satunya Deva-Deva dalam deva yang satu, Aspek
Tuhan Yang Maha Esa. Dalam mantra-mantra Veda, banyak dijelaskan bahwa semua
devata itu adalah satu dan penjelasan ini tidak kontradiksi karena satu adalah segala-Nya
dan segala-Nya adalah Yang Maha Esa.
Konsep Brahmavidya ini dapat juga dibangun dengan jalan bhakti. Ada empat
jalan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, yaitu bhakti marga (jalan kebhaktian),
karmamarga (jalan perbuatan), jnana marga (jalan pengetahuan kerohanian), dan yoga
marga (jalan yoga). Di antara jalan bhakti tersebut, yang banyak dilakukan adalah jalan
bhakti marga.
Dalam usaha membangun sraddha dan bhakti kita kepada Tuhan, perlu adanya
usaha dan sarana untuk memuja-Nya. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa umat manusia,
sebagai ciptaan-Nya hendaknya senantiasa mendekatkan diri kepada-Nva. Jalan bhakti
untuk mendekatkan diri kepada Tuhan disebut marga atau yoga, yang jumlahnya empat
sehingga disebut Catur Marga, Catur Yoga, atau Catur Yoga Marga. Selanjutnya, sarana
untuk memuja-Nya bentuknya bermacam-macam di antaranya untuk membayangkan-Nya
dibuat pratika, cihnam, laksanam, lingam, sarhjna, atau pratirupa. Di samping itu, secara
umum dikenal pula beberapa istilah: arca, pratima, prativimba, nyasa, murti, dan lain-lain
yang mengandung makna bentuk-bentuk perwujudan-Nya.
Sarana memuja Tuhan Yang Maha Esa, para Devata, dan roh-roh suci para rsi dan
leluhur adalah pura, mandira, kuil, kahyangan, dan Iain-lain. Pura seperti halnya meru
atau candi (dalam pengertian peninggalan purbakala kini di Jawa) merupakan simbol dari
kosmos atau alam surga (kahyangan) seperti pula diungkapkan di depan bahwa candi dan
Pura adalah tempat suci. Pura sebagai tempat pemujaan adalah replika kahyangan yang
dapat dilihat dari bentuk (struktur), relief, gambar, dan ornamen dari sebuah pura atau
candi. Pada bangunan suci seperti candi di Jawa kita menyaksikan semua gambar, relief,
atau hiasannya yang menggambarkan makhluk-makhluk sorga, seperti area-area Devata,
vahana devata, pohon-pohon sorga (parijata, dan Iain-lain), juga makhluk-makhluk suci
seperti Vidadhara-Vidyadhari dan Kinara-Kinarl, yakni seniman sorga, dan lain-lain.
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari penyusunan makalah ini, dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan agama

sangatlah penting membentuk masyarakat dalam berkarakter, cakap, berbudi pekerti luhur,

mandiri, bertanggung jawab, sehat dan sejahtera lahir batin serta dunia dan akhirat.

B. SARAN

Kita sebagai generasi penerus bangsa hendaknya tidak hanya memahami teori teori

penjelasan dalam pembelajaran agama namun pengamalanlah yang paling utama,agar

terciptanya manusia yang berbudi pekerti luhur sehingga terhindar dari segala bentuk atau hal-

hal negatif.
DA F TA R PU S TA K A

Awanita, Made. 2013. Agama Hindu (Modul Orientasi Pembekalan Calon PNS). Jakarta:
Proyek Pembibitan Calon Tenaga Kependidikan Biro Kepegawaian Sekretariat Jenderal
Departemen Agama RI.

Dana, I Nengah. Kerukunan dan Perdamaian dalam Konteks Kehidupan Bernegara Kesatuan.
http://www.parisada.org. Diakses Tanggal 20 Juni 2008.

Damai, I Wayan. 2013. Buku Ajar Pendidikan Agama Hindu. Manado: LP2AI Unima.

Donder, I Ktut. 2008. Acarya Sista Guru dan Dosen Yang Bijaksana. Surabaya: Paramita.

https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/27734bb073a3dc8e522e92db3f6b1e7f.

pdf

BMP MKDU4224/Modul1-9

Anda mungkin juga menyukai