Anda di halaman 1dari 4

B.

Undang-Undang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat


Dasar hukum dari Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
ialah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat, sehingga secara harfiah memuat ketentuan yang melarang
berbagai kegiatan usaha yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat. Pengertian praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menurut Undang-
Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat ini terdapat pada Pasal 1 angka 2 dan angka 6.
UU ini lahir dari latar belakang disebabkan oleh kebutuhan internal khsususnya para
pelaku pasar di Indonesia yang menolak praktek monopoli. Selain itu, juga disebabkan
persaingan usaha tidak sehat dan praktek monopoli yang mengakibatkan dampak sangat
buruk berupa timbulnya distorsi pasar. Distorsi ini menyebabkan pasar menjadi tidak
seimbang dan pada gilirannya harga-harga tidak lagi dikendalikan oleh hukum pasar,
melainkan ditentukan oleh sekelompok orang yang menguasai kekuatan pasar. Sehingga
akibat yang lebih jauh ini nantinya dirasakan dampaknya oleh masyarakat atau konsumen.
Penawaran dan permintaan tidak akan berjalan secara terbuka, pelaku usaha lain tidak dapat
memasuki pasar dan konsumen tidak berperan sedikitpun dalam membentuk harga. UU Anti
Monopoli ini juga memberikan arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas
produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku
usaha atau kelompok pelaku usaha.
UU Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ini oleh DPR dilakukan untuk
menjamin terciptanya persaingan yang sehat, sehingga dianggap dapat memupuk budaya
berbisnis yang jujur dan sehat sehingga dapat terus menerus mendorong dan meningkatkan
daya saing diantara pelaku usaha. Pada intinya Undang-Undang Anti Monopoli dirancang
untuk mengoreksi tindakan-tindakan dari kelompok pelaku ekonomi yang menguasai pasar
sehingga dengan lahirnya Undang-Undang Anti Monopoli maka ada koridor-koridor hukum
yang mengatur ketika terjadi persaingan usaha tidak sehat antara pelaku-pelaku usaha. UU ini
juga merupakan instrumen penting dalam mendorong terciptanya efisiensi ekonomi dan
menciptakan iklim kesempatan berusaha yang sama bagi semua pelaku usaha.
Pemberlakuannya pun merupakan landasan yuridis filosofis yang tepat.
Walaupun UU No. 5 Tahun 1999 ini dinamakan dengan Undang-undang Larangan
Peraktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, pada kenyataannya undang-undang
tersebut memiliki cakupan masalah yang cukup luas. UU Anti Monopoli ini memiliki
susunan Batang Tubuh yang tersusun atas 11 Bab, kemudian dituangkan dalam 53 Pasal dan
26 Bagian serta mengandung enam bagian pengaturan, yaitu perjanjian yang dilarang,
kegiatan yang dilarang, posisi dominan, komisi pengawas persaingan usaha KPPU) sebagai
lembaga yang bertugas mengawasi pelaksanaan undang- undang ini yang langsung
bertanggung jawab kepada presiden pada Bab VI, penegakan hukum, dan ketentuan lain-lain.
Lebih lanjut, dari enam bagian pengaturan tersebut terdapat tiga bagian pengaturan yang
dilarang dalam persaingan usaha secara substansial, yakni perjanjian yang dilarang, kegiatan
yang dilarang, dan posisi dominan. Perbedaan antara kegiatan yang dilarang dengan
perjanjian yang dilarang terletak pada jumlah pelaku usaha. Dalam perjanjian yang dilarang
paling tidak ada dua pihak pelaku usaha, karena suatu perjanjian menghendaki sedikitnya dua
subjek hukum. Sementara dalam kegiatan yang dilarang tidak tertutup untuk dilakukan oleh
satu pelaku usaha.
Kegiatan yang Dilarang adalah tindakan atau perbuatan hukum sepihak yang
dilakukan oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha tanpa adanya keterkaitan
hubungan (hukum) secara langsung dengan pelaku usaha lainnya. Kegiatan yang Dilarang ini
tertuang pada Bab IV Pasal 17 sampai dengan 24, yang membahas monopoli, monopsoni,
penguasaan pasar, dan persekongkolan. Sedangkan Perjanjian yang Dilarang maksudnya
ialah seorang pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang
memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok
atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu atau pada
tempat tertentu. Perjanjian yang dilarang ini diatur pada Bab III Pasal 4 sampai dengan 16
yang di dalamnya terdapat masalah oligopolI, penetapan harga, pembagian wilayah,
pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni dan perjanjian tertutup. Sedangkan larangan yang
berkaitan dengan posisi dominan terdapat di dalam Bab V dari pasal 25 sampai pasal 29.
Adapun ketentuan dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat secara limitatif mengatur subjek yang
dapat dikenakan ketentuan yang tercantum didalamnya berupa pelaku usaha. Hal ini dapat
terlihat Pasal 5 Ayat (1), Pasal 21 Ayat (1), Pasal 27 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Selain itu,
juga terdapat pada Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam penjalanan prosesnya, UU ini berjalan sebagai tool of social control and a tool
of social engineering yang tiada lain adalah merupakan sebagai alat control social dan
berusaha menjaga kepentingan umum dan mencegah praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat. Selanjutnya juga merupakan alat rekayasa social berusaha untuk
meningkatkan efisiensi ekonomi nasional, mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui
pengaturan persaingan usaha yang sehat dan berusaha menciptakan efektivitas dan efisiensi
dalam kegiatan usaha serta akan membawa nilai positif bagi perkembangan iklim usaha di
Indonesia yang selama ini dikatakan jauh dari kondisi ideal

Sumber :

Noor, Reza Muhammad. 2020. “Penerapan Praktik Monopoli Penguasaan Sumber Daya Alam
Oleh BUMN Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 (Studi Kasus Pada
PT PLN)”. Jurnal Selisik. 6(1), hlm. 58-70.

Farahwati. 2017. Aspek Yuridis Terhadap Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat. Jakarta: Universitas 17 Agustus 1945.

Anonim. Kegiatan Yang Dilarang dalam Hukum Persaingan Usaha. Yogyakarta: Universitas Islam
Indonesia.

Tarigan, Azari Akmal. 2016. “Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Dalam
Perspektif Hukum Ekonomi dan Hukum Islam”. Jurnal Mercatoria UINSU. 9(1), hlm. 54-69.

Hartanto, Gilang Yudha Wirawan. 2021. “Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat Dalam Industri Sepeda Motor (Kajian Putusan Mahkamah Agung Nomor 217
K/PDT.SUSKPPU/2019)”. Jurnal Dialogia Iuridica. 12(2), hlm. 50-68.

Silaen, August P. 2011. Penegakan Hukum (Law Enforcement) Monopoli dan Persaingan Usaha Atas
Produksi dan Pemasaran Barang dan/atau Jasa Bagi Pelaku Usaha. Medan: Lembaga Penelitian
Universitas HKBP Nommensen Medan.

Pribadi, Denny Slamet. 2008. Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehati
Ditinjau dari Hukum Bisnis. Kalimantan: Universitas Mulawarman.

Ayuning, Tasya Putri. 2019. Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Pada Resevasi
Tiket Penerbangan Dual Access. Jember: Fakultas Hukum Universitas Jember.

Rosdalina. 2017. Makalah Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat. Manado: Insititut Agama
Islam Negeri Manado.

Sitompul, Ari. 1999. Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Tinjauan
terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999). Bandung: Citra Aditya Bakti,

Masyhuri, 2007. Ekonomi Mikro. Malang: UIN-Malang Press.

Usman, Rachmadi. 2013. Hukum Persaingan Usaha di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika,

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat
Rivaldi, Muhammad dkk. 2016. Makalah Hukum Bisnis Larangan Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat.Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

Haryanto, Erie. 2013. Hukum Dagang dan Perusahaan di Indonesia. Surabaya: Pena
Salsabila.

Anda mungkin juga menyukai