06] Elfirda Maulidia: Mulyadi, Evaluasi Pendidikan, (Malang :UIN Maliki Press,
2010) , Cet I, hal. 1.
[6/2 21.07] Elfirda Maulidia: Dalam setiap proses belajar akan selalu terkandung di dalamnya
unsur penilaian (evaluation). Di jantung penilaian inilah terletak keputusan
yaitu keputusan yang didasarkan atas values (nilai-nilai). Dalam proses
penilaian antara informasi-informasi yang tersedia dengan kriteria-kriteria
tertentu, untuk selanjutnya ditarik kesimpulan. Dalam wawasan penilaian
akan dijumpai dua macam istilah, yaitu “pengukuran” (measurement) dan
“penilaian” (evaluation). Menurut Wandt dan Brown (1997),
“measurementmeanstheactorprocessofascertainingtheexentorquality
ofsomething” (pengukuran adalah suatu tindakan atau proses menentukan
luas atau kuantitas dari sesuatu), sedangkan penilaian adalah “refertothe
actorprocessdeterminingthevalueofsomething” (penilaian adalah suatu
tindakan atau proses untuk menentukan nilai dari hasil sesuatu). Dari pernyataan tersebut
dapat dipahami bahwa pengukuran pada dasarnya
adalah kegiatan atau proses untuk menentukan kwantitas atau jumlah dari
sesuatu, atau untuk memberikan jawaban atas pertanyaan: “Howmuch?”,
sedangkan penilaian adalah kegiatan atau proses untuk menentukan
kualitas atau mutu dari sesuatu, atau untuk memberikan jawaban atas
pertanyaan: “Whatvalue?”
[6/2 21.22] Elfirda Maulidia: Nunuk Suryani dan Leo Agung, Strategi Belajar Mengajar,
(Yogyakarta: Penerbit
Ombak, 2012), 49-50
[6/2 21.23] Elfirda Maulidia: Guru harus memiliki strategi agar siswa dapat belajar
dengan efektif dan efisien. Salah satu langkah untuk memiliki
strategi adalah harus menguasai teknik-teknik penyajian atau biasa
disebut metode mengajar. Dengan demikian metode mengajar
sebagai strategi pengajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran
[6/2 21.26] Elfirda Maulidia: Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran. (Bandung:
Remaja Rosda Karya,
2014),121. Aqidah 2
[6/2 21.43] Elfirda Maulidia: M. hidayat Ginanjar, Pembelajaran Akidah Akhlak dan
Korelasinya dengan Peningkatan Ahlak
Al-Karimah Peserta Didik(Jurnal Edukasi Islam Jurnal Pendidikan Islam Vol. 06 No.12, Juli
2017),7.
[6/2 21.43] Elfirda Maulidia: Adapun pengertian
pembelajaran adalah proses, cara perbuatan menjadikan orang atau
makhluk hidup yang belajar. Pembelajaran dalam proses pendidikan
adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar
pada suatu lingkungan belajar. Ruang lingkup pembelajaran dapat terjadi
pada setiap waktu, keadaan, tempat atau lingkungan dan cakupan materi,
termasuk dalam hal ini mata pelajaran akidah akhlak yang diajarkan
[6/2 21.44] Elfirda Maulidia: Aqidah dilihat dari segi bahasa
berati “ikatan”. Aqidah seseorang, artinya “ikatan seseorang dengan
sesuatu”. Kata aqidah juga berasal dari bahasa Arab yaitu Aqoda-
ya’qudu-aqidatan.
5 Akidah merupakan perbuatan hati, yaitu kepercayaan
hati dan pembenarannya kepada sesuatu. Ada juga ahli yang
mendefinisikan bahwa aqidah ialah kesimpulan pandangan atau
kesimpulan ajaran yag diyakini oleh hati seseorang.6 Dengan demikian
secara etimologis, akidah adalah kepercayaan atau keyakinan yang benar
menetap dan melekat dihati manusia.
[6/2 21.45] Elfirda Maulidia: 8Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam, Cet. XIV, (Yogyakarta:
LPPI (Lembaga Pengkajian dan
Pengamalan Islam), 2011), 1.
[6/2 21.46] Elfirda Maulidia: Sedangkan menurut
Abu Bakar Jabir al-Jaziry sebagaimana dikutip Yunahar Ilyas mengatakan
‘aqidah’ adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum
oleh manusia berdasarkan akal, wahyu, dan fitrah. Kebenaran itu di patrikan (oleh manusia)
di dalam hati serta diyakini kesahihannya secara
pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu.
Usia peserta didik anak MA/SMA secara umum berada pada rentang 15/16-18/19 tahun, yang
kerap disebut sebagai usia remaja, adolessent, atau storm anddrunk, Fase ini disebut
Suryabrata sebagai masa merindu-puja yang ditandai dengan ciri-ciri berikut :
a. Anak merasa kesepian dan menderita. Dia menganggap tak ada orang yang mau mengerti,
memahami, dirinya, dan menjelaskan hal-hal yang dirasakannya
b. Reaksi pertama anak ialah protes terhadap sekitarnya, yang dirasakan tiba-tiba memusuhi,
menelantarkan dan tidak mau mengerti.
c. Memerlukan teman yang dapat memahami, menolong, dan turut merasakan suka duka
yang dialaminya.
d. Mulai tumbuh dorongan untuk mencari pedoman hidup, mencari sesuatu yang dipandang
bernilai, pantas dijunjung tinggi dan dipuja.
e. Anak mengalami goncangan batin. Dia tidak mau memakai lagi pedoman hidup masa
kanak-kanaknya, tetapi ia juga belum mempunyai pedoman hidup yang baru.
f. Merasa tidak tenang, banyak kontradiksi dalam dirinya. Dia merasa mampu, tetapi tidak tau
bagaimana mewujudkannya.
g. Anak mulai mencari dan membangun pendirian atau pandangan hidupnya127
. Proses tersebut melewati tiga langkah.
1) Karena belum memiliki pedoman, remaja memerlukan sesuatu yang dapat
dianggap bernilai, pantas dihargai, dan dipanuti. Pada awalnya, sesuatu
yang di puja itu belum memiliki bentuk tertentu. Si remaja sendiri kerap
hanya tahu bahwa dia menginginkan sesuatu, tetapi tidak tahu apa yang
diinnginkannya. Keadan seperti ini biasanya melahirkan sajak-sajak alam.
2) Pada taraf kedua, objek pemujaan kian jelas, yaitu pribadi-pribadi yang
mendukung personifikasi nila-nilai tertentu yang diinginkan anak. Dalam
pemujaan, anak laki-laki dan perempuan memiliki cara yang berbeda
dalam mengekspresikannya. Pada masa ini tumbuh dengan subur rasa
kebangsaan.
3) Pada tarap ketiga, si remaja telah dapat menghargai nilai-nilai lepas dari
pendukungnya, nilai sebagai hal yang abstrak, sehingga tibalah waktunya
bagi si remaja untuk menentukan pilihan atau pendirian hidupnya.
Penentuan ini biasanya berkali-kali melalui proses jatuh bangun, karena
iamenguji nilai yang dipilihnya dalam kehidupan nyata, sampai diperoleh
pandangan/pendirian yang tahan uji.
127Mara Samin Lubis, Telaah Kurikulum Sekolah Menengah Umum/Sederajat, (Bandung :
Citapustaka Media Perintis, 2011), h. 21. 128Ibid.