Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat masalah

kesehatan utama di negara-negara maju, tetapi masih kurang populer dikalangan masyarakat

awam. Dimasa lalu banyak orang menganggap gangguan jiwa merupakan penyakit yang

tidak dapat diobati (Hawari, 2011). Gangguan jiwa adalah gangguan pada fungsi mental,

yang meliputi emosi, pikiran, prilaku, motivasi daya tilik diri dan persepsi yang

menyebabkan penurunan semua fungsi kejiwaan terutama minat dan motivasi sehingga

mengganggu seseorang dalam proses hidup dimasyarakat (Hawari, 2011).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa 151 juta orang

menderita depresi dan 26 juta orang dari skizofrenia; 125 juta orang yang terkena

penggunaan alkohol disorders. Hampir 450 juta orang di seluruh dunia menderita gangguan

mental, dan sepertiganya tinggal di negara berkembang. Menurut Organisasi Kesehatan

Dunia (WHO), sebanyak 8 dari 10 penderita gangguan mental itu tidak mendapatkan

perawatan (Rahmayanti, 2010). 

Dalam hal ini, Dirjen bina kesehatan masyarakat (Depkes) mengatakan jumlah

penderita gangguan jiwa di masyarakat sangat tinggi, yakni satu dari empat penduduk

Indonesia menderita kelainan jiwa dari rasa cemas, depresi, stres, penyalahgunaan obat,

kenakalan remaja sampai skizofrenia. Kecendrungan gangguan jiwa akan semakin

meningkat seiring dengan terus berubahnya situasi ekonomi dan politik kearah tidak

menentu, prevalensinya bukan saja pada kalangan menengah kebawah sebagai dampak

langsung dari kesulitan ekonomi, tetapi juga kalangan menengah keatas sebagai dampak
langsung atau tidak langsung ketidakmampuan individu dalam penyesuaian diri terhadap

perubahan sosial yang terus berubah.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Kemenkes, 2013), menunjukkan bahwa prevalensi

gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan

adalah sebesar 6% untuk usia 15 tahun ke atas atau sekitar 14 juta orang. Sedangkan,

prevalensi gangguan jiwa berat, seperti schizophrenia adalah 1,7 per 1000 penduduk atau

sekitar 400.000 (Kemenkes, 2014). Data untuk Provinsi Lampung prevalensi gangguan

mental emopsional menduduki urutan kedelapan terbesar sebesar 1,2% dari persentase

nasional sebesar 6% (Kemenkes RI, 2013).

Kepatuhan atau ketaan terhadap pengobatan medis adalah suatu kepatuhan pasien

terhadap pengobatan yang telah ditentukan (Notoatmodjo, 2012). Smeltzer (2008)

menyatakan bawha kepatuhan yang buruk atau terapi yang tidak lengkap adalah faktor yang

berperan terhadap resistensi individu.

Keluarga sebagai orang yang dekat dengan pasien, harus mengetahui prinsip lima

benar dalam Menelan obat yaitu pasien yang benar, obat yang benar, dosis yang benar,

cara/rute pemberian yang benar, dan waktu pemberian obat yang benar dimana kepatuhan

terjadi bila aturan pakai dalam obat yang diresepkan serta pemberiannya di rumah sakit di

ikuti dengan benar. Ini sangat penting terutama pada penyakit-penyakit menahun termasuk

salah satunya adalah penyakit gangguan jiwa. Faktor pendukung pada klien, adanya

keterlibatan keluarga sebagai pengawas Menelan obat pada keluarga dengan klien dalam

kepatuhan pengobatan. Menurut Friedman (2010) dukungan keluarga adalah sikap, tindakan

dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Anggota keluarga memandang

bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika
diperlukan. Dukungan keluarga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses

pengobatan.

Terapi yang komperehensif dan holistik, dewasa ini sudah mulai dikembangkan

meliputi terapi obat-obatan anti skizofrenia (psikofarmaka), psikoterapi, terapi psikososial

dan terapi psikoreligius. Terapi psikofarmaka harus diberikan dalam jangka waktu yang

lama. Hal ini dimaksudkan untuk menekan sekecil mungkin kekambuhan (relapse).

Keberhasilan terapi gangguan jiwa tidak hanya terletak pada terapi obat psikofarmaka dan

jenis terapi lainnya, tetapi juga peran serta keluarga dan masyarakat turut menentukan

(Hawari, 2011).

Peran keluarga sangat penting terhadap pengobatan pasien gangguan jiwa. Karena

pada umumnya klien gangguan jiwa belum mampu mengatur dan mengetahui jadwal dan

jenis obat yang akan di minum. Keluarga harus selalu membimbing dan mengarahkannya,

agar klien gangguan jiwa dapat Minum obat dengan benar dan teratur (Nasir dan Muhith,

2011).

Salah satu faktor dari proses penyembuhan dari gangguan jiwa adalah kepatuhan

pasien mengkonsumsi obat. Menurut Skiner dalam Notoatmodjo (2010) bahwa kepatuhan

pasien Minum obat secara teratur adalah merupakan tindakan yang nyata dalam bentuk

kegiatan yang dapat dipengaruhi oleh dukungan keluarga dan peran petugas kesehatan.

Hasil pra survey awal mengenai penemuan kasus gangguan jiwa di Puskesmas

Purbolinggo sejak tahun 2012 ada 31 kasus, tahun 2013 ada 40 kasus, tahun 2014 ada 66

kasus dan tahun 2015 ada 76 kasus jiwa baru. Adanya peningkatan tersebut dikarenakan

sejak tahun 2016-2021 telah diadakan penjaringan dan pelacakan ke seluruh desa di wilayah

kerja Puskesmas Purbolinggo (Puskesmas Purbolinggo, 2020). Angka ini cenderung lebih

tinggi jika dibandingkan dengan data yang ada di puskesmas Sekampung untuk tahun tahun
2021 terdapat 173 kasus jiwa, sehingga penulis memilih Puskesmas Purbolinggo sebagai

lokasi penelitian.

Upaya yang dilakukan oleh pihak Puskesmas selama ini adalah pelaksanaan program

pembentukan dan pembinaan asuhan mandiri dan Pengawas Menelan Obat (PMO) terhadap

keluarga pasien jiwa, namun pada kenyataanya pelaksanaan dilapangan belum nenunjukkan

kemajuan yang signifikan. Data ini ditunjang dari hasil study dokumentasi dari beberapa

pasien yang melakukan pengobatan hanya beberapa keluarga pasien yang tidak kembali

melakukan pemeriksaan rutin dan mengambil obat kembali ke Puskesmas serta hasil

pengamatan mengenai pemberian obat yang kurang tepat dosis, waktu dan cara pemberian.

Hasil pra survey mengenai dukungan keluarga dan kepatuhan konsumsi obat dengan

melakukan wawancara awal terhadap 10 keluarga pasien gangguan jiwa yang melakukan

kunjungan ke puskesmas diperoleh data 6 dari 10 keluarga terkadang lupa untuk

memberikan obat yang diperoleh dari puskesmas dengan berbagai alasan. Data mengenai

dukungan keluarga didapatkan data objektif bahwa anggota keluarga keluarga sering

memaksa pasien untuk Menelan obat, tidak menyediakan tempat khusus untuk obat, kurang

memberikan motivasi pada pasien untuk mau Menelan obat dan menunjukkan ekspresi

wajah marah saat pasien tidak mau Menelan obat sebanyak 6 orang (60%). Dari data

tersebut penulis mendapatkan gambaran bahwa masih kurangnya dukungan keluarga

terhadap kepatuhan pasien dalam konsumsi obat baik dalam bentuk dukungan emosional

seperti memaksa pasien Menelan obat, dukungan instrumental seperti perlengkapan

konsumsi obat, dukungan informasi kurangnya komunikasi dengan pasien dan dukungan

penghargaan yang kurang atas konsumsi obat pasien. Data awal ini menggambarkan bahwa

masih kurangnya dukungan keluarga dalam proses Pengobatan pasien dalam mengkonsumsi

obat yang diperoleh dari puskesmas.


Berdasarkan masalah tersebut maka penulis akan melakukan penelitian mengenai

“Hubungan dukungan keluarga terhadap proses keberhasilan pengobatan ODGJ di

Puskesmas Purbolinggo Lampung Timur tahun 2021”.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan beberapa permasalahan dalam latar belakang di atas, maka masalah

dalam penelitian ini adalah “Hubungan dukungan keluarga terhadap proses keberhasilan

pengobatan ODGJ di Puskesmas Purbolinggo Lampung Timur tahun 2021”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui Hubungan dukungan keluarga terhadap proses keberhasilan

pengobatan ODGJ di Puskesmas Purbolinggo Lampung Timur tahun 2021.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui frekuensi dukungan keluarga pada Pasien dengan gangguan

jiwa di Puskesmas Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur Tahun 2021.

2. Untuk mengetahui frekuensi kepatuhan mengkonsumsi obat pada Pasien dengan

gangguan jiwa di Puskesmas Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur Tahun

2021.

3. Hubungan dukungan keluarga terhadap proses keberhasilan pengobatan ODGJ di

Puskesmas Purbolinggo Lampung Timur tahun 2021.


1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Teoritis

Sebagai salah satu referensi tambahan untuk penelitian selanjutnya dan informasi

bagi penyusunan program pelayanan kesehatan jiwa dalam upaya peningkatna upaya

promosi kesehatan serta menambah bahan bacaan dan referenisi mengenai

pengobatan pasien gangguan jiwa. Menambah pengalaman dalam penelitian serta

sebagai bahan untuk penerapan ilmu yang telah didapat selama perkuliahan, serta

sebagai masukan bagi serta referensi untuk penelitian selanjutnya.

1.4.2 Aplikatif

1. Bagi Puskesmas Purbolinggo

Sebagai masukan bagi pihak puskesmas dan menyusun program pelayanan

kesehatan jiwa tentang promosi kesehatan serta kepada tenaga kesehatan untuk

meningkatkan kemampuan dalam pemberiankan penyuluhan kepada keluarga

pasien mengenai pentingnya keteraturan konsumsi obat pada pasien jiwa.

2. Bagi Keluarga Pasien

Diharapkan anggota keluarga pasien untuk dapat melakukan pengawasan yang

lebih pada pasien untuk rutin mengkonsumsi obat guna mempercepat proses

pemulihan kondisi pasien jiwa.

Anda mungkin juga menyukai