PENDAHULUAN
Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat masalah
kesehatan utama di negara-negara maju, tetapi masih kurang populer dikalangan masyarakat
awam. Dimasa lalu banyak orang menganggap gangguan jiwa merupakan penyakit yang
tidak dapat diobati (Hawari, 2011). Gangguan jiwa adalah gangguan pada fungsi mental,
yang meliputi emosi, pikiran, prilaku, motivasi daya tilik diri dan persepsi yang
menyebabkan penurunan semua fungsi kejiwaan terutama minat dan motivasi sehingga
menderita depresi dan 26 juta orang dari skizofrenia; 125 juta orang yang terkena
penggunaan alkohol disorders. Hampir 450 juta orang di seluruh dunia menderita gangguan
Dunia (WHO), sebanyak 8 dari 10 penderita gangguan mental itu tidak mendapatkan
Dalam hal ini, Dirjen bina kesehatan masyarakat (Depkes) mengatakan jumlah
penderita gangguan jiwa di masyarakat sangat tinggi, yakni satu dari empat penduduk
Indonesia menderita kelainan jiwa dari rasa cemas, depresi, stres, penyalahgunaan obat,
meningkat seiring dengan terus berubahnya situasi ekonomi dan politik kearah tidak
menentu, prevalensinya bukan saja pada kalangan menengah kebawah sebagai dampak
langsung dari kesulitan ekonomi, tetapi juga kalangan menengah keatas sebagai dampak
langsung atau tidak langsung ketidakmampuan individu dalam penyesuaian diri terhadap
gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan
adalah sebesar 6% untuk usia 15 tahun ke atas atau sekitar 14 juta orang. Sedangkan,
prevalensi gangguan jiwa berat, seperti schizophrenia adalah 1,7 per 1000 penduduk atau
sekitar 400.000 (Kemenkes, 2014). Data untuk Provinsi Lampung prevalensi gangguan
mental emopsional menduduki urutan kedelapan terbesar sebesar 1,2% dari persentase
Kepatuhan atau ketaan terhadap pengobatan medis adalah suatu kepatuhan pasien
menyatakan bawha kepatuhan yang buruk atau terapi yang tidak lengkap adalah faktor yang
Keluarga sebagai orang yang dekat dengan pasien, harus mengetahui prinsip lima
benar dalam Menelan obat yaitu pasien yang benar, obat yang benar, dosis yang benar,
cara/rute pemberian yang benar, dan waktu pemberian obat yang benar dimana kepatuhan
terjadi bila aturan pakai dalam obat yang diresepkan serta pemberiannya di rumah sakit di
ikuti dengan benar. Ini sangat penting terutama pada penyakit-penyakit menahun termasuk
salah satunya adalah penyakit gangguan jiwa. Faktor pendukung pada klien, adanya
keterlibatan keluarga sebagai pengawas Menelan obat pada keluarga dengan klien dalam
kepatuhan pengobatan. Menurut Friedman (2010) dukungan keluarga adalah sikap, tindakan
dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Anggota keluarga memandang
bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika
diperlukan. Dukungan keluarga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses
pengobatan.
Terapi yang komperehensif dan holistik, dewasa ini sudah mulai dikembangkan
dan terapi psikoreligius. Terapi psikofarmaka harus diberikan dalam jangka waktu yang
lama. Hal ini dimaksudkan untuk menekan sekecil mungkin kekambuhan (relapse).
Keberhasilan terapi gangguan jiwa tidak hanya terletak pada terapi obat psikofarmaka dan
jenis terapi lainnya, tetapi juga peran serta keluarga dan masyarakat turut menentukan
(Hawari, 2011).
Peran keluarga sangat penting terhadap pengobatan pasien gangguan jiwa. Karena
pada umumnya klien gangguan jiwa belum mampu mengatur dan mengetahui jadwal dan
jenis obat yang akan di minum. Keluarga harus selalu membimbing dan mengarahkannya,
agar klien gangguan jiwa dapat Minum obat dengan benar dan teratur (Nasir dan Muhith,
2011).
Salah satu faktor dari proses penyembuhan dari gangguan jiwa adalah kepatuhan
pasien mengkonsumsi obat. Menurut Skiner dalam Notoatmodjo (2010) bahwa kepatuhan
pasien Minum obat secara teratur adalah merupakan tindakan yang nyata dalam bentuk
kegiatan yang dapat dipengaruhi oleh dukungan keluarga dan peran petugas kesehatan.
Hasil pra survey awal mengenai penemuan kasus gangguan jiwa di Puskesmas
Purbolinggo sejak tahun 2012 ada 31 kasus, tahun 2013 ada 40 kasus, tahun 2014 ada 66
kasus dan tahun 2015 ada 76 kasus jiwa baru. Adanya peningkatan tersebut dikarenakan
sejak tahun 2016-2021 telah diadakan penjaringan dan pelacakan ke seluruh desa di wilayah
kerja Puskesmas Purbolinggo (Puskesmas Purbolinggo, 2020). Angka ini cenderung lebih
tinggi jika dibandingkan dengan data yang ada di puskesmas Sekampung untuk tahun tahun
2021 terdapat 173 kasus jiwa, sehingga penulis memilih Puskesmas Purbolinggo sebagai
lokasi penelitian.
Upaya yang dilakukan oleh pihak Puskesmas selama ini adalah pelaksanaan program
pembentukan dan pembinaan asuhan mandiri dan Pengawas Menelan Obat (PMO) terhadap
keluarga pasien jiwa, namun pada kenyataanya pelaksanaan dilapangan belum nenunjukkan
kemajuan yang signifikan. Data ini ditunjang dari hasil study dokumentasi dari beberapa
pasien yang melakukan pengobatan hanya beberapa keluarga pasien yang tidak kembali
melakukan pemeriksaan rutin dan mengambil obat kembali ke Puskesmas serta hasil
pengamatan mengenai pemberian obat yang kurang tepat dosis, waktu dan cara pemberian.
Hasil pra survey mengenai dukungan keluarga dan kepatuhan konsumsi obat dengan
melakukan wawancara awal terhadap 10 keluarga pasien gangguan jiwa yang melakukan
memberikan obat yang diperoleh dari puskesmas dengan berbagai alasan. Data mengenai
dukungan keluarga didapatkan data objektif bahwa anggota keluarga keluarga sering
memaksa pasien untuk Menelan obat, tidak menyediakan tempat khusus untuk obat, kurang
memberikan motivasi pada pasien untuk mau Menelan obat dan menunjukkan ekspresi
wajah marah saat pasien tidak mau Menelan obat sebanyak 6 orang (60%). Dari data
terhadap kepatuhan pasien dalam konsumsi obat baik dalam bentuk dukungan emosional
konsumsi obat, dukungan informasi kurangnya komunikasi dengan pasien dan dukungan
penghargaan yang kurang atas konsumsi obat pasien. Data awal ini menggambarkan bahwa
masih kurangnya dukungan keluarga dalam proses Pengobatan pasien dalam mengkonsumsi
dalam penelitian ini adalah “Hubungan dukungan keluarga terhadap proses keberhasilan
2021.
1.4.1 Teoritis
Sebagai salah satu referensi tambahan untuk penelitian selanjutnya dan informasi
bagi penyusunan program pelayanan kesehatan jiwa dalam upaya peningkatna upaya
sebagai bahan untuk penerapan ilmu yang telah didapat selama perkuliahan, serta
1.4.2 Aplikatif
kesehatan jiwa tentang promosi kesehatan serta kepada tenaga kesehatan untuk
lebih pada pasien untuk rutin mengkonsumsi obat guna mempercepat proses