Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi
dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien (PMK no 72 Thn 2016). Pelayanan kefarmasian di rumah
sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan
kesehatan rumah sakit rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien,
penyediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang
bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan
farmasi klinis. Tujuan pelayanan farmasi rumah sakit adalah pelayanan
farmasi yang paripuna sehingga dapat tepat pasien, tepat dosis, tepat
pemakaian, tepat kombinasi, dan tepat waktu pemberian obat.
Peran farmasis dalam farmasi klinis antara lain mengkaji instruksi
pengobatan atau resep pasien; mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi
masalah yang berkaitan dengan obat dan alat kesehatan; memantau efektifitas
dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan; memberikan informasi
kesehatan kepada pasien/keluarga; memberi konseling kepada
pasien/keluarga; melakukan pencatatan setiap kegiatan dan melaporkan setiap
kegiatan (PMK 72 2016).
Pasien yang mendapatkan terapi onbat akan mengalami masalah terkait
obat, penggunaan obat, sehingga perlu dilakukan pemantauan terapi obat
( PTO ) merupakan salah satu pelayanan kefarmasian yaitu suatu proses yang
mencakup kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman , efektif, dan
rasional bagi pasien. Kegiatan tersebut mencakup pengkajian pilihan obat,
dosis, cara pemberian obat, respon terapi, reaksimobat yang tidak di kehendaki
(ROTD), dan rekomendasi perubahan atau alternatif terapi.
Dispepsia merupakan rasa tidak nyaman yang berasal dari daerah
abdomen bagian atas. Rasa tidak nyaman tersebut dapat berupa salah satu atau
beberapa gejala berikut yaitu : nyeri epigastrium, rasa terbakar di epigastrium,
rasa penuh setelah makan , cepat kenyang, rasa kembung pada saluran cerna
atas, mual, muntah, dan sendawa. Dispepsia merupakan keluhan klinis yang
sering dijumpai dalam praktik klinis sehari hari (Mansjoer, Arif Edisi III, 2014
hal: 488)
Dispepsia merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering ditemui
dokter dalam praktek sehari-hari. Prevalensi Dispepsia diperkirakan bahwa
hampir 30% kasus pada praktek umum dan 60% pada praktek
gastroenterologist merupakan kasus dispepsia. Berdasarkan penelitian pada
populasi umum didapatkan bahwa 15-30% orang dewasa pernah mengalami
hal ini dalam beberapa hari. Dari data pustaka Negara Barat didapatkan angka
prevalensinya berkisar 7-14 %, tapi hanya 10-20 % yang akan mencari
pertolongan medis (Djojoningrat, 2016)
Pemantauan Terapi Obat pada pasien Diabetes Mellitus dilakukan untuk
meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan, sehingga keefektifan
terapi dan kualitas hidup pasien terjamin. Rumah Sakitdr. Suyoto
PUSREHAB KENHAM sudah menerapkan Pelayanan Farmasi Klinik. Sesuai
dengan Permenkes RI No. 72 Tahun 2016 pelayanan farmasi klinik
merupakan pelayanan langsung yang diberikan Apoteker kepada pasien dalam
rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan resiko terjadinya
Efek Samping karena obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety)
sehingga kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin. Salah satu kegiatan
Pelayanan Farmasi Klinik yang dilakukan adalah pemantauan Terapi Obat
(PTO).
Melalui kegiatan ini, para calon Apoteker dapat diajak untuk lebih
mendalami pengetahuan berkaitan dengan dispepsia. Pengetahuan ini kelak
akan digunakan sebagai bekal dalam melaksanakan pelayanan farmasi klinis,
baik dalam interaksi dengan staf medis maupun penderita.kemampuan
apoteker dalam praktek kefarmasian yang sebenarnya adalah dengan
menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit
Dr SUYOTO jakarta selatan yang bekerjasama dengan Program Studi Profesi
Apoteker Universitas 17 Agustus Jakarta, agar mahasiswa Profesi Apoteker
mempunyai kemampuan dalam melaksanakan kegiatan farmasi di rumah sakit
dan mengetahui permasalahan farmasi yang terjadi di rumah sakit dengan
melakukan pengkajian resep dari pasien di rumah sakit.
Pamantauan terapi obat meliputi pengkajian pemilihan obat, dosis. Cara
pemberian obat, respons terapi, reaksi obat yang tidak dikehendaki, pemberian
rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat (Drug Related Problem) dan
pemantauan efektivitas dan efek samping terapi obat dengan tujuan akhir PTO
adalah untuk meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan resiko
Reaksi Obat Yang Tidak Dikehendaki (ROTD).
Mengingat pentingnya peran Apoteker dalam pelayanan kefarmasian di
Rumah Sakit, maka dalam Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) adapun
tugas khusus yang diberikan dikaitkan dengan kegiatan farmasi klinik yaitu
pemantauan Terapi Obat (P T O) dimana kasus penyakit pasien yang diambil
di rumah sakit Dr. SUYOTO Study kasus pasien di Unit Perawatan Anggrek
di rumah sakit dr. Suyoto yang didiagnosa menderita penyakit antara lain
kasus yang membahas tentang DISPEPSIA serta riwayat penyakit CAHEPAR
yang merupakan salah satu masalah kesehatan utama dari masyarakat di
Indonesia.
1.2 TUJUAN
1. Menilai kerasionalan pengobatan yang diterima pasien.
2.Mengetahui, mengidentifikasi dan mengevaluasi Pemantauan efek Terapi
Obat.
3.Mengetahui interaksi obat dan efek samping yang mungkin terjadi.

1.3 MANFAAT

Untuk mengoptimalkan terapi obat dengan memastikan secara efektif,


efisien, dan efikasi terapi obat yang diberikan kepada pasien.
BAB 2.
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DISPEPSIA
1. Definisi
Dispepsia berasal dari bahasa Yunani yaitu dys berarti sulit dan pepse
berarti pencernaan. Dispesia merupakan nyeri kronis atau berulang atau
ketidaknyamanan berpusat di perut bagian atas. Kumpulan keluhan/gejala klinis
yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau
mengalami kekambuhan. Gejalanya meliputi nyeri epigastrium, perasaan cepat
kenyang (tidak dapat menyelesaikan makanan dalam porsi yang normal), dan rasa
penuh setelah makan. Kebanyakan pasien dngan keluhan dispepsia pada saat
pemeriksaan tidak di tentukan kelainan organik yang apaat menjelaskan keluhan
tersebut seperti chrorocic peptic ulcer disiase, gastro – oesepageal
refluks,maligansi, sekitar 65 % keluhan keluhan tersebut tidak dapat dijelaskan
,keadaan ini di sebut fungsional atau non ulcer dispepsia. Pasien dengan penyebab
yang jelas di masukkan dalam kategori dispepsia organik, Djojoningrat (2014).
Dispepsia fungsional adalah .bagian dari gangguan pencernaan fungsional
yang memiliki gejala umum gastrointestinal dan tidak ditemukan kelainan organik
berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan endoskopi.
Kebanyakan pasien dengan keluhan dispepsia pada saat pemeriksaaan tidak
ditemukannya kelainan organik yang dapat menjelaskan keluhan tersebut (seperti
chronic peptic-ulcer disease, gastro-oesophageal reflux, malignancy).

2. Eiologi
Penyebab dari sindrom Seringnya, dispepsia disebabkan oleh ulkus
lambung atau penyakit acid reflux. Jika memiliki penyakit acid reflux, asam
lambung terdorong ke atas menuju esofagus (saluranmuskulo membranosa yang
membentang dari faring ke dalam lambung). Hal ini menyebabkan nyeri di dada.
Beberapa obat-obatan, seperti obat anti-inflammatory, dapat
menyebabkandispepsia. Terkadang penyebab dispepsia belum dapat
ditemukan.Penyebab dispepsia secara rinci adalah:
 Menelan udara (aerofagi)
 Regurgitasi  (alir balik, refluks) asam dari lambung
 Iritasi lambung  gastritis)
 Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis
 Kanker lambung
 Peradangan kandung empedu (kolesistitis)
 Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu dan produknya)
 Kelainan gerakan usus-
 Stress psikologis, kecemasan, atau depresi-
 Infeksi
 Helicobacter pylory
 Alkohol, OAINS
 Penyakit hati-
 IBS (irritable Bowl Syndrom)
3. Patofisiologi Dispepsia
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas,
zat-zat seperti nikotin dan alcohol serta adanya kondisi kejiwaan stress.
Pemasukan makanan menjadi kurang dapat mengakibatkan erosi pada lambung
akibat gesekan antara dinding-dinding lambung. Kondisi demikian dapat
mengakibatkan peningkatan produksi HCl yang akan merangsang terjadinya
kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla oblongata membawa
impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan maupun cairan.

4. Klasifikasi
Dispepsia fungsional dibagi menjadi dua kategori berdasarkan gejala atau
keluhan:
a. Postprandial Distress Syndrome
- Rasa kembung setelah makan, terjadi setelah mengkonsumsi makanan porsi
biasa paling sedikit beberapa kali selama seminggu. - Cepat terasa penuh perut
sehingga tidak dapat mernghabiskan makanan dengan porsi biasa paling tidak
beberapa kali selama seminggu.
b. Epigastric Pain Syndrome
- Nyeri atau rasa terbakar terlokalisasi di epigastrium dengan tingkat keparahan
sedang yang dialami minimal sekali seminggu. - Nyeri interimiten. - Tidak
berkurang dengan defekasi atau flatus. - Tidak memenuhi kriteria kelainan
kandung empedu.
Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat
akut atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan
kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan. Nyeri dan rasa tak nyaman pada
perut atas atau dada mungkin disertai dengan sendawa dan suara usus yang keras
5. Pelatanaksanaan Dispepsia
a. Non farmakologis
Gejala dapat dikurangi dengan menghindari makanan yang mengganggu,
diet tinggi lemak, kopi, alkohol, dan merokok. Selain itu, makanan kecil rendah
lemak dapat membantu mengurangi intensitas gejala. Ada juga yang
merekomendasikan untuk menghindari makan yang terlalu banyak terutama di
malam hari dan membagi asupan makanan sehari-hari menjadi beberapa
makanan kecil. Alternatif pengobatan yang lain termasuk hipnoterapi, terapi
relaksasi dan terapi perilaku.
b. Farmakologis
Pengobatan dispepsia mengenal beberapa obat, yaitu:
1. Antasida
Golongan ini mudah didapat dan murah. Antasida akan menetralisir
sekresi asam lambung. Antasida biasanya mengandung natrium bikarbonat,
Al(OH)3, Mg(OH)2, dan magnesium trisiklat. Pemberian antasida tidak dapat
dilakukan terus-menerus, karena hanya bersifat simtomatis untuk mengurangi
nyeri. Magnesium trisiklat merupakan adsorben nontoksik, namun dalam dosis
besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa MgCl2.
2. Antikolinergik
Kerja obat ini tidak sepsifik, Obat yang agak selektif adalah pirenzepin
yang bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat menekan sekresi asam
lambung sekitar 28% sampai 43%. Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif.
3. Antagonis resptor H2
Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik
atau esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan ini adalah
simetidin, ranitidin, dan famotidin.
4. Proton pump inhibitor (PPI )
Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari
proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah
omeprazol, lansoprazol, dan pantoprazol.
5. Sitoprotektif
Prostaglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2)
selain bersifat sitoprotektif juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal.
Sukralfat berfungsi meningkatkan prostaglandin endogen, yang selanjutnya
memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mucus dan meningkatkan
sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk lapisan protektif (sile protective)
yang bersenyawa dengan protein sekitar lesi mukosa saluran cerna bagian atas.
6. Golongan prokinetik
Obat yang termasuk golongan ini yaitu sisaprid, domperidon, dan
metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia
fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki
asam lambung.
Tatalaksana dispepsia

2. CA Hepar
1. Definisi
Kanker hati adalah penyakit gangguan pada hati yang disebabkan karna
hepatis kronik dalam jangka panjang yang menyebabkan gangguan pada fungsi
hati. ( Ghofar , Abdul : 2009 )
Kanker hati berasal dari satu sel yang mengalami perubahan mekanisme
kontrol dalam sel yang mengakibatkan pembelahan sel yang tidak terkontrol. Sel
abnormal tersebut akan membentuk jutaan kopi, yang disebut klon. Mereka tidak
dapat melakukan fungsi normal sel hati dan sel terus menerus memperbanyak diri.
Sel-sel tidak normal ini akan membentuk tumor
2.   Etiologi
Kanker hati ( karsinoma hepatoseluler ) disebabkan adanya infeksi hepatis B
kronis yang terjadi dalam jangka waktu lama, Penyebab kanker hepar secara
umum adalah infeksi virus hepatitis B dan C, cemaran aflatoksin B1, sirosis hati,
infeksi parasit, alkohol serta faktor keturunan ( ghofar, Abdul : 2009 ).
Infeksi virus hepatitis B dan C merupakan penyebab kanker hepar yang utama
didunia, terutama pasien dengan antigenemia dan juga mempunyai penyakit
kronik hepatitis. Pasien laki-laki dengan umur lebih dari 50 tahun yang menderita
penyakit hepatitis B dan C mempunyai kemungkinan besar terkena kanker hepar.
(Tsukuma dkk., 1993; Osima dkk., 1996).
Orang yang diagnosis menderita kanker hati berusia diatas enam puluh tahun.
Dari sebuah survei di Kanada,setiap tahun sekitar 1800 orang didiagnosis
menderita kanker hati, dan separuh lebih adalah lelaki.
Faktor – faktor yang dapat merusak hati dan penyebab kanker hati :
1.      Cerosis Hepatis
2.      Virus Hepatitis B dan Hepatitis C
3.      Kontak dengan racun kimia tertentu (misalnya : ninil klorida, arsen)
4.      Kebiasaan merokok
5.      Kebiasaan minum minuman keras (pengguna alkohol)
6.      Aftatoksik atau karsinogen dalam preparat herbal
7.      Nitrosamin

3.   Klasifikasi
Kanker hepar memiliki beberapa stadium perkembangan yaitu;
1.     Stadium 1, kanker berukuran tidak lebih dari 2 cm dan belum menyebar.
Stadium ini pasien kanker hepar dapat beraktivitas dan hidup secara normal.
2.      Stadium 2, kanker mempengaruhi pembuluh darah di hepar atau terdapat lebih
dari satu tumor di hepar.
3.     Stadium 3A, kanker berukuran lebih dari 5 cm dan telah menyebar ke
pembuluh darah di dekat hepar.
4.      Stadium 3B, kanker telah menyebar ke organ terdekat seperti lambung namun
belum mencapai limfonodus.
5.     Stadium 3C, kanker berada dalam berbagai ukuran dan telah mencapai
limfonodus.
6.      Stadium 4, kanker telah menyebar ke organ yang jauh dari hepar misal paru-
paru. Saat stadium ini pasien kanker hepar sudah tidak dapat beraktivitas lagi
(Fong, 2002; Bruix dan Sherman., 2005)
4.    Manifestasi Klinis
Manifestasi dini penyakit keganasan pada hati mencakup tanda-tanda dan gejala
seperti :
1.      Gangguan nutrisi : penurunan berat badan yang baru saja terjadi, kehilangan
kekuatan, anoreksia, dan anemia.
2.      Nyeri abdomen
3.      Pembesaran hati yang cepat
4.      Pada pemeriksaan fisik, palpasi teraba permukaan hati yang ireguler
a.  Gejala ikterus, terjadi jika saluran empedu yang besar tersumbat oleh
tekanan nodul malignan dalam hilus hati.
b.    Acites timbul setelah nodul tersumbat vena porta atau bila jaringan tumor
tertanam dalam rongga peritoneal.

5.     Patofisiologi
Berdasarkan etiologi dapat dijelaskan bahwa Virus Hepatitis B dan
Hepatitis C, Kontak dengan racun kimia tertentu (misalnya : ninil klorida, arsen),
Kebiasaan merokok, Kebiasaan minum minuman keras (pengguna alkohol),
Aftatoksik atau karsinogen dalam preparat herbal, dan Nitrosamin dapat
menyebabkan terjadinya peradangan sel hepar.
Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul yang menyebabkan
percabangan pembuluh hepatik dan aliran darah pada porta yang dapat
menimbulkan hipertensi portal. Hipertensi portal terjadi akibat meningkatnya
resistensi portal dan aliran darah portal karena transmisi dari tekanan arteri
hepatik ke sistem portal. Dapat menimbulkan pemekaran pembuluh vena
esofagus, vena rektum superior dan vena kolateral dinding perut. Keadaan ini
dapat menimbulkan perdarahan (hematemesis melena). Perdarahan yang bersifat
masif dapat menyebabkan anemia, perubahan arsitektur vaskuler hati
menyebabkan kongesti vena mesentrika sehingga terjadi penimbunan cairan
abnormal dalam perut (acites) menimbulkan masalah kelebihan volume cairan .
Pada waktu yang bersamaan peradangan sel hepar memacu proses regenerasi sel-
sel hepar secara terus menerus (fibrogenesis) yang mengakibatkan gangguan
kemampuan fungsi hepar yaitu gangguan metabolik protein, yang menyebabkan
produksi albumin menurun (hipoalbuminenia), sehingga tidak dapat
mempertahankan tekanan osmotik koloid. Tekanan osmotik koloid yang rendah
mengakibatkan terjadinya acites dan oedema. Kedua keadaan ini dapat
menyebabkan masalah kelebihan volume cairan. Metabolisme protein
menghasilkan produk sampingan berupa amonia bila kadarnya meningkat dalam
darah dapat menimbulkan kerusakan saraf pusat (SSP) yang dapat menimbulkan
rangsangan mual dan ensefalopati hepatik.
Kerusakan sel hepar juga mempengaruhi terganggunya metabolisme karbohidrat.
Sel hati tidak mampu menyimpan glikogen sedangkan pemakaian tetap bahkan
meningkat akibat proses radang, menyebabkan depot glikogen di hati menurun.
Kurangnya asupan (perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan) akibat anoreksia
menyebabkan turunnya produksi energi sehingga timbul gejala lemas, perasaan
sepat lelah yang dapat mengganggu aktivitas. Peradangan hati menyebabkan
pembesaran pada hati yang menimbulkan nyari. Nyeri yang tidak dapat ditoleransi
menimbulkan penurunan nafsu makan, asupan berkurang menyebabkan
kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama pasien Ny P R
Tanggal lahir 23 maret 1977
Umur 42 tahun
No. RM XX-XX-XX
Jenis kelamin Perempuan
Agama Islam
Pekerjaan Karyawan Swasta
Tanggal masuk 18 oktober 2019 - jam 18.28
Tanggal keluar 23Agustus 2019
Riwayat penyakit dahulu CA Hepar
Riwayat penyakit keluarga Tidak ada
Ketergantungan Tidak ada
Riwayat alergi Tidak ada
Anamnesa Pasien datang dengan keluhan mual muntah,
dan sakit di hulu hati
Diagnosa Dispepsia,dan CA hepar
Tabel 2. Data Identitas Pasien

B. Data Subjektif Pasien


Tangga
Data subjektif Pasien
l
18/10/19  10.45 Nyeri seperti ditusuk tusuk, skala nyeri 5,
mual muntah
 19.30 nyeri ulu hati
 20.30 nyeri ulu hati, mual, muntah 2x, menggigil
skala 5 seta suhu 40C
 01.30 Pasein mengatakan mual muntah sudah 2x
19/10/19  14.20 Nyeri nyri ulu hati mual munta 1 x
 20.30 Pasien mual ,lemes
 06.00 Pasien mengatakan sakit di bagian perut atas
20/8/19  12.45 pasien lemes nyeri skala 0
 20.30 pasien lemes, mual
 06.00 pasien lemes, nyeri 0
21/10/19  Mual
 12.15 pasien lemes, nyeri skala 0
22/10/19
Tabel 3. Data Subjektif Pasien

C. Data Objektive Pasien


1) Tanda-tanda Vital Pasien
Pemerik Nilai Oktober 2019
saan normal 18 19 20 21 22
36,6
36- 36˚C 36.8˚C 39.3˚C 37
Suhu
37,5˚C 36˚C 36,8˚C 36,2˚C 37,8 36,7
38,5˚C 36,7˚C 36,8˚C -
Tekanan 128/90 113/75 – 110/70 – 100/44 – 91/50 – 121/61-
darah mmHg 93/53 88/51 84/53 99/59 110/70
60-100
Nadi 104 99 121 93 77
x/menit
Tabel4. Tanda-tanda Vital Pasien

2) Hasil Pemeriksaan Laboratorium 18 oktober 2019


Pemeriksaan Nilai normal 18/10/19 Keterangan

Hemoglobin 12 – 14 gr/dl 12 Normal

Hematokrit 37 – 43 % 36 Rendah

Trombosit 150.000 – 400.000 265.000 Normal


/uL
Leukosit 5.000 – 10.000 21.600 Tinggi
Glukosa Darah < 180 mg/dL 108 Normal
Sewaktu
Tabel 5. Hasil Pemeriksaan Laboratorium 18 oktober 2019

3) Hasil Pemeriksaan Laboratorium 20 oktober 2019


Pemeriksaan Normal 21/10/2019 Keterangan
Hemoglobin Normal : 11,7-15,5 g/dL 10,1 Rendah
Hematokrit 35-47 % 29 Rendah
Leukosit 36.00-11.000 uL 12,240 Tinggi
Thrombosit 150.000-440.000 uL 147.000 Rendah
Ureum 5-50 mg/dl 15 Normal
KREAP 0,6-1,1 mg/dl 0,4 Rendah
SGOT 8-35 U/L 32 Normal
SGPT 4-35 U/L 74 Tinggi

Tabel 7. Hasil Pemeriksaan Laboratorium 21 Agustus 2019


4) Hasil Pemeriksaan Laboratorium 21 oktober 2019
Pemeriksaan Normal 21/10/2019 Keterangan
Hemoglobin Normal : 11,7-15,5 g/dL 9.5 Rendah
Hematokrit 35-47 % 27 Rendah
Leukosit 3600-11.000 uL 8.670 Normal
Thrombosit 150.000-440.000 uL 120.000 Rendah

D. Profil Pengobatan Pasien


1. Obat Selama Pasien Dirawat
Lama pemberian
Regimen Rut 22/10/
Nama 18/10/ 19/10/ 20/10/
e 21/10/19 19
Obat 19 19 19

Aprazola 1X Oral - Sore Sore Sore


m 0,5mg 0,5mg
tablet
Paracetam Prn Oral - - Pagi -
ol tab
Hp pro 3x1 Oral - - Sore Pagi pai
Siang
Sore
Ondansent 3 X 8mg IV Siang Pagi Pagi Pagi pagi
ron Mala Siang Siang Siang
m Sore Sore Sore
Omeprazo 2X IV Siang Sore Siang Siang siang
l 40mg Mala Mala Mala Malam
m m m
Ceftriaxon 2X I.V Mala Siang Siang siang siang
e 2gram m mala Mala Malam
m m
Cernevit 1X1 IV - Pagi - Pagi pagi
drip D5%
100cc
Pamol 3X IV Mala Siang Sore Sore pagi
drip 5gram m Mala Malam
m
Methylpre 2 X 125 IV - - - sore Pagi
dnisolon mg
Tabel 11. Obat Selama Pasien Dirawat

2. Terapi Obat Yang Diberikan Saat Pasien Pulang

Nama Obat Cara Pemberian Frekuensi

Aprazolam Oral 1X1 atau 2 tablet

Hp pro Oral 3X1 tablet

Paracetamol 500 Oral 3X1 tablet

Omeprazol cap 20mg Oral 2X1 cap

Domperidone 10mg Oral 3X1 tablet


Cefixim 200mg Oral 2X1 tablet

3. Uraian obat
Aprazolam
(Drug Information Handbook, 17th Edition; Medscape)

Aprazolam

Golongan Benzodiazepine
Indikasi Mengatasi kecemasan, serangan panik, dan kecemasan
yang berkaitan dengan depresi
Kontraindikasi Alprazolam dapat melewati membrane plasenta, selain itu
Alprazolam juga masuk dan dieksresikan ke dalam air
susu ibu. Oleh karena itu, penggunaan Alprazolam
dikontraindikasikan untuk wanita hamil maupun ibu
menyusui. Alprazolam pada wanita hamil dapat memicu
terjadinya gangguan congenital atau kecacatan pada bayi.
Selain wanita hamil dan ibu menyusui, Alprazolam juga
dikontraindikasikan pada anak-anak dan orang dengan
ketergantungan alkohol, penggunaan pada orang tua harus
dengan hati-hati dan dosis disesuaikan. Alprazolam juga
harus diawasi penggunaannya pada pasien myasthenia
gravis, glaukoma sudut sempit (tertutup), dan gangguan
hati berat, kategori D
Efek samping Efek samping yang dapat muncul saat mengkonsumsi
Alprazolam adalah disinhibisi otot, perubahan libido,
halusinasi, mulut kering, gangguan keseimbangan,
gangguan berbicara, ide untuk bunuh diri, retensi buang
air kecil, amnesia, mengantuk, ataupun pusing serta nyeri
kepala.
Dosis Oral 0,25 – 0,5mg setiap 6-8 jam hingga maksimum 4 mg
per hari
Interaksi obat Meningkatkan konsentrasi alprazolam di dalam darah
jika digunakan bersama dengan obat yang mengandung
zat penghambat CYP3A4, misalnya nefazodone,
fluvoxamine, cimetidine, fluozetine, propoxyphene,
sertraline, diltiazem, dan antibiotik macrolide
(erythromycin, clarithromycin, troleandomycin)

Dapat mempertinggi metabolisme obat (biotransformasi)


jika digunakan bersama dengan obat yang mengandung
zat penginduksi CYP34A, misalnya ritonavir.

Berpotensi mengakibatkan ketergantungan jika


digunakan bersama dengan obat sedatif hipnotik (central
nervous system depressant).

Dapat meningkatkan kadar obat digoxin dalam darah jika


dikonsumsi bersamaan dengan obat tersebut.

Paracetamol
(Drug Information Handbook, 17th Edition; Medscape)

Paracetamol
Indikasi Nyeri ringan sampai sedang, nyeri sesudah operasi cabut
gigi, pireksia.
Kontraindikasi Gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal,
ketergantungan alkohol.
Efek samping Jarang terjadi efek samping, tetapi dilaporkan terjadi
reaksi hipersensitivitas, ruam kulit, kelainan darah
(termasuk trombositopenia, leukopenia, neutropenia),
hipotensi juga dilaporkan pada infus, PENTING:
Penggunaan jangka panjang dan dosis berlebihan atau
overdosis dapat menyebabkan kerusakan hati, lihat
pengobatan pada keadaan darurat karena keracunan.
Dosis Oral 0,5–1 gram setiap 4–6 jam hingga maksimum 4 gram
per hari
Interaksi obat Peningkatan risiko kerusakan fungsi hati pada pengunaan
bersama alkohol.

Hp pro
(Drug Information Handbook, 17th Edition; Medscape)
Komposisi Schizandrae fructus extractum siccum 7,5 mg.
Indikasi Hepatitis terinduksi obat dan hepatitis virus akut,
hepatitis kronik B/C, hepatorosis, hepatocellular
carcinoma.
Dosis 3 kali/hari sebanyak 1 kapsul.
Kontra Indikasi Jangan memmberikan obat hp pro untuk pasien yang
hipersensitiv terhadap obat.
Efek samping -
Interaksi obat -

Ondansentron 8 mg
(Drug Information Handbook, 17th Edition; Medscape)
Komposisi Ondansentron 8 mg
Indikasi Antiemetic Mencegah dan mengobati mual dan muntah
akibat kemoterapi, radioterapi, dan pascaoperasi
Dosis Pelaksanaan radio terapi biasa: 8 mg tiga kali sehari.
Pelaksanaan radio terapi total: 8 mg diminum setiap 1-2 jam
sebelum pelaksanaan radio terapi
Pelaksanaan radio terapi dosis tinggi pada abdomen: 8 mg
diminum 1-2 jam sebelumpelaksanaan terapi, kemudian
diulangitiap 8 jam sekali selama 1-2 hari setelah pelaksanaan
terapi.
Kontra Bagi wanita yang sedang hamil, menyusui, atau
Indikasi merencanakan kehamilan, tidak disarankan untuk
menggunakan obat ini.
Jika muncul rasa sakit atau pembengkakan pada bagian
perut, segera temui dokter. Kemungkinan hal tersebut
merupakan gejala gangguan pencernaan serius.
Harap berhati-hati bagi penderita gangguan pencernaan,
konstipasi, gangguan hati, dan penyakit jantung dalam
mengonsumsi obat ini.
Jika terjadi reaksi alergi atau over dosis, segera temui dokter.
Efek samping Sakit kepala dan pusing, Mudah mengantuk, Kepanasan,
Pusing ketika berdiri, Mudah lelah, Konstipasi, Sakit perut.
Interaksi obat Tramadol. Ondansetron dapat mengurangi efek pereda nyeri
(analgetik) dari tramadol.
Rifampicin dan obat golongan perangsang CYP3A4 lainnya;
dapat menurunkan efek dan kadar ondansetron.
Obat-obatan yang dapat memperpanjang jarak QT, misalnya
obat antiaritmia; menambah efek perpanjangan interval QT
pada iramajantung.
Obat kardio toksik, seperti anthrasiklin; dapat meningkat kan
risiko aritmia.
Apomorfin; efek hipotensi dari apomorfin dapat meningkat,
dan berpotensi menyebabkan kematian

Omeprazol
(Drug Information Handbook, 17th Edition; Medscape)

Omeprazol
Indikasi Merupakan terapi pilihan untuk kondisi-kondisi berikut
yang tidak dapat menerima pengobatan peroral: ulkus
duodenum, ulkus gaster, esofagitis ulseratif dan sindrom
Zolinger-Ellison.
Kontraindikasi Omeprazole dikontraindikasikan untuk pasien yang
diketahui hipersensitivitas terhadap obat ini atau bahan
lain yang terdapat dalam formulasi.
Efek samping Omeprazole pada umumnya ditoleransi dengan baik. Efek
samping berikut dilaporkan terjadi pada individu yang
mendapat terapi omeprazole pada situasi klinik terkontrol:
sakit kepala, diare, nyeri abdomen, mual, muntah, infeksi
saluran nafas atas, vertigo, ruam, konstipasi, batuk,
astenia, nyeri tulang belakang, dan lain-lain. Kebanyakan
efek samping bersifat ringan dan sementara dan tidak ada
hubungan yang konsisten dengan pengobatan.
Dosis 20mg 1x/hari selma 2-4 minggu,pada kasus lain 40mg
/hari selama 4-8 minggu
Intravena 40 – 80 mg/ hari .
Interaksi obat Omeprazole dimetabolisme melalui sistem sitokrom P450
hati dan dapat berinteraksi secara farmakokinetik dengan
obat lain yang juga dimetabolisme dengan sistem yang
sama. Tidak terdapat interaksi dengan theophylline atau
propanolol diduga karena omeprazole hanya berinteraksi
dengan obat-obat tertentu yang dimetabolisme dengan
sistem sitokrom P450. Sampai saat dilakukan penelitian
ini, omeprazole hanya berinteraksi dengan diazepam,
phenytoin, dan warfarin.

Diazepam: Pemberian berulang omeprazole 40 mg peroral


sekali sehari meningkatkan waktu paruh eliminasi
diazepam sebanyak 130%, sebagai akibatnya terjadi
peningkatan konsentrasi plasma diazepam yang
bermakna. Harus dipertimbangkan untuk mengurangi
dosis diazepam bila diberikan bersamaan dengan
omeprazole.

Phenytoin: Pemberian omeprazole oral 40 mg per hari


selama 7 hari mengurangi bersihan phenytoin dalam
plasma yang diberikan secara intravena dan meningkatkan
waktu paruh eliminasi sebanyak 27%. Dianjurkan untuk
memantau konsentrasi phenytoin dalam plasma pada
pasien yang mendapat terapi omeprazole bersamaan
dengan phenytoin.

Warfarin: Pemberian bersamaan omeprazole 20 mg per


oral pada relawan sehat menyebabkan sedikit peningkatan
konsentrasi enansiomer-R warfarin dalam plasma yang
bermakna secara statistik. Tidak ada pengaruh terhadap
konsentrasi plasma enansiomer-S warfarin yang lebih
poten. Terjadi sedikit peningkatan aktivitas antikoagulan
dari warfarin yang menyertai interaksi stereoselektif,
namun bermakna secara statistik. Dianjurkan untuk
memantau tes koagulasi secara ketat pada saat memulai
atau menghentikan terapi omeprazole pada pasien yang
juga diberi terapi warfarin.

Ceftriaxone
(Drug Information Handbook, 17th Edition; Medscape)
Ceftriaxone
Indikasi Infeksi – infeksi yang disebabkan oleh pathogen yang
sensitive terhadap ceftriaxone, seperti : infeksi saluran
napas, infeksi THT, infeksi saluran kemih, sepsis,
meningitis, infeksi tulang sendi dan jaringan lunak,
infeksi intra abdominal, infeksi genital (termasuk
gonore), profilaksis perioperative, dan infeksi pada
pasien dengan gangguan pertahanan tubuh.
Kontraindikasi Hipersensitif terhadap sefalosporin. Pada pasien yang
hipersensitif terhadap penisilin, kemungkinan
terjadinya reaksi alergi silang harus diperhitungkan
Efek samping  Gastro intestinal : faces encer / diare, mual,
muntah, stomatitis dan glossitis
 Kulit : pruritus, urtikuria, dermatitis alergi, udema,
eksantem, eritema multiforma
 Hematologi : eosinophilia, hematema/perdarahan,
trombositopenia, leukopenia, granulositopenia dan
anemia hemolitik.
 Lain – lain : sakit kepala, pusing, reaksi anafilaktik,
nyeri di tempat suntik, (I.M), flebitis (I.V.)
 Efek samping tersebut bersifat reversible
Dosis Pemberian secara injeksi intramuskular dalam,
bolus intravena atau infus. 1 g/hari dalam dosis
tunggal. Pada infeksi berat: 2-4 g/hari dosis tunggal.
Interaksi obat Kombinasi dengan aminoglikosida dapat menghasilkan
efek aditif atau sinergis, khususnya pada infeksi berat
yang disebabkan oleh P. aeruginosa dan Streptococcus
faecalis.

Cernevit drip
(Drug Information Handbook, 17th Edition; Medscape)
Komposisi Retinol 3500 IU, Cholecalciferol 220 IU, Tocopherol 11,2
IU, Ascorbic acid 125 mg, Nicotinamide 46 mg, Pantothenic
acid 17,25 mg, Pyridoxine 4,53 mg, Riboflavin 4,14 mg,
Thiamin 3,51 mg, Folic acid 414 mcg, D-biotin 69 mcg,
Cyanocobalamine 6 mcg, Bahan- bahan lain:, Glycin 250
mg, Glycocholic acid 140 mg, Soybean lecithin 112,5 mg,
Sodium hydroxide q.s. pH = 5.9.

Indikasi Sebagai multivitamin harian dengan dosis maintenance


untuk dewasa dan anak di atas 11 tahun yang menerima
nutrisi parenteral. Bisa juga diberikan pada kasus di mana
pemberian terapi intravena diperlukan, seperti operasi, luka
bakar luas, patah tulang dan trauma lain, penyakit infeksi
berat dan koma yang memicu keadaan stres dengan
peningkatan kebutuhan metabolik dan nutrisi jaringan
berkurang.
Dosis Dewasa dan anak-anak di atas 11 tahun dapat diberikan 1
vial per hari. Mula-mula harus ditambahkan 5 mL aqua pro
injeksi ke dalam vial dan dikocok perlahan untuk melarutkan
lyophilised powder. Larutan ini kemudian dapat diberikan
melalui bolus intravena secara perlahan (10 menit) atau
dengan infus dalam pelarut isotonic saline atau larutan
glukosa atau larutan campuran nutrisi parenteral.
Kontra Peringatan reaksi anafilaktik mungkin terjadi. Reaksi alergi
Indikasi ringan seperti bersin atau asma ringan adalah tanda
peringatan bahwa pemberian selanjutnya dapat
mengakibatkan syok anafilaktik. Kehamilan dan Menyusui
Penggunaan Cernevit belum diteliti pada kehamilan.Telah
diketahui bahwa vitamin diekskresikan dalam air susu ibu
sehingga produk ini juga tidak diberikan untuk wanita
menyusui.
Efek samping Reaksi alergi dapat terjadi setelah pemberian tiamin dan
komponen B kompleks lain secara intravena. Sangat jarang
dilaporkan reaksi anafilaktoid pada pemberian tiamin dosis
besar IV. Akan tetapi risiko ini dapat diabaikan bila thiamin
diberikan bersama dengan kelompok vitamin B yang lain.
Dilaporkan reaksi sebagai berikut, walaupun sangat jarang: •
Kulit : Ruam, eritema, gatal • Sistem saraf pusat : Sakit
kepala, pusing, kekakuan otot, cemas • Oftalmik : Diplopia •
Alergi : Urtikaria, edema periorbital. Individu yang rentan
terhadap nicotinamide dapat mengalami kemerahan, gatal
atau rasa terbakar di kulit setelah pemberian infus.
Interaksi obat Cernevit dapat berinteraksi dengan obat dan produk berikut
ini: Alcohol, Aminophylline, Arsenic trioxide, Aspirin,
Atorvastatin.

Methylprednisolon
(Drug Information Handbook, 17th Edition; Medscape)
Komposisi Methylprednisolon
Indikasi Indikasi pemberian obat menthyprednisolone di antaranya
adalah gangguan alergi, supresi inflamasi, udema serebral,
penyakit kulit, dan penyakit rematik.
Dosis Dosis methylprednisolone 4 mg yang digunakan secara oral
adalah 2-40 mg/ hari. Ikutilah dosis methylprednisolone 4
mg berdasarkan anjuran dokter.

Dosis methylprednisolone untuk orang dewasa yang


diberikan secara injeksi intramuskular atau injeksi intravena
lambat (infus) adalah 30 mg/ kg berat badan maksimal
selama 30 menit.
Kontra Kontraindikasi methylprednisolone antara lain adalah:
Indikasi Alergi terhadap methylprednisolone, Infeksi fungal sistemik
Efek samping Methyprednisolone berpotensi menyebabkan efek samping
seperti: Lebih mudah terkena infeksi, naiknya kadar gula
dalam darah, mual dan muntah, nafsu makan menurun, sulit
tidur, sakit maag, nyeri otot.
Interaksi obat Meningkatnya efek samping methylprednisolone, jika
digunakan dengan antibiotik makrolid, ketoconazole,
erythromycin, rifampicin, dan barbiturat.
Meningkatnya risiko gangguan pencernaan, jika digunakan
dengan aspirin atau obat antiinflamasi nonsteroid

D. Assesment and Plan


1. Analisa DRP (Drug Related Problem) dengan PCNE
N Problem Terapi yang Rekomendasi
DRP
o Medik Didapatkan
1 Thrombosit, Pasien hanya C.1.6 Tidak Dalam situasi terjadi
Hematokrit, mendapatkan ada kekurangan atau
dan tambahan pengobatan penurunan
hemoglobin nutrisi dari walau ada nutrisi maka
pasien multivitamin indikasi diperlukan
semakin cernevit drip penggantian Fe, atau
turun Pasien tranfusi darah
yang rendah
menunjukan
keadaan
pasien
anemia
Tabel 14.Analisa DRP (Drug Related Problem) dengan PCNE

2. Telaah Resep

No AspekTelaah Ya Tidak

1. Tepat Pasien √

2. Tepat Obat √

3. Tepat Dosis √

4. Tepat Frekuensi √

5. Tepat Pemberian √

6. Duplikasi √

7. Interaksi Obat √

8. Kontraindikasi √
9. Alergi Obat √

E . Profil Penggunaan Cairan

Tgl Jam Jenis cairan Keterangan


18/10/1 18.30 Nacl 0,9% 20 Tpm
9
19/10/1 02.30 RL 20 Tpm
9
O5.00 Asering 20 Tpm
06.00 Nacl +cernevit 30 Tpm
10.30 Nacl + Ceftriaxon 20 Tpm
11.00 Asering 20 Tpm
14.50 Asering 20 Tpm
20/10/1 05.00 RL 20 Tpm
9
09.00 Nacl+Ceftriaxon , paracetamol 20 Tpm
11.40 RL 20Tpm
17.00 RL 20Tpm
21/10/1 00.10 RL 20 Tpm
9
00.10 Nacl 0,9%+ Ceftriaxon 20 Tpm
05.00 RL 20 Tpm
22/10/1 11.00 RL 20Tpm
9

F. Kesesuain Dosis
Nama Obat Indikasi Obat Dosis literature Dosis Penil
Pembe
aian
Rian

Aprazolam Mengatasi cemas Oral 0,25 – 0,5mg 1 x 0,5 Sesuai


serta panik karna setiap 6-8 jam mg
nyeri ulu hati dan maksimal 4mg
mual
Paracetamol Menurunkan demam Oral 0,5–1 gram Prn Sesuai
serta sebagai
tab setiap 4–6 jam
analgetik
hingga maksimum
4 gram per hari
Ceftriaxone Infeksi – infeksi 2-4 g/hari dosis 2 X 2 g Sesuai
yang disebabkan tunggal.
oleh pathogen yang
sensitive terhadap
ceftriaxone
Ondansentr Antiemetic 8 mg 3 x sehari 3 X 8 Sesuai
on 8 mg Mencegah dan mg
mengobati mual dan
muntah
Omeprazol Pengobatan ulkus Intravena 40 – 80 2 X 40 Sesuai
duodenum, ulkus mg/ hari mg
gaster, esofagitis
ulseratif dan sindrom
Zolinger-Ellison.
Cernevit Sebagai 1 vial per hari 1 vial/ Sesuai
drip multivitamin harian hari
dengan dosis
maintenance untuk
dewasa dan anak,
penyakit infeksi
berat dan koma
Methylpred gangguan alergi, Intravena lambat 2 X 125 Sesuai
nisolon supresi inflamasi, (infus) adalah 30 mg
udema serebral, mg/ kg berat badan
penyakit kulit, dan maksimal selama
penyakit rematik. 30 menit

BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien Ny.P R masuk rumah sakit dr. Suyoto melalui melalui instalasi
Gawat Darurat (IGD) pada tanggal 18-10-2019 jam 10.30. Pasien terdaftar
sebagai jaminan badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS). Pasien datang ke
rumah sakit dengan keluhan sakit di ulu hati , mual mual, muntah dan badan
terasa lemes. Pada saat masuk IGD dilakukan pemeriksaan umum dengan hasil
yaitu tekanan darah 110/60mmHg, suhu tubuh 36℃, nadi 86x/menit.

Pasien masuk rawat inap ruangan anggrek pada tanggal 18-10-2019 jam
20.00, pasien dengan riwayat penyakit Ca hepar kemoterapi di RSCM dengan
diaqnosa dispepsia. Pada tanggal 18-10.2019 hasil pemeriksaan laborotarium
hematokrit 36% nilai normal (37-43%), hemoglobin 12 gr/dL nilai normal (12-
14), leokosit 21,600µL nilai normal (5.000-11.000), trombosit 265.000 µL nilai
normal (150.000-400.000) pada pemeriksaan tanggal 18-10-2019 hanya leukosit
pasien yang tinggi menunjukan pasien ter infeksi. Pemeriksaan pada tanggal 20-
10-2019 hematokrit 29% nilai normal (37-43%), hemoglobin 10,1 gr/dL nilai
normal (12-14), leokosit 12.240µL nilai normal (5.000-11.000), trombosit
147.000 µL nilai normal (150.000-400.000) ureum 15mg/dL normal (5-50), kreap
0,4 mg/dL normal (0,6-1,1), SGPT 32 U/L normal (8-35), SGOT 74 U/L normal
(4-35) nilai SGPT pasien mengkat 2x lipat ini disebabkan penyakit Ca hepar
pasien. Melihat hasil pemeriksaan pada tanggal 20-10-2019 nilai leukosit pasien
mengalami penurunan dari pada tanggal 18-1-2019 namun belum sampai pada
tahap normal, tetapi melihat nilai hemoglobin,hematokrit, dan trombosit pasien
mengalami penurunan ini menunjukan pasien mengalami anemia. Pemeriksaan
pada tanggal 21-10-2019 hematokrit 27% nilai normal (37-43%), hemoglobin 9,5
gr/dL nilai normal (12-14), leokosit 8.670µL nilai normal (5.000-11.000),
trombosit 120.000 µL nilai normal (150.000-400.000).pada pemeriksaan tanggal
21-10-2019 nilai leukosit pasien suda mencapi batas normal ini menujukan pasien
suda tidak mengalami infeksi sedangkan dari hasil pemeriksaan pasien mengalami
penurunan hemaglobin,hematokrit dan trombosit

Selama dirawat di rumah sakit pasien mendati obat omeprazol sebagai


obat untuk mengurangi asam lambung, obat ondansentron sebagai mual muntah
pasien, mual muntah pasien bisa dikarenakan asam lambung dan paska
kemoterapi di RSCM karna penyakit Ca hepar pasien, obat ceftriaxson sebagai
terapi antibiotik karna pasien dilihat dari hasil pemeriksaan laborotrium pasien
mengalami infeksi, pamol drip sebagai anti penurun demam pasien dikarenakan
suhu pasien naik turun, obat cernevit drip sebagai terapi tambahan nutrisi pasien
karna pasien mengalami mual dan muntah, obat hp pro sebagi suplemen untuk
mengobati penyakit Ca hepar dikarenakan riwat penyakit terdahulu.

Pasien mendapatkan terapi obat mulai tanggal masuk rumah sakit 18


oktober 2019 sampai 21 oktober 2019 namun pasien belum pulang dari data yang
kami dapat hanya sampai tanggal 21 oktober 2019. Setelah dianalisa dari terapi
obat yang diberikan terdapat masalah terkait drug related problem (DRP). DRP
yang terjadi:

 Adanya indikasi tidak ada pemberian terapi, dari hasil laborotrium pasien
menunjukan dari tanggal 20 oktober 2019 pasien sudah mengalami
penurunan hemaglobin, hematokrit dan trombosit pasien hanya
mendapatkan cernevit drip sebagai multivitamin sebaiknya pasien
ditambahkan terapi Fe atau tranpusi darah.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Pasien atas nama Ny. P R didiagnos Dispepsia dan Ca hepar
2. Pasien Ny. P R menerima perawatan dan terapi pengobatan
Dispepsia + Ca hepar
3. Ditemukan adanya DRP (Drug Related Problem ) yang terjadi yaitu
adanya indikasi namun tidak ada pemberian terapi
5.2 Saran
1. Perlunya kerjasama antara semua tenaga medis kesehatan untuk
melaksanakan Pemantauan Terapi Obat, sehingga dapat
meminimalkan terjadinya DRP.
2. Pemeriksaan laboratorium sebaiknya dilakukan setiap hari

DAFTARPUSTAKA

Ghofar, abdul. 2009. Cara mudah mengenal dan mengobati kanker. Yogyakarta:
Flamingo.

Tsukuma H, Ajiki w, Oshima A, dkk. 2006. Survival of Cancer Patients


Diaqnosed in 1993-1996: Collaborative Study of Population-Based Cancer
Registres in Japan. Japan Clinical oncology 36.

Anda mungkin juga menyukai