PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi
dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien (PMK no 72 Thn 2016). Pelayanan kefarmasian di rumah
sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan
kesehatan rumah sakit rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien,
penyediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang
bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan
farmasi klinis. Tujuan pelayanan farmasi rumah sakit adalah pelayanan
farmasi yang paripuna sehingga dapat tepat pasien, tepat dosis, tepat
pemakaian, tepat kombinasi, dan tepat waktu pemberian obat.
Peran farmasis dalam farmasi klinis antara lain mengkaji instruksi
pengobatan atau resep pasien; mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi
masalah yang berkaitan dengan obat dan alat kesehatan; memantau efektifitas
dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan; memberikan informasi
kesehatan kepada pasien/keluarga; memberi konseling kepada
pasien/keluarga; melakukan pencatatan setiap kegiatan dan melaporkan setiap
kegiatan (PMK 72 2016).
Pasien yang mendapatkan terapi onbat akan mengalami masalah terkait
obat, penggunaan obat, sehingga perlu dilakukan pemantauan terapi obat
( PTO ) merupakan salah satu pelayanan kefarmasian yaitu suatu proses yang
mencakup kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman , efektif, dan
rasional bagi pasien. Kegiatan tersebut mencakup pengkajian pilihan obat,
dosis, cara pemberian obat, respon terapi, reaksimobat yang tidak di kehendaki
(ROTD), dan rekomendasi perubahan atau alternatif terapi.
Dispepsia merupakan rasa tidak nyaman yang berasal dari daerah
abdomen bagian atas. Rasa tidak nyaman tersebut dapat berupa salah satu atau
beberapa gejala berikut yaitu : nyeri epigastrium, rasa terbakar di epigastrium,
rasa penuh setelah makan , cepat kenyang, rasa kembung pada saluran cerna
atas, mual, muntah, dan sendawa. Dispepsia merupakan keluhan klinis yang
sering dijumpai dalam praktik klinis sehari hari (Mansjoer, Arif Edisi III, 2014
hal: 488)
Dispepsia merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering ditemui
dokter dalam praktek sehari-hari. Prevalensi Dispepsia diperkirakan bahwa
hampir 30% kasus pada praktek umum dan 60% pada praktek
gastroenterologist merupakan kasus dispepsia. Berdasarkan penelitian pada
populasi umum didapatkan bahwa 15-30% orang dewasa pernah mengalami
hal ini dalam beberapa hari. Dari data pustaka Negara Barat didapatkan angka
prevalensinya berkisar 7-14 %, tapi hanya 10-20 % yang akan mencari
pertolongan medis (Djojoningrat, 2016)
Pemantauan Terapi Obat pada pasien Diabetes Mellitus dilakukan untuk
meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan, sehingga keefektifan
terapi dan kualitas hidup pasien terjamin. Rumah Sakitdr. Suyoto
PUSREHAB KENHAM sudah menerapkan Pelayanan Farmasi Klinik. Sesuai
dengan Permenkes RI No. 72 Tahun 2016 pelayanan farmasi klinik
merupakan pelayanan langsung yang diberikan Apoteker kepada pasien dalam
rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan resiko terjadinya
Efek Samping karena obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety)
sehingga kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin. Salah satu kegiatan
Pelayanan Farmasi Klinik yang dilakukan adalah pemantauan Terapi Obat
(PTO).
Melalui kegiatan ini, para calon Apoteker dapat diajak untuk lebih
mendalami pengetahuan berkaitan dengan dispepsia. Pengetahuan ini kelak
akan digunakan sebagai bekal dalam melaksanakan pelayanan farmasi klinis,
baik dalam interaksi dengan staf medis maupun penderita.kemampuan
apoteker dalam praktek kefarmasian yang sebenarnya adalah dengan
menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit
Dr SUYOTO jakarta selatan yang bekerjasama dengan Program Studi Profesi
Apoteker Universitas 17 Agustus Jakarta, agar mahasiswa Profesi Apoteker
mempunyai kemampuan dalam melaksanakan kegiatan farmasi di rumah sakit
dan mengetahui permasalahan farmasi yang terjadi di rumah sakit dengan
melakukan pengkajian resep dari pasien di rumah sakit.
Pamantauan terapi obat meliputi pengkajian pemilihan obat, dosis. Cara
pemberian obat, respons terapi, reaksi obat yang tidak dikehendaki, pemberian
rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat (Drug Related Problem) dan
pemantauan efektivitas dan efek samping terapi obat dengan tujuan akhir PTO
adalah untuk meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan resiko
Reaksi Obat Yang Tidak Dikehendaki (ROTD).
Mengingat pentingnya peran Apoteker dalam pelayanan kefarmasian di
Rumah Sakit, maka dalam Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) adapun
tugas khusus yang diberikan dikaitkan dengan kegiatan farmasi klinik yaitu
pemantauan Terapi Obat (P T O) dimana kasus penyakit pasien yang diambil
di rumah sakit Dr. SUYOTO Study kasus pasien di Unit Perawatan Anggrek
di rumah sakit dr. Suyoto yang didiagnosa menderita penyakit antara lain
kasus yang membahas tentang DISPEPSIA serta riwayat penyakit CAHEPAR
yang merupakan salah satu masalah kesehatan utama dari masyarakat di
Indonesia.
1.2 TUJUAN
1. Menilai kerasionalan pengobatan yang diterima pasien.
2.Mengetahui, mengidentifikasi dan mengevaluasi Pemantauan efek Terapi
Obat.
3.Mengetahui interaksi obat dan efek samping yang mungkin terjadi.
1.3 MANFAAT
2.1. DISPEPSIA
1. Definisi
Dispepsia berasal dari bahasa Yunani yaitu dys berarti sulit dan pepse
berarti pencernaan. Dispesia merupakan nyeri kronis atau berulang atau
ketidaknyamanan berpusat di perut bagian atas. Kumpulan keluhan/gejala klinis
yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau
mengalami kekambuhan. Gejalanya meliputi nyeri epigastrium, perasaan cepat
kenyang (tidak dapat menyelesaikan makanan dalam porsi yang normal), dan rasa
penuh setelah makan. Kebanyakan pasien dngan keluhan dispepsia pada saat
pemeriksaan tidak di tentukan kelainan organik yang apaat menjelaskan keluhan
tersebut seperti chrorocic peptic ulcer disiase, gastro – oesepageal
refluks,maligansi, sekitar 65 % keluhan keluhan tersebut tidak dapat dijelaskan
,keadaan ini di sebut fungsional atau non ulcer dispepsia. Pasien dengan penyebab
yang jelas di masukkan dalam kategori dispepsia organik, Djojoningrat (2014).
Dispepsia fungsional adalah .bagian dari gangguan pencernaan fungsional
yang memiliki gejala umum gastrointestinal dan tidak ditemukan kelainan organik
berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan endoskopi.
Kebanyakan pasien dengan keluhan dispepsia pada saat pemeriksaaan tidak
ditemukannya kelainan organik yang dapat menjelaskan keluhan tersebut (seperti
chronic peptic-ulcer disease, gastro-oesophageal reflux, malignancy).
2. Eiologi
Penyebab dari sindrom Seringnya, dispepsia disebabkan oleh ulkus
lambung atau penyakit acid reflux. Jika memiliki penyakit acid reflux, asam
lambung terdorong ke atas menuju esofagus (saluranmuskulo membranosa yang
membentang dari faring ke dalam lambung). Hal ini menyebabkan nyeri di dada.
Beberapa obat-obatan, seperti obat anti-inflammatory, dapat
menyebabkandispepsia. Terkadang penyebab dispepsia belum dapat
ditemukan.Penyebab dispepsia secara rinci adalah:
Menelan udara (aerofagi)
Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung
Iritasi lambung gastritis)
Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis
Kanker lambung
Peradangan kandung empedu (kolesistitis)
Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu dan produknya)
Kelainan gerakan usus-
Stress psikologis, kecemasan, atau depresi-
Infeksi
Helicobacter pylory
Alkohol, OAINS
Penyakit hati-
IBS (irritable Bowl Syndrom)
3. Patofisiologi Dispepsia
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas,
zat-zat seperti nikotin dan alcohol serta adanya kondisi kejiwaan stress.
Pemasukan makanan menjadi kurang dapat mengakibatkan erosi pada lambung
akibat gesekan antara dinding-dinding lambung. Kondisi demikian dapat
mengakibatkan peningkatan produksi HCl yang akan merangsang terjadinya
kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla oblongata membawa
impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan maupun cairan.
4. Klasifikasi
Dispepsia fungsional dibagi menjadi dua kategori berdasarkan gejala atau
keluhan:
a. Postprandial Distress Syndrome
- Rasa kembung setelah makan, terjadi setelah mengkonsumsi makanan porsi
biasa paling sedikit beberapa kali selama seminggu. - Cepat terasa penuh perut
sehingga tidak dapat mernghabiskan makanan dengan porsi biasa paling tidak
beberapa kali selama seminggu.
b. Epigastric Pain Syndrome
- Nyeri atau rasa terbakar terlokalisasi di epigastrium dengan tingkat keparahan
sedang yang dialami minimal sekali seminggu. - Nyeri interimiten. - Tidak
berkurang dengan defekasi atau flatus. - Tidak memenuhi kriteria kelainan
kandung empedu.
Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat
akut atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan
kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan. Nyeri dan rasa tak nyaman pada
perut atas atau dada mungkin disertai dengan sendawa dan suara usus yang keras
5. Pelatanaksanaan Dispepsia
a. Non farmakologis
Gejala dapat dikurangi dengan menghindari makanan yang mengganggu,
diet tinggi lemak, kopi, alkohol, dan merokok. Selain itu, makanan kecil rendah
lemak dapat membantu mengurangi intensitas gejala. Ada juga yang
merekomendasikan untuk menghindari makan yang terlalu banyak terutama di
malam hari dan membagi asupan makanan sehari-hari menjadi beberapa
makanan kecil. Alternatif pengobatan yang lain termasuk hipnoterapi, terapi
relaksasi dan terapi perilaku.
b. Farmakologis
Pengobatan dispepsia mengenal beberapa obat, yaitu:
1. Antasida
Golongan ini mudah didapat dan murah. Antasida akan menetralisir
sekresi asam lambung. Antasida biasanya mengandung natrium bikarbonat,
Al(OH)3, Mg(OH)2, dan magnesium trisiklat. Pemberian antasida tidak dapat
dilakukan terus-menerus, karena hanya bersifat simtomatis untuk mengurangi
nyeri. Magnesium trisiklat merupakan adsorben nontoksik, namun dalam dosis
besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa MgCl2.
2. Antikolinergik
Kerja obat ini tidak sepsifik, Obat yang agak selektif adalah pirenzepin
yang bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat menekan sekresi asam
lambung sekitar 28% sampai 43%. Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif.
3. Antagonis resptor H2
Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik
atau esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan ini adalah
simetidin, ranitidin, dan famotidin.
4. Proton pump inhibitor (PPI )
Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari
proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah
omeprazol, lansoprazol, dan pantoprazol.
5. Sitoprotektif
Prostaglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2)
selain bersifat sitoprotektif juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal.
Sukralfat berfungsi meningkatkan prostaglandin endogen, yang selanjutnya
memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mucus dan meningkatkan
sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk lapisan protektif (sile protective)
yang bersenyawa dengan protein sekitar lesi mukosa saluran cerna bagian atas.
6. Golongan prokinetik
Obat yang termasuk golongan ini yaitu sisaprid, domperidon, dan
metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia
fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki
asam lambung.
Tatalaksana dispepsia
2. CA Hepar
1. Definisi
Kanker hati adalah penyakit gangguan pada hati yang disebabkan karna
hepatis kronik dalam jangka panjang yang menyebabkan gangguan pada fungsi
hati. ( Ghofar , Abdul : 2009 )
Kanker hati berasal dari satu sel yang mengalami perubahan mekanisme
kontrol dalam sel yang mengakibatkan pembelahan sel yang tidak terkontrol. Sel
abnormal tersebut akan membentuk jutaan kopi, yang disebut klon. Mereka tidak
dapat melakukan fungsi normal sel hati dan sel terus menerus memperbanyak diri.
Sel-sel tidak normal ini akan membentuk tumor
2. Etiologi
Kanker hati ( karsinoma hepatoseluler ) disebabkan adanya infeksi hepatis B
kronis yang terjadi dalam jangka waktu lama, Penyebab kanker hepar secara
umum adalah infeksi virus hepatitis B dan C, cemaran aflatoksin B1, sirosis hati,
infeksi parasit, alkohol serta faktor keturunan ( ghofar, Abdul : 2009 ).
Infeksi virus hepatitis B dan C merupakan penyebab kanker hepar yang utama
didunia, terutama pasien dengan antigenemia dan juga mempunyai penyakit
kronik hepatitis. Pasien laki-laki dengan umur lebih dari 50 tahun yang menderita
penyakit hepatitis B dan C mempunyai kemungkinan besar terkena kanker hepar.
(Tsukuma dkk., 1993; Osima dkk., 1996).
Orang yang diagnosis menderita kanker hati berusia diatas enam puluh tahun.
Dari sebuah survei di Kanada,setiap tahun sekitar 1800 orang didiagnosis
menderita kanker hati, dan separuh lebih adalah lelaki.
Faktor – faktor yang dapat merusak hati dan penyebab kanker hati :
1. Cerosis Hepatis
2. Virus Hepatitis B dan Hepatitis C
3. Kontak dengan racun kimia tertentu (misalnya : ninil klorida, arsen)
4. Kebiasaan merokok
5. Kebiasaan minum minuman keras (pengguna alkohol)
6. Aftatoksik atau karsinogen dalam preparat herbal
7. Nitrosamin
3. Klasifikasi
Kanker hepar memiliki beberapa stadium perkembangan yaitu;
1. Stadium 1, kanker berukuran tidak lebih dari 2 cm dan belum menyebar.
Stadium ini pasien kanker hepar dapat beraktivitas dan hidup secara normal.
2. Stadium 2, kanker mempengaruhi pembuluh darah di hepar atau terdapat lebih
dari satu tumor di hepar.
3. Stadium 3A, kanker berukuran lebih dari 5 cm dan telah menyebar ke
pembuluh darah di dekat hepar.
4. Stadium 3B, kanker telah menyebar ke organ terdekat seperti lambung namun
belum mencapai limfonodus.
5. Stadium 3C, kanker berada dalam berbagai ukuran dan telah mencapai
limfonodus.
6. Stadium 4, kanker telah menyebar ke organ yang jauh dari hepar misal paru-
paru. Saat stadium ini pasien kanker hepar sudah tidak dapat beraktivitas lagi
(Fong, 2002; Bruix dan Sherman., 2005)
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi dini penyakit keganasan pada hati mencakup tanda-tanda dan gejala
seperti :
1. Gangguan nutrisi : penurunan berat badan yang baru saja terjadi, kehilangan
kekuatan, anoreksia, dan anemia.
2. Nyeri abdomen
3. Pembesaran hati yang cepat
4. Pada pemeriksaan fisik, palpasi teraba permukaan hati yang ireguler
a. Gejala ikterus, terjadi jika saluran empedu yang besar tersumbat oleh
tekanan nodul malignan dalam hilus hati.
b. Acites timbul setelah nodul tersumbat vena porta atau bila jaringan tumor
tertanam dalam rongga peritoneal.
5. Patofisiologi
Berdasarkan etiologi dapat dijelaskan bahwa Virus Hepatitis B dan
Hepatitis C, Kontak dengan racun kimia tertentu (misalnya : ninil klorida, arsen),
Kebiasaan merokok, Kebiasaan minum minuman keras (pengguna alkohol),
Aftatoksik atau karsinogen dalam preparat herbal, dan Nitrosamin dapat
menyebabkan terjadinya peradangan sel hepar.
Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul yang menyebabkan
percabangan pembuluh hepatik dan aliran darah pada porta yang dapat
menimbulkan hipertensi portal. Hipertensi portal terjadi akibat meningkatnya
resistensi portal dan aliran darah portal karena transmisi dari tekanan arteri
hepatik ke sistem portal. Dapat menimbulkan pemekaran pembuluh vena
esofagus, vena rektum superior dan vena kolateral dinding perut. Keadaan ini
dapat menimbulkan perdarahan (hematemesis melena). Perdarahan yang bersifat
masif dapat menyebabkan anemia, perubahan arsitektur vaskuler hati
menyebabkan kongesti vena mesentrika sehingga terjadi penimbunan cairan
abnormal dalam perut (acites) menimbulkan masalah kelebihan volume cairan .
Pada waktu yang bersamaan peradangan sel hepar memacu proses regenerasi sel-
sel hepar secara terus menerus (fibrogenesis) yang mengakibatkan gangguan
kemampuan fungsi hepar yaitu gangguan metabolik protein, yang menyebabkan
produksi albumin menurun (hipoalbuminenia), sehingga tidak dapat
mempertahankan tekanan osmotik koloid. Tekanan osmotik koloid yang rendah
mengakibatkan terjadinya acites dan oedema. Kedua keadaan ini dapat
menyebabkan masalah kelebihan volume cairan. Metabolisme protein
menghasilkan produk sampingan berupa amonia bila kadarnya meningkat dalam
darah dapat menimbulkan kerusakan saraf pusat (SSP) yang dapat menimbulkan
rangsangan mual dan ensefalopati hepatik.
Kerusakan sel hepar juga mempengaruhi terganggunya metabolisme karbohidrat.
Sel hati tidak mampu menyimpan glikogen sedangkan pemakaian tetap bahkan
meningkat akibat proses radang, menyebabkan depot glikogen di hati menurun.
Kurangnya asupan (perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan) akibat anoreksia
menyebabkan turunnya produksi energi sehingga timbul gejala lemas, perasaan
sepat lelah yang dapat mengganggu aktivitas. Peradangan hati menyebabkan
pembesaran pada hati yang menimbulkan nyari. Nyeri yang tidak dapat ditoleransi
menimbulkan penurunan nafsu makan, asupan berkurang menyebabkan
kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama pasien Ny P R
Tanggal lahir 23 maret 1977
Umur 42 tahun
No. RM XX-XX-XX
Jenis kelamin Perempuan
Agama Islam
Pekerjaan Karyawan Swasta
Tanggal masuk 18 oktober 2019 - jam 18.28
Tanggal keluar 23Agustus 2019
Riwayat penyakit dahulu CA Hepar
Riwayat penyakit keluarga Tidak ada
Ketergantungan Tidak ada
Riwayat alergi Tidak ada
Anamnesa Pasien datang dengan keluhan mual muntah,
dan sakit di hulu hati
Diagnosa Dispepsia,dan CA hepar
Tabel 2. Data Identitas Pasien
Hematokrit 37 – 43 % 36 Rendah
3. Uraian obat
Aprazolam
(Drug Information Handbook, 17th Edition; Medscape)
Aprazolam
Golongan Benzodiazepine
Indikasi Mengatasi kecemasan, serangan panik, dan kecemasan
yang berkaitan dengan depresi
Kontraindikasi Alprazolam dapat melewati membrane plasenta, selain itu
Alprazolam juga masuk dan dieksresikan ke dalam air
susu ibu. Oleh karena itu, penggunaan Alprazolam
dikontraindikasikan untuk wanita hamil maupun ibu
menyusui. Alprazolam pada wanita hamil dapat memicu
terjadinya gangguan congenital atau kecacatan pada bayi.
Selain wanita hamil dan ibu menyusui, Alprazolam juga
dikontraindikasikan pada anak-anak dan orang dengan
ketergantungan alkohol, penggunaan pada orang tua harus
dengan hati-hati dan dosis disesuaikan. Alprazolam juga
harus diawasi penggunaannya pada pasien myasthenia
gravis, glaukoma sudut sempit (tertutup), dan gangguan
hati berat, kategori D
Efek samping Efek samping yang dapat muncul saat mengkonsumsi
Alprazolam adalah disinhibisi otot, perubahan libido,
halusinasi, mulut kering, gangguan keseimbangan,
gangguan berbicara, ide untuk bunuh diri, retensi buang
air kecil, amnesia, mengantuk, ataupun pusing serta nyeri
kepala.
Dosis Oral 0,25 – 0,5mg setiap 6-8 jam hingga maksimum 4 mg
per hari
Interaksi obat Meningkatkan konsentrasi alprazolam di dalam darah
jika digunakan bersama dengan obat yang mengandung
zat penghambat CYP3A4, misalnya nefazodone,
fluvoxamine, cimetidine, fluozetine, propoxyphene,
sertraline, diltiazem, dan antibiotik macrolide
(erythromycin, clarithromycin, troleandomycin)
Paracetamol
(Drug Information Handbook, 17th Edition; Medscape)
Paracetamol
Indikasi Nyeri ringan sampai sedang, nyeri sesudah operasi cabut
gigi, pireksia.
Kontraindikasi Gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal,
ketergantungan alkohol.
Efek samping Jarang terjadi efek samping, tetapi dilaporkan terjadi
reaksi hipersensitivitas, ruam kulit, kelainan darah
(termasuk trombositopenia, leukopenia, neutropenia),
hipotensi juga dilaporkan pada infus, PENTING:
Penggunaan jangka panjang dan dosis berlebihan atau
overdosis dapat menyebabkan kerusakan hati, lihat
pengobatan pada keadaan darurat karena keracunan.
Dosis Oral 0,5–1 gram setiap 4–6 jam hingga maksimum 4 gram
per hari
Interaksi obat Peningkatan risiko kerusakan fungsi hati pada pengunaan
bersama alkohol.
Hp pro
(Drug Information Handbook, 17th Edition; Medscape)
Komposisi Schizandrae fructus extractum siccum 7,5 mg.
Indikasi Hepatitis terinduksi obat dan hepatitis virus akut,
hepatitis kronik B/C, hepatorosis, hepatocellular
carcinoma.
Dosis 3 kali/hari sebanyak 1 kapsul.
Kontra Indikasi Jangan memmberikan obat hp pro untuk pasien yang
hipersensitiv terhadap obat.
Efek samping -
Interaksi obat -
Ondansentron 8 mg
(Drug Information Handbook, 17th Edition; Medscape)
Komposisi Ondansentron 8 mg
Indikasi Antiemetic Mencegah dan mengobati mual dan muntah
akibat kemoterapi, radioterapi, dan pascaoperasi
Dosis Pelaksanaan radio terapi biasa: 8 mg tiga kali sehari.
Pelaksanaan radio terapi total: 8 mg diminum setiap 1-2 jam
sebelum pelaksanaan radio terapi
Pelaksanaan radio terapi dosis tinggi pada abdomen: 8 mg
diminum 1-2 jam sebelumpelaksanaan terapi, kemudian
diulangitiap 8 jam sekali selama 1-2 hari setelah pelaksanaan
terapi.
Kontra Bagi wanita yang sedang hamil, menyusui, atau
Indikasi merencanakan kehamilan, tidak disarankan untuk
menggunakan obat ini.
Jika muncul rasa sakit atau pembengkakan pada bagian
perut, segera temui dokter. Kemungkinan hal tersebut
merupakan gejala gangguan pencernaan serius.
Harap berhati-hati bagi penderita gangguan pencernaan,
konstipasi, gangguan hati, dan penyakit jantung dalam
mengonsumsi obat ini.
Jika terjadi reaksi alergi atau over dosis, segera temui dokter.
Efek samping Sakit kepala dan pusing, Mudah mengantuk, Kepanasan,
Pusing ketika berdiri, Mudah lelah, Konstipasi, Sakit perut.
Interaksi obat Tramadol. Ondansetron dapat mengurangi efek pereda nyeri
(analgetik) dari tramadol.
Rifampicin dan obat golongan perangsang CYP3A4 lainnya;
dapat menurunkan efek dan kadar ondansetron.
Obat-obatan yang dapat memperpanjang jarak QT, misalnya
obat antiaritmia; menambah efek perpanjangan interval QT
pada iramajantung.
Obat kardio toksik, seperti anthrasiklin; dapat meningkat kan
risiko aritmia.
Apomorfin; efek hipotensi dari apomorfin dapat meningkat,
dan berpotensi menyebabkan kematian
Omeprazol
(Drug Information Handbook, 17th Edition; Medscape)
Omeprazol
Indikasi Merupakan terapi pilihan untuk kondisi-kondisi berikut
yang tidak dapat menerima pengobatan peroral: ulkus
duodenum, ulkus gaster, esofagitis ulseratif dan sindrom
Zolinger-Ellison.
Kontraindikasi Omeprazole dikontraindikasikan untuk pasien yang
diketahui hipersensitivitas terhadap obat ini atau bahan
lain yang terdapat dalam formulasi.
Efek samping Omeprazole pada umumnya ditoleransi dengan baik. Efek
samping berikut dilaporkan terjadi pada individu yang
mendapat terapi omeprazole pada situasi klinik terkontrol:
sakit kepala, diare, nyeri abdomen, mual, muntah, infeksi
saluran nafas atas, vertigo, ruam, konstipasi, batuk,
astenia, nyeri tulang belakang, dan lain-lain. Kebanyakan
efek samping bersifat ringan dan sementara dan tidak ada
hubungan yang konsisten dengan pengobatan.
Dosis 20mg 1x/hari selma 2-4 minggu,pada kasus lain 40mg
/hari selama 4-8 minggu
Intravena 40 – 80 mg/ hari .
Interaksi obat Omeprazole dimetabolisme melalui sistem sitokrom P450
hati dan dapat berinteraksi secara farmakokinetik dengan
obat lain yang juga dimetabolisme dengan sistem yang
sama. Tidak terdapat interaksi dengan theophylline atau
propanolol diduga karena omeprazole hanya berinteraksi
dengan obat-obat tertentu yang dimetabolisme dengan
sistem sitokrom P450. Sampai saat dilakukan penelitian
ini, omeprazole hanya berinteraksi dengan diazepam,
phenytoin, dan warfarin.
Ceftriaxone
(Drug Information Handbook, 17th Edition; Medscape)
Ceftriaxone
Indikasi Infeksi – infeksi yang disebabkan oleh pathogen yang
sensitive terhadap ceftriaxone, seperti : infeksi saluran
napas, infeksi THT, infeksi saluran kemih, sepsis,
meningitis, infeksi tulang sendi dan jaringan lunak,
infeksi intra abdominal, infeksi genital (termasuk
gonore), profilaksis perioperative, dan infeksi pada
pasien dengan gangguan pertahanan tubuh.
Kontraindikasi Hipersensitif terhadap sefalosporin. Pada pasien yang
hipersensitif terhadap penisilin, kemungkinan
terjadinya reaksi alergi silang harus diperhitungkan
Efek samping Gastro intestinal : faces encer / diare, mual,
muntah, stomatitis dan glossitis
Kulit : pruritus, urtikuria, dermatitis alergi, udema,
eksantem, eritema multiforma
Hematologi : eosinophilia, hematema/perdarahan,
trombositopenia, leukopenia, granulositopenia dan
anemia hemolitik.
Lain – lain : sakit kepala, pusing, reaksi anafilaktik,
nyeri di tempat suntik, (I.M), flebitis (I.V.)
Efek samping tersebut bersifat reversible
Dosis Pemberian secara injeksi intramuskular dalam,
bolus intravena atau infus. 1 g/hari dalam dosis
tunggal. Pada infeksi berat: 2-4 g/hari dosis tunggal.
Interaksi obat Kombinasi dengan aminoglikosida dapat menghasilkan
efek aditif atau sinergis, khususnya pada infeksi berat
yang disebabkan oleh P. aeruginosa dan Streptococcus
faecalis.
Cernevit drip
(Drug Information Handbook, 17th Edition; Medscape)
Komposisi Retinol 3500 IU, Cholecalciferol 220 IU, Tocopherol 11,2
IU, Ascorbic acid 125 mg, Nicotinamide 46 mg, Pantothenic
acid 17,25 mg, Pyridoxine 4,53 mg, Riboflavin 4,14 mg,
Thiamin 3,51 mg, Folic acid 414 mcg, D-biotin 69 mcg,
Cyanocobalamine 6 mcg, Bahan- bahan lain:, Glycin 250
mg, Glycocholic acid 140 mg, Soybean lecithin 112,5 mg,
Sodium hydroxide q.s. pH = 5.9.
Methylprednisolon
(Drug Information Handbook, 17th Edition; Medscape)
Komposisi Methylprednisolon
Indikasi Indikasi pemberian obat menthyprednisolone di antaranya
adalah gangguan alergi, supresi inflamasi, udema serebral,
penyakit kulit, dan penyakit rematik.
Dosis Dosis methylprednisolone 4 mg yang digunakan secara oral
adalah 2-40 mg/ hari. Ikutilah dosis methylprednisolone 4
mg berdasarkan anjuran dokter.
2. Telaah Resep
No AspekTelaah Ya Tidak
1. Tepat Pasien √
2. Tepat Obat √
3. Tepat Dosis √
4. Tepat Frekuensi √
5. Tepat Pemberian √
6. Duplikasi √
7. Interaksi Obat √
8. Kontraindikasi √
9. Alergi Obat √
F. Kesesuain Dosis
Nama Obat Indikasi Obat Dosis literature Dosis Penil
Pembe
aian
Rian
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien Ny.P R masuk rumah sakit dr. Suyoto melalui melalui instalasi
Gawat Darurat (IGD) pada tanggal 18-10-2019 jam 10.30. Pasien terdaftar
sebagai jaminan badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS). Pasien datang ke
rumah sakit dengan keluhan sakit di ulu hati , mual mual, muntah dan badan
terasa lemes. Pada saat masuk IGD dilakukan pemeriksaan umum dengan hasil
yaitu tekanan darah 110/60mmHg, suhu tubuh 36℃, nadi 86x/menit.
Pasien masuk rawat inap ruangan anggrek pada tanggal 18-10-2019 jam
20.00, pasien dengan riwayat penyakit Ca hepar kemoterapi di RSCM dengan
diaqnosa dispepsia. Pada tanggal 18-10.2019 hasil pemeriksaan laborotarium
hematokrit 36% nilai normal (37-43%), hemoglobin 12 gr/dL nilai normal (12-
14), leokosit 21,600µL nilai normal (5.000-11.000), trombosit 265.000 µL nilai
normal (150.000-400.000) pada pemeriksaan tanggal 18-10-2019 hanya leukosit
pasien yang tinggi menunjukan pasien ter infeksi. Pemeriksaan pada tanggal 20-
10-2019 hematokrit 29% nilai normal (37-43%), hemoglobin 10,1 gr/dL nilai
normal (12-14), leokosit 12.240µL nilai normal (5.000-11.000), trombosit
147.000 µL nilai normal (150.000-400.000) ureum 15mg/dL normal (5-50), kreap
0,4 mg/dL normal (0,6-1,1), SGPT 32 U/L normal (8-35), SGOT 74 U/L normal
(4-35) nilai SGPT pasien mengkat 2x lipat ini disebabkan penyakit Ca hepar
pasien. Melihat hasil pemeriksaan pada tanggal 20-10-2019 nilai leukosit pasien
mengalami penurunan dari pada tanggal 18-1-2019 namun belum sampai pada
tahap normal, tetapi melihat nilai hemoglobin,hematokrit, dan trombosit pasien
mengalami penurunan ini menunjukan pasien mengalami anemia. Pemeriksaan
pada tanggal 21-10-2019 hematokrit 27% nilai normal (37-43%), hemoglobin 9,5
gr/dL nilai normal (12-14), leokosit 8.670µL nilai normal (5.000-11.000),
trombosit 120.000 µL nilai normal (150.000-400.000).pada pemeriksaan tanggal
21-10-2019 nilai leukosit pasien suda mencapi batas normal ini menujukan pasien
suda tidak mengalami infeksi sedangkan dari hasil pemeriksaan pasien mengalami
penurunan hemaglobin,hematokrit dan trombosit
Adanya indikasi tidak ada pemberian terapi, dari hasil laborotrium pasien
menunjukan dari tanggal 20 oktober 2019 pasien sudah mengalami
penurunan hemaglobin, hematokrit dan trombosit pasien hanya
mendapatkan cernevit drip sebagai multivitamin sebaiknya pasien
ditambahkan terapi Fe atau tranpusi darah.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Pasien atas nama Ny. P R didiagnos Dispepsia dan Ca hepar
2. Pasien Ny. P R menerima perawatan dan terapi pengobatan
Dispepsia + Ca hepar
3. Ditemukan adanya DRP (Drug Related Problem ) yang terjadi yaitu
adanya indikasi namun tidak ada pemberian terapi
5.2 Saran
1. Perlunya kerjasama antara semua tenaga medis kesehatan untuk
melaksanakan Pemantauan Terapi Obat, sehingga dapat
meminimalkan terjadinya DRP.
2. Pemeriksaan laboratorium sebaiknya dilakukan setiap hari
DAFTARPUSTAKA
Ghofar, abdul. 2009. Cara mudah mengenal dan mengobati kanker. Yogyakarta:
Flamingo.