Anda di halaman 1dari 28

Pendahuluan

• Menurut Peraturan Menteri Kesehatan nomor 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Rumah Sakit, Pelayanan Kefarmasian merupakan suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
• Penyakit Asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di hampir semua negara di dunia,
diderita oleh anak-anak sampai dewasa dengan derajat penyakit dari ringan sampai berat,
bahkan beberapa kasus dapat menyebabkan kematian. Asma juga merupakan penyakit yang
dapat menyebabkan gangguan aktivitas sosial, bahkan berpotensi mengganggu pertumbuhan
dan perkembangan (Kemenkes RI, 2013).
• Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2009 mencatat 225.000 orang meninggal karena asma.
Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 secara keseluruhan prevalensi penderita asma di
Indonesia sebesar 3,5 % (Depkes, RI., 2013).
• Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang melemahkan
daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak-
anak dan orang dewasa (Bradley et al. 2011). penyakit ini pada negara berkembang hampir 30%.
Pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di
Amerika, pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah
umur 2 tahun (Bradley et al. 2011).
• Berdasarkan adanya peningkatan jumlah kejadian penyakit
tersebut maka diupayakan untuk melakukan peningkatan
mutu kualitas hidup pasien, upaya yang dilakukan pada
pelayanan kefarmasian salah satunya dilakuakn Drug
Related Problem (DRP).
• Mengingat pentingnya peran Apoteker dalam pelayanan
kefarmasian di Rumah Sakit maka dalam Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) ini dilakukan pengkajian study
kasus. Study kasus diambil dari pasien di Unit Perawatan
Dahlia di rumah sakit dr. Suyoto yang didiagnosa menderita
penyakit Asma Bronkitis Dan Bronkopneumonia.
Tujuan

Tugas khusus ini bertujuan untuk mengkaji profil


pengobatan pasien rawat inap di Rumah Sakit dr.
Suyoto yaitu mengetahui dan mengidentifikasi
adanya Drug Related Problem (DRP).
Tinjauan Pustaka
• Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan sel dan
elemennya, di mana dapat menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas
yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas,dada
terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Gejala tersebut
berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali
bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan (PDPI, 2006).
• Epidemiologi Dan Etiologi Asma Asma bronkial dapat terjadi pada semua umur
namun sering dijumpai pada awal kehidupan. Sekitar setengah dari seluruh kasus
diawali sebelum berumur 10 tahun dan sepertiga bagian lainnya terjadi sebelum
umur 40 tahun. Pada usia anakanak, terdapat perbandingan 2:1 untuk laki-laki
dibandingkan wanita, namun perbandingan ini menjadi sama pada umur 30
tahun. Angka ini dapat berbeda antara satu kota dengan kota yang lain dalam
negara yang sama. Di Indonesia prevalensi asma berkisar antara 5 – 7 %.
( Bradley et al. 2011
Penyebab Asma
• Alergen
• Infeksi saluran pernapasan
• Tekanan jiwa
• Olahraga/kegiatan jasmani yang berat
• Obat-obatan
• Polusi udara
Tanda dan Gejala Asma

• Gejala asma bersifat episodik


berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di
dada. Gejala biasanya timbul atau memburuk
terutama malam atau dini hari (PDPI, 2006)
• Tanda selanjutnya dapat berupa sianosis
sekunder terhadap hipoksia hebat dan gejala-
gejala retensi karbon dioksida berkeringat,
takikardi dan pelebaran tekanan nadi) (Smeltzer
& Bare, 2002).
klasifikasi derajat berat asma berdasarkan
gambaran klinis
Penatalaksanaan Asma
• Infeksi bukan hanya masalah kesehatan utama
di Indonesia saja, melainkan merupakan
penyakit dan masalah kesehatan di berbagai
negara berkembang. Pneumonia adalah salah
satu dari penyakit infeksi saluran pernafasan
bawah akut. Pneumonia merupakan infeksi di
ujung bronkiolus dan alveoli yang dapat
disebabkan oleh berbagai patogen seperti
bakteri, jamur, virus, dan parasit (Jeremy 2007).
• Epidemiologi Bronchopneumonia
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30%. Pada anak-anak di bawah umur 5
tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika, pneumonia menunjukkan
angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun (Bradley et al. 2011).
• Etiologi Bronchopneumonia
Faktor Infeksi.
Pada neonatus: Streptokokus group B, Respiratory Sincytial Virus (RSV). Pada bayi : Virus: Virus
parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, dan RSV. Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis,
Pneumocytis. Bakteri: Streptokokus pneumoni dan Haemofilus
Faktor Non Infeksi.
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi : Bronkopneumonia
hidrokarbon : Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung (zat
hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin). Bronkopneumonia lipoid : Terjadi akibat
pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap
keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan
dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak
yang sedang menangis.
Klasifikasi Bronchopneumonia

• Berdasarkan lokasi lesi di paru yaitu pneumonia lobaris,


pneumonia interstitiali, dan bronchopneumonia
• Berdasarkan asal infeksi yaitu pneumonia yang didapat dari
masyarakat (Community Acquired Pneumonia = CAP) dan
pneumonia yang didapat dari rumah sakit (Hospital-Based
Pneumonia).
• Berdasarkan mikroorganisme penyebab pneumonia bakteri
pneumonia virus pneumonia mikoplasma pneumonia jamur.
Berdasarkan karakteristik penyakit yaitu pneumonia tipikal
pneumonia atipikal.
• Berdasarkan lama penyakit yaitu pneumonia akut dan pneumonia
persisten.
Diagnosis Bronchopneumonia

• Pemeriksaan fisis
• Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan khusus.
Titer antibodi terhadap virus, logionela, dan mikroplasma.
Nilai diagnostik bila titer tinggi atau terdapat kenaikan
titer 4 kali. analisis gas darah dilakukan untuk menilai
tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen (Jeremy 2007).
Penatalaksanaan Bronchopneumonia

• Tata laksana bronchopneumonia terbagi menjadi dua yaitu


tindakan suportif dan medikamentosa (Enarson & Gie
2005). Tindakan suportif seperti pemberian oksigen secara
nasal kanul (nasal prong) untuk mempertahankan saturasi
oksigen >90%. Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat
juga merupakan tindakan suportif. Jika sekret berlebih
dapat diberikan inhalasi dengan normal salin untuk
memperbaiki transport mukosiliar. Tata laksana kedua
yaitu medikamentosa dengan pemberian terapi antibiotik
sesuai dengan pola kuman tersering yaitu Streptococcus
pneumonia dan Haemophilus influenza (PDPI 2003).
TINJAUAN KASUS

• Identitas Pasien
Nama pasien Ny. M
Tanggal lahir 16 Desember 1950
Umur 69 tahun
No. RM 24-40-XX
Jenis kelamin Perempuan
Agama Islam
Pekerjaan Ibu Rumah Tangga
Tanggal masuk 19 Oktober 2019
Riwayat penyakit dahulu Asma
Ketergantungan Tidak ada
Riwayat alergi Alergi obat Cefadroxil
Anamnesa Pasien datang dengan keluhan
sesak.
Diagnosa Asma Bronchitis + BP
(Bronkopneumonia)
Data Subjektif Pasien
Tanggal Data subjektif Pasien
19/10/19 Pernapasan ronchi
19/10/19 Sesak nafas dan batuk
19/10/19 Sesak sudah berkurang, batuk
20/10/19 Batuk, pasien lemes, kurang nafsu makan
21/10/19 Batuk dan sesak berkurang, nyeri BAK
Batuk berkurang, sesak berkurang, Mual dan nyeri
22/10/19
ulu hati
23/10/19 Batuk berdahak
24/10/19 Tiga hari tidak BAB
Data Objektive Pasien

• Tanda-tanda Vital Pasien


    Okt-19
Pemeriks Nilai 19 20 21 22 23 24
aan Norm
al
20.0 06.0 14.0 20.3 10.5 05.3 14.0 07.0 20.3 -
0 0 0 0 3 14.0 0 0 0 0
0

Suhu 36- 36.5 36.5 36.2 36°C 36.2 36.3 37.3 36.5 36.3 36.6 36°C
37,5˚ °C °C °C °C °C °C °C °C °C
C
Tekanan 128/9 115/ 115/ 85/5 123/ 110/ 143/ 137/ 135/ 134/ 131/ 140/
Darah 0 70 75 8 72 80 73 81 78 77 82 80
mmH
g
Nadi 60- 72 82 75 70 80 64 78 81 82 76 82
100
x/me
Hasil Pemeriksaan Laboratorium 19 Oktober 2019

Pemeriksaan Nilai normal 19/10/19 Keterangan

Hemoglobin 11.7 – 15.5 gr/dl 14.0 Normal

Hematokrit 35 – 47 % 39 Normal

Trom bosit 150.000 – 440.000 /uL 190.000 Normal

Leukosit 3.600 – 11.000 12.340 Tinggi


Glukosa < 180 mg/dL 159 Normal

Ureum 5 – 50 mg/dL 33 Normal

CREAP 0.6 – 1.1 mg/dL 0.7 Normal

SGOT 8 – 35 U/L 21 Normal

SGPT 4 – 35 U/L 12 Normal

Natrium 135 – 147 mmol/L 144 Normal

Kalium 3.6 – 5.5 mmol/L 4.2 Normal

Klorida 100 – 110 mmol/L 108 Normal


Profil Pengobatan Pasien
Obat Pasien Dirawat

Lama Pemberian
Nama Obat Rute 20/10/201 21/10/201 22/10/201 23/10/201
24/10/2019
9 9 9 9
06.00 15.00 06.00 06.00 06.00
07.00 17.00 08.00 09.00 10.00
10.00 20.00 09.00 13.00  
RL+Aminophilin IV 12.00   13.00 14.00  
18.00   17.00 17.00  
22.00   21.00 19.00  
    23.00 22.00  
Terapi Obat Yang Diberikan Saat Pasien Pulang

Nama Obat Cara Pemberian Frekuensi Jumlah

Obat racikan Oral 2x1 20 tablet

Azitromicin Oral 1 X 500 mg 15 tablet


Assesment and Plan

• Analisa D RP (Drug Related Problem) dengan PCNE


Telaah Resep
No AspekTelaah Ya Tidak

1. Tepat Pasien √  

2. Tepat Obat √

3. Tepat Dosis √

4. Tepat Frekuensi √

5. Tepat Pemberian √  

6. Duplikasi √

7. Interaksi Obat √

8. Kontraindikasi √

9. Alergi Obat √
Kesesuain Dosis
PEMBAHASAN

• Pada saat masuk pasien dilakukan pemeriksaan secara umum dengan hasil Suhu Tubuh 36°C, Nadi 72 x/menit
Tekanan Darah 115/70. Dari pemetriksaan secara umun hasil tersebut menunjukan masih dalam keadaan
Normal dimana suhu tubuh normalnya 36-37°C, nilai normal denyut nadi 60-100 x/menit, dan nilai normal
Tekanan Darah 128/90 mmHg dinyatakan tekanan darah tinggi jika telah llebih dari 140/90.. Setelah itu
dilakukan pemeriksaan labratorium dengan hasil yaitu Leukosit tinggi yaitu 12.340 (Rujukan 3.600-11.000),
peningkatan leukosit menunjukan adanya adanya infeksi (AY.Sutedjo 2008 : 79).
• Setelah dianalisa dari terapi obat yang diberikan terdapat masalah terkait Drug Related Problem (DRP),
DRP yang terjadi yaitu pasien mengalami batuk berdahak dari tanggal 19-24 Oktober 2019 selama di Rumah sakit
pasien tidak diberikan terapi obat batuk, rekomendasi yang diberikan yaitu pemberian obat batuk berdahak
Ambroksol 30 mg diminum 2-3 kali sehari.
penggunaan aminophyllin bersamaan dengan albuterol dapat mengurangi efek aminophyllin, meningkatkan risiko
hipokalemia yang dapat menyababkan mual, muntah sembelit keram perut, pusing, kelemahan otot dan nyeri
dada, Pasien mengalami mual, nyeri ulu hati dan tidak BAB dalam 3 hari, direkomendasikan untuk menghentikan
terapi dengan Aminophylin (Drugs.com2019).
Methylprednisolon dengan Combivent secara bersamaan dapat menyebabkan hypokalemia. Hypokalemia
mengakibatkan pasien lemes dan kurang nafsu makan, direkomendasikan untuk penggunaan Methylprednisolon
tidak bersamaan. Pemberian kedua obat tersebut sebaiknya dijedah (Drugs.com).
Methylprednisolone dengan Pulmicort secara bersamaan kurang efektif dikarenakan pulmicort akan menurunkan
efek Methylprednisolondengan mempengaruhi enzime hati CYP3A4 hati / usus, direkomendasikan pemberian
Methylprednisolon di stop atau pemberian Methylprednisolon dan Pulmicort dijedah (medscape. 2019).
Pada tanggal 24 Oktober 2019 dilakukan kembali pemeriksaan fisik pada pasien dengan Tekanan Darah
140/80mmHg, suhu 360C, Nadi 82x/menit dan kesimpulan dari pemeriksaan fisik pasien tersebut menunjukan
hasil normal, pasien mengatakan tidak ada keluhan dan pasien sudah bisa diperbolehkan pulang oleh dokter
penanggung jawab.
ASUHAN KEFARMASIAN
• Pemantauan terapi obat pasien
• Melakukan visit ke pasien untuk memastikan obat infuse yang
diberikan benar dan kebutuhan cairan terpenuhi
• Melakukan visite kepasien untuk mengetahui kondisi pasien
sehubungan dengan pemantauan/ pemastian terapi obat pasien.
• Konseling pengobatan pasien
• Sebaiknya pasien menghindari tempat-tempat yang banyak debu
atau asap
• Pasien sebaiknya menggunakan masker
• Hindari minum susu saat mengkonsumsi obat
• Sebaiknya pasien minum obat dari resep dokter tidak minum obat
lain
penutup
– Kesimpulan
• Pasien : Ny. M di diagnosa Asma Bronchitis dan bronkopneumonia
• Adanya DRP (Drug Related Problem) diantaranya yaitu
• Indikasi tidak ada terapi obat : batuk berdahak tidak mendapatkan terapi obat batuk.
• Adanya intraksi aminophyllin dengan combiven dapat menyebabkan hipokalemia, sehingga
pasien mengalami mual dan susah BAB.
• Adanya intraksi mathylprednisollone dengan combiven dapat menyebabkan lemes dan
kurang nafsu makan.
• Terapi methylprednisolon dengan pulmicort bersamaan dapat mengurangi efek
methylprednisolone.
– Saran
• Dibrikan obat batuk Ambroxol.
• Pemberian Aminophyllin distop.
• Pemberian Methyprednisolone dengan Combiven diberi jedah.
• Pemberian Methylprednisolon dengan Pulmicort dijedah atau pemberian
Methylprednisolone di stop.
DAFTAR PUSTAKA

• Bare & Smeltzer.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart (Alih bahasa Agung Waluyo) Edisi 8 vol.3. Jakarta :EGC
• Bradley JS et al. 2011. The Management of Community-Acquired Pneumonia in Infants and Children Older than 3 Months of Age : Clinical Practice
Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases Society of America. Clin Infect Dis. 53 (7): 617-630.
• Drugs.com. 2019. combivent. Jakarta 19 November 2019.
• Drugs.com. 2019. Methylprednisolon. Jakarta 19 November 2019.
• Drugs.com. 2019.aminophylline. Jakarta 19 November 2019.
• Drugs.com.2019. Ambroxol.Jakrta 20 November 2019.
• Ikawati, Zullies. 2010. Cerdas Mengenali Obat. Yogyakarta: Kanisius. Indonesia. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 85.
• Jeremy P.T., 2007, At Glance Sistem Respirasi, Edisi Kedua, Erlangga Medical Series, Jakarta, pp. 76-77.
• Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik
• Kumar, Y. A., Ahmad, A., Kumar, V. R., Mohanta, G. P., dan Manna, K. P., 2012, Pharmacist Interventions and Pharmaceutical Care in an Indoan
Teaching Hospital, International Journal of Advanced Research in Pharmaceutical and Bio Science Vol 2 (3), 392-394.
• Medscape. 2019. Methylprednisolon. Jakarta 19 November 2019.
• Muttaqin,Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Imunologi. Jakarta: Salemba Medika
• Ngastiyah. 2005. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Edisi I. Jakarta: EGC.
• Nicholson, Walter. 2008. Micreconomic Theory. Basic Principle and Extensions. New York: Harcort Brace Colege Publishers
• PDPI. 2006. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Indah Offset Citra Grafika. Jakarta.
• Price, A. Sylvia, Lorraine Mc. Carty Wilson, 2006, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 6, (terjemahan), Peter Anugrah, EGC,
Jakarta
• Republik Indonesia, 2016, Peraturan Meteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit, Jakarta
• Sundaru, Heru, 2007. Kontrol Asma Sebagai Tujuan Pengobatan Asma Masa Kini. Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Disertasi.
• World Health Organization (WHO) 2007. Maternal Mortality in 2005. Geneva : Departement of Reproductive Health and Research WHO

Anda mungkin juga menyukai