Anda di halaman 1dari 89

SEKOLAH HUKUM

KELUARGA INDONESIA
SESI 2
NENG DJUBAEDAH
SPB – GIB – LKIHI FHUI, AHAD, 11 JULI 2021
Alhamdulillah Ya Allah
Ridhailah Kami, Ya Rabb
Kejujuran Seorang Penulis dan
Peneliti adalah Modal
Kesuksesan dan Ridha Allah

This Photo by Unknown Author is licensed under CC BY


PROBLEMATIKA DALAM
LINGKUP HUKUM
PERKAWINAN YANG
SERING TERJADI DALAM
MASYARAKAT SESSI 2
• Perkawinan Beda Agama
• Kedudukan Anak Hasil Perkawinan Beda
Agama menurut Hukum Perkawinan
Islam di Indonesia
• Poligami
• Harta Kekayaan Perkawinan
• Pembagian Harta Bersama dalam
perkawinan Poligami
• Perjanjian Perkawinan
• Hak-hak Isteri dan Anak Pasca
Perceraian
PERKAWINAN
BEDA AGAMA
Al-Maidah ayat 5

Al-Baqarah ayat 221

Al-Mumthahanah ayat 10

DASAR
HUKUM Umar Bin Khattab: Larangan Perkawinan Laki-laki
Islam dengan Perempuan bukan Islam (Ahlul-Kitab)
PERKAWINAN
BEDA AGAMA Pendapat Prof. Hazairin
DI INDONESIA
UU No. 1 Tahun 1974, Pasal 1, Pasl 2 ayat (1)

Fatwa MUI

KHI Pasal 40 huruf c dan Pasal 44.


Dasar Hukum Perkawinan Beda Agama:
Q.s. Al-Maidah Ayat 5
• Terjemah: “Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik.
Makanan (sembelihan) Ahli Kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal
bagi mereka. Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-
perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-
perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang
menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab
sebelum kamu, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk
menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan bukan untuk
menjadikan perempuan piaraan. Barangsiapa kafir setelah beriman,
maka sungguh, sia-sia amal mereka, dan di akhirat dia termasuk orang-
orang yang rugi.”
Garis Hukum Q.s. Al-Maidah Ayat 5
• “Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik.
• Makanan (sembelihan) Ahli Kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi
mereka.
• Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga
kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman dan
• Perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang
yang diberi kitab sebelum kamu,
• apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya, tidak
dengan maksud berzina dan bukan untuk menjadikan perempuan piaraan.
• Barangsiapa kafir setelah beriman, maka sungguh, sia-sia amal mereka, dan di
akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.”
Dasar Hukum Larangan Perkawinan Beda
Agama: Q.s. Al-Mumthahanah Ayat 10
• Terjemah: “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila perempuan-perempuan
mukmin datang berhijrah kepadamu, maka hendaklah kamu uji (keimanan)
mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; jika kamu telah
mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu
kembalikan mereka kepada orang-orang kafir (suami-suami mereka). Mereka
tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal bagi
mereka. Dan berikanlah kepada (suami) mereka mahar yang telah mereka
berikan. Dan tidak ada dosa bagimu menikahi mereka apabila kamu bayar kepada
mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (pernikahan)
dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta kembali mahar
yang telah kamu berikan; dan (jika suaminya tetap kafir) biarkan mereka meminta
kembali mahar yang telah mereka bayar (kepada mantan istrinya yang telah
beriman). Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah
Maha Mengetahui, Mahabijaksana.”
Garis Hukum Q.s. Al-Mumthahanah Ayat 10

• “Wahai orang-orang yang beriman!


• Apabila perempuan-perempuan mukmin datang berhijrah
kepadamu, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka.
• Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka;
• jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman
maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada orang-orang
kafir (suami-suami mereka).
• Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang
kafir itu tidak halal bagi mereka.
• Dan berikanlah kepada (suami) mereka mahar yang telah mereka
berikan.
Garis Hukum Q.s. Al-Mumthahanah Ayat 10

• Dan tidak ada dosa bagimu menikahi mereka apabila kamu


bayar kepada mereka maharnya.
• Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (pernikahan)
dengan perempuan-perempuan kafir;
• dan hendaklah kamu minta kembali mahar yang telah kamu
berikan;
• dan (jika suaminya tetap kafir) biarkan mereka meminta
kembali mahar yang telah mereka bayar (kepada mantan
istrinya yang telah beriman).
• Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu.
Dan Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.”
Dasar Hukum Larangan Perkawinan Orang Islam
dengan Orang Musyrik: Q.s. Al-Baqarah Ayat 221

• Terjemah: “Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik,


sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan
yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun
dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-
laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum
mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman
lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu.
Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke
surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-
ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.”
Garis Hukum Q.s. Al-Baqarah Ayat 221
• “Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka
beriman.
• Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada
perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu.
• Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan
perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman.
• Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-
laki musyrik meskipun dia menarik hatimu.
• Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan
ampunan dengan izin-Nya.
• (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka
mengambil pelajaran.”
Sayyidina Umar Bin
Khaththab Radhiallahu
‘Anhu
Umar Bin Khaththab: Alasan Larangan
Perkawinan Beda Agama
• Untuk kemaslahatan masyarakat muslim (pendidikan agama anak)
• Menutup mudharat untuk kemaslahatan / menghapuskan kemudharatan
dengan kemaslahatan. “Qa’idah Fiqh: Mencegah kemafsadatan lebih
didahulukan (diutamakan) dari pada menarik kemaslahatan.”
• Mengorbankan hak personal untuk tidak memperturutkan hawa nafsunya,
untuk kemaslahatan dan melindungi masyarakat atu demi kemaslahatan
masyarakat Islam itu lebih baik. (h. 326)
• Nash Al-Quran yang membolehkan laki-laki Islam menikahi wanita Ahlul-
Kitab tidak ada hubungannya (tidak tecela) dengan larangan menikahi
Wanita ahlul-kitab.
• Perlindungan terhadap Wanita Muslimah dan Menjaga keturunan beriman
Islam.
Prof. Dr. Hazairin
Prof. Dr. Hazairin: Q.s. Al-Maidah Ayat 5
dihubungkan dengan Q.s. An-Nisa Ayat 25
• “ … kewenangan yang diberikan oleh Q.s. 5:5 itu bukanlah tanpa
syarat, sebab Q.s. 4: 25 menentukan ketentuan-ketentuan
perempuan-perempuan yang akan dikawini itu, yaitu paling pertama
mestilah dikawini atas dasar suka sama suka “perempuan Islam
yang merdeka” (namun) misalnya karena kurang kemampuan
untuk mengawini dan memelihara isteri merdeka yang Islam,
maka mestilah dikawini atas dasar suka sama suka “sahaya
perempuan yang Islam” yang telah ada dalam kekuasaan sendiri
atau dalam kekuasaan orang Islam lainnya, dan jika tidak ada atau
tidak mungkin memperoleh sahaya yang beragama Islam itu maka
barulah ada kebebasan mencari isteri dari kalangan perempuan
merdeka yang beragama Yahudi atau Nasrani.”
Prof. Dr. Hazairin
• Menurut Hazairin:
• “Bagi orang Islam di Indonesia sangat sulitlah untuk
memakai kelonggaran yang diberikan Q.s. 5: 5 itu, sebab
pilihan untuk mengawini perempuan Islam sudah sangat
LUAS bagi seorang laki-laki Islam yang miskin, sebab di
kalangan perempuan Islam itu sendiri sangat banyak yang
miskin pula.”
Prof. Dr. Hazairin
• “Maka jelaslah hendaknya bahwa kelonggaran bagi laki-laki
Islam untuk mengawini perempuan ahlul kitab hanya
dimungkinkan di tempat-tempat di mana penganut agama
Islam baru sangat sedikit, sedangkan di sekitar mereka ramai
dijumpai perempuan-perempuan ahul kitab itu.”
• “Saya ulangi, kebebasan atau kelonggaran (perkawinan) antar-
agama tersebut hanya diperkenankan kepada laki-laki Islam
dan TIDAK DIPERKENANKAN PADA PEREMPUAN ISLAM, yang
hanya boleh kawin dengan laki-laki Islam saja.” (Dalam Sajuti Thalib, Hukum
Kekeluargaan Indonesia, h. 164)
Kesimpulan Tafsiran Prof. Dr. Hazairin atas Q.s. Al-Maidah Ayat
5 dihubungkan dengan Q.s. An-Nisa Ayat 25: Alasan Bertahap
1. Syarat suka sama suka, Perempuan merdeka Islam;
2. Tidak mampu menikahi perempuan merdeka Islam (karena mahar
tinggi), menikahi perempuan sahaya yang ada dalam kekuasaan sendiri
atau kekuasaan orang Islam lainnya.
3. Apabila tidak ada perempuan sahaya, maka kebebasan memilih isteri
dari kalangan ahlul kitab, terbuka.
4. Bagi orang (laki-laki) Islam di Indonesia sulit memakai kelonggaran
yang diberikan Q.s. 5:5.
5. Kelonggaran bagi laki-laki Islam untuk mengawini perempuan ahlul
kitab hanya dimungkinkan di tempat-tempat di mana penganut
agama Islam sangat sedikit baru, sedangkan di sekitar mereka ramai
dijumpai perempuan-perempuan ahlul kitab.
6. Perempuan Islam dilarang menikah dengan laki-laki bukan Islam
FATWA MAJELIS ULAMA
INDONESIA Nomor: 4/MUNAS
VII/MUI/8/2005 Tentang
PERKAWINAN BEDA AGAMA
FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor:
4/MUNAS VII/MUI/8/2005 Tentang PERKAWINAN
BEDA AGAMA
• Pertimbangan / Konsideran MUI:
a. bahwa di tengah-tengah masyarakat telah muncul pemikiran
yang membenarkan perkawinan beda agama dengan
dalih hak asasi manusia dan kemaslahatan;
b. bahwa untuk mewujudkan dan memelihara ketentraman
kehidupan berumah tangga.
Keputusan Fatwa MUI:

• MEMUTUSKAN Menetapkan :
• FATWA TENTANG PERKAWINAN BEDA AGAMA
1. Perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah.
2. Perkawinan laki-laki muslim dengan wanita Ahlu Kitab,
menurut qaul mu’tamad (pendapat yang lebih kuat),
adalah haram dan tidak sah.
• Ditetapkan : Jakarta, Jumadil Akhir 1426 H 28 Juli 2005 M
LARANGAN PERKAWINAN
BEDA AGAMA DALAM
KOMPILASI HUKUM ISLAM
KHI Pasal 40 Huruf c dan Pasal 44
• Pasal 40
• “Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria
dengan seorang wanita karena keadaan tertentu:
a. karena wanita yang bersangkutan masih terikat satu
perkawinan dengan pria lain;
b. seorang wanita yang masih berada dalam masa iddah
dengan pria lain;
c. seorang wanita yang tidak beragama Islam
KHI Pasal 44

• Pasal 44
• “Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan
perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama
Islam.”
UU No. 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan, Pasal 1, Pasal 2 Ayat
(1), Pasal 8 Huruf f:
Terkandung
Larangan Perkawinan Beda Agama
UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan,
Pasal 1, Pasal 2 Ayat (1), Pasal 8
• Pasal 1:
“Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa.”
• Pasal 2 ayat (1):
“Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.”
UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 8:
Larangan Perkawinan
• “Perkawinan dilarang antara dua orang yang:
a. berhubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah ataupun keatas;
b. berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara,
antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara
neneknya;
c. berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri menantu dan ibu/bapak tiri;
d. berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan
bibi/paman susuan;
e. berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri,
dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang;
f. mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku,
dilarang kawin. (➔ BAGI ORANG ISLAM DI INDONESIA DIATUR LARANGAN
PERKAWINAN BEDA AGAMA DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM)
Hubungan Perkawinan Beda Agama dan Maqashid
Syari’ah dan MAQASHID SYARI’AH:
Anak dan Isteri Amanah

Agama

Harta Jiwa

Keturun
an Akal
Q.S. At-Taghabun Ayat 14: Isteri dan Anak
Ada Yang Jadi Musuh (Ujian)
• Q.S 64:14
• Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya nya di
antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh
bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika
kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka
sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Q.S. At-Taghabun Ayat 15: Anak Hanya
Cobaan Bagimu

• Terjemah :
• Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan
(bagimu), dan di sisi Allah pahala yang besar.
Hukum Perkawinan Beda Agama menurut
Hukum Perkawinan Islam di Indonesia
• Berdasarkan:
1. UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Pasal 1, Pasal 2 ayat (1), Pasal 8
huruf ;
2. KHI Pasal 40 huruf c dan Pasal 44
3. FATWA MUI Nomor: 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 TENTANG
PERKAWINAN BEDA AGAMA: memutuskan:
4. Perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah.
5. Perkawinan laki-laki muslim dengan wanita Ahlul Kitab, menurut qaul
mu’tamad (pendapat yang lebih kuat), adalah haram dan tidak sah.
Maka PERKAWINAN BEDA AGAMA adalah TIDAK SAH.
Kedudukan Anak Hasil Perkawinan Beda
Agama menurut Hukum Perkawinan
Islam di Indonesia
Akibat 1. Anak sah 1. Hubungan
Hukum: Nasab
1.Perkawinan dengan Ayah
Sah. dan Ibunya
2. Anak Tidak 2. Hubungan
2. Sah
Perkawinan Nasab
Tidak Sah dengan
Ibunya
Poligami
Asas Monogami Terbuka
dan Syarat Poligami: “Jika
Suami Tidak Dapat
Berlaku Adil”
Hubungan Q.S. An-Nisa Ayat 2 dan Ayat 3

• Menurut Buya Hamka, keizinan laki-laki beristeri lebih dari


seorang sampai dengan empat adalah lanjutan dari ketentuan
Q.s. An-Nisa ayat 2 tentang kewajiban melindungi dan
memelihara Anak Yatim.
• “Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah
dewasa) harta mereka, janganlah kamu menukar yang baik
dengan yang buruk, dan janganlah kamu makan harta
mereka bersama hartamu. Sungguh, (tindakan menukar dan
memakan) itu adalah dosa yang besar.”
Q.s. An-Nisa Ayat 2

• Terjemah: Dan berikanlah kepada anak-anak yatim


(yang sudah dewasa) harta mereka, janganlah kamu
menukar yang baik dengan yang buruk, dan
janganlah kamu makan harta mereka bersama
hartamu. Sungguh, (tindakan menukar dan memakan) itu
adalah dosa yang besar.
Terjemah Q.s. An-Nisa Ayat 3

• “Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil


terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu
menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang
kamu senangi: dua, tiga atau empat.
• Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil,
maka (nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya
perempuan yang kamu miliki.
• Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat
zalim.”
Buya Hamka: Asbabun Nuzul Q.s. An-Nisa
Ayat 3
• Menurut Buya Hamka: Q.s. An-Nisa:3 merupakan lanjutan dari Q.s.
AN-Nisa ayat 2 mengenai “memelihara anak yatim” dan bertemu
dengan keizinan Tuhan bagi suami boleh beristeri lebih dari
seorang.
• Tafsiran Aisyah r.a mengenai asal mula datangnya ayat ini (Q.s. 4”3),
menjawab pertanyaan Urwah bin Zubair, anak Asma saudara
Aisyah, bahwa bagaimana asal mula orang (laki-laki) boleh beristeri
lebih dari seorang sampai dengan maksimal 4 orang isteri dan
hubungannya dengan memelihara harta anak yatim.
Buya Hamka: Asbabun Nuzul Q.s. An-Nisa
Ayat 3
• Aisyah r.a menjawab: “Wahai kemenakanku ayat ini mengenai anak
perempuan yatim yang di dalam penjagaan walinya, yang setelah
bercampur harta anak itu dengan harta walinya. Si Wali tertarik
kepada hartanya dan kepada kecantikan anak yatim itu, maka
bermaksudlah dia hendak menikahi anak asuhannya tetapi dengan
tidak hendak membayar mas-nikahnya secara adil, sebagaimana
pembiayaan mas-nikahnya dengan perempuan lain. Oleh karena
niat yang tidak jujur ini, dilaranglah ia melangsungkan pernikahan
dengan anak itu, kecuali jiak dibayar mas-nikah itu secara adil dan
dan dicapaikannya kepada mas-nikah yang layak menurut
kepatutan (sebagai kepada perempuan lain). ➔ …”
Buya Hamka: Asbabun Nuzul Q.s. An-Nisa
Ayat 3
• “Dan daripada berniat sebagai niatnya yang tidak jujur itu, dia
dianjurkan lebih baik nikah saja dengan perempuan lain,
walaupun sampai dengan empat. (Buya Hamka: Hadis ini
disalin dengan bebas, supaya tepat maknanya dan dapat
difahami).” (Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar)
M. Quraish Shihab: Asbabun Nuzul Q.s.
An-Nisa Ayat 3
• Menurut M. Quraish Shihab, penafsiran terbaik terkait dengan Q.s.
4:3 adalah penafsiran berdasarkan keterangan isteri Nabi saw,
Aisyah r.a. Imam Bukhari, Muslim, Abu Daud serta At-Tarmizi dan
lain-lain meriwayatkan bahwa Urwah bin Zubair bertaya kepada
isteri Nabi saw, Aisyah, tentang ayat ini. Beliau menjawab bahwa ini
berkaitan dengan anak yatim yang berada dalam pemeliharaan
seorang wali, di mana hartanya bergabung dengan harta wali,dan
sang wali senang akan kecantikan dan harta anak yatim, maka dia
hendak menikahinya tanpa memberinya mahar yang sesuai.
M. Quraish Shihab: Asbabun Nuzul Q.s.
An-Nisa Ayat 3
• “Sayyidah Aisyah r.a lalu menjelaskan lebih lanjut setelah
turunnya ayat ini (Q.s.4:3), para sahabat bertanya kepada Nabi
Muhammad saw tentang “perempuan”, maka turunlah firman
Allah swt Q.s. An-Nisa ayat 127. (M.Quraisy Shihab, Tafsir al-Misbah)
Hukum Poligami di Indonesia
UU No. 1
Tahun 1974
Tentang
Pasal 3 ayat (1) dan
Perkawinan
Ayat (2)

Pasal 4 ayat (2): Syarat


Hukum
Alternatif
Poligami
dalam UU Pasal 5 ayat (1): Syarat
Perkawinan Kumulatif

Pasal 65: Terbentuknya


Harta Bersama
KHI:
BAB IX BERISTERI LEBIH SATU ORANG
• Pasal 55
(1) Beristeri lebih satu orang pada waktu bersamaan, terbatas
hanya sampai empat isteri.
(2) Syarat utama beristeri lebih dari seorang, suami harus
mampu berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anaknya.
(3) Apabila syarat utama yang disebut pada ayat (2) tidak
mungkin dipenuhi, suami dilarang beristeri dari seorang.
KHI:
BAB IX BERISTERI LEBIH SATU ORANG
• Pasal 56
(1) Suami yang hendak beristeri lebih dari satu orang harus
mendapat izin dari Pengadilan Agama.
(2) Pengajuan permohonan Izin dimaksud pada ayat (1) dilakukan
menurut pada tata cara sebagaimana diatur dalam Bab VIII
Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975.
(3) Perkawinan yang dilakukan dengan isteri kedua, ketiga atau
keempat tanpa izin dari Pengadilan Agama, tidak mempunyai
kekuatan hukum
KHI:
BAB IX BERISTERI LEBIH SATU ORANG
• Pasal 57
• “Pengadilan Agama hanya memberikan izin kepada seorang
suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila :
a. isteri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai isteri;
b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat
disembuhkan;
c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan
KHI:
BAB IX BERISTERI LEBIH SATU ORANG
• Pasal 58
(1) Selain syarat utama yang disebut pada pasal 55 ayat (2) maka untuk memperoleh izin
pengadilan Agama, harus pula dipenuhi syarat-syarat yang ditentukan pada pasal 5 Undang-
Undang No.1 Tahun 1974 yaitu :
a. adanya pesetujuan isteri;
b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup isteri-isteri dan anak-
anak mereka.
(2) Dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 41 huruf b Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975,
persetujuan isteri atau isteri-isteri dapat diberikan secara tertulis atau dengan lisan, tetapi
sekalipun telah ada persetujuan tertulis, persetujuan ini dipertegas dengan persetujuan
lisan isteri pada sidang Pengadilan Agama.
(3) Persetujuan dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak diperlukan bagi seorang suami apabila isteri
atau isteri-isterinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak
dalam perjanjian atau apabila tidak ada kabar dari isteri atau isteri-isterinya sekurang-
kurangnya 2 tahun atau karena sebab lain yang perlu mendapat penilaian Hakim.
KHI:
BAB IX BERISTERI LEBIH SATU ORANG
• Pasal 59
“Dalam hal istri tidak mau memberikan persetujuan, dan
permohonan izin untuk beristeri lebih dari satu orang
berdasarkan atas salah satu alasan yang diatur dalam pasal 55
ayat (2) dan 57, Pengadilan Agama dapat menetapkan
tentang pemberian izin setelah memeriksa dan mendengar
isteri yang bersangkutan di persidangan Pengadilan Agama,
dan terhadap penetapan ini isteri atau suami dapat
mengajukan banding atau kasasi.”
Perjanjian Perkawinan
Perjanjian Perkawinan dalam UU Perkawinan Pasal
29 juncto Putusan Mahkamah Konstitusi No.
69/PUU-XIII/2015
USULAN PENULIS KETIKA MEMBERI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO.
KETERANGAN SEBAGAI AHLI 27/8/2017 69/PUU-XIII/2015, 27/10/2015

(1) “Pada waktu atau sebelum atau (1) “Pada waktu atau sebelum
selama perkawinan dilangsungkan, dilangsungkan atau selama dalam
kedua pihak atas persetujuan ikatan perkawinan, kedua pihak atas
bersama dapat mengadakan persetujuan bersama dapat mengajukan
perjanjian tertulis yang disahkan perjanjian tertulis yang disahkan oleh
Pegawai Pencatat Perkawinan atau
oleh Pegawai Pencatat Perkawinan,
Notaris, setelah mana isinya berlaku
setelah mana isinya berlaku juga juga terahdap pihak ketiga sepanjang
terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut”.
pihak ketiga tersangkut”.
Perjanjian Perkawinan dalam UU Perkawinan Pasal
29 juncto Putusan Mahkamah Konstitusi No.
69/PUU-XIII/2015
• Pasal 29 ayat (2):
• “Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan
bilamana melanggar batas-batas hukum,
agama, dan kesusilaan.”
Perjanjian Perkawinan dalam UU Perkawinan Pasal
29 juncto Putusan Mahkamah Konstitusi No.
69/PUU-XIII/2015
USULAN PENULIS KETIKA MEMBERI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO.
KETERANGAN SEBAGAI AHLI 27/8/2017 69/PUU-XIII/2015, 27/10/2015

(3) ”Perjanjian tersebut mulai (3) ”Perjanjian tersebut mulai


berlaku sejak perkawinan berlaku sejak perkawinan
dilangsungkan, kecuali ditentukan dilangsungkan, kecuali ditentukan
lain dalam Perjanjian Perkawinan lain dalam Perjanjian Perkawinan
Perjanjian Perkawinan dalam UU Perkawinan Pasal
29 juncto Putusan Mahkamah Konstitusi No.
69/PUU-XIII/2015
USULAN PENULIS KETIKA MEMBERI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
KETERANGAN SEBAGAI AHLI 27/8/2-17 NO. 69/PUU-XIII/2015, 27/10/2015

• “Selama perkawinan berlangsung, • “Selama perkawinan berlangsung,


perjanjian perkawinan mengenai perjanjian perkawinan dapat
harta perkawinan, atau perjanjian mengenai harta perkawinn, atau
lainnya, tidak dapat diubah atau perjanjian lainnya, tidak dapat
dicabut, kecuali bila dari kedua diubah atau dicabut, kecuali bila
belah pihak ada persetujuan untuk dari kedua belah pihak ada
mengubah atau mencabut, dan persetujuan untuk mengubah atau
perubahan atau pencabutan itu mencabut, dan perubahan atau
tidak merugikan pihak ketiga” pencabutan itu tidak merugikan
pihak ketiga”
Perjanjian Perkawinan dalam Kompilasi
Hukum Islam
• BAB VII PERJANJIAN PERKAWINAN
Pasal 45 “Kedua calon mempelai dapat mengadakan perjanjian perkawinan dalam bentuk
1. Taklik talak dan
2. Perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.”
Pasal 46
(1) Isi taklik talak tidak boleh bertentangan dengan hukum Islam.
(2) Apabila keadaan yang diisyaratkan dalam taklik talak betul-betul terjadi kemudian,
tidek dengan sendirinya talak jatuh. Supaya talak sungguh-sungguh jatuh, isteri harus
mengajukan persoalannya ke pengadilan Agama.
(3) Perjanjian taklik talak bukan salah satu yang wajib diadakan pada setiap
perkawinan, akan tetapi sekali taklik talak sudah diperjanjikan tidak dapat
dicabut kembali.
Perjanjian Perkawinan dalam Kompilasi
Hukum Islam
• Pasal 47
(1) Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua calon mempelai
dapat membuat perjanjian tertulis yang disahkan Pegawai Pencatat Nikah
mengenai kedudukan harta dalam perkawinan. (sudah diubah oleh Putusan
MK).
(2) Perjanjian tersebut dalam ayat (1) dapat meliputi percampuran harta
probadi dan pemisahan harta pencaharian masing-masing sepanjang hal
itu tidak bertentangan dengan Islam.
(3) Di samping ketentuan dalam ayat (1) dan (2) di atas, boleh juga isi perjanjian
itu menetapkan kewenangan masing-masing untuk mengadakan ikatan
hipotik atas harta pribadi dan harta bersama atau harta syarikat
Perjanjian Perkawinan dalam Kompilasi
Hukum Islam
• Pasal 48
(1) Apabila dibuat perjanjian perkawinan mengenai pemisah harta
bersama atau harta syarikat, maka perjanjian tersebut tidak
boleh menghilangkan kewajiban suami untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangga.
(2) Apabila dibuat perjanjian perkawinan tidak memenuhi ketentuan
tersebut pada ayat (1) dianggap tetap terjadi pemisahan harta
bersama atau harta syarikat dengan kewajiban suami
menanggung biaya kebutuhan rumah tangga.
Perjanjian Perkawinan dalam Kompilasi
Hukum Islam
• Pasal 49
(1) Perjanjian percampuran harta pribadi dapat meliputi semua
harta, baik yang dibawa masing-masing ke dalam
perkawinan maupun yang diperoleh masing-masing selama
perkawinan.
(2) Dengan tidak mengurangi ketentuan tersebut pada ayat (1)
dapat juga diperjanjikan bahwa percampuran harta pribadi
yang dibawa pada saat perkawinan dilangsungkan, sehingga
percampuran ini tidak meliputi harta pribadi yang diperoleh
selama perkawinan atau sebaliknya.
Perjanjian Perkawinan dalam Kompilasi
Hukum Islam, Pasal 50
• Pasal 50
(1) Perjanjian perkawinan mengenai harta, mengikat kepada para
pihak dan pihak ketiga terhitung mulai tanggal dilangsungkan
perkawinan di hadapan Pegawai Pencatat Nikah
(2) Perjanjian perkawinan mengenai harta dapat dicabut atas persetujuan
bersama suami isteri dan wajib mendaftarkannya di Kantor Pegawai
Pencatat Nikah tempat perkawinan dilangsungkan
(3) …
Perjanjian Perkawinan dalam Kompilasi
Hukum Islam, Pasal 50
(3) sejak pendaftaran tersebut, pencabutan telah mengikat kepada suami
isteri tetapi terhadap pihak ketiga pencabutan baru mengikat sejak
tanggal pendaftaran itu diumumkan suami isteri dalam suatu surat
kabar setempat.
(4) Apaila dalam tempo 6 (enam) bulan pengumuman tidak dilakukan
yang bersangkutan, pendaftaran pencabutan dengan sendirinya
gugur dan tidak mengikat kepada pihak ketiga.
(5) Pencabutan perjanjian perkawinan mengenai harta tidak boleh
merugikan perjanjian yang telah diperbuat sebelumnya dengan
pihak ketiga
Perjanjian Perkawinan dalam Kompilasi
Hukum Islam, Pasal 51, Pasal 52
• Pasal 51: Pelanggaran terhadap Perjanjian Perkawinan
“Pelanggaran atas perjanjian perkawinan memberi hak kepada isteri
untuk meminta pembatalan nikah atau mengajukannya sebagai
alasan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama”.
• Pasal 52: Perjanjian dala Poligami
“Pada saat dilangsungkan perkawinan dengan isteri kedua, ketiga
dan keempat, boleh diperjanjikan mengenai tempat kediaman,
waktu giliran dan biaya rumah tangga bagi isteri yang akan
dinikahinya itu.”
PERATURAN MENTERI AGAMA
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20
TAHUN 2019
TENTANG
PENCATATAN PERNIKAHAN
PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 20 TAHUN 2019 TENTANG PENCATATAN
PERNIKAHAN
• BAB VI PERJANJIAN PERKAWINAN
• Pasal 22
(1) Calon suami dan calon istri atau pasangan suami istri dapat
membuat perjanjian perkawinan pada waktu sebelum, saat
dilangsungkan, atau selama dalam ikatan perkawinan.
(2) Perjanjian perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan di hadapan notaris.
(3) Materi perjanjian perkawinan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak boleh bertentangan dengan hukum Islam
dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.
PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 20 TAHUN 2019 TENTANG PENCATATAN
PERNIKAHAN

• Pasal 23
(1) Pencatatan perjanjian perkawinan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 dicatat oleh Kepala KUA
Kecamatan/PPN LN pada Akta Nikah dan Buku Nikah.
(2) Persyaratan dan tata cara pencatatan perjanjian
perkawinan ditetapkan dengan Keputusan Direktur
Jenderal.
Perjanjian Perkawinan Bagi Orang Islam
di Indonesia
1. Perjanjian perkawinan dilakukan di hadapan notaris.
2. Materi perjanjian perkawinan tidak boleh bertentangan
dengan hukum Islam dan/atau ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3. Pencatatan perjanjian perkawinan dicatat oleh Kepala
KUA Kecamatan/PPN LN pada Akta Nikah dan Buku
Nikah.
METODE PEMBAGIAN HARTA
BERSAMA DALAM POLIGAMI
(NENG DJUBAEDAH)
Harta Kekayaan
Perkawinan
Macam – macam Harta Benda Pekawinan menurut
UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

• Pasal 35
(1) Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi
harta bersama.
(2) Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan
harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai
hadiah atau warisan, wasiat, adalah dibawah penguasaan
masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan.
Macam – macam Harta Benda Pekawinan menurut
UU No, 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

• Pasal 36
(1) Mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat bertindak
atas persetujuan kedua belah pihak.
(2) Mengenai harta bawaan masing-masing, suami dan isteri
mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan
perbuatan hukum mengenai harta bendanya
• Pasal 37 Bila perkawinan putus karena perceraian, harta
bersama diatur menurut hukumnya masing-masing
Pengertian Harta Bersama menurut KHI
Pasal 1 Huruf f
• “Harta kekayaan dalam perkawinan atau Syirkah adalah
harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama
suami-isteri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung
selanjutnya disebut harta bersama, tanpa mempersoalkan
terdaftar atas nama siapapun.”
Kompilasi Hukum Islam
BAB XIII HARTA KEKAYAAN DALAM PERKAWINAN

• Pasal 85
Adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup
kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami atau isteri.
• Pasal 86
(1) Pada dasarnya tidak ada percampuran antara harta suami dan
harta isteri karena perkawinan.
(2) Harta isteri tetap menjadi hak isteri dan dikuasai penuh olehnya,
demikian juga harta suami tetap menjadi hak suami dan dikuasai
penuh olehnya
Kompilasi Hukum Islam
BAB XIII HARTA KEKAYAAN DALAM PERKAWINAN

• Pasal 87
(1) Harta bawaan masing-masing suami dan isteri dan harta
yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan
adalah dibawah penguasaan masing-masing, sepanjang
para pihak tidak menentukan lain dalam perjanjian
perkawinan.
(2) Suami dan isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk
melakukan perbuatan hukum atas harta masing-masing
berupa hibah, hadiah, sodaqah atau lainnya.
Kompilasi Hukum Islam
BAB XIII HARTA KEKAYAAN DALAM PERKAWINAN

• Pasal 89
Suami bertanggung jawab menjaga harta bersama, harta isteri
maupun harta sendiri
• Pasal 90
Isteri turut bertanggung jawab menjaga harta bersama maupun
harta suami yang ada padanya.
Kompilasi Hukum Islam
BAB XIII HARTA KEKAYAAN DALAM PERKAWINAN
• Pasal 91: Bentuk Harta Bersama
(1) Harta bersama sebagaimana tersebut dalam pasal 85 di atas dapat berupa
benda berwujud atau tidak berwujud
(2) Harta bersama yang berwujud dapat meliputi benda tidak bergerak, benda
bergerak dan surat-surat berharga.
(3) Harta bersama yang tidak berwujud dapat berupa hak maupun
kewajiban.
(4) Harta bersama dapat dijadikan sebagai barang jaminan oleh salah satu pihak
atas persetujuan pihak lainnya.
• Pasal 92: “Suami atau isteri tanpa persetujuan pihak lain tidak
diperbolehkan menjual atau memindahkan harta bersama.”
PEMBAGIAN HARTA BERSAMA
PEWARIS (SUAMI) POLIGAMI
Pasal 65 UU Perkawinan
Pasal 190, Pasal 94 – Pasal 97 KHI
NENG DJUBAEDAH: METODE PEMBAGIAN HARTA
BERSAMA PEWARIS (SUAMI) POLIGAMI KE-1: METODE
BAGI RATA (METHOD FOR AVERAGE)

BUDI PADA 2000


AMINAH - BUDI =
MENIKAH LAGI
SUAMI PENCARI MENIKAH PADA 2010 BUDI
DENGAN CANTIK,
NAFKAH SENDIRI: TAHUN 1990, PUNYA MENINGGAL
PUNYA ANAK
ANAK LELAKI DEDI
PEREMPUAN ENDANG

HARTA BERSAMA
CARA PERTAMA: HARTA BERSAMA 1990 DIBAGI 2:
– 2000 = AMINAH DAN • AMINAH = RP.500.000.000,-
METHOD FOR BUDI = • BUDI = RP.500.000.000,- ➔
AVERAGE RP.1.000.000.000,- HARTA WARISAN
NENG DJUBAEDAH: METODE PEMBAGIAN HARTA
BERSAMA PEWARIS (SUAMI) POLIGAMI KE-1: METODE
BAGI RATA (METHOD FOR AVERAGE)

BUDI PADA 2000 MENIKAH


AMINAH - BUDI = MENIKAH
SUAMI PENCARI NAFKAH LAGI DENGAN CANTIK,
PADA TAHUN 1990, PUNYA 2010 BUDI MENINGGAL
SENDIRI: PUNYA ANAK PEREMPUAN
ANAK LELAKI DEDI
ENDANG

HARTA BERSAMA DIBAGI 3: HARTA WARISAN BUDI:


• AMINAH = Perk. I = RP.500.000.000,-
CARA PERTAMA: HARTA BERSAMA 2000 – RP.500.000.000,- perk 2 = RP.500.000.000
2010 = AMINAH - BUDI -
METHOD FOR AVERAGE CANTIK = RP.1.500.000.000,- • CANTIK = RP.500.000.000 Totsl =
• BUDI = RP.500.000.000,- Rp1.00000.000.000,- ➔
➔ HARTA WARISAN HARTA WARISAN
NENG DJUBAEDAH: METPDE PEMBAGIAN HARTA BERSAMA
PEWARIS (SUAMI) POLIGAMI KE-2 METODE RASIO
(PERBANDINGAN) LAMA PERKAWINAN (MARRIAGE LENGTH RATIO
METHOD)

CARA KEDUA:

HARTA BERSAMA 1990 – 2000 = AMINAH DAN BUDI


= RP.1.000.000.000,-

HARTA BERSAMA DIBAGI 2:


• AMINAH = RP.500.000.000,-
• BUDI = RP.500.000.000,- ➔ HARTA WARISAN
NENG DJUBAEDAH: PEMBAGIAN HARTA
BERSAMA PEWARIS (SUAMI) POLIGAMI, METODE
KE-2: METODE RASIO LAMA PERKAWINAN
HARTA YANG DIPEROLEH 2000-
2010 = RP.1.500.000.000 DIBAGI
SEPERTI BERIKUT:
• PERKAWINAN AMINAH – BUDI = 20
HARTA BERSAMA AMINAH – TAHUN
BUDI – CANTIK PADA 2000- • PERKAWINAN BUDI - CANTIK = 10
2010 = RP.1.500.000.000 TAHUN
• PERKAWINAN AMINAH – BUDI = 20
TAHUN BERBANDING PERKAWINAN
BUDI - CANTIK = 10 TAHUN = 20 TAHUN :
10 TAHUN atau 20 : 10 atau 2 : 1
NENG DJUBAEDAH: PEMBAGIAN HARTA
BERSAMA PEWARIS (SUAMI) POLIGAMI : KE-2

HARTA BERSAMA AMINAH = 1/2 X BUDI = 1/2 X


BUDI – AMINAH = 2/3 RP.1.000.000.00 RP.1.000.000.000
X = RP.500.000.000,-
RP.1.500.000.000,- = 0= ➔HARTA
RP.1.000.000.000, RP.500.000.000,- WARISAN
NENG DJUBAEDAH: PEMBAGIAN HARTA
BERSAMA PEWARIS (SUAMI) POLIGAMI : KE-2

HARTA BERSAMA CANTIK = 1/2 X BUDI = 1/2 X


BUDI – CANTIK = 1/3 RP.500.000.000,- RP.500.000.000,- =
X RP.1.500.000.000,- = RP.250.000.000,-
= RP.500.000.000,- RP.250.000.000,- ➔HARTA WARISAN
NENG DJUBAEDAH: PEMBAGIAN HARTA
BERSAMA PEWARIS (SUAMI) POLIGAMI : KE-2

HARTA AMINAH sebagai Bagian Harta Bersama =


RP.500.000.000 + RP.500.000.000 =
RP.1.000.000.000,-

HARTA CANTIK sebagai Bagian Harta


Bersama = RP.250.000.000,-

HARTA WARISAN BUDI = RP.500.000.000,- +


RP.500.000.000 + RP.250.000.000,- = RP.1.250.000.000,-
yang belum dibagikan kepada para Ahli Waris
PERBANDINGAN HASIL AHKIR
HASIL AKHIR: METODE KE-1 HASIL AKHIR: METODE KE-2
• AMINAH (isteri Ke-1) = • AMINAH (isteri Ke-1) =
RP.1.000.000.000,- + RP.1.000.000.000,- + RP.78.125.000
RP.62.500.000 = = RP.1.078.125.000,-
RP.1.062.500.000,- • CANTIK (isteri Ke-2) =
• CANTIK (isteri Ke-2) = RP.250.000.000,- + RP.78.125.000 =
RP.500.000.000,- + RP.62.500.000 • RP.328.125.000,-
=RP.562.500.000
• DEDI = RP.729.166.666
• DEDI = RP.583.333.333,-
• ENDANG = RP.364.583.333,-.
• ENDANG = RP.291.666.666,-
PROF. AHMAD AZHAR BASYIR:
DALAM ISLAM:
PEMBAGIAN HARTA
BERSAMA TERGANTUNG
KEPADA BESARNYA USAHA JADI TIDAK PASTI,
MASING-MASING SUAMI
ISTERI. HARUS SEPERDUA
• JIKA USAHA SUAMI LEBIH BESAR BAGI MASING-MASING
HASILNYA, MAKA BAGIAN SUAMI SUAMI ISTERI
LEBIH BESAR
• JIKA USAHA ISTERI LEBIH BESAR
HASILNYA, MAKA BAGIAN ISTERI
LEBIH BESAR.
PEMBAGIAN HARTA BERSAMA YANG
DIPEROLEH ISTERI-ISTERI SUAMI POLIGAMI
• Pembagian Harta yang diperoleh atas Usaha Isteri selama dalam perkawinan dapat
disebut HARTA BERSAMA.
• Apabila tidak ada perjanjian perkawinan mengenai pemisahan harta Bersama, jika
terjadi cerai mati atau cerai hidup, berdasarkan Pasal 96 an Pasal 97 KHI, masing-
masing suami isteri mendapat separo, sedangkan isteri lain (isteri kedua, ketiga,
keempat) tidak berhak atas harta hasil usaha isteri pertama, dan sebaliknya. Kecuali
diperjanjikan lain oleh para isteri dengan suami mereka.
• Atau disesuaikan dengan kontribusi jasa suami terhadap kesuksesan isteri dalam
mengembangkan usahanya.
• Apabia ada Perjanjian Perkawinan, pembagian harta yang diperoleh isteri sesuai
dengan isi perjanjian perkawinan masing-masing. Karena isteri tidak bekewajiban
mencari nafkah.
• Ingat, Perjanjian Perkawinan dapat “diubah” atau “dicabut” (Pasal 29 ayat (4) UU
Perkawinan jo. Pasal 50 KHI
PEMBAGIAN HARTA BERSAMA YANG DIPEROLEH ISTERI
dalam MASA PERKAWINAN MASING-MASING ISTERI
apabila TIDAK ADA PERJANJIAN PERKAWINAN

HARTA BERSAMA ATAS HARTA BERSAMA ATAS


USAHA ISTERI KE-1: USAHA ISTERI KE-2:
• 1/2 HAK ISTERE KE-1 (sebagai • 1/2 HAK ISTERE KE-2 (sebagai
Bagian Harta Bersama Pasal 96 Bagian Harta Bersama Pasal 96
KHI); KHI);
• 1/2 HAK SUAMI (PEWARIS) ➔ • 1/2 HAK SUAMI (PEWARIS) ➔
HARTA WARISAN SUAMI HARTA WARISAN SUAMI
Hak Isteri dan Anak Pasca
Perceraian
Disampaikan pada Sesie Ketiga,
Ahad,18 Juli 2021
Alhamdulillah Ya Allah
Ridhailah Kami, Ya Rabb
Kejujuran Seorang Penulis dan
Peneliti adalah Modal
Kesuksesan dan Ridha Allah

This Photo by Unknown Author is licensed under CC BY

Anda mungkin juga menyukai