Full
Full
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Matematika
Program Studi Matematika
Oleh:
NIM: 163114009
YOGYAKARTA
2020
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Thesis
By:
YOGYAKARTA
2020
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Tiratana atas
segala berkat dan perlindungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan tepat waktu. Skripsi ini dibuat dengan tujuan memenuhi syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Matematika pada Program Studi Matematika, Fakultas
Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma.
Dalam perjalanan penulisan skripsi ini terdapat banyak pihak yang telah
membantu penulis dalam menghadapi berbagai macam kesulitan. Oleh karena itu
pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Ir. Ig. Aris Dwiatmoko, M.Sc. selaku Dosen Pendamping Akademik
dan sekaligus Dosen Pembimbing yang sangat banyak membantu saya dari
awal proses perkuliahan hingga tugas akhir ini.
2. Bapak Sudi Mungkasi, S.Si., M.Math.Sc., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Sains
dan Teknologi yang telah memberikan banyak ilmu dan pengetahuan kepada
penulis selama proses perkuliahan.
3. Bapak Hartono, S.Si., M.Sc., Ph.D. selaku Ketua Program Studi Matematika
yang telah memberikan banyak ilmu, pengetahuan, dan pengalaman kepada
penulis selama proses perkuliahan.
4. Romo Prof. Dr. Frans Susilo, SK., Ibu M. V. Any Herawati, S.Si., M.Si., dan
Bapak Dr. rer. Nat. Herry P. Suryawan, S.Si., M.Si. selaku dosen-dosen Prodi
Matematika yang telah memberikan banyak ilmu dan pengetahuan kepada
penulis selama proses perkuliahan.
5. Bapak/Ibu/Laboran/Karyawan Fakultas Sains dan Teknolgi yang telah
memberikan waktu dan informasi kepada penulis selama proses perkuliahan.
6. Papa, Mama, Ii, Ahia, Aldi, Destine, dan Carrissa yang selalu percaya,
mendukung, dan banyak membantu penulis.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN iv
ABSTRAK x
ABSTRACT xi
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Batasan Masalah 3
D. Tujuan Penulisan 3
E. Manfaat Penulisan 3
F. Metode Penulisan 3
G. Sistematika Penulisan 3
BAB II DISTRIBUSI PELUANG DAN UJI HIPOTESIS 5
A. Peubah Acak dan Distribusi Peluang 5
B. Karakteristik Distribusi Peluang 15
C. Distribusi Normal 22
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Statistika merupakan salah satu cabang ilmu matematika. Statistika
berhubungan erat dengan data yaitu mencari, mengambil, mengumpulkan,
mengolah, dan menyajikannya, serta menarik kesimpulan terhadap data-data
tersebut. Statistika banyak diterapkan dalam berbagai bidang di kehidupan
sehari-hari, seperti bidang pendidikan, ekonomi, sosial, dan lain-lain.
Sebagian besar konsep statistika sendiri mengasumsikan teori peluang.
Peluang atau yang dikenal juga probabilitas didefinisikan sebagai suatu
ukuran tentang kemungkinan suatu peristiwa yang akan terjadi. Peluang dapat
juga diartikan sebagai sebuah nilai yang menunjukkan kemungkinan suatu
peristiwa yang terjadi diantara banyak peristiwa yang mungkin terjadi.
Di dalam statistika dikenal distribusi peluang yang menunjukkan
besarnya peluang dari setiap hasil yang muncul dalam suatu percobaan acak.
Distribusi peluang dibagi menjadi dua jenis, yaitu distribusi peluang diskret
dan distribusi peluang kontinu. Distribusi Normal yang dikenal juga sebagai
distribusi Gauss merupakan jenis dari distribusi peluang peubah kontinu yang
banyak digunakan dalam analisis statistika. Sejumlah metode analisis dengan
statistika mengasumsikan distribusi datanya Normal, sehingga asumsi ini
perlu diuji kebenarannya. Peubah 𝑋 dikatakan berdistribusi Normal dengan
parameter 𝜇 dan 𝜎 bila fungsi peluangnya adalah
1 𝑥−𝜇 2
1
𝑒 −2 ( )
𝑓(𝑥) = 𝜎 , −∞ < 𝑥 < ∞
√2𝜋𝜎
dimana
𝑒 merupakan konstanta yang nilainya mendekati 2,7183
𝜋 merupakan konstanta yang nilainya mendekati 3,1416
𝜇 merupakan rata-rata populasi
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Ada banyak metode yang dapat digunakan untuk menguji apakah data
berdistribusi Normal atau tidak yang biasa disebut uji Normalitas data.
Beberapa metode yang dapat digunakan yaitu metode Kolmogorov-Smirnov,
Lilliefors, Anderson-Darling, Shapiro-Wilk, dan Skewness-Kurtosis. Metode-
metode tersebut dapat menghasilkan keputusan yang berbeda sehingga perlu
dilakukan peninjauan untuk mengetahui metode mana yang memiliki tingkat
kekuatan uji yang paling baik.
Dalam tugas akhir ini, penulis memilih metode Kolmogorov-Smirnov,
Anderson-Darling, dan Shapiro-Wilk yang akan dibandingkan tingkat
kekuatannya untuk menguji Normalitas data. Data uji untuk berbagai distri-
busi dibangkitkan dengan simulasi Monte Carlo dengan perangkat lunak R.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tingkat kekuatan metode Kolmogorov-Smirnov, Anderson-
Darling, dan Shapiro-Wilk dalam menguji Normalitas data?
2. Bagaimana perbedaan tingkat kekuatan uji Normalitas metode
Kolmogorov-Smirnov, Anderson-Darling, dan Shapiro-Wilk?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
C. Batasan Masalah
1. Dalam skripsi ini akan dibahas mengenai tingkat kekuatan metode
Kolmogorov-Smirnov, Anderson-Darling, dan Shapiro-Wilk dalam
menguji Normalitas data dan dikhususkan untuk satu peubah (univari-
at). Data yang akan digunakan untuk berbagai metode dibangkitkan
dengan simulasi data Monte Carlo dengan menggunakan perangkat
lunak R.
2. Dasar-dasar teori yang dibahas hanya yang berkaitan langsung dengan
topik utama.
D. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui tingkat kekuatan metode Kolmogorov-Smirnov,
Anderson-Darling, dan Shapiro-Wilk dalam menguji Normalitas data.
2. Untuk mengetahui perbedaan tingkat kekuatan uji Normalitas metode
Kolmogorov-Smirnov, Anderson-Darling, dan Shapiro-Wilk.
E. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan skripsi ini adalah mengetahui antara metode
Kolmogorov-Smirnov, Anderson-Darling, dan Shapiro-Wilk yang memiliki
tingkat kekuatan yang paling baik dalam menguji Normalitas data.
F. Metode Penulisan
Metode penulisan skripsi ini adalah studi pustaka, seperti jurnal-jurnal ma-
tematika, buku-buku matematika, serta praktek perangkat lunak R.
G. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
C. Batasan Masalah
D. Tujuan Penulisan
E. Manfaat Penulisan
F. Metode Penulisan
G. Sistematika Penulisan
BAB II DISTRIBUSI PELUANG DAN UJI HIPOTESIS
A. Peubah Acak dan Distribusi Peluang
B. Karakteristik Distribusi Peluang
C. Distribusi Normal
D. Teorema Limit Pusat
E. Statistik Terurut
F. Pengujian Hipotesis
G. Nilai-P
BAB III Normalitas Data
A. Uji Normalitas
B. Metode Uji Normalitas
1. Metode Kolmogorov-Smirnov
2. Metode Anderson-Darling
3. Metode Shapiro-Wilk
C. Simulasi Data Monte Carlo
BAB IV KEKUATAN UJI NORMALITAS METODE KOLMOGOROV-
SMIRNOV, ANDERSON-DARLING, DAN SHAPIRO-WILK
A. Data Simulasi Monte Carlo
B. Hasil Simulasi dan Perbandingan
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
DISTRIBUSI PELUANG DAN UJI HIPOTESIS
X: S R
5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Peubah acak dibagi menjadi dua, yaitu peubah acak diskrit dan peubah acak kon-
tinu.
Contoh 2.1.2
Pada suatu perguruan tinggi didefinisikan 𝑋,𝑌,𝑍 sebagai berikut:
𝑋 jumlah mahasiswa
𝑌 IPK mahasiswa
𝑍 masa studi mahasiswa (tahun)
𝑋 merupakan contoh peubah acak diskrit dan 𝑌,𝑍 merupakan contoh peubah acak
kontinu.
Contoh 2.1.3
Sebuah mata uang logam dilantunkan 3 kali dan peubah acak 𝑋 menyatakan ban-
yaknya muka yang muncul.
Dari data di atas dapat disajikan distribusi peluangnya dalam tiga bentuk, yaitu
tabel, grafik, dan fungsi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel
𝒙 𝒑(𝒙) Keterangan
0 1/8 Peluang tidak muncul muka 𝑥
1 3/8 Peluang muncul 𝑥 satu kali
2 3/8 Peluang muncul 𝑥 dua kali
3 1/8 Peluang muncul 𝑥 tiga kali
Grafik
Selanjutnya dari tabel tersebut dapat dibuat grafik histogram.
3/8 3/8
2/5
P(X)
1/5
1/8 1/8
0
0 1 2 3
X
Fungsi
Selain itu, dapat disajikan dalam bentuk fungsi:
𝑝(𝑥) = 𝐶𝑥3 , 𝑥 = 0,1,2,3
Beberapa contoh dari distribusi peluang diskrit adalah distribusi Bernoulli Bino-
mial, Poisson, Geometrik, dan Seragam Diskrit.
Contoh 2.1.4
Asumsikan sebuah koin logam dilemparkan dua kali sehingga ruang sampelnya
adalah 𝑆 = {𝐾𝐾, 𝐾𝐸, 𝐸𝐾, 𝐸𝐸} dengan 𝐾 dan 𝐸 berturut-turut menotasikan muncul
kepala dan ekor. Misalkan 𝑋 menyatakan banyaknya kepala yang muncul. Untuk
setiap titik sampel kita dapat mengasosiasikan suatu bilangan untuk 𝑋
sebagaimana pada tabel. Dengan mengasumsikan bahwa koin tersebut ideal,
tentukan fungsi probabilitas untuk peubah acak 𝑋 dan tentukan distribusi kumu-
latifnya!
Titik Sampel 𝐾𝐾 𝐾𝐸 𝐸𝐾 𝐸𝐸
𝑥 2 1 1 0
Jawab:
1 1 1 1
𝑃(𝐾𝐾) = ; 𝑃(𝐾𝐸) = ; 𝑃(𝐸𝐾) = ; 𝑃(𝐸𝐸) =
4 4 4 4
maka
1
𝑃(𝑋 = 0) = 𝑃(𝐸𝐸) =
4
1 1 1
𝑃(𝑋 = 1) = 𝑃(𝐾𝐸 ∪ 𝐸𝐾) = 𝑃(𝐾𝐸) + 𝑃(𝐸𝐾) = + =
4 4 2
1
𝑃(𝑋 = 2) = 𝑃(𝐾𝐾) =
4
sehingga diperoleh fungsi probabilitasnya adalah sebagaimana tampak pada tabel
berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
𝑥 0 1 2
𝑝(𝑥) 1/4 ½ 1/4
1
𝐹(0) = 𝑓(0) =
4
1 1 3
𝐹(1) = 𝑓(0) + 𝑓(1) = + =
4 2 4
1 1 1
𝐹(2) = 𝑓(0) + 𝑓(1) + 𝑓(2) = + + = 1
4 2 4
Beberapa contoh dari distribusi peluang kontinu adalah distribusi Normal, Ekspo-
nensial, Gamma, Beta, Seragam, dan Chi-kuadrat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Contoh 2.1.5
1
𝑥2, 0 < 𝑥 < 3
Jika diketahui fungsi densitas 𝑓(𝑥) = {9
0 , 𝑠𝑒𝑙𝑎𝑖𝑛𝑛𝑦𝑎
a. Hitung 𝑃(1 < 𝑋 < 2)
b. Tentukan 𝐹(𝑥)
Jawab:
2
21 𝑥3 8 1 7
a. 𝑃(1 < 𝑋 < 2) = ∫1 9 𝑥 2 𝑑𝑥 = 27| = 27 − 27 = 27
1
b. Untuk 𝑥 < 0
𝑥 𝑥
𝐹(𝑥) = ∫−∞ 𝑓(𝑡) 𝑑𝑡 = ∫−∞ 0 𝑑𝑡 = 0
Untuk 0 ≤ 𝑥 < 3
0 𝑥
𝐹(𝑥) = ∫−∞ 𝑓(𝑡) 𝑑𝑡 + ∫0 𝑓(𝑡) 𝑑𝑡
𝑥 𝑥1
= ∫−∞ 0 𝑑𝑡 + ∫0 9 𝑡 2 𝑑𝑡
1 𝑥 1
= 0 + 27 𝑡 3 | = 27 𝑥 3
0
Untuk 𝑥 ≥ 3
0 3 𝑥
𝐹(𝑥) = ∫−∞ 𝑓(𝑡) 𝑑𝑡 + ∫0 𝑓(𝑡) 𝑑𝑡 + ∫3 𝑓(𝑡) 𝑑𝑡
𝑥 31 𝑥
= ∫−∞ 0 𝑑𝑡 + ∫0 9 𝑡 2 𝑑𝑡 + ∫3 0 𝑑𝑡
1 3
= 0+ 𝑡3 | + 0
27 0
1
= 27 (33 − 03 ) = 1
Sehingga diperoleh
0 ,𝑥 < 0
1
𝐹(𝑥) = { 𝑥 3 ,0 ≤ 𝑥 < 3
27
1 ,𝑥 ≥ 3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
𝑝(𝑥) = ∑ 𝑝(𝑥, 𝑦)
∀𝑦
dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
𝑝(𝑦) = ∑ 𝑝(𝑥, 𝑦)
∀𝑥
Misalkan 𝑋 dan 𝑌 adalah peubah acak kontinu yang memiliki fungsi densitas
gabungan 𝑓(𝑥, 𝑦), maka fungsi densitas marginal 𝑋 dan 𝑌 berturut-turut adalah
∞
𝑓(𝑥) = ∫ 𝑓(𝑥, 𝑦) 𝑑𝑦
−∞
dan
∞
𝑓(𝑦) = ∫ 𝑓(𝑥, 𝑦) 𝑑𝑥
−∞
Jika peubah acak 𝑋 dan 𝑌 merupakan peubah acak kontinu dengan fungsi densitas
gabungan 𝑓(𝑥, 𝑦) dan fungsi densitas marginalnya berturut-turut 𝑓(𝑥) dan 𝑓(𝑦),
maka 𝑋 dan 𝑌 dikatakan peubah acak kontinu saling bebas jika dan hanya jika
𝑓(𝑥, 𝑦) = 𝑓(𝑥)𝑓(𝑦)
Untuk setiap pasangan bilangan real (𝑥, 𝑦).
Contoh 2.1.6
Dua pulpen dipilih secara acak dari sebuah kotak yang memuat tiga pulpen biru, 2
pulpen merah, dan 3 pulpen hijau. Jika 𝑋 adalah banyaknya pulpen biru yang ter-
pilih 𝑌 adalah banyaknya pulpen merah yang terpilih.
a. Tentukan fungsi peluang gabungan 𝑝(𝑥, 𝑦).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
Menggunakan cara yang sama untuk kasus yang lainnya, yang ditampilkan
pada tabel berikut.
𝑥 Total
𝑝(𝑥, 𝑦) 0 1 2 Baris
0 3⁄ 9⁄ 3⁄ 15⁄
28 28 28 28
1 3⁄ 3⁄ 0 3⁄
𝑦 14 14 7
2 1⁄ 0 0 1⁄
28 28
Total Kolom 5⁄ 15⁄ 3⁄ 1
14 28 28
14
2 3 3 3
𝑝(𝑦 = 1) = ∑ 𝑝(𝑥, 1) = + +0=
𝑥=0 14 14 7
dan
5 3 15
𝑝(𝑥 = 0)𝑝(𝑦 = 1) = =
14 7 98
Jelas bahwa
𝑝(0,1) ≠ 𝑝(𝑥 = 0)𝑝(𝑥 = 1)
Hal ini menunjukkan bahwa 𝑋 dn 𝑌 tidak saling bebas.
Contoh 2.1.7
Sebuah bisnis milik pribadi mengoperasikan fasilitas drive-in dan walk-in. Pada
hari yang dipilih secara acak, misalkan 𝑋 dan 𝑌, masing-masing menjadi proporsi
waktu ketika fasilitas drive-in dan walk-in digunakan, dan anggaplah bahwa
fungsi densitas gabungan dari peubah acak ini adalah
2
(2𝑥 + 3𝑦), 0 ≤ 𝑥 ≤ 1, 0 ≤ 𝑦 ≤ 1
𝑓(𝑥, 𝑦) = { 5
0 , 𝑠𝑒𝑙𝑎𝑖𝑛𝑛𝑦𝑎
a. Periksalah kondisi 2 dari Definisi 2.1.9
b. Tentukan apakah peubah acak 𝑋 dan 𝑌 saling bebas.
Jawab:
∞ ∞
a. Kondisi 2, yaitu ∫−∞ ∫−∞ 𝑓(𝑥, 𝑦) 𝑑𝑥 𝑑𝑦 = 1
1 1
2 2 1 1
∫ ∫ (2𝑥 + 3𝑦) 𝑑𝑥 𝑑𝑦 = ∫ (𝑥 2 + 3𝑥𝑦) | 𝑑𝑦
0 0 5 5 0 0
2 1
= ∫ 1 + 3𝑦 𝑑𝑦
5 0
2 3 1
= (𝑦 + 𝑦 2 ) |
5 2 0
2 3
= (1 + ) = 1
5 2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Terbuktilah kondisi 2.
b. Fungsi densitas marginal 𝑋 dam 𝑌 adalah
∞
2 1
𝑓(𝑥) = ∫ 𝑓(𝑥, 𝑦) 𝑑𝑦 = ∫ (2𝑥 + 3𝑦) 𝑑𝑦
−∞ 5 0
2 3 1
= (2𝑥𝑦 + 𝑦 2 ) |
5 2 0
2 3
= (2𝑥 + )
5 2
∞
2 1
𝑓(𝑦) = ∫ 𝑓(𝑥, 𝑦) 𝑑𝑥 = ∫ (2𝑥 + 3𝑦) 𝑑𝑥
−∞ 5 0
2 1
= (𝑥 2 + 3𝑥𝑦) |
5 0
2
= (1 + 3𝑦)
5
2
Jelas bahwa 𝑓(𝑥, 𝑦) = 5 (2𝑥 + 3𝑦)
2 3 2
≠ ( (2𝑥 + )) ( (1 + 3𝑦)) = 𝑓(𝑥)𝑓(𝑦)
5 2 5
Hal ini menunjukkan bahwa 𝑋 dan 𝑌 tidak saling bebas.
16
Teorema 2.2.1
Jika 𝑎 adalah suatu konstanta tak nol, 𝑋 adalah suatu peubah acak maka berlaku
𝐸(𝑎) = 𝑎.
Bukti:
Untuk peubah acak diskrit
Teorema 2.2.2
Jika 𝑎 adalah suatu konstanta tak nol, X adalah suatu peubah acak maka berlaku
𝐸(𝑎𝑋) = 𝑎 𝐸(𝑋).
Bukti:
Untuk peubah acak diskrit
∎
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Teorema 2.2.3
Jika 𝑎 dan 𝑏 adalah suatu konstanta, 𝑋 adalah peubah acak, maka berlaku
𝐸(𝑎 𝑋 ± 𝑏) = 𝑎𝐸(𝑋) ± 𝑏
Bukti:
Untuk peubah acak diskrit
= ∑ 𝑎𝑥 𝑝(𝑥) ± ∑ 𝑏 𝑝(𝑥)
∀𝑥 ∀𝑥
= 𝑎 ∑ 𝑥 𝑝(𝑥) ± 𝑏 ∑ 𝑝(𝑥)
∀𝑥 ∀𝑥
= 𝑎 𝐸(𝑥) ± 𝑏. 1
= 𝑎𝐸(𝑋) ± 𝑏
= 𝑎 𝐸(𝑥) ± 𝑏. 1
= 𝑎𝐸(𝑋) ± 𝑏
∎
Definisi 2.2.2
Misalkan 𝑔(𝑋) adalah fungsi dari suatu peubah acak 𝑋 dengan distribusi peluang
𝑝(𝑥) atau 𝑓(𝑥), maka nilai harapan 𝑔(𝑋) adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
Akar positif dari 𝑉𝑎𝑟(𝑋) disebut dengan standar deviasi, yaitu 𝑠𝑑(𝑥).
Teorema 2.2.4
Jika 𝑎 adalah suatu konstanta tak nol, X adalah suatu peubah acak maka berlaku
𝑉𝑎𝑟(𝑎𝑋) = 𝑎2 𝑉𝑎𝑟(𝑋).
Bukti:
Untuk peubah acak diskrit
2
𝑉𝑎𝑟(𝑎𝑋) = 𝐸((𝑎𝑋)2 ) − (𝐸(𝑎𝑋))
2
= ∑(𝑎𝑥)2 𝑝(𝑥) − ∑(𝑎𝑥 𝑝(𝑥))
∀𝑥 ∀𝑥
2
= 𝑎2 ∑ 𝑥 2 𝑝(𝑥) − 𝑎2 ∑(𝑥 𝑝(𝑥))
∀𝑥 ∀𝑥
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
2
= 𝑎2 (∑ 𝑥 2 𝑝(𝑥) − ∑(𝑥 𝑝(𝑥)) )
∀𝑥 ∀𝑥
2
= 𝑎2 (𝐸(𝑋 2 ) − (𝐸(𝑋)) )
= 𝑎2 𝑉𝑎𝑟(𝑋)
= 𝑎2 𝑉𝑎𝑟(𝑋)
∎
Contoh 2.2.1
Diketahui distribusi peluang sebagai berikut:
𝑥 −1 0 1 2
𝑝(𝑥) 0,4 0,2 0,3 0,1
Tentukan nilai harapan dan variansinya!
Jawab:
𝑋 adalah peubah acak diskrit.
Nilai harapan 𝑋, 𝐸(𝑋) = ∑∀𝑥 𝑥 𝑝(𝑥)
= (−1 . 4) + (0 . 0,2) + (1 . 0,3) + (2 . 0,1)
= (−4) + (0,3) + (0,2)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
= 0,1
2
Variansi 𝑋, 𝑉𝑎𝑟(𝑋) = 𝐸(𝑋 2 ) − (𝐸(𝑋))
𝐸(𝑋 2 ) = ∑ 𝑥 2 𝑝(𝑥)
∀𝑥
Contoh 2.2.2
Diketahui fungsi peluang sebagai berikut:
𝑥
, 0<𝑥<2
𝑓(𝑥) = {2
0, 𝑠𝑒𝑙𝑎𝑖𝑛𝑛𝑦𝑎
Tentukan nilai harapan 𝑋 dan standar deviasinya!
Jawab:
𝑋 adalah peubah acak kontinu.
∞
Nilai harapan 𝑋, 𝐸(𝑋) = ∫−∞ 𝑥 𝑓(𝑥) 𝑑𝑥
2
𝑥
=∫ 𝑥 𝑑𝑥
0 2
2
𝑥2
=∫ 𝑑𝑥
0 2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
2
𝑥3
= |
6 0
8
= −0
6
4
=
3
2
Variansi 𝑋, 𝑉𝑎𝑟(𝑋) = 𝐸(𝑋 2 ) − (𝐸(𝑋))
∞
𝐸(𝑋 2 ) = ∫ 𝑥 2 𝑓(𝑥) 𝑑𝑥
−∞
2
𝑥3
=∫ 𝑑𝑥
0 2
2
𝑥4
= |
8 0
16
= −0
8
=2
sehingga
2
𝑉𝑎𝑟(𝑋) = 𝐸(𝑋 2 ) − (𝐸(𝑋))
4 2
=2−( )
3
18 − 16
=
9
2
=
9
Didapatkan
𝑠𝑑(𝑋) = √𝑉𝑎𝑟(𝑋)
2 √2
=√ =
9 3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
Jadi, nilai harapan dan standar deviasi distribusi peluang di atas berturut–turut
4 √2
adalah 3 dan .
3
C. Distribusi Normal
Distribusi peluang kontinu yang paling populer di bidang statistika adalah distri-
busi Normal. Grafiknya yang berbentuk kurva lonceng disebut kurva Normal
seperti pada Gambar 2.2, yang biasanya menggambarkan pendekatan fenomena-
fenomena yang terjadi di alam, industri, maupun penelitian. Selain itu, kesalahan
dalam pengukuran ilmiah sangat baik apabila didekati dengan distribusi Normal.
Pada 1733, Abraham DeMoivre menurunkan persamaan matematika dari kurva
Normal ini, yang dampaknya memberikan dasar dari ditemukannya teori statistika
induktif. Distribusi Normal sering disebut sebagai distribusi Gaussian, untuk
menghormati Karl Friedrich Gauss, yang juga menurunkan persamaan tersebut
dari studi terhadap galat dalam pengukuran berulang dengan jumlah yang sama.
dimana
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Teorema 2.3.1
Jika 𝑋 berdistribusi Normal dengan parameter 𝜇 dan 𝜎 maka 𝐸(𝑋) = 𝜇 dan
𝑉𝑎𝑟(𝑋) = 𝜎 2 .
Bukti:
Akan dibuktikan 𝐸(𝑋) = 𝜇
∞
1 1 𝑥−𝜇 2
𝐸(𝑋 − 𝜇) = ∫ (𝑥 − 𝜇) 𝑒 −2( 𝜎
)
𝑑𝑥
−∞ √2𝜋𝜎
𝑥−𝜇
misalkan 𝑧 = dan 𝑑𝑥 = 𝜎 𝑑𝑧, sehingga diperoleh
𝜎
∞
1 1 2
𝐸(𝑋 − 𝜇) = ∫ 𝑧 𝑒 −2𝑧 𝑑𝑧
√2𝜋 −∞
1 2
1 ∞
− 𝑧
Kemudian akan dihitung nilai dari ∫ 𝑧 𝑒 2 𝑑𝑧
√2𝜋 −∞
misal 𝑢 = 𝑧 2 dan 𝑑𝑢 = 2𝑧 𝑑𝑧
∞ ∞
1 1 2 1 1 −1 𝑢
∫ 𝑧 𝑒 −2𝑧 𝑑𝑧 = ∫ 𝑒 2 𝑑𝑢
√2𝜋 −∞ √2𝜋 −∞ 2
∞
1 1 1
− 𝑢
= (−2𝑒 2 )|
√2𝜋 2 −∞
1
= (0) = 0
√2𝜋
Dengan demikian,
𝐸(𝑋 − 𝜇) = 0
dan menggunakan Teorema 2.2.3 diperoleh
𝐸(𝑋) = 𝜇
sehingga terbukti pernyataan.
Selanjutnya, akan dibuktikan 𝑉𝑎𝑟(𝑋) = 𝜎 2
2
𝑉𝑎𝑟(𝑋) = 𝐸(𝑋 2 ) − (𝐸(𝑋)) = 𝐸(𝑋 2 ) − 𝜇 2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
sehingga diperoleh
1 2
1 ∞ − 𝑡
𝐸(𝑋 2 ) = ∫ (𝜎𝑡 + 𝜇)2 𝑒 2 𝜎 𝑑𝑡
√2𝜋𝜎 −∞
1 2
1 ∞ − 𝑡
= ∫ (𝜎𝑡 + 𝜇)2 𝑒 2 𝑑𝑡
√2𝜋 −∞
∞ ∞ ∞
1 1 2 1 2 1 2
= {∫ 𝜎 2 𝑡 2 𝑒 −2𝑡 𝑑𝑡 + 2𝜎𝜇 ∫ 𝑡𝑒 −2𝑡 𝑑𝑡 + 𝜇 ∫ 2
𝑒 −2𝑡 𝑑𝑡}
√2𝜋 −∞ −∞ −∞
1 2
∞
Dari pembuktian halaman sebelumnya diketahui ∫−∞ 𝑡𝑒 −2𝑡 𝑑𝑡 = 0.
∞ 1 2
Kemudian, akan diselesaikan bentuk dari ∫−∞ 𝑒 −2𝑡 𝑑𝑡
Didefinisikan
∞ 1 2
𝐼=∫ 𝑒 −2𝑡 𝑑𝑡
−∞
25
1 2 ∞
= 𝜋 [−2𝑒 −2𝑟 ]
0
= 2𝜋
Kemudian diambil akar kuadratnya untuk memperoleh bentuk di atas
∞ 1 2
∫ 𝑒 −2𝑡 𝑑𝑡 = √2𝜋
−∞
Sehingga diperoleh
1 2
1 ∞
𝐸(𝑋 2 ) = {∫ 𝜎 2 𝑡 2 𝑒 −2𝑡 𝑑𝑡 + 0 + 𝜇 2 √2𝜋}
√2𝜋 −∞
1 2
𝜎2 ∞ − 𝑡
= ∫ 𝑡 2 𝑒 2 𝑑𝑡 + 𝜇 2
√2𝜋 −∞
1 2 1 1 2
(−𝑡)2
Misalkan 𝑓(𝑡) = 𝑡 2 𝑒 −2𝑡 dan 𝑓(−𝑡) = (−𝑡)2 𝑒 −2 = 𝑡 2 𝑒 −2 𝑡
Dapat dilihat 𝑓(𝑡) = 𝑓(−𝑡) hal ini menunjukkan 𝑓(𝑡) adalah fungsi genap se-
hingga dapat ditulis
1 2 1 2
∞ − 𝑡 ∞− 𝑡
∫−∞ 𝑡 2 𝑒 2 𝑑𝑡 = 2 ∫0 𝑡 2 𝑒 2 𝑑𝑡 ··············································· (1)
26
1 1 1
= √2 Γ ( ) = √2 √𝜋
2 2 2
Dengan demikian (1) dapat ditulis ulang menjadi
∞ 1 2 1
2∫ 𝑡 2 𝑒 −2𝑡 𝑑𝑡 = 2 (√2 √𝜋) = √2𝜋
0 2
Sehingga diperoleh
1 2
𝜎2 ∞ − 𝑡 𝜎2
𝐸(𝑋 2 ) = ∫ 𝑡 2 𝑒 2 𝑑𝑡 + 𝜇 2 = √2𝜋 √2𝜋 + 𝜇 2 = 𝜎 2 + 𝜇 2
√2𝜋 −∞
Jadi
2
𝑉𝑎𝑟(𝑋) = 𝐸(𝑋 2 ) − (𝐸(𝑋)) = 𝐸(𝑋 2 ) − 𝜇 2
= (𝜎 2 + 𝜇 2 ) − 𝜇 2 = 𝜎 2
Demikian terbuktilah kesimpulan 𝑉𝑎𝑟(𝑋) = 𝜎 2
∎
Definisi 2.3.2
Menentukan nilai fungsi peluang sama dengan menghitung luas area di bawah
kurva atau dapat juga dengan menghitung integral dengan batas bawah 𝑥1 dan ba-
tas atas 𝑥2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
𝑥2 𝑥2
1 1 𝑥−𝜇 2
𝑃(𝑥1 < 𝑋 < 𝑥2 ) = ∫ 𝑓(𝑥) 𝑑𝑥 = ∫ 𝑒 −2( 𝜎
)
𝑑𝑥
𝑥1 √2𝜋𝜎 𝑥1
Gambar 2.4 𝑃(𝑥1 < 𝑋 < 𝑥2 ) untuk kurva Normal yang berbeda mean
dan variansinya
28
tung dengan mudah dan cepat luas di bawah kurva Normal setelah proses trans-
formasi dari peubah acak Normal 𝑋 menjadi peubah acak Normal 𝑍 . Tidak
mungkin untuk membuat tabel yang berlainan untuk setiap nilai 𝜇 dan 𝜎, untuk
itu setiap peubah acak Normal 𝑋 ditransformasikan menjadi peubah acak Normal
𝑍 dengan 𝜇 = 0 dan 𝜎 = 1 . Hal ini dapat dikerjakan dengan transformasi
𝑋−𝜇
𝑍= .
𝜎
dinyatakan dengan 𝑃(𝑥1 < 𝑋 < 𝑥2 ) = 𝑃(𝑧1 < 𝑍 < 𝑧2 ) dan fungsi peluangnya
1 2
1
dirumuskan sebagai berikut: 𝑔(𝑧) = 𝑒 − 2𝑧 .
√2𝜋
Contoh 2.3
Diketahui suatu distribusi Normal dengan 𝜇 = 50 dan 𝜎 = 10. Carilah peluang
nilai 𝑋 yang berada diantara 45 dan 62.
Jawab:
Misal 𝑥1 = 45 dan 𝑥2 = 62
𝑧1=𝑥1 −𝜇
𝜎
𝑧 45−50 −5
1= = =−0,5
10 10
𝑧2=𝑥2 −𝜇
𝜎
𝑧 62−50 −12
2= = =−1,2
10 10
sehingga didapat
𝑃(45 < 𝑋 < 62) = 𝑃(−0,5 < 𝑍 < 1,2)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
E. Statistik Terurut
Banyak fungsi peubah acak yang menarik dalam praktik bergantung pada besaran
relatif dari peubah yang diamati. Misalnya, kita mengamati waktu tersingkat da-
lam perlombaan mobil atau berat badan tikus yang terbesar di antara mereka yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
diberi makan tertentu. Jadi, kita sering mengurutkan peubah acak yang diamati
sesuai dengan besarnya. Peubah terurut yang dihasilkan disebut statistik terurut.
Definisi 2.5
Misalkan 𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑛 menunjukkan peubah acak kontinu saling bebas dengan
fungsi distribusi 𝐹(𝑥) dan fungsi densitas 𝑓(𝑥). Peubah acak teurut 𝑋𝑖 dinotasi-
kan dengan 𝑥(1) , 𝑥(2) , … , 𝑥(𝑛) dimana 𝑥(1) ≤ 𝑥(2) ≤ ⋯ ≤ 𝑥(𝑛) . Dengan
menggunakan notasi ini
𝑥(1) = 𝑚𝑖𝑛(𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑛 )
adalah peubah yang menyatakan nilai minimum peubah acak 𝑋𝑖 dan
𝑥(𝑛) = 𝑚𝑎𝑘𝑠(𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑛 )
adalah peubah maksimum peubah acak 𝑋𝑖 .
F. Distribusi Empiris
Distribusi Empiris akan digunakan dalam pengujian Normalitas data yang akan
dibahas di bab III.
Definisi 2.6
Misalkan peubah acak terurut 𝑋𝑖 dengan 𝑥(1) , 𝑥(2) , … , 𝑥(𝑛) merupakan sampel
terurut dari fungsi distribusi 𝐹(𝑥). Fungsi distribusi Empiris didefinisikan sebagai
0 , 𝑋 < 𝑥(1)
𝑖
𝐹𝑛 (𝑥) = , 𝑥(𝑖) < 𝑋 < 𝑥(𝑖+1)
𝑛
{ 1, 𝑋 > 𝑥(𝑛)
dimana 𝑖 = 1, 2, … , 𝑛 − 1.
Contoh 2.6
Misalkan terdapat 15 data, yaitu 6, 7, 9, 9, 9, 13, 14, 15, 18, 19, 21, 21, 23, 24, 26.
Fungsi distribusi Empirisnya adalah sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
𝒊 𝑿𝒊 𝑭𝒏 (𝒙)
1 6 0,0667
2 7 0,1333
3 9 0,2000
4 9 0,2667
5 9 0,3333
6 13 0,4000
7 14 0,4667
8 15 0,5333
9 18 0,6000
10 19 0,6667
11 21 0,7333
12 21 0,8000
13 23 0,8667
14 24 0,9333
15 26 1
G. Pengujian Hipotesis
Definisi 2.7.1 Hipotesis Statistik
Hipotestis statistik adalah suatu pernyataan yang mungkin benar atau salah,
mengenai satu populasi atau lebih. Hipotesis dinotasikan dengan 𝐻.
Apabila suatu hipotesis statistik ditolak, ini berarti disimpulkan bahwa hipotesis
tersebut salah, sedangkan apabila suatu hipotesis diterima, ini berarti tidak dipu-
nyai bukti yang cukup kuat untuk mempercayai sebaliknya. Karena suatu
hipotesis dapat bernilai benar atau salah, maka disusunlah dua hipotesis yang
komplementer, yaitu hipotesis nol (𝐻0 ) dan hipotesis alternatif (𝐻1 ).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Untuk menentukan hipotesis mana yang akan dijadikan hipotesis nol, maka
perbedaan yang hakiki antara peranan dan maksud dari hipotesis nol dan hipotesis
alternatif harus benar-benar diketahui dengan jelas.
Contoh 2.7.1
Seorang produsen sereal mengklaim bahwa kadar lemak jenuh rata-rata tidak
melebihi 1,5 miligram per sajian, maka hipotesis nol dan alternatif untuk menguji
klaim tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
𝐻0 : 𝜇 = 1,5
𝐻1 : 𝜇 > 1,5
33
𝐻1 : 𝜇 ≠ 𝜇0
b. 𝐻0 : 𝜇 = 𝜇0
𝐻1 : 𝜇 > 𝜇0
c. 𝐻0 : 𝜇 = 𝜇0
𝐻1 : 𝜇 < 𝜇0
34
Contoh 2.7.2
Sampel acak dari 100 kematian yang tercatat di Amerika Serikat selama tahun la-
lu menunjukkan rentang hidup rata-rata 71,8 tahun. Dengan asumsi standar devi-
asi populasi 8,9 tahun, apakah ini menunjukkan bahwa rentang usia rata-rata saat
ini lebih besar dari 70 tahun? Gunakan tingkat signifikansi 0,05.
Jawab:
1. 𝐻0 : 𝜇 = 70
𝐻1 : 𝜇 > 70
2. 𝛼 = 0,05
𝑥̅ −𝜇0
3. Statistik uji , 𝑧 = 𝜎
⁄ 𝑛
√
35
5. Perhitungan
𝑥̅ −𝜇0 71,8−70
𝑥̅ = 71,8, 𝜎 = 8,9, 𝑧 = 𝜎 = 8,9 = 2,02
⁄ 𝑛 ⁄
√ √100
6. Kesimpulan: 𝑍 = 2,02 > 1,64 𝐻0 ditolak. Jadi, hal ini menunjukkan rentang
usia rata-rata saat ini lebih besar dari 70 tahun.
Jika 𝛼 adalah peluang terjadinya kesalahan tipe I dan 𝛽 adalah peluang terjadinya
kesalahan tipe II, maka
𝛼 = 𝑃(𝑘𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑡𝑖𝑝𝑒 𝐼)
= 𝑃(𝑚𝑒𝑛𝑜𝑙𝑎𝑘 𝐻0 | 𝐻0 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟)
𝛽 = 𝑃(𝑘𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑡𝑖𝑝𝑒 𝐼𝐼)
= 𝑃(𝑚𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎 𝐻0 | 𝐻0 𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ)
Peluang kesalahan tipe I atau 𝜶 disebut juga taraf nyata atau tingkat signifikan-
si dari uji hipotesis. Nilai 𝟏 − 𝜷 disebut kuasa pengujian (power of test) yaitu
peluang menerima hipotesis alternatif jika hipotesis alternatif tersebut
sesungguhnya bernilai benar.
Jadi, 𝑘𝑢𝑎𝑠𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑗𝑖𝑎𝑛 = 1 − 𝛽 = 𝑃(𝑚𝑒𝑛𝑜𝑙𝑎𝑘 𝐻0 | 𝐻0 𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ)
= 𝑃(𝑚𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎 𝐻1 | 𝐻1 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
Untuk lebih memperjelas, berikut ini disajikan tabel yang menyatakan hubungan
antara tindakan-tindakan yang diambil akibat pengujian hipotesis dengan keadaan
kebenaran hipotesis, serta peluang-peluang terjadinya:
Kesimpulan Kenyataan
𝑯𝟎 benar 𝑯𝟎 salah
(𝑯𝟏 salah) (𝑯𝟏 benar)
Terima 𝑯𝟎 Keputusan benar Kesalahan tipe II
(1 − 𝛼) (𝛽)
Tolak 𝑯𝟎 Kesalahan tipe I Keputusan benar
(𝛼) (1 − 𝛽)
Hubungan penting antara 𝛼 dan 𝛽 adalah sebagai berikut: usaha untuk mengecil-
kan peluang timbulnya salah satu jenis kesalahan dengan mengubah kriteria da-
lam uji hipotesis statistik akan diiringi dengan membesarnya nilai peluang kesala-
han tipe yang lain. Untuk memperkecil 𝛼 dan 𝛽 dipunyai suatu pilihan berupa
memperbesar ukuran sampel atau memperluas wilayah penerimaan.
37
dengan nilai yang relatif kecil sebab resiko terjadinya kesalahan tipe I dipandang
lebih serius dibanding kesalahan tipe II.
Nilai 𝛽 biasanya sangat sulit ditentukan karena distribusi hipotesis alternatif tidak
diketahui. Hipotesis alternatif biasanya bukan merupakan hipotesis sederhana
tetapi merupakan hipotesis majemuk sehingga hipotesis alternatif tersebut ter-
susun dari sekumpulan hipotesis.
H. Nilai-P (P-Value)
Pemilihan awal tingkat signifikansi 𝛼 berakar pada filosofi bahwa resiko maksi-
mum membuat kesalahan tipe I harus dikendalikan. Namun pendekatan ini tidak
memperhitungkan nilai statistik uji yang “dekat” dengan wilayah kiritis. Misalkan
dalam ilustrasi dengan 𝐻0 : 𝜇 = 10 dan 𝐻1 : 𝜇 ≠ 10 , nilai 𝑧 = 1,87 diamati,
sebenarnya dengan 𝛼 = 0,05 nilainya tidak signifikan. Tetapi resiko melakukan
kesalahan tipe I, jika seorang menolak 𝐻0 dalam kasus tersebut tidak bisa diang-
gap parah.
Peluang untuk menolak 𝐻0 atau mendapatkan nilai z lebih kecil dari −1,87 atau
lebih besar dari 1,87 dengan 𝜇 = 10 adalah 𝑃 = 𝑃(−1,87 < 𝑍 < 1,87) =
0,0614. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 2.8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
Meskipun bukti menolak 𝐻0 ini tidak sekuat yang dihasilkan dari penolakan pada
tingkat 𝛼 = 0,05, informasi ini penting bagi peneliti. Bahwasanya menggunakan
𝛼 = 0,05 atau 𝛼 = 0,01 hanya merupakan hasil dari standar apa yang diturunkan
dari generasi ke generasi. Pendekatan nilai-P telah diadopsi secara luas oleh
pengguna statistika terapan. Pendekatan ini dirancang untuk memberikan
pengguna sebuah alternatif (dalam peluang) untuk membuat kesimpulan “tolak”
atau “jangan tolak”.
Saat ini menarik untuk merangkum prosedur yang terkait dengan pengujian,
katakanlah, menguji 𝐻0 : 𝜇 = 𝜇0 . Namun, harus dipahami bahwa ada perbedaan
dalam pendekatan dan filosofi antara pendekatan klasik 𝛼 yang diakhiri dengan
kesimpulan "menolak 𝐻0 " atau "jangan menolak 𝐻0 " dan pendekatan nilai-P.
Pada yang terakhir, tidak ada 𝛼 tetap yang ditentukan dan kesimpulan diambil
berdasarkan ukuran nilai-P selaras dengan penilaian subyektif dari insinyur atau
ilmuwan. Sementara perangkat lunak komputer modern akan menghasilkan nilai-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
Contoh 2.8
Dengan menggunakan soal pada Contoh 2.7.2, berikut langkah -langkah pen-
gujian hipotesis dengan pendekatan dengan nilai-P
1. 𝐻0 : 𝜇 = 70
𝐻1 : 𝜇 > 70
𝑥̅ −𝜇0
2. Statistik uji , 𝑧 = 𝜎
⁄ 𝑛
√
3. Perhitungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
𝑥̅ −𝜇0 71,8−70
𝑥̅ = 71,8, 𝜎 = 8,9, 𝑧 = 𝜎 = 8,9 = 2,02
⁄ 𝑛 ⁄
√ √100
Nilai-P yang sesuai dengan 𝑧 = 2,02 diberikan oleh luas wilayah yang diarsir
pada Gambar 2.9. Peluang untuk menolak 𝐻0 atau mendapatkan nilai z lebih
besar dari 2,02 atau dengan 𝜇 = 70 adalah 𝑃 = 𝑃(𝑍 > 2,02) = 0,0217.
BAB III
NORMALITAS DATA
A. Uji Normalitas
Distribusi Normal yang dikenal juga sebagai distribusi Gauss merupakan jenis
dari distribusi peluang yang banyak digunakan dalam analisis statistika. Banyak
pekerjaan telah dilakukan untuk menyelidiki perilaku dan sifat-sifat distribusi
Normal karena banyak metode statistik parametrik dirumuskan menggunakan
asumsi yang mendasari bahwa data yang dikumpulkan berasal dari distribusi
Normal. Kebutuhan untuk menentukan Normalitas telah menghasilkan banyak tes
yang dikembangkan selama bertahun-tahun untuk menguji apakah sampel
pengamatan dapat dimodelkan oleh distribusi Normal. Asumsi normal diperlukan
untuk banyak uji statistik yang memiliki implikasi atau relevansi dan tidak hanya
pada bidang statistik tetapi di banyak disiplin ilmu, seperti ilmu fisika, psikologi,
teknik, ilmu sosial dan banyak bidang studi lainnya.
Sejumlah metode analisis dengan statistika mengasumsikan distribusi datanya
Normal, sehingga asumsi ini perlu diuji kebenarannya atau yang dikenal dengan
uji Normalitas. Berbagai rumus statistik inferensial yang digunakan untuk
menguji hipotesis peneltian mendasarkan pada asumsi data yang bersangkutan
memenuhi ciri distribusi Normal. Dengan kata lain, keadaan data berdistribusi
Normal merupakan sebuah persyaratan yang harus terpenuhi. Sebuah data yang
tidak berdistribusi Normal, sebagai konsekuensinya, tidak dapat digarap dengan
rumus statistik tersebut. Sehingga, sebelum menggunakan metode statistika
tertentu, Normalitas distribusi suatu data haruslah sudah dipenuhi. Kepastian
terpenuhinya syarat Normalitas akan menjamin dapat dipertanggungjawabkannya
langkah-langkah analisis statistik selanjutnya sehingga kesimpulan yang diambil
juga dapat dipertangungjawabkan.
41
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
1. Metode Kolmogorov-Smirnov
43
Uji semacam itu disebut uji non parametrik atau distribusi bebas. Mungkin uji
yang paling banyak digunakan adalah uji Chi-Kuadrat (Massey, 1951).
44
Jarak maksimum 𝐹𝑛 (𝑥) dan 𝐹0 (𝑥) yang dinotasikan 𝐷 menjadi kriteria apakah
𝐹0 (𝑥) dapat didekati dengan 𝐹𝑛 (𝑥) berdasarkan tingkat toleransi 𝛼. Ilustrasi 𝐷
dapat dilihat pada Gambar 3.1 yang listing programnya dapat dilihat pada
Lampiran 2.
45
Contoh 3.1
Berdasarkan data usia lansia pada suatu Panti Jompo yang diambil secara acak,
didapatkan data sebagai berikut:
46
6 80 16 76 26 64
7 75 17 78 27 77
8 76 18 67 28 68
9 62 19 77 29 73
10 78 20 77 30 71
Selidikilah apakah data usia lansia tersebut berdistribusi Normal atau tidak
dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov pada tingkat signifikansi
𝛼 = 5%!
Jawab:
Soal ini akan dikerjakan dengan dua cara, yaitu cara pertama secara teoritis
dan cara kedua dengan perangkat lunak R.
Langkah-langkah pengujian:
a. Hipotesis
𝐻0 : data berdistribusi Normal
𝐻1 : data tidak berdistribusi Normal
b. Telah ditetapkan bahwa tingkat signifikansi yang digunakan adalah 5%,
𝛼 = 0,05.
c. Statistik uji
Statistik uji Kolmogorov-Smirnov didefinisikan dengan
𝐷 = 𝑚𝑎𝑥|𝐹𝑛 (𝑥𝑖 ) − 𝐹0 (𝑥𝑖 )|, 𝑖 = 1,2, … , 𝑛
d. Wilayah kritis
𝐻0 ditolak, jika 𝐷 ≥ 𝐷 − 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙. Dengan tabel kuantil statistik
Kolmogorov-Smirnov diperoleh 𝐷 − 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 0,242 untuk nilai 𝛼 = 0,05
dan 𝑛 = 30.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
f. Kesimpulan
Tampak bahwa 𝐷 = 0,1198 < 𝐷 − 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 0,242 yang berarti statistik
uji 𝐷 tidak berada daerah kritis, jadi 𝐻0 diterima. Sehingga diperoleh
kesimpulan bahwa dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov data
usia lansia di atas berdistribusi Normal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
2. Metode Anderson-Darling
Metode uji Anderson-Darling merupakan modifikasi dari uji Cramer-
von Mises (Razali & Wah, 2011). Metode Anderson-Darling dikemukakan
oleh Theodore Wilbur Anderson, Jr. dan Donald A. Darling pada tahun 1952.
Uji Anderson-Darling adalah uji kecocokan/kesesuaian umum yang menguji
apakah sampel berasal dari distribusi yang ditentukan. Metode ini menguji
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
hipotesis bahwa sampel telah diambil dari populasi dengan fungsi distribusi
kontinu 𝐹(𝑥) yang ditentukan (Melbourne, 2014).
dimana 𝜓(𝑢) adalah beberapa fungsi bobot tak negatif dan dapat dihitung
1
dengan 𝜓(𝑢) = 𝑢(1−𝑢).
dengan
𝑢𝑗 = 𝐹(𝑥(𝑗) ).
50
dengan
𝑢𝑗 = 𝐹(𝑥(𝑗) )
d. Menentukan wilayah kritis
Selanjutnya, nilai statisitik 𝑊𝑛2 dibandingkan dengan nilai kritis asimtotik
pada tabel kuantil statistik Anderson-Darling pada tingkat signifikan 𝛼.
𝐻0 diterima, jika nilai 𝑊𝑛2 ≤ 𝑊𝑛2 − 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 yang berarti distribusi data
sampel yang teramati memiliki distribusi yang sama dengan distribusi
teoritis yang dimaksud. Sebaliknya, 𝐻0 ditolak, jika
𝑊𝑛2 > 𝑊𝑛2 − 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 yang berarti distribusi data sampel tidak sesuai dengan
distribusi teoritis. Distribusi teoritis yang dimaksud dalam uji Normalitas
adalah distribusi Normal.
e. Melakukan perhitungan statistik uji
f. Membuat kesimpulan
51
Contoh 3.2
Berdasarkan data usia lansia pada suatu Panti Jompo yang diambil secara acak,
didapatkan data sebagai berikut:
Selidikilah apakah data usia lansia tersebut berdistribusi Normal atau tidak
dengan menggunakan uji Anderson-Darling pada tingkat signifikansi 𝛼 = 5%!
Jawab:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Soal ini akan dikerjakan dengan dua cara, yaitu cara pertama secara teoritis
dan cara kedua dengan perangkat lunak R.
Langkah-langkah pengujian:
a. Hipotesis
𝐻0 : data berdistribusi Normal
𝐻1 : data tidak berdistribusi Normal
b. Telah ditetapkan bahwa tingkat signifikansi yang digunakan adalah 5%,
𝛼 = 0,05.
c. Statistik uji
Statistik uji Anderson-Darling didefinisikan dengan
1 𝑛
𝑊𝑛2 = − 𝑛 − ∑ (2𝑗 − 1)[𝑙𝑛 𝑢𝑗 + 𝑙𝑛(1 − 𝑢𝑛−𝑗+1 )]
𝑛 𝑗=1
dengan
𝑢𝑖 = 𝐹(𝑥(𝑖) )
d. Wilayah kritis
𝐻0 ditolak, jika 𝑊𝑛2 > 𝑊𝑛2 − 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 . Dengan tabel kuantil statistik
Anderson-Darling diperoleh 𝑊𝑛2 − 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 2,492 untuk nilai 𝛼 = 0,05.
e. Perhitungan statistik uji
Pertama, hitung nilai 𝑢𝑗 dan 𝑢𝑛−𝑗+1 terlebih dahulu
𝒋 𝟐𝒋 − 𝟏 𝑿𝒋 ̅
𝑿 𝒖𝒋 𝒖𝒏−𝒋+𝟏
1 1 61 71,3333 0,0427 0,9251
2 3 62 71,3333 0,0606 0,9251
3 5 62 71,3333 0,0606 0,9251
4 7 64 71,3333 0,1112 0,8665
5 9 64 71,3333 0,1112 0,8665
6 11 64 71,3333 0,1112 0,8264
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
54
𝒍𝒏(𝒖𝒋 ) + (𝟐𝒋 − 𝟏)
𝒍𝒏(𝒖𝒋 ) 𝒍𝒏(𝒖𝒏−𝒋+𝟏 ) 𝒍𝒏(𝒖𝒏−𝒋+𝟏 ) [𝒍𝒏 𝒖𝒋 + 𝒍𝒏(𝟏 − 𝒖𝒏−𝒋+𝟏 )]
-3,1536 -2,5916 -5,7452 -5,7452
-2,8035 -2,5916 -5,3951 -16,1852
-2,8035 -2,5916 -5,3951 -26,9753
-2,1964 -2,0137 -4,2101 -29,4706
-2,1964 -2,0137 -4,2101 -37,8907
-2,1964 -1,7510 -3,9474 -43,4217
-1,9180 -1,7510 -3,6690 -47,6971
-1,9180 -1,7510 -3,6690 -55,0351
-1,4448 -1,5246 -2,9694 -50,4799
-1,2337 -1,5246 -2,7584 -52,4093
-1,0547 -1,3060 -2,3607 -49,5746
-1,0547 -1,1087 -2,1634 -49,7571
-0,7421 -1,1087 -1,8508 -46,2697
-0,7421 -0,9424 -1,6845 -45,4816
-0,7421 -0,7848 -1,5270 -44,2816
-0,6092 -0,6465 -1,2556 -38,9245
-0,4938 -0,6465 -1,1403 -37,6286
-0,4005 -0,6465 -1,0469 -36,6426
-0,4005 -0,4282 -0,8286 -30,6600
-0,3159 -0,4282 -0,7441 -29,0205
-0,2455 -0,3442 -0,5897 -24,1777
-0,2455 -0,2689 -0,5144 -22,1210
-0,1907 -0,1589 -0,3496 -15,7300
-0,1907 -0,1589 -0,3496 -16,4291
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
56
e. Perhitungan
Hasil pengujian data pada R diperoleh nilai nilai 𝑊𝑛2 = 0,57589 dan
𝑝 − 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 = 0,1228. Dapat dilihat hasil pengerjaan pada Lampiran 5.
Perhatikan bahwa nilai 𝑊𝑛2 yang diperoleh ini berdekatan dengan
perhitungan pada tabel di atas. Perbedaan disebabkan masalah dalam
pembulatan komputasi.
f. Kesimpulan
𝑝 − 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 = 0,1228 > 𝛼 = 0,05 berarti 𝐻0 diterima. Sehingga diperoleh
kesimpulan data usia lansia di atas adalah berdistribusi Normal.
Kesimpulan ini tidak berbeda dengan pengujian sebelumnya.
3. Metode Shapiro-Wilk
Metode Shapiro-Wilk dikemukakan oleh Samuel Stanford Shapiro dan
Martin Wilk pada tahun 1965. Penelitian awal metode ini dimulai, sebagian,
dalam upaya untuk merangkum secara formal indikasi tertentu dari plot
peluang. Metode ini muncul sebagai alternatif prosedur statistik untuk
menguji sampel lengkap untuk Normalitas. Statistik uji diperoleh dengan
membagi kuadrat dari kombinasi linear yang sesuai dari sampel statistik
terurut dengan estimasi variansi simetris yag biasa (Shapiro & Wilk, 1965).
Metode ini awalnya terbatas untuk ukuran sampel yang kurang dari 50 (Razali
and Wah, 2011). Metode ini menguji bahwa hipotesis null (𝐻0 ) berasal dari
distribusi Normal yang tidak bergantung pada nilai rata-rata dan variansi.
Misalkan 𝑚′ = (𝑚1 , 𝑚2 , … , 𝑚𝑛 ) menunjukkan vektor dari nilai
harapan terhadap statistik terurut Normal standar dan 𝑉 = (𝑣𝑖𝑗 ) adalah
matriks kovarians yang sesuai. Diberikan 𝑛 sampel acak terurut 𝑦1 ≤ 𝑦2 ≤
⋯ ≤ 𝑦𝑛 dari distribusi Normal dengan mean 0 dan variansi 1, maka
𝐸(𝑦)𝑖 = 𝑚𝑖 (𝑖 = 1,2, … , 𝑛),
𝑐𝑜𝑣(𝑦𝑖 , 𝑦𝑗 ) = 𝑣𝑖𝑗 (𝑖 = 1,2, … , 𝑛),
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Jelas bahwa jika {𝑥𝑖 } adalah sampel Normal maka uji dapat dinyatakan
sebagai 𝑥𝑖 = 𝜇 + 𝜎 𝑦𝑖 (𝑖 = 1, 2, … , 𝑛). Ini mengikuti dari teorema kuadrat
terkecil yang digeneralisasi (Aitken dan Lloyd dalam Shapiro & Wilk, 1965)
bahwa estimasi linear tak bias terbaik dari 𝜇 dan 𝜎 adalah jumlah yang
meminimalkan bentuk kuadrat (𝑥 − 𝜇1 − 𝜎𝑚)′ 𝑉 −1 (𝑥 − 𝜇1 − 𝜎𝑚), dimana
1′ = (1, 1, … , 1). Penduga ini berturut-turut adalah
dan
1 𝑛
𝜇̂ = ∑ 𝑋𝑖 = 𝑋̅
𝑛 𝑖=1
dan
𝑚′𝑉 −1 𝑥
𝜎̂ = .
𝑚′𝑉 −1 𝑚
58
𝑅 4 𝜎̂ 2 𝑏 2 (𝑎′𝑥)2 (∑𝑛𝑖=1 𝑎𝑖 𝑋𝑖 )2
𝑊= = = = ,
𝐶2𝑆2 𝑆2 𝑆2 ∑𝑛𝑖=1(𝑋𝑖 − 𝑋̅)2
dimana 𝑅 2 = 𝑚′ 𝑉 −1 𝑚
𝐶 2 = 𝑚′𝑉 −1 𝑉 −1 𝑚
′
𝑚′𝑉 −1
𝑎 = (𝑎1 , 𝑎2 , … , 𝑎𝑛 ) =
(𝑚′𝑉 −1 𝑉 −1 𝑚)1/2
𝑅2 𝜎
̂
dan 𝑏= .
𝐶
59
𝑘
𝑏=∑ 𝑎𝑛−𝑖+1 (𝑋𝑛−𝑖+1 − 𝑋𝑖 ),
𝑖=1
dimana nilai dari koefisien 𝑎𝑛−𝑖+1 diberikan oleh Shapiro & Wilk pada
Lampiran 6.
dimana nilai dari 𝑥(𝑘+1) merupakn sampel median dan tidak masuk dalam
perhitungan 𝑏.
𝑏2
d. Menghitung 𝑊 = 𝑆2
e. 1, 2, 5, 10, 50, 90, 95, 98 dan 99% poin dari distribusi 𝑊 diberikan pada
Tabel 2. Nilai-nilai kecil 𝑊 adalah signifikan, yaitu menunjukkan
ketidaknormalan.
f. Tingkat signifikansi yang lebih tepat dapat dikaitkan dengan nilai 𝑊 yang
diamati dengan menggunakan pendekatan yang dirinci dalam Shapiro &
Wilk (1965a).
60
𝑘
𝑏=∑ 𝑎𝑛−𝑖+1 (𝑋𝑛−𝑖+1 − 𝑋𝑖 ),
𝑖=1
Menurut Razali & Wah (2011), metode ini dimodifikasi oleh Royston
pada tahun 1982 untuk memperluas ukuran sampel hingga 200 sampel dan
kemudian algoritma AS181 disediakan. Setelah itu, Royston mengamati
bahwa pendekatan untuk bobot 𝑎 pada statistik uji Shapiro-Wilk tidak
memadai untuk 𝑛 > 50. Royston kemudian memperbaiki bobot tersebut dan
menyediakan alogritma AS R94 yang dapat digunakan untuk 𝑛 dalam rentang
3 ≤ 𝑛 ≤ 5000.
Contoh 3.3
Berdasarkan data usia lansia pada suatu Panti Jompo yang diambil secara acak,
didapatkan data sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Selidikilah apakah data usia lansia tersebut berdistribusi Normal atau tidak
dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk pada tingkat signifikansi 𝛼 = 5%!
Jawab:
Soal ini akan dikerjakan dengan dua cara, yaitu cara pertama secara teoritis
dan cara kedua dengan perangkat lunak R.
Langkah-langkah pengujian:
a. Hipotesis
𝐻0 : data berdistribusi Normal
𝐻1 : data tidak berdistribusi Normal
b. Telah ditetapkan bahwa tingkat signifikansi yang digunakan adalah 5%,
𝛼 = 0,05.
c. Statistik uji
Diberikan 𝑛 = 30 statistik uji Shapiro-Wilk didefinisikan sebagai berikut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
2
𝑏 2 [∑𝑘𝑖=1 𝑎𝑛−𝑖+1 (𝑋𝑛−𝑖+1 − 𝑋𝑖 )]
𝑊= 2=
𝑆 ∑𝑛𝑖=1(𝑋𝑖 − 𝑋̅)2
d. Wilayah Kritis
𝐻0 ditolak, jika 𝑊 < 𝑊 − 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙. Dengan tabel kuantil statistik Shapiro-
Wilk untuk nilai 𝛼 = 0,05 dan 𝑛 = 30 diperoleh 𝑊 − 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 0,927.
e. Perhitungan statistik uji
2
𝑏 2 [∑𝑘𝑖=1 𝑎𝑛−𝑖+1 (𝑋𝑛−𝑖+1 − 𝑋𝑖 )]
𝑊= 2=
𝑆 ∑𝑛𝑖=1(𝑋𝑖 − 𝑋̅)2
Akan dicari 𝑆 2 = ∑𝑛𝑖=1(𝑋𝑖 − 𝑋̅)2 terlebih dahulu
𝒊 𝑿𝒊 ̅
𝑿 ̅ )𝟐
(𝑿𝒊 − 𝑿
1 61 71,333 106,778
2 62 71,333 87,111
3 62 71,333 87,111
4 64 71,333 53,778
5 64 71,333 53,778
6 64 71,333 53,778
7 65 71,333 40,111
8 65 71,333 40,111
9 67 71,333 18,778
10 68 71,333 11,111
11 69 71,333 5,444
12 69 71,333 5,444
13 71 71,333 0,111
14 71 71,333 0,111
15 71 71,333 0,111
16 72 71,333 0,444
17 73 71,333 2,778
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
18 74 71,333 7,111
19 74 71,333 7,111
20 75 71,333 13,444
21 76 71,333 21,778
22 76 71,333 21,778
23 77 71,333 32,111
24 77 71,333 32,111
25 77 71,333 32,111
26 78 71,333 44,444
27 78 71,333 44,444
28 80 71,333 75,111
29 80 71,333 75,111
30 80 71,333 75,111
∑ 1048,667
2
𝑏 2 = [∑𝑘𝑖=1 𝑎𝑛−𝑖+1 (𝑋𝑛−𝑖+1 − 𝑋𝑖 )] dan nilai koefisien 𝑎𝑖 dapat dilihat
pada Lampiran 6.
64
9 0,1036 76 67 9 0,9324
10 0,0862 76 68 8 0,6896
11 0,0697 75 69 6 0,4182
12 0,0537 74 69 5 0,2685
13 0,0381 74 71 3 0,1143
14 0,0227 73 71 2 0,0454
15 0,0076 72 71 1 0,0076
∑ 31,2394
∑𝟐 975,900112
diperoleh 𝑏 2 = 975,900112
𝑏2
sehingga didapat 𝑊 = 𝑆2
975,900112
= = 0,9306
1048,667
f. Kesimpulan
Diperoleh 𝑊 = 0,9306 ≥ 𝑊 − 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 0,927 artinya 𝐻0 diterima.
Diperoleh kesimpulan bahwa dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk data
lansia di atas berdistribusi Normal.
65
66
semacam itu. Kebetulan mesin komputer mulai ada, dan di sini ada sesuatu
yang cocok untuk perhitungan mesin. Mesin komputer muncul melalui
pertemuan perkembangan ilmiah dan teknologi. Di satu sisi adalah pekerjaan
dalam logika matematika, dalam fondasi matematika, dalam studi rinci
tentang sistem formal, dimana John von Neumann memainkan peran penting.
Metode Monte Carlo menjadi bentuk konkret dengan dasar teori yang
menyertainya setelah Ulam mengusulkan kemungkinan skema probabilistik
seperti itu kepada John di 1946 (Mathews and Hirsch, 1991).
Simulasi didefinisikan sebagai teknik melakukan eksperimen
pengambilan sampel pada model sistem. Definisi umum ini sering disebut
simulasi dalam arti luas, sedangkan simulasi dalam arti sempit, atau simulasi
stokastik, didefinisikan sebagai percobaan dengan model dari waktu ke waktu
dan termasuk pengambilan variasi sampel stokastik dari distribusi peluang.
Pengambilan sampel dari distribusi tertentu melibatkan penggunaan angka
acak, akibatnya simulasi stokastik kadang-kadang disebut simulasi Monte
Carlo. Secara historis, metode Monte Carlo dianggap sebagai teknik,
menggunakan angka acak untuk solusi model. Angka acak pada dasarnya
adalah peubah acak yang bebas dan terdistribusi secara merata atau seragam
pada interval satuan [0,1] (Rubinstein, 1981). Untuk selengkapnya tentang
angka acak akan dibahas pada subbab selanjutnya.
Istilah "Monte Carlo" diperkenalkan oleh John von Neumann dan
Stanislaw Marcin Ulam selama Perang Dunia II, sebagai kata sandi untuk
pekerjaan rahasia di Los Alamos. Istilah tersebut merupakan nama kasino judi
di kota Monte Carlo di Monako. Metode Monte Carlo kemudian diaplikasikan
pada masalah yang terkait dengan bom atom. Setelah itu metode Monte Carlo
digunakan untuk mengevaluasi integral multidimensi yang kompleks dan
untuk menyelesaikan persamaan integral tertentu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
2. Angka Acak
Pada kehidupan nyata, banyak hal atau masalah yang sangat rumit
untuk disimulasikan. Mungkin mustahil atau sangat mahal untuk
mendapatkan data dari proses tertentu di dunia nyata, maka dari itu munculah
angka acak untuk memudahkan mendapatkan data. Banyak teknik untuk
menghasilkan angka acak telah disarankan, diuji, dan digunakan dalam
beberapa tahun terakhir. Beberapa di antaranya didasarkan pada fenomena
acak. Pada waktu sebelumnya, keacakan dibangkitkan dengan teknik yang
manual, seperti pelemparan koin, pelemparan dadu, pengacakan kartu, dan
sebagainya. Setelah itu, perangkat fisik mulai muncul, seperti noise diodes
dan Geiger counters yang dilampirkan ke komputer untuk tujuan yang sama.
Keyakinan yang berlaku menyatakan bahwa perangkat mekanik atau
elektronik dapat menghasilkan barisan yang benar-benar acak. Meskipun
perangkat mekanik masih banyak digunakan dalam perjudian dan lotere,
metode ini ditinggalkan oleh komunitas simulasi komputer karena beberapa
alasan. Beberapa alasannya yaitu, metode mekanik terlalu lambat untuk
penggunaan umum, barisan yang dibangkitkan tidak dapat direproduksi, dan
telah ditemukan bahwa angka-angka yang dibangkitkan menunjukkan bias
dan ketergantungan. Meskipun metode pembangkitan fisik modern tertentu itu
cepat dan akan lulus dalam sebagian besar statistik uji untuk keacakan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Contoh 3.4
Contoh ini menggambarkan penggunaan fungsi rnorm di R untuk
menghasilkan angka acak sebanyak 30 dengan mean 0 dan standar deviasnya
bernilai 1.
> rnorm(30, 0, 1)
69
3. Peubah Acak
Pada bagian ini akan dibahas satu metode umum untuk menghasilkan
peubah acak satu dimensi dari distribusi yang ditentukan, yaitu metode
Transformasi Invers.
Misalkan 𝑋 merupakan peubah acak dengan fungsi densitas kumulatif
𝐹. Dikarenakan fungsi 𝐹 bukan merupakan fungsi yang menurun, invers dari
fungsi 𝐹 − didefinisikan sebagai berikut
𝐹 − (𝑦) = 𝑖𝑛𝑓{𝑥: 𝐹(𝑥) ≥ 𝑦}, 0 ≤ 𝑦 ≤ 1.
Akan ditunjukkan jika 𝑈 terdistribusi secara seragam pada interval (0, 1)
maka
𝑋 = 𝐹 − (𝑈) (3.1)
Jadi untuk mendapatkan nilai 𝑥 dari peubah acak 𝑋 , dapatkan nilai 𝑢 dari
peubah acak 𝑈 , hitung 𝐹 −1 (𝑢) dan atur persamaan itu sama dengan 𝑥 .
Ilustrasi metode transformasi invers dapat dilihat pada Gambar 3.2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Contoh 3.5
2𝑥, 0 ≤ 𝑥 ≤ 1
𝑓(𝑥) = {
0, 𝑙𝑎𝑖𝑛𝑛𝑦𝑎.
0, 𝑥<0
𝑥
𝐹(𝑥) = {∫ 2𝑦 𝑑𝑦 = 𝑥 2 , 0 ≤ 𝑥 ≤ 1
0
1, 𝑥 > 1.
𝑋 = 𝐹 − (𝑈) = √𝑈.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Oleh karena itu, untuk membangkitkan peubah acak 𝑋 dari fungsi densitas di
atas, pertama-tama kita bangkitkan peubah acak 𝑈 dari 𝑈(0, 1) dan kemudian
ambil akar dari kuadratnya.
Prosedur
−𝑥⁄𝛽
U = 𝐹(𝑋) = 1 − 𝑒
sehingga diperoleh
𝑋 = − 𝛽 𝑙𝑛(1 − 𝑈).
𝑋 = − 𝛽 𝑙𝑛(𝑈).
72
Algoritma 3.2
b. Distribusi Normal
Peubah acak 𝑋 berdistribusi Normal jika fungsi densitas peluangnya
adalah
1 1 𝑥−𝜇 2
𝑓(𝑥) = 𝑒 −2( 𝜎
)
, −∞ <𝑋<∞
𝜎√2𝜋
Prosedur
1⁄
𝑍1 = (−2 𝑙𝑛 𝑈1 ) 2 𝑐𝑜𝑠 2𝜋𝑈2 (1)
1⁄
𝑍2 = (−2 𝑙𝑛 𝑈1 ) 2 𝑠𝑖𝑛 2𝜋𝑈2
1⁄
𝑍1 = (2𝑉) 2 𝑐𝑜𝑠 2𝜋𝑈 (2)
1⁄
𝑍2 = (2𝑉) 2 𝑠𝑖𝑛 2𝜋𝑈
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
𝑍12 + 𝑍22 = 2𝑉
dan
𝑍1
= 𝑡𝑎𝑛 2𝜋𝑈.
𝑍2
𝜕𝑢 𝜕𝑢
−𝑧2 𝑐𝑜𝑠 2 2𝜋𝑢 𝑐𝑜𝑠 2 2𝜋𝑢
𝜕𝑧 𝜕𝑧2
𝐽 = | 𝜕𝑣1 𝜕𝑣
|=| 2𝜋𝑧12 2𝜋𝑧1 |
𝑧1 𝑧2
𝜕𝑧1 𝜕𝑧2
−𝑧2 𝑧1
1 1
= |4𝜋𝑣 4𝜋𝑣 | = − (𝑧12 + 𝑧22 ) = −
𝑧1 𝑧2 4𝜋𝑣 2𝜋
dan
𝑧12 +𝑧22
1 (− 2
)
𝑓𝑍1 𝑍2 (𝑧1 , 𝑧2 ) = 𝑓𝑈𝑉 (𝑢, 𝑣)|𝐽| = 𝑒 .
2𝜋
Algoritma 3.3
1) Bangkitkan dua peubah acak yang saling bebas 𝑈1 dan 𝑈2 dari
𝑈(0,1).
2) Hitung 𝑍1 bersamaan dengan mensubstitusi 𝑈1 dan 𝑈2 ke dalam
persamaan (1).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
c. Distribusi Gamma
Peubah acak 𝑋 berdistribusi Gamma jika fungsi densitas peluangnya
adalah
−𝑥
𝑥 𝛾−1 𝑒 ⁄𝛽
𝑓(𝑥) = { 𝛽 𝛾 Γ(𝛾) , 0 ≤ 𝑥 ≤ ∞, 𝛾 > 0, 𝛽 > 0
0, 𝑙𝑎𝑖𝑛𝑛𝑦𝑎
dan dinotasikan dengan 𝐺(𝛾, 𝛽). Catat bahwa untuk 𝛾 = 1, 𝐺(1, 𝛽) adalah
𝐸𝑥𝑝(𝛽). Fungsi densitas kumulatif untuk distribusi Gamma tidak ada
dalam bentuk eksplisit, maka metode Transformasi Invers tidak selalu
dapat diaplikasikan untuk membangkitkan peubah acak dari distribusi ini.
Oleh karena itu, diperlukan alternatif metode lain. Salah satu alternatif
metodenya akan dibahas pada tulisan ini.
Prosedur
Salah satu sifat paling penting dari distribusi gamma adalah sifat
reproduksi, yang dapat berhasil digunakan untuk pembangkitan Gamma.
Misalkan 𝑋𝑖, 𝑖 = 1,2, … , 𝑛 merupakan barisan dari peubah acak yang bebas
dari G(𝛾𝑖 , 𝛽) maka 𝑋 = ∑𝑛𝑖=1 𝑋𝑖 berasal dari G(𝛾, 𝛽) dimana 𝛾 = ∑𝑛𝑖=1 𝛾𝑖 .
Jika 𝛾 adalah sebuah bilangan bulat, misal 𝛾 = 𝑚 , sebuah peubah
variat dari distribusi Gamma G(𝑚, 𝛽) dapat diperoleh dengan
menjumlahkan 𝑚 variat eksponen acak yang bebas 𝐸𝑥𝑝(𝛽), yaitu
𝑚 𝑚
𝑋 = 𝛽∑ (−𝑙𝑛 𝑈𝑖 ) = − 𝛽 ln ∏ 𝑈𝑖
𝑖=1 𝑖=1
Algoritma 3.4
1) 𝑋 ← 0.
2) Bangkitkan 𝑉 dari 𝐸𝑥𝑝(1).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
3) 𝑋 ← 𝑋 + 𝑉.
4) Jika 𝛾 = 1, 𝑋 ← 𝛽𝑋.
d. Distribusi Beta
Peubah acak 𝑋 berdistribusi Beta jika fungsi densitas peluangnya
adalah
Γ(𝛾 + 𝛽) 𝛾−1
𝑓(𝑥) = 𝑥 (1 − 𝑥)𝛽−1
Γ(𝛾)Γ(𝛽)
𝑌1
𝑋=
𝑌1 + 𝑌2
BAB IV
76
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Kesimpulan Kenyataan
𝑯𝟎 benar 𝑯𝟎 salah
(𝑯𝟏 salah) (𝑯𝟏 benar)
Terima 𝑯𝟎 Keputusan benar Kesalahan tipe II
(1 − 𝛼) (𝛽)
Tolak 𝑯𝟎 Kesalahan tipe I Keputusan benar
(𝛼) (1 − 𝛽)
78
6. Mengulangi langkah (1) sampai dengan (5) untuk 𝑛 = 20, 30, 50,
100, 200, 500, 1000.
7. Mengulangi langkah (1) sampai dengan (6) untuk 𝛼 = 0,05.
79
Mulai
Keterangan:
Masukkan n
dan n=10,20,30,50,100,200,500,1000
=0,01 dan 0,05
Inisialisasi
Ho=count=0
countKS=0
countAD=0
countSW=0
Loop:
for (I in 1:10000)
Membangkitkan
bilangan acak
berdistribusi
eksponensial
Tidak
P-value<? Selesai
Ya
Count=count+1
Jika i=10000
Keluaran:
countKS, countAD, Selesai
countSW
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
81
50 KS 7,98%
AD 98,22%
SW 99,49%
100 KS 56,51%
AD 100%
SW 100%
200 KS 99,91%
AD 100%
SW 100%
500 KS 100%
AD 100%
SW 100%
1000 KS 100%
AD 100%
SW 100%
82
50 KS 37,57%
AD 99,65%
SW 99,97%
100 KS 91,73%
AD 100%
SW 100%
200 KS 100%
AD 100%
SW 100%
500 KS 100%
AD 100%
SW 100%
1000 KS 100%
AD 100%
SW 100%
83
80
60
40
20
0
0 200 400 600 800 1000
n
KS AD SW
100
80
60
40
20
0
0 200 400 600 800 1000
n
KS AD SW
84
Dari Tabel 4.1 dan 4.2 serta Gambar 4.1 dan 4.2 dapat
disimpulkan sebagai berikut:
a. Pada pengujian dengan sampel berdistribusi Eksponensial terlihat
bahwa metode uji SW merupakan metode terkuat, kemudian
disusul oleh metode AD dan KS.
b. Metode AD dan SW memiliki kemiripan dalam menguji
Normalitas.
c. Ketiga metode uji memiliki kekuatan yang sama, pada saat ukuran
sampel semakin besar dan tingkat signifkansi yang besar.
85
SW 99,00%
50 KS 100%
AD 99,00%
SW 99,00%
100 KS 100%
AD 99,04%
SW 99,05%
200 KS 100%
AD 99,12%
SW 98,96%
500 KS 100%
AD 99,07%
SW 99,06%
1000 KS 100%
AD 99,12%
SW 99,04%
86
50 KS 99,98%
AD 94,96%
SW 94,85%
100 KS 99,99%
AD 94,87%
SW 95,25%
200 KS 99,96%
AD 94,97%
SW 94,73%
500 KS 99,97%
AD 94,84%
SW 95,01%
1000 KS 100%
AD 95,20%
SW 95,05%
87
99.5
99
98.5
98
0 200 400 600 800 1000
n
KS AD SW
100
99
98
97
96
95
94
93
0 200 400 600 800 1000
n
KS AD SW
88
Dari Tabel 4.3 dan 4.4 serta Gambar 4.3 dan 4.4 dapat
disimpulkan sebagai berikut:
a. Pada pengujian dengan sampel berdistribusi Normal terlihat bahwa
metode uji KS merupakan metode terkuat, kemudian disusul oleh
metode AD dan SW.
b. Metode AD dan SW memiliki kemiripan dalam menguji
Normalitas.
c. Ketiga metode uji akan semakin kuat pada tingkat signifikansi
yang kecil.
89
SW 86,99%
50 KS 8,98%
AD 98,19%
SW 99,45%
100 KS 56,52%
AD 100%
SW 100%
200 KS 99,89%
AD 100%
SW 100%
500 KS 100%
AD 100%
SW 100%
1000 KS 100%
AD 100%
SW 100%
90
50 KS 37,06%
AD 99,70%
SW 99,95%
100 KS 91,69%
AD 100%
SW 100%
200 KS 100%
AD 100%
SW 100%
500 KS 100%
AD 100%
SW 100%
1000 KS 100%
AD 100%
SW 100%
91
80
60
Salah
40
20
0
0 200 400 600 800 1000
n
KS AD SW
100
80
60
Salah
40
20
0
0 200 400 600 800 1000
n
KS AD SW
92
Dari Tabel 4.5 dan 4.6 serta Gambar 4.5 dan 4.6 dapat
disimpulkan sebagai berikut:
a. Pada pengujian dengan sampel berdistribusi Gamma terlihat
bahwa metode uji SW merupakan metode terkuat, kemudian
disusul oleh metode AD dan KS.
b. Metode AD dan SW memiliki kemiripan dalam menguji
Normalitas.
c. Ketiga metode uji semakin kuat, pada saat ukuran sampel semakin
besar dan tingkat signifkansi yang besar. Hal ini sesuai dengan
Teorema Limit Pusat di mana barisan peubah acak yang saling
bebas dan berdistribusi identik akan konvergen ke distribusi
Normal pada sampel yang sangat besar.
d. Secara khusus, metode KS berkekuatan rendah pada sampel-
sampel yang berukuran kecil (di bawah 100).
93
20 KS 0%
AD 3,84%
SW 2,90%
30 KS 0%
AD 9,44%
SW 9,47%
50 KS 0,01%
AD 27,12%
SW 35,63%
100 KS 0,01%
AD 78,40%
SW 94,39%
200 KS 0,49%
AD 99,87%
SW 100%
500 KS 42,42%
AD 100%
SW 100%
1000 KS 99,87%
AD 100%
SW 100%
94
AD 17,37%
SW 19,83%
30 KS 0,03%
AD 29,97%
SW 38,64%
50 KS 0,14%
AD 58,06%
SW 74,95%
100 KS 1,03%
AD 95,09%
SW 99,64%
200 KS 11,66%
AD 100%
SW 100%
500 KS 92,71%
AD 100%
SW 100%
1000 KS 100%
AD 100%
SW 100%
95
80
60
40
Salah 20
0
0 200 400 600 800 1000
n
KS AD SW
100
80
60
Salah
40
20
0
0 200 400 600 800 1000
n
KS AD SW
96
Dari Tabel 4.7 dan 4.8 serta Gambar 4.7 dan 4.8 dapat
disimpulkan sebagai berikut:
a. Pada pengujian di atas terlihat bahwa metode uji SW merupakan
metode terkuat, kemudian disusul oleh metode AD dan KS.
b. Metode AD dan SW memiliki kemiripan hasil dalam Normalitas.
c. Ketiga metode uji semakin kuat, pada saat ukuran sampel semakin
besar dan tingkat signifikansi yang besar.
d. Secara khusus, metode KS berkekuatan rendah pada sampel-
sampel yang berukuran kecil (di bawah 500).
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan pada Bab IV untuk data dari sampel berdistribusi tidak
Normal diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Tingkat kekuatan uji Normalitas berturut-turut, yaitu metode Shapiro-Wilk
(SW), Anderson-Darling (AD), dan Kolmogorov-Smirnov (KS).
2. Tingkat kekuatan uji akan semakin baik saat ukuran sampel membesar dan
tingkat signifikansi yang besar.
Untuk data dari sampel berdistribusi Normal diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
Kesimpulan akhir yang diperoleh dari simulasi ketiga metode ini adalah:
B. Saran
Dalam pengujian hipotesis apakah data berasal dari populasi distribusi Normal
atau tidak, disarankan pengguna menggunakan metode SW karena metode ini
bekerja baik untuk sampel dari populasi yang berdistribusi Normal atau tidak
Normal.
97
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Kellison, S. G. and London, R. L. (2011). Risk Models and Their Estimation. New
Hartford: ACTEX Publications.
98
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
Rubinstein, R. Y. (1981). Simulation and the Monte Carlo Method. Hoboken: John
Wiley & Sons, Inc.
Rubinstein, R. Y. and Kroese, D. P. (2008). Simulation and the Monte Carlo Method
(Second Edition). Hoboken: John Wiley & Sons, Inc.
Spiegel, M. R., Schiller, J. J., Srinivasan, R. A. (2004). Probabilitas dan Statistik (Edisi
Kedua). Jakarta: Penerbit Erlangga.
Supatmono, FX, C. (2011). Uji Hipotesis: Tinjauan Teoritis dan Aplikasinya Pada
Rata-Rata Populasi. Skripsi.
Walpole, R. E., Myers, R. H., Myers, S. L., and Ye, K. (2012). Probability & Statistics
for Engineers & Scientists (Ninth Edition). Boston: Pearson Education, Inc.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN
100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
102
103
Lampiran 3. D-tabel
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
105
26 64
27 77
28 68
29 73
30 71
> attach(data)
> ks.test(Usia, "pnorm", mean=mean(Usia), sd=sd(Usia))
data: Usia
D = 0.12054, p-value = 0.776
alternative hypothesis: two-sided
106
12 80
13 65
14 61
15 64
16 76
17 78
18 67
19 77
20 77
21 69
22 72
23 71
24 74
25 74
26 64
27 77
28 68
29 73
30 71
> attach(data)
> ad.test(Usia)
data: Usia
A = 0.57589, p-value = 0.1228
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
108
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
Lampiran 7. W-tabel
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
111
26 64
27 77
28 68
29 73
30 71
> attach(data)
> shapiro.test(Usia)
data: Usia
W = 0.93594, p-value = 0.07074
112
+ if(KS[2]<alpha){
+ countKS=countKS+1
+ }
+ if(AD[2]<alpha){
+ countAD=countAD+1
+ }
+ if(SW[2]<alpha){
+ countSW=countSW+1
+ }
+
+ }
>
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 1 2032 2301
Untuk 𝑛 = 20
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 23 5630 6241
Untuk 𝑛 = 30
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 106 8160 8740
Untuk 𝑛 = 50
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 798 9822 9949
Untuk 𝑛 = 100
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 5651 10000 10000
Untuk 𝑛 = 200
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 9991 10000 10000
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
Untuk 𝑛 = 500
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 10000 10000 10000
Untuk 𝑛 = 1000
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 10000 10000 10000
114
+ if(SW[2]<alpha){
+ countSW=countSW+1
+ }
+
+ }
>
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 35 4050 4345
Untuk 𝑛 = 20
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 396 7666 8277
Untuk 𝑛 = 30
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 1218 9327 9693
Untuk 𝑛 = 50
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 3757 9965 9997
Untuk 𝑛 = 100
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 9173 10000 10000
Untuk 𝑛 = 200
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 10000 10000 10000
Untuk 𝑛 = 500
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 10000 10000 10000
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
Untuk 𝑛 = 1000
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 10000 10000 10000
> DN<-function(n)
+ {
+ U1=runif(n)
+ U2=runif(n)
+ Z1=((-2*log(U1))^(1/2))*cos(2*pi*U2)
+
+ }
> n=10
> countKS=0
> countAD=0
> countSW=0
> alpha=0.01
> for (i in 1:10000)
+ {
+ A=DN(n)
+ AD=ad.test(A)
+ SW=shapiro.test(A)
+ KS=ks.test(A, "pnorm", mean=mean(A), sd=sd(A))
+
+ if(KS[2]>alpha){
+ countKS=countKS+1
+ }
+ if(AD[2]>alpha){
+ countAD=countAD+1
+ }
+ if(SW[2]>alpha){
+ countSW=countSW+1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
+ }
+
+ }
>
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 10000 9901 9900
Untuk 𝑛 = 20
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 10000 9909 9902
Untuk 𝑛 = 30
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 10000 9903 9900
Untuk 𝑛 = 50
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 10000 9900 9900
Untuk 𝑛 = 100
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 10000 9904 9905
Untuk 𝑛 = 200
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 10000 9912 9896
Untuk 𝑛 = 500
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 10000 9907 9906
Untuk 𝑛 = 1000
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 10000 9912 9904
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
> DN<-function(n)
+ {
+ U1=runif(n)
+ U2=runif(n)
+ Z1=((-2*log(U1))^(1/2))*cos(2*pi*U2)
+
+ }
> n=10
> countKS=0
> countAD=0
> countSW=0
> alpha=0.05
> for (i in 1:10000)
+ {
+ A=DN(n)
+ AD=ad.test(A)
+ SW=shapiro.test(A)
+ KS=ks.test(A, "pnorm", mean=mean(A), sd=sd(A))
+
+ if(KS[2]>alpha){
+ countKS=countKS+1
+ }
+ if(AD[2]>alpha){
+ countAD=countAD+1
+ }
+ if(SW[2]>alpha){
+ countSW=countSW+1
+ }
+
+ }
>
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 10000 9504 9522
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
Untuk 𝑛 = 20
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 10000 9492 9512
Untuk 𝑛 = 30
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 9999 9502 9512
Untuk 𝑛 = 50
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 9998 9496 9485
Untuk 𝑛 = 100
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 9999 9487 9525
Untuk 𝑛 = 200
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 9996 9497 9473
Untuk 𝑛 = 500
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 9997 9484 9501
Untuk 𝑛 = 1000
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 10000 9520 9505
119
> b=5
> DG<-function(n,a,b)
+ {
+ X=0
+ U=runif(n)
+ V=-log(U)
+ X=X+V
+ X=b*X
+ }
> n=10
> countKS=0
> countAD=0
> countSW=0
> alpha=0.01
> for (i in 1:10000)
+ {
+ A=DG(n,a,b)
+ KS=ks.test(A, "pnorm", mean=mean(A), sd=sd(A))
+ AD=ad.test(A)
+ SW=shapiro.test(A)
+
+ if(KS[2]<alpha){
+ countKS=countKS+1
+ }
+ if(AD[2]<alpha){
+ countAD=countAD+1
+ }
+ if(SW[2]<alpha){
+ countSW=countSW+1
+ }
+
+ }
>
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 0 2120 2387
Untuk 𝑛 = 20
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 21 5702 6246
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
Untuk 𝑛 = 30
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 128 8145 8699
Untuk 𝑛 = 50
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 898 9819 9945
Untuk 𝑛 = 100
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 5652 10000 10000
Untuk 𝑛 = 200
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 9989 10000 10000
Untuk 𝑛 = 500
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 10000 10000 10000
Untuk 𝑛 = 1000
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 10000 10000 10000
121
+ X=b*X
+ }
> n=0
> countKS=0
> countAD=0
> countSW=0
> alpha=0.05
> for (i in 1:10000)
+ {
+ A=DG(n,a,b)
+ KS=ks.test(A, "pnorm", mean=mean(A), sd=sd(A))
+ AD=ad.test(A)
+ SW=shapiro.test(A)
+
+ if(KS[2]<alpha){
+ countKS=countKS+1
+ }
+ if(AD[2]<alpha){
+ countAD=countAD+1
+ }
+ if(SW[2]<alpha){
+ countSW=countSW+1
+ }
+
+ }
>
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 37 4120 4437
Untuk 𝑛 = 20
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 392 7747 8337
Untuk 𝑛 = 30
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 1118 9349 9704
Untuk 𝑛 = 50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
Untuk 𝑛 = 200
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 10000 10000 10000
Untuk 𝑛 = 500
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 10000 10000 10000
Untuk 𝑛 = 1000
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 10000 10000 10000
123
Untuk 𝑛 = 20
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 0 384 290
Untuk 𝑛 = 30
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 0 944 947
Untuk 𝑛 = 50
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 1 2712 3563
Untuk 𝑛 = 100
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 1 7840 9439
Untuk 𝑛 = 200
> print(c(countKS, countAD, countSW))
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
Untuk 𝑛 = 1000
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 9987 10000 10000
125
+ if(SW[2]<alpha){
+ countSW=countSW+1
+ }
+
+ }
>
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 0 808 838
Untuk 𝑛 = 20
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 1 1737 1983
Untuk 𝑛 = 30
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 3 2997 3864
Untuk 𝑛 = 50
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 14 5806 7495
Untuk 𝑛 = 100
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 103 9509 9964
Untuk 𝑛 = 200
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 1166 10000 10000
Untuk 𝑛 = 500
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 9271 10000 10000
Untuk 𝑛 = 1000
> print(c(countKS, countAD, countSW))
[1] 10000 10000 10000
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126