4. Hikmatul Ifah
Fakultas Syariah
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Mashudy Hermawan, 2007, Dasar-dasar Hukum Pembuktian. Surabaya :
UMSurabaya hal. 149.
BAB II
PEMBAHASAN
Selain lima diatas terdapat satu macam alat bukti lain yang sering digunakan,
yaitu pengetahuan hakim/keterangan ahli (deskundigenberithct) dan pemeriksaan
setempat.
B. Alat Pembuktian
1. Bukti Surat
Bukti surat atau bukti tertulis adalah sesuatu yang berisi tanda-tanda
bacaan dalam bentuk tertulis untuk menyampaikan pendapat atau pemikiran
seseorang dan juga digunakan sebagai pembuktian. Bukti tertulis memiliki 2
macam: surat yang merupakan akta dan surat lainnya yang bukan akta.
Akta merupakan surat sebagai alat bukti yang diberi tanda tangan, memuat
peristiwa yang menjadi dasar syuatu hak atau perikatan, yang dibuat untuk
menjadi pembuktian. Pembuktian yang dimaksut adalah suatu tindakn bahwa
2
Retnowulan Sutantio, Iskandar Oeripkartawinata, 1989, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan
Praktek, Cet. VI, Mandar Maju, Bandung
peristiwa hukum telah dilakukan dan akta tersebut adalah buktinya. Akta
hendaknya diberi tandatangan untuk dapat membedakan dengan akta yang dibuat
oleh orang lain. Akta dapat dikatakan memiliki fungsi formal yang artinya suatu
perbuatan hukum haruslah dibuatkan suatu akta. Akta dibagi menjadi dua yaitu:
2. Akta Otentik
Menurut Pasal 1868 KUHPerdata, akta otentik ialah suatu akta yang
dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang atau dihadapan pejabat
umum yang berwenang dan notarislah satu-satunya pejabat umum yang
berwenang untuk membuat akta otentik.3
Akta di bawah tangan adalah akta yang sengaja dibuat untuk pembuktian
oleh para pihak tanpa bantuana dari pejabat, semata-mata dibuat antara pihak yang
berkepentingan. Kekuatan pembuktian dari akta di bawah tangan hamper sama
dengan akta otentik, bedanya terletak pada kekuatan bukti keluar yang tidak
dimiliki oleh akta di bawah tangan.
3
Soimin Soedharyo, S.H. KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Sinar Grafika Jl. Sawo Raya
No.18 Jakarta 13220. Hal : 463
4. Surat-surat Lainnya yang Bukan Akta
5. Keterangan Saksi
Alat bukti saksi ini diatur dalam Pasal 139-152, 168-172 HIR dan Pasal
1902-1912 BW. Kesaksian adalah kepastian yang diberikan kepada hakim di
persidangan tentang peristiwa yang disengketakan dengan jalan pemberitahuan
secara lisan dan pribadi oleh seorang yang bukan salah satu dari pihak dalam
perkara yang dipanggil di persidangan.4 Keterangan yang diberikan saksi harus
tentang kejadian yang dialami dirinya sendiri, sedang pendapat atau dugaan yang
diperolehnya secara berfikir bukanlah merupakan bagian dari kesaksian.
Keterangan dari saksi haruslh diberikan secara lisan dan pribadi di dalam
persidangan, harus diberitahukan atau disampaikan sendiri dan tidak dapat
diwakilkan.
4
Soimin Soedharyo, S.H. KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Sinar Grafika Jl. Sawo Raya
No.18 Jakarta 13220. Hal : 467
b. Saksi tidak boleh mengambil kesimpulan atau memberi penilaian (Ratio
Concluedendi).
c. Keterangan saksi tidak boleh dari pendengaran orang lain (Testimonium De
Auditudu)
d. Satu saksi bukan kesaksia (Unus Testis Nullus Testis)
6. Persangkaan
5
Soimin Soedharyo, S.H. KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Sinar Grafika Jl. Sawo Raya
No.18 Jakarta 13220. Hal : 470
6
Retnowulan Sutantio, Iskandar Oeripkartawinata, 1989, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan
Praktek, Cet. VI, Mandar Maju, Bandung
b. Pernyataan undang-undang yang menyimpulkan adanya hak milik atau
pembebasan utang dari keadaan tertentu.
c. Kekuatan yang diberikan oleh undang-undang kepada suatu putusan hakim
yang memperoleh kekuatan hukum.
d. Kekuatan yang diberikan oleh undang-undang kepada pengakuan atau
kepada ssumpah salah satu pihak.7
7. Pengakuan
8. Sumpah
7
Riduan Syahrani, 1998, Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Umum, Pustaka Kartini,
Jakarta
8
Soimin Soedharyo, S.H. KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Sinar Grafika Jl. Sawo Raya
No.18 Jakarta 13220. Hal: 474
Pada umumnya sumpah adalah suatupernyataan khidmat yang diucapka pada
waktu memberi janji atau keterangan dengan mengingat akan sifat mahakuasa dari
Tuhan dan percaya bahwa siapa yang memberikan keterangan atau janji yang
tidak benr akan dihukum oleh-Nya. Singkatnya secara hakikat sumpah ialah
tindakan yang bersifat religius yang digunakan dalam peradilan.9
1. Sumpah yang diperintahkan oleh pihak yang yang satu kepada pihak yang
lain untuk pemutusan suatu perkara (sumpah pemutus)
2. Sumpah yang diperintahkan oleh hakim karena jabatannya kepada salah
satu pihak.10
Pihak yang disumpah adalah salah satu pihar, bisa dari penggugat maupun dari
tergugat. Dalam Hukum Acara Perdata, para pihak yang bersengketa tidak boleh
didengar sebagai saksi, namun kemungkinan untuk memperoleh keterangan dari
para pihak dengan dikukuhkan melalui sumpah yang dimasukkan dalam golongan
alat bukti.HIR menyebutkan ada tiga macam sumpah sebagai alat bukti yaitu :
C. Pemeriksaan Setempat
9
R Soeroso, Praktik Hukum Acara Perdata, Contoh Bentuk Surat di Bidang Kepengacaraan
Pedata, 2005, Sinar Grafika, Jakarta
10
Soimin Soedharyo, S.H. KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Sinar Grafika Jl. Sawo Raya
No.18 Jakarta 13220. Hal : 475
atas tanah, sawah, rumah, atau hal-hal lain yang tidak bisa dilakukan di dalam
gedung peradilan.
11
SEMA no. 7 Tahun 2001
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan