Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

REGULASI KEHUMASAN

DI SUSUN
O
L
E
H
KELOMPOK 1
1. MUHAMMAD PAISAL
2. MUNADI IRAWAN
3. LIYA ELISA
4. NOVI FITRIYANTI
5. ITA PURNAMA SARI
6. JUMIATI

GURU PEMBIMBING : UMIYATI., S.Pd

PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA SELATAN


DINAS PENDIDIKAN
SMK NEGERI 1 TANJUNG LUBUK TAHUN PELAJARAN
2019/2020
PETA KONSEP

Regulasi Kehumasan

meliputi

Regulasi Tata Kelola PEMENDAGRI


Humas Tentang Tata Kelola
Humas
mempelajari

Hakikat
Regulasi Bidang
Kehumas

Perhumasan
Indonesia

Asosiasi Perusahaan
Public Relations
Indonesia

IPRA ( International
Public relations
Association )

Humas atau juga doi sebut Public Relations adalah salah satu bidangyang baru di
Indonesia. Pada dasarnya lahirnya humas atau Public Relations seperti yang dilakukan
sekarang ini merupakan dampak dari berbagai bentuk kemajuan dalam berbagai macam
bidang.
A. Regulasi Tata Kelola Humas
1. Hakikat Regulasi Bidang Kehumasan
a. Pengertian Regulasi
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia regulasi merupakan bentuk
pengendalian perilaku manusia ayau masyarakat dengan pembatasan atau
aturan.
b. Keterkaitan Regulasi dan Perilaku Praktisi Humas
Pada dasarnya regulasi dan perilaku dari praktisi humas sangat memiliki
keterkaitan. Sedangkan perilaku humas merupakan suatu respons yang terjadi
setelah adanya regulasi itu sendiri dijalankan sebagai bentuk dari segala
sesuatu yang telah dikerjakan dan juga dilaksanakan oleh praktisi humas.
c. Dampak Regulasi dan Perilaku Praktisi Humas
Dengan adanya regulasi san perilaku humas akan berdampak pada kualitas
dan kinerja humas akan lebih baik dan ketika kerja dalam bidang yang dinamis
regulasi akan menjadi penting dalam menjalankan setiap kegiatan yang
dilakukan oleh humas.

2. Perhumas Indonesia
“ Dijiwai oleh Pancasila maupun UUD 1945 sebagai landasan tata kehidupan
national; diilhami oleh oleh Piagam PBB sebagai landasan tat kehidupan
internasiaonal; dilandasi olehDeklarasi ASEAN ( 8 Agustus 1967 ) sebagai
pemersatu bangsa-bangsa Asia Tenggara; dan dipedomani oleh cita-cita,
keinginan dan tekad untuk mengamalkan sikap dan perilaku kehumasan secara
professional; kami para anggota Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia –
PERHUMAS INDONESIA sepakat untuk mematuhi Kode Etik Kehumasan
Indonesia, dan bila terdapat bukti-bukti di antara kami dalm menjalankan profesi
kehumasan ternyata ada yang melanggarnya, maka hal itu sudah tentu
mengakibatkan diberlakukannya tindak organisasi terhadap pelanggarannya”

Pasal I
KOMITMEN PRIBADI
Aggota PERHUMAS harus melakukan upaya-upaya berikut.
a. Memiliki dan menerapkan standar moral serta reputasi setinggi mungkin dalam
menjalankan profesi kehumasan.
b. Berperan secara nyata dan sungguh-sungguh dalam upaya memasyarakatkan
kepentingan Indonesia.
c. Menumbuhkan dan mengembangkan hubungan antara warga Negara Indonesia yang
serasi dan selaras demi terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa.

Pasal II
PERILAKU TERHADAP KLIEN ATAU ATASAN
Anggota PERHUMAS INDONESIA harus melakukan upaya-upaya berikut.
a. Berlaku jujur dalam berhubungan dengan klien atau atasan.
b. Tidak mewakili dua atau beberapa kepentingan yang berbeda atau yang bersaing tanpa
persetujuan semua pihak yang terkait.
c. Menjamin rahasia serta kepercayaan yang diberikan oleh klien atau atasan, maupun
yang pernah diberikanoleh mantan klien atau mantan atasan.
d. Tidak melakukan tindak atau mengeluarkan ucapan yang cendrung merendahkan
martabat klien atau atasan, maupun mantan klien atau mantan atasan.
e. Dalam memberikan jasa-jasa kepada klien atau atasan, tidak menerima pembayaran,
komisi atau imbalan dari pihak manapun selain dari klien atau atasannya yang telah
memperoleh kejelasan lengkap.
f. Tidak akan menyerahkan kepada calon klien atau calon atasan bahwa pembayaran
atau imbalan jasa-jasanya harus didasarkan kepada hasil-hasil tertentu, atau tidak akan
menyetujui perjanjian apa pun yang mengarah kepada hal yang serupa.

Pasal III
PERILAKU TERHADAP MASYARAKAT DAN MEDIA MASSA
Aggota PERHUMAS INDONESIA harus melakukan upaya-upaya berikut.
a. Menjalankan kegiatan profesi kehumasan dengan memerhatikan kepentingan
masyarakat serta harga diri anggota masyarakat.
b. Tidak melibatkan diri dalam tidak memanipulasi integritas sarana maupun jalan
komunikasi massa
c. Tidak menyebarluaskan informasi yang tidak benar atau yang menyesatkan sehingga
dapat menodai profesi kehumasan.
d. Senantiasa membantu untuk kepentingan Indonesia.
Pasal IV
PERILAKU TERHADAP SEJAWAT
Praktisi kehumasan Indonesia harus melakukan upaya-upaya berikut.
a. Tidak dengan sengaja merusak dan mencemarkan reputasi atau tindak pripesional
sejawat. Namun bila ada sejawat bersalah karena melakukan tindakan yang tidak etis,
yang melanggar hokum atau yang tidak jujur, termasuk melanggar Kode Etik
Kehumasan Indonesia, maka bukti-bukti wajib disampaikan kepada Dewan
Kehormatan PERHUMASAN INDONESIA.
b. Tidak menawarkan diri atau mendesak klien atau atasan untuk menggantikan
kedudukan sejawatnya.
c. Membantu dan bekerjasama dengan sejawat di seluruh Indonesia untuk menjunjung
tinggi dan mematuhi Kode Etik Kehmasan ini.

2. Asosiasi Perusahaan Public Relations Indonesia


Pasal 1
Norma-Norma Perilaku Profesional
Dalam menjalankan kegiatan profesionalnya, seorang anggota waji menghargai
kepentingan umum dan menjaga harga diri setiap anggota masyarakatnya.

Pasal 2
Penyebarluasan Informasi
Seorang anggota tidak akan menyebarluaskan secara sengaja dan tidak bertanggung
jawab, informasi yang palsu atau yang menyesatkan, dan sebaliknya justru akan
berusaha sekeras mungkin untuk mencegah terjadinya hal tersebut.

Pasal 3
Media komunikasi
Seseorang anggota tidak akan melaksanakan kegiatan yang dapat merugikan
integritas media komunikasi.

Pasal 4
Kepentingan yang Tersembunyi
Seseorang tidakakan melibat kan dirinya dalam kegiatn apapun yang secara sengaja
bermaksud memecah belah atau menyesatkan, dengan cara seolah-olah
inginmemajukan sesuatu kepentingan tertentu, padahal sebaliknya justru ingin
memajukan kepentingan lain yang tersembunyi.

Pasal 5
Informasi Rahasia
Seorang anggota (kecuali apabila diperintahkan olehaparat hokum yang
berwenang)tidak akan menyampaikan atau memfaatkan informasi yang diberikan
kepadanya atau yang di perolehnya, secara ribadi dan atas dasar kepercayaan, atau
yang bersifat rahasia dari kliennya,baik di masa lalu, kini atau di masa depan, demi
untuk memperoleh keuntungan pribadi atau untuk keuntunganlain tanpa persetujuan
jelas dari yang bersangkutan.

Pasal 6
Pertentengan Kepentingan
Seorang anggota tidak akan mewakili kepentingan-kepentingan yang saling
bertentangan atau yang saling bersaing, tanpa persetujuan jelas dari pihak-pihak
yang bersangkutan, dengan terlebih dahulu mangemukakan fakta-faktayang terkait.

Pasal 7
Sumber-Sumber Pembayaran
Dalam memberikan jasa pelayanan kepada kliennya, seorang anggota tidak akn
menerima pembayaran, baik tunai maupun dalam bentuk lain, yang diberikan
sehubungan dengan jasa-jasa tersebut, dari sumber manapun, tanpa persetujuan jelas
dari kliennya.

Pasal 8
Membertahukan Kepentingan Keuangan
Seseorang anggota, yang mempunyai kepentingan keuangan dalam suatu organisasi,
tidak akan menyarankan kilen atau majikannya untuk memakai organisasi tersebut
ataupun memanfaatkan jasa-jasa organisasi tersebut, tanpa memberitahukan terlebih
dahulu kepentingan keuangan pribadinya yang terdapat dalm organisasi tersebut

Pasal 9
Pembayaran Berdasarkan Hasil kerja
Seorang anggota tidak akan mengadakan negosiasi atau menyetujui persyaratn
dengan calon majikan atau calon klien, berdasarkan pembayaran yang tergantung
pada hasil pekerjaan PR tersebut dimasa depan.

Pasal 10
Menumpang Tindih Pekerjaan Anggota Lain
Seseorang anggota yang mencari pekerjaan atau kegiatan baru dengan cara
mendekati langsung atau secara pribadi, calon majikan atau calon langganan yang
potensial, akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengetahui
apakah pekerjaan atau kegiatan tersebut sudah dilaksanakan oleh anggota lain.
Apabila demikian, maka menjadi kewajibannya untuk memberitahukan anggota
tersebut mengenai usaha dan pendekatan yang akan dilakukannya terhadapklien
tersebut. (sebagian atau seluruh pasal ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk
menghalangi anggota mengiklaskan jasa-jasanya secara umum).

Pasal 11
Imbalan kepada Karyawan Kantor-Kantor Umum
Seorang anggota tidak akan menawarkan atau memberikan imbalan apa pun, dengan
tujuan untuk memajukan kepentingan pribadinya (atau kepentingan klien), kepada
orang yang menduduki suatu jabatan umum, apabila hal tersebut tidak sesuai dengan
kepentingan masyarakat luas.

Pasal 12
Mengaryakan annggota Parlemen
Seorang anggota yang mempekerjakan seorang anggota parlemen, baik sebagai
konsultan ataupun pelaksana, akan memberitahukan kepada Ketua Asosiasi tenteng
hal tersebut maupun tentang jenis pekerjaan yang bersangkutan. Ketua Asosiasi akan
mencartat hal tersebut dalam suatu buku catatan yang khusus dibuat untuk keperluan
tersebut. Seorang anggota Asosiasi yang kebetulan juga menjadi parlemen, wajib
memberitahukan atau member peluang agar terungkap, kepada Ketua, semua
keterangan apa pun mengenai dirinya.
Pasal 13
Mencermarkan Anggota-Anggota Lain
Seorang anggota tidak kan dengan itikad buruk mencemarkan nama baik atau praktik
professional anggota lain.

Pasal 14
Instruksi/Perintah Pihak-Pihak Lain
Seorang anggota yang secara sadar mengakibatkan atau memperbolehkan orang atau
organisasi lain untuk bertindak sedemikian rupa sehingga berlawanan dengan kode
etik ini, atau turut secara pribadi ambil bagian dalam kegiatan semacam itu, akan
dianggap telah melanggar kode ini.

Pasal 15
Nama Baik Profesi
Seorang anggota tidak akan berperilaku sedemikian rupa sehingga merugikan nama
baik Asosiasi maupun profesi Public Relations.

Pasal 16
Menjunjung Tinggi Kode Etik
Secara anggota wajib menjunjung tinggi Kode Etik ini, dan wajib bekerja sama
dengan anggota lain dalam menjunjung tinggi Kode Etik, serta dalam melaksanakan
keputusan-keputusan tentang hal apa pun yang timbul sebagai akibat dari
diterapkannya keputusan tersebut. Apabila seseorang anggota mempunyai alas an
untuk berprasangka bahwa seorang anggota lain terlibat dalam kegiatan-kegiatan
yang dapat merusak kode etik ini, maka ia berkewajiban untuk memberitahukan hal
tersebut kepada Asosiasi. Semua anggota wajib mendukung Asosiasi dalam
menerapkan dan melaksanakan Kode Etik ini, dan Asosiasi wajib mendukung setiap
anggota yang menerapkan dan melaksanakan Kode Etik ini.

Pasal 17
Profesi Lain
Dalam bertinfak untuk seorang klien atau majikan yang tergabung dalam suatu
profesi, seorang anggota akan menghargai Kode Etik dari profesi tersebut dan secara
sadar tidak akan turut dalam kegiatan apa pun yang dapat mencemarkan Kode Etik
tersebut.

3. IPRA (Iternational Public Relations Association)


Berikut adalah regulasi dank ode etik kehumasan jika didasarkan pada IPRA
(Iternational Public Relations Association).
a. Integritas pribadi dan professional, reputasi yang sehat, ketaatan pada konstitusi
dank ode IPRA
b. Perilaku kepada klien dan karyawan
1) Perilaku yang adil terhadap klien dan karyawan.
2) Tidak mewakili kepentingan yang berselisih bersaing tanpa persetujuan .
3) Menjaga kepercayaan klien dan karyawan.
4) Tidak menerima upah, kecuali dari klien lain atau majikan lain.
5) Tidak menggunakan metode yang menghina klien atau majikan lain.
6) Menjaga kompetensi yang bergantung pada pencapaian suatu hasil tertentu.
c. Perilaku terhadap public dan media
1) Memperhatikan kepentingan umum dan harga diri seseorang.
2) Tidak merusak integritas media social.
3) Tidak menyebarkan secara sengaja informasi yang palsu atau menyesatkan.
4) Memberikan gambar yang dapat dipercaya mengenai organisasi yang
dilayani.
5) Tidak menciptakan atau menggunakan pengorganisasian palsu untuk
melayani kepentingan pribadi yang terbuka.
d. Perilaku terhadap teman sejawat
1) Tidak melukai secafra reputasi professional atau praktik anggota lain.
2) Tidak berupa menanti anggota lain dengan kliennya.
3) Bekerja sama dengan anggota lain dalam menjunjung tinggi dan
melaksanakan kode etik ini.

B. Pemendagri tentang Tata Kelola Humas


Berikut adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2011 tentang
Pedoman Pelaksanaan Tugas Kehumasan di Lingkungan Kementerian dalam Negeri
dan Pemerintah Daerah.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Pemerintah Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah
daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip
otonomi seluas-luasnya dalam system dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945.
2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah
sebagai unsure penyelenggara pemerintah daerah
3. Hubungan masyarakat Pemerintah yang selanjutnya disebut Humas Pemerintah
adalah aktivitas lembaga dan atau individu penyelenggara pemerintah, yang
melakukan fungsi manajemen dalam bidang komunikasi dan informasi kepada
public pemangku kepentingan dan sebaliknya.
4. Lembaga Kehumasan Kementrian dalam Negeri dan Pemerintah Daerah yang
selanjutnya disebut Lembaga Kehumasan adalah unit organisasi dalam suatu
lembaga pemerintahan yang melakukan fungsi manajemen bidang komunikasi dan
informasi serta tugas-tugas kehumasan.
5. Informasi adalahketerangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang
mengandung nilai, makna, dan pesan, baikdata, faka, maupun penjelasannya yang
dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan
danformat ssuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara
elektronik ataupun nonelektronik.
6. Penyebarluasan informasi adalah kegiatan menyampaikan informasi kepada
masyarakat khususnya melalui media massa.
7. Juru bicara pemerintah adalah pejabat yang tugas dan fungsinya melakukan
kegiatan penyebarluasan informasi.
8. Pejabat Kehumasan adalah kepala unit kerja yang melaksanakan urusan wajib
bidang kmunikasi dan informasi serta tugas-tugas kehumasan.
9. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah perangkat
daerah yang bertanggung jawab atas pelaksanaan urusan pemerintah di daerah.
10. Kepala Pusat Penerangan yang selanjutnya disingkat Kepuspen adalah pejabat yang
mempunyai tugas melaksanakan sebagai urusan Kementerian Dalam Negeri dalam
merumuskan kebijakan fasilitasi pelaksanaan penerangan masyarakat dan
melaksanakan pembinaan hubungan dengan lembaga resmi masyarakat serta
merumuskan kebijakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB II
TUGAS, KEDUDUKAN, DAN WEWENANG LEMBAGA KEHUMASAN
Pasal 2
Lembaga kehumasan melaksanakan tugas kehumasan dilingkungan Kementerian
Dalam Negeri Daerah.
Pasal 3
(1) Lembaga kehumasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 mempunyai tugas:
a. Memberikan informasi kepada masyarakat berkaitan dengan kebijakan,
program, dan kegiatan pemerintah;
b. Mengelola informasi yang akan di komunikasikan kepada masyarakat secara
cepat, tepat, akurat, proporsional dan menarik, selaras dengan dinamika
masyarakt;
c. Menyampaikan informasi kebijakan, program dan kegiatan pemerintah secara
lengkap, utuh, tepat, dan benar kepada masyarakat;
d. Memberikan pemahaman kesamaan visi, misi dan persepsi antara masyarakat
dan pemerintah; serta
e. Menampung aspirasi publik sebagai masukan dalam mengevaluasi kebijakan,
program, dan kegiatan pemerintah.
(2) Lembaga kehumasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 mempunyai pungsi
sebagai tempat komunikasi pemerintah kepada masyarakat.

Pasal 4
(1) Pejabat kehumasan dilingkungan Kementerian Dalam Negeri bertindak sebagai
juru bicara Menteri Dalam Negeri.
(2) Pejabat kehumasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab
kepada Menteri Dalam Negeri melalui Sekretaris Jendral.

Pasal 5
(1) Pejabat kehumasan di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi bertindak sebagai
juru bicara Gubernur.
(2) Pejabat kehumasan sebagaiman simaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada
Gubernur melalui Sekretaris Daerah Provinsi.

Pasal 6
(1) Pejabat kehumasan di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota bertindak
sebagain juru bicara Bupati/Walikota.
(2) Pejabat kehumasan sebagaiamana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab
kepada Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota.

Pasal 7
Pejabat kehumasan secara fungsional dapat berkoordinasi dengan Menteri Dalam
Negeri, Gubernur, Bupati/Walikota dalam hal :
a. Meminta pendapat mengenai rencana penyampaian informasi tertentu;
b. Meminta arahan dan penjelasan untuk mengetahui latar belakang pengambilan
kebijakan, keputusan dan tindakan pimpinan yang dianggap perlu; serta
c. Menyampaikan laporan tentang umpan balik dari masyarakat terhadap kebijakan
pimpinan yang dianggap perlu.

Pasal 8
Pejabat kehumasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4, pasal 5, dan passal 6
diikutsertakan dalam rapat pembahasan dan perumusan berbagai kebijakan strategis di
lingkungan kerja masing-masing.

Pasal 9
Pejabat kehumasan Kementerian Dalam Negeri, Pemerintah Daerah Provinsi dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota mempunyai wawanang:
a. Mencari, mengolah, dan menganalisa informasi;
b. Menyusun dan melaksanakan program dan kegiatan strategis kehumasan untuk
meningkatkan citra pemerintahan yang bersih dan bertanggung jawab;
c. Memberikan informasi kebijakan;
d. Menyebarluaskan informasi kebijakan pemerintahan, politik, pembangunan dan
kemasyarakatan; serta
e. Menenggapi berita dan pendapat public yang berkaitan dengan penyelenggaraan
pemerintah, pembangunan, dan kemasyarakatan.
BAB III
RUANG LINGKUP
PASAL 10
Ruang lingkup kehumasan meliputi:
a. Manajemen hubungan masyarakat;
b. Hubungan kerja dan koordinasi antar lembaga;
c. Pengembangan analisa media dan informasi;
d. Manajemen komunikasi krisis;
e. Analisa pemberitaan media massa;
f. Tata kelola infrastruktur kehumasan;
g. Konsultasi public;
h. Pelayanan dan penyebarluasan informasi dan dokumentasi;
i. Pengawasan pelanggaran kehumasan; serta
j. Evaluasi penyelenggaraan kehumasan.

Pasal 11
(1) Manajemen hubungan masyarakat sebagaimana dimaksudd dalam pasal 10 huruf a
dilaksanakan melalui pelaksanaan kegiatan:
a. Fungsi manajemen kehumasan untuk menilai sikap dan opini public;
b. Identifikasi kebijaksanaan dan tata cara organisasi; serta
c. Perencanaan kebijakan, program dan kegiatan komunikasi untuk memperoleh
pengertian dan dukungan publik.
(2) Manajemen hubungan masyarakat, sebagaimana maksud pada ayat (1) meliputi :
a. Mencari, mengumpulkan, mengolah, dan memverifikasi data dan informasi;
b. Menyusun program dan kegiatan kehumasan;
c. Merencanakan dan menyusun anggaran kehumasan;
d. Membuat standar operasional dan prosedur humas;
e. Merencanakan dan mengusulkan pengadaan infrastruktur penunjang tugas
kehumasan;
f. Meningkatkan kapabilitas sumber daya manusia di bidang kehumasan;
g. Membentuk pusat pengelolaan informasi dan dokumentasi;
h. Menyebarluaskan informasi; serta
i. Melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan kehumasan.
Pasal 12
(1) Hubungan kerja dan koordinasi antar lembaga sebagaimana dimaksud dalam pasal
10 huruf b dilaksanakan dengan membangun hubungan koordinatif dan konsultatif
antar unit atau satuan kerja, dan praktis kehumasan dengan satuan kerja perangkat
daerah lainnya, media masa, dan lembaga masyarakat lainnya.
(2) Hubungan kerja dan koordinasi antaralembaga sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan dengan:
a. Menjalin hubungan kerja dengan pengelola informasi dan documentasi di
lingkungan kementrian dalam negeri;
b. Menjalin hubungan kerja dengan pengelola informasi dan documentasi di
lingkungan pemerintah provinsi dan kabupaten / kota;
c. Menjalin hubungan kerja dan koordinasidengan lembaga kehumasan lainnya
melalui forum koordinasi kehunasan;
d. Menjalin bubungan dengan media;
e. Memetakan dan monitoring media massa;
f. Menyusun data dan informasi lembaga dan organisasi mitra;
g. Melakukan komunikasi persuasive dan negosiasi;
h. Memberikan sosialisasi kepada elemen masyarakat;
i. Melaksanakan hubungan kemitraan dengan pihak swasta;
j. Melaksanakan forum diskusi;
k. Memberikan hak jawab dan hak koreksi terhadap pemberitaan media massa;
l. Melaksanakan program kemanusiaan; serta
m. Menyelenggarakan dan mengikuti pemeran.

Pasal 13
(1) Pengembangan analisa media dan informasi sebagaimana yang dimaksud dalam
pasal 10 huruf c dilaksanakan melalui pengumpulan informasi secara sistematis,
akurat, dan akuntabel.
(2) Pengembangan analisa media dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan:
a. Membuat skala prioritas isu yang harus disampaikan kepada public;
b. Memilih media yang lebih tepat sesuai dengan sesuai dengan situasi dan
kondisi local, bentuk pesan yang akan disampaikan dan luassan cakupan
wilayah yang menjadi sasaran komunikasi;
c. Pembentukan kelompok kerja untuk analisa isu-isu strategi yang berhubungan
dengan kebijakan pemerintah dilingkungan Kementrian Dalam Negeri dan
Pemerintah Daerah;
d. Menganalisis kemungkinan terjadinya perubahan dan dampak kebijakan yang
dikeluarkan dengan mengikuti perkembangan berita baik local, regional
maupun internasional;
e. Melaksanakan penelitian dan pengembangan manajemen umpan balik
informasi;
f. Melaksanaka pengumpulan pendapat umum;
g. Melaksanakan analisis isi berita; serta
h. Menganalisis isu dan pendapat umum.

Pasal 14
(1) Manajemen komunikasi krisis sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 huruf d
diarrahkan pada penataan system dan hubungan komunikasi inter regional
organisasi
(2) Manajemen komunikas krisis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf d untuk
penanganan krisis yang terjadi pada unit kerja masing-masing.
(3) Manajemen komunikasi krisis sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 huruf d
meliputi :
a. Penyususnan dan sosialisasi manual penanganan isu dan krisis;
b. Komunikasi dalam situasi krisis;
c. Pembentukan kelompok kerja pusat penangann krisis;
d. Pengawansan perkembangan situasi krisi; serta
e. Pelaporan perkembangan krisis.
Pasal 15
(1) Analisis pemberitaan media massa sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 huruf e
diarahkan pada kegiatan menganalisa isi pemberitaan media dan memetakan arah
dan orientasi media massa.
(2) Anasis pemberitaan media massa sebagaimanadimaksud dalam pasal 10 huruf e
meliputi:
a. Interventarisasi jumlah media cetak, elektronik dan online;
b. Analisis isi pemberitaan media massa; serta
c. Pemetaan dinamika isu pemberitaan media.
Pasal 16
(1) Tata kelola infrastrukktur kehumasan sebagaimna dimaksud dalam pasal 10 huruf f
diarahkan pada pemanfaatan, pemeliharaan, dan penanggungjawaban semua sarana
dan prasarana yang dibutuhkan dalam mengobtimalkan kinerja lembaga
kehumasan pemerintah.
(2) Tara kelola infrastruktur kehumasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 huruf f
dilakukan dengan cara:
a. Merencanakan kebutuhan sarana dan prasarana pendukung tugas-tugas
kehumasan;
b. Melakukan pengadaan barang dan jasa terkait infrastruktur kehumasan; serta
c. Melakukan pengelolaan sarana dan prasarana teknologi informasi kehumasan.

Pasl 17
(1) Konsultasi public sebagaimana dimaksud dan pasal 10 huruf g diarahkan pada
komunikasi antara Pemerintah dan/ atau pemerintah daerah dengan masyarakat.
(2) Konsultasi public sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk memperoleh
masukan dalam memecahkan masalah yang timbul dalam pelaksanaan urusan
pemerintahan di lingkungan Kementerian Dalam Negeri, Pemerintah Provinsi, dan
Pemerintah Kabupaten/Kota.
(3) Konsultasi public sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 huruf g meliputi;
a. Pembentukan kelompok kerja konsultasi public;
b. Penyediaan akses bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam penyampaian
aspirasi, masukan dan kritik terhadap kebijakan pemerintah dan pemerintah
daerah;
c. Pelaksanaan forum dialog bersama pemerintah dan masyarakat berlandaskan
prinsip kemitraan; serta
d. Fasilitasi penanganan pengaduan masyarakat.

Pasal 18
(1) Pelayanan dan penyebarluasan informasi dan dokumentasi sebagaimana dimaksud
dalam pasal 10 huruf h merupakan rangkaian kegiatan mengumpulkan, mengelola,
mendokumentasikan, dan mempublikasikan informasi kebijakan, program, dan
kegiatan, baik dalam bentuk cetakan, foto, maupun data elektronik.
(2) Hasil dari rangkaian kegiatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) sebagai
dalam pelaksanaan fungsi komunikasi pemerintahan.
(3) Pelayanan dan penyebarluasan informasi dan dokumentasi sebagaimana dimaksud
dalam pasal 10 huruf h dilakukan dengan :
a. Menyusun data dan informasi strategis kebijakan, program dan kegiatan;
b. Menyiapkan dan menganalisis data latar belakang kebijakan pemerintah
sebagai bahan informasi publik;
c. Menyusun materi ringkasan pemberitaan media massa ;
d. Menghimpun berita actual harian pemberitaan media massa;
e. Pengadaan sarana dan prasarana pendukung kegiatan pengelolaan onformasi
dokumentasi;
f. Melaksanakan peliputan dan publikasi kegiatan internal dan eksternal lingkup
Kementerian Dalam Negeri dan pemerintah Daerah;
g. Melakukan klasifikasi, penyimpanan, dan pemeliharaan informasi dan
dokumentsasi;
h. Menghimpun dan menyusun naskah sambutan dan pidato pimpinan;
i. Mempublikasi kebijakan, program, dan kegiatan internal dan eksternal;
j. Membuat siaran pers;
k. Melaksanakan konferensi atau jumpa pers;
l. Melaksanakan kegiatan seminar, konferensi, dan lokakarya;
m. Membuat opini untuk media massa;
n. Menulis, menyunting, dan memproduksi informasi public;
o. Menyusun dan mendistribusikan sajian berita dalam bentuk foto, video dan
berbagai artikel untuk kebutuhan publik; serta
p. Membuat konsep dan menyusun materi informasi public yang akan di
publikasikan melalui teknologi informasi lembaga kehumasan pemerintahan.

Pasal 19
(1) Pengawasan penyelenggaraan kehumasan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal
10 huruf I dilaksanakan untuk menjamin pelenyelenggaraan tugas pokok dan
fungsi kehumasan berjalan secara efektif, efisien, produktif dan bertanggung
jawab.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. Pengawasan terhadap kesesuaian pemberitaan dengan informasi yang
disampaikan; serta
b. Analisis berita umpan balik secara cepat atas informasi yang telah disampaikan
kepada masyarakat.

Pasal 20
(1) Evaluasi penyelenggaraan sebagaiman a dimaksud dalam pasal 10 huruf j
dilaksanakan untuk mengetahui pencapaian hasil, kemajuan, dan kendala yang
ditemukan.
(2) Evaluasi penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. Membuat prioritas evaluasi penyelenggaraan kegiatan kehumasan;
b. Melakukan evaluasi pada sumber data dan kebijakan kegiatan penyelenggaraan
kehumasan;
c. Menganalisa dokumen kegiatan dengan hasil kegiatan; serta
d. Membuat rekomendasi atas hasil analisa kegiatan penyelenggaraan kehumasan.

BAB IV
MEKASISME PENYEBARLUASAN INFORMASI
DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI

Pasal 21
Penyebarluasan informasi di lingkungan Kementrian Dalam Negeri dilakukan oleh
Sekretaris Jenderal melalui Kapuspen Kementerian Dalam Negeri.

Pasal 22
(1) Penyebarluasan informasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 dilaksanakan
melalui proses koordinasi dengan para pejabat terkait di lingkungan Kementerian
Dalam Negeri.
(2) Proses koordinasi dengan para pejabat terkait dilingkungan Dalam Negeri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui tahapan:
a. Staf kehumasan melakukan pengumpulan dan pengklasifikasian data dan
informasi;
b. Pejabat kehumasan melakukan analisis data dan informasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a sebelum dipublikasikan kepada masyarakat.
(3) Pra pejabat terkait dilingkungan Kementrian Dalam Negeri sebagaimana dimaksud
pada yat (1) wajib menyediakan, melaporkan dan memberikan data serta informasi
kebijakan, program dan kegiatan secara rutin kepada Menteri Dalam Negeri
Melalui Sekretaris Jenderal.
(4) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebagai bahan pendukung
penyebarluasan informasi.

Pasal 23
Sekretaris Jenderal melalui Kapuspen dapat berkoordinasi dengan para pejabat
terkait di lingkungan Kementerian Dalam Negeri, Pemerintah Daerah Provinsi, dan
Kabupaten/Kota untuk pengumpulan dan klarifikasi data serta informasi publik.

Pasal 24
Para pejabat dilingkungan Kementerian Dalam Negeri dapat menyebarluaskan data
dan informasi mengenai bidang tugasnya kepada masyarakat dengan difasilitasi oleh
Kepala Pusat Penerangan.

BAB V
MEKANISME PENYEBARLUASAN INFORMASI
DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI
DAN KABUPATEN/KOTA

Pasal 25
(1) Penyebarluasan informasi di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi dilakukan
oleh Gubernur melalui pejabat kehumasan Pemerintah Daerah Provinsi.
(2) Penyebarluasan informasi di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupatcn/Kota
dilakukan Bupati/Walikota melalui pejabat kehumasan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota.
Pasal 26
(1) Penyebarluasan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (l)
dilaksanakan melalui koordinasi dengan pimpinan SKPD di lingkungan Pemerintah
Daerah Provinsi.
(2) Penyebarluasan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2)
dilaksanakan melalui proses koordinasi dengan pimpinan SKPD di lingkungan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

Pasal 27
Proses koordinasi dengan pimpinan SKPD di lingkungan Pemerintah Daerah
Provinsi. Kabupateanon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan nya (2)
dilakukan melalui tahapan:
a. Pengumpulan dan pengklasifikasi data dan informasi oleh petugls kehumasan;
b. Analisis data dan infomasi oleh pejabat kehumasan sebelum dipublikasikan kepada
masyarakat.

Pasal 28
(1) Pimpinan SKPD di lingkungan pemerintah provinsi dan Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 menyediakan. melaporkan, dan
memberikan data dan informasi kebijakan, program, dan kegiatan secara rutin,
(2) Data dan infomasi sebagaimana dimaksud Pada ayat (l) untuk Wilayah Provinsi
disampaikan kepada Gubernur melalui pejabat kehumasan Pemerintah Daerah
provinsi dan untuk wilayah kabupaten/kota disampaikan kepada Bupati melalui
pejabat kehumasan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
(3) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat 0) sebagau bahan pendukung
penyebarluasan informasi,

Pasal 29
(1) Pejabat kehumasan di lingkungan pemerintah Daerah Provinsi dapat berkoordinasi
dengan pimpinan SKPD di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi dan
Kabupaten/ Kota untuk klarifikasi data dan infomasi publik.
(2) Pejabat kehumasan di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat
berkoordinasi dengan pimpinan SKPD di lingkungan Pemerintah Daerah
Kabupaten Kota untuk klarivikasi data dan informasi publik.
Pasal 30
Pimpinan SKPD di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota
dapat menyebarluaskan data dan informasi mengenai bidang tugasnya kepada masyarakat
dengan difasilitasi oleh pejabat kehumasan Pemerintah Daerah masing-masing.

BAB VI
MEKANISME PENYEBARLUASAN INFORMASI
DI LINGKUNGAN KECAMATAN, KELURAHAN DAN DESA

Pasal 31
(1) Camat atau sebutan lain, Lurah dan Kepala Desa atau sebutan lain wajib
mengirimkan bahan-bahan informasi yang harus disebarluaskan mengenai situasi
dan kondisi yang berkembang di wilayahnya kepada Pejabat Kehumasan
Kabupaten/Kota.
(2) Camat atau sebutan lain, Lurah dan Kepala Desa atau sebutan lain dapat
memberikan informasi mengenai penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan
dan pembinaan kemasyarakatan yang menjadi tanggung jawabnya setelah
berkoordinasi dengan Pejabat Kehumasan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

BAB VII PEMBINAAN

Pasal 32
(1) Menteri Dalam Negeri melakukan Pembinaan, pengawasan. dan informasi serta
tugas-tugas kehumasan di lingkungan Kementerian Dalam Negeri, Pemerintah
Daerah Provinsi dan Pemermtah Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Gubernur melakukan pembinaan, pengawasan, dan evaluasi pelaksanaan tugas-
tugas kehumasan di wilayahnya.
(3) Bupati/Walikota melakukan pembinaan, pengawasan, dan evaluasi pelaksanaan
tugas-tugas kehumasan di wilayahnya.

Pasal 33
(1) Camat atau sebutan lain. Lurah dan Kepala Desa atau sebutan lain melaporkan
pelaksanaan pembinaan atas penyelengaraan tugas kehumasan di wilayahnya
kepada Bupati/Walikota melalui Pejabat Kehumasan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota.
(2) Bupati/Walikota melaporkan pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan tugas
kehumasan di Kabupaten/Kota, Kecamatan atau sebutan lain, Kelurahan dan Desa
amu sebutan lain kepada Gubernur melalui Pejabat Kehumasan Pemerintah Daerah
Provinsi.
(3) Gubernur melaporkan pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan tugas
kehumasan di Provinsi dan Kabupateanota kepada Menteri Dalam Negeri melalui
Sekretaris Jenderal.

Pasal 34
(1) Dalam melaksanakan urusan wajib bidang komuniksi dan informasi serta tugas-
tugas kehumasan dilakukan koordinasi kebijakan, program dan kegiatan antar
lembaga kehumasan di lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah
Daerah Provinsi serta Kabupaten/Kota.
(2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui Forum
Koordinasi Kahumasan sekurang-kurangnya setiap setahun sekali.

BAB VIII
PENDANAAN

Pasal 35
Segala biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas kehumasan dibebankan
Pada APBN. APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota, APBD Desa, dan sumber lain yang
sah dan tidak mengikat.

Anda mungkin juga menyukai