Anda di halaman 1dari 2

Nama : Muhammad Farhan Haniftyaji

NPM : 2006468711

Kebijakan Publik dan Etika

Pembicara : Dr. Sri Mulyani Indrawati, S.E., M.Sc., Ph.D

Kuliah pekan ini membicarakan mengenai kebijakan publik dan etika yang ada di Indonesia.
Materi kuliah disampaikan oleh Dr. Sri Mulyani Indrawati merupakan Menteri keuangan Republik
Indonesia pada periode 2021. Kuliah pekan ini diselenggarakan oleh Perhimpunan Pendidikan
Demokrasi (PPD) dan diunggah ke platform youtube pada tanggal 25 maret 2014. Pada kuliah ini beliau
memaparkan mengenai konsep jabatan publik yang bertugas membuat keputusan, pernyataan maupun
aturan yang semua hal tersebut berdimensi untuk kepentingan publik. Menurut beliau, seorang pejabat
publik harus dapat membedakan antara kepentingan publik dengan kepentingan pribadi, keluarga, atau
kelompok.

Kebijakan publik menyangkut tujuan konstitusi yaitu mencapai kesejahteraan rakyat yang adil
dan makmur. Kebijakan publik dibuat melalui dan oleh kekuasaaan dan ada karena produk dari suatu
proses politik dan memiliki kekuasaan untuk mengeluarkannya. Dengan kata lain, salah satu unsur
utama dalam kebijakan publik adalah kekuasaan. Akan tetapi kekuasaan cenderung akan korupsi,
sehingga diperlukan pengendalian dan sistem pengawasan untuk menjaga kekuasaan tetap berjalan
sesuai dengan semestinya.

Pejabat perlu mebuat batasan di dalam dirinya untuk menjalankan tugas secara rasional dan
penuh pertimbangan serta tidak membolehkan perasaan ataupun godaaan untuk mengeksploitasi hal
tersebut. Penguasaaan mengenai Batasan tersebut biasa disebut teknokratik. Langkah selanjutnya yang
dapat dilakukan adalah menegakkan rambu-rambu secara internal maupun eksternal. Beliau
menyampaikan bahwa pejabat publik perlu mengetahui hal-hal yang diperbolehkan dengan hal yang
tidak diperbolehkan. Pejabat publik juga harus dapat membuat standar operasi, prosedur, serta tata
kelola dalam proses pembuatan kebijakan publik.

Kebijakan publik menggunakan unsur kekuasaaan, sehingga mudah untuk memunculkan


konflik kepentingan. Hal ini tentu menimbulkan resiko korupsi yang sangat besar. Sehingga diperlukan
unsur etika pada kebijakan publik. Etika merupakan hal yang berasal dari dalam diri sendiri, yaitu cara
kita melihat suatu hal pantas atau tidak terhadap kepentingan publik yang harus dilayani serta apakah
hal tersebut sesuai dengan kebenaran. Kumpulan pemikiran dan etika yang ada dalam diri setiap
individu ini yang akan membantu dalam pembuatan kebijakan publik yang seusai dengan tujuan dan
targetnya. Dalam hal ini, maka perlu diperhatikan norma kepantasan dan merupakan hal yang berat
dijalankan bagi pejabat publik secara konsisten.
Kebijakan publik dan etika publik seharusnya menjadi landasan dan arahan bagaimana kita
memproduksi suatu tindakan dan keputusan untuk kesejahteraan rakyat, namun di sisi lain juga harus
berhadapan dengan konteks kekuasaan, dan struktur politik yang etikanya memiliki banyak standar. Hal
ini tentu berkaitan dengan konsep konflik kepentingan, yaitu bagaimana suatu institusi yang
memproduksi suatu kebijakan publik untuk level internasional mengharuskan setiap elemen yang
terlibat dalam proses kebijakan itu harus menanggalkan konflik kepentingannya. Hal tersebut tentu akan
membuat seseorang mudah membuat keputusan yang baik karena sudah mengetahui apa saja yang
termasuk dalam domain konflik kepentingan. Namun, sebagai pejabat publik yang membuat suatu
kebijakan publik dan akan berimplikasi pada anggaran, baik belanja, insentif, hal tersebut merupakan
hal yang sangat sulit untuk dibedakan. Hal tersebut dikarenakan pihak yang duduk atau ikut andil dalam
proses pembuatan kebijakan adalah pihak yang akan mendapatkan keuntungan tersebut.

Beliau mengatakan bahwa keresahan yang terjadi dalam kebijakan publik pada saat ini adalah
di dalam ruangan publik, rakyat yang seharunsya menjadi ultimate shareholder dari kekuasaan tidak
berperan sebagaimana mestinya dalam memilih orang yang akan menjadi pemimpin, pengawas, dan
pembuat keputusan terhadap kepentingan masyarakat. Keresahan lain yang disampaikan beliau adalah
mengenai struktur gaji pejabat negara yang tidak rasional, dan proses politik yang sangat mahal.
Permasalahan tersebut memunculkan suatu kebutuhan untuk melakukan kolaborasi dengan sumber
finansial dan terjadi kontrak atau policy yang bisa diperjualbelikan. Apabila dalam sistem politik tidak
lagi dapat memungkinkan etika publik bisa dimunculkan, maka akan mustahil bagi seorang pejabat
publik untuk ikut dalam proses keputusan kebijakan publik. Dalam menyikapi mengenai produk dari
kebijakan publik melalui proses politik yang begitu mahal, maka diperlukan penyaringan atau sorting
dengan struktur yang membentuk awalnya.

Beliau berpesan untuk selalu mencintai negara. Kecintaan tersebut akan terus memelihara suara
hati dan menjaga etika kita dalam bertindak, berbuat, dan membuat keputusan. Kita sebagai sebagai
pejabat publik harus memiliki hati nurani, kritis, serta dapat berdedikasi terhadap negaranya. Pejabat
publik juga harus mengikuti rambu-rambu dan batasan yang telah ditetapkan sehingga dapat membuat
kebijakan publik secara rasional dan sesuai dengan etika.

Anda mungkin juga menyukai