Anda di halaman 1dari 3

Nama : Muhammad Farhan Haniftyaji

NPM : 2006468711

Transportasi Berbasis Aplikasi dan Tantangan Regulasi di Indonesia

Indonesia merupakan negara dengan penetrasi pengguna internet yang sangat besar di dunia.
Hal ini dibuktikan pada survei APJII yang dilakukan pada tahun 2018. penetrasi pengguna internet
Indonesia mencapai 64,8 %, lebih tepatnya 171,17 juta jiwa dengan pengguna terbesar berada di pulau
jawa. Rata-rata waktu yang digunakan masyarakat Indonesia untuk menggunakan internet adalah lebih
dari 8 jam dengan presentase terbesarnya adalah dalam penggunaan internet untuk komunikasi lewat
pesan disusul oleh sosial media. Masih banyak lagi hal yang dapat dimanfaatkan dari adanya internet
salah satunya adalah penggunaan transportasi online. Menurut survey YLKI pada tahun 2017, beberapa
alasan masyarakat menggunakan transportasi online adalah karena murah, cepat, nyaman, dan aman.
Namun jika ditelaah lebih dalam lagi, transportasi online memiliki kelemahan seperti pada faktor
aplikasi, sumber daya manusia transportasi online, faktor dari keamanan masyarakat, dan faktor lainnya.
Sehingga diperlukan sebuah kebijakan yang mengatur mengenai transportasi online layaknya
transportasi konvensional.

Studi kasus pertama mengenai UBER yang dicabut lisensi untuk beroperasi di London.
Menurut otoritas di London, UBER harus dapat menjamin keamanan dan keselamatan penumpang
secara merata di segala level mobil yang disewakan. Otoritas di sana juga mengatakan bahwa pihak
UBER juga tidak melakukan pengecekan terhadap drivernya dan software yang dianggap menghalangi
regulator untuk melakukan investigasi terhadap aplikasinya. Hal ini tentu merupakan hal yang perlu
diperhatikan, terutama bagi para pengguna karena menyangkut mengenai keselamatan dan kenyamanan
penumpang. Terdapat kasus mengenai pelecehan seksual yang dialami oleh penggunanya namun UBER
gagal melakukan approach yang dilakukan seharusnya. Kasus-kasus pencabutan lisensi operasi UBER
juga terjadi di Belahan eropa lain seperti Fankfrut, Barcelona, Brussels, dan belahan Eropa lainnya.

Studi kasus selanjutnya juga masih mengenai UBER yaitu parlemen Singapura yang meminta
UBER untuk melakukan pengecekan mengenai drivernya. Pengecekan dilakukan secara beberapa tahap
termasuk pengecekan, pelatihan, dan pemberian lisensi (TDVL). Tindakan ini merupakan hal yang tepat
guna menciptakan rasa aman bagi para penumpang/pengguna UBER yang ada di Singapura.

Tentu saja regulasi mengenai kendaraan transportasi online ini merupakan hal yang perlu
diperhatikan oleh Negara Indonesia. Salah satu studi kasus yang terjadi di Indonesia adalah penolakan
legalisasi sepeda motor sebagai moda angkutan umum. Permasalahan ini merupakan sebuah urgensi
yang harus segara dibahas mengingat banyaknya ojek online yang bermunculan sehingga diperlukan
revisi undang-undang yang mengatur mengenai ojol (ojek online). Terdapat dua sudut pandang yang
muncul mengenai hal tersebut yaitu pihak yang pro dan kontra. Namun jika dilihat lebih dalam lagi,
survey LSM Prakasa yang dilakukan pada 2017 menyatakan bahwa pendapat bersih dengan data
terbanyak ada pada kelas 1-2 juta rupiah dengan presentasi 41%. Data dapat diakibatkan karena
memboomingnya ojol sehingga banyak orang beramai-ramai untuk mendaftarkan dirinya menjadi supir
online.survei ini juga menyatakan rata-rata para supir online bekerja adalah lebih dari 8 jam dan harapan
terhadap aplikasi adalah menaikkan pendapatan. Akan Tetapi hanya 23% supir ojol yang memiliki
asuransi kecelakaan namun bukan dari perusahaan aplikasi. Banyak masyarakat Indonesia mendapatkan
banyak dampak positif serta puas dari adanya transportasi online tersebut.

Dapat dilihat bahwa ojol banyak memberikan manfaat pada segi lapangan kerja, pendapatan,
dan kemudahan, akan tetapi ojol tersebut kurang dalam segi keamanan penumpangnya. Beberapa
alasannya adalah motor bukan merupakan angkutan umum. Ojol juga tidak diatur dalam UU LLAJ,
kurang berkeselamatan dan tidak memiliki badan hukum. Perusahaan ojol menolak untuk disebut
sebagai perusahaan transportasi. Di sisi lain perusahaan ini menjalankan fungsi sebagaimana operator
angkutan umum lakukan. Hal ini akan membuat playing level yang berbeda di bidang transportasi.

Contoh studi kasus yang terjadi mengenai ojol ada pada negara Thailand. Di negara ini, ojol
hanya beroperasi pada gang-gang atau jalan samping serta diatur oleh otoritas transportasi darat.
Operator ojek berlisensi akan mengenakan rompi, menggunakan plat kuning, dan sertifikat dalam
bentuk kartu kuning. Kartu tersebut terdapat foto serta nomor kendaraan yang sama dengan nomor di
rompi. Semua ini dikeluarkan oleh departemen transportasi darat Thailand. Konsep ini juga terdapat di
India dengan pemerintah pusat sebagai pembuat regulasinya

Contoh lainnya adalah negara China di mana ojol hanya dibatasi sebagai angkutan pengumpan
saja. Regulasi ini telah ada sejak 1980-an. Ojol sudah memiliki tarif perjalanan yang tetap, serta dibatasi
lingkup geraknya. Namun pada beberapa negara seperti Mexico, Kamerun, Vietnam belum memiliki
regulasi yang mengatur mengenai ojol.

Di Indonesia sendiri, banyak sekali kasus yang bisa diambil di Indonesia. Salah satunya adalah
populasi jalan di Jakarta didominasi oleh motor dan banyak kecelakaan yang terjadi di Indonesia
melibatkan sepeda motor. Sering juga terjadi kerusuhan antara ojol dengan transportasi lainnya seperti
angkot, taxi, bentor, maupun pihak lainnya. Hal ini perlu diperhatikan pemerintah sehingga dibuat
regulasinya untuk mengatur dan mengontrol ojol tersebut.

Oleh karena itu kita perlu meninjau apakah motor dapat dikatakan sebagai angkutan umum.
Menurut analisis yang telah dibuat, motor berkontribusi besar dalam kecelakaan lalu lintas. Motor juga
tidak memenuhi persyaratan angkutan umum yang selamat, aman, dan nyaman sesuai pasal 138 UU
LLAJ, memiliki kapasitas terbatas, boros BBM, menambah polusi udara, serta memiliki dimensi sosial
politik yang kompleks dan rumit. Dari alasan-alasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kendaraan
motor bukan merupakan angkutan umum.
Dari Contoh studi kasus di atas, dapat dilihat bahwa ojek sepeda motor hanya tumbuh di negara
berkembang yang layanan angkutan umumnya buruk. Pada negara maju yang layanan Angkatan
umumnya baik, ojek motor justru tidak teralu laku. Sehingga dapat disimpulkan bahwa langkah yang
tepat yang bisa dilakukan oleh pemerintahan Indonesia adalah dengan meningkatkan moda trasportasi
umum yang aman, selamat, nyaman, terjangkau dan tepat waktu. Pemerintah juga harus dapat membuat
kebijakan untuk meningkatkan transportasi serta meningkatkan peran kendaraan tidak bermotor dan
pejalan kaki.

Beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk mendukung angkutan umum telah
diatur dalam UU LLAJ diantaranya: penyediaan angkutan umum, jaminan ketersediaan dan keamanan,
subsidi, dan kebijakan lainnya yang ditetapkan untuk mendukung angkutan umum. Dengan adanya hal
ini, diharapkan transportasi akan berkembang, menurunkan tingkat kemacetan, mengendalikan dampak
lingkungan, serta meningkatkan keselamatan jalan. Upaya lain yang dapat dilakukan adalah dengan
mengembangkan moda angkutan tidak bermotor seperti penggunaan sepeda di kalangan pelajar, serta
memberikan fasilitas pejalan kaki.

Dalam mewujudkan semua hal ini tentu akan memunculkan tantangan mengenai transportasi
yang mutakhir. Tantangan tersebut adalah equal playing field, public relation, dan pro public interest.
Equal playing field menyatakan keadilan dalam berusaha dan mendapatkan peluang usaha. public
relation artinya memberikan perlindungan kepentingan public. pro public interest berarti tidak
menghambat kemajuan, kemudahan, dan kenyamanan masyarakat. Dengan begitu maka akan terbentuk
lingkungan transportasi yang aman serta nyaman digunakan oleh masyarakat

Anda mungkin juga menyukai