Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PERITONITIS

Oleh:
NI KOMANG SINDY OCTAVIANA DEWI
(193213030)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR 2020
A. DEFINISI PERITONITIS
Peritonitis adalah suatu peradangan dan peritoneum, pada membrane serosa, pada
bagian rongga perut. Peritonitis adalah inflamasi peritoneum - lapisan membrane serosa
rongga abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi
dalam bentuk akut maupun kronik/kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan
dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular dan tanda-tanda umum inflamasi.
Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput rongga
perut (peritoneum) lapisan membrane serosa rongga abdomen dan dinding perut bagian
dalam.
Peritonitis adalah radang peritoneum dengan eksudasi serum, fibrin, sel-sel dan
pus, biasanya disertai dengan gejala nyeri abdomen dan nyeri tekan pada abdomen,
konstipasi, muntah dan demam peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada
peritoneum.
Peritoneum adalah membrane serosa rangkap yang terbesar didalam tubuh.
Peritoneum terdiri atas dua bagian utama, yaitu peritoneum parietal dan peritoneum
visceral, yang berfungsi menutupi sebagian besar dari organ-organ abdomen dan pelvis,
membentuk perbatasan halus yang memungkinkan organ saling bergeser tanpa ada
penggesekan. Organ-organ digabungkan bersama dan menjaga kedudukan mereka tetap,
dan mempertahankan hubungan perbandingan organ-organ terhadap dinding posterior
abdomen. Sejumlah besar kelenjar limfe dan pembuluh darah yang termuat dalam
peritoneum, membantu melindunginya terhadap infeksi.
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum yang merupakan pembungkus
visera dalam rongga perut. Peritoneum adalah lapisan tunggal dari sel-sel mesoepitelial
diatas dasar fibroelastik. Terbagi menjadi bagian visceral, yang menutupi usus dan
mesenterium, dan bagian parietal yang melapisi dinding abdomen dan berhubungan
dengan fasia muskularis. Peritoneum viselare yang menyelimuti organ perut dipersyarafi
oleh system syaraf otonom dan tidak peka terhadap rabaan atau pemotongan. Dengan
demikian sayatan atau penjahita pada usus dapat dilakukan tanpa dirasakan oleh pasien.
Akan tetapi bila dilakukan tarikan atau regangan organ, atau terjadi kontraksi yang
berlebihan pada otot yang menyebabkan ischemia misalnya pada colic atau radang
seperti appendicitis maka akan timbul nyeri. Pasien yang merasakan nyeri visceral
biasanya tidak dapat menunjukan dengan tepat letak nyeri sehingga biasanya ia
menggunakan seluruh telapak tangannya dengan menunjuk daerah yang nyeri.
Peritoneum perietale, dipersyarafi oleh syaraf tepi, sehingga nyeri dapat timbul
karena adanya rangsang yang berupa rabaan, tekanan atau proses radang. Nyeri
dirasakan seperti ditusuk atau disayat, dan pasien dapat menunjukkan dengan tepat lokasi
nyeri.
Area permukaan total peritoneum sekitar 2 meter, dan aktivitasnya konsisten
dengan suatu membrane semi permeable. Cairan dan elektrolit kecil dapat bergerak
kedua arah. Organ-organ yang terdapat dicavum peritoneum yaitu gaster, hepar, vesia
fellea, lien, ileum jejunum, kolon transfersum, kolom sigmoid, sekum dan appendix
(intra peritoneum), pancreas,duodenum, kolon ascenden, desenden, ginjal dan ureter
(retroperitoneum)
B. ANATOMI
Dinding perut mengandung struktur musulo-apponeurosis yang kompleks.
Dibagian belakang struktur ini melekat pada tulang belakang sebelah atas pada iga, dan
dibagian bawah pada tulang panggul. Dinding perut ini terdiri dari berbagai lapis baik
yaitu dari luar kedalam. Lapisan kulit yang terdiri dari kutus dan subkutis, lemak
subkutan dan facies superficial (facies scapa), kemudian ketiga otot dinding perut m.
obliquus abdominis eksterna, m. obliquus abdominis internus dan m. transversum
abdominis, dan akhirnya lapis preperitonium dan peritonium, yaitu fascia transversalis,
lemak preperitonial dan peritonium. Otot di bagian depan tengah terdiri dari sepasang
otot rektus abdominis dengan fascianya yang di garis tengah dipisahkan oleh linea alba.
Peritoneum adalah mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epitelial. Pada
permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelom. Di antara
kedua rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron. Enteron didaerah
abdomen menjadi usus. Kedua rongga mesoderm, dorsal dan ventral usus saling
mendekat, sehingga mesoderm tersebut kemudian menjadi peritonium.
Lapisan peritonium dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika serosa).
2. Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis.
3. Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis.
Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis kanan kiri
saling menempel dan membentuk suatu lembar rangkap yang disebut duplikatura.
Dengan demikian baik di ventral maupun dorsal usus terdapat suatu duplikatura.
Duplikatura ini menghubungkan usus dengan dinding ventral dan dinding dorsal perut
dan dapat dipandang sebagai suatu alat penggantung usus yang disebut mesenterium.
Mesenterium dibedakan menjadi mesenterium ventrale dan mesenterium dorsale.
Mesenterium vebtrale yang terdapat pada sebelah kaudal pars superior duodeni kemudian
menghilang. Lembaran kiri dan kanan mesenterium ventrale yang masih tetap ada,
bersatu pada tepi kaudalnya. Mesenterium setinggi ventrikulus disebut mesogastrium
ventrale dan mesogastrium dorsale. Pada waktu perkembangan dan pertumbuhan,
ventriculus dan usus mengalami pemutaran. Usus atau enteron pada suatu tempat
berhubungan dengan umbilicus dan saccus vitellinus. Hubungan ini membentuk pipa
yang disebut ductus omphaloentericus.
Dengan demikian di flexura duodenojejenalis terdapat plica duodenalis superior
yang membatasi recessus duodenalis superior dan plica duodenalis inferior yang
membatasi resesus duodenalis inferior.
C. ETIOLOGI
Peritonitis dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi dan
penyulitnya misalnya perforasi appendisitis, perforasi tukak lambung, perforasi tifus
abdominalis. Ileus obstruktif dan perdarahan oleh karena perforasi organ berongga
karena trauma abdomen.
Infeksi peritonitis relative sulit ditegakkan dan tergantung dari penyakit yang
mendasarinya. Penyebab utama peritonitis adalah spontaneous bacterial peritonitis (SBP)
akibat penyakit hati yang kronik. SBP terjadi bukan karena infeksi intrabdomen, namun
biasanya terjadi pada pasien dengan asites akibat penyakit hati kronik.
Penyebab lain yang menyebabkan peritonitis sekunder ialah perforasi
appendiksitis, perforasi ulkus peptikum dan duodenum, perforasi kolon akibat
devertikulisis, volvusus atau kanker dan strangulasi colon asenden. Peritonitis sekunder
yang paling sering terjadi disebabkan oleh perforasi atau nekrosis (infeksi transmural)
organ – organ dalam dengan inokulasi bakteri rongga peritoneal.
Adapun penyebab spesifik dari peritonitis adalah :
1. Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi
2. Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan
seksual.
3. Infeksi dari rahim dan saluran telur, yang disebabkan oleh gonore dan infeksi
clamedia.
4. Kelainan hati atau gagal jantung, dimana bisa terjadi asites dan mengalami infeksi.
5. Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan.
D. PATOFISIOLOGI
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat
fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang
menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi.
Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai
pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran
mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka
dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya
interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke
perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk
mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan
juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera
gagal begitu terjadi hipovolemia. Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk
dinding abdomen mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh
darah kapiler organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga
peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem
dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia.
Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta
muntah.Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut
meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit
dan menimbulkan penurunan perfusi.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila
infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis
umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian
menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus,
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat
terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu
pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.
E. PATHWAY

Apendicitis

Imflamasi

Akumulasi pus dan menyebar keseluruh rongga abdomen

Eksplorasi sumber perforasi

Peritonitis

Terputusnya kontinuitas
Luka bekasoprasi Lakukan reseksi usus jaringan kulit

Kurang pengetahuan Penekanan saraf

Ransangan pada
Perawatan luka post serabut myelin
oprasi in efektif

Thalamus
Resiko tinggi infeksi

Menganalisa lebih cepat


lokasi dan itensitas nyeri

Coping in efektif Nyeri

Kelemahan fisik
Fokus pada diri
sendiri
Keterbatasan gerak

Ansietas
Intoleransi aktivitas
F. KLASIFIKASI
Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Peritonitis bakterial primer.
Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada
cavum peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen. Penyebabnya
bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Streptococus atau Pneumococus. Faktor
resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan
intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi. Kelompok resiko tinggi adalah pasien
dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan
sirosis hepatis dengan asites.
2. Peritonitis bakterial akut sekunder (supurativa)
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractus
gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak akan
menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat
memperberat terjadinya infeksi ini. Bakteri anaerob, khususnya spesies Bacteroides,
dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi. Selain itu
luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu peritonitis.
3. Peritonitis non bakterial akut
Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, seperti misalnya
empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine. Peritonitis bakterial
kronik(tuberkulosa) Secara primer dapat terjadi karena penyebaran dari fokus di
paru, intestinal atau tractus urinarius.
4. Peritonitis non bakterial kronik (granulomatosa)
Peritoneum dapat bereaksi terhadap penyebab tertentu melalui pembentukkan
granuloma, dan sering menimbulkan adhesi padat. Peritonitis granulomatosa kronik
dapat terjadi karena talk (magnesium silicate) atau tepung yang terdapat disarung
tangan dokter. Menyeka sarung tangan sebelum insisi, akan mengurangi masalah ini.
G. MANIFESTASI KLINIS
Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda –
tanda rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan
defans muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma.
Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus. Bila telah
terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan terjadi takikardia,
hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok. Rangsangan ini menimbulkan nyeri
pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran peritonium dengan peritonium. Nyeri
subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau
mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas,
tes psoas, atau tes lainnya.
Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberpa penderita peritonitis
umum.
 Demam
 Distensi abdomen
 Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofi umum, tergantung pada
perluasan iritasi peritonitis.
 Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada daerah yang jauh
dari lokasi peritonitisnya.
 Nausea, vomiting
 Penurunan peristaltik.

H. GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinisnya tergantung pada luas peritonitis, berat peritonitis dan jenis
organisme yang bertanggung jawab. Peritonitis dapat lokal, menyebar, atau umum.
Gambaran klinis yang biasa terjadi pada peritonitis bakterial primer yaitu adanya nyeri
abdomen, demam, nyeri lepas tekan dan bising usus yang menurun atau menghilang.
Sedangkan gambaran klinis pada peritonitis bakterial sekunder yaitu adanya nyeri
abdominal yang akut. Nyeri ini tiba-tiba, hebat, dan pada penderita perforasi (misal
perforasi ulkus), nyerinya menjadi menyebar keseluruh bagian abdomen. Pada keadaan
lain (misal apendisitis), nyerinya mula-mula dikarenakan penyebab utamanya, dan
kemudian menyebar secara gradual dari fokus infeksi. Selain nyeri, pasien biasanya
menunjukkan gejala dan tanda lain yaitu nausea, vomitus, syok (hipovolemik, septik, dan
neurogenik), demam, distensi abdominal, nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal,
difus atau umum, dan secara klasik bising usus melemah atau menghilang.
Gambaran klinis untuk peritonitis non bakterial akut sama dengan peritonitis
bakterial.Peritonitis bakterial kronik (tuberculous) memberikan gambaran klinis adanya
keringat malam, kelemahan, penurunan berat badan, dan distensi abdominal; sedang
peritonitis granulomatosa menunjukkan gambaran klinis nyeri abdomen yang hebat,
demam dan adanya tanda-tanda peritonitis lain yang muncul 2 minggu pasca bedah.

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis, hematokrit yang
meningkat dan asidosis metabolik. Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal
mengandung banyak protein (lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil
tuberkel diidentifikasi dengan kultur.
2. Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan granuloma
tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan
didapat.
3. Pemeriksaan X-Ray
Ileus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis; usus halus dan usus
besar berdilatasi. Udara bebas dapat terlihat pada kasus-kasus perforasi.
Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan
dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan foto
polos abdomen 3 posisi :
 Tiduran telentang ( supine ), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi
anteroposterior (AP ).
 Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan
 Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal,
proyeksi AP.
Gambaran radiologis pada peritonitis secara umum yaitu adanya kekaburan pada
cavum abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara
bebas subdiafragma atau intra peritoneal.
J. KOMPLIKASI
Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana komplikasi
tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu : (chushieri)
1. Komplikasi dini
 Septikemia dan syok septic
 Syok hipovolemik
 Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan multi
system
 Abses residual intraperitoneal
 Portal Pyemia (misal abses hepar)
2. Komplikasi lanjut
 Adhesi
 Obstruksi intestinal rekuren

K. PENATALAKSANAAN
Prinsip umum pengobatan adalah pemberian antibiotik yang sesuai, dekompresi
saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik atau intestinal, penggantian cairan dan
elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena, pembuangan fokus septik atau
penyebab radang lainnya, bila mungkin dengan mengalirkan nanah keluar dan tindakan –
tindakan menghilangkan nyeri.
Biasanya yang pertama dilakukan adalah pembedahan eksplorasi darurat, terutama
bila disertai appendisitis, ulkus peptikum yang mengalami perforasi atau divertikulitis.
Pada peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau penyakit radang panggul pada wanita,
pembedahan darurat biasanya tidak dilakukan.
Diberikan antibiotik yang tepat, bila perlu beberapa macam antibiotik diberikan
bersamaan. Cairan dan elektrolit bisa diberikan melalui infus1.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian:
1. Anamnesa:
a. Identitas pasien:
o Nama
o Jenis kelamin
o Umur
o Pekerjaan
o Suku/bangsa
o Pendidikan
o Tgl MRS
b. Riwayat kesehatan:
o Keluhan utama.
o Riwayat penyakit sekarang.
o Riwayat penyakit dahulu
o Riwayat penyakit keluarga.
o Riwayat psikososial
o Pola kebutuhan hidup sehari-hari :
2. Pemeriksaan Fisik
a. keadaan umum.
b. Pemeriksaan dari:
o B1(breathing)
o B2(blood)
o B3(bren)
o B4(bladder)
o B5(bowel)
o B6(bone)

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis),
kerusakan jaringan, akumulasi cairan dalam rongga abdomen
2. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan
3. Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan untuk
memasukkan atau mencerna nutrisi oleh karena faktor biologis, psikologis atau
ekonomi, anoreksia, mual muntah.

C. Intervensi

Perencanaan
No Diagnosa
Tujuan Intervensi

1 Nyeri akut NOC : NIC :


b.d agen  Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri secara
injuri  pain control, komprehensif termasuk lokasi,
(biologi,  comfort level karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
kimia, fisik, Setelah dilakukan tindakan dan faktor presipitasi
psikologis), keperawatan selama 3x24  Observasi reaksi nonverbal dari
kerusakan jam nyeri berkurang, dengan ketidaknyamanan
jaringan, kriteria hasil:  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari
akumulasi  Mampu mengontrol nyeri dan menemukan dukungan
cairan dalam (tahu penyebab nyeri,  Kontrol lingkungan yang dapat
rongga mampu menggunakan mempengaruhi nyeri seperti suhu
abdomen tehnik nonfarmakologi ruangan, pencahayaan dan kebisingan
untuk mengurangi nyeri,  Kurangi faktor presipitasi nyeri
mencari bantuan)  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
 Melaporkan bahwa nyeri menentukan intervensi
berkurang dengan  Ajarkan tentang teknik non farmakologi:
menggunakan manajemen napas dala, relaksasi, distraksi, kompres
nyeri hangat/ dingin
 Mampu mengenali nyeri  Berikan analgetik untuk mengurangi
(skala, intensitas, frekuensi nyeri:
dan tanda nyeri)  Tingkatkan istirahat
 Menyatakan rasa nyaman  Berikan informasi tentang nyeri seperti
setelah nyeri berkurang penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
 Tanda vital dalam rentang berkurang dan antisipasi
normal ketidaknyamanan dari prosedur
 Tidak mengalami  Monitor vital sign sebelum dan sesudah
gangguan tidur pemberian analgesik pertama kali

Perencanaan
No Diagnosa
Tujuan Intervensi

2 Hipertermia NOC: NIC :


b.d proses Thermoregulasi  Monitor suhu sesering mungkin
penyakit/infla  Monitor warna dan suhu kulit
masi Setelah dilakukan tindakan  Monitor tekanan darah, nadi dan RR
keperawatan selama 3x24  Monitor penurunan tingkat kesadaran
jam pasien menunjukkan :  Monitor WBC, Hb, dan Hct
Suhu tubuh dalam batas  Monitor intake dan output
normal dengan kreiteria  Berikan anti piretik:
hasil:  Kelola Antibiotik
 Suhu 36 – 36,5 C  Selimuti pasien
 Nadi dan RR dalam  Berikan cairan intravena
rentang normal  Kompres pasien pada lipat paha dan
 Tidak ada perubahan aksila
warna kulit dan tidak ada  Tingkatkan sirkulasi udara
pusing, merasa nyaman  Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Catat adanya fluktuasi tekanan darah
 Monitor hidrasi seperti turgor kulit,
kelembaban membran mukosa)

Perencanaan
Diagnosa
No Tujuan Intervensi

3 Konstipasi NOC: NIC: Constipation/ Impaction


berhubungan Management
 Bowel elimination  Monitor tanda dan gejala konstipasi
dengan  Hydration  Monior bising usus
penurunan Kriteria Hasil :  Monitor feses: frekuensi, konsistensi
peristaltik dan volume
 Mempertahankan  Konsultasi dengan dokter tentang
usus bentuk feses lunak penurunan dan peningkatan bising
setiap 1-3 hari usus
 Bebas dari  Monitor tanda dan gejala ruptur
ketidaknyamanan dan usus/peritonitis
konstipasi  Jelaskan etiologi dan rasionalisasi
 Mengidentifikasi tindakan terhadap pasien
indicator untuk  Identifikasi faktor penyebab dan
mencegah konstipasi kontribusi konstipasi
 Anjurkan pada pasien untuk makan
buah-buahan dan serat tinggi
 Mobilisasi bertahap
 Evaluasi intake makanan dan
minuman
 Dukung intake cairan
 Kolaborasikan pemberian laksatif
Perencanaan
No Diagnosa
Tujuan Intervensi

4 Ketidakseimb NOC:  Kaji adanya alergi makanan


angan nutrisi a. Nutritional status:  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
kurang dari Adequacy of nutrient menentukan jumlah kalori dan nutrisi
kebutuhan b. Nutritional Status : food yang dibutuhkan pasien
tubuh b.d and Fluid Intake  Yakinkan diet yang dimakan mengandung
ketidakmamp c. Weight Control tinggi serat untuk mencegah konstipasi
uan untuk Setelah dilakukan tindakan  Ajarkan pasien bagaimana membuat
memasukkan keperawatan selama 3x24 catatan makanan harian.
atau jam nutrisi kurang teratasi  Monitor adanya penurunan BB dan gula
mencerna dengan indikator: darah
nutrisi oleh  Albumin serum  Monitor lingkungan selama makan
karena faktor  Pre albumin serum  Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
biologis,  Hematokrit selama jam makan
psikologis  Hemoglobin  Monitor turgor kulit
atau  Total iron binding  Monitor kekeringan, rambut kusam, total
ekonomi. capacity protein, Hb dan kadar Ht
 Jumlah limfosit  Monitor mual dan muntah
 Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
 Monitor intake nuntrisi
 Informasikan pada klien dan keluarga
tentang manfaat nutrisi
 Kolaborasi dengan dokter tentang
kebutuhan suplemen makanan seperti
NGT/ TPN sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan.
 Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi
selama makan
 Kelola pemberan anti emetik
 Anjurkan banyak minum
 Pertahankan terapi IV line
 Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas oval
DAFTAR PUSTAKA

Agarwal, A. et al., 2015. Validation of boeys score in predicting morbidity and mortality in
peptic perforation peritonitis in northwestern india. Tropical Gastroenterology, 36(4), pp.
256-260
Batra, P. et al., 2013. Mannheim peritonitis index as an evaluative tool in predicting mortality
in patients of perforation peritonitis. CIB Tech Journal of Surgery, 2(3), p. 30-36

http://www.webmd.com/digestive-disorders/peritonitis-symptoms-causes treatments diakses


tanggal : 21 September 2013
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika

Online:(http://www.scribd.com/doc/123953569/FAKTOR-RESIKO-Dan-Pencegahan-
PeritonitisDiakses: 1 November 2014 Lili.2013.

Anda mungkin juga menyukai