Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PRAKTIKUM

ENERGI ALTERNATIF BAHARI

SMFC (SEDIMENT MICROBIAL FUEL CELL)

OLEH:
UMMUL KALSUM
08051381924110
KELAS B

DOSEN PENGAMPU:
GUSTI DIANSYAH, S. Pi., M. Sc
DR. WIKE AYU EKA PUTRI, S. Pi., M. Si

LABORATORIUM OSEANOGRAFI DAN INSTRUMENTASI KELAUTAN


JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021

I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Wilayah pesisir suatu wilayah interaksi antara laut dan daratan yang
merupakan 15 % daratan bumi. Wilayah ini sangat potensial sebagai modal dasar
pembangunan Indonesia sebagai tempat perdagangan dan transportasi, perikanan,
budidaya perairan, pertambangan serta pariwisata dan lain-lain. Wilayah pesisir
Indonesia dipergunakan untuk dikembangkan bagi tercapainya kesejahteraan
umum apabila pengelolaannya dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan,
dengan memperhatikan faktor-faktor yang berdampak terhadap lingkungan
pesisir. Wilayah pesisir ada banyak sekali faktor yang berdampak diantaranya:
pertumbuhan penduduk dunia yang semakin besar, kegiatan-kegiatan manusia,
pencemaran, sedimentasi, ketersediaan air bersih (Suptijah et al. 2017).
Definisi wilayah pesisir seperti yang sudah dijelaskan memberikan suatu
pengertian bahwa ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan
mempunyai kekayaan habitat yang tinggi dan beragam, serta saling berinteraksi
antara habitat tersebut. Selain mempunyai potensi yang besar, wilayah pesisir juga
merupakan ekosistem yang paling mudah terkena dampak kegiatan manusia.
Lebih lanjut, umumnya kegiatan pembangunan, secara langsung maupun tidak
langsung, dapat berdampak buruk bagi ekosistem pesisir (Rahmanto et al. 2018).
Pengelolaan suatu wilayah pesisir untuk mengendalikan erosi pantai, maka
batas ke arah darat cukup hanya sampai pada lahan pantai yang diperkirakan
terkena abrasi, dan batas ke arah laut adalah daerah yang terkena pengaruh
distribusi sedimen yang paling dekat dengan garis pantai. Dengan demikian,
meskipun untuk kepentingan pengelolaan sehari-hari (day to day management)
kegiatan pembangunan di lahan atas atau di laut lepas biasanya ditangani oleh
instansi tersendiri, namun untuk kepentingan perencanaan (Wiryawan et al. 2019).
Laut yang sumber kontribusi terbesar dalam tata system hidrologi. Namun,
tidak hanya sampai pada batasan itu karena laut memiliki keunikan dibandingkan
dengan sumber air lain yaitu komponen dasar penyusun air laut berupa zat-zat
kimia mikro maupun makro. Oleh karena itu perlu suatu kajian tentang lautan dan
aspek- aspek yang ada di dalamnya. Danau, sungai, air tanah, uap air di atmosfer
acuannya (Maddu et al. 2018).
Sedimen laut berasal dari daratan dan hasil aktivitas (proses) biologi, fisika
dan kimia baik yang terjadi didaratan maupun di laut itu sendiri, meskipun ada
sedikit masukan dari sumber vulkanogenik dan kosmik. Sedimen laut terdiri atas
materi-materi berbagai sumber. Faktor yang mempengaruhi tipe sedimen yang
terakumulasi antara lain adalah topografi bawah laut dan pola iklim. Distribusi
laut saat ini merupakan refleksi iklim dan pola arus. Tipe sedimen dasar laut
berubah terhadap waktu karena perubahan cekungan laut, arus dan iklim, sedimen
permukaan dasar laut umumnya tersusun oleh: material biogenik yang berasal dari
organisme yang ada di lautan (Nurhakim et al. 2019).
Sedimentasi proses pembentukan sedimen atau endapan, atau batuan
sedimen yang diakibatkan oleh pengendapan atau akumulasi dari material
pembentuk atau asalnya pada suatu tempat. Proses sedimentasi umumnya terjadi
pada daerah pantai yang mengalami erosi karena material pembentuk pantai
terbawa arus ke tempat lain dan tidak kembali ke lokasi (Rahmanto et al. 2018).

1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Sedimen Mikrobial Pada Lautan
Sedimen terbentuk di daerah pantai dipengaruhi oleh arus dan bentuk
gelombang yang menyebabkan perbedaan kecepatan, sehingga memberikan
bentukan yang berbeda pada sedimen yang terdeposisi. Batimetri pesisir juga
berpengaruh terhadap transpor sedimen. Kedalaman pesisir berpengaruh terhadap
banyaknya sedimen yang mampu terdeposisi. Pada beberapa daerah yang dilintasi
gelombang dan arus memiliki perilaku yang berbeda-beda. Zona yang dilintasi
gelombang tersebut adalah offshore zone, surf zone, dan swash zone. Karakteristik
gelombang di surf zone  dan swash zone adalah yang paling penting di dalam
analisis proses pantai. Arus sangat bergantung pada arah datang gelombang,
sedimen mikrobial suatu yang berkaitan (Rahmanto et al. 2018).
Sediment microbial fuel cell (SMFC) merupakan salah satu bentuk dari
microbial fuel cell (MFC) yang dapat mengubah bahan organik kompleks pada
sedimen untuk menghasilkan elektron. Microbial fuel cell (MFC) sebagai
teknologi yang dapat menghasilkan energi listrik melalui proses degradasi bahan
organik oleh mikroorganisme melalui reaksi katalitik atau melalui mekanisme
sistem bioelektrokimia dari mikroorganisme berbagai mikroorganisme berperan
dalam MFC, mulai dari yang bersifat aerob, anaerob fakultatif maupun anaerob
obligat, MFC mempunyai berbagai kelebihan dibandingkan dengan teknologi
yang menghasilkan energi dari sumber biomasa lainnya, diantaranya memiliki
tingkat esiensi yang tinggi, kondisi operasi yang lunak, tidak dibutuhkannya
energi input, dan dapat diaplikasikan pada berbagai tempat yang memiliki
infrastruktur listrik yang kurang (Sa’adah dan Widyaningsih, 2018).
SMFC memanfaatkan mikroorganisme yang terdapat pada sedimen untuk
mendegradasi bahan organik, sedimen laut diketahui memiliki peranan yang besar
sebagai sumber bahan organik bagi berbagai kehidupan vegetasi laut, sedimen laut
memiliki peranan penting dalam siklus karbon dan nutrien bagi kehidupan di
dunia. Transfer massa pada pembentukan sedimen menjadi faktor pembatas dalam
produksi energi menggunakan SMFC, Substrat sedimen SMFC secara visual
mengalami perubahan warna, yaitu dari hijau kehitaman menjadi coklat muda.
Warna hitam umumnya diduga mengindikasikan (Nurhakim et al. 2019).
2.2 Manfaat Microbial Fuel Cell Di Perairan
Microbial Fuell Cell (MFC) suatu perangkat yang menggunakan aktif
mikroorganisme (bakteri) sebagai biokatalis di anoda dengan proses anaerob
untuk menghasilkan biolistrik. MFC melibatkan reaksi reduksi dan oksidasi
sehingga dibutuhkan oksidator dalam prosesnya yaitu dimana elktron diproduksi
oleh bakteri oleh substrat yang ditransfer ke anoda dan ke katoda yang
dihubungakan sistem MFC yaitu mikroba melakukan metabolisme dalam keadaan
anaerob dengan mengurai glukosa menjadi proton (H+ ), elektron (e- ) dan karbon
dioksida (CO2), elektron yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai sumber arus
listrik. Elektron akan dialirkan menuju katoda melalui sirkuit luar, sedangkan
proton berdifusi melalui jembatan garam (Suptijah et al. 2017).
Microbia Fuel Cell atau yag dikenal dengan istilah MFC merupakan sistem
pembangkit listrik memanfaatkan interaksi bakteri yang terdapat di alam. MFC
membangkitkan listrik dengan mengoksidasi bahan organik melalui bantuan
mikrobia. Aktivitas katalik dan transfer proton dilakukan dengan menggunakan
enzim atau tambahan mediator. mekanisme prosesnya adalah substrat dioksidasi
oleh bakteri sehingga menghasilkan elektron dan proton diruang anoda.
Penggunaan mikroorganisme dalam MFC ini bertujuan untuk menggantikan
fungsi enzim sehingga dihasilkan energi listrik (Ibrahim et al. 2019).
Memiliki potensi untuk efisiensi operasi yang tinggi. Fuel cell mengubah
secara langsung energi kimia menjadi listrik, sehingga hanyasedikit kehilangan
energi, untuk limbah panas, dan memiliki efisiensi yang tinggi. MFCS tidak
memiliki proses perantara yang substansial, dapat mengonversi substrat listrik
secara langsung, merupakan jenis energi yang siap untuk digunakan, serta tidak
memproduksi polutan. Gas hasil sampingan CO2 dapat dibuang tanpa pengolahan
dalam mengembangkan (Maddu et al. 2018).
MFCS pada awalnya dirancang untuk pengolahan air limbah, tetapi dengan
beberapa modifikasi, MFCS dapat dengan mudah dikonversi ke teknologi jenis
lain untuk aplikasi khusus seperti penghapusan polutan, produksi hidrogen,
bioproduction. Microbial Fuel Cell (MFC) dapat langsung menghasilkan listrik
dari oksidasi bahan organik yang terkandung dalam suatu larutan. untuk
meningkatkan hasil listrik (Rahmanto et al. 2018).
2.3 Prinsip Kerja Sedimen Mikrobial Fuel Cell pada kelautan
Semakin lama waktu reaksi maka semakin besar kemampuan mikroba untuk
mendegradasi zat organik pada limbah Nilai sama jika dibandingkan listrik yang
dihasilkan dari sistem MFC yang menggunakan limbah sisa proses makanan
sebagai substrat serta sumber inokulum, karbon dan NafionTM sebagai elektroda
dan media penukar kationnya yaitu sebesar 0,29 V. , mikroba telah beradaptasi
dengan sistem MFC sehingga pertumbuhan mikroba cenderung naik berikut listrik
yang diproduksi Hal ini mungkin disebabkan oleh air limbah yang digunakan
mempunyai senyawa organik yang tidak seluruhnya (Maddu et al. 2018).
Sistem Microbial Fuel Cell dijalankan dalam suatu reaktor anaerob yang
dilengkapi elektroda anoda dan elektroda  katoda dan berisi substrat dan bakteri.
Substrat yang merupakan makanan bakteri ini kemudian digunakan oleh bakteri
untuk menjalankan aktivitasnya yang akan menghasilkan beberapa produk yang
salah satunya adalah elektron yang melalui anoda kemudian dialirkan ke katoda
melalui sirkuit eksternal. Selanjutnya elektron pada katoda bersama proton akan
bereaksi dengan oksigen menghasilkan air. Substrat atau bahan bakar dalam
sistem ini berupa senyawa-senyawa organik seperti glukosa, asam asetat, dan
bahkan dapat pula menggunakan limbah cair organik (Suptijah et al. 2017).
Mikroba salah satu makhluk hidup yang melimpah di Alam. Salah satu
mikroba yang dapat dimanfaatkan oleh manusia dalah mikroorganisme penghasil
Bio-H2. Gas Hidrogen (H2) yang dihasilkan melalui aktivitas mikroorganisme,
dianggap sebagai bahan bakal alternative, Biohidrogen dipandang lebih ramah
lingkungan karena di dalam proses produksinya tidak memerlukan energi yang
besar serta tidak ada emisi karbon yang dihasilkan. Energi hasil pembakaran bio-
H2 dengan mudah disalurkan dalam teknologi fuel cell menjadi energi listrik yang
dapat disimpan (Riyanto et al. 2018).
Pada prinsipnya, fuel cell  adalah suatu peralatan yang bekerja berdasarkan
proses elektokimia, yang mana mampu mempertemukan hydrogen dengan
oksigen untuk menghasilkan energi listrik. Peningkatan kebutuhan energy
meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Secara global, suplai
energi semakin menipis dikarenakan belum banyak eksplorasi-eksplorasi baru dari
sumber energi tidak terbarukan (Rahmanto et al. 2018).
III METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Energi Alternatif Bahari dilaksanakan virtual melalui Zoom
pada hari selasa, 12 Oktober 2021 pukul 13.00 WIB bertempat di Indralaya Utara.

3.2 Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan praktikum kali ini, yaitu:
DAFTAR PUSTAKA
Riyanto B, Mubarik NR, Idham F. 2018. Energi Listrik Sedimen Laut Teluk
Jakarta Melalui Teknologi Microbial Fuel Cell. Pengolahan Hasil Perikanan
Indonesia Vol 15(1):35-37

Ibrahim B, Salamah E, Alwinsyah R. 2019. Pembangkit Biolistrik Dari Limbah


Cair Industri Perikanan Menggunakan Microbial Fuel Cell Dengan Jumlah
Elektroda Yang Berbeda. Dinamika Maritim Vol 4(1):2-5

Nurhakim Ma, Kusdiyanti E, Raharjo B. 2017. Penggunaan Substrat Glukosa


Berbagai Konsentrasi Sebagai Sumber Karbon Microbial Fuel Cell
Saccharomyces Cerevisiae Untuk Menghasilkan Energi Listrik. Bioma Vol
18(2):23-25

Maddu A, Riyanto B, Firmansyah Y. 2018. Degradi Bahan Organik Dan


Pemanfaatan Arus Listrik Pada Sedimen Tambak Udang Tradisional Melalui
Microbial Fuel Cell. Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia Vol
15(1):183-185

Suptijah P, Ibrahim B, Agung Bs. 2017. Pengaruh Jarak Elektroda Microbial Fuel
Cell Pada Limbah Cair Pemindangan Ikan Terhadap Elektrisitas Dan Beban
Pencemaran. Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia Vol
20(3):599-603

Rahmanto Ad, Iriana D, Ihsan Yn. 2017. Bioremediasi Sedimen Tercemar Limbah
Amonia Menggunakan Teknologi Microbial Fuel Cell Di Kawasan Mangrove
Nusa Dua Bali. Perikanan Kelautan Vol 7(1):157-159

Sa’adah N, Widyaningsih S. 2018. Pengaruh pemberian CO2 terhadap pH air


pada pertumbuhan. Kelautan tropis Vol 21(1):17-20

Wiryawan BNAP, Mahendra INA, Kuntayoni NA, Dewanti AIA. 2019. Analisis
potensi sedimen hutan bakau sebagai sumber energi listrik dengan
menggunakan teknologi sedimen microbial fuel cell. Semnas Vol 1(1):399-
403

Anda mungkin juga menyukai