Anda di halaman 1dari 4

Gerilya Tak Kasat Mata

Drama yang sedang marak di Dunia ini, suatu kisah peperangan melawan gerilya tak kasat
mata. Para pejuang bukan lagi seorang tentara, medan perang tersengit bukan lagi di tanah
lapang. Sekarang kata "Positif" tidak serta-merta diartikan kabar baik, sekarang mendadak
banyak orang menjadi ahli juga banyak bermunculan konspirasi, sekarang semuanya serba
rumit.

Itulah kabar dunia, lantas bagaimana kabar negri ini? sungguh keadaan yang menyedihkan,
lihatlah sisi ekonomi terganggu namun ada saja yang mengambil keuntungan terselubung
banyak motif, Pemerintah kerepotan rakyat kecil kewalahan juga tikus berdasi negri yang
masih terus beraksi, ditambah lagi ditengah Banyaknya pejuang yang gugur ada pula yang
tidak percaya peperangan ini nyata. Entah Harus dengan apalagi untuk membuatnya percaya
bahkan saat terkonfirmasi positif, saat sudah melihat dua garis merah tersebut masih pun
tidak percaya atau bahkan saat sudah masuk ruang ICU sudah memakai ventilator untuk
bernafas juga masih tidak percaya.

Sayangnya ini sudah menjadi kenyataan, Covid itu ada dan dia sangat nyata. Jika meminta
saksi maka orang sedunia akan siap bersaksi. Jika meminta bukti tak perlu jauh-jauh keluar
rumah silakan lihat beritanya di televisi tatap dalam-dalam kenaikan angka grafiknya antara
yang terjangkit, meninggal, juga yang sembuh. Jika tetap belum puas silakan lihat keadaan
unit gawat darurat di setiap rumah sakit negri ini, apakah mereka bisa duduk santai? Tidak.
Sudahkah melihat kepanikan saat oksigen habis, ruang isolasi rumah sakit penuh dan mencari
rumah sakit rujukan justru banyak penolakan? Sedangkan Pasien sesak napas bertumpuk
dihalaman. Atau inginkah mencoba Alat Perlindungan Diri para nakes?, agar bisa merasakan
bagaimana pengapnya memakai masker dan baju berlapis, belum lagi harus ditambah dengan
plaster agar tidak terkontaminasi udara luar, silakan dicoba tak perlu sehari minimal enam
jam saja.

Itulah kenyataannya, ayo hadapi bersama-sama minimal patuhi protokol kesehatan. Jangan
sombong tak mau mematuhi hanya karena konspirasi bodoh yang mengatakan semua ini
palsu, karena sekarang pun untuk menghirup udara saja penuh ancaman. Kita semua adalah
pejuang, sel-sel imunitas tubuh kita adalah tentara tersohor dalam Peperangan ini. Ketika
tampak dua garis di hasil rapid antigen, jangan tidak percaya karena itu nyata juga tak perlu
malu karena itu bukan hal tabu tetaplah bahagia menjalani hari-hari isolasi dan lakukan
segenap ikhtiar untuk kesembuhan.

Jangan lewatkan berjemur, ini memang hal sepele tapi manfaatnya sangat berpengaruh dalam
pembentukan vitamin D yang berfungsi meningkatkan imunitas, ketika kita memakan sesuatu
yang mengandung vitamin D seperti susu ataupun tablet vitamin yang kita beli di apotik,
sebenarnya mereka masih calon atau biasa disebut pro Vitamin D. Untuk mengubahnya
menjadi vitamin D sungguhan, peran sinar matahari dibutuhkan di sini, sinar matahari
tersebut bisa mempercepat prosesnya.

Ketika subuh tiba bukalah jendela lebar-lebar hirup udara sebanyak mungkin, karena sistem
imunitas kita butuh suplai oksigen dengan kualitas terbaik yang bisa kita jumpai kala waktu
pagi dan ketahuilah sungguh nikmatnya bisa menghirup oksigen gratis dari Allah. di luar
sana banyak orang yang rela antri untuk membeli oksigen dari manusia sedangkan kita bisa
menikmatinya dengan cuma-cuma.

Saat perasa mulai tak peka juga Indra pembau kehilangan fungsi jangan sampai lengah
memberi nutrisi untuk tubuh karena perhatian kita bukan di enak atau tidaknya makanan tapi
sel-sel imunitas kita yang butuh nutrisi banyak untuk amunisi melawan si virus.

Menjadi pejuang negatif saat isolasi mandiri itu rasanya sangat luar biasa, ketika penciuman
ku hilang makan tak ada rasa, belum lagi saat badan menjadi lemas dan gampang lelah, juga
mendapat kabar-kabar yang kurang mengenakkan misal deadline tugas, atau kabar sedih dari
keluarga, seperti kabar dari rumah yang ku dapat ialah informasi jika ibu terkena Covid.

saat itulah pikiran ini melayang... Ya Allah aku jauh dari rumah, aku pun butuh dana untuk
isolasi di kampus dan keluarga ku bukan dari kaum berada, gaji dari pelanggan bukan dari
atasan, tentunya isolasi mandiri butuh dana, dapat darimana kah uang itu sedangkan kedai
kuliner keluarga kami harus tutup. Jujur aku sempat stress, sebanyak apapun saran yang ku
dapat tidak serta-merta membuat ku relaks. kondisi tubuh ku ikut memburuk. Saat
mendengar paksaan dilarang stress, wajib berjemur dan olahraga, makan yang banyak
minum obat ini vitamin itu dan berbagai suplemen lainnya, rasanya sudah jenuh duluan.
Namun Allah sungguh maha baik, saudara dan tetangga saling perhatian mengirimkan
sembako untuk ayah dan ibu, beberapa hari kemudian keadaan beliau membaik.
Alhamdulillah aku sangat bersyukur menyusul hari esoknya keadaan fisik ku membaik.

Aku sempat merasa bersalah, karena ketika psikis ku terguncang, aku pernah acuh atas
saran dari Mereka yang ingin aku segera sembuh. Saat-saat itu yang ku inginkan hanya
kabar baik dari rumah, Tapi itu adalah perhatian dari mereka, itu usaha mereka untuk
menyadarkan ku bahwa aku pun tengah berperang.

jika hanya berdoa agar dihindarkan dari wabah atau meminta kesembuhan namun tanpa ada
usaha bukankah itu sama saja "bohong"? pun sebaliknya jika hanya berusaha tapi tanpa
disertai Do'a bukankah itu "Sombong"?. Maka dari itu mari berusaha juga berdoa, semuanya
menginginkan sehat seperti sedia kala jadi maklum ketika kita sering mendengar nasihat
serupa untuk bisa kontrol stress, dan menjaga kesehatan.

Sekarang jika berangan kemana-mana tidak harus memakai masker, sholat berjamaah di
masjid tak lagi saling renggang, sekolah masuk seperti biasa, pedagang- pedagang kecil
mencari penghidupan tanpa takut penyergapan petugas, dan bepergian dengan mudah tanpa
ada persyaratan berbelit, membayangkannya saja benar-benar sudah membuat haru.
Alangkah indah hari-hari tersebut semuanya sudah rindu keadaan damai seperti dulu.

~Untuk yang sedang sakit, semangat sehat itu "tentu". Untuk yang sudah sehat, menjaga
kesehatan itu "perlu". semoga negri kita segera membaik dan kita semua bisa kembali
menghirup udara bebas tanpa ancaman~
Biodata penulis

Nama pena : Mitsuko Shiori

seorang mahasiswa keperawatan asal Lampung

Anda mungkin juga menyukai