0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
12 tayangan5 halaman
Dokumen tersebut membahas sejarah perkembangan hadits pada masa Nabi Muhammad SAW, sahabat, dan tabi'in. Pada masa Nabi, hadits diturunkan berupa sabda, perbuatan, dan persetujuan Nabi untuk menjelaskan Al-Quran. Sahabat menerima hadits secara langsung atau tidak langsung dari Nabi dengan menghafal. Pada masa sahabat, hadits dijaga agar sesuai dengan yang disampaikan Nabi, baik secara la
Dokumen tersebut membahas sejarah perkembangan hadits pada masa Nabi Muhammad SAW, sahabat, dan tabi'in. Pada masa Nabi, hadits diturunkan berupa sabda, perbuatan, dan persetujuan Nabi untuk menjelaskan Al-Quran. Sahabat menerima hadits secara langsung atau tidak langsung dari Nabi dengan menghafal. Pada masa sahabat, hadits dijaga agar sesuai dengan yang disampaikan Nabi, baik secara la
Dokumen tersebut membahas sejarah perkembangan hadits pada masa Nabi Muhammad SAW, sahabat, dan tabi'in. Pada masa Nabi, hadits diturunkan berupa sabda, perbuatan, dan persetujuan Nabi untuk menjelaskan Al-Quran. Sahabat menerima hadits secara langsung atau tidak langsung dari Nabi dengan menghafal. Pada masa sahabat, hadits dijaga agar sesuai dengan yang disampaikan Nabi, baik secara la
Pertemuan Ke : 4 Tanggal : 28 September 2021 Materi : Sejarah Perkembangan Hadits pada Zaman Nabi, Sahabat danTabi'in
A. Perkembangan Hadits Pada Masa Rasulullah
Pada periode ini sejarah Hadits disebut masa turunnya wahyu dan pembentukan masyarakat Islam. Pada masa ini Hadits lahir berupa sabda (aqwal), af’al dan taqrir Nabi yang berfungsi menerangkan al-Qur’an dalam rangka menegakkan Syariat Islam dan membentuk masyarakat Islam. Para sahabat menerima hadits dari Rasul saw.ada kala langsung dari beliau sendiri, yakni mereka langsung mendengar sendiri dari Nabi, baik karena ada sesuatu soal yang diajukan oleh seseorang lalu Nabi menjawabnya, ataupun karena nabi sendiri yang memulai pembicaraan, adakala tidak langsug yaitu mereka menerima sesama sahabat yang telah menerima dari Nabi, atau mereka menyuruh seseorang bertanya kepada Nabi, jika mereka sendiri malu untuk bertanya. Para sahabat dalam menerima Hadits dari Nabi, berpegang pada kekuatan hafalannya, yakni menerimanyadengan jalan hafalan bukan dengan jalan menulis. Sahabat- sahabat Rasul yang dapat menulis hanya sedikit sekali. Sehingga para sahabat menghafal Hadits dan menyampaikannya kepada orang lain secara hafalan pula. Hanya beberapa orang sahabat saja yang mencatat hadits yang didengarkannya dari Nabi. Masa Nabi adalah masa diturunkannya al-Qur’an dari Allah SWT dan masa diwirudkannya Hadits oleh Nabi saw. Untuk al-Qur’an, Nabi menyuruh para sahabat menghafal dan menulisnya. Terhadap Hadits, Nabi memerintahkan untuk di hafal dan ditabligkan dengan tidak boleh sama sekali mengubahnya, tapi tidak menyelenggarakan penulisan secara resmi seperti penulisan al- Qur’an. Ada beberapa orang sahabat yang tercatat sebagai sahabatyang banyak menerima hadis dari Rasul SAW dengan beberapapenyebabnya. Mereka itu antara lain: 1. Para sahabat yang tergolong kelompok Al-Sdbiqun Al-Awwaliin (yang mula- mula masuk Islam), seperti Abu Bakar, Umar ibn Khattab, Utsman ibn Affan, Ali ibn Abi Thalib dan Ibn Mas'ud. Mereka banyak menerima hadis dari Rasul SAW, karena lebih awal masuk Islam dari sahabat-sahabat lainnya. 2. Ummahdt Al-Mukminin (istri-istri Rasul SAW), seperti Siti Aisyah dan Ummu Salamah. Mereka secara pribadi lebih dekat dengan Rasul SAW daripada sahabat-sahabat lainnya. Hadis-hadis yang diterimanya, banyak yang berkaitan dengan soal-soal keluarga dan pergaulan suami istri. 3. Para sahabat yang disamping selalu dekat dengan Rasul SAW juga menuliskan hadis- hadis yang diterimanya, seperti Abdullah Amr ibn Al-'Ash. 4. Sahabat yang meskipun tidak lama bersama Rasul SAW, akan tetapi banyak bertanya kepada para sahabat lainnya secara sungguh-sungguh, seperti Abu Hurairah. 5. Para sahabat yang secara sungguh-sungguh mengikuti majlis Rasul SAW banyak bertanya kepada sahabat lain dari sudut usia tergolong yang hidup lebih lama dari wafatnya Rasul SAW, seperti Abdullah ibn Umar, Anas ibn Malik dan Abdullah ibn Abbas. Lantaran inilah masruq berkata,” saya banyak berada semajelis dengan para sahabat.Maka ada diantara mereka yang saya dapati ibarat kolam kecil, hanya mencukupi buat minum seorang, ada yang mencukupi buat dua orang dan ada yang tidak kering-kering airnya, walaupun terus menerus diminum oleh penduduk bumi ini. Sebab penulisan Hadits tidak diselenggarkan secara resmi adalah: 1. Agar tidak adanya kesamaran terhadap al-Qur’an dan menjaga agar tidak bercampur antara catatan al-Qur’an dan Hadits. 2. Pencatatan al-Qur’an yang turunnya berangsur-angsur memerluhkan perhatian dan pengerahan tenaga penulis yang kontiyu, sedang sahabat yang pandai penukis sangat terbatas , maka tenaga yang ada dikhususkan untuk menulis al-Qur’an. 3. Menyelenggarakan pemeliharaan Hadits dengan hafalan tanpa tulisan secara keseluruhan berarti memelihara hafalan di kalangan umat Islam atau bangsa Arab yang sudah kuat daya hafalnya. Penulisan Hadits dengan segala ucapan, amalan, muamalah secara teknis, dibutuhkan adanya penulis yang harus terus menerus menyertai Nabi saw. dalam segala hal. Pada masa Rasulullah, ada upaya-upaya pemeliharaan terhadap Hadits. Menurut Nuruddin ‘Itr di dukung oleh lima faktor, yakni: 1. Kuatnya daya ingat dan hafalan sahabat. 2. Minat yang demikian kuat dlam mempelajari ajaran Islam. 3. Kedudukan hadits yang signifikan di dalam Islam sebagai bayanterhadap al-Qur’an. 4. Penyampaian hadits oleh Nabi yang menjadikan para sahabat merasa mudah unuk menghafal. 5. Penulisan-penulisan hadits oleh sahabat yang dapat dijadikan pedoman apabila mereka lupa. B. Perkembangan Hadits Pada Masa Sahabat Periode kedua sejarah perkembangan hadits, adalah masa sahabat. Khususnya masa Khulafa’ al-Rasyidin (Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib) yang berlangsung sekitar tahun 11 H sampai tahun 40 H. Masa ini juga disebut masa sahabat besar. Masa ini oleh para ulama dianggap sebagai masa yang menunjukkan adanya pembatasan periwayatan (al-tasabbut wa al-iqlal min al-riwayah).11 1. Menjaga Pesan Rasul SAW Pada umumnya para sahabat sangat berhati-hati dalam meriwayatkan hadits, bahkan disinyalir terdapat sahabat yang memilih diam dari pada menyampaikan hadits.Hal ini bisa jadi karena mereka khawatir salah atau keliru menyampaikan Hadits. Tindakan para sahabat ini bukan tanpa dasar atau acuan, mereka memang takut apa yang diwanti-wanti oleh Nabi. Imam al- Bukhari meriwayatkan, ia pernah mendengar Rasulullah bersabda:”siapa yang sengaja berdustaata namaku, bersiap- siaplah mengambil tempat dineraka.”12 2. Periwayatan Hadits dengan Lafaz dan Makna a) Periwayatan Lafzhi Periwayatan Lafzhi adalah periwayatan hadits yang redaksinya atau matannya persis seperti yang diwurudkan Rasul SAW. Ini hanya bisa dilakukan apabila mereka hafal benar apa yang disabdakan Rasul SAW.13 Kebanyakan para sahabat meriwayatkan hadits melalui jalan ini.Mereka berusaha agar periwayatan hadits sesuai dengan redaksi dari Rasul.menurut Ajjaj Al-Khathib, sebenarnya, seluruh sahabat menginginkan agar periwayatan itu dengan lafzhi bukan denganmaknawi.Sebagian dari mereka secara ketat melarang meriwayatkan hadits dengan maknanya saja, sehingga satu huruf atau satu katapun tidak boleh diganti.Begitu pula tidak boleh mendahulukan susunan kata yang disebut Rasul di belakang atau sebaliknya, atau meringankan bacaan yang tadinya tsiqal(berat) dan sebaliknya. Dalam hal ini Umar bin Khattab pernah berkata “ barang siapa pernah mendengar Hadits dari Rasul SAW. Kemudian ia meriwayatkannya sesuai dengan yang ia dengar, orang itu selamat”. b) Periwayatan Maknawi Diantara para sahabat ada yang berpendapat, bahwa dalam keadaan darurat, karena tidak hafal persis seperti yang diwurudkan Rasul SAW., boleh diriwayatkan secara maknawi. Periwayatan maknawi artinyaperiwayatan hadits yang matannya tidak sama persis dengan yang didengarkannya dari Rasul SAW., akan tetapi isi dan maknanya tetap terjaga secara utuh, sesuai dengan yang dimaksut Rasul SAW. Tanpa ada perubahn sedikitpun. Meskipun demikian, para sahabat melakukannya dengan sangat hati-hati. Ibnu Mas’ud misalnya, ketika meriwayatkan hadits ada istilh-istilah tertentu yang digunakan untuk menguatkan penukilannya, seperti dengan kata: qala Rasul SAW., (Rasul SAW bersabda begini), atau nahwan, atau qala Rasul SAW. Qariban min hadza. Periwatan hadits dengan maknawi akan mengakibatkan munculnya hadits- hadits yang redaksinya berbeda-beda meskipun maksut atau maknannya tetap sama. C. Hadits pada Masa Tabi’in Pada dasarnya periwayatan yang dilakukan oleh kalangan tabi’in tidak berbeda dengan dilakukan oleh para sahabat, mengikuti jejak para sahabat sebagai guru- guru mereka. Penyebaran hadits pada masa tabi’in ini dikenal dengan masa periwayatan hadits (intisyar al-riwayah ila al-amshar). 1. Pusat-pusat Pembinaan Hadits a) Para sahabat yang membina hadits di Madinah yaitu: Khulafa’ Al- Rasyidin, Abu Hurairah, Siti ‘Aisyah, Abdullah bin Umar dan Abu Sa’id Al-Khudri. Dengan menghasilkan pembesar tabi’in seperti Sa’id ibn Al- Musyayyab,’Urwah ibn Zubair. b) Para sahabat yan membina hadits di Makkah yaitu: Mu’adz ibn jabal, ‘Atab ibn Asid, Harisvibn Hisyam, Utsman bin thalhah dan ‘Utbah ibn Al-Haris. Tabi’in yang muncul yaitu Mujtahid ibn jabar, Atha’ ibn Abi Rabah dan Ikrimah maula Ibn Abbas. c) Para sahabat yan membina hadits di Kuafa yaitu: Ali bin Abi Thalib, sa’ad bin Abi Waqas dan Abdullah Mas’ud. Tabi’in yang muncul yaitu Al-Rabi’ ibn Qasim, Kamal ibn Zaid Al-Nakha’i. said bin Zubair Asadi.dll15 2. Pergolakan Politik dan Pemalsuan Hadits Pergolakan ini terjadi setelah perang Jamal dan perang Siffin, yaitu ketika kekuasaan dipegang oleh Ali bin Abi Thalib. Pengaruh langsung dan bersifat negatife ialah menculnya hadits-hadits palsu (maudhu’) untuk mendukung politiknya masing-masing.