Anda di halaman 1dari 35

ASUHAN KEPERAWATAN PPOM

Dosen Pengampu: Kristina L. Silalahi, S.Kep, Ns, M.Kep

KELOMPOK 5:
 Ade Indah Sari (203302050035)
 Srika Julia Trikana Br. S Depari (203302050027)
 Mesrita Karistina Lase (203302050024)
 Yohana Renatalias Dakhi (203302050022)
 Zami Nirma Okterina Hia (203302050025)

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

PRODI: D-3 KEPERAWATAN SEMESTER 3

Universitas Prima Indonesia

Tahun Ajaran 2021/2022


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar belakang ..........................................................................................3
B. Tujuan ........................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Defenisi PPOM..........................................................................................5
B. Macam –macam definisi bentuk PPOM..................................................4
C. Etiologi PPOM...........................................................................................11
D. Patofisioligi.................................................................................................11
E. Tanda dan gejala.......................................................................................12
F. Penatalaksanaan .......................................................................................13
ASUHAN KEPERAWATAN PPOM
A. Pengkajian ................................................................................................14
B. Diagnosa keperawatan.............................................................................18
C. Intervensi ..................................................................................................19
D. Implementasi ............................................................................................21
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian ................................................................................................23
B. Diagnosa keperawatan.............................................................................28
C. Intervensi keperawatan............................................................................28
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengkajian.................................................................................................31

B. Diagnosa....................................................................................................32

C. Intervensi..................................................................................................33

D. Implementasi............................................................................................33

E. Evaluasi.....................................................................................................33

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...............................................................................................34
B. Saran ..........................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit paru-paru obstruksi menahun (PPOM) merupakan suatu istilah yang sering
digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan
yang ditandai dengan sebutan PPOM adalah : Bronkhitis,Emifisema paru-paru dan Asma
bronkial.Perjalanan PPOM yang khas adalah panjang dimulai pada usia 20-30 tahundengan
“batuk merokok” atau batuk pagi disertai pembentukan sedikit sputum mukoid. Mungkin
terdapat penurunan toleransi terhadap kerja fisik, tetapi biasanya keadaan ini tidak diketahui
karena berlangsung dalam jangka waktu yang lama.Akhirnya serangan brokhitis akut makin
sering timbul, terutama pada musim dingin dan kemampuan kerja penderita berkurang, sehingga
pada waktu mencapai usia 50-60 an penderita mungkin harus mengurangi aktifitas. Penderita
dengan tipe emfisematosa yang mencolok, perjalanan penyakit tampaknya tidak dalam jangka
panjang, yaitu tanpa riwayat batuk produktif dan dalam beberapa tahun timbul dispnea yang
membuat penderita menjadi sangat lemah. Bila timbul hiperkopnea, hipoksemia dan kor
pulmonale, maka prognosis adalah buruk dan kematian biasanya terjadi beberapa tahun sesudah
timbulnya penyakit.(Price & Wilson, 1994 : 695)
B.Tujuan

a.Tujuan umum

Setelah mempelajari praktek keperawatan medikal bedah 1 mahasiswa mampu


memahami asuhan keperawatan pada pasien PPOM

b. Tujuan khusus

 Mengetahui tentang defenisi dari PPOM

 Mengetahui penyebab dari PPOM.

 Mengetahui tanda dan gejala dari PPOM.

 Mengetahui Penatalaksanaan PPOM pada lansia.

 Mengetahui Pengkajian, Diagnosa, Intervensi,dengan PPOM.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi PPOM

PPOM adalahk lasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronis, bronki
ektasis, emfisema dan asma. ( Bruner & Suddarth, 2002). PPOM merupakan kondisi ireversibel
yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-
paru.

B. Macam-macam bentuk PPOM

I. Bronkitis Kronis

a. Pengertian

Bronkitis kronis didefenisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3 bulan
dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut. (Bruner &Suddarth, 2002)

b.Patofisiologi

Asap mengiritasi jalan nafas mengakibatkan hipersekresi lendir dan inflamasi. Karena
iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel goblet meningkat
jumlahnya, fungsi silia menurun dan lebih banyak lendir yang dihasilkan. Sebagai akibat
bronkiolus dapat menjadi menyempit dan tersumbat. Alveoli yang berdekatan dengan bronkiolus
dapat menjadi rusak danmembentuk fibrosis, mengakibatkan perubahan fungsi makrofag
alveolar yang berperan penting dalam menghancurkan partikel asing termasuk bakteri. Pasien
kemudian menjadi lebih rentan terhadap infeksi pernapasan. Penyempitan bronkial lebih lanjut
terjadi sebagai akibat perubahan fibrotik yang terjadi dalam jalan napas. Pada waktunya mungkin
terjadi perubahan paru yang ireversibel, kemungkinan mengakibatkan emfisema dan
bronkiektasis.

c.Tanda dan Gejala


Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin.

d.Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan analisa gas darah : hipoksia dengan hiperkapnia

2) Rontgen dada : pembesaran jantung dengan diafragma normal/mendatar

3) Pemeriksaan fungsi paru : Penurunan kapasitas vital (VC) dan volumeekspirasi kuat
(FEV), peningkatan volume residual (RV), kapasitas parutotal (TLC) normal atau
sedikit meningkat.

4) Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit : dapat sedikit meningkat

II. Bronkiektasis

a.Pengertian

Bronkiektasis adalah dilatasi bronki dan bronkiolus kronis yang mungkindisebabkan oleh
berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi bronkus;aspirasi benda asing, muntahan,
atau benda-benda dari saluran pernapasan atas;dan tekanan akibat tumor, pembuluh darah yang
berdilatasi, dan pembesarannodus limfe. (Bruner & Suddarth )

b.Patofisiologi

Infeksi merusak dinding bronkial, menyebabkan kehilangan struktur pendukungnya dan


menghasilkan sputum yang kental yang akhirnya dapatmenyumbat bronki. Dinding bronkial
menjadi teregang secara permanen akibat batuk hebat. Infeksi meluas ke jaringan peribronkial
sehingga dalam kasus bronkiektasis sakular, setiap tuba yang berdilatasi sebenarnya adalah abses
paru, yang eksudatnya mengalir bebas melalui bronkus. Bronkiektasis biasanya setempat,
menyerang lobus atau segmen paru. Lobus yang paling bawah lebihsering terkena.Retensi
sekresi dan obstruksi yang diakibatkannya pada akhirnyamenyebabkan alveoli di sebelah distal
obstruksi mengalami kolaps(ateletaksis). Jaringan parut atau fibrosis akibat reaksi inflamasi
menggantikan jaringan paru yang berfungsi.
Pada waktunya pasien mengalami insufisiensi pernapasan dengan penurunan kapasitas
vital, penurunan ventilasi dan peningkatan rasio volume residualterhadap kapasitas paru total.
Terjadi kerusakan campuran gas yang di inspirasi (ketidakseimbangan ventilasi-perfusi) dan
hipoksemia.

c. Tanda dan Gejala

1) Batuk kronik dan pembentukan sputum purulen dalam jumlah yangsangat banyak

2) Jari tabuh, karena insufisiensi pernapasan

3) Riwayat batuk berkepanjangan dengan sputum yang secara konsistennegatif terhadap


tuberkel basil

d. Pemeriksaan Penunjang

1) Bronkografi

2) Bronkoskopi

3) CT-Scan : ada/tidaknya dilatasi bronkial

III. EMFISEMA

a. Pengertian

Emfisema didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara diluar bronkiolus
terminal dengan kerusakan dinding alveoli. (Bruner & Suddarth, 2002)

b. Patofisiologi

Pada emfisema beberapa faktor penyebab obstruksi jalan napas yaitu :inflamasi dan
pembengkakan bronki; produksi lendir yang berlebihan;kehilangan rekoil elastik jalan napas; dan
kolaps bronkiolus serta redistribusiudara ke alveoli yang berfungsi.

Karena dinding alveoli mengalami kerusakan, area permukaan alveolar yangkontak


langsung dengan kapiler paru secara kontinu berkurang, menyebabkan peningkatan ruang rugi
(area paru dimana tidak ada pertukaran gas yang dapatterjadi) dan mengakibatkan kerusakan
difusi oksigen.

Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir penyakit,


eliminasi karbondioksida mengalami kerusakan, mengakibatkan peningkatan tekanan
karbondioksida dalam darah arteri (hiperkapnia) danmenyebabkan asidosis respiratorius.

Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan, jaring-jaring kapiler pulmonal


berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanandipaksa untuk mempertahankan
tekanan darah yang tinggi dalam arteri pulmonal. Dengan demikian, gagal jantung sebelah kanan
(kor pulmonal) adalah salah satu komplikasai emfisema. Terdapatnya kongesti, edema
tungkai,distensi vena leher atau nyeri pada region hepar menandakan terjadinya gagal jantung.

Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak mampu untuk


membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan kronis dengan
damikian menetap dalam paru yang mengalami emfisema memperberat masalah.

Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik ke aliran masuk danaliran keluar
udara dari paru. Paru-paru dalam keadaan heperekspansi kronik. Untuk mengalirkan udara
kedalam dan keluar paru-paru, dibutuhkan tekanannegatif selama inspirasi dan tekanan positif
dalam tingkat yang adekuat harusdicapai dan dipertahankan selama ekspirasi. Posisi selebihnya
adalah salah satu inflasi.

Daripada menjalani aksi pasif involunter, ekspirasi menjadi aktif dan membutuhkan
upaya otot-otot. Sesak napas pasien terus meningkat, dada menjadi kaku, dan iga-iga terfiksaksi
pada persendiannya. Dada seperti tong (barrel chest) pada banyak pasien ini terjadi akibat
kehilangan elastisitas parukarena adanya kecenderungan yang berkelanjutan pada dinding dada
untuk mengembang.

c. Tanda dan Gejala

1) Dispnea

2) Takipnea

3) Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan


4) Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru

5) Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi

6) Hipoksemiavii. Hiperkapnia

7) Anoreksia

8) Penurunan BB

9) Kelemahan

d. Pemeriksaan Penunjang

1) Rontgen dada : hiperinflasi, pendataran diafragma, pelebaran interkostadan jantung


normal

2) Fungsi pulmonari (terutama spirometri) : peningkatan TLC dan RV, penurunan VC


dan FEV

IV. ASMA

a. Pengertian

Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan
bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. (Bruner & Suddarth, 2002)

b. Patofisiologi

Individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap lingkungan mereka.
Antibodi yang dihasilkan ( IgE ) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang
terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi, menyebabkan pelepasan produk
sel-sel mast (disebutmediator) seperti histamin, bradikinin dan prostaglandin serta anafilaksis
darisubstansi yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru
mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, bronkospasme, pembengkakan membran
mukosa dan pembentukan mukusyang sangat banyak.
Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh impuls saraf
vagal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau non alergi ketika ujung saraf pada
jalan nafas di rangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi dan polutan,
jumlah asetilkolin yangdilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara langsung
menyebabkan bronco konstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi yang dibahas
diatas. Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap respon parasimpatis.

Selain itu, reseptor α- dan β -adrenergik dari sistem saraf simpatis terletak dalam bronki.
Ketika reseptor α adrenergik dirangsang , terjadi bronkokonstriksi; bronkodilatasi terjadi ketika
reseptor β-adrenergik yangdirangsang. Keseimbangan antara reseptor α- dan β- adrenergik
dikendalikanterutama oleh siklik adenosin monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor –alfa
mengakibatkan penurunan c-AMP, yang mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang
dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi respon beta - mengakibatkan
peningkatan tingkat cAMP, yang menghambat pelepasan mediator kimiawi dan menyebabkan
bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah bahwa penyekatan β- adrenergik terjadi pada individu
dengan asma.Akibatnya, asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator kimiawidan
konstriksi otot polos.

c. Tanda dan Gejala

1) Batuk

2) Dispnea

3) Mengi

4) Hipoksia

5) Takikardi

6) Berkeringat

7) Pelebaran tekanan nadi

d. Pemeriksaan Penunjang

1) Rontgen dada : hiperinflasi dan pendataran diafragma


2) Pemeriksaan sputum dan darah : eosinofilia (kenaikan kadar eosinofil).Peningkatan
kadar serum Ig E pada asma alergik

3) AGD : hipoksi selama serangan akut

4) Fungsi pulmonari :

 Biasanya normal

 Serangan akut : Peningkatan TLC dan FRV; FEV dan FVC agak menurun

C. Etiologi PPOM

PPOM disebabkan oleh factor lingkungan dan gaya hidup, yang sebagian besar bias
dicegah. Merokok diperkirakan menjadi penyebab timbulnya 80-90% kasusPPOM. Faktor
resiko lainnya termasuk keadaan social-ekonomi dan status pekerjaaan yang rendah, kondisi
lingkungsn yang buruk karena dekat lokasi pertambangan, perokok pasif, atau terkena polusi
udara dan konsumsi alcohol yang berlebihan. Laki-laki dengan usia antara 30 hingga 40 tahun
paling banyak menderitaPPOM.

D. Patofisiologi

Patofisiologi PPOM adalah sangat kompleks dan komprehensif sehingga mempengaruhi


semua sisitem tubuh yang artinya sama juga dengan mempengaruhi gaya hidup manusia. Dalam
prosesnya, penyakit ini biasanya menimbulkan kerusakan pada alveolar sehingga bisa mengubah
fisiologi pernafasan, kemudian mempengaruhi oksigenasi tubuh secara keseluruhan.

Abnormal pertukaran udara pada paru-paru terutama berhubungan dengan tigamekanisme


berikut ini:

a. Ketidak seimbangan ventilasi-perfusi

Hal ini menjadi penyebab utama hipoksemia atau menurunnya oksigenasidalam


darah. Keseimbangan normal antara ventilasi alveolar dan perfusialiran darah kapiler pulmo
menjadi terganggu. Peningkatan keduanya terjadi ketika penyakit yang semakin berat sehingga
menyebabkan kerusakan pada alveoli dan dan kehilangan bed kapiler. Dalam kondisi seperti ini,
perfusimenurun dan ventilasi sama. Ventilasi dan perfusi yang menurun biasa dilihat pada pasien
PPOM, dimana saluran pernafasannya terhalang olehmukus kental atau bronchospasme. Di sini
penurunan ventilasi akan terjadi,akan tetapi perfusi akan sama, atau berkurang sedikit. Banyak di
diantara pasien PPOM yang baik empisema maupun bronchitis kronis sehingga ini menerangkan
sebabnya mengapa mereka memiliki bagian-bagian, dimana terjadi diantara keduanya yang
meningkat dan ada yang menurun.

b. Mengalirnya darah kapiler pulmo

Darah yang tidak mengandung oksigen dipompa dari ventrikel kanan ke paru-paru,
beberapa diantaranya melewati bed kapiler pulmo tanpamengambil oksigen. Hal ini
juga disebabkan oleh meningkatnya sekret pulmo yang menghambat alveoli.

c. Difusi gas yang terhalang

Pertukaran gas yang terhalang biasanya terjadi sebagai akibat dari satu atau dua
sebab yaitu berkurangnya permukaan alveoli bagi pertukaran udara sebagai akibat
dari penyakit empisema atau meningkatnya sekresi, sehingga menyebabkan difusi
menjadi semakin sulit.

E. Tanda dan gejala

Perkembangan gejala-gejala yang merupakan ciri-ciri dari PPOM adalah malfungsi


kronis pada system pernafasan yang manifestasi awalnya adalah ditandai dengan :

1) Batuk-batuk dan produksi dahak khususnya yang menjadi di saat pagi hari.

2) Nafas pendek sedang yang berkembang menjadi nafas pendek akut.

3) Batuk dan produksi dahak (pada batuk yang dialami perokok) memburuk menjadi
batuk persisten yang disertai dengan produksi dahak yang semakin banyak.

4) Pasien akan sering mengalami infeksi pernafasan dan kehilangan berat badan yang
cukup drastis, sehingga pada akhirnya pasien tersebut tidak akan mampu secara
maksimal melaksanakan tugas-tugas rumah tangga atau yang menyangkut tanggung
jawab pekerjaannya.

5) Pasien mudah sekali merasa lelah dan secara fisik banyak yang tidak mampu
melakukan kegiatan sehari-hari.

6) Pasien PPOM banyak yang mengalami penurunan berat badan yang cukupdrastis
sebagai akibat dari hilangnya nafsu makan karena produksi dahak yang makin
melimpah, penurunan daya kekuatan tubuh, kehilangan seleramakan,penrunan
kemampuan pencernaan sekunder karena tidak cukup oksigenasi sel dalam system
gastrointestinal. Pasien PPOM, lebih membutuhkan banyak kalori karena lebih
banyak mengeluarkan tenaga dalam melakukan pernafasan.

F. Penatalaksanaan

Secara umum penatalaksanaan PPOM adalah :

1) Usaha-usaha pencegahan, terutama ditujukan terhadap memburuknya penyakit.

2) Mobilisasi dahak.

3) Mengatasi bronkospasme.

4) Memberantas infeksi.

5) Penanganan terhadap komplikasi.

6) Fisioterapi, inhakasi terapi dan rehabilitasi.


ASUHAN KEPERAWATAN PPOM

A. Pengkajian

Anamnesa

Dispnea adalah keluhan utama ppom klien biasanya mempunyai riwayat merokok dan
rwayat batuk kronis,bertempat tinggal atau bekerja di area dengan polusi udara berat, adanya
riwayat alergi pada keluarga,adanya riwayat asma pada saat anak-anak.

Perawat perlu mengkai riwayat atau adanya faktor pencetus eksaserbasi yang meliputi
alergen,stres emosien ,peningkatan aktifitas fisik yang berlebihan, terpapar dengan folusi udara,
serta infeksk saluran pernafasan. Perawat juga perlu mengkaji obat-obat yang biasa diminum
klien, memeriksa kembali setiap jenis obat apakah masih relevan untuk digunakan kembali.

Pengkajian pada tahap lanjut penyakit, di dapatkan kadar oksigen yang


rendah( hipoksemia) dan kadar karbon dioksida yang paling tinggi ( hiperkapnea ). Klien rentan
terhadap reaksi inflamasi dan infeksi akibat penggumpulan sekresi. Setelah infeksi terjadi, klien
mengalami mengi yang berkepanjangan saat ekspirasi.

Anoreksia, penurunan berat badan, dan kelemahan adalah hal yang umum terjadi. Vena
jugularis mungkin mengalami distensi selama aspirasi. Pada pengkajian yang dilakukan
ditanggan, sering didapatkan adanya jari tabuh (clubbing fringer) sebai dampak dari hipoksemia
yang berkepanjangan.

Sebagai pengkajian untuk menentukan predisposisi penyakit yang mendasarinya, perawat


perlu merujuk kembali pada penyakit yang mendasari,yaitu asma brochial,bronchitis klonis dan
empisema pada pembahasan selanjutnya.

Pemeriksaan fisik fokus

Inspeksi

Pada klien dengan kelainan PPOM, terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi
pernapasan , serta penggunaan obat bantu napas ( sternoklieidomastoid ).
Pada saat inspeksi, biasanya dapat terlihat klien mempunyai bentuk dada barrel chest
akbat udara yang terperangkap, penipisan masa otot, bernapas dengan bibir yang dirapatkan,
pernapasan abnormal yang tidak efektif. Pada tahap lanjut, dispnea terjadi pada saat beraktivitas
bahkan pada aktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan dan mandi. Pengkajian batuk produktf
dengan sputum purulen disertai dengan demam mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi
pernapasan.

Palpasi

Pada palpasi, ekspansi menngkat dan taktil fremitus biasanya menurun.

Perkusi

Pada perkusi, didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan


diagfragmamendatar atau menurun.

Auskultasi

Sering didapatkan adanya bunyi napas ronchi dan whezzing sesuai tingkat
keparahanobstruktif bronkhiolus.

Pengkajian diagnostik

Pengukuran Fungsi Paru

1) Kapasitas inspirasi menurun

2) Volume residu : meningkat pada bronkhitis, emfisiema, dan asma

3) FEV1 selalu menurun = derajat obstuksi progresf penyakit paru obstruksikronis

4) FVC awal normal : menurun pada bronkhitis dan asma

5) TLC normal sampai meningkat sedang (prodominan pada emfisema)Analisa gas


darahPaO2 menurun PCO2 meningkat, sering menurun pada asma. Nlai pH normal,
asdosis, alkalosis respiratorik ringan sekunder.
Pemeriksaan laboratorium

1) Hemoglobulin (Hb) dan hematokrit (Ht) meningkat pada polisitemia sekunder

2) Jumlah darah merah meningkat

3) Eosinofil dan total IgE serum meningkat

4) Pulse oksimetri : SaO2 oksigenasi menurun

5) Elektrolit menurun karena pemakaian obat diuretik

Pemeriksaan sputum

Pemeriksaan gram kuman/kultur adanya infeksi campuran. Kuman patogen yang biasa
ditemukan adalah streptochocus, pneumonia, hemophylus inffluenza

Pemeriksaan Radiologi Thorax foto (AP dan lateral)

Menunjukan adanya hiperinflasi paru, pembesaran jantung, dan bendungan area


paru.Pada emfisema paru didapatkan diafragma dengan letak yang rendah dan mendatar ruang
udara retrosernal > (foto lateral), jantung tampak bergantung, memanjang dan menyempit.

Pemeriksaan bronkhogram

Menunjukkan dilatasi bronkhus kolap bronkhiale pada ekspirasi kuat.

EKG

Kelainan EKG yang paling awal terjadi adalah rotasi clock wise jantung. Bila
sudahterdapat korpulmonal, terdapat deviasi aksis kekanan dan P-pulmonal pada hantaranII, III
dan aVE. Voltase QRS rendah. Di VI rasio R/S lebih dari 1 dan di V6 V1 rasioR/S kurang dari 1
sering terdapat RBBB inkomplet.
Penatalaksanaan Medis

Intervensi medis bertujuan untuk :

 Memelihara kepatenan jalan napas dengan menurunkan spasme bronkhus


danmembersihkan sekret yang berlebihan.

 Memelihara keefektifan pertukaran gas.

 Mencegah dan mengobati infeksi saluran pernapasan.

 Meningkatkan toleransi latihan.

 Mencegah adanya komplikasi (gagal napas akut dan status asmatikus)

 Mencegah alergen/iritasi jalan napas.

 Membebaskan adanya kecemasan dan mengobati depresi yang seringmenyertai


adanya obstruksi jalan napas kronis.

Manajemen medis yang diberikan berupa :

1) Pengobatan farmakologi

 Anti-inflamasi (kortikosteroid, natrium kromolin, dll)

 Bronkhodilator

Adrenegin : efedrin, epineprin, dan beta adrenergik agonis


selektif.

Nonadrenergik : aminofili, teofilin.

 Antihistamin

 Steroid

 Antibiotik
 Ekspektoran

Oksigen digunakan 3 1/menit dengan nasal kanul.

2) Higiene paru

Cara ini bertujuan untuk membersihkan sekret dari paru, meningkatkan kerja
silia, dan menurunkan risiko infeksi. Dilaksanakan dengan nebulizer,
fisioterapi dada, dan postural drainase.

3) Latihan

Bertujuan untuk mempertinggi kebugaran dan melatih fungsi otak skelet alagar
lebih efektif. Dilaksanakan dengan jalan sehat.

4) Menghindari bahan iritanPenyebab iritasi jalan napas yang harus dihindari


diantaranya asap rokok dan perlu juga mencegah adanya elergen yang masuk
tubuh.

5) Diet Klien sering mengalami kesulitan makan karena adannya dispnea.


Pemberian porsi yang kecil namun sering lebih baik dari pada makan sekaligus
banyak.

B. Diagnosa keperawatan

1) Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang b.d adanya bronkhokontriksi, akumulasi


sekret jalan napas dan menurunnya kemampuan batuk efektf.

2) Gangguan pertukaran gas yang b.d retensi CO2 peningkatan sekresi, peningkatan
pernapasan dan proses penyakit.

3) Resiko tinggi infeksi pernafasan (pneumonia) b.d akumulasi sekret jalan napasdan
menurunnya kemampuan batuk efektif.

4) Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang b.d
penurunan nafsu makan
5) Gangguan ADL yang b.d kelemahan fisik umum dan keletihan.

C. Intervensi

No. Diagnosa Tujuan interven Rasional


1. Ketidakefektifan Dalam waktu 3x 24 -kaji -karakteristik sputum
bersihan jalan jam setelah dapat menunjuk kan
warna, kekentalan,
napasyang b.d diberikan berat ringannya
dan jumlah sputum
adanya intervensi jalan obstruksi
bronkhokontriksi, napas kembali - atur posisi
-meningkatka
akumulasi sekret efektif ditandai semifowler
nekspansi dada
jalan napas dan dengan
- ajarkan cara batuk
menurunnya berkurangnya - batuk efektif dapat
efektif
kemampuan sputum untuk memudahkan
batuk efektf. memperbaikai - bantu klien latihan pengeluaran sekret
ventilasi paru dan napas dalam yangmelekat pada jaln
pertukaran gas napas
- auskultasi paru
Kriteria hasil: tidak
sebelum dan sesudah -ventilasi maksimal
ada bunyi napastam
program latihan. membuka lumen jalan
bahan, dapat
napas dan
mendemontrasikan
meningkatkan gerakan
batuk efektif,
sekretke dalam jalan
pernapasan normal
napas besar untuk
dikeluarkan

- Pemantauan yang
adekuat dapat untuk
mengevaluasi kondisi
dan kesiapan pasien.

2. Gangguan Tujuan: dalam - kaji keefektifan -bronkhospasme


pertukaran gas waktu 3x24 jam jalan napas dideteksi ketika
yang b.d retensi Setelah diberikan - kolaborasi untuk terdengar bungi mengi
CO2 intervensi pemberian saat diauskultasi
peningkatan pertukaran gas bronkhodilator dengan stetoskop
sekresi, membaik. secara aerosol
- terapi aerosol
peningkatan
Kriteria hasil: - lakukan fisioterapi membantu
pernapasan dan
dada mengencerkan sekresi
proses penyakit. Frekuensi napas
sehingga dapat di
normal 16-20 x/i, - kolaborasi untuk
buang.
warna kulit pemantauan AGD
normal,t idak ada - setelah inhalasi
- Kolaborasi
dipsnea, GDA bronkhodilator
pemberianoksigen
dalam batas nebulizer Kliendi
via nasal
normal. sarankan untuk
meminum air putih
untuk lebih
mengencerkan sekresi.

-oksigen diberikan
ketika terjadi
hipoksemia.

D. Implementasi
1. Ketidak efektifan bersihan jalan napas yang b.d adanya bronkhokontriksi, akumulasi
sekret jalan napas dan menurunnya kemampuan batuk efektf.

Implementasi :

 Mengkaji warna sputum = kehijau-hijauan,

 Mengkaji kekentalan sputum ,dan

 jumlah sputum1 cc

 Mengatur posisi pasien semi fowler

 Mengajarkan cara batuk efektif

 Membantu klien latihan napas dalam

 Mengkaji frekuensi pernapasan

 Auskultasi paru sebelum dan sesudah program latihan.

Evaluasi :

 S : Klien mengatakan sejak tadi malam napas sudah berkurang sesaknya

 O : RR= 24 x/i Warna sputum = kental kehijau-hijauan

Jumlah sputum 0,5 cc

TD= 120/70 mmHg

S = 37°c

N = 75 x/i

 A : Masalah sebagian teratasi

 P : Intervensi di lanjutkan
 I : Melatih batuk efektif

 E : Bersihan jalan napas efektif

BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian

1. Identitas klien

Nama : Tn.S

Umur : 65 tahun

Jenis kelamin : laki-laki

Agama : Islam

Status : menikah

Pekerjaan :

Alamat : Jln lolong no.14 Padang

Pendidikan : SMP

No. RM :

Alasan masuk : Sesak napas

2. Riwayat kesehatan sekarang

Keluhan utama klien adalah sesak nafas, setelah terpapar oleh allergen atau factor lain
yang mencetuskan serangan PPOM.

3. Riwayat kesehatan dahulu

Riwayat kesehatan klien dahulu pernah mengalami sesak napas sejak 3 tahunyang lalu

4. Riwayat kesehatan keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit gangguan pernapsan sebelumnya

5. Pemeriksaan fisik
i) Sistem pernapasan

 Peningkatan frekuensi pernafasan, susah bernafas, perpendekan periode


inspirasi.

 Penggunaan otot-otot aksesori pernafasan (retraksi sternum, pengangkatan


bahu waktu bernafas).

 Pernafasan cuping hidung.

 Adanya mengi yang terdengar tanpa stetoskop.

 Bunyi nafas : wheezing, pemanjangan ekspirasi.

 Batuk keras, kering, dan akhirnya batuk produktif.

ii) Sistem kardiovaskuler

 Takhikardi

 Tensi 130/80 mmHg

 Pulsus paradoksus (penurunan tekanan darah > 10 mmHg pada waktu


inspirasi).

 Sianosis

 Dehidrasi3)

iii) Integritas ego

Perubahan pola hidup, ansietas, ketakutan, peka rangsang)

iv) Makanan / cairan

Mual / muntah, anoreksia, ketidakmampuan untuk makan karenadistress


pernafasan, turgor kulit buruk, berkeringat

v) Higiene
Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktifitas
sehari-hari, kebersihan buruk, bau badan

vi) Keamanan

Riwayat reaksi alergi / sensitif terhadap zat atau faktor lingkungan

vii) Seksualitas

Penurunan libido

viii) Interaksi sosial

Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung,keterbatasan mobilitas fisik.

ix) Aktivitas/istirahat

Keletihan, kelelahan,ketidak mampuan melakukan aktifitas sehari-hari karena sulit


bernapas. Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi

6. Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan rutin

Faal paru

- Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)

- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atauVEP1/KVP


(%).Obstruksi : % VEP1 (VEP1/VEP1 pred.) <80%

- %VEP1% (VEP1/KVP) <75%

- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya
PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter
walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau
variability harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%

2) Uji bronkodilator

Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakanAPE meter

- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15-20menit


kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahanVEP1 atau APE
<20%>

- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil

3) Darah rutin

Hb, Ht, leukosit

4) Radiologi

Foto thoraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain.

Pada emfisema terlihat gambaran :

 Hiperinflasi

 Hiperlusen

 Ruang retrosternal melebar

 Diafragma mendatar

 Jantung menggantung (jantung pendulum/tear drop/eye


dropappearance)

Pada bronchitis kronik :

 Normal
 Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21% kasus

5) Uji provokasi bronkus

Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat
hipereaktiviti bronkus derajat ringan.

6) Uji coba kortikosteroid

Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral(prednisone atau


metilprednisolon) sebanyak 30-50mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan
VEP1 pascabronkodilator > 20% dan minimal250 ml. Pada PPOK umumnya tidak
terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid.

7) Analisis gas darah

Terutama untuk menilai:

 Gagal napas kronik stabil

 Gagal napas akut pada gagal napas kronik

8) Radiologi

 CT-Scan resolusi tinggi

 Mendeteksi emmfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema


atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto thoraks polos- Scan ventilasi
perfusi

9) Elektrokardiografi (EKG)

Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh P pulmonal dan


hipertrofi ventrikel kanan.

10) Ekokardiografi

Menilai fungsi jantung kanan.


11) Bakteriologi

Pemeriksaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur


resistensidiperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang
tepat. infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi akut
pada penderita PPOK di Indonesia.

B. Diagnosa Keperawatan

1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan tertahannya sekresi.

2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen.

3) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan in adekuat pertahanan primer


dan sekunder, penyakit kronis.

4) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


disprisa,kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual /
muntah.

5) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplay


dankebutuhan oksigen, kelemahan, dispnea.

C. Intervensi Keperawatan

Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan tertahannya sekresi.

Tujuan : Mengefektifkan jalan nafas

Hasil yang diharapkan :

 Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih /


jelas

 Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas

Intervensi :
 Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misal : mengi, krekels,ronki

 Kaji frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi mengi (emfisema)

 Kaji pasien untuk posisi yang nyaman misal: peninggian kepala tempat
tidur,duduk dan sandaran tempat tidur.

 Pertahankan polusi lingkungan minimum debu, asap dll

 Bantu latihan nafas dalam

 Berikan obat sesuai indikasi

D. Implementasi :

 Mengauskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misal : mengi,


krekels,ronki.

 Mengkaji frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi mengi (emfisema)

 Mengkaji pasien untuk posisi yang nyaman misal: peninggian kepala


tempat tidur, duduk dan sandaran tempat tidur.

 Mempertahankan polusi lingkungan minimum debu, asap dll

 Mengajarkan teknik nafas dalam batu efektif

 .Memberikan obat sesuai indikasi

E. Evaluasi :

S : Klien mengatakan sejak tadi malam napas sudah tidak sesak lagi

O : TD= 120/80 mmHg

Nadi = 60 x/i

Suhu = 36, 5°c


RR = 22x/I

warna sputum = putih kekuning-kuningan

Kekentalan sputum = agak kental

A : Masalah teratasi sebagian

P : Intervensi dilanjutkan

I : Latihan napas dalam

E : Napas klien tampak tidak sesak

BAB IV

PEMBAHASAN
A. Pengkajian

Dalam pengkajian pada kasus PPOM kita sebagai perawat harus tahu tentang identitas
pasien, alasan pasien dibawah kerumah sakit. Dan untuk mengumpulkan data selanjutnya
perawat dapat menayakan riwayat kesehatan pasien baik riwayat kesehatan sekarang, riwayat
kesehatan dahulu dan riwayat kesehatan keluarganya.

Untuk riwayat kesehatan sekarang kita bisa tanyakan keluhan yang dirasakan pasien saat
datang kerumah sakit, pada riwayat kesehatan dahulu kita menanyakan apakah pasien ada
riwayat merokok, minum-minum alkohol dan tempat tinggal pasien apakah di tempat dengan
polusi udara yang berat.Sedangkan pada riwayat kesehatan keluarga yang perlu dikaji pada
pasien PPOM ini adalah apakah ada anggota keluarga sebelumnya mengalami penyakit seperti
yang dialami oleh pasien sekarang.

Dengan melakukan anamnesa kepada pasien atau keluarga kita senagai perawat dapat
menegakkan diagnosa keperawatan dengan data-data yang mendukung. Yang dapat kita lakukan
pada proses pengkajian bukan hanya melakukan aamnesa saja, kita juga bisa mendapatka data
dari pemeriksaan fisik pada pasien. Pada pemeriksaan fisik bisa dilakukan secara head toe-toe
atau persistem. Pada kasus PPOM pemeriksaan fisik sebaiknya berfokus pada sistem pernapasan
dan sistem kardiovaskuler,tetapi bukan berarti pada sistem yanglain tidak dikaji. Pemeriksaan
fisik dilakukan dengan 4 cara yaitu Inspeksi, Palpasi, Perkusi, dan Auskultasi (IPPA).

Pengkajian pada sistem pernapasan data yang sering ditemukan pada pada pasien PPOM
adalah:

a. Inspeksi

Dilihat dari bentuk dada adanya perubahan bentuk dada dari yang normal bisa mejadi
barrel chest (dada seperti tong) karena batuk yang telah lama, sehingga sulit untuk
bernapas dan sewaktu bernapas menggunakan otot bantu pernapasan. Dari inspeksi
juga bisa dilihat kesimetrisan antara dada kiri da dada kanan pasien, dilihat keadaan
kulit pasien

b. Palpasi
Dilakukan dengan cara meraba dada pasien apakah ada udem pada dada pasien, adaya
nyeri tekan dan apakah ada massa di dada pasien.

c. Perkusi

Pada perkusi yang perlu dikaji yaitu bagaimana bunyi lapang paru saat dilakukan
perkusi.

d. Auskultasi

Auskultasi pada pemeriksaan paru digunakan untuk mengetahui apakahada bunyi


napas tambahan seperti ronki, dan mengi.

Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan diagnostik dilakukan untuk data penunjang supaya bisa menegakkan


diagnosa. Tidak cukup data pemeriksaan fisik saja yang bisa menegakkan diagnosa juga
diperlukan pemeriksaan penunjang seperti :

1) Analisis gas darah

2) Pemeriksaan laboratorium

3) Pemeriksaan sputum

4) Pemeriksaan radiologi thoraks

5) EKG

B. Diagnosa

Untuk diagosa keperawatan pada kasus PPOM yang bisa ditegakkan berdasarkan teori
dan dilihat dari kasus yaitu tentag masalah pernapasan:

1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan tertahannya sekresi.

2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen.


3) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan in adekuat pertahanan primer dan
sekunder, penyakit kronis.

4) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disprisa,


kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual /muntah.

5) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplay dan


kebutuhan oksigen, kelemahan, dispnea.

C. Intervensi

Pada intervensi yaitu merencakan tindakan yang akan dilakukan kepada pasien dengan
gangguan sistem pernapasan. Kita sebagai perawat melakukanintervensi kepada pasien PPOM
yaitu harus mempertahankan jalan napas pasien untuk mempertahankan hidupnya

D. Implementasi

Pada implementasi yang kita lakukan sebagai perawat yaitu melaksanakan rencana yang
telah kita buat pada intervensi sebelumya

E. Evaluasi

Sejauh mana asuhan keperawatan yang kita berikan kepada pasien telah tercapai. Apakah
sudah sesuai dengan yang kita harapkan pada intervensi atau belum. Jika belum kita bisa
melanjutkan intervensi yang belum dicapai.

BAB V

PENUTUP
A. Kesimpulan

PPOM adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru berupa
memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran nafas dan
tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu. PPOM terdiri dari
kumpulan tiga penyakit yaitu Bronkitis kronik, Emfisema paru dan Asma.

Faktor resiko dari PPOM adalah : merokok sigaret yang berlangsung lama, Polusi udara,
Infeksi paru berulang, Umur, Jenis kelamin, Ras, Defisiensi alfa-1antitripsin, Defisiensi anti
oksidan.

Penatalaksanaan pada penderita PPOM : Meniadakan faktor etiologi dan presipitasi,


Membersihkan sekresi Sputum, Memberantas infeksi, MengatasiBronkospasme, Pengobatan
Simtomatik, Penanganan terhadap komplikasi yang timbul, Pengobatan oksigen, Tindakan
”Rehabilitasi”

B. Saran

Makalah yang telah disusun ini jauh dari kata sempurna. Maka dari itu diharapkan saran
dan kritik yang membangun dari para pembaca demi sempurnanyamakalah ini.Terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin arif.2012.asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem pernapasan

Jakarta : salemba medika.

Somantri irman. 2008.keperawatan medikal bedah asuhan keperawatan pada pasiendengan


gangguan sistem pernapasan.penerbit salemba medika,Jakarta.Brunner & suddarth.2001. Buku
ajar Keperawatan medikal bedah,ed 8.Jakarta:EGC.Doenges marilynn E. 1999 Rencana asuhan
keperawatan.Ed 3. Jakarta :EGC.

Anda mungkin juga menyukai