Anda di halaman 1dari 6

Menimbang Peran Teknologi dan Guru dalam Pembelajaran di Era COVID-19

Syaharuddin*

COVID-19 atau Corona Virus Deaseases mulai mewabah di Wuhan China pada

Desember 2019. Penyebarannya semakin masif ke beberapa negara pada awal

2020 dan masuk ke Indonesia pada Maret 2020. Pada tanggal 11 Maret 2020

WHO menetapkan wabah ini sebagai pandemik global. Hingga saat ini, secara

global korban meninggal telah mencapai 316.860 orang dan di Indonesia telah

menembus hingga angka 1.192 orang (data per 18 Mei 2020).

Untuk mengurangi resiko penularan virus corona, diantara langkah

prefentif yang telah diambil pemerintah adalah menghimbau agar bekerja dari

rumah, work from home (WFH), termasuk belajar dan beribadah di rumah bahkan

belanja dari rumah. Langkah ini bertujuan untuk mendukung kebijakan

selanjutnya yakni social and fisical distancing. Cara ini tentu memberi dampak

langsung terhadap perekonomian bangsa, karena akan banyak pengurangan

aktivitas bekerja di luar rumah. Misalnya, berbagai pusat perbelanjaan

memutuskan untuk menutup sementara operasionalnya, sehingga pendapatan

otomatis menurun. Sejumlah hotel di daerah-daerah wisata seperti Bali, Jakarta,

dan Yogyakarta Surabaya ditutup. Pemutusan hubungan kerja (PHK) menjadi

langkah efektif bagi perusahaan untuk mengurangi kerugian perusahaan yang

semakin bertambah. Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi Provinsi

(Disnakertrans) DKI Jakarta mencatat ada 3.611 pekerja atau buruh di Ibukota

yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Selain itu, ada sekitar 21.797
pekerja yang dirumahkan tapi tidak menerima upah (unpaid leave) CNN

Indonesia 2/4/20). Kondisi ini mengharuskan pemerintah untuk mengeluarkan

berbagai kebijakan, seperti subsidi listrik, pemotongan pajak hingga

mengeluarkan karu prakerja yang sempat menimbulkan kontroverisal karena

dianggap ‗proyek‘ yang hanya akan menguntungkan pihak tertentu.

Di sisi lain, pandemi COVID-19 menjadi berkah bagi bumi, seperti

dilansir Science Alert (17/3/2020) dalam Sumartiningtyas (2020) bahwa telah

terjadi penurunan emisi nitrogen dioksida, yakni emisi gas buang dari

kendaraan bermotor dan asap industri, yang turun secara drastis di langit Eropa.

Para ilmuwan sangat menyakini jika hal itu merupakan dampak penerapan

lockdown yang diberlakukan di Italia.

Dampak lain COVID-19 adalah pendidikan. Di media sosial, telah beredar

misalnya sejumlah lagu yang diciptakan oleh komunitas tertentu di kalangan

pelajar, yang temanya seputar ―Rindu Guru‖. Rupanya, belajar di rumah dengan

menggunakan fasilitas internet dengan berbagai fasilitas elektronik lainnya tidak

mampu mengganti peran guru –termasuk dosen-- sebagai pendidik,

pembimbing, dan pelatih. Hal ini tampak dari potongan lirik lagu berikut, “wahai

bapak/ibu guru, telah lama kita tak bertemu, aku ingin belajar bersama,

kumerindukanmu. Walau tak belajar di sekolah, namun kau tak merasa lelah

membimbingku dan mengajariku….”.

Diantara kelemahan teknologi –guru mesin- adalah tidak memiliki rasa,

bahasa dan karakter. Namun, hanya berperan sebagai transfer of knowledge.


Karena itu, peran ini harus menjadi milik guru –sebagai pendidik—yang tidak

hanya menjalankan fungsi transfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) tapi

juga mampu membentuk sikap dan perilaku (transfer of values) sebagai tugas

utama guru, khususnya pada jenjang pendidikan dasar dan menegah.

Pada level implementatif hal ini tidaklah mudah. Awal pelaksanaan

belajar online di sekolah, khususnya di Banjarbaru yang asumsi penulis keadaan

yang sama di berbagai daerah, yakni pembelajaran identik dengan transfer

pengetahuan an sich. Setiap hari guru mengirim tugas baik yang ada di buku

paket maupun LKS (Lembar Kerja Siswa). Pada konteks ini maka orang tua

menjadi tumpuan keberhasilan belajar online. Kebetulan pada saat yang sama

orang tua berada di rumah akibat kebijakan WFH. Informasi yang diperoleh

justru tingkat stress orang tua semakin tinggi karena setiap hari harus

mendampingi putra-putrinya belajar. Tidak selesai sampai disitu. Selanjutnya,

orang tua harus mengirim hasil belajar ‗tugas‘ dengan beberapa ketentuan yang

sangat ‗berbau‘ teknologi yang tidak semua orang tua mengerti.

Di tingkat perguruan tinggi, perbincangan terkait belajar online menjadi

hangat. Kelompok pertama mengatakan pentingnya pembelajaran dengan

menggunakan teknologi, bahkan ada dosen yang sempat melakukan pooling

kepada mahasisiwa tentang responsnya terhadap pembelajaran online atau

daring. Hasilnya lebih dari 50% (60%-80%) mengatakan bahwa belajar online

sangat menyenangkan dan sangat membantu dalam belajar di tengah pandemik

COVID-19.
Kelompok kedua berbeda lagi, menyatakan bahwa peran guru –termasuk

dosen—tidak dapat digantikan dengan teknologi, secanggih apapun itu plus

teknologi –guru mesin—tidak memiliki rasa, bahasa dan karakter. Tentu ini

merupakan perdebatan yang menarik ketika pada saat yang sama semua orang

melaksanakan belajar secara daring. Sikap kelompok ketiga cukup moderat,

bahwa teknologi hanya membantu proses pembelajaran agar lebih menarik dan

efektif sehingga peserta didik tidak bosan. Bukan mengganti peran guru dan

dosen 100%. Berbeda dengan beberapa profesi lain, seperti karyawan bank. Saat

ini, transaksi baik setor maupun tarik serta transfer dapat dilakukan melalui

ATM bahkan dapat dilakukan di rumah bagi mereka yang telah memiliki

aplikasi e-banking.

Pendapat ketiga mendukung model pembelajaran yang sedang

dikembangkan saat ini, yakni “Blended Learning Models”. Blended Learning

Models adalah suatu cara dalam proses belajar mengajar yang menggabungkan,

mengkombinasikan dan memadukan sistem pembelajaran tatap muka dengan

sistem digital (Driscoll, 2002; Graham, 2005). Melek (literasi) teknologi sudah

seharusnya dimiliki tenaga pendidik setelah membaca, menulis dan berhitung

(Eggen dan Kauchak, 2012: 27) khususnya di abad 21 ini (Sari, 2014). Model ini

dalam praktiknya bisa dalam berbentuk tatap muka, live e-learning dan tugas

mandiri (Valiathan, 2002). Pembelajaran ini berbeda dengan E-Learning yang

keseluruhannya memanfaatkan teknologi dalam pembelajaran melalui fasilitas

internet sehingga tidak diperlukan tatap muka.


Di tengah COVID-19 tentu tidak mungkin menerapkan Blended Learning

Models yang utuh, namun setidaknya live e-learning melalui berbagai platform

yang tersedi seperti zoom, google meet, google classroom adalah media yang dapat

dioptimalkan. Melalui media itu, dosen dapat mentransfer pengetahuan dan

keterampilan. Bagaimana dengan membangun karakter? Dapat melalui disiplin

waktu dalam memulai dan mengkahiri pertemuan kelas daring, disiplin waktu

batas waktu upload tugas, kemandirian melalui tugas individu, kerjasama

melalui tugas kelompok dan etika dalam berbicara atau menulis saat live e-

learning berlangsung.

Peran guru sebagai pendidik tidak tergantikan oleh mesin (teknologi).

Kemampuan guru menyentuh pada aspek rasa, bahasa dan pembentuk karakter

menjadikan kehadirannya selalu ditunggu oleh peserta didik, kapan dan

dimanapun. Teknologi diciptakan untuk memudahkan pekerjaan manusia,

termasuk dalam proses belajar. Perpaduan kedua hal ini merupakan solusi yang

tepat dalam belajar di era dan dan khususnya pascaCOVID-19.

*Penulisa adalah Dosen Pendidikan IPS FKIP ULM Banjarmasin

Referensi:

Discoll, M. 2002. Blended Learning: Let’s Get Beyond the Hype.


Eggen. Paul., dan Kauchak, Don. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran: Mengajarkan
Konten dan Keterampilan Berpikir. Edisi 6. Jakarta: Indeks.
Graham, C.R. 2005. Blended Learning System. Definisi, Current, and Future Directions.
dalam The Hand Book of Blended Learning.
Sari, Milya. 2014. Blended Learning, Model Pembelajaran Abad Ke-21 di Perguruan
Tinggi. Ta’dib, Volume 17, No. 2 (Desember 2014).
Valiathan, Purnima. 2002. Blended Learning Models. ASTD.
ld.astd.org/LC/2002/0802_valiathan.htm.
Sumartiningtyas, HKN. 2020. Dampak Pandemi Virus Corona pada Lingkungan, Polusi
Udara Global Turun. Kompas.com - 17/03/2020.
CNN Indonesia. ―Dampak Corona, 3.611 Pekerja di DKI Jakarta Kena PHK‖. Edisi
Jumat, 03/04/2020 20:20 WIB.

Anda mungkin juga menyukai