Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH EKONOMI ISLAM

TRANSAKSI ATAU AKAD

Disusun Oleh

Kelompok 5

Lalu Wirajuni (191800SA)

Muhammad Isroq Mahendra (191802SA)

Nursinta (191803SA)

Raehan Nurbayani (191804SA)

Sri Wulandari (191805SA)

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI AMM MATARAM

(STIE AMM MATARAM)

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
segala rahmatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“TRANSAKSI ATAU AKAD” tepat pada waktunya. Makalah ini dibuat dalam rangka
memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Pemasaran.

Ucapan terima kasih tidak lupa penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Namun tidak lepas dari semua itu, penulis
menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya
maupun segi lainnya.

Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka penulis membuka
selebarlebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik yang bersifat
membangun dari semua pembaca demi menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan penulis khususnya.
DAFTAR ISI

COVER............................................................................................................................

KATA PENGANTAR.....................................................................................................

DAFTAR ISI....................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................

A. Latar Belakang............................................................................................................
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................
C. Tujuan.........................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................

A. Pengertian transaksi....................................................................................................
B. Sumber Hukum Transaksi atau Akad.........................................................................
C. Hubungan Antara Transaksi (Muamalah)...................................................................
D. Transaksi dan Kontrak................................................................................................
E. Rukun-rukun dan Syarat Kontrak...............................................................................
F. Jenis-jenis Kontrak......................................................................................................
G. Cacat Dalam Kontrak..................................................................................................

BAB III PENUTUP.........................................................................................................

A. Kesimpulan ................................................................................................................
B. Saran............................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Akad merupakan peristiwa hukum antara dua pihak yang berisi ijab dan kabul,
secara sah menurut syara dan menimbulkan akibat hukum. Jika kita kaitkan dengan
sebuah desain kontrak maka kita akan mencoba mengkaitkan dengan Lembaga
Keuangan dikarenakan akad merupakan dasar sebuah instrumen dalam lembaga
tersebut, terutama di Lembaga Keungan Syariah Akad menjadi hal yang terpenting
terkait dengan boleh atau tidaknya sesuatu dilakukan di dalam islam.

Akad sebagai perbuatan hukum atau tindakan hukum dapat dilihat dari definisi-
definisi akad atau kontrak diantaranya: dalam Ensiklopedi hukum Perjanjian Islam
dikemukakan bahwa akad adalah pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan
qabul (pernyataan penerimaan ikatan) sesuai dengan kehendak syariat yang
berpengaruh pada obyek perikatan. yang dimaksud dengan yang sesuai dengan
kehendak syari adalah seluruh perikatan yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih
tidak boleh apabila tidak sejalan dengan kehendak syara’.

Istilah ‘’Akad’’ dalam hukum perjanjian Islam disebut ‘’Perjanjian’’ dalam


hukum perdata. Akad berasal dari kata al-aqd, yang berarti mengikat, menyambung
atau menghubungkan.

Bila ditelusuri dalam Alquran, tentu tidak mudah untuk menemukan bagaimana

transaksi dalam Islam dijalankan secara praktik, kecuali prinsip-prinsip umum yang
harus ada ketika sebuah transaksi dijalankan, semisal adil, tidak menganiaya, tidak
menipu, dan lainnya. Tidak heran bila transaksi dalam Islam terus menuai kritik yang
konstruktif karena secara praktik masih dianggap memiliki unsur ketidak adilan.
Keadilan bertransaksi dalam ekonomi Islam mulai dihidupkan dalam kegiatan
ekonomi sehari-hari. Karena hal tersebut telah terbukti membawa keberkahan dan
bahkan berhasil melewati masa krisis yang melanda Indonesia pada masa Orde Baru
hingga memasuki masa reformasi, salah satu bukti keadilan transaksi tersebut
terdapat dalam entitas bisnis syariah, yaitu Perbankan Syariah, dan lebih khusus yaitu
Bank Muamalat Indonesia yang waktu itu berhasil melewati masa krisis.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan transaksi atau akad
2. Ada beberapa sumber hukum transaksi atau akad dalam Islam
3. Apa saja rukun dan syarat kontrak.

C. Tujuan

Untuk mengetahui dan memahami bagaimana cara untuk bertransaksi atau akad
yang baik dalam jual beli dan mengetahui apa saja ketentuan dan syarat yang telah
ditentukan dalam Islam.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Transaksi atau Akad

1. Pengertian transaksi

Pengertian transaksi secara umum adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh
pihak organisasi maupun individu yang mampu melahirkan perubahan atas harta atau
finansial yang dimilikinya.

Beberapa ahli berpendapat bahwa pengertian transaksi adalah suatu kegiatan


perusahaan yang mampu menimbulkan perubahan pada kondisi harta atau finansial
perusahaan. Beberapa contoh kegiatan transaksi tersebut adalah menjual, membeli,
membayar gaji, serta membayar beberapa jenis hal lainnya. Sedangkan

Pengertian transaksi menurut beberapa para ahli sebagai berikut :

 Indri Bastian

Indra Bastian menjelaskan bahwa pengertian transaksi adalah suatu bentuk pertemuan
yang terjadi antara pihak penjual dan pembeli yang saling menguntungkan dan
disertai dengan adanya bukti, data, atau dokumen pendukung untuk diinput dalam
jurnal melalui adanya pencatatan.

 Slamet Wiyono

Berdasarkan Slamet Wiyono , pengertian transaksi adalah suatu kejadian finansial


atau ekonomi yang melibatkan minimal dua pihak yang mana keduanya akan saling
melakukan kegiatan pertukaran, pinjam-meminjam, melibatkan diri dalam suatu
perserikatan usaha, dan kegiatan lain dengan dasar keinginan masing-masing atau
peraturan yang berlaku.
2. Pengertian Akad

Menurut bahasa artinya ikatan atau persetujuan, sedangkan menurut istilah akad
adalah transaksi atau kesepakatan antara seseorang (yang menyerahkan) dengan
orang lain (yang menerima) untuk pelaksanaan suatu perbuatan. Contohnya : akad
jual beli, akad sewa menyewa, akad pernikahan. Dasar hukum dilakukannya akad
adalah :

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu. Dihalalkan bagimu


binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan
tidak menghalalkan beburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya
Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendakinya’’.(QS. Al-Maidah:1)

Berdasarkan ayat tersebut dapat dipahami bahwa melakukan isi perjanjian atau
akad itu hukumnya wajib. Menurut Misbahuddin dalam bukunya yang dikutip dari
buku sabri samin menjeleaskan bahwa akad dapat dilakukan dengan cara lisan
maupun tulisan, yang penting adalah ijab dengan qabulnya jelas, pasti dan dapat
dipahami oleh kedua belah pihak yang mengadakan perikatan.

Akad adalah perjanjian tertulis yang memuat ijab (penawaran) dan qabul
(penerimaan). Istilah al-aqdu (akad) dapat disamakan dengan istilah verbintenis
(perikatan) dalam KUHPerdata. Sedangkan istilah al-ahdu (janji) dapat disamakan
dengan istilah perjanjian.
B. Sumber Hukum Akad/Perikatan Islam

1. Al-Qur’an

Alquran sebagai salah satu sumber hukum Islam yang utama, dalam masalah
akad, sebagaian besar hanya mengatur kaidah-kaidah hukum. Sebagaimana dijelaskan
dalam, Qs. al-Baqarah (2): 188 , yang artinya :

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara
kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu
kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang
lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.

2. Hadis
Ketentuan-ketentuan mengenai mu’amalah dalam hadis lebih terperinci dari pada
dalam Al-Qur’an. Namun, perincian ini tidak terlalu mengatur hal-hal yang sangat
mendetail. Hadis-hadis tersebut antara lain dapat dilihat sebagai berikut:
Dari Abdi rahman Bin Syimasah sesungguhnya dia mendengar ‘Uqbah bin ‘Amir
berkata, Rasullah Saw., bersabda: orang mu’min satu dengan lainnya bersaudara,
tidak boleh membeli barang yang sedang dibeli saudaranya, dan meminang pinangan
saudaranya sebelum ia tinggalkan. Rasulullah Saw., bersabda orang muslim itu
berserikat dalam tiga hal: yaitu rumput, air, dan api.
3. Ijtihad
Kedudukan ijtihad dalam bidang mu’amalah memiliki perang yang sangat
penting. Hal ini disebabkan, bahwa sebagaian besar ketentuan-ketentuan mu’amalah
yang terdapat dalam Alquran dan hadis bersifat umum. Sedangkan dalam
pelaksanaannya di masyarakat, kegiatan mu’amalah selalu berkembang di sesuaikan
dengan kebutuhan masyarakat.
Ijtihad mengenai perikatan Islam telah banyak dilakukan oleh para Imam mazhab,
baik mengenai definisi akad, rukun akad, maupun syarat-syaratnya. Pada masa
sekarang ini bentuk ijtihad dilapangan hukum perikatan dilaksanakan secara kolektif
oleh para ulama yang berkompoten di bidangnya. Sebagai bukti di Indonesia, pada
bulan April 2000 telah berbentuk DSM yang merupakan bagian dari majelis ulama
atau MUI. Dewan Syari’ah Nasional itu adalah dewan yang menangani masalah-
masalah yang berhubungan dengan aktivitas lembaga keuangan syari’ah.23Keputusan
ini menjadi salah satu langkah dalam melaksanakan dan mengembangkan syariat
Islam di Indonesia. Dari ketiga sumber tersebut, maka umat Islam dimanapun berada
dapat mempraktekkan kegiatan usahanya dalam kehidupan sehari.

C.   Hubungan Antara Aqidah, Ibadah, Muamalah,  dan Ahklak


1. Hubungan aqidah dengan akhlak

Aqidah merupakan suatu keyakinan hidup yang dimiliki oleh manusia. Keyakinan
hidup inidiperlukan manusia sebagai pedoman hidup untuk mengarahkan tujuan
hidupnya sebagai mahluk alam. Pedoman hidup ini dijadikan pula sebagai pondasi
dari seluruh bangunan aktifitas manusia.

“ Aqidah sebagai dasar pendidikan akhlak “Dasar pendidikan akhlak bagi


seorang muslim adalah aqidah yang benar terhadap alam dan kehidupan, Karena
akhlak tersarikan dari aqidah dan pancaran dirinya. Oleh karena itu jika seorang
beraqidah dengan benar, niscahya akhlaknya pun akan benar, baik dan lurus. Begitu
pula sebaliknya, jika aqidah salah maka akhlaknya pun akan salah. Ilmu yang
menjelaskan baik dan buruk, menjelaskan yang seharusnya dilakukan manusia kepada
yang lainya, yang disebut dengan akhlak. Dengan akhlak yang baik seseorang akan
bisa memperkuat aqidah dan bisa menjalankan ibadah dengan baik dan benar. Ibadah
yang dijalankan dinilai baik apabila telah sesuai dengan muamalah. Muamalah bisa
dijalankan dengan baik apabila seseorang telah memiliki akhlak yang baik.

Contohnya :

Jika berjanji harus ditepati yaitu apabila seorang berjanji maka harus ditepati. Jika
orang menepati janji maka seseorang telah menjalankan aqidahnya dengan baik.
Dengan menepati janji seseorang juga telah melakukan ibadah. Pada dasarnya setiap
perbuatan yang dilakukan manusia arus didasari denga aqidah yang baik.
2. Hubungan aqidah dengan ibadah

Akidah menempati posisi terpenting dalam ajaran agama Islam. Ibarat sebuah
bangunan, maka perlu adanya pondasi yang kuat yang mampu menopang bangunan
tersebut sehingga bangunan tersebut bisa berdiri dengan kokoh. Demikianlah urgensi
akidah dalam Islam, Akidah seseorang merupakan pondasi utama yang menopang
bangunan keislaman pada diri orang tersebut. Apabila pondasinya tidak kuat maka
bangunan yang berdiri diatasnya pun akan mudah dirobohkan.

Selanjutnya Ibadah yang merupakan bentuk realisasi keimanan seseorang, tidak


akan dinilai benar apabila dilakukan atas dasar akidah yang salah. Hal ini tidak lain
karena tingkat keimanan seseorang adalah sangat bergantung pada kuat tidaknya serta
benar salahnya akidah yang diyakini orang tersebut. Sehingga dalam diri seorang
muslim antara akidah, keimanan serta amal ibadah mempunyai keterkaitan yang
sangat kuat antara ketiganya.

Muslim apabila akidahnya telah kokoh maka keimanannya akan semakin kuat,
sehingga dalam pelaksanaan praktek ibadah tidak akan terjerumus pada praktek
ibadah yang salah. Sebaliknya apabila akidah seseorang telah melenceng maka dalam
praktek ibadahnya pun akan salah kaprah, yang demikian inilah akan mengakibatkan
lemahnya keimanan.

Ibadah mempunyai hubungan yang erat dengan aqidah. Antaranya :

a. Ibadah adalah hasil daripada aqidah  yaitu keimanan terhadap Allah sebenarnya
yang telah membawa manusia untuk beribadat kepada Allah swt.
b. Aqidah adalah asas penerimaan ibadah yaitu tanpa aqidah perbuatan seseorang
manusia bagaimana baik pun tidak akan diterima oleh Allah swt.
c. Aqidah merupakan tenaga penggerak yang mendorong manusia melakukan ibadat
serta menghadapi segala cabaran dan rintangan.
Pondasi aktifitas manusia itu tidak selamanya bisa tetap tegak berdiri, maka
dibutuhkan adanya sarana untuk memelihara pondasi yaitu ibadah. Ibadah merupakan
bentuk pengabdian dari seorang hamba kepada allah. Ibadah dilakukan dalam rangka
mendekatkan diri kepada allah untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan
terhadap allah.

Manusia sebagai makhluk yang paling sempurna, sejak kelahirnya telah dibekali
dengan akal pikiran serta perasaan (hati). Manusia dengan akal pikiran dan hatinya
tersebut dapat membedakan mana yang baik dan mana yang benar, dapat mempelajari
bukti-bukti kekuasaan Allah, sehingga dengannya dapat membawa diri mereka pada
keyakinan akan keberadaan-Nya. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi manusia
untuk tidak mengakui keberadaan Allah SWT. karena selain kedua bekal yang
dimiliki oleh mereka sejak lahir, Allah juga telah memberikan petunjuk berupa ajaran
agama yang didalamnya berisikan tuntunan serta tujuan dari hidup mereka di dunia.

Ibadah mempunyai hubungan yang erat dengan aqidah. Antaranya :

Ibadah adalah hasil daripada aqidah  yaitu keimanan terhadap Allah sebenarnya
yang telah membawa manusia untuk beribadat kepada Allah swt.

Aqidah adalah asas penerimaan ibadah yaitu tanpa aqidah perbuatan seseorang
manusia bagaimana baik pun tidak akan diterima oleh Allah swt. Aqidah merupakan
tenaga penggerak yang mendorong manusia melakukan ibadat serta menghadapi
segala cabaran dan rintangan. Akidah adalah merupakan pondasi utama kehidupan
keislaman seseorang. Apabila pondasi utamanya kuat, maka bangunan keimanan
yang terealisasikan dalam bentuk amal ibadah orang tersebut pun akan kuat pula.

3. Hubungan Aqidah dan Muamalah


Apabila aqidah telah dimiliki dan ibadah telah dijalankan oleh manusia,
maka kedua hal tersebut harus dijalankan dengan sebaik-baiknya, oleh karena itu
diperlukan adanya suatu peraturan yang mengatur itu semua. Aturan itu disebut
Muamalah. Muamalah adalah segala aturan islam yang mengatur hubungan antar
sesama manusia. Muamalah dikatakan berjalan baik apabila telah memiliki dampak
sosial yang baik. Untuk dapat mewujudkan aqidah yang kuat yaitu dengan cara
ibadah yang benar dan juga muamalah yang baik, maka diperlukan suatu adanya

Aqidah adalah pondasi keber-Islaman yang tak terpisahkan dari ajaran Islam yang
lain: Akhlak, ibadah dan Muamalat. Aqidah yang kuat akan mengantarkan ibadah
yang benar, akhlaq yang terpuji dan muamalat yang membawa maslahat. Selain
sebagai pondasi, hubungan antara aqidah dengan pokok-pokok ajaran Islam yang lain
bisa juga bersifat resiprokal dan simbiosis. Artinya, ketaatan menuanaikan ibadah,
berakhlaq karimah, dan bermuamalah yang baik akan memelihara aqidah.

D. Transaksi dan Kontrak


Sedangkan yang dimaksud dari kontrak adalah perjanjian yang dibuat secara
tertulis. Dengan kata lain, kontrak merupakan suatu perjanjian atau perikatan atau
yang sengaja dibuat secara tertulis, sehingga dapat dijadikan sebagai alat bukti bagi
para pihak yang berkepentingan. Dalam hukum kontrak konvensional, secara teori ada
perbedaan definisi antara perjanjian dan perikatan. Misalnya pada pasal 1234 Kitab
Undang-Udang Hukum Perdata, pengertian perikatan adalah memberi sesuatu, berbuat
sesuatu dan tidak berbuat sesuatu. Sedangkan pasal 1313 ayat (2) KUH Perdata, istilah
perjanjian diartikan sebagai suatu perbuatan hukum dimana seseorang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadapsatu orang atau lebih.

Fiqih muamalah menyatakan pengertian kontrak perjanjian masuk dalam bab


pembahasan tentang akad. Pengertian akad secara linguistik memiliki maka ‘ar-
rabthu’ yang berarti menghubungkan atau mengaitkan, mengikat antara beberapa
ujung sesuatu. Di dalam al-Qur’an ada beberapa ayat yang menjadi landasan makna
kata al-aqdu (akad), yang dijelaskan dalam surah Ali-Imron : 76 yang artinya ;

‘’(Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat)nya dan
bertakwa, Maka Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa

Disamping itu terdapat beberapa pengertian tentang akad dalam Undang-undang,


yaitu menurut pasal 1 poin 5 Undang-undang nomor 19 tanun 2008 tentang Surat
Berharga Syariah Negara tertanggal 7 Mei 2008 dikatakan akad adalah perjanjian
tertulis yang tidak bertetangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Jadi yang dimaksud dengan hukum kontrak syariah dalam hukum yang mengatur
perjanjian dan perikatan yang sengaja dibuat secara tertulis berdasarkan prinsip-prinsip
syariah, sebagai alat bukti bagi para pihak yang berkepentingan. Sumber lain
menyatakan yang dimaksud dengan istilah hukum kontrak syariah disini adalah
keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum bidang
mu’amalah khususnya perilaku dalam menjalankan hubungan ekonomi antara dua
pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum secara
tertulis berdasarkan hukum Islam.

E. Rukun-rukun dan Syarat Kontrak


1. Rukun-rukun Kontrak
Rukun dan syarat kontrak Suatu kontrak harus memenuhi beberapa rukun dan
syarat. Rukun kontrak ialah unsur yang mesti wujud dalam sebuah kontrak. Jika salah
satu rukun tidak dipenuhi, menurut hukum perdata Islam, maka kontrak tersebut
dianggap tidak pernah ada atau tidak sah. Sedangkan syarat adalah sesuatu yang mesti
wujud dalam setiap rukun, tetapi bukan merupakan perkara esensi. Salah satu contoh,
syarat dalam kontrak jual beli adalah “kemampuan menyerahkan barang yang dijual”.
Kemampuan menyerahkan ini harus ada dalam setiap kontrak jual beli, tetapi tidak
termasuk dalam pembentukan kontrak.
Menurut pendapat mayoritas ulama, rukun kontrak terdiri dari:
 pernyataan Ijāb dan qabūl
 dua pihak melakukan kontrak
 objek kontrak.
Sementara itu, menurut mazhab Hanafi, rukun kontrak hanya terdiri dari ijāb dan
qabūl saja. Rukun dan syarat kontrak menurut mayoritas ulama adalah sebagai
berikut:
a. Ṣīghah (formulasi) ijāb dan qabūl. Ṣīghah dapat berbentuk ucapan lisan, tulisan
bahkan perbuatan (bukan ucapan, tulisan, maupun isyarat)yang menunjukkan
kerelaan kedua belah pihak untuk melakukan suatu kontrak yang umumnya
dikenal dengan al-Mu’āṭah. Ada tiga syarat yang harus dipenuhi agar suatu ijāb
dan qabūl itu sah yaitu:
 Ijāb dan qabūl harus secara jelas menunjukkan maksud kedua belah pihak;
 Antara ijāb dan qabūl harus selaras;
 Antara ijāb dan qabūl harus muttaṣil (menyambung, connected), yakni
dilakukan dalam satu majelis ‘aqd (tempat kontrak). Satu majelis akad adalah
kondisi bukan fisik yang mana kedua belah pihak yang berakad perhatian
kepada kontrak.
b. ‘Āqidāni (dua pihak yang melakukan akad) Dua pihak yang berakad atau
melakukan kontrak, syaratnya harus orang mukallaf (akil-baligh, berakal sehat
dan dewasa atau tahu hukum). Mengenai batasan umur pelaku untuk sahnya
kontrak diserahkan kepada ‘urf atau peraturan hukum yang tentunya dapat
menjamin kebaikan semua pihak.
c. Ma‘qūd ‘alayh (objek akad) Objek kontrak harus memenuhi empat syarat:
 Mesti sudah ada wujudnya ketika kontrak dilangsungkan, atau diperkirakan
akan ada pada masa akan datang dalam kontrak- kontrak tertentu seperti
dalam kontrak salam, istiṣna‘, ijārah dan muḍārabah;
 Mesti merupakan sesuatu yang menurut hukum Islam sah dijadikan objek
kontrak, yaitu harta yang dimiliki serta halal dimanfaatkan (muttaqawam);
 Mesti dapat diserahkan ketika berlangsungnya kontrak, namun tidak berarti
harus diserahkan seketika;
 Mesti bersifat mu‘ayyan jelas, dapat ditentukan, dan diketahui oleh kedua
belah belah pihak. Ketidak jelasan objek kontrak, mudah menimbulkan
persengketaan di kemudian hari, dan ini harus dihindarkan. Syarat penting lain
adalah bahwa kontrak yang dilakukan bukan merupakan kontrak yang
dilarang oleh hukum dan kontrak tersebut harus mendatangkan manfaat
(mufīd).
d. Mawḍū‘ al-‘aqd (akibat hukum akad) Konsekuensi hukum merupakan salah satu
bagian penting yang mesti ada pada setiap kontrak. Yang dimaksud mauḍū‘ al-
‘aqd ialah tujuan utama kontrak itu dilakukan. Akibat hukum dalam setiap
kontrak berbeda-beda, karena jenis atau bentuk kontrak berbeda. Dalam kontrak
jual beli, akibat secara hukum ialah pemindahan pemilikan benda dengan
imbalan. Dalam kontrak hibah, akibat secara hukum adalah pemindahan
pemilikan benda tanpa imbalan. Dalam kontrak sewa menyewa (ijārah ), akibat
secara hukum adalah pemindahan pemilikan manfaat suatu benda atau jasa orang
dengan imbalan. Serta dalam kontrak peminjaman (i‘ārah), akibat secara hukum
adalah pemindahan pemilikan manfaat suatu benda tanpa imbalan, demikian
seterusnya.

Akibat hukum itu terjadi segera setelah kontrak dilakukan apabila syarat-
syarat yang diperlukan telah terpenuhi. Pada setiap kontrak yang sah terdapat
akibat hukum yang bersifat umum dan sama, walaupun bentuk atau jenis
kontraknya berbeda-beda. Akibat hukum umum tersebut adalah nafadh wa luzūm.
Nafadhadalah berlakunya akibat hukum khusus kontrak dan semua perikatan
(iltizāmāt) yang ditimbulkannya sebaik saja kontrak dilakukan. Berlawanan dari
nafadh ialah tawaqquf (bergantung). Ilzam dalam pengertian umum adalah
mewajibkan pelaksanaan perikatan yang lahir dari kontrak. Dalam pengertian
fikih (hukum Islam) adalah menimbulkan perikatan tertentu secara timbal balik
atas pihak-pihak yang berkontrak. Adapun luzūm (mengikat) adalah
ketidakbolehan “membatalkan” (fasakh) kontrak kecuali atas kerelaan kedua
belah pihak. Kontrak yang memiliki akibat secara hukum luzūm (disebut kontrak
lāzim) adalah kontrak yang tidak mengandung khiyār (hak pilih untuk
meneruskan atau tidak meneruskan kontrak).

2. Syarat Kontrak

Perjanjian sudah dikatakan dapat terwujud apabila rukun-rukun akad terpenuhi.


Sedangkan dari segi keabsahan perjanjiannya, masih tergantung apakah akad tersebut
sesuai atau tidak dengan persyaratan yang telah ditentukan berdasarkan hukum syara’
. pengertian syarat adalah sesuatu yang karenanya baru ada hukum, dan dengan
tiadanya tidak ada hukum. Adapun syarat terjadinya akad ada dua macam, sebagai
berikut :

1) Syarat-syarat yang bersifat umum, yaitu syarat yang wajib sempurna wujudnya
dalam sebagai akad;
a. Pihak-pihak yang melakukan akad ialah dipandang mampu bertindak menurut
hukum. Apabila belum mampu, harus dilakukan oleh walinya
b. Objek akad itu diketahui oleh syara’. Objek syara’ ini harus memenuhi syarat:
 Bentuk harta,
 Dimilki seseorang, dan
 Bernilai harta menurut syara’
c. Akad itu dilarang oleh nash syara’
d. Akad yang dilakukan itu memenuhi syarat-syarat khusus dengan akad yang
bersangkutan, disamping harus memenuhi syarat-syarat umum.
e. Akad itu bermanfaat.
f. Ijab tetap utuh sampai terjadi qabul.
2) Syarat-syarat yang bersifat khusus, yaitu syarat yang wujudnya wajib ada dalam
sebagian akad. Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam berbagai macam akad,
adalah sebagai berikut:
a. Kedua orang yang melakukan akad cakap bertindak (ahli).
b. Objek akad dapat diterima hukumnya.
c. Akad itu diizinkan oleh syara’ dilakukan oleh orang yang mempunyai hak
melakukannya walaupun dia bukan aqaid yang memiliki barang.
d. Bukan akad yang dilarang oleh syara’.
e. Akad akan dapat memberikan qaidah, sehingga tidaklah sah bila rahn
dianggap sebagai timbangan amanah.
f. Ijab itu berjalan terus, tidak disebut sebelum terjadi qabul.
g. Ijab dan qabul mesti bersambung, sehingga bila seseorang yang melakukan
ijab sudah berpisah sebelum adanya qabul, maka ijab tersebut menjadi batal.

F. Jenis-jenis Kontrak
1.) Mudharabah Mutlaqah

Mudharabah Mutlaqah adalah, pemilik dana tidak akan memberikan batasan atau syarat
tertantu kepada pihak Bank syariah dalam mengelola investasinya, baik yang berkaitan
dengan tenpat, cara maupun objek investasinya. Dengan kata lain Bank syariah
mempunyai hak dan kebabasan sepenuhnya dalam menginvestasikan dana keberbagai
sektor bisnis yang diperkirakan akan memperoleh keuntungan.

2.) Mudharabah Muqayyadah

Berbeda dengan halnya dengan Mudharabah Muqayyadah, pemilik dana memberikan


batasan atau persyaratan tertentu kepada Bank syariah dalam mengelola investasiny, baik
yang berkaitan dengan tempat, cara, maupun objek investasinya. Bank syariah tidak
mempunyai hak dan kebebasan sepenuhnya dalam menginvestasikan dana keberbagai
sektor bisnis yang diperkirakan akan memperoleh keuntungan.

G. Cacat dalam Kontrak (mengakibatkan batalnya kontrak)


Sah atau tidak suatu akad, dilihat dari segi sifat dan hukumnya. Kontrak dibagikan
kepada kontrak sah (ṣaḥīḥ) dan kontrak tidak sah (ghayr ṣaḥīḥ). Kontrak sah adalah
kontrak yang memenuhi rukun dan syarat-syaratnya. Hukum kontrak ini adalah berlaku
kepada seluruh akibat hukum kontrak (baik yang bersifat khusus maupun bersifat umum)
yang ditimbulkan oleh kontrak itu, saat itu juga, dan mengikat bagi pihak yang
melakukannya.
Kontrak tidak sah adalah kontrak yang terdapat kekurangan pada rukun atau syarat-
syaratnya. Hukum kontrak ini adalah bahwa semua akibat secara hukum yang ingin
ditimbulkan dari kontrak itu tidak berlaku dan tidak mengikat pihak-pihak yang
berkontrak contohnya menjual bangkai dan khamar, atau kontrak jual beli yang dilakukan
oleh orang yang tidak menguasai masalah hukum.
Menurut ulama mazhab Hanafi, kontrak tidak sah terbagi menjadi dua, yaitu kontrak
yang batal (bāṭil) dan kontrak yang rusak (fāsid). Kontrak yang batal adalah kontrak yang
mengandung cacat pada rukun atau objeknya. Misalnya kontrak yang dilakukan oleh
orang yang tidak cakap hukum atau kontrak yang objeknya tidak dapat diterima oleh
hukum kontrak seperti barang yang diharamkan. Kontrak batal dianggap tidak pernah
terjadi menurut hukum, walaupun secara nyata pernah terjadi. Sedangkan kontrak fāsid
adalah kontrak yang pada dasarnya dibenarkan oleh hukum namun kontrak tersebut
disertai hal-hal yang tidak dibenarkan oleh hukum.
Khiyār dan fasakh, al-khiyār dalam bahasa Arab berarti pilihan seseorang terhadap
sesuatu yang dipandangnya baik. Secara terminologi para ahli hukum Islam
mendefinisikan al- khiyār dengan “hak pilih bagi salah satu atau kedua belah pihak yang
melaksanakan kontrak untuk meneruskan atau tidak meneruskan kontrak dengan
mekanisme tertentu.”
Pada dasarnya, kontrak menurut hukum Islam bersifat mengikat (lazim) dan tidak
mengandung khiyār, untuk menjamin stabilitas dan kepastian hukum dalam berkontrak.
Namun demikian, mengingat bahwa dalam setiap kontrak yang dilakukan disyaratkan ada
kerelaan (riḍā) para pihak, maka syariat Islam menetapkan hak khiyār yang fungsi
utamanya adalah untuk menjamin syarat kerelaan itu telah dipenuhi.
Pengertian fasakh ialah melepaskan ikatan kontrak atau menghilangkan atau
menghapuskan ikatan kontrak secara menyeluruh seakan-akan kontrak tidak pernah
terjadi. Dengan fasakh, para pihak yang berkontrak kembali ke status semula sebelum
kontrak terjadi. Demikian pula, objek kontrak. Barang yang dijual sebagai contoh fasakh
dalam kontrak jual beli, kembali menjadi milik pembeli. Pemutusan kontrak dapat terjadi
atas dasar kerelaan (al-tarāḍī) para pihak dan dapat pula terjadi secara paksa atas dasar
keputusan hakim (al-qaḍā).
Menurut hukum Islam, kontrak berakhir disebabkan tujuan kontrak sudah terpenuhi
(taḥqīq gharaḍ al-‘aqd), fasakh, infisakh, kematian dan ketidakizinan (‘adam al-ijāzah)
dari pihak yang memiliki wewenang dalam kontrak mauqūf.
Perkara yang merusakkan kontrak, kontrak dipandang tidak sah atau sekurang-
kurangnya dapat dibatalkan apabila terdapat hal-hal sebagai berikut:
 Keterpaksaan/Duress (alIkrāh);
 Kesalahan mengenai objek kontrak (ghalat);
 Penipuan (tadlīs) atau ketidak pastian (taghrīr) pada objek kontrak.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Akad menurut bahasa artinya ikatan atau persetujuan, sedangkan menurut istilah
akad adalah transaksi atau kesepakatan antara seseorang (yang menyerahkan) dengan
orang lain (yang menerima) untuk pelaksanaan suatu perbuatan.

Sebagai ummat Islam yang beriman kepada Allah SWT, sudah sepantasnya
menerapkan keadilan transaksi dalam kehidupan sehari-hari. Karena setiap muslim
yang mampu menerapkan keadilan transaksi dalam kehidupan sehari-hari—sesuai
dengan yang disyariatkan oleh Allah Swt, yang diterjemahkan dalam bentuk Fiqih
Muamalah, maka akan memperoleh falah yaitu kebahagiaan/kesejahtraan di dunia
dan di akhirat.

B. Saran

Seharusnya masyarakat memperhatikan pembuatan akad yang memenuhi rukun


dan syaratnya agar tidak menjadi akad yang cacat dan seharusnya masyarakat lebih
hati-hati dan teliti ketika bertransaksi dengan menggunakan akad/perjanjian agar
terhindar dari unsur-unsur penipuan dan kekeliruan dalam pembuatan
akad/perjanjian.

Akad dalam perjanjian Islam harus mengacu pada dasar-dasar akad yang telah
ditetapkan dalam Islam sehingga mengetahui akan kebenaran suatu akad tersebut
tanpa adanya nilai kecurangan yang merugikan orang lain yang mana dilarang dalam
Islam. Dalam masalah penyelesaian sengketa yang menyangkut tentang akad cacat
hendaknya dilakukan dengan langkah melalui perdamaian sehingga akan tercapai
ukuwah islamiah serta hubungan silaturahim yang terjaga.
DAFTAR PUSTAKA

http://repositori.uin-alauddin.ac.id/15717/1/REVISI_MAKALAH_HES_ULIL%20%281%29.pdf

https://core.ac.uk/download/pdf/234751637.pdf

http://etheses.uin-malang.ac.id/2477/5/0822058_Bab_2.pdf

https://core.ac.uk/download/pdf/234751637.pdf

https://anitadeka.wordpress.com/2013/07/15/hubungan-aqidah-ibadah-muamalah-
dan-ahklak/

Karim, Adiwarman Azwar. Bank Islam Analisis Fiqih dan Kuangan (ed k III-IV),
penerbit PT. Raja Grapindo Press, Jakarta. 2008-2009.

Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (ed k II).Penerbit PT. Raja Grafindo Press,
Jakarta. 2004.

Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (ed k III). Penerbit PT. Raja Grafindo press,
Jakarta. 2008.

Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, Penerbit Gema Insani Press, Jakarta,
2001.

Anda mungkin juga menyukai