Anda di halaman 1dari 13

A.

INTEGUMENT NORMAL
Sistem integumen adalah sistem organ yang membedakan, memisahkan, melindungi,
dan menginformasikan terhadap lingkungan sekitarnya. Sistem ini sering kali merupakan
bagian sistem organ yang terbesar yang mencakup kulit, rambut, kuku, kelenjar keringat dan
produknya.

1. Kulit
Struktur kulit sangat kompleks, elastis dan sensitif, serta bervariasi pada keadaan iklim, umur,
seks, ras, dan lokasi tubuh. Warna kulit bermacam-macam, misalnya warna terang, pirang,
kuning, sawo matang, dan hitam, merah muda pada telapak kaki dan tangan, serta kecoklatan
pada genital eksternal orang dewasa. Kelembutan kulit bervariasi, tebal, tipis, dan
elastisitasnya. Kulit tersusun atas 3 lapisan utama, yaitu Epidermis, Dermis, Subkutis/sub
dermis.
a. Epidermis
Epidermis adalah salah satu lapisan kulit yang terletak paling luar. Fungsinya
beragam, mulai dari menjaga tubuh dari kuman dan zat berbahaya, menentukan warna
kulit, hingga memproduksi sel-sel tertentu yang berperan penting untuk kesehatan
tubuh.
Dibentuk oleh 5 lapis sel epitel :

1) Stratum Corneum
Terdiri dari sel skuamosa yang sangat tipis; mengandung keratinosit.
2) Stratum Lucidum
Terdiri dari keratinosit yang bersih, tidak berinti dan tidak jelas batas antar
selnya; sel berisi materi seperti gel (eleidin) yang akan diubah menjadi keratin;
eleidin-lemak berikatan dengan protein untuk menghambat masuk/keluarnya
air; pada kulit tipis lapisan ini tidak ada.
3) Stratum Granulosum
Proses keratinisasi dimulai dari lapisan ini. Terdiri dari 2-4 lapis sel yang
berisi granul (keratohyalin) yang dibutuhkan untuk pembentukan keratin.
Sitoplasma sel memiliki kadar enzim lysosom yang tinggi, inti sel tidak ada
dan berdegenerasi. Pada kulit tipis lapisan ini tidak ada.
4) Stratum Spinosum, tempat sel epitel dan epidermal
Terdiri dari 8-10 lapis sel yang berbentuk tidak teratur (polyhedral). Sel pada
lapisan ini kaya akan RNA yang menginisasi sintesis protein untuk produksi
keratin.
5) Stratum Basale
Terdiri dari 1 lapis sel kolumnar yang dapat mengalami mitosis aktivitas
regenerasi sel berpindah dari lapisan terbawah ke paling atas.

Epidermis tersusun atas lapisan tanduk (lapisan korneum) dan lapisan Malpighi.
Lapisan korneum merupakan lapisan kulit mati, yang dapat mengelupas dan
digantikan oleh sel-sel baru. Lapisan Malpighi terdiri atas lapisan spinosum dan
lapisan germinativum. Lapisan spinosum berfungsi menahan gesekan dari luar.
Lapisan germinativum mengandung sel-sel yang aktif membelah diri, mengantikan
lapisan sel-sel pada lapisan korneum. Lapisan Malpighi mengandung pigmen melanin
yang memberi warna pada kulit.
Berdasarkan dari jenis sel penyusunnya, epidermis mengandung 4 jenis sel :
 Keratinosit : sel epidermis yang sedang dalam pembentukan keratin, paling
banyak di epidermis
 Sel langerhans : (seperti makrofag yang berasal dari sumsum tulang) penting
dalam pembentukan imunitas
 Sel granstein : berperan dalam penyajian antigen kepada sel T, berperan dalam
sistem imunitas
 Melanosit : sel pembentuk pigmen melanin
b. Dermis
Lapisan ini jauh lebih tebal daripada epidermis, terbentuk oleh jaringan elastik dan
fibrosa padat dengan elemen selular, kelenjar, dan rambut sebagai adneksa kulit.
Dermis terdiri dari :
 Pars papilaris, yaitu bagian yang menonjol ke dalam epidermis, berisi ujung
serabut saraf dan pembuluh darah.
 Pars retikularis, yaitu bagian bawah dermis yang berhubungan dengan
subkutis, terdiri atas serabut penunjang kolagen, elastin, dan retikulin.
Dasar lapisan dermis ini terdiri atas cairan kental asam hialuronat, kondroitin sulfat,
dan sel-sel fibroblast. Kolagen muda bersifat lentur namun dengan bertambahnya
umur menjadi stabil dan keras. Retikulin mirip dengan kolagen muda. Elastin
biasanya bergelombang, berbentuk amorf, mudah mengembang dan elastis. Lapisan
ini mengandung pembuluh darah, akar rambut, ujung saraf, kelenjar keringat, dan
kelenjar minyak.
Fungsi Dermis selain sebagai alat ekskresi adalah sebagai organ penerima rangsangan,
pelindung terhadap kerusakan fisik, penyinaran, dan membunuh bibit penyakit, serta
untuk pengaturan suhu tubuh. Reseptor yang terdapat dalam dermis ialah :
 Reseptor sentuhan
 Reseptor Suhu atau termoreseptor
 Reseptor tekanan
Kelenjar yang terdapat dalam dermis ialah :
 Kelenjar keringat (Sudorifera)
 Kelenjar sebum/minyak (Sebasea)
c. Subkutan
Lapisan ini merupakan kelanjutan dermis, terdiri atas :
 Jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak didalamnya
 Sel lemak merupakan sel bulat, dan besar.
Lapisan sel lemak : panikulus adiposa, berfungsi sebagai cadangan makanan dan
sebagai bantalan. Vaskularisasi kulit, terdiri dari :
 Retikularis / pembuluh darah
 Pleksus superfisialis di bagian atas dermis
 Pleksus profunda di bagian subkutan.
2. Rambut
Rambut terdiri atas :
 Akar rambut : bagian yang terbenam –
 Batang rambut : bagian yang di luar kulit
Tipe rambut :
 Lanugo yang halus, tidak mengadung byk pigmen pada bayi
 Rambut terminal yang kasar, banayk pigmen, mempunyai medula
Pada orang dewasa, selain rambut kepala terdapat juga rambut : Kelopak mata,
ketiak, kemaluan, kumis, dan janggut. Pertumbuhannya dipengaruhi oleh hormon
androgen (seks). Ada rambut halus yang terdapat di badan, dahi, atau leher disebut
rambut velus. Rambut mudah dibentuk dengan mempengaruhi gugus disulfida,
misalnya dengan pemanasan atau bahan kimia. Rambut sehat mempunyai struktur
elastis, tidak mudah patah atau terlepas dari akarnya, berkilap, dengan kontur rata
mulai dari akar sampai ke ujung rambut.

3. Kuku

Kuku adalah bagian terminal lapisan tanduk (stratum korneum ) yang menebal.
Bagian kuku :
 Akar kuku (nail root )
 Badan kuku (nail plate), bagian kuku yang terletak di atas jairngan lunak ujung jari
 Yang menonjol ke depan jari (kuku bebas)
a) Nail wall : kulit di atas akar kuku agak menonjol
b) Nail groove : alur kuku yang terdapat di sisi badan kuku
c) Eponikium : stratum korneum yang menutupi dinding kuku melebar ke atas
sebagian badan kuku yang sering terlihat agak putih (lanula)
d) Hiponikium : stratum korneum di bawah ujung kuku bebas dan menutupi sebagian
ujung jari
e) Bagian proksimal kuku : bagian ke arah akar kuku
f) Bagian distal : bagian ke arah ujung kuku bebas

4. Kelenjar Keringat
Keringat merupakan bagian dari fungsi ekskresi dan termoregulasi (pengaturan
panas tubuh), serta mengandung air, elektrolit, garam, sisa-sisa karbohidrat, glukosa,
protein, dan asam laktat. Derajat keasaman keringat berkisar antara 4,0- 6,8. Pada suhu
lingkungan tinggi (panas), kelenjar keringat menjadi aktif dan pembuluh kapiler di kulit
melebar (vasodilatasi). Melebarnya pembuluh kapiler akan memudahkan proses
pembuangan air dan sisa metabolisme. Aktifnya kelenjar keringat mengakibatkan
keluarnya keringat ke permukaan kulit dengan cara penguapan. Penguapan
mengakibatkan suhu di permukaan kulit turun sehingga kita tidak merasakan panas lagi.
Sebaliknya, saat suhu lingkungan rendah (dingin), kelenjar keringat tidak aktif dan
pembuluh kapiler di kulit menyempit (vasokonstriksi). Pada keadaan ini darah tidak
membuang sisa metabolisme dan air. akibatnya penguapan sangat berkurang, sehingga
suhu tubuh tetap dan tubuh tidak mengalami kendinginan. Keluarnya keringat dikontrol
oleh hipotalamus (bagian dari otak).
Kelenjar keringat (glandula sudorifera), ada 2 :
a. Kelenjar ekrin yang kecil-kecil, terletak dangkal di dermis, sekret encer,
terdapat di seluruh permukaan (telapak tangan, kaki, dahi dan ketiak),
mekanisme diatur oleh saraf kolinergik
b. Kelenjar apokrin, yang lebih besar terletak lebih dalam, sekretnya lebih kental,
fungsi kelenjar ini belum jelas, dipengaruhi oleh saraf adrenergik.
B. Klasifikasi Luka
1. Berdasarkan Kategori Luka
a. Accidental Adalah cedera yang tidak disengaja, seperti kena pisau, luka tembak,
luka bakar; tepi luka bergerigi; berdarah; tidak steril
b. Luka Bedah Merupakan terapi yang direncanakan, seperti insisi bedah, needle
introduction; tepi luka bersih; perdarahan terkontrol; dikendalikan dengan
asepsis bedah

2. Berdasarkan integritas kulit


a. Luka terbuka (vulnus apertum)
Kerusakan melibatkan kulit atau membran mukosa; kemungkinan perdarahan
disertai kerusakan jaringan; risiko infeksi.Luka melampaui tebal kulit. Terlihat
robekan pada kulit atau membran mukosa. Contohnya trauma oleh benda tajam
atau tumpul (insisi bedah, pungsi vena, luka tembak).
b. Luka tertutup (vulnus occlusum)
tidak terjadi kerusakan pada integritas kulit, tetapi terdapat kerusakan jaringan
lunak; mungkin cedera internal dan perdarahan.Luka tidak melampaui tebal
kulit. Luka tanpa robekan pada kulit. Contohnya bagian tubuh yang terpukul
oleh benda tumpul, terpelincir, keseleo, daya deselerasi ke arah tubuh (fraktur
tulang, robekan pada organ dalam), luka abrasi, kontusio atau memar.

3. Berdasarkan Descriptors
a. Aberasi Luka akibat gesekan kulit;
b. Superficial; terjadi akibat prosedur dermatologis untuk pengangkatan jaringan
skar
c. Puncture trauma penetrasi yang terjadi secara di sengaja atau tidak disengaja
oleh akibat alat-alat yang tajam yang menusuk kulit dan jaringan di bawah kulit
d. Laserasi tepi luka kasar disertai sobekan jaringan, objek mungkin
terkontaminasi; risiko infeksi
e. Kontusio Luka tertutup; perdarahan di bawah jaringan akibat pukulan tumpul;
memar
4. Berdasarkan waktu penyembuhannya,
a. Luka akut adalah luka yang terjadi kurang dari 5 hari dengan diikuti proses
hemostasis dan inflamasi. Luka akut sembuh atau menutup sesuai dengan waktu
penyembuhan luka fisiologis 0-21 hari (Arisanty, 2013). Luka akut juga
merupakan 13 luka trauma yang biasanya segera mendapat penanganan dan
biasanya dapat sembuh dengan baik bila tidak terjadi komplikasi.
b. Luka kronik merupakan luka yang berlangsung lama atau sering timbul kembali
(rekuren), dimana terjadi gangguan pada proses penyembuhan yang biasanya
disebabkan oleh masalah multifaktor dari penderita. Luka kronik juga sering
disebut kegagalan dalam penyembuhan luka (Arisanty, 2013).

5. Luka berdasarkan tingkat kontaminasinya :


a. Clean Wounds (Luka bersih) Yaitu luka bedah pada operasi elektif, prosedur
tertutup, dan tidak ada peradangan akut. Kemungkinan terjadinya infeksi luka
sekitar 1%-5%. Contohnya adalah hernia, tumor payudara, tumor kulit, tulang.
b. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi) Luka pada kasus
darurat atau urgen yang tidak bersih. Dapat terjadi pada operasi elektif.
Kemungkinan terjadinya infeksi luka adalah 3%- 11%. Contohnya adalah
prostatektomi, apendektomi tanpa radang berat, kolesistektomi elektif.
c. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), Yaitu peradangan non purulen akut.
Dapat terjadi pada luka terbuka akut, luka kronis yang dijahit, dan kontaminasi
dari saluran cerna. Kemungkinan infeksi luka 10% -17%. Contohnya adalah
operasi kulit.
d. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), ada purulen atau abses.
Contoh abses pada rongga tubuh.

6. Berdasarkan Warna Dasar Luka


Menurut Arisanty (2014), luka dapat juga dibedakan berdasarkan warna dasar luka
atau penampilan klinis luka (clinical appearance). Klasifikasi ini juga dikenal dengan
sebutan RYB (Red Yellow Black – Merah Kuning Hitam) yang diperkenalkan oleh
Netherlands Woundcare Consultant Society pada tahun 1984.
a. Merah (red)
Warna dasar luka merah artinya jaringan granulasi dengan vaskularisasi yang
baik dan memiliki kecenderungan mudah berdarah. Warna dasar merah menjadi
tujuan klinisi dalam perawatan luka sehingga luka dapat menutup.
b. Kuning (yellow)
Warna dasar luka kuning artinya jaringan nekrosis (mati) yang lunak
berbentuk seperti nanah beku pada permukaan kulit yang sering disebut dengan
slough. Jaringan ini juga mengalami kegagalan vaskularisasi dalam tubuh dan
memiliki eksudat yang banyak hingga sangat banyak.
c. Hitam (black)
Warna dasar luka hitam artinya jaringan nekrosis (mati) dengan
kecenderungan keras dan kering. Jaringan tidak mendapatkan vaskularisasi yang
baik dari tubuh sehingga mati. Luka dengan warna hitam berisiko mengalami
deep tissue injury atau kerusakan kulit hingga tulang, dengan lapisan epidermis
masih terlihat utuh. Luka terlihat kering, namun sebetulnya itu bukan jaringan
sehat dan harus diangkat.
C. Proses Penyembuhan Luka
Ada dua tahap dalam proses penyembuhan luka :
1. Penyembuhan primer
Penyembuhan luka optimal terjadi pada lingkungan yang lembab (tidak terlalu
basah atau kering). Fase pertama, adalah fase inflamasi yang terjadi sesaat setelah
terjadi luka. Pada saat cedera, segera terjadi vasokonstriksi; ini merupakan cara tubuh
untuk mengontrol pendarahan. Setelah terjadi vasokonstriksi, trombosit berkumpul di
tempat tersebut dan menumpuk fibrin untuk membentuk bekuan titik vasokonstriksi
menahan luka untuk merapat dan trombosit dengan formasi bekuan fibrin nya pada
intinya “menyumbat lubang”. Fagositosis juga terjadi selama fase inflamasi.
Fagositosis adalah pelepasan makrofag di tempat cedera untuk menghancurkan setiap
bacteria yang mungkin ada dan untuk menghilangkan debris seluler. Ini merupakan
cara tubuh untuk menyediakan lingkungan optimal guna menyembuhkan luka. Pada
saat ini, faktor pertumbuhan juga ada di tempat cedera. Secara keseluruhan, fase
inflamasi diperkirakan berlangsung selama 4 sampai 6 hari. Pengkajian luka secara
visual selama fase inflamasi memperlihatkan luka dengan eritema, edema, dan nyeri.
Fase kedua, dari penyembuhan luka adalah fase proliferasi. Faktor
pertumbuhan menstimulasi fibroblast untuk menghasilkan kolagen. Kolagen,
bersamaan dengan Pembuluh darah yang baru dan jaringan ikat, menghasilkan
jaringan granulasi. Pengkajian luka secara visual pada saat ini memperlihatkan luka
yang berwarna kemerahan seperti daging dan mengkilap dengan Permukaan yang
kasar dan tidak teratur. Penampakan jaringan granulasi dengan cepat mendorong tepi
luka untuk merapat. Penarikan tepi luka mengurangi ukuran luka. Langkah terakhir
dalam fase proliferasi adalah epitelialisasi atau reepitelialisasi. Epitelialisasi
menghasilkan sebuah jaringan perut. Perkiraan durasi fase ploriferasi adalah 4+24
hari.
Fase ketiga, dari penyembuhan luka adalah fase maturasi. Selama fase
maturasi, serat kolagen mengalami remodeling. Tujuannya adalah meningkatkan daya
renggang jaringan perut. Diperkirakan bahwa hanya sekitar 70% sampai 80%
kekuatan alami kulit yang dipertahankan saat luka telah sembuh. Fase maturasi dapat
memanjang dari 21 hari sampai 2 tahun. Hasilnya selalu merupakan sebuah area
jaringan yang berisi ko lebih besar untuk mengalami cedera dan lebih rapuh
dibandingkan jaringan yang tidak mengalami kerusakan titik Apabila luka menjadi
sangat basah atau kering, fase penyembuhan luka terjadi, tetapi dengan kecepatan
lambat. Ini dapat mempengaruhi kualitas akhir jaringan perut berkenaan dengan
integritas anatomis dan fungsional serta daya regang. Usia dan status fisik pasien juga
berdampak pada seberapa baik proses penyembuhan.
2. Penyembuhan skunder
Bila luka mengalami banyak kehilangan jaringan, maka penyembuhan luka
akan memerlukan waktu yang lebih lama. Luka terbuka yang besar biasanya lebih
banyak mengeluarkan cairan daripada luka tertutup. Inflamasi yang terjadi seringkali
bersifat kronik dan jaringan yang rusak lebih banyak dipenuhi oleh jaringan granulasi
yang rapuh daripada dipenuhi oleh kolagen. Jaringan granulasi merupakan salah satu
bentuk jaringan konektif atau penyambungan yang memiliki lebih banyak suplai
darah daripada kolagen. Karena lukanya lebih luas, maka jumlah jaringan perut
penyambung menjadi lebih luas. Bila sel epitel dan jaringan menyambung tidak
mampu menuntut efek luka maka akan terjadi kontraksi. Kontraksi luka meliputi
pergerakan dermis dan epidermis pada setiap sisi luka. Mekanisme kontraktor belum
sepenuhnya dimengerti titik tetapi diketahui bahwa kolagen tidak berperan penting
dan Setiap kejadian yang mengganggu kemampuan hidup sel yang berada di tepi luka
akan menghambat kontraksi kontraksi luka dimulai pada hari keempat dan terjadi
secara simultan dengan epitelisasi. Yang mendorong terjadinya Kontraksi adalah
miofibroblast. Kontraksi lu suka mengakibatkan jaringan di sekitar luka menipis, dan
ukuran serta bentuk jaringan perut pada akhirnya akan sama dengan garis ketegangan
di daerah yang rusak. Contoh, luka persegi pada abdomen akan memperlihatkan
bentuk dua Y, dari ujung ke ujung titik pada beberapa area tubuh, kontraksi memberi
hasil yang minimal misalnya pada luka di wajah, sternum dan kaki bagian bawah
anterior. Kontraksi luka tidak sama dengan kontraktur atau deformitas akibat
pemendekan otot dan fiksasi sendi.

D. Komplikasi penyembuhan luka


1. Hemoragi
Hemoragi atau perdarahan dari daerah luka merupakan hal yang normal terjadi
selama dan sesaat setelah trauma. Semostasis terjadi dalam beberapa menit kecual
jika luka mengenai pembuluh darah besar atau fungsi pembekuan darah klien
buruk. Perdarahan terjadi serelah hemostasis menunjukkan lepasnya jahitan operasi,
keluarnya bekuan darah, infeksi, atau erosi pembuluh darah oleh benda asing
(contoh, selang drainase). Perdarahan dapat terjadi secara eksternal atau internal.
Contohnya jika jahitan operasi merobek pembuluh darah, maka pendarahan terjadi
di dalam jaringan dan tidak terlihat tanda-tanda perdarahan kecuali jika klien
terpasang drain setelah pembedahan, yang berguna untuk membuang cairan yang
terkumpul di dalam jaringan di bawah luka. Hematoma adalah pengumpalan darah
lokal di bawah jaringan. Hematoma terlihat seperti bengkak adalah massa yang
sering berwarna kebiruan hematoma yang terjadi didekat anteri atau vena yang
besar berbahaya karena tekanan akibat hematoma dapat menghambat aliran darah.
Perdarahan eksternal lebih jelas terlihat Perawat dalam mengobservasi adanya
drainase darah pada balutan yang menutupi luka. Jika perdarahan terjadi secara
luas, maka balutan cepat basah dan darah keluar dari tepi balutan luka secara terus
menerus dan berkumpul di bawah tubuh klien. Luka operasi beresiko mengalami
perdarahan selama 24 sampai 48 jam pertama setelah operasi
2. Infeksi
Infeksi merupakan invasi tubuh oleh pathogen atau mikroorganisme yang
mampu menyebabkan sakit. Infeksi merupakan invasi dan proliferasi
mikroorganisme pada jaringan tubuh. Mikroorganisme yang menginvasi dan
berproliferasi pada jaringan tubuh disebut agen infeksi. Apabila mikroorganisme
tidak menimbulkan tanda klinis penyakit, infeksi yang ditimbulkan disebut infeksi
asimptomatik atau subklinis. Infeksi luka merupakan infeksi nosokomial (infeksi
yang berhubungan dengan rumah sakit). Menurut centers for disease control (CDC)
luka mengalami infeksi jika terdapat drainase purulen pada luka, yang membedakan
antara luka terkontaminasi dan terinfeksi adalah jumlah bakteri yang ada di
dalamnya, menurut kesepakatan luka yang mengandung bakteri jenis ini dalam
jumlah yang kurang dari 100.000/ml sudah di anggap terinfeksi. Luka
terkontaminasi atau luka traumatik akan menujukan tanda tanda infeksi lebih awal
yaitu dalam waktu 2-3 hari. Infeksi luka operasi biasanya tidak terjadi sampai hari
ke 4 atau ke 5 setelah operasi pasien mengalami demam,nyeri tekan,dan nyeri pada
daerah luka serta jumlah sel darah putih klien meningkat.
Tanda dan gejala infeksi
 Pembengkakan lokal
 Kemerahan lokal
 Nyeri atau nyeri tekan saat palpasi atau saat digerakkan
 Teraba panas pada area yang terinfeksi
 Kehilangan fungsi pada bagian tubuh yang terkena, tergantung pada area
dan perluasan area yang terkena.
Selain itu, luka terbuka dapat menghasilkan eksudat dengan berbagai warna.
Infeksi sistemik memiliki tanda dan gejala mencakup:
 Demam
 Peningkatan frekuensi napas, jika demam tinggi
 Malaise dan kehilangan energy
 Anoreksia, dan pada bebrapa situasi, mual dan muntah
 Pembesaran dan nyeri tekan kelenjar limfe yang mengalir ke area infeksi
 Peningkatan hitung leukosit (normal 4500 sampai 11.000/ml)
 Peningkatan laju endap darah (LED).
 Kultur urine, darah, sputum, atau drainase lain yang mengindikasikan
adanya mikroorganisme pathogen tidak normal dalam tubuh.
3. Dehisens
Jika luka tidak sembuh dengan baik maka lapisan kulit dan jaringan akan
terpisah. Terpisahnya lapisan kulit dan jaringan paling sering terjadi sebelum
pembentukan kolagen (3-11 hari setelah cedera). Dehisens adalah terpisahnya
lapisan luka secara persial atau total. Klien dengan obesitas juga beresiko tinggi
mengalami dehisens karena adanya regangan yang konstan pada luka dan buruknya
kualitas penyembuhan luka pada jaringan lemak. Dehisens sering terjadi pada luka
pembedahan abdomen dan terjadi setelah regangan mendadak, misalnya batuk,
muntah atau duduk tegag di tempat tidur. Klien sering melaporkan rasa seakan akan
ada sesuatu yang terlepas.
4. Eviserasi
Terpisahnya lapisan luka secara total dapat menimbulkan evisersi atau
keluarnya organ viseral melaiui luka yang terbuka. Kondisi ini merupakan darurat
medis yang perlu diperbaiki melalui pembedahan. Bila terjadi eviserasi, perawat
melakukan handuk steril yang dibasahi dengan salin normal steril di atas jaringan
yang keluar untuk mencegah masuknya bakteri dan kekeringan pada jaringan
tersebut. Keluarnya organ melalui luka dapat membahayakan suplai darah ke
jaringan tersebut, klien harus tetap puasa, dan terus diobservasi adanya tanda dan
gejala syok serta segera siapkan pembedahan darurat.
5. Fistula
Fistula adalah saluran abrormal yang berada di antara 2 buah organ di antara
organ dan bagian luar tubuh. Dokter bedah membuat fistula untuk kepentingan
terapi, misalnya, pembuatan saluran antara lambung dengan dinding abdomen luar
untuk memasukkan selang gastrostomi yang berguna untuk memasukkan makanan.
Namun, sebagian besar fistula terbentuk karena penyembuhan luka akan yang buruk
atau karena komplikasi suatu penyakit, seperti penyakit Chron atau enteritis
regional. Trauma, infeksi, terpapar radiasi serta penyakit seperti kanker akan
menyebabkan lapisan jaringan tidak menutup dengan baik dan membentuk saluran
fistula. Fistula meningkatkan resiko terjadinya infeksi dan ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit akibat kehilangan cairan.
6. Penundaan penutupan luka
Peyembuhan luka tersier atau penundaan penutupan luka adalah tindakan yang
sengaja dilakukan oleh dokter bedah agar terjadi drainase yang efektif dari luka
yang bersih atau yang terkontaminasi. Luka tidak ditutup hingga semua tanda
edema dan debris luka hilang. Balutan oklusit digunakan untuk mencegah
kontaminasi pada luka. Kemudian luka ditutup seperti pada penutupan
penyembuhan primer, melalui percobaan yang telah dilakukan diketahui bahwa
pada teknik ini pembentukan parut atau penundaan secara signifikan
Sumber
Bariroh, Dahyatul. 2020. “Sistem Integumen”. Universitas Muhammadiyah.
https://onlinelearning.uhamka.ac.id/pluginfile.php/524618/mod_resource/content/1/Sistem
%20Integumen%20Manusia%20-%20D4%20-%202021.pdf. Diakses pada 09 Desember
2021 pukul 21.00 WIB.
Konsep dasar Luka,umm
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dasar luka Luka merupakan kejadian yang
sering kita jumpai dalam kehidupan sehari- hari. Luka
Luka (Vulnus),Unimal
https://repository.unimal.ac.id/4013/1/LUKA%20(VULNUS).pdf
Bab II Luka,Poltekkes Malang
http://perpustakaan.poltekkes-malang.ac.id/assets/file/kti/1501460017/6._BAB_II_.pdf
Bab II Luka,Unimus
http://repository.unimus.ac.id/1097/3/BAB%20II.pdf

Abdurrahmat, AS. 2014. Luka, Peradangan dan Pemulihan. Jurnal Entropi. 9 (1) :729-738.
Akbar. Jenis Luka. Diterbitkan oleh SCRIBD. Diakses pada tanggal 09 Desember 2021.
Ambarwati, R. Perawatan Luka. Diterbitkan oleh ACADEMIA. Diakses pada tanggal 09
Desember 2021
Riadi, Slamet. Perawatan Luka. Diterbitkan oleh SCRIBD. Diakses pasa tanggal 09
Desember 2021.

Anda mungkin juga menyukai