Anda di halaman 1dari 8

PENINGKATAN KELARUTAN DAN LAJU DISOLUSI GLIMEPIRID

DENGAN TEKNIK DISPERSI PADAT MENGGUNAKAN


POLIMER PVP K-30
1
Gina Nurhadijah, 2 Fitrianti Darusman, 3 Sani Ega Priani
1
Farmasi, Universitas Islam Bandung, JL. Ranggagading No.8 Bandung 40116
e-mail: 1 Ginanurhadijah@gmail.com, 2 efit_bien@yahoo.com, 3 egapriani@gmail.com

ABSTRAK

Glimepirid (GMP) adalah senyawa golongan sulfonilurea generasi ketiga yang


digunakan untuk pengobatan diabetes melitus tipe II yang termasuk dalam
Biopharmaceutical System Classification kelas II. Pada penelitian ini telah
dilakukan pembuatan dispersi padat GMP menggunakan polimer PVP K-30 dengan
metode penguapan pelarut (Solvent Evaporation) yang bertujuan untuk
meningkatkan kelarutan dan laju disolusi GMP. Dispersi padat GMP-PVP K-30
dikarakterisasi dengan metode analisis termal (Diferential Scanning Kalorimetri),
difraktrometri sinar-X serbuk (Powder X-Ray Diffraction), dan mikrofoto
(Scanning Electron Microscope). Uji performa dispersi padat GMP-PVP K-30 yaitu
dengan uji kelarutan dan uji laju disolusi menggunakan media dapar fosfat pH 7,4.
Hasil penelitian ini menunjukkan dispersi padat GMP-PVP K-30 memiliki
kelarutan dan laju disolusi yang lebih baik dibandingkan dalam bentuk senyawa
tunggalnya. Pembuatan dispersi padat dapat meningkatkan kelarutan GMP dari
0,0073 mg/ml menjadi 0,0536 mg/ml dan laju disolusi GMP pada menit ke-60 dari
19,47% menjadi 52,28%.

Kata kunci: Glimepirid, PVP K-30, Dispersi padat, Kelarutan dan laju disolusi.

pemberian untuk seluruh periode


PENDAHULUAN pengobatan, menghasilkan kadar obat
dalam darah yang relatif konstan
Latar Belakang
selama periode waktu tertentu untuk
Perkembangan ilmu pengetahuan dan mendapatkan efek obat yang optimal
teknologi yang pesat diberbagai dan menghantarkan obat langsung ke
bidang, khususnya farmasi telah sasaran. (Deshpande, 1996:531-539).
menghasilkan perubahan yang Diantara semua teknik perubahan
signifikan dalam teknologi sediaan sifat fisik zat aktif, teknik dispersi
farmasi, khususnya obat-obatan. padat memiliki potensi yang besar
Berbagai bentuk dan sistem dalam meningkatkan kelarutan dan
penghantaran obat telah banyak disolusi dimana suatu sistem dispersi
dikembangkan untuk menggantikan terdapat 2 komponen yang berbeda
bentuk dan sistem penghantaran obat yaitu matriks hidrofilik dan obat
yang konvensional. Sistem hidrofobik (Dhirenda. K et al., 2009).
penghantaran obat dikatakan ideal Teknik dipersi padat dapat
jika dapat diberikan dengan satu kali digunakan untuk meningkatkan
solubilitas, laju disolusi dan absorpsi
beberapa obat yang kurang larut PVP K-30
(Gupta et al., 2011). Salah satu obat Nama IUPAC yaitu 1-
yang termasuk kedalam ethenylpyrrolidin-2-one, rumus kimia
Biopharmaceutical Clasification yaitu C6H9NO. Povidon jenis ini
System (BCS) kelas II yaitu kelarutan memiliki nilai-K sebesar 30. Povidon
rendah dan permeabilitas tinggi ini memiliki berat molekul sekitar ±
adalah Glimepirid (GMP). GMP 50.000. Kegunaan sebagai zat
merupakan obat anti diabetika oral pengikat dalam proses pembuatan
golongan sulfonilurea generasi ketiga tablet, pembantu pelarutan untuk
yang pada dosis rendah dapat injeksi, dan juga dapat digunakan
memberikan onset cepat, durasi kerja dalam meningkatkan laju disolusi dan
yang lama dan efek samping kelarutan dari suatu zat aktif (Rowe
hipoglikemia yang kecil (Ammar, et al., 2003).
2006).
Tujuan dari penelitian ini Dispersi Padat
adalah untuk mempelajari upaya yang Dispersi padat adalah suatu sistem
dapat dilakukan untuk mengingkatkan dispersi yang terdiri atas satu atau
kelarutan dan disolusi dari Glimepirid beberapa zat aktif yang terdispersi
(GMP), mencari polimer yang dapat dalam keadaan padat dalam suatu zat
berinteraksi dengan baik. pembawa (matriks inert) (Fadholi,
2013: 65).
Landasan Teori Pembentukan dispersi padat
Glimepirid (GMP) terjadi melalui campuran eutektik.
Campuran eutektik adalah suatu
GMP merupakan generasi ketiga campuran padat yang didapat dari
sulfonilurea yang digunakan dalam solidifikasi cepat dari bentuk lelehan
pengobatan diabetes melitus tipe II. dua ata tiga campuran, dan
menghasilkan suatu campuran
dengan titik lebur yang umumnya
lebih rendah dari titik lebur masing–
Gambar 1. Struktur Kimia GMP (USP 30th
Ed., 2007)
masing zat. Apabila campuran kontak
GMP berupa serbuk kristalin putih, dengan air atau medium gastrik, zat
tidak berbau, titik lebur 207oC, aktif akan terlepas dalaam keadaan
bersifat asam lemah (pKa 6,2). GMP kristal yang kecil–kecil (Fadholi,
praktis tidak larut dalam air, sukar 2013: 66).
larut dalam methanol, etanol, etil Metode Karakterisasi Hasil
asetat, dan aseton, agak sukar larut Dispersi Padat
dalam diklorometan, larut dalam
dimetilformaldehid (Sweetman, X-Ray Powder Diffraction (XRD)
2007). GMP termasuk kedalam obat
kelas II dalam Biopharmaceutical Sinar-X merupakan spectrum
Clasification System (BCS), dimana gelombang elektromagnetik dengan
obat ini memiliki kelarutan rendah panjang gelombang 1000-0,1 Å. Pada
dan permeabilitas tinggi (Biswal dkk., metode PXRD, radiasi sinar-X
2009).
monokromatik yang ditembakkan Hasil pengamatan analisis
menuju serbuk sampel akan termal menggunakan DSC
dihamburkan oleh sebagian serbuk menunjukkan bahwa peak
yang memenuhi Hukum Bragg’s. maksimum GMP murni yaitu 205,8
o
sampel serbuk merupakan sampel tiga C, titik lebur hasil DSC mendekati
dimensi sehingga akan terbentuk pola dengan litelatur United State
difraksi atau refleksi bidang hkl. Pharmacopea edisi 30, analisis
Dengan melakukan analisis secara kristalografi GMP dengan XRD
horizontal, akan dihasilkan pola menunjukan hasil difaktrogram
difraksi satu dimensi berupa puncak-puncak interferensi
(Darusman,2014). khas GMP, Hasil SEM menunjukkan
permukaan GMP berupa sangat kecil
membentuk aglomerat hal ini yang
Differential Scanning Calorimetry menyebabkan GMP bersifat
(DSC) hidrofobik yang praktis tidak larut
Metode analisis termal dalam air (Darusman, 2014).
Differential Scanning Calorimetry
(DSC) merupakan metode termal Pembuatan Campuran Fisik
utama yang digunakan untuk Campuran fisik GMP-PVP K-
mengkarakterisasi profil termal 30 dibuat dengan perbandingan 1:1
material padat, baik kristalin maupun dan 2:1. Berbagai perbandingan
amorf. DSC umum digunakan untuk tersebut dibuat dengan tujuan untuk
mengkarakterisasi polimorf dan hidrat mengetahui pengaruh dari perbedaan
(Darusman, 2014). jumlah glimepirid dalam sistem
campuran fisik, pemilihan campuran
Scanning Electron Microscope terbaik dilakukan dengan uji
(SEM) kelarutan pada kedua perbandingan,
Scanning Electron Microscope (SEM) berikut data hasil uji kelarutan dari
mampu menghasilkan karakteristik kedua perbandingan (Tabel 1)
Tabel 1. Data hasil kelarutan campuran fisik
topografis suatu sampel seperti
kekasaran permukaan, patahan atau Sampel/Perlakuan Kelarutan (mg/ml)
kerusakan, dan bentuk Kristal.
Elektron yang dipercepat oleh Campuran Fisika GMP-PVP K30 (1:1) 0,0196
Campuran Fisika GMP-PVP K30 (2:1) 0,0154
tegangan tinggi (0,1-30 kV) dan
difokuskan oleh condenser dan lensa
objektif akan berinteraksi dengan Berdasarkan hasil data kelarutan
sampel dan mengemisikan elektron menunjukkan perbandingan 1:1
dan sinar-X. Elektron dan sinar-X memiliki kelarutan lebih baik
yang diemisikan akan diterima oleh dibandingkan dengan perbandingan
detector dan dikonversikan menjadi 2:1, sehingga perbandingan 1:1
gambar setelah memindai keseluruhan dinyatakan perbandingan terbaik.
sampel (Darusman, 2014).
Pembuatan Dispersi Padat
Hasil Penelitian Dispersi padat dibuat dengan
cara metode pelarutan dibuat dengan
Pemeriksaan Karakterisasi Fisika melarutkan GMP-PVP K-30
perbandingan 1:1 dalam pelarut 0 50 100 150 200 250 300 350

etanol : air perbandingan 105,6 : 4,4 40

30
D

ml, seluruh campuran diaduk selama 20

10

30 menit sampai terbentuk larutan 0


60

jernih. Larutan jernih ini menandakan 40


C

H e a t flo w (m W )
bahwa GMP-PVP K-30 terlarut 20

sempurna. Pelarut yang digunakan 0

40 B

adalah etanol : air, karena etanol : air 30


20

dapat melarutkan/mendispersikan 10
0

GMP dan PVP K-30 secara 60

40
A

molekular, selain itu etanol mudah 20

menguap dan relatif tidak toksik 0

dibandingkan pelarut organik lainnya 0 50 100 150 200


o
T em p e ra tu re ( C )
250 300 350

(Leuner & Dressman, 2000) dan


merupakan pelarut yang mampu Gambar 1 Termogram DSC
melarutkan polimer secara sempurna.
Gambar 1 Termogram DSC serbuk, (A)
Pelarut bertindak sebagai katalis yang GMP (205,8oC), (B) PVP K-30 (55,2oC), (C)
dapat mempercepat pendispersian campuran fisika (64,9oC; 201,8 oC; 310,8 oC),
GMP dalam polimernya yaitu PVP K- (D) Dispersi padat GMP-PVP K-30 (1:1)
30. Proses rekristalisasi dilakukan (68,5 oC dan 208,9 oC)
secara perlahan pada suhu kamar,
Dari hasil termogram DSC GMP-
bertujuan untuk menata ulang
PVP K-30 terlihat terjadi perubahan
kembali kristal GMP-PVP K-30 hasil
titik puncak endotermik pada hasil
dispersi padat.
dispersi padat GMP-PVP K-30
puncak endotermis GMP murni tidak
Karakterisasi Sistem Dispersi
terlihat lagi, hanya terlihat puncak
Padat GMP-PVP K-30
endotermis yang melebar (Gambar1
D). Hal ini disebabkan karena adanya
Analisis Termal (DSC)
polimer PVP sehingga energi yang
Analisis termal DSC
dibutuhkan untuk melebur pada
merupakan instrumen analitik yang
dispersi padat menjadi lebih kecil dan
sangat bermanfaat dalam karakterisasi
puncak bergeser pada temperature
interaksi padatan (solid state
yang lebih rendah yaitu sekitar 68,5
interaction) antara dua atau lebih o
C dibandingkan GMP murni. Puncak
bahan material obat. Berikut
endotermis yang melebar dan
merupakan termogram DSC GMP,
bergeser ke temperatur yang lebih
PVP K-30, Campuran fisik dan
rendah menunjukkan keadaan amorf.
dispersi padat 1:1 ditampilkan pada
Analisis Pola Difraksi Sinar-X
Gambar 1.
(XRD)
Difraksi sinar-X merupakan
metoda yang biasa digunakan untuk
karakterisasi interaksi padatan antara
dua komponen padat (solid state
interaction), apakah terbentuk fase
amorf atau tidak. Pengujian ini dapat
menunjukkan perubahan kristalinitas
ketika obat dicampur dengan polimer Analisis Morfologi Mikroskopik
ditampilkan pada Gambar 2. (SEM)
Analisis morfologi mikroskopik SEM
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

2000 D
1500

1000
dispersi padat GMP-PVP K-30 (1:1)
500

2500
0
pada perlakuan metode pelarutan
2000
1500
C
ditampilkan sebagai berikut
1000
500
dibandingkan dengan campuran fisik
in te n s ity

1500 B
dan bentuk tunggalnya ditampilkan
1000 pada Gambar 3.
500

3000
0
A
2000
A B
1000

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
2 th eta

Gambar 2 Difaktrogram Sinar-X


Gambar 2 Difraktogram Sinar-X serbuk, (A)
GMP, (B) PVP K-30, (C) campuran fisika,
(D) Dispersi padat GMP-PVP K-30 (1:1) C D
Hasil uji difraksi sinar-X
menunjukkan difraktogram bahwa
GMP murni (Gambar 2 A) memiliki Gambar 3 Mikrofoto SEM serbuk: (a) GMP,
derajat kristanilitas yang tinggi (b) PVP K-30, (c) Campuran fisik, (d)
ditunjukan dengan adanya sejumlah Dispersi Padat (1:1).
puncak-puncak interferensi yang Hasil mikrofoto menunjukkan
tajam pada difraktogram. Berbeda GMP murni (Gambar 3 A) memilki
dengan pola difraksi sinar-X PVP K- ukuran yang sangat kecil dan
30 (Gambar 2 B) menunjukkan berbentuk gumpalan/aglomerasi hal
puncak yang landai yang menandakan ini yang menyebabkan GMP bersifat
sifat amorfus. hidrofobik sehingga praktis tidak larut
Pada campuran fisik masih tampak dalam air. PVP K-30 (Gambar 3 B)
puncak-puncak dari GMP dengan memiliki ukuran partikel 20 µm
intensitas yang menurun, Sedangkan berbentukbulatan-bulatan. Campuran
pada dispersi padat GMP-PVP K-30 fisik GMP-PVP K-30 (Gambar 3 C)
menunjukkan pola difraksi sinar-X menunjukkan ukuran partikel yang
bentuk amorf dimana intensitas paling besar dibandingkan GMP
puncak kristal GMP terlihat hanya murni dan PVP K-30 rata-rata
sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa memiliki ukuran 75 µm, pada
sebagian besar GMP berubah dari perbesaran terbaik hasil campuran
bentuk kristal menjadi bentuk amorf, fisik menunjukkan bulatan besar yang
sehingga dapat disimpulkan bahwa ditampilkan dominan PVP dan bagian
GMP dalam sistem dispersi padat serbuk yang berada disekitar polimer
pada perlakuan metode pelarutan yaitu GMP yang berbentuk serbuk
terdispersi dalam keadaan amorf halus. Hasil dispersi padat (Gambar 3
(Valizadeh et al, 2010). D) memperlihatkan tidak adanya
gumpalan besar hal ini menunjukan
bahwa GMP sebagian besar terdipersi
di dalam PVP K-30 dan hanya keberadaan PVP K-30 sebagai
sebagian kecil yang masih dalam pembawa dan mampu
bentuk kristalin, Berubahnya bentuk mengingkatkan profil kelarutan GMP
morfologi GMP murni yang (Mayur et al, 2012).
dibandingkan dengan kondisi dalam
sistem dispersi padat terjadi Uji Disolusi
perbedaan yang yang signifikan
Uji disolusi dispersi padat
terlihat dari sedikitnya kristal yang
GMP-PVP K-30 (1:1) dilakukan
terdapat pada perlakuan dispersi padat
dalam media dapar pH 7,4 untuk
(Gambar 3 A dan D) yang ditegaskan
melihat pengaruh pH terhadap hasil
dengan pengujian menggunakan XRD
uji disolusi, dengan kecepatan
(Gambar 2). Permukaan dispersi
pengadukan 50 rpm pada suhu 37oC.
padat yang menunjukkan bentuk
Kemudian penetapan kadar dilakukan
amorfus (Gambar 3 D) mempertegas
pada panjang gelombang maksimum
dari hasil XRD yang berupa landaian
228 nm.
(Gambar 2 D) dan hasil DSC dimana
suhu lebur dispersi padat berada Hasil uji disolusi
dibawah suhu lebur GMP murni. menunjukkan bahwa dispersi padat
1:1 memiliki laju disolusi
Uji kelarutan dibandingkan dengan GMP murni.
Uji kelarutan dilakukan dalam Peningkatan laju disolusi GMP pada
pelarut/media dapar posfat pH 7,4 campuran fisik dikarenakan adanya
untuk menjaga kondisi pengujian. peningkatan keterbasahan bubuk obat
Pada uji kelarutan GMP-PVP K-30 dengan adanya media pelarut (Ford,
(1:1) dilakukan penetapan kadar GMP 1986).
terlarut secara spektrofotometer UV
pada panjang gelombang maksimum Hasil dipersi padat menunjukkan
228 nm, dimana PVP K-30 tidak kenaikan disolusi dibandingan GMP
memberikan serapan pada metode ini. murni, namun jumlah GMP yang
Hasil kelarutan dispersi padat GMP- terdisolusi berada dibawah jumlah
PVP K-30 (1:1) ditampilkan pada campuran fisik hal ini disebabkan
tabel 2 tidak adanya pengecilan partikel pada
Dari data hasil uji kelarutan hasil dispersi padat sebelum
diatas, dispersi padat GMP-PVP K-30 dilakukan uji laju disolusi.
(1:1) dari perlakuan metode pelarutan
lebih tinggi dibandingkan dengan Uji kelarutan dan uji disolusi
GMP murni dan campuran fisik. menunjukkan bahwa pembuatan
Karena metode pelarutan memiliki dispersi padat menggunakan PVP K-
bentuk yang lebih amorf 30 dapat meningkatkan kelarutan
dibandingkan dengan GMP murni dan GMP yang termasuk ke dalam BCS
campuran fisiknya, dapat dilihat dari kelas II (kelarutan rendah
hasil difraktogram sinar-X (Gambar permeabilitas tinggi), hal ini
V.2). Metode penguapan pelarut menunjukkan bahwa penggunaan
terbukti dapat meningkatkan polimer yang bersifat hidofilik sangat
kelarutan sistem dispersi padat, sistem membantu disolusi dari zat aktif yang
ini dapat berjalan dengan baik dengan bersifat hidrofobik (Dhirenda. K et
al., 2009).
I. Data rekapitulasi hasil kelarutan dan hasil uji disolusi dispersi padat GMP-
PVP K-30 ditampilkan pada gambar berikut:
Tabel.2 Hasil uji kelarutan

Sampel/Perlakuan Kelarutan (mg/ml)


GMP Murni 0,0073
Campuran Fisik GMP-PVP K-30 0,0196
Dispersi Padat GMP-PVP K-30 0,0536

90
80
70
60
% Terdisolusi

50
40
%terdisolusi sampel GMP
30
%terdisolusi sampel CF
20
%terdisolusi sampel DP
10
0
0 10 20 30 40 50 60
Waktu (menit)

Gambar 4 Hasil Disolusi GMP, Campuran fisik dan Dispersi Padat

KESIMPULAN 1. Ansel, Howard. (1989).


Pengantar Bentuk Sediaan
Berdasarkan hasil penelitian dapat Farmasi. Penerjemah Farida
disimpulkan bahwa pembuatan Ibrahim. Universitas Indonesia
dispersi padat menggunakan PVP K- Press. Jakarta
30 dapat meningkatkan kelarutan dan 2. Ammar, H.O., H.A. Salam, M.
laju disolusi zat aktif GMP. Ghorab, A. Mahmoud. (2006).
Pembuatan dispersi padat dapat Formulation and Biological
meningkatkan kelarutan GMP dari Evaluation of Glimepirid-
0,0073 mg/ml menjadi 0,0536 mg/ml Cyyclodextrin-Polymer Systems.
dan laju disolusi GMP pada menit ke- Int. J Pham. 309: 129-138
60 dari 19,47% menjadi 52,28%. 3. Biswal S, J. Sahoo, P.N. Murthy.
(2009). Physycochemical
Properties of Solid Dispersions of
Glicazide in Polyvinylpyrolidone
DAFTAR PUSTAKA
K90, AAPS PharmSciTech, Vol. Drug Dev. Ind. Pharm. 31(4):
10. No. 2. 329-334 473-489
4. Chiou, W. L. and Riegelman, S. 13. Lachman, L & Lieberman Herbert
(1971). Pharmaceutical A,. (1989). Teori dan Praktek
application of solid Farmasi Industri II. Edisi 3. UI
Dispersionsystems. J. Pharm. Press, Jakarta.
5. Darusman, F. (2014). 14. Martin, A.N, Swarbrick, J. dan
Peningkatan Kelarutan dan Cammarata, A. (1993). Physical
Disolusi Glimepirid Melalui Pharmacy. Edisi III.Philadelpia
Metode Kokristalisasi [Thesis], 15. Mayur, D. C, et al. (2012).
Program Studi Farmasi, Solubility And Dissolution
Kelompok Keahlian Farmasetika, Enhancement Of Poorly Water
Institut Teknologi Bandung, Soluble Glimepiride By Using
Bandung. Solid Dispertion Technique,
6. Departemen Kesehatan Republik International Journal of
Indonesia. (1995). Farmakope Pharmacy and Pharmaceutical
Indonesia. Edisi IV. Jakarta : Science : India
Depkes 16. Rowe, Raymond C. (2009).
7. Deshpande, AA. Rhodes, N.H. Handbook of pharmaceutical
Shah, and A.W. Malick. (1996). Excipient 6th edition. Great
Controlled-Release Drug Delivery Britain: Pharmaceutical Press.
Systems for Prolonged Gastric 17. Sekiguchi K, and Obi, N. (1961).
Residance: an Overview. Drug Studies on Absorption of Eutectic
Dev. Ind. Pharm. 22(6): 531-539 Mixture. 1. A. comparation of the
8. Dhirendra K, Lewis S, Udupa, Behavior of Eutectic Mixture of
and Atin K, (2009). Solid Sulphathiazole and that of
dispertsion Review. Manipal Ordinary Sulphatiazole in Man.
College of Pharmaceutical Chem. Pharm. Bull
Sciences : India. 18. Sherwood L. (2010). Human
9. Fadholi, Achmad. (2013). Physiology. Ed 7. Canada: Nelson
Disolusi dan Pelepasan Obat in Education
vitro, Pustaka Pelajar, 19. Sweetman, S. C., (ED). (2007).
Yogyakarta, 65-71 Martindale, The Complete Drug
10. Ford J L. (1998). The Current Reference, 35 th Ed. Phamaceutical
Status of Solid Dispertions. Press. London, Chicago: 399-400
Pharm Acta Helv ; 61: 69-80 20. USP Drug Information, (2007) :
11. Gupta Digant, et al,. (2011). Drug Information for the Healt
Bioelectrical Impedance Phase Care Profesional. Vol 1. 27 th
Angel in Clinical Practice, British Ed:2514-2517
Journal of Nutrition 2011 21. United States Phamacopoeial
12. Karavas, E. et al. (2005). Convention. (2007). The United
Miscibillity Behavior and States Pharmacopoeia 30th. US
Formation Mechanism of Pharmacopoeial Convention Inc.
Stabilized Felodipine-PVP Rockville: 2226-2227.
Amorphus Solid Dispertion. Drug

Anda mungkin juga menyukai