-Imam Syafi’i-
Kamu pikir belajar perpajakan itu mudah?
Ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang bermanfaat. -Imam Syafi’i-
Pertemuan 8
1. Pengertian PPN
Pajak atas Konsumsi itu ada dua, yaitu :
a) Sales Tax / Pajak Penjualan (PPn)
b) Value Added Tax (VAT) / Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
2. Karakteristik PPN
a) PPN adalah Pajak Tidak Langsung,
Dalam hal Pembeli sudah membayar harga barang dan PPN kepada
Penjual, sama halnya dengan Pembeli sudah menyetor PPN ke Kas
Negara.
b) PPN adalah Pajak Obyektif,
Timbulnya pajak ditentukan oleh peristiwa atau perbuatan hukum
yang dapat dikenakan pajak (objek pajak). Kondisi subjektif subjek
pajak tidak ikut menentukan.
Ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang bermanfaat. -Imam Syafi’i-
c) PPN bersifat Multi-stage dan Tidak Menimbulkan pajak berganda,
Misalnya benang dijual kepada pabrik tekstil untuk dibuat kain
yang nantinya akan dijual kepada pabrik pakaian jadi untuk
diperdagangkan pada akhirnya pada pedagang-pedagang kain. PPN
yang sudah dikenai pada benang tidak perlu ditanggung oleh pabrik
tekstil. Begitu pula PPN pabrik tekstil tidak perlu ditanggung oleh
pabrik pakaian jadi, begitu seterusnya.
d) PPN yang dibayar ke kas negara menggunakan Indirect
Subtraction Method,
Indirect Subtraction Method adalah metode penghitungan PPN
yang akan disetor ke kas negara dengan cara mengurangkan
pajak atas perolehan dengan pajak atas penyerahan barang atau
jasa.
Indirect Subtraction Method (metode pengurangan tidak langsung),
mengurangkan PPN atas penyerahan (penjualan), dengan PPN atas
perolehan (pembelian).
PPN yang disetor ke Kas Negara = PPN jual – PPN beli
e) PPN bersifat non kumulatif,
Artinya PPN yang disetor ke Kas Negara bukan merupakan hasil
kumulatif PPN yang sudah terjadi sebelumnya.
f) PPN Indonesia menganut tarif tunggal,
g) PPN merupakan pajak atas konsumsi DN,
Mengandung makna bahwa :
i. PPN bukan pajak atas kegiatan bisnis,
ii. Pemikul beban pajak adalah konsumen,
iii. Karena konsumen tidak hanya mengonsumsi barang tetapi
juga jasa, maka jasa juga kena PPN,
iv. PPN menganut destination principle,
v. Dalam hal menyangkut arus lintas batas, tempat
konsumsi/pemanfaatan mirip faktor dominan menimbulkan
utang pajak (sehingga impor kena PPN).
h) PPN bersifat netral,
i) PPN Indonesia adalah PPN Tipe Konsumsi (Consumption Type
VAT).
Ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang bermanfaat. -Imam Syafi’i-
d) Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah
Pabean di dalam Daerah Pabean,
e) Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean,
f) Ekspor BKP Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak,
g) Ekspor BKP tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak,
h) Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
Ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang bermanfaat. -Imam Syafi’i-
ii. Ekspor Barang Tidak Kena Pajak Berwujud.
iii. Ekspor Jasa Kena Pajak.
c) Tarif PPN bisa berubah paling rendah 5%, dan paling tinggi 15%
yang perubahan tarifnya diatur PP.
Pertemuan 9
1. Saat terutang PPN
a) Penyerahan BKP – karena suatu perjanjian
b) Impor BKP – dokumen impor
c) Penyerahan JKP
d) Pemanfaatan BKP - TB /JKP dari LDP
e) Ekspor BKP Berwujud
f) Ekspor BKP TB
g) Ekspor JKP
2. Tempat terutang PPN
a) Penyerahan BKP/JKP di Daerah Pabean, di tempat PKP
dikukuhkan.
b) Atas Dasar Impor, di tempat daerah di mana BKP dimasukkan.
c) Atas BKP/JKP dari Luar Daerah Pabean, di tempat tinggal
OP/Badan (Bkn WP). Atau tempat terdaftar sebagai WP.
d) Membangun Sendiri, di tempat bangunan tersebut didirikan
3. Dasar Pengenaan Pajak
a) Harga Jual, tidak termasuk PPN dan potongan harga.
b) Penggantian, tidak termasuk PPN dan potongan harga.
c) Nilai Impor, Berdasarkan dokumen Pemberitahuan Ekspor
Barang(PEB).
d) Nilai Ekspor, CIF ditambah biaya dan pungutan kepabeanan.
e) Nilai Lain.
i. Untuk pemakaian sendiri dan pemberian cuma–cuma, DPPnya
Harga jual atau penggantian, dikurangi laba kotor(Margin).
ii. Untuk BKP yang semula tidak hendak diperjualbelikan, DPPnya
Harga pasar wajar.
iii. Untuk penyerahan pusat–cabang atau antar cabang, DPPnya
Harga Pokok Penjualan atau harga perolehan
iv. Untuk penyerahan melalui juru lelang, DPPnya Harga Lelang.
v. Untuk penyerahan jasa pengiriman paket, biro perjalanan, dan
biro pariwisata. Untuk penyerahan kepada pedagang perantara.
DPPnya Nilai kesepakatan dengan pembeli. 10% dari jumlah
tagihan. Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan.
vi. Untuk penyerahan kepada pedagang perantara, DPPnya Nilai
kesepakatan dengan pembeli.
vii. Penyerahan Film Cerita, DPPnya Perkiraan hasil rata-rata
perjudul film.
Ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang bermanfaat. -Imam Syafi’i-
viii.Penyerahan produk hasil tembakau, DPPnya Harga Jual
Eceran.
ix. Emas Perhiasan PMK 83/2002 (pmk tersendiri), DPPnya
Seluruh penyerahan Emas Perhiasan.
x. Membangun sendiri PMK 63/2012 (pmk tersendiri), DPPnya
Biaya Membangun (Tanpa Tanah).
Pertemuan 10
1. Faktur Pajak
Apa itu Faktur Pajak?
Faktur Pajak merupakan bukti pemungutan pajak (PPN) yang dibuat
oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP.
PKP wajib membuat faktur pajak untuk setiap penyerahan BKP,
penyerahan JKP, Ekspor BKP tidak berwujud, Ekspor JKP.
Faktur Pajak harus dibuat pada
a) saat penyerahan BKP/JKP,
b) saat menerima pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran
terjadi sebelum penyerahan BKP/JKP,
c) saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan
sebagian tahap pekerjaan,
d) saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada bendahara
Pemerintah sebagai Pemungut PPN.
Faktur Pajak Gabungan adalah faktur pajak yang meliputi seluruh
penyerahan yang dilakukan kepada pembeli BKP atau penerima JKP
yang sama selama 1 bulan kalender. Harus dibuat paling lama pada
akhir bulan penyerahan BKP/JKP.
Ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang bermanfaat. -Imam Syafi’i-
Pajak. Lembar kedua untuk arsip PKP yang menerbitkan Faktur Pajak.
Diperkenankan membuat lebih dari 2 rangkap dengan menyatakan
secara jelas peruntukannya dalam lembar Faktur Pajak yang
bersangkutan.
Ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang bermanfaat. -Imam Syafi’i-
Pajak Keluaran yang harus dipungut
: 10% x 60.000.000
:6.000.000
PPN yang dibayar dalam masa pajak yang bersangkutan
:6.000.000 - 10.000.000 = (4.000.000) (lebih bayar)
Pertemuan 11
1. Definisi PPnBM
Merupakan pajak yang dikenakan pada barang yang tergolong mewah
yang dilakukan oleh produsen (pengusaha) yang menghasilkan atau
mengimpor barang tersebut dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
Barang yang tergolong mewah :
Bukan merupakan kebutuhan pokok,
Dikonsumsi oleh masyarakat tertentu,
Dikonsumsi masyarakat berpenghasilan tinggi,
Dikonsumsi untuk menunjukkan status,
Tidak dikonsumsi oleh kalian wahai sobat misqueen, tolong sadar.
Pertimbangan Pemungutan PPnBM :
Keseimbangan pembebanan pajak antara penghasilan rendah dan
tinggi.
Pengendalian konsumsi.
Perlindungan terhadap produsen kecil dan tradisional.
Meningkatkan penerimaan.
2. Objek PPnBM
a) Barang yang dihasilkan produsen,
b) Impor barang mewah.
Karakteristiknya :
a) Dipungut hanya sekali,
b) Tidak dapat dikreditkan, diperlakukan sebagai biaya,
c) BKP yang diekspor PPnBM-nya dapat dimintakan restitusi,
d) Pungutan tambahan disamping PPN.
Ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang bermanfaat. -Imam Syafi’i-
Ambulance,
Pemadam Kebakaran,
Pengangkutan Umum,
Kendaraan Kenegaraan,
Kendaraan Patroli TNI/Polri,
Kendaraan Dinas TNI/Polri,
3. Tarif PPnBM
a) 0% untuk Ekspor BKP
b) Minimal 10%, maksimal 200%.
Dikalikan DPP.
4. Penghitungan PPnBM Terutang
a) Contoh :
Harga Jual Town House termasuk PPN dan PPnBM Rp.
13.000.000.000,- Tarif PPnBMnya 20%.
Hitung berapa PPN dan PPnBM?
PPN : (10/(110+20)) x 13.000.000.000 = Rp. 1.000.000.000
PPnBM : (20/(110+20)) x 13.000.000.000 = Rp. 2.000.000.000
Pertemuan 12
1. Pengertian Pemungut PPN
Pemungut PPN menurut UU PPN 1984 adalah bendaharawan
pemerintah, badan, atau instansi pemerintah yang ditunjuk Menteri
Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang
terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan BKP, dan/atau
penyerahan JKP kepada bendaharawan pemerintah, badan, atau instansi
pemerintah tersebut.
Pemungut PPN :
Bendaharawan Pemerintah,
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara.
2. Objek Pemungutan oleh Pemungut PPN
a) Penyerahan BKP/JKP yang dilakukan oleh PKP rekanan,
b) Pemanfaatan BKPTB/JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah
pabean,
c) PPnBM hanya dipungut dalam hal PKP rekanan merupakan
pabrikan dari BKP yang tergolong mewah.
Bukan Objek Pemungutan oleh Pemungut PPN
a) Apabila pembayarannya yang jumlah maksimalnya Rp. 1.000.000,-
dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah pecah,
b) Pembayaran atas tagihan rekening telpon,
c) Pembayaran atas BKP/JKP menurut ketentuan
perundang-undangan yang berlaku,
d) Pembayaran atas penyerahan BBM dan bukan BBM oleh PT.
Pertamina (Persero),
e) Pembayaran atas pembebasan tanah,
Ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang bermanfaat. -Imam Syafi’i-
f) Pembayaran jasa angkutan udara yang diserahkan oleh
maskapai/perusahaan penerbangan,
3. Mekanisme Pemungutan PPN oleh Pemungut PPN
Pemungut PKP
Memungut, menyetor, dan Menerbitkan faktur sebagai bukti
melaporkan PPN. adanya transaksi dan pemungutan
PPN.
Kewajiban pemungut :
a) Pemungut berkewajiban melakukan pemungutan, menyetor, serta
melakukan melakukan pelaporan PPN dalam SPT Masa
PPN/PPnBM.
b) Pelaporan menggunakan Formulir SPT 1107 PUT.
c) Apabila dalam satu bulan tidak terdapat pungutan, bendahara
pemerintah tetap wajib melaporkan PPN yang dipungutnya dalam
formulir SPT 1107 PUT dengan keterangan nihil.
Jenis-jenis SPT PPN :
a) SPT 1111 = Untuk PKP yang menggunakan mekanisme PM dan PK.
b) SPT 1111 DM = Untuk PKP yang menggunakan Pedoman
Perhitungan pengkreditan PM berdasarkan peredaran usaha atau
kegiatan usaha.
c) SPT 1107 PUT = SPT untuk Pemungut PPN.
Pertemuan 13
1. Definisi PBB
Dasar hukum :
a) UU Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan,
SBTDD,
b) UU Nomor 12 Tahun 1994.
c) Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dipergunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.”
Ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang bermanfaat. -Imam Syafi’i-
sebesar 20% untuk
Sektor Lainnya dan
40% untuk Sektor P3)
NJOPTKP Setinggi-tingginya 12 Minimal 10 Juta
Juta
PBB Terutang Tarif x %NJKP x Tarif x
(NJOP-NJOPTKP) (NJOP-NJOPTKP)
Ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang bermanfaat. -Imam Syafi’i-
iii. Areal emplasemen adalah areal yang digunakan untuk
berdirinya bangunan dan sarana pelengkap lainnya dalam
perhutanan termasuk areal jalan yang diperkeras.
iv. Areal lain adalah areal hutan selain dari areal produktif, areal
belum produktif, dan areal emplasemen.
Ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang bermanfaat. -Imam Syafi’i-
v. Hutan Lindung, Hutan Suaka Alam, Hutan Wisata, Taman
Nasional, Tanah Penggembalaan Yang Dikuasai Oleh Desa, Dan
Tanah Negara Yang Belum Dibebani Suatu Hak,
vi. yang telah dikenakan PBB sektor P2.
f) Subjek PBB
Subjek Pajak PBB adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata:
i. Mempunyai suatu hak atas bumi dan atau;
ii. Memperoleh manfaat atas bumi, dan atau;
iii. Memiliki bangunan, dan atau;
iv. Memperoleh manfaat atas bangunan.
4. Penghitungan PBB Terutang
a) Contoh Soal PBB P3L
PT Energi memiliki 1 bidang objek pajak pertambangan migas
dengan data sebagai berikut: Bumi offshore seluas 2.000 M2
senilai Rp11.500/m2 Bangunan berupa platform seluas 100 M2
senilai Rp3.000.000/m2
Apabila diketahui:
Klasifikasi bumi adalah kelas 144 dengan NJOP Rp11.500/m2
Klasifikasi bangunan adalah kelas 49 dengan NJOP
Rp2.940.000/m2 NJOPTKP sebesar Rp12 juta
Berapakah besarnya PBB terutang PT.Energi tersebut?
Jawab :
PBB Terhutang :
NJOP Bumi= 2.000M2 xRp11.500 = Rp 23.000.000
NJOP Bangunan= 100 M2 xRp2.940.000 = Rp 294.000.000.
NJOP Bumi dan Bangunan = Rp 317.000.000,
NJOPTKP sebesar Rp12.000.000,
PBB Terutang = (0.5% x 40% ) x ( Rp 317.000.000 – Rp 12.000.000) = Rp
610.000,
Ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang bermanfaat. -Imam Syafi’i-
Jawab : yang dihitung PBBnya hanya Rumah 1 karena Rumah 2 belum
genap 1 tahun dimiliki (dibangun bulan Februari).
Perlu dicermati juga bahwa NJOP yang dipakai adalah NJOP pada tahun
2017.
NJOP Bumi 150 x Rp 75.000 = Rp 11.250.000
NJOP Bangunan 145 x Rp280.000 = Rp 40.600.000
PBB Terutang 0.25% x (Rp 51.850.000 - Rp
10.000.000) = Rp 104.625
5. Definisi BPHTB
Dasar hukum :
a) UU N0 21 Tahun 1997 tentang BPHTB, SBTDD UU No 20 Tahun 2000.
BPHTB adalah Pajak atas perolehan hak atas Tanah dan/atau
Bangunan. Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah
perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya
hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau Badan.
6. Objek BPHTB
Perolehan Hak :
a) Perpindahan Hak
b) Perolehan Hak Baru
Ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang bermanfaat. -Imam Syafi’i-
sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat keatas atau satu
derajat kebawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk
suami/istri, bernilai paling rendah Rp.300.000.000,
e) NPOPTKP selain waris atau hibah wasiat yang memenuhi
ketentuan bernilai paling rendah Rp.600.000.000,
f) Saat Terutang
Selain waris, pemberian hak baru, Tanggal ditandatanganinya Akta
putusan hakim, dan lelang
Lelang Tanggal Penunjukan Pemenang
Lelang
Waris Tanggal Pendaftaran ke Kantor
Pertanahan
Contoh Soal :
Tanggal 14 April 2015, Amir menerima warisan dari orang tuanya
berupa rumah dengan Harga pasar Rp 1.300.000.000 dan NJOP tahun 2015
sebesar Rp 1.250.000.000 dan tahun 2016 sebesar Rp 1.400.000.000. Atas
warisan tersebut didaftarkan di BPN tanggal 12 Agustus 2016
a. Hitung BPHTB terutang
BPHTB terutang
= 5% x (Rp. 1.400.000.000 – Rp 300.000.000)
= Rp 55.000.000,
b. Kapan saat terutang BPHTB
Terutang BPHTB tanggal 12 Agustus 2016.
Ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang bermanfaat. -Imam Syafi’i-
Pertemuan 14
1. Definisi Bea Materai
Bea materai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen yang bersifat
perdata dan dokumen untuk digunakan di pengadilan. Berdasarkan Sistem
Pemungutannya Bea materai termasuk Pajak tidak langsung. Berdasarkan
pihak yang memungut Bea materai termasuk Pajak Pusat.
Dasar hukumnya
a) UU No.13 tahun 1985, PP No.24 tahun 2000,
b) KMK RI No.13 133b/KMK.04/2000,
c) Peraturan Menteri Keuangan No.65/PMK.03/2014,
d) Peraturan Menteri Keuangan No.70/PMK.03/2014.
Ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang bermanfaat. -Imam Syafi’i-
uang;
b. yang menyatakan pembukuan uang
atau penyimpanan uang dalam rekening
di Bank;
c. yang berisi pemberitahuan saldo
rekening di Bank; atau
d. yang berisi pengakuan bahwa hutang
uang seluruhnya atau sebagiannya telah
dilunasi atau diperhitungkan;
dengan harga nominal :
- sampai dengan Rp. 250.000 Tidak dikenakan biaya
- lebih dari Rp 250.000 sampai dengan Rp Rp. 3.000
1.000.000
- lebih dari Rp 1.000.000 Rp. 6.000
Jika harga nominal menggunakan dalam
mata uang asing, maka harus dikalikan
dengan Kurs Menteri Keuangan yang
berlaku saat dokumen tersebut dibuat.
5 Surat berharga seperti wesel, promes,
dan aksep, dengan harga nominal.
- sampai dengan Rp. 250.000 Tidak dikenakan biaya
- lebih dari Rp 250.000 sampai dengan Rp Rp. 3.000
1.000.000
- lebih dari Rp 1.000.000 Rp. 6.000
6 Dokumen yang akan digunakan sebagai
alat pembuktian di muka pengadilan
- surat-surat biasa dan surat-surat Rp. 6.000
kerumahtanggaan;
Ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang bermanfaat. -Imam Syafi’i-
- sampai dengan Rp. 1.000.000 Rp. 3.000
- lebih dari Rp. 1.000.000 Rp. 6.000
9 Sekumpulan efek dengan nama dan dalam
bentuk apapun yang tercantum dalam
surat kolektif yang mempunyai harga
nominal:
- sampai dengan Rp. 1.000.000 Rp. 3.000
- lebih dari Rp. 1.000.000 Rp. 6.000
Ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang bermanfaat. -Imam Syafi’i-
4. Saat terutang Bea Materai
No. Dokumen Saat terutang
Dokumen yang dibuat oleh satu pihak Saat dokumen
diserahkan dan
diterima oleh pihak
untuk siapa dokumen
itu dibuat, bukan saat
ditandatangani.
Contoh: kuitansi, cek
Dokumen yang dibuat oleh lebih dari satu Saat dokumen itu telah
pihak selesai dibuat, yang
ditutup dengan
pembubuhan tanda
tangan dari yang
bersangkutan.
Contoh: surat
perjanjian jual-beli
Dokumen yang dibuat di luar negeri Saat digunakan di
Indonesia.
Bea Materai yang
terutang dilunasi
dengan cara
pemateraian
kemudian.
6. Kedaluwarsa
Daluwarsa dari kewajiban memenuhi Bea Materai ditetapkan 5
(lima)tahun, terhitung sejak tanggal dokumen dibuat .
Pemateraian Kemudian (Pasal 10)
a) Pemetaraian kemudian adalah suatu cara pelunasan Bea Materai
yang dilakukan oleh Pejabat Pos atas permintaan pemegang
dokumen yang Bea Meterainya belum dilunasi sebagaimana
mestinya.
Ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang bermanfaat. -Imam Syafi’i-
b) Pejabat Pos adalah pejabat PT Pos dan Giro yang diserahi tugas
melayani permintaan pemateraian kemudian
c) Pemeteraian kemudian dilakukan atas ;
i. Dokumen yang semula tidak terutang Bea Materai namun akan
digunakan sebagai alat pembuktian di Muka Pengadilan.
ii. Dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dilunasi
sebagaimana mestinya.
iii. Dokumen yang dibuat diluar negeri yang akan digunakan di
Indonesia.
Sanksi Administrasi (Pasal 8)
d) Sanksi administrasi dijatuhkan apabila :
i. Bea Meterai kurang bayar dikenakan denda 200% dari Bea
Meterai kurang bayar.
ii. Jika melampaui masa ijin yang diberikan, dikenakan sanksi
pencabutan ijin.
iii. Jika laporan terlambat, dikenakan sanksi pencabutan ijin.
Apabila dokumen tidak atau kurang dilunasi Bea Meterai
sebagaimana mestinya, maka akan dikenakan denda administrasi
sebesar 200% (dua ratus persen) dari Bea Meterai yang tidak atau
kurang dibayar. Penanggungjawab sanksi ialah pemegang dokumen.
Misalnya Bea Meterai terutang Rp. 6.000,00. Karena kelalaian
belum mengenakan Bea Meterai, maka Bea Meterai dan saksi yang
harus dibayar adalah Bea Meterai yang terutang Rp. 6.000,00, denda
administrasi Rp. 12.000,00, maka jumlah pemeteraian kemudian Rp.
18.000,00.
Ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang bermanfaat. -Imam Syafi’i-
Terima Kasih kepada Adhiganadya
Terima Kasih kepada yang sudah membaca
Semoga bisa membantu untuk mengejar ketertinggalan materi
Ambil manfaatnya, buang kekurangannya
Semangat Ujiannya yaa :D
[Kontak Penyusun]
Id Line : nekotensaifz
No WA : 081912017957
IG : @kevinyaww_
Ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang bermanfaat. -Imam Syafi’i-