Anda di halaman 1dari 22

Ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang bermanfaat.

-Imam Syafi’i-
Kamu pikir belajar perpajakan itu mudah?

~nih rangkuman buat kamu


jangan lupa bilang makasih sama yang buat ehehe

Ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang bermanfaat. -Imam Syafi’i-
Pertemuan 8
1. Pengertian PPN
Pajak atas Konsumsi itu ada dua, yaitu :
a) Sales Tax / Pajak Penjualan (PPn)
b) Value Added Tax (VAT) / Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Pengertian PPN : Pajak tidak langsung (penanggung jawab


pemungutan dan penyetoran pajak dengan pemikul beban pajak berada
pada pihak yang berbeda) atas konsumsi barang atau jasa.
Sejarah PPN :
a) Diperkenalkan Carl Friedrich Von Siemens (Jerman, 1919)
b) PPN diterapkan pertama kali di Perancis th 1954
c) Jerman sendiri memulai tahun 1968
d) Indonesia memulai tahun 1985
Awalnya Indonesia menerapkan PPn namun diganti menjadi PPN.
Latar belakangnya adalah sebagai berikut :
a) UU PPn 1951
i. UU Darurat No 19 Th1951, berlaku sejak 1 Oktober 1951
dinamakan UU PPn 1951
ii. Dengan UU No 35 Th1953, ditetapkan menjadi UU
b) UU PPN 1984
Dalam “ Reformasi Sistem Perpajakan Nasional 1983 (Tax Reform
1983)”, diganti dengan Pajak Pertambahan Nilai.

Mengapa PPn diganti menjadi PPN? Alasannya karena..,


a) Menimbulkan pajak berganda sehingga tidak netral baik dalam
perdagangan DN & LN,
b) Mengandung dualisme sistem pemungutan,
i. Mampu pembukuan “self assessment system”.
ii. Tidak mampu pembukuan “official assessment system”.
c) Variasi tarif banyak sehingga menyulitkan pengawasan,
d) Tidak mendorong ekspor,
e) Tidak mengatasi penyelundupan.

2. Karakteristik PPN
a) PPN adalah Pajak Tidak Langsung,
Dalam hal Pembeli sudah membayar harga barang dan PPN kepada
Penjual, sama halnya dengan Pembeli sudah menyetor PPN ke Kas
Negara.
b) PPN adalah Pajak Obyektif,
Timbulnya pajak ditentukan oleh peristiwa atau perbuatan hukum
yang dapat dikenakan pajak (objek pajak). Kondisi subjektif subjek
pajak tidak ikut menentukan.

Ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang bermanfaat. -Imam Syafi’i-
c) PPN bersifat Multi-stage dan Tidak Menimbulkan pajak berganda,
Misalnya benang dijual kepada pabrik tekstil untuk dibuat kain
yang nantinya akan dijual kepada pabrik pakaian jadi untuk
diperdagangkan pada akhirnya pada pedagang-pedagang kain. PPN
yang sudah dikenai pada benang tidak perlu ditanggung oleh pabrik
tekstil. Begitu pula PPN pabrik tekstil tidak perlu ditanggung oleh
pabrik pakaian jadi, begitu seterusnya.
d) PPN yang dibayar ke kas negara menggunakan Indirect
Subtraction Method,
Indirect Subtraction Method adalah metode penghitungan PPN
yang akan disetor ke kas negara dengan cara mengurangkan
pajak atas perolehan dengan pajak atas penyerahan barang atau
jasa.
Indirect Subtraction Method (metode pengurangan tidak langsung),
mengurangkan PPN atas penyerahan (penjualan), dengan PPN atas
perolehan (pembelian).
PPN yang disetor ke Kas Negara = PPN jual – PPN beli
e) PPN bersifat non kumulatif,
Artinya PPN yang disetor ke Kas Negara bukan merupakan hasil
kumulatif PPN yang sudah terjadi sebelumnya.
f) PPN Indonesia menganut tarif tunggal,
g) PPN merupakan pajak atas konsumsi DN,
Mengandung makna bahwa :
i. PPN bukan pajak atas kegiatan bisnis,
ii. Pemikul beban pajak adalah konsumen,
iii. Karena konsumen tidak hanya mengonsumsi barang tetapi
juga jasa, maka jasa juga kena PPN,
iv. PPN menganut destination principle,
v. Dalam hal menyangkut arus lintas batas, tempat
konsumsi/pemanfaatan mirip faktor dominan menimbulkan
utang pajak (sehingga impor kena PPN).
h) PPN bersifat netral,
i) PPN Indonesia adalah PPN Tipe Konsumsi (Consumption Type
VAT).

3. Objek dan Subjek PPN


Objek PPN :
a) Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang
dilakukan oleh Pengusaha,
b) Impor Barang Kena Pajak,
c) Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang
dilakukan oleh Pengusaha,

Ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang bermanfaat. -Imam Syafi’i-
d) Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah
Pabean di dalam Daerah Pabean,
e) Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean,
f) Ekspor BKP Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak,
g) Ekspor BKP tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak,
h) Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

Barang Non Objek PPN :


a) Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil
langsung dari sumbernya,
b) Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan rakyat banyak,
c) Makanan dan minuman yang disajikan
d) Di hotel, restoran, rumah makan, warung makan, dan sejenisnya
meliputi makanan dan minuman baik dikonsumsi di tempat
maupun tidak. Termasuk makanan dan minuman yang diserahkan
oleh usaha jasa boga atau katering,
e) Uang, Emas batangan, Surat berharga.

Jasa Non Objek PPN :


a) Jasa Pelayanan Kesehatan Medis,
b) Jasa Pelayanan Sosial,
c) Jasa Pengiriman Surat dengan Perangko,
d) Jasa Keuangan,
e) Jasa Asuransi,
f) Jasa Keagamaan,
g) Jasa Pendidikan,
h) Jasa Kesenian dan Hiburan,
i) Jasa Penyiaran yang tidak bersifat iklan,
j) Jasa Angkutan Umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara
dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa
angkutan udara luar negeri,
k) Jasa Tenaga Kerja,
l) Jasa Perhotelan,
m) Jasa-jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka
menjalankan pemerintahan secara umum,
n) Jasa Penyediaan Tempat Parkir,
o) Jasa Telepon Umum dengan menggunakan uang logam,
p) Jasa Pengiriman Uang dengan wesel pos,
q) Jasa Boga dan Katering.
4. Tarif PPN
a) Tarif PPN adalah 10%
b) Tarif PPN adalah 0%, diterapkan atas,
i. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud.

Ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang bermanfaat. -Imam Syafi’i-
ii. Ekspor Barang Tidak Kena Pajak Berwujud.
iii. Ekspor Jasa Kena Pajak.
c) Tarif PPN bisa berubah paling rendah 5%, dan paling tinggi 15%
yang perubahan tarifnya diatur PP.

Pertemuan 9
1. Saat terutang PPN
a) Penyerahan BKP – karena suatu perjanjian
b) Impor BKP – dokumen impor
c) Penyerahan JKP
d) Pemanfaatan BKP - TB /JKP dari LDP
e) Ekspor BKP Berwujud
f) Ekspor BKP TB
g) Ekspor JKP
2. Tempat terutang PPN
a) Penyerahan BKP/JKP di Daerah Pabean, di tempat PKP
dikukuhkan.
b) Atas Dasar Impor, di tempat daerah di mana BKP dimasukkan.
c) Atas BKP/JKP dari Luar Daerah Pabean, di tempat tinggal
OP/Badan (Bkn WP). Atau tempat terdaftar sebagai WP.
d) Membangun Sendiri, di tempat bangunan tersebut didirikan
3. Dasar Pengenaan Pajak
a) Harga Jual, tidak termasuk PPN dan potongan harga.
b) Penggantian, tidak termasuk PPN dan potongan harga.
c) Nilai Impor, Berdasarkan dokumen Pemberitahuan Ekspor
Barang(PEB).
d) Nilai Ekspor, CIF ditambah biaya dan pungutan kepabeanan.
e) Nilai Lain.
i. Untuk pemakaian sendiri dan pemberian cuma–cuma, DPPnya
Harga jual atau penggantian, dikurangi laba kotor(Margin).
ii. Untuk BKP yang semula tidak hendak diperjualbelikan, DPPnya
Harga pasar wajar.
iii. Untuk penyerahan pusat–cabang atau antar cabang, DPPnya
Harga Pokok Penjualan atau harga perolehan
iv. Untuk penyerahan melalui juru lelang, DPPnya Harga Lelang.
v. Untuk penyerahan jasa pengiriman paket, biro perjalanan, dan
biro pariwisata. Untuk penyerahan kepada pedagang perantara.
DPPnya Nilai kesepakatan dengan pembeli. 10% dari jumlah
tagihan. Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan.
vi. Untuk penyerahan kepada pedagang perantara, DPPnya Nilai
kesepakatan dengan pembeli.
vii. Penyerahan Film Cerita, DPPnya Perkiraan hasil rata-rata
perjudul film.

Ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang bermanfaat. -Imam Syafi’i-
viii.Penyerahan produk hasil tembakau, DPPnya Harga Jual
Eceran.
ix. Emas Perhiasan PMK 83/2002 (pmk tersendiri), DPPnya
Seluruh penyerahan Emas Perhiasan.
x. Membangun sendiri PMK 63/2012 (pmk tersendiri), DPPnya
Biaya Membangun (Tanpa Tanah).

DPP tidak mengakui pembayaran di atas atau di bawah kewajaran


akibat hubungan istimewa*.
*Penyertaan saham 25% atau lebih, Hubungan Keluarga.

Pertemuan 10
1. Faktur Pajak
Apa itu Faktur Pajak?
Faktur Pajak merupakan bukti pemungutan pajak (PPN) yang dibuat
oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP.
PKP wajib membuat faktur pajak untuk setiap penyerahan BKP,
penyerahan JKP, Ekspor BKP tidak berwujud, Ekspor JKP.
Faktur Pajak harus dibuat pada
a) saat penyerahan BKP/JKP,
b) saat menerima pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran
terjadi sebelum penyerahan BKP/JKP,
c) saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan
sebagian tahap pekerjaan,
d) saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada bendahara
Pemerintah sebagai Pemungut PPN.
Faktur Pajak Gabungan adalah faktur pajak yang meliputi seluruh
penyerahan yang dilakukan kepada pembeli BKP atau penerima JKP
yang sama selama 1 bulan kalender. Harus dibuat paling lama pada
akhir bulan penyerahan BKP/JKP.

Terlambat membuat Faktur Pajak?


PKP akan mendapat Surat Tagihan Pajak yang berisi keterangan
bahwa PKP wajib menyetor pajak yang terutang, dan dikenai sanksi
administrasi berupa denda sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak.
Bila terlambat, PPN yang tercantum dapat dikreditkan bagi PKP
Pembeli. Namun bila sudah melewati 3 bulan (dari tanggal yang
harusnya PKP Penjual menerbitkan Faktur Pajak), maka PPN yang
tercantum tidak dapat dikreditkan bagi PKP Pembeli atau Penerima
Faktur Pajak.

Pengadaan Faktur Pajak,


Faktur Pajak dibuat dan digandakan oleh PKP, paling sedikit 2 rangkap.
Lembar pertama diberikan kepada PKP Pembeli atau Penerima Faktur

Ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang bermanfaat. -Imam Syafi’i-
Pajak. Lembar kedua untuk arsip PKP yang menerbitkan Faktur Pajak.
Diperkenankan membuat lebih dari 2 rangkap dengan menyatakan
secara jelas peruntukannya dalam lembar Faktur Pajak yang
bersangkutan.

Informasi di dalam Faktur Pajak, paling sedikit harus memuat,


e) Nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP/JKP,
f) Nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP/JKP,
g) Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual dan penggantian, dan
potongan harga,
h) PPN yang dipungut,
i) PPnBM yang dipungut,
j) Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan faktur pajak,
k) Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani faktur pajak.
l) Jika diperlukan, PKP dapat menambahkan keterangan lain.
Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap, benar, dan tidak
ditandatangani merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap dan tidak dapat
dikreditkan oleh PKP penerima Faktur Pajak.

2. Pengkreditan Pajak Masukan


PPN yang seharusnya sudah dibayar penjual merupakan Pajak
Masukan bagi pembeli. Pajak Masukan yang wajib dibayar tersebut oleh
Pengusaha Kena Pajak dapat dikreditkan(atau menjadi pengurang) dengan
Pajak Keluaran pada masa pajak yang sama, dapat dikreditkan pada masa
pajak berikutnya paling lama 3 bulan setelah berakhirnya masa pajak yang
bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum
dilakukan pemeriksaan.
Apabila dalam suata masa pajak yang sama, Pajak Keluaran lebih besar
daripada Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, maka selisihnya
merupakan PPN yang harus disetorkan oleh PKP ke kas negara paling
lama akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir dan sebelum
Surat Pemberitahuan Masa PPN disampaikan. Sedangkan apabila dalam
suatu masa pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar
daripada Pajak Keluarannya, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak
yang dapat diminta kembali (restitusi) atau dikompensasikan pada masa
pajak berikutnya.
Contoh :
Terjadi kegiatan usaha,
Membeli bahan baku Rp. 100.000.000,-
Menyerahkan hasil produksi dengan harga jual Rp. 60.000.000,-

Pajak Masukan yang dipungut PKP lain sebesar


: 10% x 100.000.000
: 10.000.000

Ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang bermanfaat. -Imam Syafi’i-
Pajak Keluaran yang harus dipungut
: 10% x 60.000.000
:6.000.000
PPN yang dibayar dalam masa pajak yang bersangkutan
:6.000.000 - 10.000.000 = (4.000.000) (lebih bayar)

Kelebihan tersebut dapat dikompensasikan pada masa pajak


berikutnya atau dapat diminta kembali (restitusi).

Pertemuan 11
1. Definisi PPnBM
Merupakan pajak yang dikenakan pada barang yang tergolong mewah
yang dilakukan oleh produsen (pengusaha) yang menghasilkan atau
mengimpor barang tersebut dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
Barang yang tergolong mewah :
 Bukan merupakan kebutuhan pokok,
 Dikonsumsi oleh masyarakat tertentu,
 Dikonsumsi masyarakat berpenghasilan tinggi,
 Dikonsumsi untuk menunjukkan status,
 Tidak dikonsumsi oleh kalian wahai sobat misqueen, tolong sadar.
Pertimbangan Pemungutan PPnBM :
 Keseimbangan pembebanan pajak antara penghasilan rendah dan
tinggi.
 Pengendalian konsumsi.
 Perlindungan terhadap produsen kecil dan tradisional.
 Meningkatkan penerimaan.

2. Objek PPnBM
a) Barang yang dihasilkan produsen,
b) Impor barang mewah.

Karakteristiknya :
a) Dipungut hanya sekali,
b) Tidak dapat dikreditkan, diperlakukan sebagai biaya,
c) BKP yang diekspor PPnBM-nya dapat dimintakan restitusi,
d) Pungutan tambahan disamping PPN.

Objek PPnBM tertera di PP145/2000, PP12/2006, PMK 06 &


35/KMK.10/2017.

Kendaraan bukan objek PPnBM :


 Kendaraan Tahanan,
 Kendaraan Jenazah,

Ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang bermanfaat. -Imam Syafi’i-
 Ambulance,
 Pemadam Kebakaran,
 Pengangkutan Umum,
 Kendaraan Kenegaraan,
 Kendaraan Patroli TNI/Polri,
 Kendaraan Dinas TNI/Polri,
3. Tarif PPnBM
a) 0% untuk Ekspor BKP
b) Minimal 10%, maksimal 200%.
Dikalikan DPP.
4. Penghitungan PPnBM Terutang
a) Contoh :
Harga Jual Town House termasuk PPN dan PPnBM Rp.
13.000.000.000,- Tarif PPnBMnya 20%.
Hitung berapa PPN dan PPnBM?
PPN : (10/(110+20)) x 13.000.000.000 = Rp. 1.000.000.000
PPnBM : (20/(110+20)) x 13.000.000.000 = Rp. 2.000.000.000
Pertemuan 12
1. Pengertian Pemungut PPN
Pemungut PPN menurut UU PPN 1984 adalah bendaharawan
pemerintah, badan, atau instansi pemerintah yang ditunjuk Menteri
Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang
terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan BKP, dan/atau
penyerahan JKP kepada bendaharawan pemerintah, badan, atau instansi
pemerintah tersebut.
Pemungut PPN :
 Bendaharawan Pemerintah,
 Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara.
2. Objek Pemungutan oleh Pemungut PPN
a) Penyerahan BKP/JKP yang dilakukan oleh PKP rekanan,
b) Pemanfaatan BKPTB/JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah
pabean,
c) PPnBM hanya dipungut dalam hal PKP rekanan merupakan
pabrikan dari BKP yang tergolong mewah.
Bukan Objek Pemungutan oleh Pemungut PPN
a) Apabila pembayarannya yang jumlah maksimalnya Rp. 1.000.000,-
dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah pecah,
b) Pembayaran atas tagihan rekening telpon,
c) Pembayaran atas BKP/JKP menurut ketentuan
perundang-undangan yang berlaku,
d) Pembayaran atas penyerahan BBM dan bukan BBM oleh PT.
Pertamina (Persero),
e) Pembayaran atas pembebasan tanah,

Ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang bermanfaat. -Imam Syafi’i-
f) Pembayaran jasa angkutan udara yang diserahkan oleh
maskapai/perusahaan penerbangan,
3. Mekanisme Pemungutan PPN oleh Pemungut PPN
Pemungut PKP
Memungut, menyetor, dan Menerbitkan faktur sebagai bukti
melaporkan PPN. adanya transaksi dan pemungutan
PPN.
Kewajiban pemungut :
a) Pemungut berkewajiban melakukan pemungutan, menyetor, serta
melakukan melakukan pelaporan PPN dalam SPT Masa
PPN/PPnBM.
b) Pelaporan menggunakan Formulir SPT 1107 PUT.
c) Apabila dalam satu bulan tidak terdapat pungutan, bendahara
pemerintah tetap wajib melaporkan PPN yang dipungutnya dalam
formulir SPT 1107 PUT dengan keterangan nihil.
Jenis-jenis SPT PPN :
a) SPT 1111 = Untuk PKP yang menggunakan mekanisme PM dan PK.
b) SPT 1111 DM = Untuk PKP yang menggunakan Pedoman
Perhitungan pengkreditan PM berdasarkan peredaran usaha atau
kegiatan usaha.
c) SPT 1107 PUT = SPT untuk Pemungut PPN.
Pertemuan 13
1. Definisi PBB
Dasar hukum :
a) UU Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan,
SBTDD,
b) UU Nomor 12 Tahun 1994.
c) Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dipergunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.”

2. PBB P2 dan PBB P3L


a) PBB P2 : Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan,
dengan dasar UU No. 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah
terakhir dengan UU No. 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan
Bangunan.
b) PBB P3L : Pajak Bumi dan Bangunan Perkebunan, Perhutanan,
Pertambangan, dan sektor Lainnya, dengan dasar UU No. 28 tahun
2009 tentang Pajak Daerah dan Redistribusi Daerah.
PBB P3L PBB P2
Tarif Sebesar 0.5% Paling tinggi 0.3%
NJKP 20% s.d 100% (PP 25 Tidak dipergunakan
Tahun 2002 ditetapkan

Ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang bermanfaat. -Imam Syafi’i-
sebesar 20% untuk
Sektor Lainnya dan
40% untuk Sektor P3)
NJOPTKP Setinggi-tingginya 12 Minimal 10 Juta
Juta
PBB Terutang Tarif x %NJKP x Tarif x
(NJOP-NJOPTKP) (NJOP-NJOPTKP)

3. Objek PBB P2 dan P3L


a) Objek PBB Perdesaan dan Perkotaan adalah Bumi dan/atau
Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh
orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk
kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
Dalam UU PBB dikenakan untuk semua sektor :
i. Bumi : Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi
yang ada di pedalaman serta laut wilayah kabupaten/kota.
ii. Bangunan : Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan
secara tetap pada tanah dan/atau perairan pedalaman
dan/atau laut.

b) Atas PBB P3 Sektor Perkebunan


Objek pajak sektor perkebunan adalah adalah objek pajak bumi dan
bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang
pribadi atau Badan, yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan
yang diberikan hak guna usaha perkebunan. Hal ini di atur dalam
PER-64/PJ/2010 tanggal 27 Desember 2010 dan penegasan dalam
SE-149/PJ/2010 tanggal 27 Desember 2010.

c) Atas PBB P3 Sektor Perhutanan


Objek pajak sektor Perhutanan adalah bumi dan/atau bangunan
yang digunakan untuk kegiatan usaha perhutanan yang diberikan hak
pengusahaan hutan. Objek pajak bumi di dalam sektor perhutanan
terdiri dari areal produktif, areal belum produktif, areal emplasemen,
dan areal lain.
i. Areal produktif adalah merupakan areal hutan yang telah
ditanami pada hutan tanaman, atau areal blok tebangan pada
hutan alam.
ii. Areal belum produktif merupakan areal yang sudah diolah
tetapi belum ditanami pada hutan tanaman, atau areal hutan
yang dapat ditebang selain blok tebangan pada hutan alam.

Ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang bermanfaat. -Imam Syafi’i-
iii. Areal emplasemen adalah areal yang digunakan untuk
berdirinya bangunan dan sarana pelengkap lainnya dalam
perhutanan termasuk areal jalan yang diperkeras.
iv. Areal lain adalah areal hutan selain dari areal produktif, areal
belum produktif, dan areal emplasemen.

d) Atas PBB P3 Sektor Pertambangan


Objek Pajak Bumi dan Bangunan yang meliputi areal usaha
penambangan bahan-bahan galian dari semua jenis golongan yaitu
bahan galian strategis, bahan galian vital dan bahan galian lainnya.
Pajak Bumi dan Bangunan sektor pertambangan dapat diklasifikasikan
ke dalam 3(tiga) jenis yaitu:
i. Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba)
ii. Pertambangan Minyak dan Gas Bumi (Migas)
iii. Pertambangan Energi Panas Bumi

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan


Pokok Pertambangan. Berdasarkan undang-undang tersebut, yang
dimaksud dengan bahan galian adalah unsur-unsur kimia mineral-mineral,
bijih-bijih dan segala macam batuan termasuk batu-batu mulia yang
merupakan endapan-endapan alam. Bahan-bahan galian ini terbagi atas 3
(tiga) jenis yaitu:
i. Bahan galian strategis dalam arti strategis bagi pertahanan dan
keamanan serta perekonomian negara, antara lain seperti
minyak bumi, bitumen cair, lilin bumi, gas alam, bitumen padat,
aspal, batubara, uranium dan bahan radio aktif lainnya, nikel,
timah.
ii. Bahan galian vital dalam arti dapat menjamin hajat hidup orang
banyak, antara lain seperti besi, mangaan, wolfram, tembaga,
emas, perak, platina, yodium, belerang.
iii. Bahan galian yang tidak termasuk dua jenis diatas dalam arti
karena sifatnya tidak langsung memerlukan pasaran yang
bersifat internasional, antara lain seperti nitrat-nitrat, garam
batu, asbes, batu permata, pasir kwarsa, batu apung, batu
kapur, granit, andesit.

e) Bukan Objek PBB


i. Kepentingan umum di bidang Ibadah, Sosial, Kesehatan,
Pendidikan dan Kebudayaan Nasional, yang tidak dimaksudkan
untuk memperoleh keuntungan,
ii. Kuburan, Peninggalan Purbakala, atau yang sejenis dengan itu,
iii. Digunakan oleh Perwakilan Diplomatik, Konsulat berdasarkan
asas perlakuan timbal balik,
iv. Badan atau Organisasi Internasional,

Ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang bermanfaat. -Imam Syafi’i-
v. Hutan Lindung, Hutan Suaka Alam, Hutan Wisata, Taman
Nasional, Tanah Penggembalaan Yang Dikuasai Oleh Desa, Dan
Tanah Negara Yang Belum Dibebani Suatu Hak,
vi. yang telah dikenakan PBB sektor P2.
f) Subjek PBB
Subjek Pajak PBB adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata:
i. Mempunyai suatu hak atas bumi dan atau;
ii. Memperoleh manfaat atas bumi, dan atau;
iii. Memiliki bangunan, dan atau;
iv. Memperoleh manfaat atas bangunan.
4. Penghitungan PBB Terutang
a) Contoh Soal PBB P3L
PT Energi memiliki 1 bidang objek pajak pertambangan migas
dengan data sebagai berikut: Bumi offshore seluas 2.000 M2
senilai Rp11.500/m2 Bangunan berupa platform seluas 100 M2
senilai Rp3.000.000/m2
Apabila diketahui:
Klasifikasi bumi adalah kelas 144 dengan NJOP Rp11.500/m2
Klasifikasi bangunan adalah kelas 49 dengan NJOP
Rp2.940.000/m2 NJOPTKP sebesar Rp12 juta
Berapakah besarnya PBB terutang PT.Energi tersebut?
Jawab :
PBB Terhutang :
NJOP Bumi= 2.000M2 xRp11.500 = Rp 23.000.000
NJOP Bangunan= 100 M2 xRp2.940.000 = Rp 294.000.000.
NJOP Bumi dan Bangunan = Rp 317.000.000,
NJOPTKP sebesar Rp12.000.000,
PBB Terutang = (0.5% x 40% ) x ( Rp 317.000.000 – Rp 12.000.000) = Rp
610.000,

b) Pak Andi, memiliki dua rumah yang berada di wilayah kelurahan A.


Data terkait rumah tersebut adalah sebagai berikut.
Rumah 1 Rumah 2
NJOP Bumi/m2 Rp. 60.000 Rp. 75.000
Luas Bumi 150m2 150m2
NJOP Bangunan/m2 Rp. 250.000 Rp. 280.000
Luas Bangunan 145m2 200m2
Keterangan Dibangun Tahun 2016 Dibangun Februari
2017
Pak Andi sehari-hari tinggal di rumah 1. Tarif PBB yang berlaku di
kota tempat Pak Andi tinggal adalah sebesar 0.25%. NJOPTKP Rp
10.000.000. Hitunglah PBB terutang Tahun 2017 atas setiap objek yang
dimiliki Pak Andi.

Ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang bermanfaat. -Imam Syafi’i-
Jawab : yang dihitung PBBnya hanya Rumah 1 karena Rumah 2 belum
genap 1 tahun dimiliki (dibangun bulan Februari).
Perlu dicermati juga bahwa NJOP yang dipakai adalah NJOP pada tahun
2017.
NJOP Bumi 150 x Rp 75.000 = Rp 11.250.000
NJOP Bangunan 145 x Rp280.000 = Rp 40.600.000
PBB Terutang 0.25% x (Rp 51.850.000 - Rp
10.000.000) = Rp 104.625

5. Definisi BPHTB
Dasar hukum :
a) UU N0 21 Tahun 1997 tentang BPHTB, SBTDD UU No 20 Tahun 2000.
BPHTB adalah Pajak atas perolehan hak atas Tanah dan/atau
Bangunan. Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah
perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya
hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau Badan.

6. Objek BPHTB
Perolehan Hak :
a) Perpindahan Hak
b) Perolehan Hak Baru

Objek yang tidak dikenakan BPHTB :


a) Objek Pajak yang diperoleh Perwakilan diplomatik, konsulat
berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
b) Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk
pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum.
c) Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan
oleh Menteri.
d) Orang Pribadi atau badan karena konversi hak atau Karena
perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama.
e) Orang Pribadi atau badan karena wakaf.
f) Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan
ibadah.
7. Tarif BPHTB
a) Tarifnya maksimal 5%
b) NPOP yang digunakan biasanya adalah Nilai Pasar. Tapi untuk
transaksi Jual Beli memakai Harga Transaksi. Untuk Penunjukan
Pemenang Lelang memakai Harga Transaksi dalam Risalah Lelang.
c) Jika NPOP lebih rendah atau tidak diketahui, maka yang digunakan
adalah NJOP pada PBB.
d) NPOPTKP untuk Perolehan hak karena waris atau hibah wasiat
yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga

Ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang bermanfaat. -Imam Syafi’i-
sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat keatas atau satu
derajat kebawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk
suami/istri, bernilai paling rendah Rp.300.000.000,
e) NPOPTKP selain waris atau hibah wasiat yang memenuhi
ketentuan bernilai paling rendah Rp.600.000.000,
f) Saat Terutang
Selain waris, pemberian hak baru, Tanggal ditandatanganinya Akta
putusan hakim, dan lelang
Lelang Tanggal Penunjukan Pemenang
Lelang
Waris Tanggal Pendaftaran ke Kantor
Pertanahan

Putusan Hakim Tanggal Putusan Pengadilan


Pemberian Hak Baru Tanggal Terbit SK Pemberian Hak

8. Penghitungan BPHTB Terutang


Tarif X (NPOP-NPOPTKP)
Contoh Soal :
Tanggal 5 Agustus 2016, Bapak Andi membeli sebidang tanah dari Tuan
Budi yang berlokasi di Jakarta Selatan seharga Rp 10.000.000.000 dan
NJOP atas tanah tersebut sebesar Rp12.250.000.000,. Diketahui NPOPTKP
sebesar Rp 60.000.000 dan tarif sebesar 5%
a. Hitung BPHTB terutang
BPHTB Terhutang :
= 5% x (Rp12.250.000.000 - Rp 60.000.000 )
= 5% x Rp 12. 190.000.000,
= Rp. 69.500.000,
b. Kapan terutang
Pada Tanggal ditandatanganinya Akta, 5 Agustus 2016

Contoh Soal :
Tanggal 14 April 2015, Amir menerima warisan dari orang tuanya
berupa rumah dengan Harga pasar Rp 1.300.000.000 dan NJOP tahun 2015
sebesar Rp 1.250.000.000 dan tahun 2016 sebesar Rp 1.400.000.000. Atas
warisan tersebut didaftarkan di BPN tanggal 12 Agustus 2016
a. Hitung BPHTB terutang
BPHTB terutang
= 5% x (Rp. 1.400.000.000 – Rp 300.000.000)
= Rp 55.000.000,
b. Kapan saat terutang BPHTB
Terutang BPHTB tanggal 12 Agustus 2016.

Ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang bermanfaat. -Imam Syafi’i-
Pertemuan 14
1. Definisi Bea Materai
Bea materai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen yang bersifat
perdata dan dokumen untuk digunakan di pengadilan. Berdasarkan Sistem
Pemungutannya Bea materai termasuk Pajak tidak langsung. Berdasarkan
pihak yang memungut Bea materai termasuk Pajak Pusat.
Dasar hukumnya
a) UU No.13 tahun 1985, PP No.24 tahun 2000,
b) KMK RI No.13 133b/KMK.04/2000,
c) Peraturan Menteri Keuangan No.65/PMK.03/2014,
d) Peraturan Menteri Keuangan No.70/PMK.03/2014.

Sebab – sebab dikeluarkannya Bea Materai :


a) Agar lebih sempurna dan sederhana
b) Lebih mudah dilaksanakan karena hanya mengenal 1 (satu) jenis
Bea Materai tetap, yaitu Rp 6.000,00 dan Rp 3.000,00
c) Objek lebih luas

Prinsip Umum pemungutan atau pengenaan bea materai sebagai


berikut :
a) Bea materai dikenakan atas dokumen (merupakan pajak atas
dokumen)
b) Satu dokumen hanya terutang satu bea materai
c) Rangkap/tindasan (yang ikut ditandatangani) terutang Bea Materai
sama dengan aslinya.

2. Objek dan bukan Objek Bea Materai


No. Tarif
1 Surat perjanjian dan surat-surat lainnya Rp. 6.000
(surat kuasa, surat hibah, dan surat
pernyataan) yang dibuat dengan tujuan
untuk digunakan sebagai alat pembuktian
mengenai perbuatan, kenyataan atau
keadaan yang bersifat perdata.
2 Akta-akta Notaris termasuk salinannya Rp. 6.000
3 Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Rp. 6.000
Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk
rangkap-rangkapnya
4 Dokumen yang dikenakan bea meterai
adalah dokumen yang berbentuk:
surat yang memuat jumlah uang, yaitu:
a. yang menyebutkan penerimaan

Ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang bermanfaat. -Imam Syafi’i-
uang;
b. yang menyatakan pembukuan uang
atau penyimpanan uang dalam rekening
di Bank;
c. yang berisi pemberitahuan saldo
rekening di Bank; atau
d. yang berisi pengakuan bahwa hutang
uang seluruhnya atau sebagiannya telah
dilunasi atau diperhitungkan;
dengan harga nominal :
- sampai dengan Rp. 250.000 Tidak dikenakan biaya
- lebih dari Rp 250.000 sampai dengan Rp Rp. 3.000
1.000.000
- lebih dari Rp 1.000.000 Rp. 6.000
Jika harga nominal menggunakan dalam
mata uang asing, maka harus dikalikan
dengan Kurs Menteri Keuangan yang
berlaku saat dokumen tersebut dibuat.
5 Surat berharga seperti wesel, promes,
dan aksep, dengan harga nominal.
- sampai dengan Rp. 250.000 Tidak dikenakan biaya
- lebih dari Rp 250.000 sampai dengan Rp Rp. 3.000
1.000.000
- lebih dari Rp 1.000.000 Rp. 6.000
6 Dokumen yang akan digunakan sebagai
alat pembuktian di muka pengadilan
- surat-surat biasa dan surat-surat Rp. 6.000
kerumahtanggaan;

- surat-surat yang semula tidak Rp. 6.000


dikenakan Bea Meterai, berdasarkan
tujuannya, jika digunakan untuk tujuan
lain atau digunakan oleh orang lain, selain
dari maksud semula
Jika dokumen awalnya tidak terutang Bea
Meterai, tetapi kemudian dokumen
tersebut digunakan untuk alat
pembuktian di pengadilan, maka atas
dokumen tersebut harus dilakukan
pemeteraian kemudian.
7 Cek, Bilyet, Giro Rp. 3.000
8 Efek dengan nama dan dalam bentuk
apapun yang mempunyai harga nominal:

Ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang bermanfaat. -Imam Syafi’i-
- sampai dengan Rp. 1.000.000 Rp. 3.000
- lebih dari Rp. 1.000.000 Rp. 6.000
9 Sekumpulan efek dengan nama dan dalam
bentuk apapun yang tercantum dalam
surat kolektif yang mempunyai harga
nominal:
- sampai dengan Rp. 1.000.000 Rp. 3.000
- lebih dari Rp. 1.000.000 Rp. 6.000

Yang bukan Objek Bea Materai :


a) Dokumen yang berupa, antara lain:
i. Surat penyimpanan barang
ii. Konosemen
iii. Surat angkutan penumpang dan barang
iv. Keterangan pemindahan yang dituliskan di atas dokumen
sebagaimana dimaksud dalam huruf (a), (b), dan (c)
v. Bukti pengiriman dan penerimaan barang
vi. Surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan
pengirim
vii. Surat-surat lainnya yang dapat disamakan dengan surat-surat
tersebut di atas.
b) Segala bentuk ijazah. Yang termasuk dalam pengertian ini adalah
STTB, tanda lulus, surat keterangan telah mengikuti suatu pendidikan,
latihan, kursus, dan penataran.
c) Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan
pembayaran lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta
surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran itu.
d) Tanda bukti penerimaan uang negara dari Kas Negara, Kas
Pemerintan Daerah, dan Bank.
e) Kuitansi untuk semua jenis pajak dan penerimaan lainnya yang
dapat disamakan dengan itu dari Kas Negara, Kas Pemerintah Daerah,
dan Bank.
f) Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern
organisasi.
g) Dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan
kepada penabung oleh bank, koperasi, badan-badan lainnya yang
bergerak di bidang tersebut.
h) Surat gadai yang diberikan oleh Perum Pegadaian.
i) Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama
dan dalam bentuk apapun.
3. Subjek Bea Materai
Pihak yang mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak yang
bersangkutan menentukan lain.

Ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang bermanfaat. -Imam Syafi’i-
4. Saat terutang Bea Materai
No. Dokumen Saat terutang
Dokumen yang dibuat oleh satu pihak Saat dokumen
diserahkan dan
diterima oleh pihak
untuk siapa dokumen
itu dibuat, bukan saat
ditandatangani.
Contoh: kuitansi, cek
Dokumen yang dibuat oleh lebih dari satu Saat dokumen itu telah
pihak selesai dibuat, yang
ditutup dengan
pembubuhan tanda
tangan dari yang
bersangkutan.
Contoh: surat
perjanjian jual-beli
Dokumen yang dibuat di luar negeri Saat digunakan di
Indonesia.
Bea Materai yang
terutang dilunasi
dengan cara
pemateraian
kemudian.

5. Pelunasan Bea Materai


No. Cara Pelunasan Oleh siapa
1. Benda Materai
Biasa Oleh Wajib Bea
Pemateraian kemudian Oleh Pejabat Pos
2. Cara Lain
Mesin Teraan Materai Harus Seizin Menkeu
Alat Lain (Percetakan tanda lunas oleh Harus Seizin Menkeu
Perum Peruri)

6. Kedaluwarsa
Daluwarsa dari kewajiban memenuhi Bea Materai ditetapkan 5
(lima)tahun, terhitung sejak tanggal dokumen dibuat .
Pemateraian Kemudian (Pasal 10)
a) Pemetaraian kemudian adalah suatu cara pelunasan Bea Materai
yang dilakukan oleh Pejabat Pos atas permintaan pemegang
dokumen yang Bea Meterainya belum dilunasi sebagaimana
mestinya.

Ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang bermanfaat. -Imam Syafi’i-
b) Pejabat Pos adalah pejabat PT Pos dan Giro yang diserahi tugas
melayani permintaan pemateraian kemudian
c) Pemeteraian kemudian dilakukan atas ;
i. Dokumen yang semula tidak terutang Bea Materai namun akan
digunakan sebagai alat pembuktian di Muka Pengadilan.
ii. Dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dilunasi
sebagaimana mestinya.
iii. Dokumen yang dibuat diluar negeri yang akan digunakan di
Indonesia.
Sanksi Administrasi (Pasal 8)
d) Sanksi administrasi dijatuhkan apabila :
i. Bea Meterai kurang bayar dikenakan denda 200% dari Bea
Meterai kurang bayar.
ii. Jika melampaui masa ijin yang diberikan, dikenakan sanksi
pencabutan ijin.
iii. Jika laporan terlambat, dikenakan sanksi pencabutan ijin.
Apabila dokumen tidak atau kurang dilunasi Bea Meterai
sebagaimana mestinya, maka akan dikenakan denda administrasi
sebesar 200% (dua ratus persen) dari Bea Meterai yang tidak atau
kurang dibayar. Penanggungjawab sanksi ialah pemegang dokumen.
Misalnya Bea Meterai terutang Rp. 6.000,00. Karena kelalaian
belum mengenakan Bea Meterai, maka Bea Meterai dan saksi yang
harus dibayar adalah Bea Meterai yang terutang Rp. 6.000,00, denda
administrasi Rp. 12.000,00, maka jumlah pemeteraian kemudian Rp.
18.000,00.

Ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang bermanfaat. -Imam Syafi’i-
Terima Kasih kepada Adhiganadya
Terima Kasih kepada yang sudah membaca
Semoga bisa membantu untuk mengejar ketertinggalan materi
Ambil manfaatnya, buang kekurangannya
Semangat Ujiannya yaa :D

[Kontak Penyusun]
Id Line : nekotensaifz
No WA : 081912017957
IG : @kevinyaww_

Ilmu itu bukan yang dihafal, melainkan yang bermanfaat. -Imam Syafi’i-

Anda mungkin juga menyukai