DISUSUN OLEH:
NIM: 160301067
AMBON
2018
1
DAFTAR ISI
ii2
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik, karena tanpa-Nya
mustahil karya ini dapat terselesaikan dengan baik.
Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai bahan pembelajaran saya, dalam mengenal
lebih jauh tentang toleransi dan kerukunan antar umat beragama. Terlebih ini adalah
tugas Mata Kuliah Materi Al-Qur’an. Semoga dengan terselesaikannya karya tulis ilmiah
ini dapat memberikan banyak manfaat, khususnya bagi saya, dan umumnya bagi semua
yang membacanya.
Pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada dosen
Pengampuh mata kuliah Materi Al-Qur’an dan Manajemen Pendidikan yang telah
membimbing saya dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini, kepada orang tua sayai
yang selalu mendo’akan saya, dan kepada seluruh pihak yang telah membantu saya dalam
menyelesaikan karya tulis ilmiah ini, yang tak bisa saya sebutkan satu persatu tetapi tidak
mengurangi rasa hormat saya.
Akhirnya, sesuai dengan kata pepatah “tiada gading yang tak retak,” atau
“sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan jatuh juga,” saya mengharapkan kritik
dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini.
Kebenaran dan kesempurnaan hanyalah milik Allah semata.
3
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
a. Apa makna toleransi dan kerukunan antar umat beragama?
b. Bagaimana konsep Islam dalam membangun toleransi dan kerukunan antar umat
beragama?
4
BAB II
PEMBAHASAN
1
Syarbini Amirulloh, dkk. “Al-Qur,an dan Kerukunan Hidup Umat Beragama” (Jakarta: PT Gramedia,
2011) hlm, 110.
2
Koetjaraningrat “Pengantar Antropologi” ( Jakarta: 1972) hlm, 83.
5
toleransi dan kerukunan itu biasanya timbul akibat dari perseturuan dimana dari
perseturuan itu menyebabkan luka mendalam serta memberikan dampak yang buruk bagi
kehidupan masyarakat, sehingga masyarakat berupaya agar kejadian tersebut tidak lagi
terulangi.
Mendengar hal tersebut, maka toleransi dan kerukunan dalam pergaulan hidup
antar umat beragama menjadi tanggung jawab pemeluk agama itu sendiri dan mempunyai
bentuk ibadah (ritual) dengan sistem dan cara tersendiri yang ditaklifkan (dibebankan)
serta menjadi tanggung jawab dari masing-masing pemeluknya. Atas dasar itu, maka
toleransi dalam pergaulan hidup antar umat beragama bukanlah toleransi dalam masalah-
masalah keagamaan, melainkan perwujudan sikap keberagaman pemeluk suatu agama
dalam pergaulan hidup antara orang yang tidak seagama, dalam masalah-masalah
kemasyarakatan atau kemaslahatan umum.
Dalam mewujudkan kemaslahatan umum, agama telah menggariskan dua pola
dasar hubungan yang harus dilaksanakan oleh pemeluknya, yaitu: hubungan secara
vertikal dan hubungan secara horizontal. Yang pertama adalah hubungan antara pribadi
dengan Khaliknya yang direalisasikan dalam bentuk ibadah sebagaimana yang telah
digariskan oleh setiap agama. Hubungan ini dilaksanakan secara individual, tetapi lebih
diutamakan secara kolektif atau berjamaah (shalat dalam Islam). Pada hubungan pertama
ini berlaku toleransi agama yang hanya terbatas dalam lingkungan atau intern suatu
agama saja. Hubungan kedua adalah hubungan antara manusia dengan sesamanya. Pada
hubungan ini hanya terbatas pada lingkungan suatu agama saja, tetapi juga berlaku
kepada orang yang tidak hanya terbatas pada lingkugan suatu agama saja, tetapi juga
berlaku pada orang yang tidak seagama, yaitu dalam bentuk kerjasama dalam masalah-
masalah kemasyarakatan atau kemaslahatan umum. Dalam hal seperti inilah berlaku
toleransi dalam pergaulan hidup antar umat beragama. Perwujudan toleransi seperti ini
walaupun tidak berbentuk ibadah, namun bernilai ibadah. 3
3
Husin Al-Munawar Said Agil “Fikih Hubungan Antar Agama” (Jakarta Selatan: Ciputat Press , 2003) hlm,
14.
6
Berbicara mengenai toleransi, dalam kabar Nasional Tempo.Co, Jakarta - Setara
Institute mengeluarkan hasil penelitiannya tentang Indeks Kota Toleran di Indonesia
tahun 2015.4 Kota-kota tersebut diantaranya:
(1) Pamatang Siantar, (2) Salatiga, (3) Singkawang, (4) Manado, (5) Tual, (6) Sibolga,
(7) Ambon, (8) Sorong, (9) Pontianak, (10) Palangkaraya.
Ismail Hasani, Direktur Riset Setara Institute mengatakan bahwa tujuan penelitian
yang dilakukan adalah untuk mempromosikan kota yang dianggap berhasil
memperjuangkan toleransi sehingga memicu kota-kota lain untuk mengikuti.
Melihat hal ini, maka sukses atau tidaknya satu kesatuan antar umat beragama
sangat ditentukan oleh seberapa jauh kesadaran setiap golongan umat beragama
meleburkan diri di dalamnya. Tercapainya atau tidak tujuan bersama, bukan ditentukan
oleh kuantitas golongan ysng mendukungnya, tetapi ditentukan oleh kualitas yang
dimiliki oleh golongan-golongan itu sendiri.5
Menurut Jirhanuddin sebagaimana dikutip oleh Syarbini, tujuan dari toleransi dan
kerukunan antar umat beragama adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan keimanan dan ketakwaan masing-masing pemeluk agama. Masing-
masing penganut agama dengan adanya kenyataan agama lain, akan semakin
mendorong untuk menghayati dan sekaligus memperdalam ajaran-ajaran agamanya
serta semakin berusaha untuk mengamalkannya. Dengan demikian, keimanan dan
keberagaman masing-masing penganut agamaakan lebih meningkat lagi, seperti
persaingan yang bersifat positif, dengan konsep saling menghargai penganut agama.
Allah Swt., berfirman dalam QS. Al-Kafirun: 6 “Untukmu agamamu. Dan untukku
agamaku.”
2. Mewujudkan stabilitas nasional yang mantap. Dengan terwujudnya kerukunan umat
beragama, secara praktis ketegangan-ketegangan yang ditimbulkan akibat perbedaan
paham yang berpangkal pada keyakinan keagamaan dapat dihindari. Apabila
4
https://nasional.tempo.co/read/719560/ in i-10-kota-paling-to leran -versi-setara-institute
5
Victor Tanja “Pluralisme Agama dan Problem Sosial Diskursus Teologi tentang Isu -Isu Kontemporer”
(Jakarta: Pustaka Cidesindo, 1998) hlm, 68.
7
kehidupan beragama rukun dan saling menghormati, maka stabilitas nasional akan
terjaga.
3. Menjunjung dan menyukseskan pembangunan. Dari tahun ke tahun pemerintah
senantiasa berusaha untuk melaksanakan dan menyukseskan pembangunan di segala
bidang. Usaha pembangunan tersebut akan sukses apabila didukung dan ditopang
oleh segenap lapisan masyarakat. Sedangkan jika umat beragama selalu bertikai dan
saling menodai, tentu tidak dapat mengarahkan kegiatan untuk serta membantu
pembangunan dimaksud, bahkan dapat berakibat sebaliknya, yakni bisa menghambat
usaha pembangunan itu sendiri.
4. Memelihara dan mempererat rasa persaudaraan. Rasa kebersamaan dan kebangsaan
akan terpelihara dan terbina dengan baik, bila kepentingan pribadi dan golongan
dapat dikurangi, sedangkan dalam kehidupan beragama sudah jelas kepentingan
kehidupan agamanya sendiri yang menjadi titik pandang kegiatan. Bila hal tersebut
tidak disertai dengan arah kehidupan bangsa dan negara, maka akan menimbulkan
gejolak sosial yang bisa mengganggu keutuhan agama yang berbeda. Karena itulah
kerukunan umat beragama harus terbina. 6
6
Syarbini Amirulloh, dkk. “Al-Qur,an dan Kerukunan Hidup Umat Beragama” (Jakarta: PT Gramedia,
2011) hlm, 104.
7
Syarbini Amirulloh, dkk. “Al-Qur,an dan Kerukunan Hidup Umat Beragama” (Jakarta: PT
8
Pertama, kerukunan intern umat seagama. Persaudaraan atau ukhuwah merupakan
salah satu ajaran yang mendapat perhatian penting dalam Islam. Persaudaraan diantara
umat adalah merupakan kunci sukses dalam membangun sebuah bangsa, terutama dalam
mewujudkan kerukunan umat seagama.
Esensi dari persaudaraan seagama adalah terletak pada kasih sayang yang ditampilkan
dalam bentuk perhatian, kepedulian, hubungan yang akrab, dan merasa senasib
sepenanggungan. Rasulullah saw., mengilustrasikan bahwa “Seorang mukmin dengan
mukmin yang lainnya ibarat bangunan.” Maksudnya, antara satu mukmin dan mukmin
yang lain saling membutuhkan. Untuk itu, persaudaraan harus tetap terjaga dan terbina
dengan baik.
Kedua, kerukunan antar umat beragama. Memahami dan mengaplikasikan ajaran
agama Islam dalam masyarakat, tidak hanya selalu dapat diterapkan dalam kalangan
muslim saja, akan tetapi dapat diaplikasikan juga pada masyarakat non-Muslim.
Sebagaimana diketahui, bahwa bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa yang
memeluk agama yang berbeda pula, sudah tentu masing-masing agama tersebut
mempunyai akidah sendiri yang dalam beberapa hal tidak mungkin dapat menjadi satu.
Untuk itu, masing-masing pemeluk agama diharapkan dapat menjaga eksistensinya
dan tidak mengganggu agama lain dalam menyebarkan ajaran agamanya. Seseorang
mampu menghargai Tuhan orang lain jika ia berhasil menghargai Tuhannya sendiri.
Kesadaran dirinya atas keagungan Tuhannya akan memberikan kesadaran selanjutnya
bahwa hal yang sama juga terjadi pada pemeluk kepercayaan yang lain. Ketika ia tidak
ingin agamanya dihina, dilecehkan, dan diintimidasi maka ia harus sadar bahwa ia juga
tidak akan menghina, melecehkan, mengintimidasi, dan menyirnakan agama orang lain.
Secara esensial umat Islam yang hakiki hanya dirujukkan pada konsep Al-Qur’an dan As-
Sunnah, akan tetapi dampak sosial dari ajaran Islam secara konsekuen dapat dirasakan
manusia secara keseluruhan.
9
Universal Islam dapat dibuktikan antara lain dari segi sosiologi dan segi agama.
Ajaran Islam menunjukkan universalisme dengan doktrin monoteisme dan prinsip
kesatuan alamnya. Bahkan, esensi ajaran Islam terletak pada pembangunan kemanusiaan
secara universal yang berpihak pada kebenaran, kebaikan, dan keadilan yang
mengedepankan kedamaian, menghindari pertentangan dan perselisihan, baik dalam umat
segama maupun pada umat antaragama. Meskipun begitu, bentuk dari universalisme
Islam digambarkan pada ketidakadaannya paksaan bagi manusia untuk memasuki agama
Islam. Hal ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang menghormati agama lain,
sebagaimana Allah Swt., berfirman:
Artinya:
“Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah
jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dan jalan yang sesat. Barangsiapa ingkar
kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sungguh dia telah berpegang (teguh)
padatali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Alaah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 256)8
Dengan demikian, tampak bahwa nilai-nilai ajaran Islam menjadi dasar bagi
hubungan antarumat manusia secara universal, dengan tidak mengenal suku, adat budaya
dan agama. Akan tetapi, yang dilarang Islam hanya pada konsep akidah dan ibadah.
Kedua konsep tersebut tidak boleh dicampuri oleh umat non-Muslim.
Demikian jelas, Islam mengajarkan konsep kerukunan yang bersumber dari Al-
Qur’an dan As-Sunnah, dan begitu komprehensifnya pula Islam menjawab tentang
pembinaan kerukunan umat tersebut.
8
QS. Al-Baqarah:256 “Al-Qur’an dan Terjemahan” (Bandung: J-ART, 2005), juz 3.
10
Dari konsep yang direkomendasikan dalam Islam ada tiga hal yang harus
diaplikasikan dalam menumbuhkembangkan dan menjaga kerukunan umat beragama,
yakni melalui kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh berbagai pihak,
diantaranya:
Pertama, kewajiban individu. Secara garis besar, Islam menganjurkan agar umat
Islam menjaga dan mempertahankan dirinya dari perbuatan dan tingkah laku yang tidak
baik (perbuatan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam) sehingga dapat menimbulkan
perpecahan diantara umat Islam dan diantara umat lainnya.
Kedua, kewajiban masyarakat. Masyarakat adalah orang-orang yang paling dekat
dengan lingkungan pada suatu wilayah yang sangat beragam. Diharapkan masyarakat
dapat membantu menjaga ketertiban dan perdamaian. Jirhanuddin mengatakan, bahwa
masyarakat harus selalu berdampingan dengan pemerintah sebagai manifestasi dalam
rangka menjaga kerukunan umat beragama.
Ketiga, kewajiban pemerintah. Pemerintah sebagai manifesta (dakwah melalui
kekuatan/kekuasaan) memiliki kesempatan besar dalam mewujudkan tujuan kerukunan
umat beragama. Kerukunan umat beragama di negara ini sedang diuji ketangguhannya,
maka dari itu pemerintah jangan hanya berpangku tangan dan menyaksikan ketegangan-
ketegangan di antara umat beragama. Pemerintah harus bertindak tegas dan akurat dalam
mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah. 9
Berbicara mengenai konsep Islam, maka dalam membangun kerukunan hidup intra
dan antarumat beragama, Al-Qur’an mengembangkan prinsip “titik temu” melalui dua
strategi, antara lain:
Pertama, menebar toleransi. Secara umum, toleransi memiliki makna yang sangat
luas. Menurut James Hasting dalam Muhammad Abdul Hakim, toleransi berkonotasi
menahan diri dari pelarangan dan penganiayaan. Yakni tidak melarang berkembangnya
keyakinan dan agama orang lain, serta tidak mengintimidasi atau menganiaya orang-
9
Syarbini Amirulloh, dkk. “Al-Qur,an dan Kerukunan Hidup Umat Beragama” (Jakarta: PT Gramedia,
2011) hlm, 115.
11
orang yang berbeda keyakinan dengan kita. Lebih lanjut, toleransi mengakui adanya
kebebasan beragama dan persamaan hak beragama.
Toleransi yang dalam bahasa Arab disebut at-tasamuh sesungguhnya merupakan
salah satu diantara sekian ajaran inti dalam Islam. Toleransi sejajar dengan ajaran
fundamental yang lain, seperti kasih sayang (rahmah), kebijaksanaan (hikmah),
kemaslahatan universal (al-mashlahal al-‘ammah), dan keadilan.
Sebagai salah satu ajaran fundamental, konsep toleransi telah banyak ditegaskan
dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Al-Qur’an berpandangan bahwa perbedaan agama bukan
penghalang untuk merajut tali persaudaraan antar sesama manusia yang berlainan agama.
Jangan lupa, bahwa Allah Swt., menciptakan bumi tidak untuk satu golongan agama
tertentu. Dengan adanya bermacam-macam agama itu, tidak berarti Allah Swt.,
membenarkan diskriminasi atas manusia, melainkan untuk saling mengakui eksistensi
masing- masing. Landasan teologisnya sebagaimana dalam firman Allah Swt.,:
Artinya:
“Katakanlah olehmu (Muhammad), “Wahai ahli kitab! Marilah menuju ke titik
pertemuan (kalimatun sawa’) antara kami dan kamu, yaitu abhwa kita tidak akan
menyembah selain Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun, dan bahwa
sebagian dari kita tidak mengangkat sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah.”
(QS. Ali-Imran: 64)10
Ayat ini setidaknya mengandung dua prinsip utama yang berkaitan dengan upaya
membina kerukunan antarumat beragama. Pertama, semua agama itu pada mulanya
menganut prinsip yang sama (kalimatun sawa’), yakni mengakui adanya prinsip
10
QS. Ali-Imran: 64 “Al-Qur’an dan Terjemahan” (Bandung: J-ART, 2005), juz 3.
12
Kebenaran Universal Yang Tunggal berupa paham Ketuhanan Yang Maha Esa. Kedua,
prinsip yang sama (kalimatun sawa’) itu dapat dijadikan sebagai modal utama merajut
toleransi dalam kehidupan beragama.
Pandangan normatif ini jelas akan mendorong umat Islam untuk menghargai
kemajemukan keagamaan lewat sikap-sikap toleransi. Konsep ini juga akan mendorong
umat Islam untuk mengembangkan apa yang disebut dengan muslim multikulturalis,
yakni muslim yang menunjukkan sikap-sikap positif dalam konteks relasi antarmanusia
seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw.
Dengan demikian, landasan-landasan utama kehidupan telah menjelaskan dengan
tegas bahwa Islam mengakui pluralitas dalam beragama dan berkebudayaan dalam
konteks hidup berdampingan yang didasarkan pada nilai-nilai keadilan, penghormatan
dan penghargaan, kebebasan dan partisipasi semua warga. Landasan-landasan utama itu
dapat dikembangkan dan diperluas, dimodifikasi dan disesuaikan dengan kebutuhan saat
ini.
Kedua, menyemai komunikasi. Tidak ada yang menyangkal bahwa komunikasi
merupakan faktor penting untuk mewujudkan kerukunan di tengah masyarakat.
Komunikasi merupakan jalan untuk membangun keharmonisan. Untuk membangun sikap
toleran, maka diperlukan komunikasi yang intensif di antara umat beragama. 11
Secara terminologis, komunikasi memiliki banyak pengertian, diantaranya “The
imparting, coveying or exchanging of ideas, knowledge, or information whether by
speech, writing, or signs” (komunikasi adalah memberi, meyakinkan, atau bertukar ide,
pengetahuan atau informasi, baik melalui ucapan, tulisan, atau tanda). Komunikasi juga
diartikan sebagai proses dimana individu dalam hubungannya dengan orang lain,
kelompok, organisasi, atau masyarakat merespon dan menciptakan pesan untuk
berhungan dengan lingkungan dan orang lain disekitarnya.
11
Syarbini Amirulloh, dkk. “Al-Qur,an dan Kerukunan Hidup Umat Beragama” (Jakarta: PT Gramedia,
2011) hlm, 25.
13
Dengan demikian, komunikasi merupakan proses penyampaian pikiran dan
perasaan seseorang kepada orang lain atau sekolompok orang. Ada sejumlah cara yang
dipakai untuk berkomunikasi, yaitu melalui tulisan (pembicaraan), tulisan, tanda, atau
lainnya. Dalam konteks membangun kerukunan hidup umat beragama, ada dua pola
komunikasi yang bisa dibangun, yakni: komunikasi langsung dan komunikasi tidak
langsung
14
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Kerukuan hidup umat beragama merupakan kebutuhan bersama yang tidak dapat
dihindarkan di tengah-tengah perbedaan. Perbedaan juga jangan sampai menjadi
penghalang untuk hidup rukun dan berdampingan dalam bingkai persaudaraan dan
persatuan.
2. Toleransi dalam beragama bukan berarti kita harus hidup dalam ajaran agama lain.
Namun toleransi dalam beragama yang dimaksudkan disini adalah menghargai
agama lain. Dalam bertoleransi janganlah kita berlebih-lebihan sehingga sikap dan
tingkah laku kita menggangu hak-hak dan kepentingan orang lain. Lebih baik
toleransi itu kita terapkan dengan sewajarnya. Jangan sampai toleransi itu
menyinggung perasaan orang lain. Toleransi juga hendaknya jangan sampai
merugikan kita, contohnya dalam hal ibadah.
15
DAFTAR PUSTAKA
Syarbini Amirulloh, dkk., Al-Qur,an dan Kerukunan Hidup Umat Beragama, Jakarta: PT
Gramedia, 2011.
Koetjaraningrat, Pengantar Antropologi, Jakarta: 1972.
Husin Al-Munawar Said Agil, Fikih Hubungan Antar Agama, Jakarta Selatan: Ciputat
Press, 2003.
Victor Tanja, Pluralisme Agama dan Problem Sosial Diskursus Teologi tentang Isu-Isu
Kontemporer, Jakarta: Pustaka Cidesindo, 1998.
QS. Al-Baqarah:256, Al-Qur’an dan Terjemahan, Bandung: J-ART, 2005.
https://nasional.tempo.co/read/719560/ini-10-kota-paling-toleran-versi-setara- institute.
16