Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA


AGAMA ISLAM

DISUSUN OLEH
Nada Andriani Saputri Agung Harianto Latanro
2020061014106 2020061014060
Sindy Andriani Atanuhang Nurul Annisa Z Rahmat
2020061014093 2020061014148
Giandela Nugeroho Sumanto Achmad Wahyu Sa’bana
2020061014091 2020061014100

TEKNIK SIPIL S1
UNIVERSITAS CENDRAWASIH
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................ 2


BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 3
A. Latar Belakang ................................................................................. 3
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 3
C. Tujuan ............................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 4
A. Makna Kerukunan Umat Beragama ................................................. 4
B. Agama Islam Merupakan Rahmat Bagi Seluruh Alam ...................... 8
C. Ukhuwah Islamiyah dan Ukhuwah Insaniyah .................................. 11
D. Kebersamaan Umat Beragama Dalam Kehidupan Sosial ................. 13
BAB III PENUTUP ....................................................................................... 15
A. Kesimpulan ..................................................................................... 15
B. Saran ............................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kerukunan umat beragama adalah hal yang sangat penting untuk mencapai sebuah
kesejahteraan hidup di negeri ini. Seperti yang kita ketahui, Indonesia memiliki
keragaman yang begitu banyak. Tak hanya masalah adat istiadat atau budaya seni, tapi
juga termasuk agama.
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari beragam
agama. Kemajemukan yang ditandai dengan keanekaragaman agama itu mempunyai
kecenderungan kuat terhadap identitas agama masing- masing dan berpotensi konflik.
Indonesia merupakan salah satu contoh masyarakat yang multikultural. Multikultural
masyarakat Indonesia tidak saja kerena keanekaragaman suku, budaya, bahasa, ras tapi
juga dalam hal agama. Agama yang diakui oleh pemerintah Indonesia adalah agama
Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Kong Hu Chu. Dari agama-agama
tersebut terjadilah perbedaan agama yang dianut masing-masing masyarakat Indonesia.
Dengan perbedaan tersebut apabila tidak terpelihara dengan baik bisa menimbulkan
konflik antar umat beragama yang bertentangan dengan nilai dasar agama itu sendiri
yang mengajarkan kepada kita kedamaian, hidup saling menghormati, dan saling tolong
menolong.
Kerukunan yang berpegang kepada prinsip masing-masing agama menjadi setiap
golongan antar umat beragama sebagai golongan terbuka, sehingga memungkinkan dan
memudahkan untuk saling berhubungan. Bila anggota dari suatu golongan umat
beragama telah berhubungan baik dengan anggota dari golongan agama-agama lain,
akan terbuka kemungkinan untuk mengembangkan hubungan dalam berbagai bentuk
kerjasama dalam bermasyarakat dan bernegara.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan di bahas dalam makalah ini adalah
1. Pengertian Kerukunan Antar Umat Beragama
2. Makna Islam Merupakan Rahmat Bagi Seluruh Alam
3. Pengertian Uhkuwh Islamiyah dan Uhkuwah Insaniyah
4. Arti Kebersamaan Umat Beragama Dalam Kehidupan Sosial

C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah sebagai berikut
1. Memahami dan menguasai kerukunan antar umat beragama
2. Mengetahui makna islam rahmatan lil’alamin
3. Memahami arti kebersamaan umat beragama
BAB II
PEMBAHASAN
A. Makna Kerukunan Antar Umat Beragama
Istilah kerukunan umat beragama identik dengan istilah toleransi. Istilah toleransi
menunjukan pada arti saling memahami, saling mengerti dan saling membuka diri dalam
bingkai persaudaraan. Bila pemaknaan ini dijadikan pegangan, maka toleransi dan kerukuna
adalah suatu ideal dan didambakan oleh masyarakat manusia. Kerukunan beragama berarti
kebersamaan antara umat beragama dapat saling menerim, saling menghormati keyakinan
masing-masing, saling tolong menolong dan bekerja sama dala mencapai tujuan bersama.
Beberapa contoh kerukunan antar umat beragama
1. Menghormati orang yang berbeda agama
2. Tidak mencela agama lain
3. Menghargai seseorang yang lagi beribadah
4. Tetap menjaga silaturahmi walaupun berbeda agama
5. Kerjasama membersihkan semua tempat ibadah bersama
6. Saling menghormati hari raya agama lain
Dalam pengertian sehari-hari kata rukun dan kerukunan adalah damai dan perdamaian.
Kerukunan antar umat beragama adalah cara atau sarana untuk mempertemukan,
mengatur hubungan luar antara orang yang tidak seagama atau antara golongan umat
beragama dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.
Sementara, istilah “kerukunan” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan
oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, diartikan sebagai “hidup bersama dalam
masyarakat dengan “kesatuan hati” dan “bersepakat” untuk tidak menciptakan perselisihan
dan pertengkaran”. Kerukunan adalah istilah yang dipenuhi oleh muatan makna “baik” dan
“damai”. Intinya, hidup bersama dalam masyarakat dengan “kesatuan hati” dan
“bersepakat” untuk tidak menciptakan perselisihan dan pertengkaran.
Kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang
dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam
pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan
UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Mencermati pengertian
kerukunan umat beragama, tampaknya peraturan bersama di atas mengingatkan kepada
bangsa Indonesia bahwa kondisi ideal kerukunan umat beragama, bukan hanya tercapainya
suasana batin yang penuh toleransi antar umat beragama, tetapi yang lebih penting adalah
bagaimana mereka bisa saling bekerjasama.
Islam menjunjung tinggi toleransi. Toleransi mengarah kepada sikap terbuka dan mau
mengakui adanya berbagai macam perbedaan, baik dari sisi suku bangsa, warna kulit,
bahasa, adat-istiadat, budaya, bahasa, serta agama. Ini semua merupakan fitrah dan
sunnatullah yang sudah menjadi ketetapan Tuhan. Dalam terminologi Islam, istilah yang
dekat dengan kerukunan umat beragama adalah ”tasamuh”. Keduanya menunjukkan
pengertian yang hampir sama, yaitu saling memahami, saling menghormati, dan saling
menghargai sebagai sesama manusia. Tasamuh memuat tindakan penerimaan dan tuntutan
dalam batas-batas tertentu. Dengan kata lain, perilaku tasamuh dalam beragama memiliki
pengertian untuk tidak saling melanggar batasan, terutama yang berkaitan dengan batasan
keimanan (aqidah).
Konsep toleransi beragama dalam Islam bukanlah membenarkan dan mengakui semua
agama dan keyakinan yang ada saat ini, karena ini merupakan persoalan akidah dan
keimanan yang harus dijaga dengan baik oleh setiap pribadi muslim. Toleransi bukan
mengakui semua agama sama, apalagi membenarkan tata cara ibadah umat beragama lain.
Tidak ada toleransi dalam hal akidah dan ibadah. Karena sesungguhnya bagi orang Islam
agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam. Toleransi hanyalah dalam urusan
muamalah dan kehidupan sosial.
Islam adalah agama yang menjunjung toleransi terhadap agama lainnya dan tentunya
bukan toleransi yang kebablasan. Toleransi adalah mengakui adanya keberagaman
keyakinan dan kepercayaan di masyarakat, tanpa saling mencampuri urusan keimanan,
kegiatan, tata cara dan ritual peribadatan agama masing-masing. Toleransi Islam antar umat
beragama itu hanya menyentuh ranah sosial. Membenarkan keyakinan agama lain bukanlah
disebut toleransi, tapi pluralisme agama yang mengarah pada sinkretisme. Sedangkan
pluralisme adalah paham yang bertentangan dengan ajaran Islam. Islam mengajarkan
keyakinan bahwa Islam sajalah agama yang benar, yang diridhai Allah.

Allah telah menegaskan bahwa hanya Islam satu-satunya agama yang benar. Firman Allah,

‫إِ َّن ال ِّدينَ ِع ْن َد هَّللا ِ اإْل ِ ْساَل ُم‬

“Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS Ali Imran: 19)

ِ َ‫َو َم ْن يَ ْبت َِغ َغ ْي َر اإْل ِ ْساَل ِم ِدينًا فَلَ ْن يُ ْقبَ َل ِم ْنهُ َوهُ َو فِي اآْل ِخ َر ِة ِمنَ ْالخ‬
َ‫اس ِرين‬

“Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima
(agama itu) dari padanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS Ali
Imran: 85)

Maka keyakinan inilah yang harus kita semai dalam hati kita. Jangan sampai kita campur
adukkan dengan keyakinan akan kebenaran yang lain.
Cukuplah firman Allah mengingatkan kita,

َ‫ق َوأَ ْنتُ ْم تَ ْعلَ ُمون‬


َّ ‫ق بِ ْالبَا ِط ِل َوتَ ْكتُ ُموا ْال َح‬
َّ ‫َواَل ت َْلبِسُوا ْال َح‬

“Dan janganlah kamu campuradukkan kebenaran dengan kebathilan dan (janganlah) kamu
sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya.” (QS Al-Baqarah: 42). [MNews]

Ajaran Islam yang mengungkapkan hidup damai, rukun dan toleran, diantaranya
beberapa poin di bawah ini :
1. Manusia adalah mahluk sosial yang diciptakan berbeda-beda.
Perbedaan ini sudah menjadi ketetapan Tuhan (sunnatullah). Al-Quran dengan
gamblang menjelaskan kenyataan adanya perbedaan dan keragaman dalam masyarakat.
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat alHujarat ayat 13 yang berbunyi:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersukusuku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Mengenal”.(QS. Al Hujarat : 13)
Ayat diatas mengungkapkan bahwa “Allah menciptakan manusia dari seorang laki-
laki dan seorang perempuan, menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal.” Sebagai ketetapan Tuhan, pernyataan ini tentu
harus diterima. Mereka yang tidak bisa menerima adanya keragaman berarti
mengingkari ketetapan Tuhan. Berdasarkan hal ini pula maka toleransi menjadi satu
ajaran penting yang dibawa dalam setiap risalah keagamaan, tidak terkecuali pada
sistem teologi Islam. Sudah barang tentu, adanya ragam perbedaan merupakan
kenyataan sosial, sesuatu yang niscaya dan tidak dapat dipungkiri.
2. Perbedaan keyakinan tidak bisa dipungkiri
Secara sosiologis, pengakuan terhadap adanya keragaman keyakinan ini merupakan
pengakuan toleran yang paling sederhana, namun pengakuan secara sosiologis ini tidak
berarti mengandung pengakuan terhadap kebenaran teologis dari agama lain. Toleransi
dalam kehidupan keagamaan yang ditawarkan oleh Islam begitu sederhana dan rasional.
Islam mewajibkan para pemeluknya membangun batas yang tegas dalam hal akidah dan
kepercayaan, sambil tetap menjaga prinsip penghargaan atas keberadaan para pemeluk
agama lain dan menjaga hak-hak mereka sebagai pribadi dan anggota masyarakat.
Pembatasan yang tegas dalam hal akidah atau kepercayaan ini merupakan upaya Islam
untuk menjaga para pemeluknya agar tidak terjebak pada sinkretisme. Allah SWT
berfirman :
"Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu
bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah
apa yang kamu sembah, Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang
aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku." (QS. Al-Kaafiruun : 1-6)

3. Tidak ada paksaan dalam beragama.


Berdasar kebebasan nurani, lahir kebebasan beragama, karena sejak dini al-Quran
dan Sunnah menegaskan bahwa keberagamaan harus didasarkan pada kepatuhan yang
tulus kepada Allah. Karena itu pula, tidak ada paksaan dalam menganut agama. Sebab
beragama sumbernya adalah jiwa dan nurani manusia, dan ketika terjadi paksaan
agama, terjadi pula pemasungan nurani. Kewajiban para Rasul, demikian juga penganjur-
penganjur agama Islam dalam dakwah Islam adalah menyampaikan, sebagaimana
dijelaskan di dalam surah Al-Ankabut ayat 18: “kewajiban Rasul, tidak lain hanyalah
menyampaikan (agama Allah) dengan seterang-terangnya”. Memeluk agama itu perlu
kesadaran dari dalam, bukan paksaan dari luar. Al-Quran menjelaskan;
“Tidak ada paksaan untuk agam sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada
jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman
kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat
yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.(QS. Al-
Baqarah ayat 256)
Dalam menafsirkan ayat ini Ibnu Katsir menyatakan: “janganlah kalian memaksa
seorang pun untuk masuk Islam. Sebab, agama ini telah jelas semua ajaran dan bukti
kebenarannya, sehingga seseorang tidak usah dipaksa masuk ke dalamnya Sebaliknya,
barang siapa mendapat hidayah, akan terbuka lapang dadanyadan terang hatinya,
sehingga ia pasti akan masuk Islam dengan bukti yang kuat. Sedangkan orang yang buta
mata hati dan penglihatannya serta pendengarannya tertutup, maka tak berguna
baginya masuk agama dengan paksa. Ini berarti sekalipun agama Islam mengajarkan
toleransi, namun setiap Muslim harus tetap bersikap tegas untuk mempercayai
sepenuhnya bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan sempurna.
4. Mengikuti Keteladanan Rasulullah
Rasulullah diutus adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Kita diharuskan
mengikuti keteladanannya. Perilaku Rasulullah adalah perilaku akhlak. Akhlak
merupakan norma dan etika pergaulan berlandaskan Islam. Ia tidak hanya mengatur
etika pergaulan antar sesama manusia, tetapi juga dengan alam lingkungan dan
Penciptanya. Perilaku yang akhlak ini semuanya telah dicontohkan oleh Rasulullah.
Terdapat banyak sunnah-sunnah Nabi yang terkait dengan perintah bagi umatnya untuk
terus menjaga sikap dan perilaku mereka agar tidak melanggar batas-batas
kemanusiaan, meskipun berbeda dalam keyakinan. Hal itu dicontohkan ketika Rasulullah
hidup di Madinah yang hidup berdampingan dengan Kaum Nasrani dan Yahudi. Toleransi
dan tidak memaksakan agama sendiri inipun telah dicontohkan Nabi Muhammad SAW
pada menyusun Piagam Maidah bersama umat agama lain untuk menjamin kebebasan
beragama.

B. Agama Islam Merupakan Rahmat Bagi Seluruh Alam

a. Makna Rahmatan Lil’alamin/Rahmat Bagi Seluruh Alam


Pernyataan bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin atau rahmat bagi
seluruh alam adalah kesimpulan dari firman Allah Ta’ala,

َ‫ك إِالَّ َرحْ َمةً ِل ْلعالَ ِمين‬


َ ‫َوما أَرْ َس ْلنا‬

“Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh
manusia.” (QS Al Anbiya: 107)

Kata rahmatan lil ’alamin ini digunakan untuk menggambarkan sifat agama Islam yang
ramah dan penuh kasih sayang, mengayomi dan melindungi seluruh alam, baik manusia
maupun makhluk lainnya.
Namun, kata ini mengalami distorsi makna ketika digunakan sebagai dalil toleransi dan
pluralisme. Rahmatan lil ’alamin digambarkan dengan ikut serta merayakan hari raya agama
lain, mengantarkan tumpeng ke gereja, menerima kepemimpinan nonmuslim, melakukan
doa bersama dan sejenisnya.
Pada akhirnya rahmatan lil ’alamin digunakan sebagai legitimasi bagi terbukanya Islam
untuk mengakui kebenaran agama-agama yang lain, alias legitimasi bagi pluralisme.
Penyimpangannya semakin jauh ketika dikatakan bahwa semua agama juga rahmatan
lil’alamin. Untuk mendapatkan pengertian rahmatan lil ’alamin yang benar, seharusnya kita
kembali pada kaidah penafsiran yang benar. Ibnu Abbas ketika menafsirkan ayat ini
mengatakan,

“Bahwa Allah mengutus Rasulullah sebagai rahmat bagi seluruh alam baik itu yang beriman
ataupun mereka yang kafir. Kepada mereka yang beriman, Allah berikan hidayah, dan bagi
golongan kafir, Allah tunda azab bagi mereka sebagaimana yang terjadi pada umat-umat
terdahulu.” (Jami’u al-Bayan fi Ta’wili al-Qur’an, 18/552). Imam al-Qurtubi dan Ibnu Katsir
juga mengiyakan pendapat tersebut. (al-Jami’ li Ahkami Al-Qur’an, 11/350 dan Tafsir Al-
Qur’an al-‘Adzim, 5/85).
Hamka dalam Tafsir Al Azhar juz 17 menafsirkan ayat ini dengan mengambil apa yang
ditulis Sayyid Quthub: “ Sistem ajaran yang dibawa oleh Muhammad SAW adalah sistem
yang membawa bahagia bagi manusia seluruhnya, dan memimpinnya kepada
kesempurnaan yang telah dijangkakan baginya dalam hidup ini.”Ulama nusantara yang
mendunia, Syaikh Nawawi al-Bantani (w. 1316 H) menafsirkan ayat ini sebagai berikut:

“Dan tidaklah Kami mengutus engkau wahai sebaik-baiknya makhluk dengan membawa
ajaran-ajaran syariat-Nya, kecuali sebagai rahmat bagi semesta alam, yakni untuk menjadi
rahmat Kami bagi alam semesta seluruhnya bagi agama ini dan kehidupan dunia.”
(Muhammad bin ‘Umar Nawawi, Murâh Labîd li Kasyf Ma’nâ al-Qur’ân al-Majîd, Beirut: Dar
al-Kutub al-‘Ilmiyyah, Cet. I, 1417 H, (II/62))

Kata “rahmat[an]” diungkapkan dalam bentuk kata benda nakirah (tanpa alif lam) yang
berfaidah ta’mim, yakni umum dengan cakupan yang luas, di dunia dan akhirat dengan
segala bentuk kebaikan hakiki dalam pandangan Allah ‘Azza wa Jalla.
Hal ini sejalan dengan informasi bahwa Allah menjanjikan turunnya keberkahan dari
langit dan bumi, ketika tegaknya Din Islam dalam kehidupan diwujudkan oleh penduduk
negeri yang beriman dan bertakwa.

ْ َ ‫ض َو ٰلَ ِك ْن َك َّذبُوا فَأ‬


َ‫خَذنَاهُ ْم بِ َما َكانُوا يَ ْك ِسبُون‬ ِ ْ‫ت ِمنَ ال َّس َما ِء َواأْل َر‬
ٍ ‫َولَوْ أَ َّن أَ ْه َل ْالقُ َر ٰىآ َمنُوا َواتَّقَوْ ا لَفَتَحْ نَا َعلَ ْي ِه ْم بَ َر َكا‬

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan
(ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”(QS Al-A’râf [7]:96)

Dengan demikian rahmat bisa diartikan jalbul mashalih wa dar’ ul mafasid, menghasilkan
kemashlahatan dan menolak kerusakan, yaitu terpenuhinya semua yang menjadi
kemashlahatan umat seluruhnya, muslim ataupun nonmuslim, serta menjauhkan mereka
dari segala kemudaratan.

b. Islam adalah Rahmatan lil ’Alamin


Islam mampu menjadi rahmatan lil ‘alamin karena memiliki hukum yang mengatur
seluruh aspek kehidupan. Islam bukan sekadar agama ritual, namun Islam juga mengatur
politik, ekonomi, sosial budaya, sistem sanksi, dan pemerintahan.

 Dalam politik Islam menjadikan negara merupakan pemegang pengaturan urusan umat.
Negara bukan semata fasilitator dan organisator tetapi negara berfungsi sebagai pelayan
yang menyediakan apa yang merupakan kemaslahatan umat dan menjauhkan mereka
dari segala bentuk mafsadah (kerusakan).
 Dalam ekonomi Islam memisahkan antara kepemilikan umum, kepemilikan negara dan
kepemilikan individu. Sarana umum, hutan, pertambangan, dan semua yang menjadi
hajat hidup orang banyak dijadikan sebagai milik umum. Negara mengelola dan
mengembalikan hasilnya untuk kesejahteraan umat.
 Dengan demikian negara memiliki sumber pendapatan yang cukup untuk menjamin
kemaslahatan umat, baik kebutuhan hidup, pendidikan, kesehatan maupun keamanan.
Negara tidak perlu menarik pajak dengan besaran yang mencekik, dan tidak perlu
menggalang dana jaminan sosial.
 Dalam sistem sosial, negara mengatur interaksi laki-laki dan perempuan ke arah kerja
sama yang produktif di antara mereka, serta menjauhkan bentuk-bentuk interaksi yang
menimbulkan fitnah dan memunculkan syahwat yang akan menimbulkan kerusakan
akhlak dan moral.
 Dalam sistem sanksi, negara menerapkan hukum-hukum persaksian, pembuktian dan
sanksi yang menimbulkan efek jera. Sebagian adalah hukum-hukum yang Allah telah
menetapkannya (hudud dan jinayah), dan sebagian lagi Allah berikan hak kepada hakim
untuk memutuskan sesuai dengan prinsip-prinsip yang ditetapkan Islam (takzir).
 Sedangkan dalam sistem pemerintahan, Islam menetapkan khalifah atau imam sebagai
pemimpin umat yang bertanggung jawab atas semua urusan mereka. Islam menetapkan
serangkaian hukum tentang pengangkatannya, tugas dan tanggungjawabnya serta
mekanisme koreksi dan pengawasannya. Begitu juga Islam mengatur peradilan,
pembuatan aturan perundang-undangan, dan struktur pemerintahan.
Dengan pengaturan yang menyeluruh, Islam membuka peluang bagi terwujudnya
kesejahteraan umat di dunia untuk muslim dan nonmuslim. Namun pengaturan secara
menyeluruh ini hanya dapat dilakukan oleh sistem Islam, yang direpresentasikan oleh
khilafah.
Sejarah membuktikan ketika Islam diterapkan secara utuh, rahmatan lil ’alamin tampak
nyata. Pada masa Khalifah bin Abdul Aziz, bukan hanya manusia yang merasakan rahmat,
bahkan binatang, sampai serigala tidak mau memakan domba yang digembalakan. Begitu
pun hubungan antaragama, berjalan harmonis di bawah naungan Islam.

C. Ukhuwah Islamiyah dan Ukhuwah Insaniyah


Kata ukhuwah berasal dari kata arab yang berarti persaudaraan. Persaudaraan itu
sendiri dapat kita definisikan sebagai ikatan atau pertalian yang mengikat kuat antara dua
orang atau lebih karena adanya kesamaan di antara mereka. Kesamaan itu bisa saja karena
faktor keturunan, sama-sama berasal dari ayah-ibu atau kakek-nenek yang sama (kita kenal
dengan sebutan saudara kandung atau saudara seketurunan), atau sama-sama waktu kecil
pernah menyusu kepada satu perempuan yang sama (dikenal dengan sebutan saudara
sepersusuan), atau sama-sama berasal dari tempat lahir atau tempat tinggal yang sama
(disebut saudara sebangsa-setanah air), atau sama-sama memeluk agama yang sama (sering
disebut saudara seiman-seagama), dan lain sebagainya.
Ukhuwwah islamiyah ini adalah sebuah konsep persaudaraan yang mengajarkan bahwa
setiap muslim sejatinya adalah saudara bagi muslim yang lainnya dan dia juga harus
memandang muslim lainnya sebagai saudaranya, tanpa memandang latar belakang
keturunannya, tanah kelahirannya, kebangsannya, atau pertimbangan-pertimbangan
lainnya. Tentu ada konsekuensi dari persaudaraan Islam ini. Ada hak dan kewajiban yang
timbul dari persaudaraan ini. Di antara kewajiban dasar seorang muslim yang menjadi hak
bagi muslim lainnya adalah memberi salam (assalâmu ‘alaikum wa rahmatullâh wa
barakâtuh) ketika berjumpa, menjawab panggilan atau menghadiri undangannya, memberi
saran atau nasihat jika diminta, mengucap yarhamukallâh (semoga Allah merahmatimu)
ketika ia bersin dan dia mengucap al-hamdu lillâh, menjenguknya ketika ia sakit, dan
mengantar jenazahnya ke pemakaman ketika ia meninggal dunia. Hak dasar ukhuwwah
islâmiyyah ini dapat kita temukan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Konsekuensi lainnya, seorang muslim adalah terhormat dan mulia bagi muslim lainnya.
Karena itu, darah seorang muslim adalah haram bagi muslim yang lain. Membunuh sesama
muslim dengan alasan yang tidak dibenarkan adalah pelanggaran atas prinsip kehormatan
ini dan karenanya merupakan dosa besar. Karena kedudukannya terhormat, seorang muslim
tidak boleh merendahkan, tidak boleh menzalimi atau menganiaya, tidak boleh menggibah,
tidak boleh memusuhi, tidak boleh saling dengki dengan sesama muslim, dan sebagainya. Ini
jelas sekali disebutkan oleh Rasulullah saw. Dalam sebuah sabda beliau, “Janganlah saling
mendengki, menjual barang dengan harga mahal, saling membenci, saling membelakangi.
Jangan pula ada orang yang menjual dagangan atas penjualan orang lain. Jadilah hamba-
hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara muslim lainnya, tidak boleh
mezaliminya, merendahkannya, atau menghinanya. Ketakwaan ada di sini sambil menunjuk
ke arah dadanya tiga kali. Seorang muslim dianggap buruk ketika ia menghina saudara
muslimnya. Semua muslim adalah haram bagi muslim lainnya: darahnya, hartanya, dan
kehormatannya.” (HR Muslim).
Pesan yang disampaikan oleh Rasulullah SAW tu merupakan penjelasan lebih rinci dari
firman-firman Allah yang, antara lain, terdapat di dalam surah Al-Hujurât ayat 10–12. Pada
ayat-ayat itu, misalnya, disebutkan bahwa sesama muslim tidak boleh saling mengejek,
sebab boleh jadi pihak yang diejek itu lebih baik daripada pihak yang mengejek. Disebutkan
pula bahwa antara sesama muslim yang bersaudara tidak boleh berprasangka buruk.
Inilah tahapan-tahapan berharga dalam Ukhuwah islamiyah:

 Ta’awun ; yaitu rasa saling tolong menolong antar umat beragama karena Allah
 Ta’fahum ; Yaitu rasa saling memahami bahwa tidak ada satu manusiapun yang bisa
lolos dari kekurangan dan kesalahan.
 Ta’aruf ; Ta’aruf Menurut Islam yaitu rasa ingin mengenal orang lain dengan maksud
memperbanyak persaudaraan.
 Takaful ; yaitu saling bersatu dalam suka maupun duka serta bersama-sama
menyelesaikan segala permasalahan dengan rasa kasih sayang dan rasa saling
menghargai pendapat yang berbeda.
Ukhuwah insaniyah adalah jenis persaudaraan yang cakupannya lebih luas lagi, yaitu
persaudaraan antarsesama umat manusia di seluruh dunia. Insân artinya manusia, dan
insâniyyah artinya kata sifat berkenaan dengan manusia atau bersifat kemanusiaan.
Rasulullah saw. Mengatakan bahwa kita semua (semua manusia) adalah bersaudara yang
berasal dari satu bapak dan satu ibu, yaitu Adam dan Hawa.
Persaudaraan jenis ini dinyatakan oleh Rasulullah SAW pada kesempatan sedang
melaksanakan ibadah haji, saat berkumpulnya umat Islam dari berbagai penjuru. Apa yang
disampaikan oleh Rasulullah SAW saat itu merupakan deklarasi kepada masyarakat dunia
tentang prinsip dasar persaudaraan yang diajarkan oleh Islam. Beliau bersabda, “Wahai
manusia, sesungguhnya Tuhanmu adalah Satu dan bapakmu adalah satu. Semua kalian
berasal dari Adam, dan Adam berasal dari tanah. Orang yang paling mulia di antara kamu di
sisi Allah adalah yang paling bertakwa. Tidak ada keutamaan bagi bangsa Arab atas bangsa
bukan Arab kecuali karena ketakwaannya. Prinsip ukhuwah insaniyah ini sejalan dengan
firman Allah SWT yang maknanya: Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di
antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Mahateliti. (QS Al-Hujurât [49]: 13).
Setidaknya ada empat hal yang menjadi prinsip dasar ukhuwwah insâniyyah, yaitu :
1. bahwa semua manusia berasal dari satu bapak yang sama.
2. bahwa manusia pada dasarnya adalah mulia dan terhormat.
3. bahwa Islam adalah agama kebaikan, agama pembawa kebaikan.
4. bahwa Islam menghendaki hidup berdampingan secara harmonis antara umat manusia
yang berbeda agama, bahasa, etnis, dan kebangsaannya.
Karena itu, atas dasar konsep ukhuwwah insâniyyah ini, Islam memandang bahwa setiap
manusia adalah bebas, tidak boleh ditindas, tidak boleh dijajah, tidak boleh dipaksa. Bahkan
dalam hal menganut agama pun, Islam memberi kebebasan.
Makna ayat Al-Qur’an berikut ini menjelaskan perihal kebebasan itu :
Katakanlah (Nabi Muhammad), “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu. Maka, siapa yang
menghendaki (beriman), hendaklah ia beriman dan siapa yang menghendaki (kufur), biarlah
dia kufur.” Sesungguhnya Kam telah menyediakan neraka bagi orang-orang zalim yang
gejolaknya mengepung mereka. (QS Al-Kahf [18]: 29).

Islam juga memandang bahwa manusia memiliki kedudukan yang sama di depan hukum
dan dalam hal nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Secara kemanusiaan, seorang pemeluk
agama bukan Islam yang berdagang dengan jujur tentu lebih baik daripada seorang muslim
yang berdagang dengan curang. Secara kemanusiaan, seorang menteri muslim yang korup
tetap dinilai tidak lebih baik daripada menteri non muslim yang tidak korup.

D. Kebersamaan Umat Beragama Dalam Kehidupan Sosial


Manusia ditakdirkan Allah Sebagai makhluk sosial yang membutuhkan hubungan dan
interaksi sosial dengan sesama manusia. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan kerja
sama dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan material
maupun spiritual.
Ajaran Islam menganjurkan manusia untuk bekerja sama dan tolong menolong (ta’awun)
dengan sesama manusia dalam hal kebaikan. Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan umat
Islam dapat berhubungan dengan siapa saja tanpa batasan ras, bangsa, dan agama, begitu
pun sebaliknya.
Toleransi agama adalah suatu sikap saling pengertian dan menghargai tanpa adanya
diskriminasi dalam hal apapun, yang mengkhususkan diri  dalam masalah agama. Salah satu
sikap inilah yang membutuhkan perhatian lebiha agar terciptanya kedamaian antar umat
beragama.
Kerukunan umat beragama adalah suatu bentuk sosialisasi yang damai dan tercipta
berkat adanya toleransi agama. Kerukunan umat beragama bertujuan untuk memotivasi
dan mendinamisasikan semua umat beragama agar dapat ikut serta dalam pembangunan
bangsa dan menjadi hal yang sangat penting untuk mencapai sebuah kesejahteraan hidup di
negeri ini.

a. Kerja sama antar umat beragama


Hubungan antara muslim dengan penganut agama lain tidak dilarang oleh syariat
Islam, kecuali bekerja sama dalam persoalan aqidah dan ibadah. Kedua persoalan
tersebut merupakan hak intern umat Islam yang tidak boleh dicamputi pihak lain, tetapi
aspek sosial kemasyarakatan dapat bersatu dalam kerja sama yang baik.
Kerja sama antar umat bergama merupakan bagian dari hubungan sosial anatar
manusia yang tidak dilarang dalam ajaran Islam. Hubungan dan kerja sama dalam
bidang-bidang ekonomi, politik, maupun budaya tidak dilarang, bahkan dianjurkan
sepanjang berada dalam ruang lingkup kebaikan.
Kerjasama antarumat beragama di Indonesia selama ini telah terjalin relatif cukup
baik, terutama dalam bidang-bidang di luar masalah agama, seperti dibidang politik,
sosial, dan ekonomi. Sekelompok orang dalam suatu partai politik berjuang dan
bekerjasama untuk kemajuan partainya, meski mereka berbeda suku, ras, dan agama.
Sekelompok pemuda dalam Karang Taruna bekerjasama mensukseskan kegiatan
Peringatan HUT Kemerdekaan RI tanpa mengindahkan perbedaan agama yang mereka
anut. Demikian halnya di bidang ekonomi, kerjasama antar penganut agama yang
berbeda seakan tak pernah menjadi penghalang. Hiruk pikuk pasar adalah bukti nyata
hal ini, hampir dipastikan segala proses transaksi perdagangan dan proses take and give
di sana sama sekali tidak memperhatikan faktor agama.
b. Kerja sama umat beragama dengan pemerintah
Semua pihak menyadari kedudukannya masing-masing sebagai komponen orde baru
dalam menegakkan kehidupan berbangsa dan bernegara. Antara pemerintah dengan
umat beragama ditemukan apa yang saling diharapkan untuk dilaksanakan.
Pemerintah mengharapkan tiga prioritas, umat beragama, diharapkan partisipasi
aktif dan positif dalam:
 Pemantapan ideologi Pancasila
 Pemantapan stabilitas dan ketahanan nasional
 Suksesnya pembangunan nasional. 
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ajaran Islam mengungkapkan hidup damai, rukun dan toleran. Kerukunan umat
beragama adalah kondisi dimana antar umat beragama dapat saling menerima, saling
menghormati keyakinan masing-masing, saling tolong menolong, dan bekerjasama dalam
mencapai tujuan bersama. Dalam konteks keIndonesiaa, kerukunan beragama berarti
kebersamaan antara umat beragama dengan pemerintah dalam rangka suksesnya
pembangunan nasional dan menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia.

B. Saran
Menjaga hubungan antara muslim dengan penganut agama lain, kecuali bekerja sama
dalam persoalan aqidah dan ibadah. Kedua persoalan tersebut merupakan hak intern umat
Islam yang tidak boleh dicamputi pihak lain, tetapi aspek sosial kemasyarakatan dapat
bersatu dalam kerja sama yang baik.
DAFTAR PUSTAKA

https://brainly.co.id/tugas/4078547
https://moraref.kemenag.go.id/documents/article/98077985952854670
https://padangkita.com/islam-rahmat-bagi-seluruh-alam/
https://www.yuksinau.id/kerukunan-umat-beragama-dan-contoh-perilaku/#:~:text=Contoh
%20Perilaku%20Kerukunan%20antar%20umat%20berbeda%20agama,-
pixabay.com&text=Tidak%20saling%20mengganggu%20dan%20mengejek,orang%20lain
%20yang%20sedang%20beribadah.
https://nikmatislam.com/pengertian-ukhuwah-islamiyah-ukhuwah-wathaniyah-dan-
ukhuwah-insaniyah/
https://www.muslimahnews.com/2019/11/09/hanya-islam-rahmat-bagi-seluruh-alam/
https://nikmatislam.com/pengertian-ukhuwah-islamiyah-ukhuwah-wathaniyah-dan-
ukhuwah-insaniyah/

Anda mungkin juga menyukai