Anda di halaman 1dari 29

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS STOMATITIS

Dosen : Dr. Tigor H. Situmorang., MH., M.Kes

KELAS : IIIC KEPERAWATAN

DI SUSUN OLEH:

MOH RIZKY (2018 01 113)

YHEFIN SAMPE PARENDEN (201801137)

SEPTIANA

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGU ILMU KESEHATAN

WIDYA NUSANTARA PALU

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Asuhan Keperawatan dengan kasus Stomatitis” Makalah ini disusun untuk
melengkapi serta memenuhi tugas kelompok serta Mata Kuliah Keperawatan
Medical Bedah (KMB).

Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan


baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca
sangat penyusun harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.

Palu , 07 November 2020

Kelompok 8

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................2
C. Tujuan...................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Anatomi Fisiologi.................................................................................3
B. Konsep Medis.......................................................................................4
1. Definisi.............................................................................................4
2. Etiologi.............................................................................................5
3. Patofisologi......................................................................................8
4. Pathway............................................................................................9
5. Tanda Dan Gejala.............................................................................9
6. Klasifikasi........................................................................................12
7. Pencegahan.......................................................................................13
8. Penatalaksanaaan..............................................................................13
9. Komplikasi.......................................................................................15
C. Auhan Keperawatan..............................................................................19
1. Penkajian..........................................................................................19
2. Diagnose Keperawatan.....................................................................20
3. Intervensi Keperawatan....................................................................20

BAB III PENUTUP

A. Latar Belakang......................................................................................24
B. Saran.....................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mulut merupakan pintu gerbang masuknya kuman-kuman atau rangsangan-
rangsangan yang bersifat merusak. Mukosa mulut dapat mengalami kelainan
yang bukan merupakan suatu penyakit tetapi merupakan kondisi herediter.
Pada keadaan normal di dalam rongga mulut terdapat bermacam-macam
kuman yang merupakan bagian daripada flora mulut dan tidak menimbulkan
gangguan apapun dan disebut apatogen. Jika daya tahan mulut atau tubuh
menurun, maka kuman-kuman yang apatogen itu menjadi patogen dan
menimbulkan gangguan atau menyebabkan berbagai penyakit/infeksi. Daya
tahan mulut dapat menurun karena gangguan mekanik (trauma, cedera),
gangguan kimiawi, termik, defisiensi vitamin, kekurangan darah (anemia).
Mulut bukan sekedar pintu masuk makanan dan minuman, tetapi fungsi
mulut lebih dari itu dan tidak banyak orang menyadari besarnya peranan mulut
bagi kesehatan dan kesejahteraan seseorang. Orang tua dan anak-anak akan
sadar pentingnya kesehatan gigi dan mulut ketika terjadi masalah atau ketika
terkena penyakit. Oleh karena itu kesehatan gigi dan mulut sangat berperan
dalam menunjang kesehatan seseorang. Jika rongga mulut kotor, maka sistem
pencernaan juga akan terganggu.
Pada individu tertentu dapat terjadi reaksi alergi terhadap jenis makanan
tertentu sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada mukosa mulut, begitu
juga dengan faktor psikis dan hormonal. Ini semua dapat terjadi pada suatu
gangguan mulut yang disebut stomatitis. Stomatitis atau sariawan dapat
menyerang segala usia termasuk pada anak. Kesadaran anak dalam menjaga
kesehatan rongga mulutnya tentu masih sangat rendah, dimana faktor peran
orangtua merupakan hal yang dominan. Peran serta orangtua sangat diperlukan
dalam membimbing, memberikan pengertian, mengingatkan, dan menyediakan
fasilitas kepada anak agar dapat memelihara kebersihan gigi dan mulutnya.
Selain itu, orangtua mempunyai peran yang cukup besar dalam mencegah
terjadinya berbagai penyakit gigi dan mulut pada anak. Maka perlu diketahui
gejala klinik secara dini dari stomatitis, maupun komplikasi neurologisnya
1
dengan harapan angka kejadian stomatitis pada anak-anak dapat ditekan dan
mengurangi angka kejadian penyakit tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Apa anatomi fisiologi dari stomatitis ?
2. Apa pengertian penyakit stomatitis ?
3. Apa saja etiologi penyakit stomatitis ?
4. Bagaimana patofisiologi penyakit stomatitis ?
5. Apa saja tanda & gejala stomatitis ?
6. Apa pathway penyakit stomatitis ?
7. Apa saja klasifikasi penyakit stomatitis ?
8. Apa saja pencegahan penyakit stomatitis ?
9. Apa saja penatalaksanaan penyakit stomatitis ?
10. Apa saja komplikasi penyakit stomatitis ?
11. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit stomatitis ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui anatomi fisiologi dari stomatitis
2. Untuk mengetahui apa pengertian penyakit stomatitis
3. Untuk mengetahui apa saja etiologi penyakit stomatitis
4. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi penyakit stomatitis
5. Untuk mengetahui apa saja tanda & gejala stomatitis
6. Untuk mengetahui apa pathway penyakit stomatitis
7. Untuk mengetahui apa saja klasifikasi penyakit stomatitis
8. Untuk mengetahui apa saja pencegahan penyakit stomatitis
9. Untuk mengetahui apa saja penatalaksanaan penyakit stomatitis
10. Untuk mengetahui apa saja komplikasi penyakit stomatitis
11. Untuk mengetahui Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan
penyakit stomatitis

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Anatomi Fisiologi
Jaringan lunak mulut terdiri dari mukosa pipi, bibir, ginggiva, lidah,
palatum, dan dasar mulut. Struktur jarringan lunak mulut terdiri dari lapisan
tipis jarringan mukosa yang licin, melindungi jaringan keras dibawahnya;
tempat organ, pembuluh darah, saraf, alat pengecap dan alat pengunyah. Secara
histology lapisan mukosa trdiri dari 3 lapisan, yaitu :
1. Lapisan Epitalium, yang melapisi bagian permukaan luar, terdiri dari
berlais-lapis sel mati yang berbentuk pipih (Datar) dimana lapisan sel-sel
yang mati ini selalu diganti terus menerus dari bawah dan sel-sel ini
disebut dengan stratified Squamous Epithelium.
2. Membrane bassalis yang merupakan lapisan pemisah antara lapisan
ephithelium dengan lamina propria, berupa serabut kolagen dan elastic.
3. Lamina propria, pada lamina propria ini terdapat ujung-ujung saraf , rasa
sakit, raba, suhu, dan cita rasa

Selain ujung-ujung sara tersebut terdapat juga pleksus kapiler, jaringan


iimfe dan elemen- elemen enghasil secret dari klenjar-kelenjar ludah yang
kecil. Kelenjar ludah yang haluss terdapat di seluruh jaringan mukosa mulut,
tetapi tidak terdapat di jaringan mukosa gusi kecuali mukosa guzi daerah
retromolar. Disamping itu lamina proria ini sebagian besar terdiri dari serabut
kolagen, serabut elastin dan serabut sel-sel daerah yang penting untuk
pertahanan melawan infeksi. Jadi mukosa ini menghasilkan secret yang bersifat
protektif dan sensitive.

Mulut merupakan pintu masuknya kuman-kuman atau rangsangan-


rangsangan yang bersifat merusak. Mukosa mulut dapat mengalami kelainan
yang bukan merupakan suatu penyakit tetapi merupakan kondisi herediter.
Padda keaddaan normal didalam rongga mulut terdapat bermacam-macam
kuman yang merupakan bagian dari pada “Flora Mulut” dan tidak

3
menimbulkan gangguan apapun dan disebut apatogen. Jika daya tahan mulut
atau tubuh menurun, maka kuman-kuman yang apatogen itu menjadi pathogen
dan menimbulkan gangguan atau menyebabkan berbagai infeksi atau penyakit.
Daya tahan mulut dapat menurun karena gangguan mekanik (Trauma/Cedera).
Gangguan kimiawi atau termik, defesiensi vitamin, kekurangan darah atau
anemia, dsb. Pada individu tertentu dapat terjadi reaksi alergi terhadap jenis
makanan tertentu sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada mukosa
mulut, begitu juga dengan factor psikis dan hormonal. Ini semua dapat terjadi
pada gangguan mulut yang disebut “Stomatitis”.

B. Konsep Medis
1. Definisi
Stomatitis berasal dari bahasa yunani , Stoma yang berarti mulut dan itis
yang berarti radang/inflamasi. Peradangan atau pembengkakan, kemerahan
yang umum terjadi pada bagian mulut. Penyakit ini meliputi bagian
membran lendir halus yang melapisi mulut (mucosa), bibir, lidah, dan indera
perasa . jika diakibatkan oleh herpes maka disebut dengan Stomatitis herpes.
Stomatitis adalah kondisi peradangan pada mulut karena kontak dengan
pengiritasi seperti tembakau, defisiensi vitamin, infeksi oleh bakteri, virus
atau jamur, dan penggunaan obat kemoterapi (Potter & Perry, 2005).
Menurut Donna L.Wong dkk stomatitis adalah imflamasi mukosa oral, yang
dapat meliputi mukosa bukal (pipi) dan labial (bibir), lidah, gusi, angit-
langit dan dasar mulut.
Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) adalah suatu peradangan yang terjadi
pada mukosa mulut, biasanya berupa ulser putih kekuningan. Ulser ini dapat
berupa ulser tunggal maupun lebih dari satu. SAR dapat menyerang mukosa
mulut yang tidak berkeratin yaitu mukosa bukal, labial, lateral dan ventral
lidah, dasar mulut, dan palatum lunak dan mukosa orofaring.
SAR merupakan ulser oval rekuren pada mukosa mulut tanpa tanda-tanda
adanya penyakit lain dan salah satu kondisi ulseratif mukosa mulut yang
paling menyakitkan terutama sewaktu makan, menelan dan berbicara.
Penyakit ini ringan karena tidak bersifat membahayakan jiwa dan tidak
menular. Tetapi bagi orang-orang yang menderita SAR dengan frekuensi

4
yang sangat tinggi akan merasa sangat terganggu. Apalagi jika SAR dialami
oleh bayi dan atau anak-anak dengan frekuensi yang tinggi akan akan
membuat bayi dan atau anak tersebut akan mengalami komplikasi yang
berbahaya. Beberapa ahli menyatakan bahwa SAR bukan merupakan
penyakit yang berdiri sendiri, tetapi lebih merupakan gambaran beberapa
keadaan patologis dengan gejala klinis yang sama.

2. ETIOLOGI
Stomatitis dapat terjadi pada anak dan bayi. Pada anak sariawan dapat
disebabkan oleh :
a. daya tahan tubuh anak yang rendah;
b. kondisi mulut anak seperti kebersihan mulut yang buruk;
c. luka pada mulut karena tergigit atau makanan dan minuman yang terlalu
panas;
d. kondisi tubuh seperti adanya alergi atau infeksi;
e. luka akibat menyikat gigi terlalu keras atau bulu sikat gigi yang sudah
mengembang;
f. kekurangan vitamin c dan vitamin b;
g. faktor psikologis (stress);
h. pada penderita yang sering merokok juga bisa menjadi penyebab dari
sariawan. pambentukan stomatitis aphtosa yang dahulunya perokok;
i. disebabkan karena jamur, namun biasanya hal ini dihubungkan dengan
penurunan sistem pertahanan tubuh (imuno). berasal dari kadar
imunoglobin abnormal; gangguan hormonal (seperti sebelum atau
sesudah menstruasi). Terbentuknya stomatitis aphtosa ini pada fase luteal
dari siklus haid pada beberapa penderita wanita.

Etiologi yang berasal dari keadaan dalam mulut seperti :

a. Kebersihan mulut yang kurang


Kebersihan mulut berhubungan dengan keadaan gigi pasien. Apabila
higiene gigi pasien buruk, sering dapat menjadi penyebab timbulnya
sariawan yang berulang.

5
b. Makanan atau minuman yang panas dan pedas
Makanan atau minuman yang pedas atau panas dapat berpengaruh
terhadap mukosa yang ada didalam mulut yang berfungsi sebagai alat
pertahanan dalam melawan infrksi. Selain itu, juga bserpengaruh
terhadap bermacam-macam kuman yang merupakan bagian daripada
“flora mulut” dan tidak menimbulkan gangguan apapun dan disebut
apatogen. Daya tahan mulut dapat menurun karena termik. Jika daya
tahan mulut atau tubuh menurun, maka kuman-kuman yang apatogen itu
menjadi patogen dan menimbulkan gangguan atau menyebabkan
berbagai penyakit/infeksi.
c. Luka pada bibir akibat tergigit/benturan.
Bisa terjadi karena bekas dari tergigit itu bisa menimbulkan
ulsersehingga dapat mengakibatkan stomatitis aphtosa.
d. Infeksi jamur
Namun biasanya hal ini dihubungkan dengan penurunan sistem
pertahanan tubuh (imuno). Berasal dari kadar imunoglobin abnormal.
e. Infeksi virus
Stomatitis karena herpes simplex stomatitis (HSV) terjadi sebagai
utama atau infeksi tambahan; infeksi tambahan ini adalah sering banyak
terjadi. dua tipe HSV dapat diidentifikasikan : HSV tipe 2 dengan
penyebab lesi genital dan HSV tipe 1 dengan respon dari lesi nongenital.
awal terjadinya virus merupakan hasil utama dari infeksi HSV biasa
disebut stomatitis Herpes Akut. keseragaman ukuran gelembung
frekuensinya lebih banyak terjadi dilidah, palatum dan mukosa bucal dan
labial. gelembung burut terjadi setelah nyeri luka meninggalkan areanya
yang mengelilingi sekitar garis tepi erythematous. lesi ditingkat ini biasa
terjadi di luka aphathous. area yang terkena luka 10 sampai 14 hari.
Gelembung mukosa umumnya disertai dengan inflamasi akut gingiva,
saat dengan lesi herpes. Karakteristik lidah dengan keputih-putihan dan
klien mengatakan adanya bau busuk di pernafasannya. infeksi HSV
utama dikarakteristikkan dari gejala yang timbul dari infeksi termasuk
kelemasan, panas dan pembesaran dalam limpa.

6
f. Letak susunan gigi atau kawat gigi
Letak dan susunan gigi yang tidak teratur akan sanagt berpengaruh
terhadap kebersihan gigi. Dimana terjadi kesulitan dalam proses
membersihkan kotoran yang tersangkut atau melekat pada baian yang
sulit dijangkau oleh sikat gigi.

Etiologi yang berasal dari keadaan luar mulut seperti :

a. Rokok
Asap rokok banyak mengandung zat-zat berbahaya yang dapat
menyebabkan berbagai macam penyakit terutama pada stomatitis. Pada
penyakit ini, asap rokok yang mengandung zat-zat yang berbahaya
masuk ke dalam tubuh melalui mulut yang banyak terdapat mukosa
sebagai alat perlindungan tubuh terhadap infeksi. Zat-zat adaptif tersebut
yang berasal dari asap rokok menyebabkan kerusakan pada mukosa-
mukosa didalam mulut. Sehingga terjadi penurunan imun terutama pada
bagian mulut yang menyebabkan mulut rentan terhadap penyakit.
b. Pada penggunaan obat kumur
Obat kumur yang mengandung bahan-bahan pengering (misalnya
alkohol, lemon/gliserin) harus dihindari. Zat-zat seperti alkohol di atas
dapat menyebabkan kerusakan yang pada sel-sel mukosa dalam mulut
yang bertugas dalam menghasilkan sekret sebagai bentuk pertahanan
tubuh.
c. Reaksi alergi
Sariawan timbul setelah makan jenis makanan tertentu. Jenis makanan
ini berbeda untuk tiap-tiap penderita.
d. Alergi
Bisa terjadi karena kenaikan kadar IgE dan keterkaitan antara
beberapa jenis makanan dan timbulnya ulser. Gejala timbul biasanya
segera setelah penderita mengkonsumsi makanan tersebut
e. Faktor psikologis (stress)
Kortison merupakan salah satu hormon utama yang dikeluarkan oleh
tubuh sebagai reaksi terhadap stres. Hormon ini menigngkatkan tekanan
7
darah dan mempersiapkan tubuh untuk respon melawan. Akan tetapi
apabila stres berlebih akan menyebabkan hormon ini juga dihasilkan
berlebih sehingga respon tubuh dalam melawan bakteri berlebih (ada
tidaknya bakteri akan bekerja sehingga akan merusak sel-sel yang sehat).
f. Gangguan hormonal (seperti sebelum atau sesudah menstruasi)
Terbentuknya stomatitis aphtosa ini pada fase luteal dari siklus haid
pada beberapa penderita wanita.
g. Kekurangan vitamin C, mengakibatkan jaringan dimukosa mulut dan
jaringan penghubung antara gusi dan gigi mudah robek yang akhirnya
mengakibatkan sariawan.
h. Kekurangan vitamin B dan zat besi juga dapat menimbulkan sariawan.
i. Kelainan pencernaan Gangguan saluran pencernaan
Seperti Chorn disease, kolitis ulserativ, dan celiac disease sering
disertai timbulnya stomatitis apthosa.

3. Patofisiologi
Stomatitis karena herpes simplex stomatitis (HSV) terjadi sebagai
utama atau infeksi tambahan; infeksi tambahan ini adalah sering
banyak terjadi. Dua tipe HSV dapat diidentifikasikan : HSV tipe 2
dengan penyebab lesi genital dan HSV tipe 1 dengan respon dari
lesi non genital. Awal terjadinya virus merupakan hasil utama
dari infeksi HSV biasa disebut stomatitis Herpes Akut.
Keseragaman ukuran gelembung frekuensinya lebih banyak terjadi
dilida, palatum dan mukosa bucal dan labial. Gelembung burut
terjadi setelah nyeri luka meninggalkan areanya yang mengelilingi
sekitar garis tepi erythematous. Lesi ditingkat ini biasa terjadi di
luka aphathous. area yang terkena luka 10 sampai 14 hari.
Gelembung mukosa umumnya disertai dengan inflamasi akut
gingiva, saat dengan lesi herpes. Karakteristik lidah dengan
keputih-putihan dan klien mengatakan adanya bau busuk di
pernafasannya. infeksi HSV utama dikarakteristikkan dari gejala

8
yang timbul dari infeksi termasuk kelemasan, panas dan pembesaran
dalam limpa.

4. PATH WAY

Kondisi tubuh terganggu (demam,


oral hygiene(-), stress)

Inflamasi rongga mulut

Ulkus

Sulit menelan dan


mengunyah

anoreksia

Gangguan
nutrisi

5. Tanda Dan Gejala


Menurut Williams dan Wilkins pada tahun 2008 membagi stomatitis
berdasarkan tanda dan gejalanya, yaitu:
a. Stomatitis hipertik akut
1) Nyeri sperti terbakar di mulut.

9
2) Ulse papulovesikular di dalam mulut dan tenggorokan; akhirnya
menjadi lesi berkantung keluar disertai areloa ynag memerah, robek,
dan membertuk sisik.
3) Gusi membengkak dan mudah berdarah, selaput lendir terasa perih
4) Limfadenitis submaksila.
5) Nyeri hilang 2 sampai 4 hari sebelum ulser sembuh secara
keseluruhan
b. Stomatitis aftosis
1) Selaput lendir terasa terbakar, kesemutan, dan sedikit membengkak.
2) Ulser tunggal ataupun multipel, berbentuk kecil dengan pusat
berwarna keputihan dan berbatas merah.
3) Nyeri berlangsung 7 samapi 10 hari, dan sembuh total dalam 1 sampai
3 minggu.
c. Stomatitis apthous Reccurent
Stomatitis yang sifatnya berulang atau Reccurent Apthous Stomatitis
dapat diklasifikasikan berdasarkan karakteristik klinis yaitu ulser minor,
ulser major, dan ulser herpetiform.
1) Rekuren apthous stomatitis minor
Sebagian besar klien (80%) yang menderita bentuk minor ditandai
dengan ulser berbentuk bulat atau oval dan dangkal dengan diameter
yang kurang dari 5 mm serta pada bagian tepinya terdiri dari
eritematous. Ulserasi bisa tunggal ataupun merupakan kelompok yang
terdiri atas empat atau lima dan akan sembuh dalam waktu 10-14 hari
tanpa meninggalkan bekas. Ulkus ini mempunyai kecendrungan untuk
terjadi pada mukosa bergerak yang terletak pada kelenjar saliva minor.
Ulkus yang berkelompok dapat menetap dalam jangka waktu
beberapa bulan. Ulserasi yang menetap seringkali sangat sakit dan
biasanya mempunyai gambaran tak teratur. Frekuensi SAR lebih
sering pada laki-laki daripada wanita dan mayoritas penyakit terjadi
pada usia antara 10 dan 30 tahun. Pasien dengan ulser minor
mengalami ulserasi yang berulang dan lesi individual dapat terjadi
dalam jangka waktu pendek dibandingkan dengan tiga jenis yang lain.

10
Ulser ini sering muncul pada mukosa non keratin. Lesi ini didahului
dengan rasa terbakar, gatal dan rasa pedih dan adanya pertumbuhan
makula eritematus. Ulserasi berdiameter 3-10 mm dan sembuh tanpa
luka dalam 7-14 hari

2) Rekuren apthous stomatitis minor


Sebagian besar klien (80%) yang menderita bentuk minor ditandai
dengan ulser berbentuk bulat atau oval dan dangkal dengan diameter
yang kurang dari 5 mm serta pada bagian tepinya terdiri dari
eritematous. Ulserasi bisa tunggal ataupun merupakan kelompok yang
terdiri atas empat atau lima dan akan sembuh dalam waktu 10-14 hari
tanpa meninggalkan bekas. Ulkus ini mempunyai kecendrungan untuk
terjadi pada mukosa bergerak yang terletak pada kelenjar saliva minor.
Ulkus yang berkelompok dapat menetap dalam jangka waktu beberapa
bulan. Ulserasi yang menetap seringkali sangat sakit dan biasanya
mempunyai gambaran tak teratur.
Frekuensi SAR lebih sering pada laki-laki daripada wanita dan
mayoritas penyakit terjadi pada usia antara 10 dan 30 tahun. Pasien
dengan ulser minor mengalami ulserasi yang berulang dan lesi
individual dapat terjadi dalam jangka waktu pendek dibandingkan
dengan tiga jenis yang lain. Ulser ini sering muncul pada mukosa non
keratin. Lesi ini didahului dengan rasa terbakar, gatal dan rasa pedih
dan adanya pertumbuhan makula eritematus. Ulserasi berdiameter 3-
10 mm dan sembuh tanpa luka dalam 7-14 hari.
3) Rekuren Apthous Stomatitis Major
Rekuren apthous stomatitis major diderita kira-kira 10% dari
penderita SAR dan lebih hebat dari bentuk minor. Secara sederhana,
ulser ini berdiameter kira-kira 1-3 cm dan berlangsung selama empat
minggu atau lebih dan dapat terjadi pada bagian mana saja dari
mukosa mulut termasuk daerah-daerah yang berkeratin. Dasar ulser
lebih dalam, melebihi 0,5 cm dan seperti ulser minor, hanya terbatas
pada jaringan lunak tidak sampai ke tulang.

11
Ulser mayor dikenal sebagai periadenitis mukosa nekrosis yang
rekuren atau disebut juga penyakit Sutton. Penyebabnya belum
diketahui secara pasti, namun banyak bukti yang berhubungan dengan
defek imun. Tanda adanya ulser seringkali dilihat pada penderita
bentuk mayor. Jaringan parut terbentuk karena keparahan dan
lamanya lesi terjadi. Awal dari ulser mayor terjadi setelah masa
puberti dan akan terus menerus tumbuh hingga 20 tahun atau lebih.
4) Herpetiformis apthous stomatitis
Istilah herpertiformis digunakan karena bentuk klinis dari ulserasi
herpetiformis (yang dapat terdiri atas 100 ulser kecil pada satu waktu)
mirip dengan gingivostomatitis herpetik primer tetapi virus-virus
herpes tidak mempunyai peranan dalam etiologi ulserasi
herpertiformis atau dalam setiap bentuk ulserasi aptosa.
Herpertiformis apthous stomatitis menunjukkan lesi yang besar dan
frekuensi terjadinya berulang. Pada beberapa individu, lesi berbentuk
kecil dan berdiameter rata-rata 1-3 mm. Gambaran dari ulser ini
adalah erosi-erosi kelabu putih yang jumlahnya banyak, berukuran
sekepala jarum yang membesar, bergabung dan menjadi tak jelas
batasnya. Pada awalnya ulkus-ulkus tersebut berdiameter 1-2 mm dan
timbul berkelompok terdiri atas 10-100. Mukosa disekitar ulkus
tampak eritematous dan diperkirakan ada gejala sakit.
d. Oral thrush
Sariawan yang disebabkan jamur Candida Albican, biasanya banyak
dijumpai di lidah. Pada keadaan normal, jamur memang terdapat di
dalam mulut. Namun, saat daya tahan tubuh anak menurun, ditambah
penggunaan obat antibioka yang berlangsung lama atau melebihi jangka
waktu pemakaian, jamur Candida Albican akan tumbuh lebih banyak
lagi.
e. Stomatitis Herpetik
Sariawan yang disebabkan virus herpes simplek dan beralokasi di
bagian belakang tenggorokan. Sariawan di tenggorokan biasanya
langsung terjadi jika ada virus yang sedang mewabah dan pada saat itu

12
daya tahan tubuh sedang rendah sehingga sistem imun tidak dapat
menetralisir atau mengatasi virus yang masuk sehingga terjadilah ulser.
6. Klasifikasi
a. Stomatitis apthous Reccurent terjadi akibat tergigit atau luka benturan
dengan sikat gigi, stomatitis ini terdiri atas:
1) Rekuren apthous stomatitis mino.
2) Rekuren Apthous Stomatitis Major.
3) Herpetiformis apthous stomatitis
b. Oral thrush disebabkan jamur candida albicans, banyak dijumpai di lidah;
c. Stomatitis Herpetik disebabkan virus herpes simpleks dan berlokasi di
bagian belakang tenggoroka
7. Pencegahan
Pencegahan pada stomatitis ditekankan untuk menghindari faktor
pencetus yang dapat menimbulkan stomatitis. Pencegahan yang dapat
dilakukan adalah sebagai berikut :
a. hindari faktor etiologi;
b. pelihara kesehatan gigi dan mulut serta mengonsumsi nutrisi yang cukup
terutama makanan yang mengandung vitamin B12 dan zat besi;
c. hindari stress yang dapat mengakibatkan timbulnya gejala;
d. usahakan untuk selalu menjaga kebersihan gigi dan mulut anak;
e. hati-hati saat menggosok gigi anak agar tidak menimbulkan luka pada
mulut;
f. hindari memberikan makanan yang terlalu panas pada anak, berikan
makanan yang lembut dan mudah ditelan;
g. hindari memberikan anak dot yang berkontur kasar dan terbuat dari karet
yang keras;
h. perbanyak makan yang mengandung B3 seperti serelia, hati, ayam,
daging, kacang- kacangan, apukat dan lain sebagainya;
i. anjurkan anak makanan berserat seperti sayur dan buah-buahan kususnya
bervitamin c; aturlah makanan agar tetap seimbang sehingga tidak
kekurangan gizi.
8. Penatalaksanaan

13
a. Hindari makanan yang semakin memperburuk kondisi seperti cabai.
b. Sembuhkan penyakit atau keadaan yang mendasarinya.
c. Pelihara kebersihan mulut dan gigi serta mengkonsumsi nutrisi
yang cukup, terutama makanan yang mengandung vitamin 12 dan zat
besi. d) Hindari stress.
d. Pemberian Atibiotik
Harus disertai dengan terapi penyakit penyebabnya, selain diberikan
emolien topikal, seperti orabase, pada kasus yang ringan dengan 2–3
ulcersi minor. Pada kasus yang lebih berat dapat diberikan
kortikosteroid, seperti triamsinolon atau fluosinolon topikal, sebanyak 3
atau 4 kali sehari setelah makan dan menjelang tidur. Pemberian
tetraciclin dapat diberikan untuk mengurangi rasa nyeri dan jumlah
ulcerasi. Bila tidak ada responsif terhadap kortikosteroid atau tetrasiklin,
dapat diberikan dakson dan bila gagal juga maka di berikan talidomid.
e. Terapi
Pengobatan stomatitis karena herpes adalah konservatif. Pada
beberapa kasus diperlukan antivirus. Untuk gejala lokal dengan kumur
air hangat dicampur garam (jangan menggunakan antiseptik karena
menyebabkan iritasi) dan penghilang rasa sakit topikal. Pengobatan
stomatitis aphtosa terutama penghilang rasa sakit topikal. Pengobatan
jangka panjang yang efektif adalah menghindari faktor pencetus.
Digunakan satu dari dua terapi yang dianjurkan yaitu:
1) Injeksi vitamin B12 IM (1000 mcg per minggu untuk bulan
pertama dan kemudian 1000 mcg per bulan) untuk pasien dengan
level serum vitamin B12 dibawah 100 pg/ml, pasien dengan
neuropathy peripheral atau anemia makrocytik, dan pasien berasal
dari golongan sosioekonomi bawah.
2) Tablet vitamin B12 sublingual (1000 mcg) per hari. Tidak
ada perawatan lain yang diberikan untuk penderita RAS selama
perawatan dan pada waktu follow-up. Periode follow-up mulai
dari 3 bulan sampai 4 tahun.

14
9. Komplikasi
Dampak gangguan pada kebutuhan dasar manusia
a. Pola nutrisi : nafsu makan menjadi berkurang, pola makan menjadi tidak
teratur
b. Pola aktivitas : kemampuan untuk berkomunikasi menjadi sulit
c. Pola Hygiene : kurang menjaga kebersihan mulut
d. Terganggunya rasa nyaman : biasanya yang sering dijumpai adalah perih
Stomatitis memunculkan berbagai macam komplikasi bagi tubuh kita diantaranya :
a. Komplikasi akibat kemoterapi
Karena sel lapisan epitel gastrointestinal mempunyai waktu pergantian yang
mirip dengan leukosit, periode kerusakan terparah pada mukosa oral frekuensinya
berhubungan dengan titik terendah dari sel darah putih. Mekanisme dari toksisitas
oral bertepatan dengan pulihnya granulosit. Bibir, lidah, dasar mulut, mukosa
bukal, dan palatum lunak lebih sering dan rentan terkena komplikasi dibanding
palatum keras dan gingiva; hal ini tergantung pada cepat atau tidaknya pergantian
sel epithelial. Mukosa mulut akan menjadi tereksaserbasi ketika agen
kemoterapeutik yang menghasilkan toksisitas mukosa diberikan dalam dosis tinggi
atau berkombinasi dengan ionisasi penyinaran radiasi.
b. Komplikasi Akibat Radiasi
Penyinaran lokal pada kepala dan leher tidak hanya menyebabkan perubahan
histologis dan fisiologis pada mukosa oral yang disebabkan oleh terapi
sitotoksik, tapi juga menghasilkan gangguan struktural dan fungsional pada
jaringan pendukung, termasuk glandula saliva dan tulang. Dosis tinggi radiasi pada
tulang yang berhubungan dengan gigi menyebabkan hypoxia, berkurangnya supplai
darah ke tulang, hancurnya tulang bersamaan dengan terbukanya tulang, infeksi, dan
nekrosis. Radiasi pada daerah kepala dan leher serta agen antineoplastik merusak
divisi sel, mengganggu mekanisme normal pergantian mukosa oral. Kerusakan
akibat radiasi berbeda dari kerusakan akibat kemoterapi, pada volume jaringan yang
terus teradiasi terus-menerus akan berbahaya bagi pasien sepanjang hidupnya.
Jaringan ini sangat mudah rusak oleh obat-obatan toksik atau penyinaran radiasi
lanjutan, Mekanisme perbaikan fisiologis normal dapat mengurangi efek ini sebagai
hasil dari depopulasi permanen seluler.
c. Komplikasi Akibat Pembedahan
Pada pasien dengan osteoradionekrosis yang melibatkan mandibula dan tulang

15
wajah, maka debridemen sisa pembedahan dapat merusak. Usaha rekonstruksi akan
menjadi sia-sia, kecuali jaringan oksigenasi berkembang pada pembedahan. Terapi
hiperbarik oksigen telah berhasil menunjukkan rangsangan terhadap formasi
kapiler baru terhadap jaringan yang rusak dan telah digunakan sebagai tambahan
pada debridemen pembedahan.
d. Komplikasi Oral
1) Mucositis/stomatitis
Defenisi mucositis dan stomatitis sering tertukar dalam penggunaannya
tetapi terdapat perbedaan yang besar diantara keduanya. Mucositis
dijelaskan sebagai suatu inflammatory toksik yang mempengaruhi traktus
gastrointestinal dari mulut sampai anus, yang dapat dihasilkan akibat dari
pennyorotan radiasi sampai agen kemoterapeutik atau radiasi ionisasi. Tipikal
mucositis termanifestasi sebagai suatu eritematous, lesi seperti terbakar atau
acak, focal to diffuse, dan lesi ulseratif. Mucositis dapat tereksaserbasi dengan
factor lokal. Stomatitis merujuk pada suatu reaksi inflamasi yang terjadi pada
mukosa oral, dengan atau tanpa ulserasi dan dapat berkembang oleh faktor lokal
seperti yang teridentifikasi pada etiologi/patofisiologi pada pembahasan ini.
Stomatitis dapat menjadi berkadar ringan atau parah. Pasien dengan stomatitis
yang parah tidak akan mampu memasukkan apapun kedalam mulutnya.
Mucositis eritematous dapat terjadi 3 hari setelah pemaparan kemoterapi, tapi
secara umum berkisar 3-7 hari. Perkembangan menuju mucositis ulseratif
umumnya berlangsung 7 hari setelah kemoterapi. Dokter gigi harus waspada
terhadap potensi berkembangnya toksisitas akibat peningkatan dosis atau
lamanya perawatan pada percobaan klinik yang menunjukkan toksisitas
gastrointestinal. Dosis tinggi kemoterapi seperti yang dilakukan pada perawatan
leukemia dan pengaturan jadwal obat dengan infus berlanjut, berulang dan
tidak terputus (seperti bleomycin, cytarabine, methotrexate dan fluororacil)
sepertinya merupakan penyebab mucositis dibanding obat infus satu bolus
dengan dosis yang setara. Mucositis tidak akan bertambah parah jika tidak
terkomplikasi oleh infeksi dan secara normal dapat sembuh total dalam
waktu 2-4 minggu. Beberapa garis panduan untuk perawatan mulut termasuk
penilaian sebanyak dua kali sehari untuk pasien dirumah sakit dan perawatan
mulut yang sering (minimal 4 jam dan sewaktu akan tidur) malahan
meningkatkan keparahan dari mucositis.

16
2) Infeksi
Mucositis oral dapat berkomplikasi dengan infeksi pada pasien dengan sistim
imun yang menurun. Tidak hanya mulut itu sendiri yang dapat terinfeksi, tetapi
hilangnya epitel oral sebagai suatu protektif barrier terjadi pada infeksi lokal dan
menghasilkan jalan masuk buat mikroorganisme pada sirkulasi sistemik. Ketika
ketahanan mukosa terganggu, infeksi lokal dan sistemik dapat dihasilkan oleh
indigenous flora seperti mikroorganisme nosokomial dan oportunistik. Ketika
jumlah netrofil menurun sampai 1000/kubik/mm, insiden dan keparahan
infeksi semakin meningkat. Pasien dengan neutropenia berkepanjangan berada
pada resiko tinggi buat perkembangan.
komplikasi infeksi yang serius yaitu penggunaan antibiotik berkepenjangan
pada penyakit neutropenia mengganggu flora mulut, menciptakan suatu
lingkungan favorit buat jamur untuk berkembang yang dapat bereksaserbasi oleh
terapi steroid secara bersamaan. Dreizen dan kawan-kawan melaporkan
bahwa sekitar 70 % infeksi oral pada pasien dengan tumor solid disebabkan oleh
Candida Albicans dan jamur lainnya, 20 % disusun oleh Herpex Simplex
Virus (HSV) dan sisanya disusun oleh bakteri bacillus gram negatif. Pada pasien
dengan keganasan hematologik, 50 % infeksi oral akibat bakteri Candida
Albicans, 25 % akibat HSV, dan 15 % oleh bakteri bacillus gram negatif. HSV
merupakan gejala paling umum pada infeksi oral viral.
3) Hemorrhage
Hemorrhage dapat terjadi sepanjang perawatan akibat trombositopenia dan
atau koagulasipati. Pada lokasi terjadinya penyakit periodontal dapat terjadi
perdarahan secara spontan atau dari trauma minimal. Perdarahan oral dapat
berbentuk minimal, dengan ptekiae berlokasi pada bibir, palatum lunak, atau
lantai mulut atau dapat menjadi lebih parah dengan hemorrhage mulut , terutama
pada krevikular gingival. Perdarahan gingiva spontan dapat terjadi ketika jumlah
platelet mencapai paling kurang 50.000/kubik/mm.
4) Xerostomia
Xerostomia dapat dikenali sebagai berkurangnya sekresi dari glandula saliva.
Gejala klinik tanda xerostomia termasuk diantaranya : rasa kering, suatu sensasi
rasa luka atau terbakar (khususnya melibatkan lidah), bibir retak-retak, celah atau
fissura pada sudut mulut, perubahan pada permukaan lidah, kesulitan untuk
memakai gigi palsu, dan peningkatan frekuensi dan atau volume dari kebutuhan

17
cairan. Pengaturan perawatan preventif oral, termasuk applikasi topikal flour
harus segera dimulai untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. Xerostomia dapat
dihasilkan melalui reaksi inflammatory dan efek degeneratif radiasi ionisasi pada
glandula saliva parenkim, khususnya pada serous acinar. Perubahan ini biasanya
sangat pesat dan bersifat irreversible, khususnya ketika glandula saliva termasuk
daerah penyorotan radiasi. Aliran saliva mengalami penurunan 1 minggu setelah
perawatan dan berkurang secara progresif ketika perawatan terus dilanjutkan,
Derajat dari disfungsi tersebut sangat berhubungan dengan dosis radiasi dan
volume jaringan glandula pada lapangan radiasi. Glandula parotid dapat menjadi
lebih rentan terhadap efek radiasi daripada glandula submandibular, sublingual,
dan jaringan glandula saliva minor.
Xerostomia mengganggu kapasitas buffer mulut dan kemampuan
pembersihan mekanis, sering berkonstribusi pada dental karies dan penyakit
periodontal yang progresif. Perkembangan dental karies berakselerasi dengan
sangat cepat pada terjadinya xerostomia akibat hilangnya immunoprotein
protektif yang merupakan komponen dari saliva. Saliva dibutuhkan untuk
eksekusi normal dari fungsi mulut seperti mengecap, mengunyah, dan berbicara.
Keseluruhan kecepatan aliran saliva yang kurang dari 0,1 ml/menit dianggap
sebagai indikasi xerostomia (normal = 0,3-0,5 ml/menit). Xerostomia
menghasilkan perubahan didalam rongga mulut antara lain :
a) Saliva tidak melakukan lubrikasi dan menjadi menebal dan atrofi, yang
akan mengganggu kenyamanan pasien.
b) Kapasitas buffer menjadi tereliminasi, pada mulut kering yang bersih pH
umumnya 4,5 dan demineralisasi dapat terjadi.
c) Flora oral menjadi patogenik.
d) Plak menjadi tebal dan berat, debris tetap bertahan akibat ketidakmampuan
pasien untuk membersihkan mulut.
e) Tidak ada mineral (kalsium, fosfor, fluor) yang tersimpan pada permukaan
gigi.
f) Produksi asam setelah terpapar oleh gula dihasilkan oleh demineralisasi
selanjutnya pada gigi dan kemudian dapat menimbulkan kerusakan gigi
e. Nekrosis Akibat Radiasis
Nekrosis dan infeksi pada jaringan yang telah dilakukan penyorotan radiasi
sebelumnya (osteoradionekrosis) merupakan suatu komplikasi yang serius bagi

18
pasien yang menjalani terapi radiasi pada tumor kepala dan leher. Komplikasi oral
akibat terapi radiasi memerlukan terapi dental yang agresif sebelum, selama dan
setelah terapi radiasi untuk meminimalisasi tingkat keparahan (xerostomia
permanent, karies ulseratif, osteomyelitis akibat radiasi dan osteoradionekrosis).
C. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas ( Data Biografi)
Stomatitis dapat menyerang semua umur, mayoritas antara 20-40 tahun lebih
cenderung pada wanita, kelompok sosial ekonomi tinggi, penderita stres, atau
mempunyai riwayat sariawan pada keluarga.
b. Riwayat sakit dan Kesehatan
1) Keluhan utama rasa nyeri di mulut
2) Riwayat kesehatan sekarang
Stomatitis bisa terjadi pada seseorang karena intoleransi dengan pasta gigi,
penyakit yang beresiko menimbulkan stomatitis, misalnya faringitis, panas dalam,
mengkonsumsi makanan yang berlemak , kurang vitamin C, vitamin B12 dan
mineral.
3) Riwayat penyakit dahulu
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun
sehingga lebih mudah terkena stomatitis.
4) Riwayat penyakit keluarga
Kaji apakah ada riwayat penyakit keluarga yang bisa menyebabkan terjadinya
stomatitis. Ada juga teori yang menyebutkan bahwa penyebab utama dari SAR
(Stomatitis Aftosa Rekuren) atau sariawan adalah keturunan. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa anak-anak yang orang tuanya menderita SAR lebih rentan
untuk mengalami SAR juga.
5) Pengkajian Psikososial : sterss, gaya hidup (alkohol, perokok) serta kaji fungsi
dan penampilan dari rongga mulut terhadap body image dan sex.
6) Pengkajian lingkungan rumah dan komunitas : lingkungan yang panas, dan
sanitasi yang buruk.
7) Riwayat nutrisi : kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin C,
vitamin B12, mineral, dan zat besi serta pola makan yang buruk, misalnya hanya
mengkonsumsi karbohidrat dan protein saja.
8) Riwayat pertumbuhan perkembangan :

19
a) Pasien yang menderita stomatitis akan lebih lama sembuhnya dikarenakan
kondisi fisik yang lemah sebagai akibat intake nutrisi yang kurang
(energi/kalori yang diperlukan tidak mencukupi dalam proses
penyembuhan).
b) Penurunan berat badan biasanya pasien yang menderita stomatitis
mengalami penurunan berat badan karena intake nutrisi yang kurang.
c. Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breath) : Bau nafas, RR normal
2) B2 (Blood) : Hemorrhage (perdarahan) akibat kerusakan membrane mukosa oral,
resiko kekurangan volume darah.
3) B3 (Brain) : Nyeri
4) B4 (Bladder) : Secara umum tidak mempengaruhi kecuali jika ada kondisi
dehidrasi akibat intake cairan yang kurang
5) B5 (Bowel) : Mukosa oral mengalami peradangan, bibir pecah-pecah, rasa kering,
suatu sensasi rasa luka atau terbakar (khususnya melibatkan lidah)
a) Hipersalivasi
b) Perubahan kulit mukosa oral, tampak bengkak dan kemerahan (hiperemi)
6) B6 (Bone) : Kondisi fisik yang lemah sebagai akibat intake nutrisi yang kurang.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan proses peradangan
(inflamasi).
b. Nyeri berhubungan dengan kerusakan membran mukosa oral.
c. Risiko kekurangan nutrisi berhubungan dengan perubahan mucosa oral penurunan
keinginan untuk makan sekunder akibat rasa nyeri di mukosa mulut.
d. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan nyeri di mukosa mulut.
e. Risiko kekurangan cairan berhubungan dengan intake cairan kurang akibat proses
inflamasi.

3. Intervensi Keperawatan
a. Diagnosa Keperawatan : Perubahan mukosa oral berhubungan dengan proses
peradangan (inflamasi)
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan mukosa oral

20
kembali normal dan lesi berangsur sembuh.
Kriteria Hasil :
1) Mukosa oral kembali normal (tidak bengkak dan hiperemi).
2) Lesi berkurang dan berangsur sembuh.
3) Membran mukosa oral lembab.
Intervensi Rasional :
1) Mandiri :
a) Pantau aktivitas klien, cegah hal-hal yang bisa memicu terjadinya stomatitis
(oral hygene yang buruk, kurang vitamin C, kondisi stres, makanan/minuman
yang terlalu panas dan pedas).
b) Kaji adanya komplikasi akibat kerusakan membran mukosa oral
2) Kolaborasi :
a) Kolaborasi pemberian antibiotik dan obat kumur
b) Health education :
(1)Menghindari makanan dan obat-obatan atau zat yang dapat menimbulkan
reaksi alergi pada rongga mulut.
(2)Ajarkan oral hygene yang baik
3) Observasi :
a) Catat adanya kerusakan membran mukosa ( bengkak, hiperemi/kemerahan).
b) Personal hygene yang buruk, asupan nutrisi yang kurang vitamin C, kondisi
psikologis (stres) merupakan pemicu terjadinya stomatitis.
c) Stomatitis bisa mengakibatkan komplikasi yang lebih parah jika tidak segera
ditangani.
d) Antibiotik digunakan untuk mengobati infeksi dan obat kumur bisa
menghilangkan kuman-kuman di mulut sehingga bisa mencegah terjadinya
infeksi lebih lanjut.
e) Reaksi alergi bisa menimbulkan infeksi.
f) Oral hygene yang baik bisa meminimalisir terjadinya stomatitis.
g) Membran mukosa yang bengkak dan hiperemi adalah indikasi adanya
peradangan.
b. Diagnosa Keperawatan :Gangguan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan
penurunan keinginan untuk makan sekunder akibat rasa nyeri di mukosa mulut.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan nafsu makan timbul kembali dan status

21
nutrisi terpenuhi.
Kriteria Hasil :
1) Status nutrisi terpenuhi
2) nafsu makan klien timbul kembali
3) berat badan normal
4) jumlah Hb dan albumin normal
Intervensi Rasional:
1) Mandiri :
a) Beri nutrisi dalam keadaan lunak ; porsi sedikit tapi sering.
b) Pantau berat badan tiap hari
2) Kolaborasi :
a) Kolaborasi pemasangan NGT jika klien tidak dapat makan dan minum peroral.
b) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam diet
c) Health education : Berikan informasi tentang zat-zat makanan yang sangat
penting bagi keseimbangan metabolisme tubuh
3) Observasi :
a) Catat kebutuhan kalori yang dibutuhkan.
b) Monitor Hb dan albumin.
c) Makanan yang lunak meminimalkan kerja mulut dalam mengunyah makanan.
d) Nutrisi meningkat akan meningkatkan berat badan.
e) Agar nutrisi klien tetap terpenuhi.
f) Tubuh yang sehat tidak mudah untuk terkena infeksi (peradangan).
g) Adanya kalori (sumber energi) akan mempercepat proses penyembuhan.
h) Indikasi adekuatnya protein untuk sistem imun
c. Diagnosa Keperawatan : Nyeri berhubungan dengan kerusakan membran mukosa
oral
Tujuan :
Membran mukosa oral kembali normal
Kriteria Hasil :
1) Hilangnya rasa sakit dan perih di mukosa mulut
2) Tidak bengkak dan hiperemi
3) Suhu badan normal
Intervensi Rasional
1) Mandiri :

22
a) Memberikan makanan yang tidak merangsang, seperti makanan yang
mengandung zat kimia.
b) Menghindari makanan yang terlalu panas dan terlalu dingin.
c) Menghindari pasta gigi yang merangsang.
d) Menghindari luka pada mulut saat menggosok gigi atau saat menggigit
makanan
2) Kolaborasi :
a) Kolaborasi pemberian analgesic dan kortikosteroid
b) Health education :
(1)Beri penjelasan tentang faktor penyebab.
(2)Menganjurkan klien untuk memperbanyak mengkonsumsi buah dan
sayuran terutama vitamin B12, Vitamin C dan zat Besi.
3) Observasi :
a) Monitor kandungan vitamin C, vitamin B12, zat besi dan mineral.
b) Kaji status nutrisi.
c) Makanan yang merangsang, terlalu panas dan terlalu dingin, serta pasta gigi
yang merangsang dapat menimbulkan nyeri di bagian yang sariawan.
d) Analgesic dapat mengurangi rasa nyeri Dan kotikosteroid untuk mengurangi
peradangan.
e) Jika klien mengetahui factor penyebab maka klien dapat mencegah hal
tersebut terjadi kembali.
f) Sayuran, Vitamin B 12, Vitamin C dan zat besi dapat mencegah terjadinya
sariawan.
g) Adanya vitamin C, vitamin B12, zat besi, dan mineral merupakan faktor yang
dapat mencegah terjadinya stomatitis.
h) Nutrisi yang meningkat akan memperceoat proses penyembuhan

23
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Stomatitis adalah kondisi peradangan pada mulut karena kontak dengan pengiritasi
seperti tembakau, defisiensi vitamin, infeksi oleh bakteri, virus atau jamur, dan
penggunaan obat kemoterapi (Potter & Perry, 2005). Stomatitis adalah imflamasi mukosa
oral, yang dapat meliputi mukosa bukal (pipi) dan labial (bibir), lidah, gusi, angit-langit
dan dasar mulut. Ada 4 klasifikasi stomatitis, yaitu Mycotic stomatitis, Gingivostomatitis,
Denture stomatitis, dan Aphthous stomatitis. Keluhan utama yang sering muncul pada
pasien stomatitis adalah nyeri atau pedih pada bagian yang terkena stomatitis.
Penatalaksanaannya dengan cara medis dan proses keperawatan, yang paling penting cara
penanganannya adalah dengan cara menjaga kebersihan oral klien.
Salah satu factor penyebab stomatitis yaitu perhatian yang kurang terhadap rongga
mulut. Stomatitis dapat diredakan dengan menggunakan beberapa jenis obat, baik dalam
bentuk salep (yang mengandung antibiotic dan penghilang rasa sakit), obat tetes, maupun
obat kumur. Penyakit stomatitis dapat dihindari dengan cara menjaga kebersihan gigi dan
mulut serta mengonsumsi nutrisi yang cukup terutama makanan yang mengandung
vitamin B12 dan zat besi.

B. Saran
Dengan dibuatnya Asuhan keperawatan pada klien yang mengalami gangguan penyakit
stomatitis diharapkan materi ini untuk lebih bisa kami pahami, mengetahui dan mengerti
tentang cara pembuatan makalah asuhan keperawatan stomatitis.
Penyusun menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh karena
itu, penyusun mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini, agar
penyusun dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penyusun pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

24
25
DAFTAR PUSTAKA

Baughman,D.C& Hackley,J.C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Doengoes, Marilynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC

Ganong, Mcphee, J Stephen. 2010. Patofisiologi Penyakit ed 5. Jakarta : EGC Hayes, Peter
C. 1997. Buku Saku Diagnosis dan Terapi. Jakarta : EGC Kumar, dkk. 2009. Dasar
Patologi Penyakit. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius
Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4. Jakarta: EGC

Price & Wilson. 2012. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC
Sloane, Ethel.2004. Anatomi dan Fisiologi untk Pemula. Jakarta:EGC

Smeltzer, Suzanne. C, Bare, Brenda. G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah


Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol. 1. Jakarta: EGC.

Sudoyo A, et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI Tambayong, Jan.
2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC

Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan : Diagnosis NANDA,


Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai