Anda di halaman 1dari 31

UJIAN AKHIR SEMESTER

RANCANGAN PENYUSUNAN APBD SERTA RANCANGAN ANGGARAN

Disusun oleh:

2018122014 Velennice

Dosen Pengampu:

Agung Joni Saputra,S.E.,M.Akt.

Program Studi Akuntansi

Fakultas Bisnis

Universitas Universal

Semester Gasal 2021/2022


ABSTRAK
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau yang disebut dengan APBD
merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui
bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwaklan Rakyat Daerah (DPRD), dan
ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Dalam APBD tergambar semua hak &
kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat
dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan
dengan hak dan kewajiban daerah tersebut dalam periode waktu satu tahun anggaran.
APBD juga berperan sebagai instrumen untuk mewujudkan pelayanan dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan
lebih dalam mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang
terdiri dari pengertian anggaran, belanja daerah, anggaran pendapatan dan belanja
daerah, prosedur pengajuan APBD, serta tata cara penyusunan APBD. Dalam
makalah ini ditemukan bahwa untuk menjalankan APBD harus dimulai dari tahan
penyusunan, pengajuan yang sudah diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD).

Kata Kunci: Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Prosedur


Pengajuan APBD, Tata Cara Penyusunan APBD.

i
ABSTRACT
The Regional Revenue and Expenditure Budget or the so-called APBD is the
annual financial plan of the regional government which is discussed and jointly
approved by the Regional Government and the Regional People's Representative
Council (DPRD), and is stipulated by a Regional Regulation. The APBD describes all
regional rights and obligations in the context of administering regional government
which can be valued in money, including all forms of wealth related to the rights and
obligations of the region within a period of one fiscal year. APBD also acts as an
instrument to realize services and improve community welfare. This paper aims to
explain more deeply about the Regional Revenue and Expenditure Budget (APBD),
which consists of the notion of budget, regional expenditure, regional revenue and
expenditure budget, procedures for submitting APBD, and procedures for preparing
APBD. In this paper it is found that to run the APBD, it must start from the
preparation stage, the submission of which has been received by the Regional
People's Representative Council (DPRD).

Keywords: Regional Revenue and Expenditure Budget (APBD), Procedure for


Submission of APBD, Procedure for Preparation of APBD.

ii
DAFTAR ISI

ABSTRAK ................................................................................................................................ i
ABSTRACT .............................................................................................................................. ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................... iii
BAB I ........................................................................................................................................ 1
1.1. Pendahuluan .............................................................................................................. 1
1.2. Latar Belakang .......................................................................................................... 2
1.3. Rumusan Masalah ..................................................................................................... 4
1.4. Tujuan Pembahasan .................................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................ 5
2.1. Pengertian Anggaran ................................................................................................. 5
2.1.1. Fungsi Anggaran ............................................................................................... 5
2.1.2 Manfaat Anggaran............................................................................................. 6
2.1.3. Jenis-Jenis Anggaran......................................................................................... 6
2.2. Pengertian Belanja Daerah ........................................................................................ 7
2.2.1 Tujuan Belanja Daerah...................................................................................... 8
2.2.2. Klasifikasi Belanja Daerah................................................................................ 8
2.2.3. Belanja Daerah dalam APBD ......................................................................... 10
2.2.4. Kebijakan Belanja Daerah .............................................................................. 13
2.3. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ............................................................. 14
2.3.1. Prinsip Penyusunan APBD ................................................................................... 15
2.3.2. Teknis Penyusunan APBD .............................................................................. 17
2.3.3. Prosedur/Tata Cara Penyusunan APBD .......................................................... 21
2.3.4. Proses Pengajuan APBD ................................................................................. 21
2.4. Laporan Susunan Rancangan Anggaran ................................................................. 25
BAB III PENUTUP .............................................................................................................. 27
3.1. Kesimpulan ................................................................................................................. 27

iii
BAB I

1.1.Pendahuluan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau yang disingkat dengan APBD
merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang
dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan
dengan peraturan daerah. APBD dapat dijadikan sebagai sarana komunikasi
pemerintah daerah kepada masyarakatnya mengenai prioritas pengalokasian yang
dilakukan oleh pemerintah daerah setelah berkoordinasi dengan pihak legislatif,
DPRD. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1
Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.
APBD terdiri dari tiga komponen utama yaitu pendapatan daerah, belanja
daerah, dan pembiayaan daerah. Pendapatan daerah terdiri dari pos pendapatan
asli (PAD), pos dana perimbangan, dan pos lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Dalam pos Pendapatan asli daerah (PAD) terdiri dari komponen Pajak daerah dan
Retribusi Daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lainnya
yang merupakan sumber pendapatan utama dari pemerintah daerah itu sendiri
yang diperoleh dari wajib pajaknya. Selanjutnya untuk dana perimbangan
merupakan dana yang diperoleh pemerintah daerah dari pemerintah pusat sebagai
perwujudan dari pelaksanaan desentralisasi fiskal. bagian dana perimbangan
terdiri dari dana bagi hasil, dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus
serta pendapatan lain-lain yang sah seperti dana hibah, dana darurat, dana bagi
hasil pajak dari provinsi dan pemerintah daerah, dana penyesuaian dan otonomi
khusus, Selain sumber pendapatan yang diperoleh dari daerah tersebut dan
pemerintah pusat, pemerintah daerah juga memperoleh pendapatan dari daerah
lain yang berupa komponen dana bagi hasil pajak dari provinsi dan pemda
lainnya yang ada di dalam pos lain-lain pendapatan daerah yang sah. Anggaran
belanja yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintah
didaerah. Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali atau

1
2

pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

1.2.Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
menyebutkan bahwa Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintah oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya
dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Berdasarkan Undang-Undang tersebut di atas, dalam kesehariannya peran
utama pemerintah daerah dapat dikelompokkan menjadi 3(tiga) yaitu:
1. Desentralisasi yaitu melaksanakan semua urusan yang semula adalah
kewenangan pemerintahan menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam Sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
2. Dekonsentrasi yaitu menerima pelimpahan wewenang pemerintahan oleh
Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan kepada
instansi vertikal di wilayah tertentu untuk dilaksanakan
3. Tugas pembantuan yaitu melaksanakan semua penugasan dari Pemerintah
kepada daerah dan desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota
dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk
melaksanakan tugas tertentu.
untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan kewenangan yang
luas, nyata dan bertanggung jawab di daerah secara proposional diwujudkan
dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang
berkeadilan, serta perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah
dilaksanakan atas dasar desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Dari
ketiga jenis pelimpahan wewenang tersebut, hanya pelimpahan wewenang dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi saja yang merupakan sumber keuangan daerah
3

melalui alokasi dana perimbangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah


daerah. Sedangkan alokasi dana dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
dalam rangka dekonsentrasi da tugas pembantuan tidak merupakan sumber
penerimaan APBD, namun diadministrasikan dan dipertanggungjawabkan secara
terpisah dari administrasi keuangan dalam pembiayaan pelaksanaan desentralisasi.
Pada era otonomi daerah sekarang ini, daerah diberikan kewenangan yang
lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Tujuan antara
lain adalah untuk lebih mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat,
memudahkan masyarakat untuk memantau dan mengontrol penggunaan dana
yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Disamping itu juga bertujuan untuk menciptakan persaingan yang sehat
antardaerah dan mendorong timbulnya inovasi.
Ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu melaksanakan
perannya yaitu terletak pada kemampuan keuangan daerah, Artinya, daerah
otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-
sumber keuangan sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang
cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya.
Ketergantungan pada bantuan pusat harus seminimal mungkin, sehingga
Pendapatan Asli Daerah khususnya yang bersumber dari pajak dan retribusi
daerah harus ditingkatkan dari waktu ke waktu. Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) pada hakikatnya merupakan instrument kebijakan yang
dipakai, sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan
masyarakat di daerah. Oleh karena itu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
dan pemerintah daerah haarus berupaya guna menghasilkan APBD yang dapat
mencerminkan kebutuhan riil masyarakat sesuai dengan potensi masing-masing
daerah serta dapat memenuhi tuntutan terciptanya anggaran daerah yang
berpotensi pada kepentingan dan akuntabilitas publik. Suatu anggaran yang telah
direncanakan dengan baik hendaknya disertai dengan pelaksanaan yang tertib dan
disiplin sehingga tujuan atau sasarannya dapat dicapai secara berdaya guna dan
berhasil guna.
4

1.3.Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut, maka dapat dibuat rumusan masalah yaitu:
1. Apa pengertian dari anggaran?
2. Apakah fungsi dan manfaat anggaran?
3. Apa saja jenis-jenis anggaran?
4. Apa pengertian dari Belanja Daerah?
5. Apa tujuan, klasifikasi dan belanja daerah dalam APBD?
6. Apa pengertian dari APBD?
7. Apa saja prinsip dari penyusunan APBD?
8. Apa saja Teknis Penyusunan, Prosedur Penyusunan & Proses
Pengajuan APBD?

1.4.Tujuan Pembahasan
dari beberapa rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah rancangan
penyusunan APBD sebagai berikut:
1. Untuk mengertahui Pengertian dari Anggaran
2. Untuk mengetahui Fungsi dan Manfaat dari Anggaran
3. Untuk mengetahui Jenis-Jenis Anggaran
4. Untuk mengetahui Pengertian dari Belanja Daerah
5. Untuk mengetahui Tujuan, Klasifikasi dan Belanja Daerah Dalam APBD
6. Untuk mengetahui Pengertian dari APBD
7. Untuk mengetahui Prinsip dari Penyusunan APBD
8. Untuk mengetahui Teknis Penyusunan, Prosedur Penyusunan & Proses
Pengajuan APBD
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Pengertian Anggaran
Anggaran merupakan alat akuntansi yang dapat membantu pimpinan perusahaan
dalam merencanakan dan mengendalikan operasi perusahaan. Anggaran
memperlihatkan bagaimana sumber daya yang diharapkan akan diperoleh dan dipakai
selama periode waktu tertentu.
Anggaran merupakan suatu rencana yang disusun secara sistematis dalam bentuk
angka dan dinyatakan dalam unit moneter yang meliputi seluruh kegiatan perusahaan
dalam jangka waktu (periode) tertentu di masa mendatang. Karena rencana yang
disusun dinyatakan dalam bentuk unit moneter, anggaran sering kali disebut juga
dengan rencana keuangan. Suatu perusahaan atau organisasi wajib memiliki
anggarann, karena memiliki peran penting untuk pemantauan laju pertumbuhan
ekonomi internal perusahaan. Anggaran biasanya disusun pada periode awal tahun
untuk jangka waktu satu tahun atau lebih.
Dalam anggaran, satuan kegiatan dan satuan keuangan menempati posisi penting.
Artinya, segala kegiatan akan dikuantifikasikan dalam satuan yang sehingga
pencapaian efisiensi dan efektivitas dapat diukur dari kegiatan yang dilakukan
(M.Fuad, Edy Sukarno, Sugiarto, Moeljadi, Ellen Christina, Fatimah R.N. Hannah M.,
2020).

2.1.1. Fungsi Anggaran


Anggaran memiliki sejumlah fungsi dalam suatu perusahaan atau
organisasi, berikut penjelasan mengenai fungsi anggaran:
1. Fungsi pelaksanaan, Anggaran menjadi salah satu pedoman dalam
pelaksanaan suatu proyek atau pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut
dapat terlaksana dengan baik dan sesuai dengan tujuan yang
diinginkan oleh perusahaan atau organisasi. Oleh karena itu, anggaran
sangat berperan dalam mengkoordinasi setiap kegiatan yang dilakukan
perusahaan atau organisasi.

5
6

2. Fungsi perencanaan, Anggaran juga memiliki fungsi dalam


perencanaan. Hal ini dikarenakan anggaran memberikan gambaran dan
ilustrasi yang jelas dan menjadi pedoman dalam hal unit moneter untuk
melakukan kegiatan-kegiatan dalam suatu perusahaan atau organisasi.
Sehingga perencanaan yang dibuat lebih matang dan terarah sesuai
dengan tujuan perusahaan atau organisasi.

2.1.2 Manfaat Anggaran


Anggaran mempunyai banyak manfaat bagi seluruh kegiatan yang
dilakukan dalam sebuah perusahaan maupun organisasi, berikut manfaat dari
sebuah anggaran:
1. Memotivasi dan menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap pegawai
2. Kegiatan yang dilakukan perusahaan menjadi lebih terarah sesuai
dengan tujuan perusahaan
3. Memanfaatkan peralatan semaksimal mungkin dan menghindari
pemborosan dan pembayaran sesuatu yang kurang perlu
4. mengetahui kelemahan pada perusahaan atau organisasi
5. Memiliki sebuah perencanaan yang terpadu
6. Sebagai pedoman dalam setiap kegiatan perusahaan atau organisasi
7. Sebagai alat untuk evaluasi kegiatan perusahaan atau organisasi

2.1.3. Jenis-Jenis Anggaran


Dalam menyusun anggaran, perusahaan dapat mengacu pada ruang
lingkup/intensitas penyusunannya, fleksibilitasnya ataupun periode waktunya.
1. Berdasarkan ruang lingkup/intensitas penyusunannya, anggaran dapat
dibedakan menjadi:
a. Anggaran parsial, yaitu anggaran perusahaan yang disusun
dengan ruang lingkupnya terbatas, misalnya anggaran untuk
bidang produksi atau bidang keuangan saja.
b. Anggaran Komprehensive, yaitu anggaran perusahaan yang
disusun dengan ruang lingkup menyeluruh, yaitu meliputi
7

seluruh aktivitas perusahaan di bidang marketing, produksi,


keuangan, personalia dan administrasi.
2. Berdasarkan fleksibilitasnya, anggaran dibedakan menjadi:
a. Anggaran Tetap (fixed budget), yaitu anggaran yang disusun
untuk periode waktu tertentu, dimana volumenya sudah tertentu
dan berdasarkan volume tersebut direncanakan revenue, cost ,
dan expense, serta tidak diadakan revisi secara periodik.
b. Anggaran Kontinyu (continuous Budget), yaitu anggaran tetap
yang secara periodik dilakukan penilaian kembali (revisi).
3. Berdasarkan periode waktu, anggaran dibedakan menjadi:
a. Anggaran jangka pendek, yaitu anggaran operasional yang
menunjukkan rencana operasi atau kegiatan untuk satu periode
akuntansi (biasanya 1 tahun) yang akan datang.
b. Anggaran jangka panjang, yaitu anggaran yang menunjukkan
rencana investasi dalam tahun anggaran dengan waktu lebih
dari satu tahun.

2.2. Pengertian Belanja Daerah


Menurut IASC Framework menjelaskan bahwa biaya atau belanja daerah
merupakan penurunan dalam manfaat ekonomi selama periode akuntansi dalam
bentuk arus kas keluar, atau deplasi aset, atau terjadinya hutang yang mengakibatkan
berkurangnya ekuitas dana, selain yang berkaitan dengan distribusi kepada para
peserta ekuitas dana. Sedangkan menurut Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, Belanja
Daerah merupakan semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai
kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Lebih lanjut, PP
No.24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, menyatakan bahwa
Belanja Daerah adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah
yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang
bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah.
8

Maka dapat disimpulkan bahwa belanja daerah merupakan semua pengeluaran kas
daerah selama periode tahun anggaran bersangkutan yang mengurangi kekayaan
pemerintah daerah.

2.2.1 Tujuan Belanja Daerah


Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 tentang Keuangan
Daerah dan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah, tujuan dari belanja daerah dapat
diklasifikasikan antara lain sebagai berikut:
a. Merupakan rasionalisasi atau gambaran kemampuan dan penggunaan
sumber-sumber finansial dan material yang tersedia pada suatu
Negara/daerah.
b. Sebagai upaya untuk penyempurnaan berbagai rencana kegiatan yang
telah dilaksanakan sebelumnya sehingga hasilnya akan lebih baik.
c. Sebagai alat untuk memperinci penggunaan sumber-sumber yang
tersedia menurut objek pembelanjaannya sehingga memudahkan
pengawasan atas pengeluarannya.
d. Sebagai landasan yuridis formal dari penggunaan sumber penerimaan
yang dapat dilakukan pemerintah serta sebagai alat untuk pembatasan
pengeluaran.
e. Sebagai alat untuk menampung, menganalisis, serta
mempertimbangkan dalam membuat keputusan seberapa besar alokasi
pembayaran program dan proyek yang diusulkan.
f. Sebagai pedoman atau tolak ukur serta alat pengawasan atas
pelaksanaan kegiatan, program, dan proyek yang dilakukan
pemerintah.

2.2.2. Klasifikasi Belanja Daerah


Klasifikasi belanja pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah, yang kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri
9

Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan


Keuangan Daerah, dijelaskan bahwa klasifikasi belanja pemerintah daerah
meliputi:
a. Klasifikasi belanja dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan provinsi dan/atau kabupaten/kota yang
terdiri dari belanja urusan wajib dan belanja urusan pillihan.
b. Klasifikasi belanja menurut fungsi bertujuan untuk keselarasan dan
keterpaduan pengelolaan keuangan Negara yang mengacu pada
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan. Menurut klasifikasi ini, belanja terdiri atas:
pelayanan umum, ketertiban dan ketentraman, ekonomi, lingkungan
hidup, perumahan dan fasilitas umum kesehatan, pariwisata dan
budaya, pendidikan dan perlindungan sosial. Berbeda dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005, Permendagri Nomor 13
Tahun 2006 tidak memasukkan fungsi pertahanan dan agama karena
kedua fungsi tersebut adalah urusan pemerintahan yang dilaksanakan
sepenuhnya oleh pemerintah pusat dan tidak didesentralisasikan.
c. Klasifikasi menurut kelompok belanja terdiri dari belanja langsung
dan belanja tak langsung. Pengkasifikasian belanja ini berdasarkan
kriteria apakah suatu belanja mempunyai kaitan langsung dengan
program/kegiatan atau tidak. Belanja yang berkaitan langsung dengan
program/kegiatan (misalnya belanja honorarium, belanja barang,
belanja modal_ diklasifikasikan sebagai belanja buletin teknis
penyajian dan pengukapan belanja pemerintah langsung, sedangkan
belanja yang tidak secara langsung dengan program/kegiatan
(misalnya gaji dan tunjangan pegawai bulanan, belanja bunga, donasi,
belanja bantuan keuangan, belanja hibah, dan sebagainya)
diklasifikasikan sebagai belanja tidak langsung.
10

2.2.3. Belanja Daerah dalam APBD


Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun
2005 yang kemudian dijabarkan dalam Permendagri 13 Tahun 2006, belanja
pemerintah daerah diklasifikasikan berdasarkan dua jenis belanja yaitu
Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung.
Kelompok Belanja Langsung merupakan belanja yang dianggarkan
terkait secaara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Dalam
struktur APBD, Kelompok Belanja Langsung ini antara lain terdiri dari:
a. Belanja Pegawai
Belanja pegawai dalam kelompok belanja langsung tersebut
dimaksudkan untuk pengeluaran honorarium/upah dalam
melaksanakan program dan kegiatan pemerintah daerah. Belanja
Pegawai dalam bentuk honorarium ini merupakan sesuatu yang
harus dibayarkan oleh pemerintah kepada pegawai terkait dengan
kontribusi pegawai dalam mendukung kerja suatu kegiatan atau
proyek. Namun apabila pegawai tidak melakukan pekerjaan, maka
upah tidak akan dibayarkan karena pegawai tersebut tidak
berkontribusi terhadap kegiatan atau proyek yang dilaksanakan
oleh Pemda.
b. Belanja Barang dan Jasa
Belanja barang dan jasa ini mencakup belanja barang pakai habis,
bahan/material, jasa kantor, premi asuransi, perawatan kendaraan
bermotor, cetak/penggandaan, sewa rumah/gedung/gudang/parkir,
sewa sarana mobilitas, sewa alat berat, sewa perlengkapan dan
peralatan kantor, makanan dan minuman, pakaian dinas dan
atributnya, pakaian kerja, pakaian khusus dan hari-hari tertentu,
perjalanan dinas, perjalanan dinas pindah tugas, dan pemulangan
pegawai.
c. Belanja Modal
11

Belanja modal digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan


dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap
berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (duabelas)
bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti
dalam bentuk tanah, peralatan dan mesinn, gedung dan bangunan,
jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya. Disisi lain,
sebagaimana diatur dalam Permendagri 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, kelompok Belanja tidak
langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara
langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok
Belanja Tidak Langsung ini dibagi menurut jenis belanja yang
terdiri dari:
a. Belanja Pegawai
Penganggarann belanja penghasilan pimpinan dan anggota
DPRD, gaji pokok dan tunjangan kepala daerah dan wakil
kepala daerah serta gaji pokok dan tunjangan pegawai
negeri sipil, tambahan penghasilan.
b. Belanja Bunga
Penganggaran pembayaran bunga utang yang dihitung atas
kewajiban pokok utang (principal outstanding)
berdasarkan perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka
menengah, dan jangka panjang.
c. Belanja Subsidi
Penganggaran subsidi kepada masyarakat melalui lembaga
tertentu yang telah diaudit, dalam rangka mendukung
kemampuan daya beli masyarakat untuk meningkatkan
kualitas kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Lembaga
penerima belanja subsidi wajib menyampaikan laporan
pertanggungjawaban penggunaan dana subsidi kepada
kepala daerah.
12

d. Belanja Hibah
Penganggaran pemberian bantuan dalam bentuk uang,
barang dan/jasa kepada pihak-pihak tertentu yang tidak
mengikat/tidak secara terus menerus yang terlebih dahulu
dituangkan dalam suatu naskah perjanjian antara
pemerintah daerah dengan penerima hibah, dalam rangka
peningkatan penyelenggaraan fungsi pemerintahan di
daerah, peningkatan pelayanan kepada masyarakat,
peningkatan layanan dasar umum, peningkatan partisipasi
dalam rangka penyelenggaraan pembangunan daerah.
e. Belanja Bantuan Sosial
Penganggaran pemberian bantuan dalam bentuk uang
dan/atau barang kepada masyarakat yang tidak secara terus-
menerus/berulang dan selektif untuk memenuhi instrument
keadlian dan pemerataan yang bertujuan untuk peningkatan
kesejahteraan masyarakat termasuk bantuan untuk Parpol.
f. Belanja Bagi Hasil
Penganggaran dana bagi hasil yang bersumber dari
pendapatan provinsi yang dibagi hasilkan kepada
kabupaten/kota atau pendapatan kabupaten/kota yang
dibagihasilkan kepada pemerintahan desa sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.
g. Bantuan Keuangan
Penganggaran bantuan keuangan yang bersifat umum atau
khusus dari provinsi kepada kabupaten/kota, pemerintah
desa, dan kepada pemerintah daerah lainnya atau dari
pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah desa dan
pemerintah daerah lainnya dalam rangka pemerataan
dan/atau peningkatan kemampuan keuangan.
h. Belanja Tidak Terduga
13

Menurut Paragraf 35 PSAP (Pernyataan Standar Akuntansi


Pemerintahan) Nomor 02 Tahun 2010, istilah Belanja Lain-
lain digunakan oleh pemerintah pusat, sedangkan
nomenklatur belanja tak terduga digunakan oleh
pemerintahan daerah. Penganggaran belanja atas kegiatan
yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang
seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial
yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk
pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-
tahun sebelumnya yang telah ditutup.

2.2.4. Kebijakan Belanja Daerah


Dalam kaitannya dengan belanja daerah, terdapat dua aspek yang
secara konseptual berbeda tetapi memiliki keterkaitan yang erat, yaitu
kebijakan belanja dan manajemen belanja. Kebijakan belanja terkait dengan
penentuan apa yang akan dilakukan yang berimplikasi pada kebutuhan
pengeluaran atau belanja. Sedangkan manajemen belanja terkait dengan
bagaimana melaksanakan anggaran untuk membiayai aktivitas secara
ekonomis, efisien dan efektif. Kebijakan belanja daerah ditentukan pada tahap
perencanaan anggaran, sedangkan manajemen belanja daerah dilakukan pada
tahap implementasi anggaran. Pada dasarnya manajemen belanja akan
menyesuaikan kebijakan belanja yang diambil pemda.
Kebijakan belanja daerah biasanya dituangkan dalam dokumen
perencanaan daerah, yaitu pada Kebijakan Umum APBD, Prioritas dan Plafon
Anggaran Sementara, Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), dan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Dalam di
dokumen perencanaan daerah kebijakan belanja daerah merupakan salah satu
aspek penting yang selalu ditekankan. Berikut adalah garis besar dokumen
perencanaan daerah yang secara ekplisis di dalamanya memuat kebijakan
anggaran belanja daerah:
14

1) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)


a. Strategi Pemerintah Daerah
b. Kebijakan Umum
c. Arah Kebijakan Keuangan Daerah
d. Program SKPD, lintas SKPD, kewilayahan, lintas kewilayahan
yang memuat kegiatan dalam Kerangka Regulasi dan Kerangka
Anggaran.
2) Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) berisi:
a. Prioritas Pembangunan Daerah
b. Rancangan Kerangka Ekonomi Makro Daerah
c. Arah Kebijakan Keuangan Daerah
d. Program SKPD, lintas SKPd, kewilayahan dan lintas kewilayahan
yang memuat kegiatan dalam Kerangka Regulasi dan Kerangka
Anggaran.
3) Kebijakan Umum APBD (KUA) berisi:
a. Target Pencapaian kinerja yang terukur dari program-program
yang akan dilaksanakan oleh pemda untuk setiap urusan pemda.
b. Proyeksi pendapatan daerah, alokasi belanja daerah, sumber dan
penggunaan pembiayaan dengan asumsi yang mendasarinya.
c. Asumsi yang mendasari kebijakan anggaran dengan
mempertimbangkan perkembangan ekonomi makro dan perubahan
pokok-pokok kebijakan fiscal yang ditetapkan pemerintah.
d. Kerangka ekonomi makro dan implikasinya terhadap sumber
pendanaan.

2.3. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah


Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau yang disebut dengan APBD
merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui
bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwaklan Rakyat Daerah (DPRD), dan
ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Dalam APBD tergambar semua hak &
15

kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat


dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan
dengan hak dan kewajiban daerah tersebut dalam periode waktu satu tahun anggaran.
APBD juga berperan sebagai instrumen untuk mewujudkan pelayanan dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Undang-Undang No.17 Tahun 2003 tentang keuangan Negara, Pasal 1 ayat 8
disebutkan bawah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut
APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Anggaran Pendapatan dan Belanjna Daerah
(APBD) adalah suatu daftar yang sistematis tentang rencana keuangan tahunan
pemerintahan daerah yang memuat anggaran pendaptan dan pengeluaran daerah dan
telah distujui oleh DPRD untuk masa waktu satu tahun.

2.3.1. Prinsip Penyusunan APBD


1) APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan
pemerintah daerah.
a. Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan terukur
secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber
pendapatan. Sedangkan belanja yang dianggarkan merupakan
batasan tertinggi pengeluaran belanja
b. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya
kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan
tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan yang tidak bersedia atau
tidak mencukupi kredit anggaran dalam APBD/ Perubahan
APBD
c. Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun yang
bersangkutan harus dianggarkan.
2) APBD disusun secara tepat waktu sesuai dengan tahapan dan jadwal.
Tahapan mulai dari penyusunan RKA SKPD, yang selanjutnya
dibahas oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah untuk dilakukan
16

penelaahan kesesuaian antara RKA SKPD dengan KUA, PPAS,


Prakiraan maju yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya dan
dokumen perencanan lainnya serta capaian kinerja, indikator kinerja,
kelompok sasaran kegiatan, standar analisis kerja, standar satuan
harga, standar pelayanan minimal serta sinkronisasi program dan
kegiatan antar SKPD sebagai bahan penyusunan raperda tentang
APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran
APBD sampai ditetapkannya perda APBD dan peraturan kepala
daerah tentang penjabaran APBD dilakukan sesuai dengan
Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah untuk kedua kali dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011.
3) Penyusunan APBD dilakukan secara transparan, seluruh kegiatan
yang dianggarkan dalam APBD haurs diinformasikan dan dapat
diakses dengan mudah oleh masyarakat, terutama menyangkut tujuan,
sasaran, sumber pendanaan pada jenis/objek belanja, serta korelasi
besarnya anggaran dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai dari
suatu kegiatan yang dianggarkan.
4) Partisipasi Masyarakat, Pengambilan keputusan dalam proses
penyusunan dan penetapan APBD harus melibatkan partisipasi
masyarakat, sehingga masyarakat dapat menggunakan hak dan
kewajibannya dalam pelaksanaan APBD.
5) APBD harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan, Wajib
pajak daerah dan retribusi daerah serta subjek pungutan daerah
lainnya yang tidak mampu memenehui kewajibannya dengan alasan
yang dapat dipertanggungjawabkan dapat mengajukan permohonan
keringanan/pengurangan atau pembebasan kewajibannya membayar
pajak daerah, retribusi daerah dan pungutan daerah lainnya.Terhadap
permohonan ini, melalui proses seleksi yang didasaarkan atas hasil
penellitian yang dilakukan oleh satker teknis, Bupati dapat
17

memberikan keringanan/ Pengurangan atau pembebasan atas


kewajiban membayar pajak daerah, retribusi daerah dan pungutan
daerah lainnya kepada yang bersangkutan. Dana yang tersedia dalam
APBD harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin, sehingga dapat
meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena
itu, perencanaan anggaran harus memperhatikan:
a. Kejelasan tujuan dan sasaran, hasil dan manfaat, serta indikator
kinerja yang ingin dicapai
b. Prioritas kegiatan dan perhitungan beban kerja, serta penetapan
harga satuan yang rasional
6) Substansi APBD dilarang bertentangan dengan kepentingan umum,
peraturan yang lebih tinggi dan peraturan daerah lainnya. Sebagai
kebijakan tahunan daerah, Perda tentang APBD tidak boleh
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi, kepentingan umum dan peraturan daerah lainnya.

2.3.2. Teknis Penyusunan APBD


Penyusunan APBD, memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1) Dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat secara


lebih optimal dan sebagai wujud tanggung jawab pemerintah untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat, pemerintah daerah berusaha
menyusun dan menetapkan APBD secara tepat waktu, paling lambat
tanggal 31 Desember tahun sebelumnnya sebagaimana dimaksud
dalam pasal 116 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59
Tahun 2007.
2) Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah daerah berusaha memenuhi
jadwal proses penyusunan APBD mulai dari penyusunan dan
penetapan KUA-PPAS bersama DPRD hingga tercapai kesepakatan
terhadap penetapan Raperda APBD antara pemerintah daerah dengan
DPRD paling lambat tanggal 30 November tahun sebelumnya
18

sebagaimana dimaksud dalam pasal 105 ayat (3c) Peraturan Menteri


Dalam Negeri Nomor 59 tahun 2007.
3) Secara materiil diperlukan sinkronisasi antara Rencana Kerja
Pemerintah (RKP) dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD), antara RKPD dengan KUA dan PPAS, serta antara KUA-
PPAS dengan RAPBD yang merupakan kristalisasi seluruh RKA-
SKPD, sehingga APBD dapat merepresentasikan keterpaduan
seluruh program nasional dan daerah dalam upaya peningkatan
pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah.
4) Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun
2007, materi KUA mencakup kebijakan umum penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan daerah, sehingga tidak menjelaskan
hal-hal yang bersifat teknik,, seperti:
a. Gambaran kondisi ekonomi makro termasuk perkembangan
indikator ekonomi makro daerah
b. Asumsi dasar penyusunan RAPBD termasuk laju inflasi
pertumbuhan PDRB dan asumsi lainnya terkait dengan kondisi
ekonomi daerah
c. Kebijakan pendapatan daerah yang menggambarkan prakiraan
rencana sumber dan besaran pendapatan daerah
d. Kebijakan belanja daerah yang mencerminkan program utama
dan langkah kebijakan dalam upaya peningkatan pembangunan
daerah yang merupakan refleksi sinkronisasi kebijakan pusat dan
kondisi riil di daerah
e. Kebijakan pembiayaan yang menggambarkan sisi defisit dan
surplus daerah sebagai antisipasi terhadap kondisi pembiayaan
daerah dalam rangka menyikapi tuntutan pembangunan daerah.
5) Substansi PPAS lebih mencerminkan prioritas pembangunan daerah
yang dikaitkan dengan sasaran yang ingin dicapai termasuk program
prioritas setiap SKPD. PPAS juga menggambarkan pagu anggaran
19

sementara masing-masing SKPD berdasarkan program dan kegiatan,


yang selanjutnya akan menjadi pagu definitive setelah Rancangan
Peraturan Daerah tentang APBD disetujui bersama oleh kepala
daerah dan DPRD.
6) Untuk menjamin konsistensi dan percepatan pembahasan KUA dan
PPAS, kepala daerah dapat menyampaikan kedua dokumen tersebut
kepada DPRD dalam waktu yang bersamaan. Hasil pembahasan
kedua dokumen tersebut dapat ditandatangani pada waktu yang
bersamaan, sehingga terdapat keterpaduan KUA dan PPAS dalam
proses penyusunan RAPBD.
7) Substansi surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan
RKASKPD kepada seluruh SKPD dan RKA-PPKD kepada SKPKD
diharapkan memuat prioritas pembangunan daerah dan
program/kegiatan yang terkait, alokasi plafon anggaran sementara
untuk setiap program/kegiatan SKPD, batas waktu penyampaian
RKA-SKPD kepada PPKD, dan dokumen sebagaimana lampiran
Surat Edaran dimaksud meliputi KUA, PPAS, analisis standar
belanja dan standar satuan harga.
8) RKA-SKPD memuat rincian anggaran pendapatan, rincian anggaran
belanja tidak langsung SKPD (gaji pokok, tunjangan pegawai,
tambahan penghasilan, khusus pada SKPD Sekretariat DPRD
dianggarkan juga belanja penunjang operasional Pimpinan DPRD),
rincian anggaran belanja langsung menurut program dan kegiatan
SKPD.
9) RKA-PPKD memuat rincian pendapatan yang berasal dari dana
perimbangan dan pendapatan hibah, belanja tidak langsung terdiri
dari belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan
sosial, belanja bagi hasil, belanja bantuan keuangan dan belanja tidak
terduga, rincian penerimaan pembiayaan dan pengeluaran
pembiayaan.
20

10) Sesuai dengan ketentuan pasal 87 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 21 Tahun 2011, rancangan KUA dan rancangan PPAS
disampaikan Kepala Daerah kepada DPRD paling lambat
pertengahan bulan Juni tahun anggaran berjalan. Selanjutnya
ketentuan pasal 104 ayat (1) menjelaskan bahwa Kepala Daerah
menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD beserta
lampirannya kepada DPRD paling lambat pada minggu pertama
bulan Oktober tahun anggaran sebelumnya.
11) Dalam hal terdapat kendala dalam proses pembahasan dan penetapan
rancangan peraturan daerah tentang APBD meskipun telah dilakukan
penambahan waktu, kepala daerah dapat menyusun rancangan
peraturan kepala daerah tentang APBD untuk mendapatkan
pengesahan dari gubernur terhadap APBD kabupaten/kota sesuai
pasal 107 ayat (3) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun
2006. Hal itu seyogyanya dilakukan sepanjang antisipasi terhadap
kondisi stabilitas pemerintahan dan politik di daerah telah dikaji
secara seksama serta tidak menghambat proses pembangunan daerah
yang berjalan secara berkesinambungan.
12) Dalam rangka mengantisipasi perubahan kebijakan akibat dinamika
perkembangan yang terjadi dan untuk memberikan ruang bagi kepala
daerah dalam menanganinya, pemerintah daerah dapat
mencantumkan kriteria tertentu terkait dengan belanja dalam kategori
mendesak atau darurat dalam peraturan daerah tentang APBD
sebagaimana diamanatkan dalam Penjelasan Pasal 81 ayat (2)
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah.
13) Program dan kegiatan DAK dan bantuan keuangan dari provinsi yang
dananya diterima setelah APBD kabupaten ditetapkan, program dan
kegiatan tersebut dapat dilaksanakan oleh daerah kabupaten dengan
cara melakukan perubahan terhadap peraturan kepala daerah tentang
21

penjabaran APBD dengan persetujuan Pimpinan DPRD. Apabila


program dan kegiatan dimaksud terjadi setelah perubahan APBD
ditetapkan, pemerintah daerah menyampaikannya dalam laporan
realisasi anggaran (LRA).
2.3.3. Prosedur/Tata Cara Penyusunan APBD
Sejak memasuki era otonomi daerah, pemda telah menjalani dua
periode implementasi peraturan pengelolaan keuangan daerah, yaitu:
1. Periode PP Nomor 105 Tahun 2000 dan Kepmendagri Nomor 29
Tahun 2002 (periode sebelum keluarnya paket Undang-Undang di
bidang Keuangan Negara).
2. Periode PP Nomor 58 Tahun 2005 dan Permendagri Nomor 13
Tahun 2006 jo. Permendagri Nomor 59 Tahun 2007.
Pembahasan pada bagian berikutnya akan langsung mengacu pada dasar
hukum yang berlaku saat ini, dengan fokus pada Permendagri Nomor 13
Tahun 2006 dan revisinya yang dimuat di dalam Permendagri Nomor 59
Tahun 2007.
Proses Penyusunan rancangan APBD secara garis besar meliputi langkah-
langkah sebagai berikut:
- Penyusunan Rencana Kerja Pemda.
- Penyusunan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas dan
Plafon Anggaran Sementara (PPAS).
- Pembahasan KUA dan PPAS oleh Pemda dengan DPRD.
- Penyusunan Surat Edaran Kepala Daerah tentang Pedoman
Penyusunan RKA OPD.
- Penyusunan Rencana Kerja Anggaran (RKA OPD dan RKA PPKD)
- Penyusunan Rancangan APBD
2.3.4. Proses Pengajuan APBD
Proses penetapan APBD secara garis besar dapat diuraikan sebagai
berikut:
22

1) Penyampaian dan Pembahasan Raperda APBD


a. Kepala daerah menyampaikan raperda APBD kepada DPRD
disertai penjelasan dan dokumen pendukungnya pada minggu
pertama bulan Oktober untuk dibahas dalam rangka
memperoleh persetujuan bersama.
b. Pembahasan tersebut menitikberatkan pada kesesuaian antara
KUA dan PPAS dengan program dan kegiatan yang diusulkan
dalam Raperda APBD.
2) Persetujuan Raperda APBD
a. Pengambilan Keputusan bersama DPRD dan kepala daerah
terhadap Raperda APBD dilakukan selambat-lambatnya satu
bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
Atas dasar persetujuan bersama tersebut, kemudian kepala
daerah menyiapkan rancangan peraturan kepala daerah tentang
penjabaran APBD.
b. Apabila DPRD sampai batas waktu tersebut tidak mengambil
keputusan bersama dengan kepala daerah terhadap Raperda
APBD, kepala daerah melaksanakan pengeluaran setinggi-
tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya
untuk membiayai keperluan setiap bulan, yang disusun dalam
rancangan kepala daerah tentang APBD.
3) Evaluasi Raperda tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah
tentang Penjabaran APBD
a. APBD Provinsi
- Raperda APBD Provinsi yang telah disetujui bersama
DPRD dan Rapergub (Rancangan Peraturan Gubernur)
tentang penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh
gubernur paling lambat 3 (tiga) hari kerja disampaikan
kepada Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi
23

- Hasil evaluasi tersebut disampaikan oleh Menteri


Dalam Negeri kepada gubernur selambat-lambatnya
15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya
rancangan dimaksud.
- Apabila Menteri Dalam Negeri tidak memberikan hasil
evaluasi dalam waktu 15 (lima belas) hari terhihtung
sejak rancangan tersebut diterima, gubernur dapat
menetapkan Raperda APBD menjadi Perda APBD dan
Rapergub tentang penjabaran APBD menjadi Peraturan
Gubernur tentang Penjabaran APBD.
- Apabila Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil
evaluasi Raperda APBD dan Rapergub tentang
penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan
umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi, gubernur menetapkan rancangan dimaksud
menjadi peraturan daerah dan peraturan gubernur.
- Apabila Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil
evaluasi Raperda APBD dan Rapergub tentang
penjabaran APBD bertentangan dengan kepentingan
umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi, gubernur bersama DPRD melakukan
penyempurnaan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari
terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi.
- Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh
gubernur dan DPRD, dan gubernur tetap menetapkan
Raperda APBD dan Rapergub tentang penjabaran
APBD menjadi perda dan peraturan gubernur, Menteri
Dalam Negeri membatalkan perda dan peraturan
gubernur tersebut sekaligus menyatakan berlakunya
pagu APBD tahun anggaran sebelumnya
24

- Penetapan Raperda APBD dan Rapergub tentang


penjabaran APBD menjadi perda dan peraturan
gubernur paling lambat tanggal 31 Desember tahun
anggaran sebelumnya.
b. APBD Kabupaten/Kota
- Raperda APBD kabupaten/kota yang telah disetujui
bersama DPRD dan Rancangan peraturan
bupati/walikota tentang penjabaran APBD sebelum
ditetapkan oleh bupati/walikota paling lambat 3 (tiga)
hari kerja disampaikan kepada gubernur untuk
dievaluasi.
- Hasil evaluasi tersebut disampaikan oleh gubernur
kepada bupati/walikota selambat-lambatnya 15 (lima
belas) hari terhitung sejak diterimanya rancangan
dimaksud.
- Apabila gubernur tidak memberikan hasil evaluasi
dalam waktu 15 (lima belas) hari terhitung sejak
rancangan tersebut diterima, bupati/walikota dapat
menetapkan Raperda APBD menjadi Perda APBD dan
rancangan peraturan bupati/wali kota tentang
penjabaran APBD menjadi Peraturan Bupati/Walikota
tentang penjabaran APBD.
- Apabila gubernur menyatakan hasil evaluasi Raperda
APBD dan Rancangan Peraturan Bupati/Walikota
tentang penjabaran APBD sudah sesuai dengan
kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi, bupati/wali kota menetapkan
rancangan dimaksud menjadi peraturan daerah dan
peraturan Bupati/Walikota.
25

- Apabila gubernur menyatakan hasil evaluasi Raperda


APBD dan Rancangan Peraturan Bupati/Walikota
tentang penjabaran APBD bertentangan dengan
kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi, bupati/wali kota bersama DPRD
melakukan penyempurnaan selambat lambatnya 7
(tujuh) hari terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi.
- Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh
bupati/walikota dan DPRD, dan bupati/walikota tetap
menetapkan Raperda APBD dan rancangan peraturan
bupati/walikota tentang Penjabaran APBD menjadi
perda dan peraturan bupati/walikota, gubernur
membatalkan perda dan peraturan bupati/walikota
tersebut sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD
tahun anggaran sebelumnya.
- Penetapan Raperda APBD dan Rancangan Peraturan
bupati/walikota tentang penjabaran APBD menjadi
perda dan Peraturan bupati/walikota paling lambat
tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya.

2.4. Laporan Susunan Rancangan Anggaran


Penyusunan rancangan anggaran merupakan proses penyusunan rencana program,
kegiatan dan keuangan yang secara sistematis menunjukkan alokasi sumber daya
manusia, material dan sumber daya pembangunan lainnya. Berikut adalah contoh
laporan susunan rancangan anggaran biaya untuk belanja peralatan dan Bahan
kebersihan
26

Rencana Anggaran Biaya


Kegiatan: Belanja Peralatan dan Bahan Kebersihan untuk Gotong Royong

No Keterangan Qty Harga Satuan Jumlah Total


A. Belanja Barang dan Jasa
1 Sapu Lidi 5 Rp 10,000.00 Rp 50,000.00
2 Sapu 3 Rp 15,000.00 Rp 45,000.00
3 Sekop 3 Rp 20,000.00 Rp 60,000.00
4 Mesin Potong Rumput 2 Rp 1,475,800.00 Rp 2,951,600.00
Jumlah Total Belanja Barang dan Jasa Rp 3,106,600.00
B. Anggaran Pendukung Acara
1 P3K 1 Rp 100,000.00 Rp 100,000.00
2 Tenda 1 Rp 650,000.00 Rp 650,000.00
3 Konsumsi Panitia + Warga 30 Rp 50,000.00 Rp 1,500,000.00
4 Tak Terduga Rp 500,000.00 Rp 500,000.00
Jumlah Anggaran Pendukung Acara Rp 2,750,000.00
Total Biaya Keseluruhan Rp 5,856,600.00

Terbilang : Lima Juta Delapan Ratus Lima Puluh Enam Ribu Enam Ratus Rupiah

Sumber: Data Diolah Sendiri


BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau yang disingkat dengan APBD
merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang dibahas
dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan
peraturan daerah. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari
tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. APBD terdiri dari tiga
komponen utama yaitu pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah.
Pendapatan daerah terdiri dari pos pendapatan asli (PAD), pos dana perimbangan, dan
pos lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Tujuan dari Belanja Daerah Merupakan rasionalisasi atau gambaran
kemampuan dan penggunaan sumber-sumber finansial dan material yang tersedia
pada suatu Negara/daerah. Sebagai upaya untuk penyempurnaan berbagai rencana
kegiatan yang telah dilaksanakan sebelumnya sehingga hasilnya akan lebih
baik. Sebagai alat untuk memperinci penggunaan sumber-sumber yang tersedia
menurut objek pembelanjaannya sehingga memudahkan pengawasan atas
pengeluarannya. Sebagai landasan yuridis formal dari penggunaan sumber
penerimaan yang dapat dilakukan pemerintah serta sebagai alat untuk pembatasan
pengeluaran.

27

Anda mungkin juga menyukai