Anda di halaman 1dari 8

TETRAPLOIDISASI PADA IKAN MAS Cyprinus carpio L

Azlia Wati

Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan Perikanan, Universitas


Maritim Raja Ali Haji

ABSTRAK
Makalah karya ilmiah ini mempelajari tentang tetraploidisasi pada ikan
mas. Tetraploidisasi merupakan salah satu metode manipulasi kromosom pada
ikan yang menghasilkan ikan dengan jumlah kromosom 4n (tetraploid). Metode
tetraploid dapat dilakukan seperti halnya metode gynogenesis (gynogenesis
mitosis), yaitu perlakuan kejutan pada telur dilakukan setelah terjadi peloncatan
polar body II. Tetraploid dapat diproduksi dengan berbagai teknik, yaitu kejutan
suhu panas, kejutan suhu dingin, penggunaan tekanan tinggi atau radiasi
ultraviolet. Di antara berbagai metode tersebut, teknik yang paling murah dan
mudah dilakukan untuk menghasilkan ikan tetraploid adalah teknik kejutan suhu
panas.

Kata kunci : Tetraploidisasi, Ikan Mas, Kromosom, Kejut Dingin

ABSTRACT
This sc ientific paper works on tetraploidization in carp. Tetraploidization
is one method of manipulation of chromosomes in fish that produces fish with the
number of chromosomes 4n (tetraploid). The tetraploid method can be done as
well as the gynogenesis (gynogenesis mitosis) method, which is the shock
treatment of eggs carried out after a Polar Body II jump. Tetraploids can be
produced with a variety of techniques, namely heat shock, cold shock, the use of
high pressure or ultraviolet radiation. Among the various methods, the cheapest
and easiest technique to produce tetraploid fish is the heat shock technique.

Keywords: Tetraploidization, Carp, Chromosoms, Cold Shock


PENDAHULUAN

Untuk menghasilkan ikan tetraploid di dalam telur, dapat diperoleh dengan


kejutan suhu setelah peloncatan polar body II, sehingga telur yang mempunyai 2n
kromosom akan mengalami penggandaan menjadi 4n kromosom. Teknik kejutan
suhu dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu, kejutan panas (heat shock) dan kejutan
dingin (cold shock). Untuk mendapatkan ikan tetraploid maka kejutan panas
dilakukan setelah 29 menit telur terbuahi dan direndam dalam air panas bersuhu
400C selama 1,5 menit. Hal tersebut merupakan kondisi efektif untuk
menghasilkan tetraploid pada ikan mas koki (Carassius auratus) (Carman, et
al.,1991). lama kejutan bervariasi, yaitu antara 1,5–2 menit (Sumantadinata, 1990
dalam Lukman, 1991), 2 menit (Gustiano dkk., 1990; Bongers et al., 1993) atau
1–3 menit (Komen et al., 1990). Ikan mas hasil gynogenesis mitosis dihasilkan
melalui kejutan panas 29 menit setelah fertilisasi (Triwahyudi, 1994) atau 28–30
menit setelah fertilisasi (Komen et al., 1990).

Ikan Mas (Cyprinus carpio) termasuk kedalam golongan omnivore,


dengan kecenderungan memakan organisme bentik, seperti insekta air, larva
insekta, cacing, molusca, dan zooplankton. Ikan mas (Cyprinus carpio) adalah
merupakan salah satu spesies ikan air tawar yang mempunyai peluang
pengembangan budidaya besar untuk meraih potensi pasar yang terus meningkat.
Berdasarkan data dari Kementrian Perikanan dan Kelautan, dinyatakan bahwa
produksi ikan mas di Indomesia mencapai berturut-turut dari tahun 2010 sampai
dengan tahun 2014 adalah 267.100, 280.400, 300.000, 325.000 dan 350.000 ton
(Subiyakto, 2014). Disamping itu ikan merupakan sumber protein hewani untuk
memenuhi gizi masyarakat Indonesia (Sutanmuda, 2007). Selanjutnya juga
dikatakan mas merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, di Indonesia telah
dibudidayakan sejak tahun 1920. Budidaya ikan mas dilakukan di kolam biasa, di
sawah, waduk, sungai air deras, maupun dalam keramba di perairan umum.
Menurut Rustidja (1991), hal penting dalam aplikasi kromosom adalah penentuan
jenis ikan yang akan digunakan, tujuan manipulasi, teknik manipulasi yang
digunakan, dan bagaimana menguji hasil produksi tersebut.
Model-model manipulasi kromosom yang telah dicobakan meliputi
androgenesis, ginogenesis, triploidisasi, dan tetraploidisasi. Pada ikan teleostei,
manipulasi kromosom dapat digunakan untuk memproduksi populasi ikan
tetraploid. Menurut Suryo (1990), pada individu tetraploid mempunyai
kemampuan di dalam pembelahan sel yang jauh lebih tinggi bila dibandingkan
dengan ikan normal diploid sehingga ikan tetraploid akan mempunyai jumlah sel
yang lebih banyak jika dibandingkan dengan ikan mas normal. Hal ini
berhubungan dengan tingkat pertumbuhan pada ikan tetraploid yang jauh lebih
besar dibanding dengan ikan diploid secara umum.

MANFAAT
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jumlah kromosom ikan
hias mas tetraploid, mengetahui efektif itas metode kejutan dingin dalam
menghasilkan ikan tetraploid, dan mengetahui perbandingan laju penetasa n, laju
kelulus hidupan dan pertumbuhan larva ikan pada ikan diploid dan tetraploid.
Untuk menghasilkan benih yang unggul pada ikan mas tersebut.agar tahan pada
penyakit,untuk mendapatkan galur pemurniaan dan mehasilkan indukan yang
unggul untuk dipijahkan.

METODE PENERAPAN
Penelitian diawali dengan aplikasi fertilisasi buatan dengan cara
menyuntikkan GnRH-analog anti dopamin domperidon (Ovaprim, Syndel
Vancouver, Canada) pada induk jantan dan betina ikan mas secara intramuskular
(dosis 0,2 mL/kg untuk jantan dan 0,3 mL/kg untuk betina), penyuntikan ini
bertujuan mempercepat kematangan gonad pada induk jantan dan betina ikan mas.
Setelah 6-8 jam dari penyuntikan, masing-masing induk jantan dan betina
diangkat, lubang genitalnya dilap dengan tisu bersih secara perlahan untuk
menyerap air yang terdapat pada area tersebut. Induk jantan distripping terlebih
dahulu. Milt hasil stripping induk jantan diambil dengan spuit untuk mengetahui
volume milt yang diperoleh. Milt kemudian diencerkan dengan larutan ringer,
volume pengencer 100 x volume milt yang diperoleh (Sistina, 2007). Pengenceran
ini selain berfungsi menambah daya tahan (hidup) spermatozoa juga bertujuan
untuk mengurangi kekentalan milt sehingga spermatozoa lebih aktif bergerak.
Setelah milt diencerkan, maka dilakukan stripping induk betina ikan mas.
Sejumlah telur hasil stripping induk betina ikan mas ditampung pada sebuah
cawan petri berukuran besar, baru kemudian menggunakan sendok atau spatula
kecil dimasukkan ke setiap cawan petri kecil yang sudah diberi tanda sesuai
perlakuan dengan takaran yang sama, yaitu sebanyak 2 sendok (volume 1 sendok
0,8 mL). Milt encer kemudian disemprotkan pada cawan petri berisi telur
secukupnya agar terjadi fertilisasi, cawan digoyangkan secara perlahan agar milt
encer tersebar merata.
Kejutan suhu 3 menit setelah fertilisasi dapat menghasilkan gynogenesis
meiosis pada ikan mas (Prastowo, 1994) dan triploid massal pada Clarias
batrachus L. (Rustidja, 1993; Rustidja et al., 1993). Kejutan suhu panas 40° C
umum digunakan pada ikan mas (Komen et al., 1990; Sumantadinata, 1990 dalam
Lukman, 1991; Bongers et al., 1993) dengan lama kejutan bervariasi, yaitu antara
1,5–2 menit (Sumantadinata, 1990 dalam Lukman, 1991), 2 menit (Gustiano dkk.,
1990; Bongers et al., 1993) atau 1–3 menit (Komen et al., 1990). Ikan mas hasil
gynogenesis mitosis dihasilkan melalui kejutan panas 29 menit setelah fertilisasi
(Triwahyudi, 1994) atau 28–30 menit setelah fertilisasi (Komen et al., 1990). 29
menit setelah fertilisasi (tetraploidisasi), telur dalam saringan kasa (masing-
masing diulang sebanyak 10 buah) dimasukkan box shocking untuk perlakuan
kejutan panas (suhu air 40° C) selama 1,5 menit. Setelah perlakuan kejutan
dingin, telur dalam saringan kaca dibilas dengan larutan Ringer’s. Untuk kontrol,
maka telur dalam saringan kasa tidak diperlakukan kejutan panas, tetapi hanya
dibilas dengan larutan Ringer’s. Kemudian, dimasukkan dalam bak penetasan
telur bersama-sama dengan telur hasil tetraploidisasi. Tingginya jumlah larva
cacat pada ikan mas hasil poliploidisasi kemungkinan disebabkan karena adanya
gangguan pada saat pembelahan mitosis pertama yang mengakibatkan hilangnya
beberapa kromosom dan mereduksi penggandaan kromosom dalam siklus sel
berikutnya. Hal ini mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan jumlah
kromosom di dalam tubuh dan juga hilangnya beberapa informasi genetik dalam
kromosom yang hilang ataupun tereduksi tersebut (Alridge et al., 1989). Larva
cacat dan kematian tinggi umumnya terjadi pada saat telur belum menetas
(embrio) dan saat pertama kali larva ikan mencari makan dari luar (setelah kuning
telur dalam tubuhnya habis). Derajat kelangsungan hidup ikan mas hasil
poliploidisasi yang relatif rendah bila dibandingkan dengan ikan mas kontrol
kemungkinan besar akibat rendahnya kemampuan ikan-ikan poliploid dalam
menangkap oksigen terlarut dalam air.

Kemampuan pengikatan oksigen terlarut ikan-ikan poliploid sangat rendah


bila dibandingkan dengan ikan normal. Kelangsungan hidup ikan poliploid pada
fase larva pertama kali makan umumnya berbeda dengan diploid, yaitu lebih
rendah bila dibandingkan dengan diploid (Thorgaard, 1992; Mair, 1993; Purdom,
1993; Santiago et al., 1993). Keberhasilan poliploidisasi melalui perlakuan
kejutan suhu sangat dipengaruhi oleh suhu kejutan, waktu kejutan dan lama
kejutan, seperti disampaikan oleh Don dan Avtalion (1986) dan tergantung juga
pada umur dan kualitas (kematangan) telur (Pandian dan Varadaraj, 1990).
Triploidisasi pada ikan relatif lebih mudah untuk diproduksi menggunakan
perlakuan fisik atau kimia sesaat setelah fertilisasi dengan menghambat
pembelahan meiosis atau peloncatan polar body II (Carman et al., 1991).
Shepperd dan Bromage (1996) mengatakan, induksi triploidi dapat dilakukan
menggunakan kejutan lingkungan seperti panas, dingin, tekanan dan kimiawi
selama periode kritis sesaat setelah fertilisasi dan peloncatan polar body II terjadi
antara 3–7 menit setelah fertilisasi pada beberapa spesies (Carman et al., 1991).
Arai dan Wilkins (1987) melaporkan bahwa perlakuan kejutan suhu dalam waktu
singkat efektif untuk induksi triploidi, tetapi merugikan secara signifikan pada
kelangsungan hidupnya. Minrong et al. (1993) menyatakan, periode dengan
sensitif tinggi untuk menghasilkan ikan tetraploid menggunakan perlakuan
kejutan dingin dicapai pada waktu menutupnya konjugasi pronuklei betina dan
jantan serta lisisnya membran nuklear yang mencapai metafase mitosis I. Pada
ikan mas, diperkirakan antara 20-40 menit setelah fertilisasi (Komen et al., 1990).
DAFTAR PUSTAKA

Alridge F J, Marston RQ, dan Shireman JV, 1989. Induced Triploids and
Tetraploids in Bighead Carp, Hypophthalmichthys nobilis. Verified by
Multi-Embryo Cytofluorometric Analysis. Aquaculture, 87: 121–131.

Carman O, Oshiro T, dan Takashima F, 1991. Estimastion of Effective Condition


for Induction of Triploidy in Goldfish, Carrassius auratus Linnaeus. Journal
of The Tokyo University of Fisheries, 78 (2): 127–135.

Gustiano R, Hardjamulia A, Subagyo dan Dharma L, 1990. Gynogenesis Meiotik


II dengan Kejutan Panas pada Ikan Mas (Cyprinus carpio L.). Bulletin
Penelitian Perikanan Darat, 9(2): 56–61.

Komen J, Bongers ABJ, Richter, CJJ, van Muiswinkel WB, dan Huisman EA,
1990. Gynogenesis in Common Carp (Cyprinus carpio L.) II: The
Production of Homozygous Gynogenetic Clones and F1 Hybrids. Dalam:
Komen J. (Eds.) Clones of Common Carp, Cyprinus carpio. New
Perspectives in Fish Research. Agricultural University, Wageningen. 61–81.

Minrong C, Xinqi Y, Xiaomu Y, Hanqin L, Yonglan Y, Kang Y, Peilin L, dan


Hongxi, C, 1993. Heterogenetic Tetraploids from A Cross of Japanese
Phytophagous Crucian Carp Females (Carassius auratus cuvieri) and Red
Crucian Carp Males (Carassius auratus red var.). Aquaculture, 111: 317–
318.

Prastowo WP, 1994. Optimalisasi Waktu Kejutan Panas pada Gynogenesis


Meiosis Ikan Mas (Cyprinus carpio L.). Skripsi. Fakultas Perikanan.
Universitas Brawijaya. Malang. 75.

Rustidja, 1991. Aplikasi Manipulasi Kromosom pada Program Pembenihan Ikan.


Makalah dalam Konggres Ilmu Pengetahuan Nasional V. Jakarta. 23.

Rustidja, Sukkel M, Richter CJJ, Sumawidjaja K, dan Huisman EA, 1993.


Triploidy and Growth Performance in the Asian Catfish, Clarias batrachus
L. Dalam: Penman D, Roongratri N, dan McAndrew B, (Eds.) Genetics in
Aquaculture and Fisheries Management. AADCP Workshop Proceedings.
University of Stirling, Scotland. 145–150.

Thorgaard GH, 1992. Application of Genetic Technologies to Rainbow Trout.


Aquaculture, 100: 85–97.

Anda mungkin juga menyukai