Azlia Wati
ABSTRAK
Makalah karya ilmiah ini mempelajari tentang tetraploidisasi pada ikan
mas. Tetraploidisasi merupakan salah satu metode manipulasi kromosom pada
ikan yang menghasilkan ikan dengan jumlah kromosom 4n (tetraploid). Metode
tetraploid dapat dilakukan seperti halnya metode gynogenesis (gynogenesis
mitosis), yaitu perlakuan kejutan pada telur dilakukan setelah terjadi peloncatan
polar body II. Tetraploid dapat diproduksi dengan berbagai teknik, yaitu kejutan
suhu panas, kejutan suhu dingin, penggunaan tekanan tinggi atau radiasi
ultraviolet. Di antara berbagai metode tersebut, teknik yang paling murah dan
mudah dilakukan untuk menghasilkan ikan tetraploid adalah teknik kejutan suhu
panas.
ABSTRACT
This sc ientific paper works on tetraploidization in carp. Tetraploidization
is one method of manipulation of chromosomes in fish that produces fish with the
number of chromosomes 4n (tetraploid). The tetraploid method can be done as
well as the gynogenesis (gynogenesis mitosis) method, which is the shock
treatment of eggs carried out after a Polar Body II jump. Tetraploids can be
produced with a variety of techniques, namely heat shock, cold shock, the use of
high pressure or ultraviolet radiation. Among the various methods, the cheapest
and easiest technique to produce tetraploid fish is the heat shock technique.
MANFAAT
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jumlah kromosom ikan
hias mas tetraploid, mengetahui efektif itas metode kejutan dingin dalam
menghasilkan ikan tetraploid, dan mengetahui perbandingan laju penetasa n, laju
kelulus hidupan dan pertumbuhan larva ikan pada ikan diploid dan tetraploid.
Untuk menghasilkan benih yang unggul pada ikan mas tersebut.agar tahan pada
penyakit,untuk mendapatkan galur pemurniaan dan mehasilkan indukan yang
unggul untuk dipijahkan.
METODE PENERAPAN
Penelitian diawali dengan aplikasi fertilisasi buatan dengan cara
menyuntikkan GnRH-analog anti dopamin domperidon (Ovaprim, Syndel
Vancouver, Canada) pada induk jantan dan betina ikan mas secara intramuskular
(dosis 0,2 mL/kg untuk jantan dan 0,3 mL/kg untuk betina), penyuntikan ini
bertujuan mempercepat kematangan gonad pada induk jantan dan betina ikan mas.
Setelah 6-8 jam dari penyuntikan, masing-masing induk jantan dan betina
diangkat, lubang genitalnya dilap dengan tisu bersih secara perlahan untuk
menyerap air yang terdapat pada area tersebut. Induk jantan distripping terlebih
dahulu. Milt hasil stripping induk jantan diambil dengan spuit untuk mengetahui
volume milt yang diperoleh. Milt kemudian diencerkan dengan larutan ringer,
volume pengencer 100 x volume milt yang diperoleh (Sistina, 2007). Pengenceran
ini selain berfungsi menambah daya tahan (hidup) spermatozoa juga bertujuan
untuk mengurangi kekentalan milt sehingga spermatozoa lebih aktif bergerak.
Setelah milt diencerkan, maka dilakukan stripping induk betina ikan mas.
Sejumlah telur hasil stripping induk betina ikan mas ditampung pada sebuah
cawan petri berukuran besar, baru kemudian menggunakan sendok atau spatula
kecil dimasukkan ke setiap cawan petri kecil yang sudah diberi tanda sesuai
perlakuan dengan takaran yang sama, yaitu sebanyak 2 sendok (volume 1 sendok
0,8 mL). Milt encer kemudian disemprotkan pada cawan petri berisi telur
secukupnya agar terjadi fertilisasi, cawan digoyangkan secara perlahan agar milt
encer tersebar merata.
Kejutan suhu 3 menit setelah fertilisasi dapat menghasilkan gynogenesis
meiosis pada ikan mas (Prastowo, 1994) dan triploid massal pada Clarias
batrachus L. (Rustidja, 1993; Rustidja et al., 1993). Kejutan suhu panas 40° C
umum digunakan pada ikan mas (Komen et al., 1990; Sumantadinata, 1990 dalam
Lukman, 1991; Bongers et al., 1993) dengan lama kejutan bervariasi, yaitu antara
1,5–2 menit (Sumantadinata, 1990 dalam Lukman, 1991), 2 menit (Gustiano dkk.,
1990; Bongers et al., 1993) atau 1–3 menit (Komen et al., 1990). Ikan mas hasil
gynogenesis mitosis dihasilkan melalui kejutan panas 29 menit setelah fertilisasi
(Triwahyudi, 1994) atau 28–30 menit setelah fertilisasi (Komen et al., 1990). 29
menit setelah fertilisasi (tetraploidisasi), telur dalam saringan kasa (masing-
masing diulang sebanyak 10 buah) dimasukkan box shocking untuk perlakuan
kejutan panas (suhu air 40° C) selama 1,5 menit. Setelah perlakuan kejutan
dingin, telur dalam saringan kaca dibilas dengan larutan Ringer’s. Untuk kontrol,
maka telur dalam saringan kasa tidak diperlakukan kejutan panas, tetapi hanya
dibilas dengan larutan Ringer’s. Kemudian, dimasukkan dalam bak penetasan
telur bersama-sama dengan telur hasil tetraploidisasi. Tingginya jumlah larva
cacat pada ikan mas hasil poliploidisasi kemungkinan disebabkan karena adanya
gangguan pada saat pembelahan mitosis pertama yang mengakibatkan hilangnya
beberapa kromosom dan mereduksi penggandaan kromosom dalam siklus sel
berikutnya. Hal ini mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan jumlah
kromosom di dalam tubuh dan juga hilangnya beberapa informasi genetik dalam
kromosom yang hilang ataupun tereduksi tersebut (Alridge et al., 1989). Larva
cacat dan kematian tinggi umumnya terjadi pada saat telur belum menetas
(embrio) dan saat pertama kali larva ikan mencari makan dari luar (setelah kuning
telur dalam tubuhnya habis). Derajat kelangsungan hidup ikan mas hasil
poliploidisasi yang relatif rendah bila dibandingkan dengan ikan mas kontrol
kemungkinan besar akibat rendahnya kemampuan ikan-ikan poliploid dalam
menangkap oksigen terlarut dalam air.
Alridge F J, Marston RQ, dan Shireman JV, 1989. Induced Triploids and
Tetraploids in Bighead Carp, Hypophthalmichthys nobilis. Verified by
Multi-Embryo Cytofluorometric Analysis. Aquaculture, 87: 121–131.
Komen J, Bongers ABJ, Richter, CJJ, van Muiswinkel WB, dan Huisman EA,
1990. Gynogenesis in Common Carp (Cyprinus carpio L.) II: The
Production of Homozygous Gynogenetic Clones and F1 Hybrids. Dalam:
Komen J. (Eds.) Clones of Common Carp, Cyprinus carpio. New
Perspectives in Fish Research. Agricultural University, Wageningen. 61–81.