Anda di halaman 1dari 89

EKSPLOITASI KARYAWAN KONTRAK DI “X” FOOD MARKET KOTA

PALANGKA RAYA

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosiologi Pada
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Palangka Raya

Oleh:

ANA MARIANA SINAGA

NIM GAA 117 025

JURUSAN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS PALANGKA RAYA

1
ABSTRAK

Ana Mariana Sinaga, GAA 117025, 2021, Program Sarjana Ilmu Sosiologi, Fakultas
Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Palangka Raya, Eksploitasi Karyawan
Kontrak Di “X” Food Market Kota Palangka Raya, Tim Pembimbing : Dr. Saputra
Adiwijaya, S.Sos., M.Si, Dan Dedy Ilham Perdana, S.Sos., M.A.
Eksploitasi merupakan pengusahaan, pendayagunaan, atau pemanfaatan untuk
keuntungan sendiri. Dengan kata lain pemerasan (tenaga orang) atas diri orang lain
merupakan tindakan yg tidak terpuji. Penelitian ini di dasari pada permasalahan terkait
fenomena eksploitasi pada karyawan kontrak di “X” Food Market Kota Palangka Raya.
Eksploitasi yang terjadi tentu ada permasalahannya. Penelitian ini bertujuan untuk:
mengetahui eksploitasi yang terjadi pada karyawan kontrak di “X” Food Market Kota
Palangka Raya.
Penelitian ini menggunakan Teori Konflik dari Karl Marx dan Teori Otoritas Ralf
Dahrendorf. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan pendekatan deskriptif
kualitatif untuk menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata, kalimat atau gambar
yang memiliki arti, informan yang dipilih merupakan para karyawan kontrak di “X” Food
Market Kota Palangka Raya. Pengumpulan data menggunakan Teknik observasi,
wawancara secara mendalam dan dokumentasi.
Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa eksploitasi yang dilakukan oleh pengusaha
kepada karyawan kontrak “X” Food Market adalah terkait dengan aturan dan sistem kerja
yang dapat diamati dari waktu kerja yang melebihi batas normal, upah dan risiko kerja yang
tak sebanding, eksploitasi tenaga buruh serta permasalahan terkait asuransi dan keselamatan
pekerja. Eksploitasi aturan dan sistem kerja tersebut juga menimbulkan permasalahan dan
system lembur yang harus melebihi 2 jam kerja baru menerima upah lembur. Hal ini terus
terjadi karena ketidakberdayaan buruh yang membutuhkan pekerjaan walaupun sadar bahwa
“X” Food Market melakukan eksploitasi.
Kata kunci : Eksploitasi, Otoritas, Karyawan Kontrak.

ii
ABSTRACT

Ana Mariana Sinaga, GAA 117025, 2021, Undergraduate Program in Sociology,


Faculty of Social and Political Sciences, University of Palangka Raya, Exploitation of
Contract Employees at “X” Food Market Palangka Raya City, Advisory Team : Dr.
Saputra Adiwijaya, S.Sos., M.Si, and Dedy Ilham Perdana, S.Sos., M.A.

Exploitation is the exploitation, utilization, or utilization for own benefit. In other


words extortion (people's power) over others is an act that is not commendable. This
research is based on problems related to the phenomenon of exploitation of contract
employees at the "X" Food Market, Palangka Raya City. Exploitation that occurs of course
there are problems. This study aims to: determine the exploitation that occurs in contract
employees at the "X" Food Market Palangka Raya City.

This study uses the Conflict Theory of Karl Marx and the Theory of Authority Ralf
Dahrendorf. This study uses a qualitative method, with a qualitative descriptive approach to
produce descriptive data in the form of words, sentences or pictures that have meaning, the
selected informants are contract employees at the "X" Food Market, Palangka Raya City.
Data collection using observation techniques, in-depth interviews and documentation.

This study found that the exploitation carried out by employers to "X" Food Market
contract employees is related to the rules and work systems that can be observed from
working hours that exceed normal limits, disproportionate wages and work risks,
exploitation of labor and related problems. worker insurance and safety. The exploitation of
these rules and work systems also creates problems and the overtime system must exceed 2
hours of work before receiving overtime pay. This continues to happen because of the
helplessness of the workers who need work even though they are aware that “X” Food
Market is exploiting.

Keywords: Exploitation, Authority, Contract Employees Karyawan.

iii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas limpahan rahmat,
taufik serta hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“EKSPLOITASI KAYAWAN KONTRAK DI “X” FOOD MARKET KOTA PALANGKA
RAYA”. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan
Program Sarjana (S1) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Palangka
Raya. Selama proses penyusunan proposal ini penulis mendapatkan bimbingan, arahan,
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Andrie Elia Embang, S.E., M.Si selaku Rektor Universitas Palangka Raya
yang telah memberikan sarana dan prasarana selama menempuh Program Sarjana.
2. Bapak Prof. Drs. Kumpiady Widen, M.A., Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik.
3. Ibu Merrisa Octora, M.A selaku Ketua Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik
4. Bapak Dr. Saputra Adiwijaya, S.Sos., M.Si selaku pembimbing I yang telah banyak
memberikan saran, bimbingan, semangat serta waktunya dalam menyelesaikan
skripsi ini.
5. Bapak Dedy Ilham Perdana, S.Sos., M.A selaku pembimbing II yang telah banyak
memberikan saran, bimbingan, semangat dan waktunya dalam menyelesaikan skripsi
ini.
6. Bapak Dr. Dhanu Pitoyo, M.Si selaku penguji I yang telah banyak memberikan
masukan, bimbingan dan waktunya untuk menyelesaikan skripsi ini.
7. Bapak Yorgen Kaharap, M.Si selalu penguji II yang telah memberikan banyak saran,
masukan dan juga waktunya untuk menyelesaikan skripsi ini.
8. Dosen sosiologi yang sudah mengajar dan membimbing saya hingga sampai pada
penyelesaian skripsi ini.
9. Kak Rini dan Dwi Prasetio sebagai staf Jurusan Sosiologi serta seluruh staf di
Bidang Akademik yang sudah banyak membantu dalam hal administrasi.
10. Kak Desi, Kak Yulie, Kak Amel, serta teman rekan kerja sebagai narasumber yang
telah bersedia membantu dalam hal memberikan data serta informasi.
11. Kepala Dinas Penanaman Modal dan seluruh stafnya yang sudah memberikan
pelayanan yang sangat baik.

iv
12. Bapak Jhon Lenak sebagai Manager, Bapak ringga sebagai HRD di “X” Food
Market dan seluruh karyawan “X” Food Market lainnya yang sudah membantu
dalam penyelesaian skripsi ini.
13. Orang tua serta keluarga juga sahabat dan teman-teman yang sudah menjadi
pendorong dan penyemangat dalam proses penyusunan skripsi ini.

Palangka Raya, Juli 2021

Penulis,

ANA MARIANA SINAGA

v
DAFTAR ISI

TANDA PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI..................................................................

LEMBAR PENGESAHAN........................................................................................................

PERNYATAAN............................................................................................................................

ABSTRAK................................................................................................................................ ii

ABSTRACT............................................................................................................................. iii

KATA PENGANTAR.............................................................................................................. iv

DAFTAR ISI............................................................................................................................. v

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang........................................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................... 6
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................................ 6
1.1 Manfaat Penulisan...................................................................................................... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN TEORI.......................................................................... 8

2.1 Penelitian Terdahulu.................................................................................................. 8


2.2 Landasan/ Bagunan Teoritik..................................................................................... 11
2.1 Kerangka Berpikir ................................................................................................... 20

BAB III METODE PENELITIAN....................................................................................... 21

3.1 Pendekatan Dan Jenis Penelitian............................................................................... 21


3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian.................................................................................... 22
3.3 Metode Pengumpulan Data....................................................................................... 22
3.1 Teknik Analisa Data.................................................................................................. 26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................... 29

4.1 Profil “X” Food Market............................................................................................ 29


4.2 Biografi Subjek Penelitian........................................................................................ 35
4.3 Temuan Penelitian..................................................................................................... 38
3.4 Analisis Data............................................................................................................. 40

vi
BAB V PENUTUP.................................................................................................................. 68

4.4 Kesimpulan............................................................................................................... 68
5.2 Saran.......................................................................................................................... 69

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................

LAMPIRAN................................................................................................................................

vii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Konsep pembangunan di Indonesia telah menjadi salah satu ideologi yang bercirikan

pada pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, membuat

pembangunan diharapkan mampu memberikan dampak yang positif diberbagai sektor agar

masyarakat mampu merasakan dampak dari pembangunan tersebut. Bukan hanya untuk

mencapai masyarakat dengan tingkat kemakmuran tinggi, melainkan juga untuk

mewujudkan masyarakat yang adil (Hakim, 2010:70). Salah satunya adalah pembangunan

dalam sektor industri yang telah banyak memberikan perubahan dalam masyarakat, terlebih

lagi ketika industri yang ditandai dengan penerapan teknologi yang berkembang pesat,

membuat masyarakat mulai merubah pola perilaku bercocok tanam dari awalnya bertani

menjadi masyarakat industri. Sebagaimana kekuasaan manusia yang inheren adalah

kecerdasan dan kemampuan fisiknya untuk bekerja (Fromm, 2004: 208).

Modernisasi telah memicu pertumbuhan industri sebagai syarat dari peradaban

modern manusia. Hal ini terbukti dari pertumbuhan dan berkembangnya industri-industri

pada pusat perkotaan maupun pinggiran. Begitu pula dengan Kota Palangka Raya yang

semakin berkembang dibidang industri kuliner, dengan berkembangnya industri kuliner

dapat menopang perekonomian masyarakat. Salah satunya yaitu dengan adanya industri

kuliner di “X” Food Market yang berkembang dengan berbagai macam makanan baik

makanan internasional maupun makanan lokal khas Kalimantan tengah.

Kondisi ini akhirnya membuat banyak tenaga kerja yang terserap dan banyak para

buruh yang mengantungkan diri pada pekerjaan ini termasuk buruh perempuan. Para buruh

perempuan ini banyak mendapatkan ketidakadilan dengan penetapan beberapa aturan yang

menekan para karyawan untuk bekerja maksimal dan mengejar target. Banyak hak yang

1
belum dipenuhi membuat karyawan protes tapi tidak berani bersuara karena alasan takut di

keluarkan karena masih membutuhkan pekerjaan. Dimasa pandemi ini pun membuat para

buruh berpikir panjang untuk melakukan kesalahan karena kesulitan ekonomi dan banyak

kebutuhan yang membuat mereka harus menerima keadaan di tempat kerja. Mulai dari

aturan yang kurang tegas, tidak adanya jaminan keselamatan kerja, jam kerja yang

ditetapkan 12 jam serta upah yang dibawah UMR Palangka Raya. Akhirnya dengan

ketidakberanian itu karyawan harus ditekan lagi dalam pekerjaan, omset yang menurun

membuat karyawan harus melakukan pekerjaan tambahan agar menarik para pelanggan dan

omset kembali normal.

Dalam hal ini perselisihan dan tuntutan yang terjadi bermuara dari beberapa

kebijakan kerja yang mengeksploitasi dan mengalienasi buruh. Eksploitasi buruh yang

dimaksud dalam permasalahan ini yaitu tindakan kaum atas yang menekan bawahannya

yaitu buruh perempuam. Tindakan eksploitasi yang dilakukan pengusaha “X” Food Market

ini dapat diamati dari aturan dan sistem kerja yang diberlakukan terutama terkait waktu

kerja yaitu selama 12 jam. karyawan harus bekerja mulai pukul 10 pagi hingga pukul 10

malam. Para karyawan juga harus masuk kerja pada shift kerja di malam hari dari pukul 12

siang hingga pukul 12 malam, tak terkecuali bagi pekerja/buruh perempuan. Selama waktu

kerja tersebut buruh harus memeras tenaga memenuhi target dan beban kerja yang

diwajibkan oleh perusahaan. Dalam satu hari kerja, pengusaha membebani para karyawan

untuk mencapai omset 20 juta, dan jika tidak tercapai maka karyawan harus siap dengan

kebijakan baru dan pekerjan tambahan. Selama bekerja, buruh juga harus menghadapi risiko

dari berbagai macam hal tergantung pada setiap devisi. Padahal upah yang diterima tidak

sebanding dengan jam kerja karyawan. Dengan upah yang tidak sebanding para karyawan

juga tidak mendapatkan jaminan Kesehatan. Padahal resiko bagi Kesehatan karyawan

dengan 12 jam kerja akan sangat terasa. Risiko adalah bahaya, akibat atau konsekuensi yang

2
dapat terjadi akibat sebuah proses yang sedang berlangsung atau kejadian yang akan datang.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa risiko kerja adalah konsekuensi yang harus dihadapi pekerja

dari pekerjaan yang dikerjakannya. Dalam membahas risiko kerja, tak lepas dari konsep

kecelakaan kerja yaitu suatu kejadian tiba-tiba yang tidak diinginkan yang mengakibatkan

kematian, luka-luka, kerusakan harta milik atau kerugian waktu. Salah satu teori yang

berkembang untuk menjelaskan terjadinya kecelakaan kerja yang diusulkan oleh H.W.

Heinrich yang dikenal sebagai teori Domino Heinrich. Dalam teori tersebut dijelaskan

bahwa kecelakaan terdiri atas lima faktor yang saling berhubungan, yaitu: (1) kondisi kerja,

(2) kelalaian manusia, (3) tindakan tidak aman, (4) kecelakaan, dan (5) cedera. Jadi dalam

hal ini karyawan yang menjadi objek penelitian, sewaktu-waktu bisa saja mengalami

kecelakaan kerja akibat dari risiko kerja yang harus dihadapi, yang mungkin saja

menimbulkan luka-lua pada bagian tubuh atau juga berpengaruh pada kondisi kesehatan

tubuh para buruh. Ditambah dengan beban kerja yang harus dijalankan setiap karyawan.

Beban kerja adalah kemampuan tubuh pekerja dalam menerima pekerjaan. Beban kerja

dapat berupa beban kerja fisik dan beban kerja psikologis. Beban kerja fisik dapat berupa

beratnya pekerjaan seperti mengangkat, merawat, mendorong sedangkan beban kerja

psikologis dapat berupa sejauh mana tingkat keahlian dan prestasi kerja yang dimiliki

individu dengan individu lainnya (Tarwaka, 2004). Dari definisi tersebut dapat disimpulkan

bahwa beban kerja adalah sejumlah kegiatan atau tugas yang harus diselesaikan oleh pekerja

dalam jangka waktu tertentu yang mana dalam pelaksanaannya menuntut kemampuan

seorang individu baik dari segi kuantitatif maupun segi kualitatif.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) eksploitasi adalah pengusahaan,

pendayagunaan, atau pemanfaatan untuk keuntungan sendiri. Dengan kata lain pemerasan

(tenaga orang) atas diri orang lain merupakan tindakan yg tidak terpuji. Eksploitasi

dilakukan kelompok secara ekonomi dan politik kuat terhadap kelompok lemah selalu

3
menarik untuk dilakukan. Karl Marx adalah salah satu tokoh pertama kali melakukan kajian

tentang eksploitasi itu. Kelas proletar mengalami alienasi akibat adanya tindakan ekploitasi

yang terjadi dalam masyarakat. Borjuis melakukan tindakan ekploitasi untuk mendapatkan

nilai lebih yang di miliki oleh kelas ploretar. Nilai lebih tersebut mengalir sebagai bentuk

keuntungan yang tidak di sadari karena borjuis mengalami kesadaran semu. Marx dalam

bukunya (Elly M Setiadi 2011:366) eksploitasi terjadi antara kaum borjuis (pemilik modal)

dan kaum proletar (buruh). Eksploitasi atas kaum buruh akan melahirkan perubahan pada

struktur kelas yang merangsang untuk melakukan perlawanan atas penindasan. Berdasarkan

defenisi eksploitasi menurut para ahli, dapat di tarik sebuah kesimpulan bahwa eksploitasi

adalah suatu perbuatan dari seseorang atau sekelompok orang untuk melakukan penindasan

dan pemerasan secara konkret dan sewenang-wenang atau terlalu berlebihan untuk tujuan

kepentingan ekonomi semata-mata tanpa adanya mempertimbangkan rasa kepatuttan,

keadilan serata adanya kompensasi kesejahteraan. Perusahaan bahkan tempat bekerja

sekarang banyak menggunakan outsourching dalam menjalankan perusahaan atau usaha

mereka. Outsourching adalah penggunaan tenaga kerja dari pihak ketiga untuk

menyelesaikan pekerjaan tertentu. Saat ini, banyak perusahaan mulai melirik

karyawan outsourcing. Menurut lorwin (dalam Scott, 1976: 339) eksploitasi memiliki

makna terdapat individu, kelompok, maupun kelas yang mengambil keuntungan dari kerja

secara tidak adil atas orang lain. Dari makna tersebut terdapat dua ciri yang melekat pada

eksploitasi yaitu, pertama, eksploitasi dilihat dari suatu tata hubungan diantara perorangan,

kelompok, maupun lembaga yang dieksploitasi mengimplikasikan adanya pihak yang

mengeksploitasi. Kedua, eksploitasi merupakan distribusi yang tidak wajar dari usaha dan

hasilnya. Defenisi eksploitasi tersebut lebih mengarah kepada materialisme. Seperti para

penganut Marxis yang membicarakan masalah eksploitasi berdasarkan tenaga kerja, dimana

ukuran dari eksploitasi adalah nilai lebih dari sarana produksi seperti sewa, laba, dan bunga.

4
Namun untuk menilai tingkat eksploitatif suatu tata hubungan tidak hanya didasarkan pada

nilai tenaga kerja, melainkan dilihat secara objektif. Hal ini dapat dilihat dari prinsip moral

misalnya penipuan dan paksaan secara terang-terangan kepada tenaga kerja. Pada taraf ini,

diperlukan kriteria keadilan agar dapat menemukan defenisi eksploitasi terhadap prinsip-

prinsip moral. (Scott, 1976: 240-241).

Eksploitasi adalah penguasaan, pendayagunaan, pemamfaatan untuk keuntungan

sendiri, pengisapan, pemerasan (tenaga orang) atas diri orang lain. Kamus Besar Bahasa

Indonesia (1989:222). Sanderson, (2003: 620) menyatakan bahwa eksploitasi merupakan

proses yang berhubungan dengan ekonomi yang terjadi ketika suatu kelompok memaksa

kelomok lain memberikan suatu yang lebih besar nilainya dari yang mereka terima.

Eksploitasi dilihat dari perusahaan tidak memperhatikan hak-hak normatif buruh, memeras

tenaga mereka dan dominasi yang menyebabkan buruh tidak memiliki kekuatan secara

ekonomi dan politik.

Menurut lorwin (dalam Scott, 1976: 339) eksploitasi memiliki makna terdapat

individu, kelompok, maupun kelas yang mengambil keuntungan dari kerja secara tidak adil

atas orang lain. Dari makna tersebut terdapat dua ciri yang melekat pada eksploitasi yaitu,

pertama, eksploitasi di lihat dari suatu tata hubungan diantara perorangan, kelompok,

maupun lembaga yang di eksploitasi mengimplikasikan adanya pihak yang mengeksploitasi.

Kedua, eksploitasi merupakan distribusi yang tidak wajar dari usaha dan hasilnya. Defenisi

eksploitasi tersebut lebih mengarah kepada materialisme. Seperti para penganut Marxis

yang membicarakan masalah eksploitasi berdasarkan tenaga kerja, dimana ukuran dari

eksploitasi adalah nilai lebih dari sarana produksi seperti sewa, laba, dan bunga. Namun

untuk menilai tingkat eksploitatif suatu tata hubungan tidak hanya didasarkan pada nilai

tenaga kerja, melainkan dilihat secara objektif. Hal ini dapat dilihat dari prinsip moral

misalnya penipuan dan paksaan secara terang-terangan kepada tenaga kerja. Pada taraf ini,

5
diperlukan kriteria keadilan agar dapat menemukan defenisi eksploitasi terhadap prinsip-

prinsip moral. (Scott, 1976: 240-241).

Lambat laun, angka perempuan yang bekerja di sektor publik semakin meningkat

jumlahnya. Pun demikian yang terjadi di “X” Food Market ini, perempuan-perempuan ini

telah berhasil menempati sektor-sektor publik yang sebelumnya di dominasi oleh para laki-

laki. Para perempuan ini berhasil mematahkan dominasi laki-laki yang sebelumnya

meyakini nilai-nilai pemingitan. Yang dimana sekarang banyak buruh perempuan yang

bekerja sebagai karyawan di warung makan maupun di restoran. Akan tetapi, berjalannya

hal ini bukan malah membuat perempuan sejahtera atau mendapatkan hak mereka yang

seharusnya mereka dapatkan. Dari tuntutan kerja serta jam kerja yang membuat mereka

harus menghabiskan seperuh waktu mereka di tempat kerja. Permasalahan ini lah yang ingin

diangkat oleh penulis, karena kenyataan yang di alami oleh para karyawan perempuan di

“X” Food Market Palangka Raya. Hal ini harusnya yang memberikan perempuan kebebasan

dalam memperoleh haknya, akan tetapi pada realita yang di alami banyak buruh perempuan

tidak memperoleh hak yang seharusnya mereka peroleh dari tempat mereka bekerja (Aprilia

Maharani, 2015).

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah di buat untuk memfokuskan kajian dalam penelitian ini sehingga

mempermudah proses pengambilan data dan pelaporan hasil penelitian. Oleh karena itu

pada penelitian ini rumusan masalahnya,

1. Bagaimana fenomena eksploitasi yang terjadi pada karyawan kontrak di “X” Food

Market Kota Palangka Raya?

1.3 Tujuan Penelitian

6
1. Adapun tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui eksploitasi yang terjadi pada

karyawan kontrak di “X” Food Market Kota Palangka Raya.

1.4 Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian, diharapkan mampu memberikan pengetahuan dan informasi

tentang:

3.1 Manfaat Praktis

Untuk mengetahui bagaimana fenomena eksploitasi yang terjadi pada buruh perempuan

di “X” Food Market Kota Palangka Raya.

3.2 Manfaat Teoritis

Memberikan sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan serta memperluas wawasan

ilmu terutama kajian-kajian sosiologis yang berhubungan dengan eksploitasi pada

karyawan kontrak di “X” Food Market Kota Palangka Raya.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN TEORI

2.1 Penelitian Terdahulu


Penelitian terdahulu merupakan kajian yang sangat penting bagi peneliti, karena
dengan mengkaji penelitian terdahulu memudahkan peneliti melakukan penelitian. Berikut
ini adalah penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian:
Penelitian terdahulu yang pertama yang relevan adalah dari Nur Afta Lestari,
Dengan Judul “Eksploitasi Pada Perempuan Sales Promotion Girls.” Terjadi perubahan
posisi perempuan yang semula hanya berada di sektor domestik, kini beralih ke sektor
publik. Kondisi di perkotaan yang relatif lebih heterogen membuka peluang perempuan
untuk bekerja di berbagai bidang, salah satunya adalah sales promotion girls (SPG).
Dalam penelitian ini, penulis mengeksplorasi bagaimana profil SPG dan eksploitasi yang
dialaminya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik observasi,
wawancara, dan dokumentasi dalam pengambilan datanya. Penampilan cantik dan
menarik menjadi modal utama dalam pekerjaan ini.
Sales Promotion Girls pada industri rokok dan minuman berumur sekitar 21-30
tahun dengan jam kerja sekitar 5-7 jam perhari. Alasan bekerja di bidang ini adalah bahwa
bidang ini merupakan pekerjaan ringan dan tidak memerlukan pendidikan yang tinggi,
walaupun di sisi lain mereka hanya mendapatkan upah yang rendah. Perempuan dalam
pekerjaan ini seringkali mengalami eksploitasi fisik berupa pelecehan seksual dan
eksploitasi ekonomi berupa waktu kerja yang sampai malam hari dan tidak terpenuhinya
hak-hak pekerja perempuan seperti faktor keselamatan dan hak untuk cuti. Dengan kondisi
seperti ini, maka perlindungan terhadap perempuan bekerja pada umumnya dan sales
promotion girls pada khususnya menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan.

8
Sedangkan penelitian yang kedua dari Nia Widya Siregar, Dengan Judul
“Eksploitasi Dan Alienasi Buruh Pabrik (Studi Deskriptif Buruh Pabrik Aluminium Di
Kawasan Jalan Medan-Binjai Km. 12).” Modernisasi telah memicu tumbuh dan
berkembangnya kawasan industri pada pusat perkotaan maupun kawasan pinggiran. Hal
tersebut menyebabkan tenaga manusia sebagai daya pendukung utama menjadi sangat
dibutuhkan. Namun permasalahan industrial di Kota Medan terkait ketenagakerjaan masih
terus menjadi polemik khususnya di industri pabrik. Eksploitasi terhadap
ketidakberdayaan tenaga kerja yang menggantungkan hidupnya kepada para
pengusaha/pemilik pabrik terkait dengan sistem dan aturan kerja yang melanggar Undang-
Undang Ketenagakerjaan juga menyebabkan para buruh mengalami alienasi.

Peneliti ingin mengetahui proses eksploitasi dan alienasi yang dialami oleh para
buruh/pekerja pabrik aluminium di kawasan industrial pabrik Jl. Medan-Binjai Km.12.
Penelitian ini menggunakan teori eksploitasi kelas dan alienasi Karl Marx, teori otoritas
Dahrendorf serta teori Blau terkait pertukaran yang tak seimbang dalam melihat
permasalahan yang terjadi. Metode yang digunakan adalah penelitian deskiptif dengan
pendekatan kualitatif untuk mempelajari sedalam-dalamnya permasalahan eksploitasi
yang dialami oleh buruh pabrik aluminium. Subjek penelitiannya adalah para
buruh/pekerja yang telah bekerja selama lebih dari setahun di pabrik aluminium tersebut.

Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa eksploitasi yang dilakukan oleh pengusaha
kepada buruh pabrik aluminium adalah terkait dengan aturan dan sistem kerja yang dapat
diamati dari waktu kerja yang melebihi batas normal, upah dan risiko kerja yang tak
sebanding, eksploitasi tenaga buruh serta permasalahan terkait asuransi dan keselamatan
pekerja. Eksploitasi aturan dan sistem kerja tersebut juga menimbulkan alienasi antara lain
yaitu alienasi aktivitas keagamaan, waktu buruh dengan keluarga, sesama pekerja,
aktivitas produktif di luar pabrik, serta potensi kemanusiaan. Hal ini terus terjadi karena
ketidakberdayaan buruh yang membutuhkan pekerjaan walaupun sadar bahwa
pabrik/perusahaan melakukan eksploitasi.

Penelitian yang ketiga dari Eka Puspa Ningtyas Dengan Judul “Eksploitasi Pekerja
Outsourching.” Penelitian ini berawal dari adanya eksploitasi terhadap tenaga kebersihan
yang terjadi di salah satu perguruan tinggi negeri di Surabaya. Berdasarkan fenomena
dilapangan adanya tindakan eksploitasi terjadi kepada petugas kebersihan dilakukan oleh
penyalur tenaga kerja dan pihak perguruan tinggi. Penelitian ini menggunakan teori Karl

9
Marx mengenai eksploitasi kelas dimana kaum borjuis mengksploitasi kaum ploretar.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk mendiskripsikan tindakan eksploitasi
sesuai kondisi dilapagan. Tindakan eksploitasi yang terjadi kepada petugas kebersihan
dilakukan untuk mendapatkan keuntungan lebih. Bentuk eksploitasi yang diterima oleh
petugas kebersihan adalah perampasan hak pekerja serta upah. Tindakan eksploitasi
menimbulkan dampak bagi petugas kebersihan pada perekonomian petugas kebersihan
dan turunnya semangat bekerja.

Penelitian yang keempat dari Layani Saragih Dengan Judul “Pola Ekploitasi Buruh
Upahan Pada Sektor Usaha Pertanian Di Desa Marihat Raya, Kecamatan Dolog Masagal
Kabupaten Simalungun.” penelitian ini mengangkat judul pola eksploitasi buruh tani
upahan pada sektor usaha pertanian di desa marihat raya kecamatan dolog massagal
kabupaten simalungun. dalam penelitian ini, penulis ingin melihat bagaimana pola
eksploitasi buruh tani upahan pada sektor usaha pertanian di Desa Marihat Raya Kec.
Dolog Massagal Kab. Simalungun. Ekploitasi adalah suatu tindakan atau perbuatan yang
dilakukan seseorang maupun kelompok untuk melakukan penindasan dan pemerasan
terhadap hakhak tanpa mempertimbangan keadilan bagi setiap buruh ataupun pekerja guna
memperkaya dan kepentingan pribadi.

Adapun bentuk yang terjadi eksploitasi dimana buruh menerima perlakuan yang
tidak adil seperti eksploitasi waktu kerja, upah yang sangat sedikit tanpa ada
keseimbangan antara hak-hak dan kewajiban yang diterima buruh. dalam penelitian ini
metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deksriptif dengan pendekatan
kualitatif. penelitian deskriptif bertujuan untuk menghasilkan serta mendeskripsikan
dengan lengkap dari hal yang diteliti guna untuk mempelajari sedalam-dalamnya
permasalahan eksploitasi yang dialami oleh buruh tani. teknik pengumpulan data yang
dilakukan ada dua macam yaitu primer dan sekunder. teknik pengumpulam data primer
menggunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Teknik pengumpulan data sekunder menggunakan metode studi kepustakaan. hasil


penelitian ini menunjukkan bahwa adanya pola perbudakan, pemaksaan, dan ancaman
yang dialami buruh tani di sector pertanian yang dilakukan tokeh (majikan) yang
menunjukkan adanya praktik-praktik seperti kerja paksa, ancaman, pemerasan tenaga
buruh tani upahan. adapun eksploitasi yang dilakukan oleh tokeh (majikan) terhadap
buruh yakni; eksploitasi waktu kerja, eksploitasi kerja lembur dan, eksploitasi beban

10
tenaga kerja, eksploitasi upah kerja dan. dengan terjadinya eksploitasi menimbulkan
alienasi yaitu alienasi terhadap keluarga, alienasi aktivits produksi waktu hubungan sosial
seperti gotong royong, serta produksi kemanusiannya. hal ini terjadi ketidakberdayaan
buruh tani untuk melawan perintah dan menuruti aturan. situasi dan keadaan menjadikan
buruh membutuhkan pekerjaan walapun disadari bahwa tokeh (majikan) telah melakukan
ekploitasi pada setiap buruh taninya

2.2 Landasan Teori


2.2.1 Konsep Karl Marx

Latar belakang pemikirannya adalah adanya eksploitasi besar-besaran yang


dilakukan oleh para pengusaha atau pemilik modal (kaum kapitalis atau kaum borjuis)
terhadap kaum buruh (kaum proletar). Para buruh bekerja dengan jam kerja yang
ditetapkan oleh para pengusaha dengan seenak hati mereka. Bukan hanya itu, upah yang
diberikan juga begitu rendah dan tidak sebanding dengan pekerjaannya. Menurut Marx,
sejarah masyarakat manusia adalah sejarah perjuangan kelas, yang mana melahirkan
kelompok borjuis dan kelompok proletar. Kelompok-kelompok yang menyadari bahwa
posisinya berada pada kaum proletar, kala itu mereka dengan sadar melakukan berbagai
macam upaya pemberontakan terhadap kaum borjuis. Konflik antarkelas inilah yang
kemudian melahirkan perubahan dalam masyarakat. Menurut Marx pula, suatu saat kaum
proletar akan memenangkan perjuangan kelas ini yang kemudian akan melahirkan
masyarakat tanpa kelas.

Masih dalam perspektif Marx memandang konflik, ia mengembangkan teori


konflik dengan beberapa konsepsi yakni konsepsi tentang kelas sosial, perubahan sosial,
kekuasaan dan negara dimana konsepsi-konsepsi tersebut saling berkesinambungan satu
sama lain. Negara tentunya memiliki kepentingan, oleh karenanya hal ini dimanfaatkan
oleh para kaum borjuis. Kelompok borjuis yang tentunya dapat memiliki dan juga
memegang kendali atas alat-alat produksi tentu meminta legitimasi atau bukti kepemilikan
yang sah. Bukti kepemilikan ini bisa didapatkan melalui negara. Oleh karena itu,
kelompok borjuis memiliki kekuasaan untuk menentukan apa yang akan diproduksi dan
didistribusi. Menurut Marx, dalam konteks ini hukum dan pemerintah lebih banyak
berpihak pada kaum borjuis dibanding proletar.

11
Teori konflik ini kemudian memunculkan apa yang dinamakan sebagai perspektif
konflik. Perspektif ini melihat masyarakat sebagai sesuatu yang selalu berubah, terutama
sebagai akibat dari dinamika pemegang kekuasaan yang terus berusaha menjaga dan
meningkatkan posisinya. Dalam mencapai tujuannya, suatu kelompok seringkali harus
mengorbankan kelompok lain. Karena itu konflik selalu muncul, dan kelompok yang
tergolong kuat setiap saat selalu berusaha meningkatkan posisinya dan memelihara
dominasinya. Singkatnya, pandangan ini berorientasi pada struktur sosial dan lembaga-
lembaga sosial di masyarakat. Perspektif ini memandang masyarakat yang terus-menerus
berubah dan masing-masing bagian dalam masyarakat berpotensi untuk menciptakan
perubahan sosial. Dalam konteks pemeliharaan tatanan sosial, perspektif ini lebih
menekankan pada peranan kekuasaan.

Karl Marx memandang bahwa teori konflik lahir dengan beberapa konsepsi yakni
konsepsi tentang kelas sosial, perubahan sosial, kekuasaan dan negara dimana konsepsi-
konsepsi tersebut saling berkesinambungan satu sama lain Konflik merupakan gejala
social yang serba hadir dalam kehidupan social, sehingga konflik bersifat inheren artinya
konflik akan senantiasa ada dalam setiap ruang dan waktu, dimana saja dan kapan saja.
Dalam pandangan ini, masyarakat merupakan arena konflik atau arena pertentangan dan
integrasi yang senantiasa berlangsung. Konflik artinya percekcokan, perselisihan dan
pertentangan. Konflik bisa dikatakan juga sebagai proses pencapaian tujuan dengan cara
melemahkan pihak lawan, tanpa memperhatikan norma dan nilai yang berlaku. Kedua
kelas ini berada dalam suatu struktur sosial yang hirarkis, dan borjuis melakukan
eksploitasi terhadap proletar dalam sistem produksi kapitalis.

Teori ini didasarkan pada pemikiran Karl Marx yang melihat, masyarakat berada
dalam konflik yang terus-menerus di antara kelompok dan kelas sosial. Disisi lain konflik
masyarakat juga dikuasai oleh sebagian kelompok antara individu yang mempunyai
kekuasaan dominan. Dengan demikian maka tampaklah bahwa ada pembagian yang jelas
antara pihak yang berkuasa dengan pihak yang dikuasai, keduanya itu mempunyai
kepentingan yang berbeda dan bahkan mungkin akan bertentangan. (US Nurlaly 2015:38-
39) Marx mengajukan konsep penting tentang konflik, yaitu tentang masyarakat kelas dan
perjuangannya. Marx tidak mendefinisikan kelas secara panjang lebar tetapi menunjukkan
bahwa dalam masyarakat, pada waktu itu terdiri dari kelas pemilik modal (borjuis) dan
kelas pekerja miskin (proletar). Kedua kelas ini berada dalam suatu struktur sosial yang

12
hirarkis, dan borjuis melakukan eksploitasi terhadap proletar dalam sistem produksi
kapitalis.

Teori ini didasarkan pada pemikiran Karl Marx yang melihat, masyarakat berada
dalam konflik yang terus-menerus di antara kelompok dan kelas sosial. Di sisi lain konflik
masyarakat juga dikuasai oleh sebagian kelompok antara individu yang mempunyai
kekuasaan dominan. Dengan demikian maka tampaklah bahwa ada pembagian yang jelas
antara pihak yang berkuasa dengan pihak yang dikuasai, keduanya itu mempunyai
kepentingan yang berbeda dan bahkan mungkin akan bertentangan. Secara umum
pendekatan konflik dibagi menjadi dua dan Karl Marx memandang masyarakat terdiri dari
dua kelas yang didasarkan pada kepemilikan sarana dan alat produksi (property), yaitu
kelas borjuis dan proletar. Kelas borjuis adalah kelompok yang memiliki sarana dan alat
produksi yang dalam hal ini adalah perusahaan sebagai modal dalam usaha. Kelas
proletar adalah kelas yang tidak memiliki sarana dan alat produksi sehingga dalam
pemenuhan akan kebutuhan ekonominya tidak lain hanyalah menjual tenaganya. Konflik
antar kelas terjadi melalui proses produksi sebagai salah satu kegiatan ekonomi di mana
dalam proses produksi terjadi kegiatan pengeksploitasian terhadap kelompok proletar oleh
kelompok borjuis.

Perubahan sosial justru membawa dampak yang buruk bagi para kaum buruh
(proletar) karena perubahan sosial berdampak pada semakin banyaknya jumlah penduduk.
(Elly M. Setiadi & Usman Kolip, 2011:365) Pertambahan jumlah penduduk akan
menyulitkan kehidupan kelompok proletar karena tuntutan akan lapangan pekerjaan
semakin tinggi sementara jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia tidak bertambah
(konstan). Tingginya jumlah penawaran tenaga kerja akan berpengaruh pada rendahnya
ongkos tenaga kerja yang diterimanya, sehingga kehidupan selanjutnya justru kian buruk.
“Sementara kehidupan kelompok kapitalis (borjuis) akan semakin berlimpah dengan
segala kemewahannya. Gejala inilah yang pada akhirnya menimbulkan ketimpangan
sosial yang berujung pangkal pada konflik sosial.” (Elly M. Setiadi & Usman Kolip,
2011:366) “Konflik antar kelas sosial biasanya berupa konflik yang bersifat vertikal yaitu
konflik antara kelas sosial atas dan kelas sosial bawah.

Konflik ini terjadi karena kepentingan yang berbeda antar dua golongan atau kelas
sosial yang ada.” Konflik antar kelas sosial biasanya lebih ditekankan pada konflik antara
buruh dan majikan di dalam struktur masyarakat industri, konflik antara patron dan klien

13
dalam struktur masyarakat feodal. Golongan buruh yang menuntut perbaikan upah kepada
pemerintah maupun perusahaan adalah wujud dari salah satu konflik antar golongan.
Faktor utama yang menjadi pemicu konflik biasanya terletak pada perbedaan pendapat
dimana majikan yang memiliki modal usaha memiliki pendapatan yang lebih besar
sedangkan para buruh yang memiliki tenaga memperoleh pendapatan yang kecil, sehingga
keadaan ini memunculkan isu ketidakadilan, ketimpangan sosial, dan sebagainya. (George
Ritzer & Goodman J Douglas 2011:360).

Marx merumuskan teori nilai tenaga kerja. Dalam teori ini ia menegaskan bahwa
keuntungan kapitalis menjadi basis eksploitasi tenaga kerja (Ritzer dan Goodman, 2008).
Pada dasarnya marx membagi tindakan eksploitasi terbagi menjadi empat subteori yaitu.
Pertama teori nilai pekerjaan yaitu nilai tukar barang di tentukan oleh jumlah pekerjaan
yang masuk ke dalam produksi akan barang tersebut. Tetapi tidak dapat dipisahkan
berdasarkan waktu bekerja. Kedua, teori tentang nilai tenaga kerja adalah jumlah nilai
semua komoditi yang perlu dibeli oleh buruh agar ia dapat hidup, artinya agar dapat
memulihkan tenaga kerja, memperbarui dan menggantinya. Ketiga, teori tentang nilai
lebih. Keempat nilai laba yang merupakan keuntungan harga (Suseno,1999: 181-192).

2.2.2 Kapitalisme dan Eksploitasi

Ekploitasi adalah segala bentuk upaya atau kegiatan yang dilakukan untuk
melakukan panggalian-penggalian potensi yang terdapat pada suatu objek, baik berupa
sumber daya alam maupun yang lainnya demi kepentingan (pemenuhan kebutuhan) baik
individu, sekelompok orang yang dapat merugikan banyak orang dan lingkungan. Secara
etimologi pengertian eksploitasi dalam bahasa Inggris berarti Exploitation. Suharto (2005)
mengartikan Eksploitasi yang berarti politik pemanfaatan yang diskrimintif dengan secara
sewenang-wenang atau terlalu berlebihan terhadap sesuatu subyek eksploitasi hanya untuk
kepentingan ekonomi semata-mata tanpa mempertimbangan rasa kepatutan, keadilan serta
kompensasi kesejahteraan.

Ekploitasi juga dapat diartikan politik pemanfaatan yang dilakukan secara


sewenang-wenang atau terlalu berlebihan terhadap suatu subyek eksploitasi yang
dilakukan untuk tujuan kepentingan ekonomi semata-mata tanpa adanya
mempertimbangkan rasa kepatutan, keadilan serata adanya kompensasi kesejahteraan.
Menurut Martaja, (2005) bahwa pengertian eksploitasi adalah memanfaaatkan seseorang
secara tidak etis demi kebaikan atau keuntungan seseorang. Dari penjelasan di atas bahwa

14
ekploitasi merupakan sikap atau tindakan yang terlarang yang dilakukan seseorang
ataupun kelompok dengan memanfaatkan dan mengambil sumber daya secara berlebihan
dengan sewenang-wenang guna memperoleh keuntungan dan memperkaya diri sendiri
yang dapat merugikan banyak orang tanpa mempertimbangkan keseimbangan ekosistem.
Semenjak sentral dari corak produksi kapitalisme berupa eksploitasi terhadap kelas
pekerja upahan, maka perhatian kita terhadap isyu tenaga kerja mestinya bersifat pokok
(Sangaji, 2014).

Lebih lanjut menurut Sangaji, salah satu aspek penting dari soal tenaga kerja ini
adalah apa yang Marx sebut sebagai tenaga kerja cadangan (reserve army of labour) atau
kelebihan penduduk relative (relative surplus population). Tenaga kerja cadangan adalah
hal pokok yang menyangga bekerjanya sistem eksploitasi dalam corak produksi
kapitalisme. Marx menyebut formal subsumption of labour untuk menggambarkan
bentukperkembangan kapitalisme paling awal. Dalam tahapan ini kapitalisme dicirikan
dengan kelas kapitalis mengeksploitasi kelas pekerja melalui apropriasi/perampasan nilai
lebih absolut (absolute surplus value). Pada dasarnya, apropriasi nilai lebih absolut tidak
ditandai dengan penggunaan teknik produski yang maju. Akan tetapi riel subsumption of
labour yakni eksploitasi kelas kapitalis terhadap kelas pekerja melalui apropriasi nilai
lebih relatif (relative surplus value). Apropriasi nilai lebih relative merupakan cara paling
menonjol untuk meningkatkan eksploitasi terhadap kelas pekerja dalam tahapan sejarah
perkembangan kapitalisme yang lebih maju. Apropriasi ini ditempuh dengan mengurangi
nilai dari tenaga kerja melalui pemanfaatan kemajuan ilmu pengetahuan dan penerapan
teknologi maju di dalam proses produksi.

Menurut Marx, kapital adalah bahan-bahan baku, instrumen kerja, dan seluruh
jenis alatalat subsisten, yang digunakan untuk memproduksi bahan-bahan baku yang baru,
instrumen kerja yang baru, dan alat-alat subsisten yang juga baru. Marx mengatakan,
seluruh komponen itu adalah bagian kapital yang dihasilkan melalui kerja, produk dari
kerja, atau hasil dari kerja yang terakumulasi. Kerja yang terakumulasi sebagai alat-alat
produksi baru ini, kemudian disebutnya sebagai kapital. Ia mendukung premis dasar
mereka yang menyatakan bahwa tenaga kerja merupakan sumber seluruh kekayaan. Pada
dasarnya premis inilah yang menyebabkan Marx merumuskan teori nilai tenaga kerja.
Dalam teori ini ia menegaskan bahwa keuntungan kapitalis menjadi basis eksploitasi
tenaga kerja (Ritzer dan Goodman, 2008: 29). Pada dasarnya marx membagi tindakan
eksploitasi terbagi menjadi empat subteori yaitu. Pertama teori nilai pekerjaan yaitu nilai

15
tukar barang di tentukan oleh jumlah pekerjaan yang masuk ke dalam produksi akan
barang tersebut. Tetapi tidak dapat dipisahkan berdasarkan waktu bekerja. Kedua, teori
tentang nilai tenaga kerja adalah jumlah nilai semua komoditi yang perlu dibeli oleh buruh
agar ia dapat hidup, artinya agar dapat memulihkan tenaga kerja, memperbarui dan
menggantinya. Ketiga, teori tentang nilai lebih. Keempat nilai laba yang merupakan
keuntungan harga (Suseno,1999: 181-192).

2.2.3 Upah

Sistem pengupahan menurut teori Karl Marx didasarkan pada teori nilai dan asas
pertentangan kelas. Pada dasarnya pandangan Karl Marx bahwa hanya buruh yang
merupakan sumber nilai dari jasa buruh atau dari jumlah waktu kerja yang digunakan
untuk memproduksi suatu barang. Sedangkan dari pendapat lainnya teori Karl Marx
adalah pertentangan kelas yang artinya bahwa kapitalis selalu berusaha menciptakan
barang barang modal untuk mengurangi penggunaan buruh. Akibatnya adanya
pengangguran besar-besaran sehingga menurun kan upah. Sistem pengupahan dan
pelaksanaannya berdasar kan pandangan Karl Marx adalah sebagai berikut: 1. Kebutuhan
konsumsi tiap-tiap orang, macam dan jumlahnya hampir sama. Nilai (harga) setiap barang
hampir sama, maka upah tiap orang kira-kira sama. 2. Sistem pengupahan tidak
memberikan intensif yang sangat perlu menjamin peningkatan produktivitas kerja dan
pendapatan nasional. 3. Sistem kontrol yang sangat ketat diperlukan untuk menjamin
setiap orang betul-betul mau kerja menurut kemampuannya. Pada pembahasan hubungan
kekuasaan dan pertentangan kelas oleh Marx, tampak permasalahan dalam bentuk upah
maupun kebijakan lain yang diberlakukan oleh pengusaha dalam hubungannya dengan
buruh. Salah satu yang membuat Marx membahas tentang permasalahan upah dalam
pertentangan kelas antara buruh dan pengusaha adalah karena kecilnya upah yang
diberikan.

2.2.4 Konflik dan Otoritas Ralf Dahrendorf

16
Dahrendorf adalah tokoh utama yang berpendirian bahwa masyarakat mempunyai
dua wajah (konflik dan konsensus) dan karena itu teori sosiologi harus dibagi menjadi dua
bagian: teori konflik dan teori konsensus. Teoritisi konsensus harus menguji nilai
integrasi dalam masyarakat dan teoritisi konflik harus menguji konflik kepentingan dan
penggunaan kekerasan yang mengikat masyarakat bersama dihadapan tekanan itu.
Dahrendorf mengakui bahwa masyarakat tak akan ada tanpa konsensus dan konflik yang
menjadi persyaratan satu sama lain. Jadi, kita tidak akan punya konflik kecuali ada
konsensus sebelumnya. (George Ritzer & Goodman 2004: 154). Konsep sentral teori ini
adalah wewenang dan posisi. Keduanya merupakan fakta sosial. Inti tesisnya sebagai
berikut. Distribusi kekuasaan dan wewenang secara tidak merata tanpa kecuali menjadi
faktor yang menentukan konflik sosial secara sistematis. Perbedaan wewenang adalah
suatu tanda dari adanya berbagai posisi dalam masyarakat. Perbedaan posisi serta
perbedaan wewenang di antara individu dalam masyarakat itulah yang harus menjadi
perhatian utama para sosiolog. Struktur yang sebenarnya dari konflik-konflik harus
diperhatikan di dalam susunan peranan sosial yang dibantu oleh harapan-harapan terhadap
kemungkinan mendapatkan dominasi. Tugas utama menganalisa konflik adalah
mengidentifikasi berbagai peranan kekuasaan dalam masyarakat. (George Ritzer, 2011:
26) Posisi tertentu di dalam masyarakat mendelegasikan kekuasaan dan otoritas terhadap
posisi yang lain. Fakta kehidupan sosial ini mengarahkan Dahrendorf kepada tesis
sentralnya bahwa perbedaan didistribusikan dan otoritas “selalu menjadi faktor yang
menentukan konflik sosial sistematis”.

2.2.5 Otoritas

Berkaitan dengan teori konflik yang dijelaskan Dahrendorf, sejalan dengan itu ia
mengungkapkan teorinya tentang otoritas, dimana Dahrendorf memusatkan perhatian pada
struktur sosial yang lebih luas. Inti tesisnya adalah gagasan bahwa berbagai posisi
didalam masyarakat mempunyai kualitas otoritas yang berbeda. Otoritas tidak terletak di
dalam diri individu, tetapi di dalam posisi. Dahrendorf tidak hanya tertarik pada struktur
posisi, tetapi juga pada konflik antara berbagai struktur posisi itu: “sumber struktur konflik
harus dicari di dalam tatanan peran sosial yang berpotensi untuk mendominasi atau
ditundukkan”. Menurut Dahrendorf tugas pertama analisis konflik adalah mengidentifikasi
berbagai peran otoritas di dalam masyarakat karena memusatkan perhatian kepada struktur
berskala luas seperti peran otoritas itu. Otoritas yang melekat pada posisi adalah unsur
kunci dalam analisis Dahrendorf. Otoritas secara tersirat menyatakan superordinasi dan

17
subordinasi. Mereka yang menduduki posisi otoritas diharapkan mengendalikan bawahan.
Artinya, mereka berkuasa karena harapan dari orang yang berada di sekitar mereka, bukan
karena ciri-ciri psikologis mereka sendiri. Seperti otoritas, harapan ini pun melekat pada
posisi, bukan pada orangnya. Otoritas bukanlah fenomena sosial yang umum, mereka
yang tunduk pada kontrol dan mereka yang dibebaskan dari kontrol, ditentukan dalam
masyarakat. Terakhir, karena otoritas adalah absah, sanksi dapat dijatuhkan pada pihak
yang menentang.

Menurut Dahrendorf, otoritas tidak konstan karena ia terletak dalam posisi, bukan
di dalam diri orangnya. Karena itu seseorang yang berwenang dalam satu lingkungan
tertentu tak harus memegang posisi otoritas di dalam lingkungan yang lain. Ini berasal
dari argument Dahrendorf yang menyatakan bahwa masyarakat tersusun dari sejumlah
unit yang ia sebut asosiasi yang dikoordinasikan secara imperatif. Masyarakat terlihat
sebagai asosiasi individu yang dikontrol oleh hierarki posisi otoritas. Karena masyarakat
terdiri dari berbagai posisi dan seorang individu dapat menempati posisi otoritas di satu
unit dan menempati posisi yang subordinat di unit lain. Otoritas dalam setiap asosiasi
bersifat dikotomi; karena itu ada dua, hanya ada dua kelompok konflik yang dapat
terbentuk di dalam asosiasi. Kelompok yang memegang posisi otoritas dan kelompok
subordinat yang mempunyai kepentingan tertentu “yang arah dan substansinya saling
bertentangan”. Disini kita berhadapan dengan konsep kunci lain dalam teori konflik
Dahrendorf, yakni kepentingan. Kelompok yang berada di atas dan yang berada di bawah
didefinisikan berdasarkan kepentingan bersama. Dahrendorf tetap menyatakan bahwa
kepentingan itu, yang seperti tampak sebagai fenomena psikologi, pada dasarnya
fenomena berskala luas. (George Ritzer & Goodman, 2004: 155). Kekuasaan selalu
memisahkan dengan tegas antara penguasa dan yang dikuasai maka dalam masyarakat
selalu terdapat dua golongan yang saling bertentangan. Masing-masing golongan
dipersatukan oleh ikatan kepentingan nyata yang bertentangan secara substansial dan
secara langsung di antara golongan-golongan itu. Pertentangan itu terjadi dalam situasi di
mana golongan yang berkuasa berusaha mempertahankan status quo sedangkan golongan
yang dikuasai berusaha untuk mengadakan perubahan-perubahan. Pertentangan
kepentingan ini selalu ada setiap waktu dan dalam setiap struktur. Karena itu kekuasaan
yang sah selalu berada dalam keadaan terancam bahaya dari golongan yang anti status
quo. Kepentingan yang terdalam satu golongan tertentu selalu dinilai obyektif oleh
golongan yang bersangkutan dan selalu berdempetan (coherence) dengan posisi individu

18
yang termasuk ke dalam golongan itu. Seorang individu akan bersikap dan bertindak
sesuai dengan cara-cara yang berlaku dan yang diharapkan oleh golongannya. Dalam
situasi konflik seorang individu akan menyesuaikan diri dengan peranan yang diharapkan
oleh golongannya itu, yang oleh Dahrendorf disebut sebagai peranan laten. Kekuasaan
atau otoritas mengandung dua unsur yaitu penguasa dan orang yang dikuasai atau dengan
kata lain atasan dan bawahan. Kelompok, konflik dan perubahan. Dibedakan menjadi tiga
kelompok yaitu:

a. Kelompok semu (quasi group), yaitu sejumlah pemegang posisi dengan kepentingan

yang sama, tetapi belum menyadari keberadaanya.

b. Kelompok kepentingan (manifest), yaitu kelompok yang memiliki struktur, bentuk

organisasi, tujuan atau program dan anggota perorangan. Kelompok ini merupakan

agen riil dari konflik kelompok. (Nasrullah Nasir, 2009: 25)

c. Kelompok konflik, yaitu kelompok yang terlibat dalam konflik kelompok actual.

Kelompok tersebut merupakan konsep dasar untuk menjelaskan konflik sosial.

Kelompok dalam masyarakat tidak pernah berada dalam posisi ideal sehingga selalu

ada faktor yang mempengaruhi terjadinya konflik sosial. (Poloma, 1994: 135).

Dalam pembahasan Teori Dahrendorf tentang konflik dan wewenang kekuasaan yang

dikemukakan Ralf Dahrendorf diartikan sebagai kekuasaan kontrol dan sanksi sehingga

mereka yang memiliki kekuasaan memungkinkan untuk memberikan perintah dan

mendapatkan apa yang mereka inginkan dari mereka yang tidak memiliki kekuasaan.

Misal, dalam suatu Perusahaan “X”, dimana dalam perusahaan tersebut memiliki struktur

organisasi yang terdiri dari beberapa posisi yang diduduki oleh individu. Dalam setiap

posisi dalam struktur organisasi perusahaan tersebut, masing-masing memiliki peran yang

di dalamnya terdapat wewenang dan kuasa bagi yang menduduki posisi tersebut. Hal ini

sesuai dengan teori Dahrendorf tentang wewenang dan kekuasaan dari otoritas yang

dimiliki dari kedudukan dalam struktur organisasi. Distribusi wewenang dan kekuasaan

19
Dahrendorf menjelaskan bahwa terdapat pembagian peran dalam struktur masyarakat

tertentu yang dalam hal ini Perusahaan “X” Food Market. Pengusaha memiliki

kewenangan berupa kontrol kebijakan seperti nominal upah, Jamsostek dan keputusan

mengenai komoditas yang menjadi usahanya dan berbicara mengenai distribusi wewenang

dan kekuasaan, buruh memiliki kapasitas pada pengetahuan atas obyek yang dikerjakan.

Namun wewenang dan kekuasaan yang dimiliki oleh buruh sangat kecil bila dibandingkan

dengan kelompok superordinat seperti owner, personalia dan Kepala Bagian Keuangan.

Pihak perusahaan menempati posisi sebagai superordinat dalam struktur sosial masyarakat

industri.

2.3 Kerangka Berpikir

karyawan kontrak di
O2 Food Market
“X” Food Market

Perempuan

Eksploitasi

a. Alienasi
b. Jam kerja 20
c. Upah
d. Beban kerja
Menganalisis pola eksploitasi
karyawan kontrak di “X” Food
Market

Bagan 1.1 Kerangka Pikir Penelitian

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan Dan Jenis Penelitian

Penelitian ini berupaya untuk menganalisis dan mendeskripsikan eksploitasi pada


karyawan kontrak di X Kota Palangka Raya, dengan menggunakan penelitian kualitatif
deskriptif. Penelitian kualitatif deskriptif menurit Moleong adalah penelitian yang
bermaksud memahami fenomena tentang apa yang dipahami oleh subjek penelitian.
Misalnya perilaku, persepsi, motivasi, Tindakan secara holistik, dan dalam bentuk deskripsi
dalam bentuk kata dan Bahasa dalam suatu konteks khusus yang alamiah. Serta dengan
memamfaatkan berbagai metode alamiah dengan prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif yang berupa data-data tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku
yang akan diteliti.

Menurut Spradley (dalam sugiono, 2012) pendekatan kualitatif adalah pendekatan


untuk membangun pernyataan pengetahuan berdasarkan perspektif konstruktif (misalnya,
makna-makna yang bersumber dari pengalaman individu, nilai-nilai social dan sejarah,
dengan tujuan untuk membangun teori dan pola pengetahuan tertentu). Permasalahan
dalam penelitian kualitatif bertumpu pada suatu fokus agar penelitian dapat dibatasi dan

21
memenuhi masuknya informasi yang dibutuhkan oleh peneliti. Penelitian kualitatif
bertujuan memperoleh gambaran seutuhnya mengenai suatu hal menurut pandangan
manusia yang diteliti. Penelitian kualitatif berhubungan dengan ide, persepsi, pendapat,
atau kepercayaan orang yang diteliti dan keseluruhannya tidak dapat diukur dengan angka
(Moleong 2009). Penelitian deskriptif juga bertujuan untuk menggambarkan meringkas
berbagai kondisi dan fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek
penelitian dan menarik realitas ke permukaan sebaai suatu ciri karakter, sifat, modal tanda
atau gambaran tentang kondisi, situasi ataupun fenomena tertentu (Bungin,2007:68).

Adapun penelitian kualitatif adalah untuk memeriksa, menerangkan, mendeskripsikan


secara kritis suatu fenomena, kejadian, atau peristiwa interaksi sosial dalam masyarakat
untuk mencari dan menemukan makna dalam konteks yang sesungguhnya. Tujuan dari
penelitian kualitatif adalah untuk memahami permasalahan yang diteliti secara lebih
mendalam sehingga diharapkan dapat memperoleh data dan informasi dari apa yang
diamati. Ada tiga hal yang digambarkan dalam penelitian kualitatif, yaitu berkarakteristik
perilaku, kegiatan atau kejadian yang terjadi selama penelitian, keadaan lingkungan atau
karakteristik tempat penelitian berlangsung (Usman, 2009). Metode penelitian ini adalah
cara untuk lebih menekankan pada aspek pemahaman terhadap suatu permasalah.

Alasan menggunakan metode penelitian deskriptif deskriptif karena strategi


penelitian yang diambil lebih menggunakan pemahaman dan Tindakan yang dilakukan
serta mendeskripsikan eksploitasi yang tejadi pada buruh perempuan di pasar besar
palangka raya, dengan menggunakan hasil deskriptif berupa kata-kata tertulis dan lisan dari
hasil wawancara dan observasi dari buruh perempuan atau melalui informan lain. Dan
penelitian deskrptif kualitatif dipilih agar memperoleh data lebih mendalam dan alami dari
para buruh perempuan tersebut.

3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di “X” Food Market jalan Rajawali KM.3
Palangka Raya. Adapun alasan penelitian ini dilakukan ditempat tersebut, karena para
karyawan bekerja di lokasi tersebut. Akses menuju lokasi dapat ditempuh melalui
kendaraan roda dua maupun roda empat. Lokasi penelitian ini berada tepat di jalan rajawali
kota palangka raya, dan “X” Food Market ini beroperasi di lokasi tersebut. Untuk
melakukan penelitian ini, penulis membutuhkan waktu kurang lebih 3 bulan, yaitu bulan

22
April-Juni 2021. Lokasi penelitian ini juga di pilih sebagai tempat penelitian karena
terdapat beberapa hal yang menarik yang akhirnya ingin di teliti oleh peneliti.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti menjadi penguat bukti penelitian
untuk di jadikan acuan dalam menganalisa data yang diperoleh dalam penelitian yang
berkaitan dengan konflik eksploitasi buruh perempuan di “X” Food Market Palangka Raya.
Untuk mendapatkan hasil yang objektif, penulis penulis mengumpulkan data yang di
peroleh dengan menggunakan beberapa metode antara lain:

a. Observasi

Observasi merupakan Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara melihat

ataupun memperhatikan fenomena yang terjadi secara natural atau alamiah (Gunawan,

2014:143). Cara awal yang dilakukan peneliti adalah peneliti turun kelapangan untuk

mengamati perilaku dan aktivitas individu-individu dilokasi penelitian. Observasi adalah

pengamatan terhadap suatu objek yang diteliti baik secara langsung maupun tidak langsung

dengan melibatkan semua indera (penglihatan, pendengaran, penciuman, pembau, perasa)

untuk memperoleh data yang harus dikumpulkan dalam penelitian (Agustinova, 2015:36-

37). Menurut Creswell (2016:254), observasi dalam penelitian kualitatif adalah ketika

peneliti langsung turun ke lapangan untuk mengamati perilaku dan aktivitas

individuindividu di lokasi penelitian. Kunci keberhasilan dalam observasi adalah pengamat

atau peneliti itu sendiri. Pengamat yang memberikan makna tentang apa yang diamati

dalam realitas dan dalam kontek yang alami (natural setting), yang bertanya, dan yang

melihat hubungan antara satu aspek dengan aspek yang lain pada objek yang diamatinya

(Yusuf, 2014:384).

Dalam pengamatan ini peneliti merekam atau mencatat baik dengan cara terstruktur

maupun semistruktur (misalnya, dengan mengajuan sejumlah pertanyaan yang memang

ingin diketahui oleh peneliti) aktivitas-aktivitas dalam lokasi penelitian. Peneliti melakukan

23
observasi guna mendapatkan data dari lapangan. Peneliti melakukan observasi awal dengan

turun kelapangan langsung di “X” Food Market Kota Palangka Raya untuk mengamati

potensi di “X” Food Market tersebut. Namun dalam penelitian ini, peneliti mengamati

bagaimana konflik peran yang terjadi serta penyebab eksploitasi pada buruh perempuan di

“X” Food Market Kota palangka raya.

Sehingga melalui pengamatan ini peneliti akan mendeskripsikan serta menganalisis

eksploitasi perempuan di “X” Food Market Kota palangka raya. Peneliti melakukan

observasi di jalan rajawali kilometer 3 No. 14 tepatnya di “X” Food Market Kota palangka

raya, peneliti mengamati aktivitas para karyawan selama bekerja. Melakukan pendekatan

dengan beberapa karyawan untuk memudahkan mendapatkan informasi saat wawancara.

Setelah melakukan pendekatan peneliti mulai meneliti dan bertanya tentang pekerjaan

mereka di “X” Food Market.

b. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menganalisis

dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar, ataupun elektronik. Dokumen-

dokumen yang dihimpun dipilih sesuai dengan tujuan dan fokus masalah. Metode

dokumentasi digunakan untuk mendukung hasil wawancara dan observasi yang dilakukan.

Selama proses penelitian, peneliti mengumpulkan dokumentasi, yaitu penulis mengambil

gambar, video, dan rekaman. Dokumentasi ini merupakan hal yang sangat penting sebagai

salah satu bukti bahwa peneliti turun kelapangan langsung dan menggali data secara lebih

mendalam dari para karyawan tersebut. Peneliti selama di lapangan mengambil

dokumentasi untung bahan pendukung penelitian. Saat melakukan wawancara mengambil

rekaman hasil pembicaraan dengan beberapa informan serta dokumentasi dengan beberapa

24
informan penelitian. Dokumentasi ini diambil pada saat dilakukannya wawancara dengan

informan yang nantinya akan dilampirkan pada halaman akhir skripsi.

c. Wawancara

Wawancara merupakan cara pengumpulan data yang dengan cara tanya jawab guna

memperoleh keterangan lebih terperinci. Jelas dan langsung kepada pihak yang

bersangkutan dan tentunya hal ini akan memperoleh hasil yang lebih mendalam. Proses

penggalian data peneliti menggunakan cara wawancara, wawancara merupakan proses

penggalian data dengan tanya jawab antara peneliti dengan informan yang berkaitan

dengan penelitian ini yang berfokuskan pada konflik peran pada keluarga pedagang

perempuan sehingga mempengaruhi perekonomian dan keharmonisan dalam keluarga

(Gunawan, 2014:160). Menurut Yusup (2014:372), wawancara adalah percakapan tatap

muka (face to face) antara pewawancara dengan sumber informasi, dimana pewawancara

bertanya langsung tentang sesuatu objek yang diteliti dan telah dirancang sebelumnya.

Wawancara digunakan untuk mendapatkan data secara lebih mendalam yang diperoleh

melalui kemampuan untuk menggali pemikiran atau pendapat secara detail. Proses

wawancara memerlukan daftar pertanyaanpertanyaan yang dirancang untuk memunculkan

pandangan dan opini dari informan, sehingga mampu menjawab tujuan dari penelitian

(Creswell,2016:254). Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan jenis wawancara

terencana-tidak terstruktur (semiterstruktur) agar informan dapat menyampaikan pendapat

atau opini secara lebih mendalam dan peneliti mampu menemukan permasalahan secara

lebih terbuka.

Wawancara yang dilakukan peneliti menggunakan wawancara berlandasan pada guide

interview, wawancara yang berlandasan dari guide interview sendiri merupakan wawancara

yang disusun melalui pertanyaan-pertanyaan yang relevan tentang fokus penelitian yang

25
akan diteliti, dalam penelitian ini pertanyaan yang menyangkut tentang eksploitasi buruh

perempuan serta penyebab eksploitasi pada karyawan kontrak di “X” Food Market Kota

Palangka Raya.

Peneliti melakukan wawancara untuk mengumpulkan banyak data yang bersumber dari

responden yang dipilih dengan pertimbangan tertentu. Peneliti membuat beberapa

pertanyaan yang mengalir dan wawancara yang tidak terstruktur atau bersifat terbuka agar

responden lebih leluasa menjawab dan bercerita saat wawancara. Wawancara dilakukan

kepada para karyawan kontrak di “X” Food Market Kota Palangka Raya. Peneliti saat

melakukan wawancara sebelumnya perkenalan dengan informan untuk mengenal lebih

dalam, peneliti bertanya tentang aktivitas para karyawan disana, dan wawancara dilakukan

tidak terstruktur sehingga para informan yang di wawancara menjawab dan bercerita lebih

luas tentang apa yang mereka alami selama bekerja sebagai karyawan kontrak di “X” Food

Market tersebut. Wawancara ini juga tidak dilakukan tidak hanya sekali tetapi lebih dari

satu kali agar peneliti bisa mendapat informasi lebih dalam tentang “X” Food Market.

3.1 Teknik Analisa Data

Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan Teknik analisis data kualitatif.

Data yang dihasilkan dari informan berupa kata-kata. Maka analisis yang digunakan dalam

penelitian ini lebih bersifat deskriptif – analitik yang berarti interpretasi terhadap isi yang

dibuat dan disusun secara sistematik atau menyeluruh. Bogdan dan Biklen (Moleong,

2005:248) mengemukakan bahwa analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan

dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasi data, memilah-milahnya menjadi satuan

yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa

yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada

26
orang lain. Keempat kengiatan dalam analisis data kualitatif yang dilakukan oleh penulis

pada penelitian ini adalah:

a. Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara mencari data yang

dibutuhkan baik itu data primer maupun data sekunder yang ada dilapangan yang berkaitan

dengan penelitian yang peneliti lakukan. Kemudian peneliti mencatat semua data secara

objektif dan apa adanya sesuai dengan hasil observasi dan wawancara dilapangan.

b. Reduksi Data

Reduksi data yaitu memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus peneliti. Reduksi

data merupakan suatu bentuk analisis yang menggolongkan, mengarahkan, membuang

yang tidak perlu yang mengyayaskan data-data yang direduksi memberikan gambaran yang

lebih tajam tentang hasil pengamatan dan mempermudah peneliti untuk mencari sewaktu-

waktu diperlukan. Setelah data yang didapatkan peneliti ini baik itu dari informan maupun

subjek peneliti yang bersifat sekunder maupun primer dipilah-pilah, diambil yang memiliki

kaitan dengan fokus penelitian mengenai eksploitasi pada buruh perempuan di “X” Food

Market Kota Palangka Raya.

Data yang di dapatkan dalam penelitian ini direduksi dengan tujuan untuk memudahkan

peneliti dalam mengklasifikasikan data. Data yang sudah terklasifikasi memudahkan

peneliti antara lain memfokuskan data kepada fokus penelitian, selain untuk membedakan

antara primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan subjek

yaitu pengelola karyawan kontrak di “X” Food Market Kota Palangka Raya.

c. Penyajian Data

27
Peyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan

adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan Tindakan. Tujuan untuk memudahkan

membaca dan menarik kesimpulan. Data-data yang telah didapatkan dari hasil wawancara

dengan subjek maupun informan, serta data-data sekunder berupa data melalui perantara

(pihak kedua).

d. Pengambilan Kesimpulan atau Verifikasi

Peneliti berusaha mencari pola, model, tema, hubungan, persamaan, hal-hal yang

sering muncul, hipotesis dan sebagainya, jadi dari kata tersebut peneliti mencoba

mengambil kesimpulan. Verifikasi dapat dilakukan dengan keputusan, didasarkan kepada

reduksi data, dan penyajian data yang merupakan jawaban atas masalah yang diangkat

dalam penelitian. Data dalam penelitian ini direduksi dan disajikan akan dilakukan

penerikan kesimpulan, data-data yang msuk melalui wawancara, dan catatan lainnya akan

ditarik kesimpulan untuk menjawab permasalahan pada penelitian ini, yaitu: eksploitasi,

dan penyebab eksploitasi pada karyawan kontrak di O2 Food Market Kota Palangka Raya,

keempatnya dapat digambarkan pada bagan berikut (Miles & Huberman, 1992: 2.

Pengumpulan data

Reduksi data Penyajian data

Penarikan kesimpulan data


atau verifikasi

28
Bagan 2.1 Skema Analisa Data

Keempat komponen tersebut saling interaktif, yaitu saling mempengaruhi dan juga

saling terkait. Diawali dengan peneliti meneliti tentang fenomena eksploitasi pada

karyawan kontrak di “X” Food Market Kota Palangka Raya. Dengan melakukan observasi

dan wawancara yang berarti dalam tahap pengumpulan data. Data tersebut akan

dikelompokkan dan akan dianalisis menggunakan teori Karl Max. Setelah itu data-data

tersebut disusun secara sistematis sehingga memperoleh kesimpulan. Untuk dapat

memperoleh kesimpulan data yang telah disusun secara sistematis disajikan dalam bentuk

kalimat yang difokuskan fenomena eksploitasi pada karyawan kontrak di “X” Food

Market Kota Palangka Raya.

BAB IV

HASIL PENELITIAN
4.1 Profil “X” Food Market

O2 Food Market telah hadir pusat kuliner yang menggunakan sistem digital di Jalan
Rajawali km 3, nomor 14, “X” Food Market buka pada bulan pebruari pada tanggal 7
pebruari 2021. “X” Food Market ini memiliki visi yaitu 4.0 – umkm – social distance untuk
menjadikan O2 Food Market yang terdepan melalui skil – knowledge – attitude dan dengan
misi yaitu menjalankan SOP perusahaan dgn jujur dan sungguh- sungguh secara terus
menerus.

Sebagai Sentra Warisan Kuliner Terbaik di Palangkaraya. Tenan adalah hasil seleksi
dari rasa dan nama besarnya suatu produk yang akan di jual di Food Court. Kami akan

29
menyajikan makanan Asian Fusion, Steamboat, Western, Chinese, Korean Barbeque,
Nusantara & Local Kalimantan. Akulturasi asia dan barat yang kami garap dengan serius
untuk memanjakan tamu. “X” Food Market hadir di Palangka Raya untuk Menunjang
Program Pemerintah Pusat:

1. 4.0 system digital. Membiasakan pengunjung dengan penggunaan digital. Daftar

Makanan & Minuman kami di akses melalui Handphone.

2. UMKM. Mempercepat pemulihan Perekonomian dengan memberdayakan UMKM

untuk belajar bisnis. Kami menyiapkan booth / Tenant yg sudah dilengkapi peralatan

dan karyawan dengan system bagi hasil

3. Social Distance. Mengurangi kontak antara pengunjung dengan karyawan. Kami

gunakan system system Barcode. Pelanggan yang mau pesn makan, minum &

pembayaran bill melalui Handphone saja.

1. Struktur Kerja O2 Food Market

JUMLA
                                H
STAFF
   
  1     1
ORGANIZATION JOHN
   
  CHART LENAK  
O2 FOOD
GM    
  MARKET  
PALANGK
  A RAYA 1     1
  RINGGA      

30
  HRD      
  2     2
GATOT
     
            & MIKE    
      CHEF
       
                 
  1 2   5     2 10
JHON.
    RUBEN DESI & DIKA OKTA       
    IJAL  
SENIOR ADMIN & SENIOR
BARISTA    
  WAITER MKT COOK  
  3 2 1   6
JERE &
AMEL DAMA  SATRIO
  RIZKY    
TIPSY
WAITER/SS CASHIER COOK
  MORE  
  1 1 1     7 10
  AZAY  PUJI RAY      JAMIL  
TEKNISI & PURCHASIN BARBAC COOK
  IT G K HELPER  
  3 2   5
ELY,
RIO & ELY YOS. JEF
  RIO   
STEWA
HK & STW SECURITY
  RD  
                       
          35

1. Perekrutan Kerja

Perekrutan karyawan di “X” Food Market ini secara umum hampir sama dengan

perekrutan karyawan pada umumnya. Para buruh yang datang untuk melamar kerja di “X”

Food Market ini datang ke bagian HRD untuk mengantar lamaran dan akan dibungi kembali

ketika masuk dan tahap terakhir adalah mewawancarai pelamar. Selama sistem perekrutan

berlangsung, dalam proses wawancara, pihak “X” akan menjelaskan aturan kerjakaryawan

secara umum dan menanyakan kesediaan pelamar terhadap berbagai aturan dan sistem kerja

yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Perekrutan karyawan di “X” Food Market ini

sifatnya juga tidak terlalu resmi. Hal tersebut terbukti dari tidak adanya surat resmi

semacam kontrak kerja atau surat perjanjian kerja yang ditandatangani oleh kedua belah

pihak. Setelah proses wawancara selesai dan sang pelamar menyatakan kesediaannya untuk

31
mengikuti segala aturan kerja di Food Market maka karyawan dapat langsung bekerja sesuai

bagian dimana ia perlu ditempatkan. Sistem perekrutan karyawan di “X” Food Market ini

juga begitu mempersoalkan pengalaman kerja atau keahlian/skill karyawan, karena hal ini

sangat diperlukan untuk mempermudah operasional kerja. Penempatan kerja karyawan

dalam “X” Food Market adalah sesuai dengan kebutuhan perusahaan, dimana karyawan

tidak mengajukan diri untuk melamar di bagian tertentu seperti melamar kerja pada

umumnya, namun perusahaan lah yang menempatkan karyawan pada bagian ‘kosong’ yang

memerlukan tenaga karyawan untuk mengisinya. Dapat disimpulkan bahwa penempatan

karyawan tersebut sesuai dengan kemauan dan kebutuhan perusahaan, yaitu dibagian mana

tenaga buruh dibutuhkan maka disitulah ia ditempatkan. karyawan tidak bisa memilih

dimana ia ingin bekerja, semua diputuskan oleh perusahaan dan karyawan hanya bisa

mengikuti saja jika mau bekerja di “X” Food Market tersebut. karyawan sewaktu-waktu

juga dapat dipindah dan ditempatkan di bagian tertentu sesuai dengan kemauan dan

kebutuhan perusahaan. Kondisi ini digambarkan dari penempatan kerja karyawan yang

dapat dipindah dari bagian awal penetapan kerja ke bagian lainnya atas alasan tertentu

perusahaan, dan dalam hal ini penempatan bagian kerja karyawan baru menjadi jelas dan

pasti ketika karyawan telah menempati posisi bagian kerja tersebut dalam waktu yang cukup

lama. karyawan dalam keadaan tertentu juga dapat diminta membantu bagian kerja lainnya

bila kekurangan tenaga dan terdapat hal yang bersifat mendesak untuk dilakukan.

Penempatan karyawan di perusahaan ini juga memperhatikan jenis kelamin, dimana

perempuan hanya di tempatkan di bagian tertentu saja dan lebih banyak bagian yag diisi

oleh tenaga laki-laki. Sehingga secara umum karyawan laki-laki di “X” Food Market ini

lebih banyak dari pada karyawan perempuan. karyawan perempuan hanya ditempatkan di

bagian-bagian yang proses kerjanya lebih mudah dan dianggap masih mampu untuk

dikerjakan oleh perempuan. Dari beberapa bagian kerja di “X” Food Market, perempuan

32
masuk di semua bagian pekerjaan. Bagian kerja tersebut dianggap ringan dan masih dapat

ditangani oleh perempuan, namun tetap saja memiliki beban kerja tersendiri pada

perempuan walaupun bagian tersebut dianggap ringan. Berikut adalah skema proses

penempatan kerja karyawan secara ringkas:

Pelamar ditempatkan di
bagian kerja sesuai
Calon pelamar datang
kebutuhan perusahaan
ke O2 Foodmarket
dan secara resmi akan
mengantar lamaran
mulai bekerja

Pelamar mengantar Pelamar menyetujui


lamaran dan segala aturan dan
menunggu panggilan syarat yang diajukan
dari pihak perusahaan perusahaan
saat dinyatakan lolos

Pelamar di wawancarai Pelamar diberitahu


(membutuhkan aturan/sistem kerja
persyaratan skill secara umum yang
tertentu) diajukan perusahaan

2. Aktivitas Kerja Para Karyawan Perempuan

a. Divisi Kerja Para Karyawan Dan Aktivitasnya

Pada bagian ini akan dijelaskan pembagian setiap devisi kerja berserta gambaran

secara umum aktivitas pekerjaan yang dilakukan oleh masing-masing devisinya:

1. Divisi Waiter/Waiters

33
2. Divisi Kitchen

3. Divisi Barista/ BAR

3. Gambaran Jam Kerja Para karyawan

Berikut adalah tabel gambaran jam kerja para karyawan di “X” Food Market, yaitu:

Tabel 4 Gambaran Jam Kerja Karyawan di “X” Food Market Kota Palangka Raya

Shift Pagi Shift Malam


10:00 Para karyawan sudah wajib berada 12:00 Para karyawan sudah wajib berada
di lokasi dan bersiap untuk bekerja di lokasi dan bersiap untuk bekerja
11:00 Para karyawan fokus bekerja 13:00- Para karyawan fokus bekerja
- sesuai dengan bagian masing- 15:00 sesuai dengan bagian masing-
13:00 masing masing
14:00 Para karyawan istirahat pulang, 16:00- Para karyawan istirahat makan
- makan dan menyempatkan tidur 17:00 dan menyempatkan tidur
15:00
15:00 Para karyawan melanjutkan 17:00- Para karyawan melanjutkan
- pekerjaan dan melaksanakan tugas 24:00 pekerjaan dan melaksanakan tugas
22:00 sesuai bagian masing-masing sesuai dengan bagian masing-
masing
22:00 Para karyawan pulang kerumah 24:00 Para karyawan pulang kerumah

4. Gambaran Aturan System Kerja Para Karyawan


Aturan kerja merupakan tata tertib dan hal-hal yang harus diperhatikan dan dipatuhi
oleh pekerja terkait tanggung jawab maupun haknya. Setiap perusahaan memiliki aturan
kerja sendiri yang mengatur serta mengikat pekerja. Di “X” Food Market yang menjadi
objek penelitian ini akan dipaparkan secara singkat mengenai bagaimana aturan kerja
yang harus dipatuhi para pekerja berdasarkan observasi dan hasil wawancara dengan para
informa yang bekerja di pabrik tersebut, antara lain yaitu:

34
1) Setiap pekerja harus masuk pada pukul 10:00 hingga 22:00 (12 jam) baik pada shift

pagi (dimulai dari pukul 10;00 pagi hingga pukul 22:00 malam), dan sebaliknya

pada shift malam (pukul 12:00 siang hingga pukul 24:00 malam).

2) Waktu resmi bekerja adalah 12 jam, sehingga semua karyawan total jam kerja 12

jam

3) Pekerja masuk kerja mulai dari hari Senin s/d Minggu pada waktu yang telah

ditentukan, kecuali hari libur. Setiap karyawan mendapat libur satu kali dalam

seminggu dan hari libur diatur sesuai dengan devisi masing-masing.

4) Pekerja bisa di panggil sewaktu-waktu pada hari libur kerja pada saat perusahaan

memerlukan pekerja pada pekerjaan tertentu.

5) Pekerja yang tidak masuk dalam satu hari kerja tidak akan diberikan upah, dan

penghitungan hari masuk kerja tersebut akan selalu dihitung untuk menghitung

jumlah upah yang akan diterima pekerja.

6) Pekerja akan diberikan upah setiap 2 minggu sekali, dan upah tersebut dihitung

berdasarkan hari kerjanya, ditambah jam lemburnya.

7) Pekerja yang tidak masuk karena sakit wajib memberikan surat dokter, dan paling

lama diizinkan beristirahat selama 3 hari saja, dan selama hari-hari tersebut upah

pekerja tidak ada.

8) Pekerja yang tidak masuk tanpa pemberitahuan selama 2 hari berturut-turut akan

dikenakan SP Pertama (Surat Peringatan) berupa teguran.

9) Pekerja harus mengikuti segala perintah atasan baik tertulis maupun tidak tertulis

karena penilaian terhadap sikap pekerja akan dinilai melalui hal tersebut.

10) Pekerja yang dianggap baik dalam bekerja dan tidak melanggar aturan dapat

dipertimbangkan untuk kenaikan posisi dan kenaikan upah.

35
Beberapa aturan yang telah dipaparkan atasan hanyalah gambaran secara umum tentang

sistem kerja yang diterapkan oleh “X” Food Market kepada pekerjanya. Aturan-aturan kerja

diatas akan diterangkan secara lebih terperinci pada sub-sub bagian selanjutnya dalam

pembahasan ini karena aturan-aturan umum kerja yang telah dipaparkan diatas adalah

gambaran awal dari eksploitasi para pekerja karyawan perempuan yang akan menjadi

pembahasan mendalam di bab ini.

4.2 Biografi Subjek Penelitian

“X” Food Market adalah sebuah restoran makanan dengan konsep foodcourt. Tempat

ini menyediakan berbagai jenis menu makanan, mulai dari makanan lokal sampai makanan

internasional. “X” Food Market terletak di Kalimantan Tengah, Kota Palangka Raya,

Kecamatan Jekan Raya, di jalan Rajawali kilometer 3 no. 14. Tempat ini buka sejak tanggal

7 pebruari 2021. “X” Food Market mulai jam operasional kerja jam 10:00 – 24:00, yang

dimana tempat ini telah mempekerjakan 35 karyawan kontrak.

4.2.2 Profil Informan 1

Nama: D

Usia: 22 tahun

Pendidikan terakhir: S1 Pertanian

Status perkawinan: Lajang

Bidang pekerjaan: cook helper bagian super chiken

Upah pokok/perbulan: Rp. 1.900.000.

“D” adalah seorang karyawan perempuan lajang yang telah bekerja di “X” Food

Market tersebut selama 5 bulan karena ia mulai bekerja di “X” Food Market tersebut mulai

36
4 pebruari 2021 sampai dengan sekarang juli 2021. “D” merupakan informan kunci dalam

penelitian ini karena dia merupakan karyawan lama yang berada di “X” Food Market sejak

awal dibukanya tempat itu. “D” pada bercerita tentang keluh kesahnya bekerja di Food

Market tersebut terkait dengan sistem kerja dan waktu kerja yang menurutnya sangat

memberatkannya. Ia mengeluhkan tentang upah yang tak mencapai ketentuan upah

minimum dan beberapa permasalahan lainnya yang mengarah pada masalah eksploitasi

kerja. “D” bekerja di cook helper dimana ia bertugas untuk menjaga salah satu tenant bagian

Super Chicken. Dari pekerjaannya itu ia mengaku harus mampu mengelola semuanya,

apalagi terkait pembelanjaan agar tidak minus dengan pendapatan setiap bulannya. Karena

apabila cost tenant yang dia jaga tinggi dari pada penjualan akan berakibat kepada gaji.

Namun dengan terpaksa ia tetap harus bekerja di Food Market tersebut lantaran sulitnya

mencari pekerjaan lain.

4.2.2 Profil Informan 2

Nama: A :

Usia: 35 tahun

Pendidikan terakhir: S1 ilmu komunikasi

Status perkawinan: kawin

Bidang pekerjaan: Kasir

Upah pokok/perbulan: Rp. 1.900.000

“A” adalah seorang karyawan yang kini telah menjadi kasir, sebab sebelum menjadi

bagian kasir awalnya menjadi marketing, “A” awalnya masuk jadi marketing akan tetapi

dengan keputusan sepihak dipindah menjadi waiters sampai saat ini akhirnya menjadi di

bagian kasir. Walaupun sekarang menjadi kasir gaji/upah yang diterima tetap sama. Atas

37
dasar keputusan sepihak tentang pemindahan devsi tersebut “A” tidak banyak protes dan

bertanya pada management karena takut membuat masalah dan di pecat, sebab sebagai

perempuan yang sudah berkeluarga dia sangat membutuhkan pekerjaan ini. “A” adalah

seorang karyawan perempuan lajang yang telah bekerja di “X” Food Market tersebut selama

3 bulan karena ia mulai bekerja di “X” Food Market tersebut mulai april 2021 sampai

dengan sekarang juli 2021.

4.2.3 Profil Informan 3

Nama: Y :

Usia: 32 tahun

Pendidikan terakhir: SMK (sekolah menengah kejuruan)

Status perkawinan: kawin

Bidang pekerjaan: cook helper bagian ben’z kichen

Upah pokok/perbulan: Rp. 1.900.000

“Y: adalah seorang karyawan perempuan yang telah bekerja di “X” Food Market ini

kurang lebih 3 bulan. “Y” bekerja sebagai karyawan yang ditempatkan di bagian cook

helper. Ia telah bekerja di “X” Food Market ini selama kurang lebih 3 bulan tepatnya

semenjak april 2021. “Y” terpaksa bekerja sebagai cook helper di “X” Food Market

lantaran harus membiayai anaknya. “Y” adalah seorang single parent sehingga segala

kebutuhan sehari-hari dia yang cari. Sebenarnya “Y” keberatan dengan jam kerja dan upah

yang tidak cukup untuk biaya sehari-hari selama sebulan dan harus meninggalkan anaknya

dari pagi sampai malam harus diasuh kakaknya. Tak bisa banyak menghabiskan waktu dan

menemani anaknya membuatnya harus pasrah demi kebutuhan hidup. Apalagi di masa

38
pandemi membuat sulit mencari pekerjaan membuat dia mau tidak mau harus tetap bertahan

bekerja di “X” Food Market.

4.3 Temuan Penelitian

Berdasarkan hasil wawancara dari beberapa informan dan pengamatan di lokasi

penelitian terdapat beberapa temuan data baru terkait kesewenang-wenangan para pegusaha

terhadap buruh yang dimana para buruh memperoleh ketidakadilan, berikut pernyataan

informan “A” 35 tahun, bagian kasir.

“…saya sudah bekerja kurang lebih 4 bulan disini, awalnya saya masuk
sebagai marketing disini,tapi selang beberapa bulan kerja saya sempat
izin sakit dan menyertakan surat dokter, tapi setelah saya masuk kemarin
setelah sembuh yahhh tiba-tiba saya di minta freelance dari rumah, saya
bigung kenapa tiba-tiba, tapi bertepatan pada hari itu juga da satu
karyawanlah yang kerja sebagai waiters sempat ada buat masalah cekcok
dengan tamu yang pada akhirnya dia di pecat oleh HRD dan saya
dipindah menggantikan dia jadi waiters, selama jadi waiters saya juga
kan sering izin karena sakit,karena itu pas saat itu ada masalah antara
kasir dengan manager akhirnya kedua kasir keluar besoknya dan
memberikan surat resign dan akhirnya jadi saya jadi kasir sampe saat ini
menggantikan, aneh sih yah karena saya kurang tau saya salah apa dank
ok dipindah-pindah, tapi iyah gimana mereka yang punya aturan.
(wawancara 30 juni 2021)”
Dari pernyataan “A” 35 tahun bahwa pihak management sering melakukan kebijakan

secara seenaknya tanpa memberikan alasan yang jelas kepada karyawan, kesewenang-

wenangan terhadap karyawan sangat terlihat jelas bahwa para peguasa berlaku seebaknya

tanpa harus menjelaskan apa yang sebenarnya kesalahan karyawan dan akan dipindah divisi

sesuka mereka sesuai keinginan.

Selama penelitian ini berlangsung peneliti juga merupakan salah satu partisipan di “X”

Food Market untuk memudahkan peneliti mendapatkan informasi di tempat tersebut.

Selama menjadi partisipan di “X” Food Market peneliti melihat bahwa adanya beberapa hal

yang sangat menarik untuk dibahas, bahwa para karyawan perempuan sering mendapatkan

hal-hal seksis dari para karyawan laki-laki, dan ada beberapa karyawan yang juga akhirnya

39
berhubungan khusus (pacaran) antara karyawan laki-laki dan perempuan. Selama bekerja

disisni pihak management sering sekali mengambil kebijakan sepihak dan melakukan

pemecatan pada karyawan yang dianggap kurang baik cara bekerjanya. Selain itu,

management juga sering sekali mengubah jam kerja sesuai aturan mereka sendiri tanpa

pertimbangan apakah karyawan menerima atau tidak.

Dengan Pemberlakuan Pembatasan Kengiatan Masyarakat (PPKM) di Kota Palangka

raya akhirnya membuat para karyawan “X” Food Market hanya bekerja 15 hari kerja untuk

setiap karyawan dengan jam kerja 8 jam setiap hari. Dengan adanya PPKM juga akhirnya

membuat karyawan Sebagian harus bekerja 5 hari dan Sebagian libur 5 hari hal ini berlaku

untuk semua karyawan dengan sisitem bergantian setiap devisi. Akhirnya dengan adanya

aturan baru ini karyawan harus menerima gaji Rp.1.000.000 setiap karyawan dan peraturan

ini berlaku hingga pendapatan “X” Food Market stabil kembali.

4.4 Analisis Data

Metode penulisan yang penulis gunakan dalam hal ini berfungsi untuk menjawab

permasalahan yang diangkat dalam penelitian. Guna menjawab dan mencari pemecahan

masalah, maka peneliti ini menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif adalah

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang

atau perilaku yang diamati. Penelitian kualitatif ini merupakan penelitian yang turun

langsung kelapangan atau langsung menuju lokasi penelitian di jalan Rjawali kilometer 3,

Kecamatan jekan raya, Kota Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah.

40
4.4.1 Gambaran Eksploitasi Kerja Yang Terjadi

4.4.3 Eksploitasi Status/Legalitas Kerja Buruh

Para buruh diawal pekerjaan hanya menerima keputusan sepihak melalui

wawancara penerimaan kerja terkait posisi kerjanya. Tidak ada surat resmi kerja yang

ditandatangani secara tertulis oleh buruh maupun pengusaha sebagai bukti resmi bekerja.

Keadaan tidak resmi ini juga mengakibatkan ketidakjelasan status buruh secara hukum.

Padahal berdasarkan kontrak waktu perjanjian kerja terdapat dua jenis perjanjian kerja

yaitu PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) dan PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu

Tidak Tertentu). PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) adalah bersifat sementara atau

dapat disebut dengan karyawan tidak tetap sehingga tidak membutuhkan masa percobaan.

Jadi, perjanjian kerja ini didasarkan atas jangka waktu tertentu paling lama 2 (dua) tahun

dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali selama setahun. Sedangkan PKWTT

(Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu) adalah perjanjian kerja yang bersifat tetap atau

permanen dan mensyaratkan percobaan setidaknya 3 bulan. Oleh karena itu status

karyawan di “X” Food Market ini sebenarnya berada dalam “ketidakjelasan”, sebab buruh

di pabrik ini tampak seperti karyawan tetap, namun mereka mengaku bahwa status kerja

mereka disini adalah sebagai BLH (Buruh Harian Lepas). Ketidakjelasan status ini

ditegaskan oleh “D” (22 Tahun) sebagai karyawan yang telah 5 bulan lebih bekerja di “X”

Food Market ini, yaitu:

“...gimana ya bilangnyaa, kalo’ kami sih sebenarnya karyawan kontrak


tapi gaji perhari dihitung, tapi diperlakukan kayak karyawan tetap. Kan
karyawan kontrak kerja sama perusahaan, kalo kami kayak terikat
kontrak aturan kerja yang harus gini, harus gitu. apa yaa bisa dibilang
kalo kami sih bilangnya kami kayak ketipu laah, seolah-olah kayak
karyawan tetap tapi sebenarnya karyawan kontrak jugak, pokoknya nama
kami tercatat diterima kerja di pabrik itu ya udah jadi karyawanlah......
(wawancara pada tanggal 30 juni 2021)”

41
Ketidakjelasan status kerja seperti yang telah dijelaskan oleh “D” (22 Tahun)

diatas tentulah menjadi dilema oleh para karyawan karena sebagai karyawan yang berstatus

karyawan lepas, mereka dibebani oleh banyak kewajiban dan aturan yang bermacam-macam

dari perusahaan layaknya karyawan tetap. Hal itu juga diungkapkan oleh “A” (35 Tahun)

terkait status kerja yang tidak jelas ini:

“... yaa memang Food Market ini masik bisa dibilang baru merintis laah
gituu, Food Market ini kan baru berjalan sekitar hamper 5 bulan, jadi
karena masik baru yaa status karyawannya pun belum pada jelas kayak
di tempat lainnya. Jadi kami udah tanda tangani kontrak tapi gaji kami
dihitung perhari kecuali hari libur. (wawancara 30 juni 2021)”
“A” (35 Tahun) menyampaikan bahwasanya Food Market belum memberikan

status kerja yang jelas bagi mereka lantaran baru berdiri selama 5 bulan. Dengan alasan baru

merintis tersebut mereka belum bisa memperjelas status karyawan sehingga status karyawan

masih dalam kondisi karyawan kontrak tapi seperti buruh harian lepas walaupun mereka

telah lama bekerja atau dalam divisi-divisi tertentu

4.4.2 Eksploitasi Waktu Kerja Buruh

4.4.2.1 Eksploitasi Waktu Kerja Dan Lembur

Waktu kerja adalah dimana karyawan wajib melaksanakan pekerjaan yang menjadi

tanggung jawabnya selama waktu yang ditentukan. Berdasarkan UU ketenagakerjaan no.

13 tahun 2003 bahwa aturan kerja yang ditetapkan Negara paling lama 8 jam dalam satu

hari, sedangkan waktu lembur diperbolehkan paling lama 3 jam. Berdasarkan aturan jam

kerja yang menjadi ketetapan resmi tersebut maka tentu saja aturan tersebut wajib di

pedomani oleh setiap orang/pengusaha yang memiliki usaha dan menggunakan jasa

tenaga kerja. Dari penelusuran berdasarkan hasil observasi dan wawancara kepada orang-

orang yang telah dipilih menjadi informan dalam penelitian ini maka sudah dilakukan

pengamatan dan proses tanya jawab di dapatlah informasi mengenai waktu kerja di “X”

Food Market yang menjadi objek penelitian ini.

42
Berdasarkan penuturan dari “D” (22 tahun) sebagai informan kunci, berikut adalah

pernyataannya:

“…kalo’ waktu kerja sendiri kita terbagi dua shift, pagi sama malam.
Kalo pagi pokoknya masuk mulai jam 10 pagi sampai jam 10 malam, kalo
yang masuk malam kita masuk mulai jam 12 siang sampai jam 12 malam.
(wawancara pada tanggal 30 juni 2021)”
Pernuturan selanjutnya dari “D” terkait aturan kerja dan lembur karyawan di “X” Food

Market:

“…Intinya begini kami 12 jam kerjalah setiap shift, dan itu istirahat 2
jam setiap karyawan. Yang shift pagi istirahat dari jam 1 siang sampai
jam 3 siang dan yang shift malam dari jam 3 siang sampai jam 5 sore.
Dan lembur terhitung Ketika sudah 3 jam kerja, tapi kami sering pulang
tidak tepat waktu sih sesuai jam kerja, dan itu hanya terhitung loyalitas
saja. (wawancara pada tanggal 30 juni 2021)
Penuturan lebih lanjut terkait jam kerja dari “A” (35 tahun) yang telah dipindah devisi dari

marketing ke waiters sampai saat ini akhirnya menjadi kasir:

“…kami sebenarnya memang kerja 12 jam untuk semua karyawan, tapi


bagian office kurang tau yah, karena kadang kita sudah balik mereka
belum balik, dan untuk aturan lembur itu dihitung setelah 3 jam kerja dan
kalo masih 2 jam itu terhitung loyalitas karyawan. (wawancara pada
tanggal 30 juni 2021)”
Terkait waktu kerja 12 jam dalam sehari tersebut, para karyawan tersebut

menuturkan keluhannya, seperti penuturan beberapa informan dibawah ini: Informan

“A” (35 Tahun) yang bekerja sebagai karyawan “X” Food Market yang tugasnya

menjadi kasir menuturkan pendapatnya terkait waktu kerja tersebut:

“…sebenarnya kalua jam kerjanya 8 jam sesuai dengan aturan Negara


saya tidak merasa keberatan karena masih wajar menurut ku yah, tapi
kalua 12 jam kerja ini rasanya berat karena pergi pagi pulang malam,
apalagi kek saya inilah yah berkeluarga pergi dari jam 10 balik jam 10
malam dan kalo sudah balik kerja langsung tidur, gak banyak aktivitas
lagi dirumah, itupun kalo baliknya tepat waktu, keseringan enggak tepat
waktu karena kami balik juga tunggu habis breafing, capek yah capek
tapi mau gimana lagi. (wawancara pada tanggal 30 juni 2021)”

43
Selanjutnya penuturan dari “Y” (32 tahun) yang sudah memiliki anak 1

menjelaskan tentang aturan jam kerja:

“…terkait aturan jam kerja iyah kerja 12 jam setiap hari, kalo saya
biasanya kena shift pagi kadang shift malam sesuai dengan aturan di
devisi saya lah, kerja 12 jam ini saya merasa iyah mau gimana lagi lah ya
terima gak terima karena butuh pekerjaan apalagi masa covid kek gini
susah cari kerja yah dijalani ajalah dulu. (wawancara pada tanggal 28
juni 2021)”
Penuturan selanjutnya dari “Y” terkait jam kerja dan aturan lembur:

“…setiap hari harus kerja 12 jam, berangkat pagi pulang malam, apalagi
saya punya anak 1 sebelum berangkat harus mengurus anak dulu dan
mengurus pekerjaan dulu dirumah sebelum berangkat, apalagi saya
seorang single mom, kadang harus membatu anak saya mengerjakan
tugas sekolah dulu jadi bangun lebih awal biasanya, setiap sekali
seminggu libur. Itulah saya gunakan buat waktu sama anak saya dirumah
untuk istirahat. (wawancara pada tanggal 28 juni 2021)”
Ia merasa jika waktu kerja tersebut agak dikurangi itu akan mengurangi bebannya

dan masih bisa membagi waktunya untuk mengurus rumah, serta anaknya. Dari pernyataan

“Y” (32 Tahun) sebagai buruh perempuan tersebut, jelaslah waktu kerja 12 jam yang

diberlakukan “X” Food Market tersebut sangat memberatkan, sehingga ia menuntut

pengurangan waktu kerja atau pulang tepat waktu sesuai jam kerja yang berlaku.

Seharusnya perusahaan/pabrik lebih memperhatikan dan memikirkan karyawan perempuan

yang memiliki masalah khusus tersendiri, dan mempertimbangkan kembali waktu kerja ini,

sehingga karyawan perempuan tidak merasa terlalu dibebani dengan waktu kerja yang

begitu padat ini.

4.4.3 Eksploitasi Waktu Libur/Cuti Kerja

Waktu libur atau cuti kerja adalah hak waktu istirahat yang diberikan pada pekerja.

Hari libur kerja di dapatkan karyawan sekali seminggu, tergantung setiap devisi mengatur

jadwal liburnya masing-masing. Ada berbagai macam jenis hari libur yang menjadi pokok

bahasan dalam sub bagian ini antara lain hari libur kerja atau waktu istirahat pekerja setelah

44
6 hari bekerja dalam satu minggu, hari libur nasional dan hari libur di hari besar agama

seperti hari raya, natal dan sebagainya. Cuti kerja sendiri hampir sama maknanya dengan

waktu dimana pekerja tidak datang bekerja, namun dalam hal ini cuti kerja adalah waktu

libur yang berhak diminta pekerja kepada perusahaan sebagai haknya sesuai dengan

ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan atau dikarenakan situasi dan kondisi tertentu

pada diri pekerja. Contoh cuti kerja yang dimaksud disini adalah seperti cuti sakit, cuti haid,

cuti hamil, cuti menikah atau cuti izin tidak masuk kerja karena adanya keperluan mendesak

seperti keluarga yang meninggal, pesta, atau keperluan mendesak lainnya. Berdasarkan hal

tersebut maka di sub bagian ini akan dibahas satu persatu dan secara terperinci bagaimana

kebijakan libur kerja dan cuti kerja yang di berlakukan oleh pihak “X” Food Market ini

karena berdasarkan informasi dan data yang telah didapatkan bahwa terdapat ketidakjelasan

terhadap hak cuti kerja yang diberlakukan oleh “X” Food Market ini kepada para

pekerjanya. Secara lebih terperinci akan dibahas satu per satu mengenai hal tersebut agar

terlihat secara lebih jelas mengenai ketidakjelasan hak cuti kerja yang diberlakukan “X”

Food Market kepada pekerjanya berikut ini.

4.4.3.1 Waktu Libur Kerja setelah 6 Hari Bekerja

umum ada kebijakan tersendiri terkait waktu libur kerja di “X” Food Market

bahwa setiap karyawan mendapat libur satu kali seminggu dan hanya boleh di ambil di

hari biasa dan tidak pada hari sabtu dan minggu. Namun para karyawan sewaktu-waktu

terkadang disuruh datang bekerja karena kebutuhan tertentu yang membutuhkan tenaga

mereka di hari libur mereka, seperti pernyataan dari beberapa informan berikut:

Berdasarkan pengakuan “A” (35 Tahun) , ia mengaku kadang disuruh masuk kerja atau

datang ke Food Market saat hari libur, berikut pernyataan “A”(35 Tahun): “...kami libur

yaaa kayak biasalah sekali seminggu , tapi kadang dipanggil kerja juga, kadang udah

dibilang pas sebelum libur, ‘eh datang ya besok’, kamu sale visit dan untuk libur ambil

45
minggu depan langsung dua kali libur, gitu-gitulah pokoknya...(wawancara pada tanggal

30 juni 2021)” Dari pernyataan “A”(35 Tahun) tersebut, ia mengaku bahwa ia terkadang

akan diberitahu untuk datang bekerja di hari libur, dan telah diminta pada hari sebelum

libur untuk datang bekerja.

4.4.3.2 Libur Hari Besar Agama

Membahas tentang libur hari besar agama tentulah menjadi cuti atau libur

terpanjang yang bisa dirasakan setiap pekerja, apapun bidang pekerjaannya dan

dimanapun bekerja. Hari libur besar agama yang paling banyak secara umum memang

jatuh pada hari raya besar Islam, yaitu Ramadhan dan Idul Fitri dimana sebagai negara

mayoritas muslim, cuti terpanjang para pekerja Indonesia paling banyak jatuh pada

momen ini. Secara umum libur hari besar agama tidak diatur dalam ketentuan pasal

ketenagakerjaan, namun secara umum biasanya kantor-kantor atau perusahaan akan

meliburkan pekerjanya selama seminggu, terkhusus pada saat hari lebaran Idul Fitri atau

libur natal. Berdasarkan pada pengakuan informan pekerja/karyawan di “X” Food

Market ini. Food Market akan memberi libur mereka saat hari raya adalah seminggu,

namun ternyata terdapat kebijakan yang berbeda-beda antar tiap bagian, tergantung pada

atasan dan owner, berikut adalah penjelasan dari beberapa informan terkait dengan libur

hari raya yang ditetapkan “X” Food Market.

Berdasarkan pengakuan “D” (22 tahun) libur hari lebaran kemarin adalah:

“…kalo disini pada hari libur raya kemarin karyawan tidak mendapat
libur, lebih tepatnya sih gak ada libur dikasih atasan, tap ikan kami disini
ada libur sekali seminggu jadi kebijakannya kemarin iyah mereka pindah
libur, gentian dengan teman sedevisi mereka atau dengan kita yang non
muslim, hari raya kemarin kan jatuhnya hari kamis jadi mereka yang
islam libur di hari kamis. (wawancara pada tanggal 30 juni 2021)”
Tanggapan “Y” ( 32 tahun) sebagai devisi barista tentang hari libur raya yaitu:

46
“… kami dikasih libur sih enggak, karena emang udah liburnya kami
emang udah sekali seminggu, cumin pas hari raya kemarin kami harus
pindah libur atau harus gak ambil libur seminggu sebelum jadi di minggu
berikutnya kami bisa ambil libur dua hari, aneh sih tapi iya gimana,
alasan dari atasan sih karena banyak rumah makan libur jadi kami tetap
buka karena kemungkinan akan ramai, jadi omset bisa naik begitu, mau
gak mau iyah kami harus terima. (wawancara pada tanggal 26 juni
2020)”
Tanggapan “A” (35 tahun) terkait hari libur raya yang saat itu masih menjadi

waiters:

“…hari libur raya kemarin tidak ada libur tapi pindah libur dan kami
yang non islam harus pindah libur yang biasanya saya kamis libur
jadinya rabu jadi kita yang non islam ini pada hari kamis masuk semua.
(wawancara pada tanggal 30 juni 2021)”
Tidak ada lbur kerja bagi karyawan khusu pada perayaan hari besar dan hanya

diberikan toleransi untuk pindah jadwal libur. Untuk memenuhi target pendapatan pihak

management tidak memperhatikan terkait hari libur raya tersebut. Dan kebijakan yang

lebih jelas terkait hari libur juga tidak ada.

4.4.3.3 Cuti Sakit/ Cuti Haid

Cuti sakit adalah cuti kerja yang akan diminta oleh buruh pabrik saat mengalami

gangguan kesehatan atau kondisi tubuh tertentu yang menyebabkan dirinya tidak mampu

untuk bekerja. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai

Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (P3K) maka perusahaan wajib memberi

hak libur/cuti kerja bagi karyawan yang meminta cuti sakit untuk beristirahat dirumah.

Namun, biasanya sebagai bukti spesifik bahwa pekerja/karyawan memang sakit maka

perusahaan akan meminta Surat Keterangan Sakit dari dokter, dan pekerja akan

diberikan cuti kerja sesuai dengan keterangan surat dokter yang tertera biasanya 2-3

hari. Bila pekerja tidak menyertakan surat keterangan sakit dari dokter maka

pekerja/karyawan akan dianggap membolos dan akan mendapat teguran dan sanksi

peringatan dari “X” Food Market. Berikut keterangan “A” (35 tahun) terkait cuti sakit:

47
“…waktu saya masih jadi marketing kan pernah sakit tuh, waktu saya
sakit ditelpon tapi gak saya angkat selama 2 hari saya sakit dan pas hari
saya masuk saya langsung dipindah ke waiters dan saat itu padahal
benar-benar sakit dan menyertakan surat sakit tapi tetap diperlakukan
begitu” sempat juga sakit karena saking gak tahan akhirnya saya di
izinkan pulang dan beristirahat sampai benar-benar pulih oleh manager
(wawancara pada tanggal 30 juni 2021)”
Tanggapan dari “D” tentang cuti sakit adalah:

“…soal cuti sakit sih dari pihak managemen tidak ada tekanan dan
lain-lain, asal kita benar-benar dalam keadaan sakit dan menyertakan
surat sakit dari dokter dipebolehkan pulang kalo sakit pas waktu kerja
maupun izin karena sakit tidak masuk kerja, asal memberitahukan saja
kepada HRD begitu sih. Kalo masalah cuti haid untuk perempuan gak
ada karena itu termasuk ke izin sakit. (wawancara pada tanggal 30 juni
2021)”
Dari pernyataan “D” (22 tahun) bahwa karyawan yang sakit diperbolehkan izin

tidak masuk bekerja dengan menyertakan surat keterangan sakit dari Dokter, dan selama

sakit karyawan tidak dapat gaji dan upah akan diterima sesuai jam dan hari masuk

bekerja. Setiap karyawan perempuan di “X” Food Market tidak mendapatkan cuti haid

dan tidak ada aturan yang jelas yang mengatur tentang hal tersebut.

4.4.3.4 Izin Keperluan Mendesak

Diluar dari urusan kerjanya, pekerja/karyawan tentulah memiliki urusan pribadi

dan masalah hidupnya masing-masing sehingga terkadang pekerja juga tak selalu bisa

melaksanakan kewajibannya untuk masuk dan bekerja setiap hari seperti waktu kerja

yang ditentukan. Para pekerja/karyawan terkadang akan meminta izin kepada

perusahaan untuk tidak masuk kerja karena urusannya yang mendesak tersebut, dan tiap

perusahaan pasti memiliki kebijakan sendiri terkait pemberian izin tersebut. Keperluan

izin tersebut biasanya pasti bersifat sangat urgen dan mendesak sehingga pertimbangan

untuk tidak datang bekerja menjadi pilihan yang mungkin akan diambil pekerja. Pihak

managemen tentu juga wajib mempertimbangkan setiap urusan pribadi pekerja yang

bersifat mendesak tersebut dan sudah sepatutnya memberi izin yang selayaknya terkait

48
urusan mendesak dari pekerja tersebut. Urusan mendesak yang mungkin diminta

karyawan tersebut antara lain bisa berupa karena ada sanak saudara yang meninggal atau

sakit parah, istri yang akan melahirkan, pesta keluarga, dan semacamnya. Berdasarkan

wawancara dengan informan “X” Food Market “Y” (32 Tahun), terkait izin keperluan

mendesak dan kebijakan yang diberi perusahaan maka diketahuilah fakta tentang hal ini,

yaitu:

“…terkait izin untuk urusan mendesak sih tidak ada masalah selagi
ada yang membantu kerjaan dia dibagian devisinya dan tentu HRD
biasanya membolehkan hal itu tidak ada masalah tentang hal itu dan
kadang juga tergantung leader disetiap devisinya yang mengizinkan, tapi
biasanya kalo sudah izin hari itu dia tidak mendapat hari libur lagi
tergantung kebijakan HRD bagaimana, asal semua di omongkan baik-
baik aja sih. (wawancara pada tanggal 28 juni 2021)”
Dari pernyataan tersebut bahwa pihak “X” Food Market memperbolehkan

karyawan izin ketika ada keperluan mendesak yang tidak dapat ditinggalkan. Bagi

yang izin diperbolehkan dan harus izin terleboh dahulu ke leaders divisi agar

menggantikan shift dan HRD.

4.4.4 Eksploitasi Waktu Istirahat Kerja

Waktu istirahat kerja adalah masa senggang yang diberikan kepada pekerja/buruh

untuk beristirahat sebelum akhirnya harus bekerja lagi. Biasanya waktu istirahat yang

diberikan kepada pekerja adalah saat makan siang 2 jam setiap karyawan tergantung pada

shift, yang masuk shift satu istirahat mulai pukul 13:00 -15:00 dan shift dua mulai pukul

15:00 – 17:00. Tidak ada pengaturan waktu istirahat secara resmi yang ditetapkan dalam UU

Ketenagakerjaan tetapi secara umum waktu istirahat yang diberikan oleh management atau

“X” Food Market maksimal adalah 2 jam. Begitu pula dengan waktu istirahat kerja yang

diberikan oleh pihak management “X” Food Market, mereka memberikan waktu istirahat

resmi kepada para pegawai adalah paling sebanyak 2 jam. Berikut pernyataan salah satu

karyawan di “X” Food Market dari “D” (22 tahun) bagian cook helper:

49
“…memang sih kita istirahat 2 jam setiap bekerja, tapi selama bekerja
disini kami sering dapat pergantian jadwal kerja kadang ada yang
kerjanya 12 jam dan kalo seperti bulan puasa kemarin kerja hanya 9 jam
dari jam 3 sore sampai 12 malam dan istirahat 1 jam itupun istirahat di
jam 10 malam kadang kita enggak sempat istirahat karena ada
pelanggan, jangankan buat istirahat balik keluar sebentar aja susah,
susahnya itu iyah karena jam kerja kami masih kondisional lah.
(wawancara pada tanggal 30 juni 2021)”
Dari pernyataan “D” (22 tahun) bahwa karyawan mendapat istirahat setiap harinya

akan tetapi tergantung dari pada jam kerja dan aturan kerja yang diberlakukan oleh pihak

“X” Food Market.

4.4.5 Eksploitasi Upah dan Risiko Kerja

4.4.5.1 Upah Tidak Layak

Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang

sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/karyawan yang

ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja. Berdasarkan pengakuan dari

informan pekerja/karyawan ini bahwa upah pokok mereka secara umum adalah Rp

1.600.000, Jumlah ini tentu saja sangat jauh dari standar kelayakan upah minimum yang

ditetapkan oleh Pemerintah Kota Palangka raya. Berikut adalah penuturan secara umum

dari para informan pekerja/karyawan terkait pertanyaan mengenai upah pokok yang

diberikan kepada mereka:

“...kalo’ gaji pokok ya per bulannya cuman 1,6. Itupun gaji pokoknya
bisa segitu setelah kerja 3 bulan dulu. Awal pertama masuk malah cuman
1,1...” (“D”, 22 tahun, bagian cook helper, wawancara 28 juni 2021)
Para pekerja/karyawan ini secara umum menyatakan bahwa upah pokok mereka

hanyalah sebesar Rp 1.600.000, upah itu pun akan diberikan setelah para pekerja telah

bekerja terus menerus selama 6 bulan. Para karyawan yang lembur pun terhitung lembur

setelah 3 jam dan kalau hanya 2 jam masih terhitung loyalitas karyawan bagi Food

Market. Upah lembur pun kadang tidak sesuai dengan aturan lembur.

50
4.4.5.2 Masalah Asuransi Ketenagakerjaan

Para karyawan mengaku bahwa mereka memang mendapatkan jaminan sosial

Ketenagakerjaan dari pabrik, namun mereka juga mengakui bahwa terdapat

ketidakjelasan terkait jaminan sosial ketenagakerjaan yang diberlakukan oleh

perusahaan. Terkait hal tersebut berikut adalah penuturan “D” (22 tahun):

“…selama 5 bulan udah saya kerja disini belum ada dapat asuransi
Kesehatan atau BPJS ketenagakerjaan, gak Cuma aku aja tapi semuanya
juga begitu, karena emang gak ada dikasih dari perusahaan atau tempat
kerja ini, jadi iyah kalo sakit biaya sendirilah mau kek mana lagi, kami
tanya juga paling jawabannya emang ada dari owner jadi yaudah jadinya
gak pernah nuntut dan nanya hal itu lagi tapi kalo cheff dan manger sakit
iyah dibayar owner untuk jaminan tidak ada (wawancara pada tanggal
30 juni 2021)”
Berdasarkan penuturan ”D” (22 tahun) bahwa dari pihak perusahaan atau “X”

Food Market memang tidak ada jaminan Kesehatan sampai hari ini, atau bahkan

mendaftarkan karyawan di BPJS ketenagakerjaan sama sekali yang karyawan terima.

Akan tetapi, kalua cheff dan manager sakit menjadi tanggung jawab pemilik perusahaan

tersebut, dan akan di biayai apabila kecelakaan tersebut akibat bekerja. Menurut “R” (21

tahun) devisi barista resiko kecelakaan kerja juga tidak ada karena pekerjaan tidak

seperti di pabrik, karena apabila sakit juga hanya karena kelelahan bekerja. Hal inilah

yang akhirnya lasan pemilik usaha tidak memberikan jaminan Kesehatan pada

karyawannya.

4.4.6 Eksploitasi Tenaga Buruh

Setiap pekerjaan tentu memiliki beban dan risikonya masing-masing, terutama bagi

para karyawan yang bekerja di Food Market dan mengandalkan tenaga sebagai komponen

51
yang dijual untuk mendapatkan upah. Secara umum, pekerjaan yang menggunakan tenaga

fisik memang berada di sektor yang lebih rendah dibandingkan menggunakan skill, atau

kemampuan berpikir. Pekerjaan dengan tenaga fisik juga dihargai lebih rendah lantaran

orang-orang yang berkecimpung di dalamnya hanya menamatkan pendidikan setaraf SMA

atau bahkan lebih rendah. Tidak adanya dukungan status berupa tamatan setaraf sarjana atau

skill khusus untuk mencari pekerjaan yang lebih mudah dan ringan, menjadikan beberapa

orang terpaksa harus ditempatkan di keadaan dimana kekuatan dan fisik tenaga yang

menjadi andalan. Realitas inilah yang paling sering ditemukan pada buruh pabrik, dimana

tidak adanya dukungan skill dan strata pendidikan yang mendukung, membuat mereka

terkecimpung dalam ketidakberdayaan. Dan pada kondisi pandemi saat ini membuat para

pekerja harus menerima pekerjaan yang ada demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain

dari pada itu sulitnya mencari pekerjaan pada kondidi pandemi begini membuat para pekerja

mau tidak mau menerima pekerjaan mereka saat ini. Para pengusaha memanfaatkan

ketidakberdayaan tersebut, dan membeli tenaga mereka dengan melakukan tindakan

semaunya dan mengabaikan hak-hak buruh. “X” Food Market ini seperti yang beberapa kali

telah dijelaskan sebelumnya juga melakukan tindakan eksploitatif atas pekerja/buruh dan

melanggar berbagai ketentuan yang menjadi hak buruh seperti eksploitasi waktu kerja dan

tak memberikan upah saat cuti resmi buruh. Tindakan eksploitatif “X” Food Market yang

menjadi objek penelitian ini tak berhenti sampai disitu saja, dalam bagian ini akan

dijabarkan tindakan eksploitatif yang berkaitan dengan beban kerja yang harus dihadapi

buruh pabrik selama melakukan pekerjaan, dan hal ini adalah bentuk dari eksploitasi tenaga

buruh karena kesewenangan aturan kerja yang ditetapkan pabrik. Berikut adalah penjelasan

terperinci terkait eksploitasi tenaga buruh pabrik dan risiko yang harus ditanggung buruh

karena pekerjaannya di “X” Food Market ini:

4.4.6.1 Eksploitasi Tenaga Terhadap 12 Jam Kerja

52
Secara umum, disadari bahwa bekerja menjadi buruh pabrik adalah menjual

tenaga dan kemauan untuk mau bekerja dalam tekanan yang berat dan melelahkan.

Dibagian sebelumnya telah dibahas bahwa “X” Food Market ini telah secara jelas

melakukan eksploitasi waktu kerja yang berdampak pada waktu beribadah, istirahat dan

pemberlakuan cuti kerja yang tidak didasarkan pada ketentuan Undang-Undang

Ketenagakerjaan. Pada bagian ini akan dibahas kembali eksploitasi tenaga yang

dilakukan pengusaha pabrik aluminium yang terkait dengan waktu 12 jam kerja serta

beban/target kerja yang diberlakukan Food Market. Pada pembahasan sebelumnya telah

dibahas terkait eksploitasi jam dan waktu kerja selama 12 jam, namun pada pembahasan

kali ini akan lebih diperdalam tentang tanggapan karyawan Food Market terkait

kesadaran mereka akan eksploitasi tenaga selama 12 jam dengan target/beban kerja yang

wajib dilaksanakan karena permintaan pengusaha. Seperti yang telah dibahas

sebelumnya bahwa waktu kerja yang diberlakukan oleh “X” Food Market ini adalah 12

jam kerja. Para karyawan juga tidak pernah balik tepat waktu dan ditambah lagi dengan

harus bekerja di malam hari. Hal ini sudah menjadi contoh mendasar yang jelas bahwa

tenaga buruh dieksploitasi untuk bekerja selama 12 jam tanpa memikirkan kondisi tubuh

karyawan “X” Food Market yang tentunya akan mengalami kelelahan dan sebagainya.

Apalagi dalam kondisi 12 jam kerja ini juga diberlakukan untuk karyawan perempuan

dan tidak diberlakukan berbeda dengan buruh laki-laki. Karena di “X” Food Market

tidak ada pembedaan laki- laki dan perempuan. Banyak karyawan yang mengeluhkan

tentang waktu kerja ini dan meminta untuk pulang tepat waktu tak begitu dihiraukan,

karena harus wajib brifing sebelum balik dan itu harus menunggu HRD dan yang

lainnya menyelesaikan pekerjaannya. Berikut adalah beberapa tanggapan buruh pabrik

terkait waktu kerja yang memberatkan mereka.

53
“…waktu kerja 12 jam itu berat sih yah, tapi beruntung sekarang dapat
istirahat 2 jam, coba dulu pas awal-awal buka kerjanya 12 jam dan
sistemnya masih manual istirahat gak istirahat karena banyak yang
dikerjakan, dan masih begitu rame pengunjung sampe gak terlayani,
serasa remuk semua badan ini rasanya tapi iyah gimna lah…” (“D” 22
tahun bagian cook helper wawancara pada tanggal 25 juni 2021)
“…kalo ditanya capek sih capeknya, sejak awal ini buka baru beberapa
bulan ini emang konsisten istirahat 2 jam itupun tergantung jam masuk,
kalo Cuma 9 jam hanya istirahat 1 jam mana terasa kadang gak sempat
buat makan aja kalo pengunjung ramai, terasa banget sih capeknya
apalagi buat saya sebagai mahasiswi yang sambal bekerja tapi mau gak
mau jalani ajalah karena butuh juga…” (“Y” 32 tahun bagian cook
helper, wawancara pada tanggal 26 juni 2021)
Beberapa tanggapan dari informan perempuan diatas menunjukkan bahwa waktu

kerja 12 jam yang dijalani mereka memang berat dan melelahkan, namun tetap harus

dijalani karena merupakan risiko pekerjaan, namun mereka juga menyadari bahwa tidak

selamanya kondisi tubuh mampu menahan untuk kerja dalam jumlah jam sebanyak itu.

Terkait dengan kesadaran akan eksploitasi tenaga yang dilakukan oleh pengusaha

kepada mereka, berikut adalah tanggapan lebih lanjut dari para informan saat ditanyakan

mengenai hal tersebut:

“...kalo’ dibilang selama ini tenaga saya tereksploitasi yaa gak pernah
terpikir sampek kesitu sih, karena dibilang 12 jam kerja yaudah jalani
aja, kalo dipikir-pikir ya sebenarnya iya juga sih karena memang waktu
12 jam kerja itu gak sedikit, di tempat lain kayaknya enggak ada yang
sampe segitu, pernah protes tapi iyah hanya di bilang kalo tidak suka dan
tidak terima bisa keluar dan memberikan surat resign..” (“D”, 22 Tahun,
cook helper, wawancara pada tanggal 25 juni 2021)
Penuturan dari Informan “D” (22 Tahun) berikut, menunjukkan bahwa ia

memang sedikit menyadari bahwa tenaganya tereksploitasi karena harus

bekerja selama 12 jam, sebab ia menyadari bahwa di Food Market lain tidak

ada jam kerja yang sampai sebanyak seperti di “X” Food Market. Lebih lanjut,

ada informan “A” (22 Tahun) yang bekerja sebagai karyawan “X” Food

Market yang sangat menyadari betapa tenaganya dieksploitasi oleh perusahaan,

berikut adalah penuturannya:

54
“…kalo saya sih ditanya apakah merasa keberatan dengan jam kerja
segitu katanya memang iyah sih berat, tapi sudah aturan dari tempat ini,
jadi harus dijalani, mau protes takut juga dikeluarkan karena saya emang
butuh kerja karena sulit cari kerja di masa covid seperti ini, mau gak mau
terima ajalah sebelum dapat kerjaan lebih baik, walau pun sebenarnya
gak enak banget buat dijalani…” (“A” (35 tahun), bagian kasir,
wawancara pada tanggal 29 juni 2021)
“…saya kalo ditanya soal jam kerja atau masalah keberatan sebenarnya
terasa berat dan sadar tapia pa mau di kata saya ini kan lagi butuh, kalo
banyak komen takut juga dikeluarkan karena pasti banyak yang mau
kerja dan menggantikan ku, apalagi kita sedang menghadapi covid
banyak yang butuh uang, jadi jalani aja…” (“Y” 32 tahun, bagian cook
helper, wawancara pada tanggal 29 juni 2021)
Penuturan dari informan “A” (35 tahun) bagian kasir bahwa dia merasa

tereksploitasi dan sadar dengan hal itu akan tetapi tak banyak yang dapat diperbuat

karena memang membutuhkan pekerjaan dan dimasa pandemic covid ini sulit untuk

mendapatkan kerjaan. Masa pendemi dengan lowongan kerja yang tidak begitu banyak

serta kebutuhan ekonomi membuat karyawan terima dengan kebijakan perusahaan

sekalipun mereka sadar di eksploitasi.

Dapat disimpulkan berdasarkan tanggapan dari para karyawan “X” Food Market

diatas, bahwa semua dari mereka mengeluhkan tentang lamanya waktu jam kerja yang

harus dijalani oleh mereka tersebut. Secara sadar, mereka mengetahui bahwa tenaga

mereka diperas selama seharian kerja, namun lagi-lagi berujung pasrah dan menjalani

saja. Tuntutan yang berusaha mereka minta kepada pihak managemen pun, hanya

digubris lewat ancaman yang membungkam bahwa bisa keluar dan memberikan surat

resign, sehingga karyawan yang berada dalam posisi tak berdaya ini lagi-lagi terpaksa

menelan segala tuntutan dan menyimpan segala ketidakadilan yang didapat dan memilih

untuk menjalani kerja seperti biasanya. Lagi-lagi, “X” Food Market yang dengan jelas

melakukan tindakan eksploitasi tetap menang karena posisi mereka yang memberi kerja

dan sesuka hati memberlakukan aturan kerja bagi karyawannya.

4.4.7 Konsep Marx terkait Eksploitasi Buruh

55
Karyawan kontrak “X” Food Market sebagai kelas proletar mengalami eksploitasi oleh

kaum borjuis atau pengusaha “X” Food Market, hal ini diakibatkan kelas mereka dalam

strata ekonomi kapitalis dianggap lebih rendah. Pengusaha atau kaum borjuis yang dalam

hal ini mempekerjakan mereka karena memiliki alat produksi membuat para karyawan “X”

Food Market yang menjual tenaga akan mengalami banyak sekali proses eksploitasi. Seperti

yang telah dipaparkan diatas sebelumnya bahwa karyawan “X” Food Market ini mengalami

eksploitasi dalam hal sistem kerja yang membebani dan memberatkan. Standar eksploitasi

yang menjadi acuannya adalah ketidakberdayaan karyawan untuk menolak segala aturan

kerja dan bahkan hal tersebut berdampak pada diri buruh secara fisik maupun psikis.

Berdasarkan apa yang telah dipaparkan diatas pada pembahasan sebelumnya bahwa

eksploitasi yang paling parah dialami oleh karyawan “X” Food Market ini adalah terkait

waktu kerja, karena waktu kerja yang menyita kehidupan karyawan ini benar-benar

berdampak pada banyak segi kehidupan karyawan baik selama proses kerja maupun pada

kehidupan buruh diluar pekerjaannya di “X” Food Market ini. Waktu kerja selama 12 jam

ini mempengaruhi kehidupan agama karyawan terkait waktu ibadah, waktu istirahat dan

lelahnya karyawan bekerja, waktu cuti karyawan tanpa upah dan ekploitasi lainnya yang

terpaksa dihadapi kayawan karena waktu kerja yang dibebankan pada mereka.

Marx merumuskan teori nilai tenaga kerja. Dalam teori ini ia menegaskan bahwa

keuntungan kapitalis menjadi basis eksploitasi tenaga kerja. Pada dasarnya marx membagi

tindakan eksploitasi terbagi menjadi empat subteori yaitu. Pertama teori nilai pekerjaan

yaitu nilai tukar barang di tentukan oleh jumlah pekerjaan yang masuk ke dalam produksi

akan barang tersebut. Tetapi tidak dapat dipisahkan berdasarkan waktu bekerja. Kedua, teori

tentang nilai tenaga kerja yaitu jumlah nilai semua komoditi yang perlu dibeli oleh buruh

agar ia dapat hidup, artinya agar dapat memulihkan tenaga kerja, memperbarui dan

menggantinya. Ketiga, teori tentang nilai lebih. Keempat nilai laba yang merupakan

56
keuntungan harga. Nilai tenaga kerja yang dimaksud Marx dalam hal ini adalah bahwa

karyawan “X” Food Market ini ‘dihargai nilainya’ oleh pengusaha berdasarkan empat hal

yang tersebut diatas. Inti dari eksploitasi nya adalah basis nilai karyawan sebagai tenaga

kerja yang diperlukan oleh karyawan untuk membuat uang baginya. Berdasarkan empat sub

teori yang telah diungkap Marx diatas, kita akan membahasnya lebih rinci satu per satu,

untuk melihat eksploitasi diri karyawan yang ‘dihargakan’ oleh pengusaha sebagai

pengabdinya. Pertama, adalah teori nilai pekerjaan karyawan. Dalam hal ini pengusaha

berharap bahwa karyawan akan bersungguh-sungguh dan mengerahkan seluruh waktu dan

tenaga untuk memproduksi suatu barang atau komoditi agar nilai jualnya bisa sesuai atau

bahkan lebih dari yang diharapkan. Sehingga pengusaha tentu akan menghargai karyawan

yang memberikan usaha besar dan bersungguh-sungguh dalam bekerja, tentu para

pengusaha akan senang dengan karyawan yang seperti ini karena mereka tentu akan

mendapatkan ‘hasil lebih’ yang diharapkan dari kerja keras yang diberikan karyawan.

Hal ini terlihat pada fakta bahwa pengusaha membuat sistem ini langgeng seperti yang

terlihat di “X” Food Market ini, dimana para karyawan bisa naik ke jabatan posisi yang

lebih tinggi karena kerja mereka yang dianggap baik dan ‘selalu menuruti perintah’

layaknya barang yang difungsikan secara tepat guna dan efektif. Kerja keras yang mereka

lakukan tanpa memikirkan bahwa dirinya sedang dieksploitasi memang secara tidak

langsung juga berdampak positif pada karir karyawan. Namun tetap saja menurut teori

Marx, para karyawan ini sedang dibodohi oleh sistem yang sengaja dibuat untuk

menguntungkan pengusaha. Berikut adalah salah satu pernyataan buruh, “D” (22 Tahun):

“…iya kalo kerjanya bagus pasti bakalan naik posisi atau dipindah ke
usaha pengusaha yang lain, dulu sih begitu katanya kalo emang sudah
merasa bosan itu iming-iming awal masuk kerja pasa masa trenning, tapi
sejauh sekarang udah 5 bulan kerja belum ada sih, paling dipindah devisi
sesuai kebutuhan, sejauh ini malah ada yang dulu jadi marketing
dipindah jadi kasir…” (“D” 22 tahun, bagian cook helper, wawancara
pada tanggal 25 juni 2021)

57
Berdasarkan pernyataan “D” (22 tahun) bagian cook helper, bahwa sejauh ini

terkait kenaikan posisi itu hanya iming-iming saja dan belum ada sampai saat ini yang naik

posisi. Para karyawan tidak ada yang naik posisi tapi hanya pindah devisi sesuai dengan

kebutuhan setiap devisi untuk saling mengisi. Selain itu, masih terkait dengan unsur nilai

tenaga kerja buruh, yang dalam hal ini usaha membuat tenaga mereka dihargai lebih tinggi,

atau disebut pula bonus kerja keras karyawan. Hal ini sama sekali tidak ada dan tidak di

berlakukan.

“…sejauh ini terkait bonus dan penghargaan lainnya tidak ada kami
terima sama sekali, kita hanya dapat uang makan 14 ribu sehari dan gaji
terhitung perhari 65 ribu, udah itu aja...” (“D” 22 tahun, wawancara
pada tanggal 25 juni 2021)
Dari apa yang di ungkapkan “D” (22 tahun) bahwa sebenarnya mereka tidak

pernah mendapatkan bonus, hanya menerima upah dan uang makan diluar dari pada hal itu

belum pernah.

Teori kedua yang diungkap Marx terkait nilai kerja yaitu nilai tenaga kerja. Dalam

hal ini yang dimaksud Marx adalah apa yang berusaha dilakukan pengusaha untuk

memulihkan tenaga karyawan untuk bisa dan mau bekerja terus menerus pada pengusaha.

Pengusaha memberikan balasan atas kerja karyawan ‘sekenanya’ tapi tetap mengutamakan

keuntungan dan labanya. Nilai atau harga tenaga kerja ini adalah sebuah masalah paling

utama dan kedilemaan yang paling tampak dari eksploitasi karyawan yang di maksud Marx.

Dimana balasan atau upah karyawan tidak sebanding dengan kerja yang telah dilakukan

buruh untuk menghasilkan laba bagi pengusaha. Permasalahan upah selalu menjadi masalah

eksploitasi paling mendasar dan tentu tanpa dibahas lebih lanjut, hal ini memang telah

tampak nyata dan terus menerus berlangsung. Begitu pula dengan apa yang dialami oleh

karyawan “X” Food Market ini sebagaimana yang telah begitu panjang dibahas diatas

bahwa upah yang mereka terima bahkan tidak memenuhi kelayakan upah minimum baik

58
terkait upah pokok maupun upah lemburnya. Hal ini yang sudah sering kali menjadi

tuntutan karyawan dan hal inilah yang paling disadari karyawan “X” Food Market bahwa

mereka mengalami eksploitasi upah.

Teori eksploitatif karyawan yang ketiga menurut Marx adalah teori nilai lebih. Hal

ini adalah yang paling terlihat jelas di “X” Food Market ini terkait jam kerja karyawan yang

mencapai 12 jam dan jam kerja tersebut memang terlalu jauh dari batas jam kerja normal

karyawan. Berdasarkan penjelasan Marx terkait nilai lebih yang berhubungan dengan waktu

kerja ini, dimana dalam logika Marx pengusaha mengharapkan bahwa karyawan akan

memberikan nilai lebih dari kerja yang mereka lakukan. Maka, untuk mewujudkan hal

tersebut pengusaha memaksimalkan waktu kerja karyawan tanpa memikirkan bagaimana

keadaan karyawan dibalik keserakahan kaum pemilik modal ini. Jam kerja normal 8 jam,

dan waktu pulang pun tidak tepat waktu tetap dilakukan demi mewujudkan nilai lebih

tersebut. Dalam logika yang disebutkan Marx bahwa semakin lama tenaga karyawan

diperas dalam waktu kerja yang dimaksimalkan tentu komoditi yang diproduksi akan

semakin banyak membuat nilai lebih bagi pengusaha. Inilah sisi eksploitatif yang dimaksud

Marx dilakukan oleh pengusaha kepada karyawan tanpa disadari oleh karyawan. Karena

nilai dan harga karyawan dimata pengusaha hanyalah kerja mereka yang dapat

menghasilkan nilai lebih, dan tentu jika karyawan tak mau menghasilkan nilai lebih bagi

pengusaha maka pengusaha tak akan mempekerjakan mereka. Sehingga jelaslah tuntutan

pengurangan jam kerja oleh karyawan artinya akan mengurangi nilai lebih yang selalu ingin

didapatkan oleh pengusaha, sehingga karyawan yang meminta pengurangan jam kerja ini

akan diancam untuk berhenti saja dan memberikan surat resign mereka kepada HRD.

“…pernah protes tapi iyah hanya di bilang kalo tidak suka dan tidak terima bisa keluar
dan memberikan surat resign..” (“D”, 22 Tahun, cook helper, wawancara pada tanggal 25
juni 2021)

59
Apa yang diungkapkan oleh “D” (22 Tahun) diatas dapat memberi fakta yang cukup

jelas bahwa “X” Food Market ini tentu mempraktekkan hukum nilai lebih yang disebut

Marx dengan cara membuat karyawan ini bekerja selama 12 jam untuk dapat omset yang

diinginkan demi mencapai nilai lebih tersebut. buktinya adalah ketika para karyawan “X”

Food Market ini meminta pengurangan jam kerja, hal tersebut hanya dibalas ancaman

kepada karyawan “X” Food Market yang tidak suka pada jam kerja tersebut, dan bahwa bisa

berhenti dan memberikan surat resign kepada HRD. Ketidakberdayaan karyawan inilah

yang dimanfaatkan oleh pengusaha “X” Food Market sehingga dapat terus melanggengkan

tindakan eksploitatif ini. Terakhir, yang disebut Marx dalam tindakan eksploitatif kaum

borjuis atau pengusaha pemilik modal adalah laba.

Hal inilah yang tentu membuat para pemilik modal mendirikan usaha, agar mendapat

laba dan keuntungan. Pekerja dikumpulkan, produksi dilaksanakan, semua hanya demi laba

untuk memperkaya diri dari modal yang dimiliki. Laba adalah alasan pengusaha tak

memperdulikan tindakan eksploitasi yang mereka lakukan kepada karyawan atau pekerja

yang bekerja untuk membuat laba pada mereka, sehingga apa yang dialami karyawan dan

apa yang seharusnya tak mereka lakukan kepada karyawan menjadi tidak penting lagi untuk

diperhatikan. Sistem kapitalis pada akhirnya hanya akan memperhatikan segi nilai

ekonomis, keuntungam dan laba saja, sehingga eksploitasi yang dilakukan kepada karyawan

menjadi halal di mata kapitalis.

4.4.8 Konsep Dahrendorf Terkait Otoritas Pengusaha

Dalam hal ini berdasarkan teori Dahrendorf terkait otoritas pengusaha ”X” Food

Market adalah yang memegang otoritas diakibatkan posisi mereka yang berada di

superordinat, maka dalam hal ini posisi superordinat yang dimiliki oleh pengusaha "X"

Food Market tersebut akan mendominasi posisi subordinat yang melekat pada

60
pekerja/karyawan. Seperti yang dijelaskan Dahrendorf, maka posisi otoritas yang dimiliki

pengusaha akan mengendalikan pekerja/karyawan sebagai bawahannya. Posisi karyawan

yang dikendalikan, didominasi dan disubordinasi akibat dari adanya hukum otoritas,

membuat karyawan menjadi tidak berdaya dan tunduk pada apapun yang diperintahkan oleh

atasan mereka sebagai owner. Otoritas ini tergambar dari banyak hal yang dialami oleh

karyawan "X" Food Market selama berada ditempat kerja karena menghadapi posisi atau

seseorang yang kedudukannya lebih tinggi dari mereka sebagai karyawan biasa. Gambaran

nyata dari otoritas pengusaha "X" Food Market ini tercermin dari berbagai ungkapan

karyawan terhadap berbagai sistem kerja yang kadang begitu seeanaknya saja dari atasan.

1. Kesewenangan pengusaha/atasan terkait waktu/jam kerja karyawan. Dalam hal ini

pengusaha terkadang sering menambah jam kerja karyawan, menggantinya dan

mengubah sesuai yang diinginkan pengusaha. Berikut adalah pernyataan dari

beberapa informan terkait hal ini:

“…waktu kerja iyah tergantung atasan mau gimana dan merubah


gimana, kadang dirubah ke siang kadang kerja 9 jam masuk satu shift
semua kadang ada yang jam setengah 7 masuk tergantung merekalah…
(“D” 22 tahun, bagian cook helper, wawancara 30 juni 2021)”
“D” (22 Tahun) bercerita bahwa akibat dari adanya otoritas tinggi dan

wewenang dari atasan terkait jam kerja, para karyawan dan pekerja ini harus

mengalami kesewenangan jam kerja sesuai kemauan pengusaha dan tak sesuai

dengan aturan sistem kerja yang seharusnya. Serta karyawan terkadang ditambah

jam pulangnya yang telat ketika pengunjung masih lama dan harus brifing sebelum

pulang. Semua ini sudah jelas jawabannya akibat dari otoritas dan wewenang

superordinat dari pengusaha sebagai pengendali.

Lebih lanjut terkait waktu kerja karyawan ini seperti yang pernah dijelaskan

diatas yang masih berhubungan dengan kesewenangan waktu kerja karyawan oleh

61
karena otoritas pengusaha adalah pada hari kerja karyawan harus benar-benar

menyelesaikan pekerjaan baru bisa pulang. Otoritas dan posisi kaum pengusaha ini

benar-benar digunakan untuk memanfaatkan buruh demi menciptakan produksi

komoditi yang akan memberi keuntungan/laba bagi mereka.

2. Kesewenangan pengusaha dalam mengoper karyawan ke bagian lain yang bukan

bagiannya. Yang dimaksud disini adalah bahwa seringkali karyawan dioper untuk

membantu pekerjaa di bagian lain bila pekerjaan tersebut sudah sangat mendesak

dan menumpuk untuk segera diselesaikan. Hal ini diungkapkan oleh “D” (35

Tahun), seorang karyawan yang bekerja di bagian tipsy more yang kadang dipindah

tugaskan ke bagian lain, berikut adalah pernyataannya:

“…memang bagian tipsy more adalah bagian yang gak ribet dan gak
banyak yang harus dikerjakan, karena itu saya sering dipindah ke bagian
waiter untuk membantu mereka kalo bukan ke waiter iyah jadi gritings di
depan menyambut dan memberi salam ke tamu yang datang dan yang
pulang…(“D”, 22 tahun, bagian cook helper, wawancara 30 juni 2021)”
“D” (23 Tahun) bercerita bahwa bagian kerjanya dianggap paling ringan beban

kerjanya, sebab tak banyak yang harus dikerjakan selain mengechek minuman. Hal

ini mengakibatkan bagian kerja mereka jadi sering dialihkan oleh para atasan ke

bagian waiter. Ini terjadi sebab kedua bagian ini adalah bagian kerja yang butuh

banyak tenaga, dan memiliki beban kerja yang berbanding terbalik. Seperti yang

dikatakan “D” (23 Tahun), tentu saja pengusaha tak mau ada karyawan yang

‘bermalas-malasan’ sehingga posisi mereka berdasarkan otoritas dan

kesewenangan para atasan dialihkan sesukanya. Apapun yang dianggap pengusaha

merugikan mereka dan menyenangkan karyawan maka akan diatasi melalui hal-hal

yang mereka anggap benar tanpa memikirkan karyawan yang mungkin saja

keberatan akan hal tersebut. namun lagi-lagi hukum otoritas dan posisi

62
superordinat selalu saja akan mendominasi dan yang berada di bawah harus patuh

terhadap hal tersebut.

Otoritas bukanlah fenomena sosial yang umum, mereka yang tunduk pada kontrol

dan mereka yang dibebaskan dari kontrol, ditentukan dalam masyarakat. Akhirnya, karena

otoritas adalah absah, sanksi dapat dijatuhkan pada pihak yang menentang. Seperti kontrol

yang dilakukan oleh management melalui HRD akibat dari otoritas dan posisi yang lebih

tinggi, maka keabsahan hukum otoritas tersebut tak memberikan ruang bagi karyawan yang

dikontrol untuk melawannya sebab ada sanksi yang akan menghampiri. Contoh dari sanksi

akibat melawan otoritas tersebut yang terjadi di "X" Food Market ini biasanya merupakan

teguran, peringatan tegas, dan surat peringatan pertama serta uang makan di potong 7 ribu

selama sebulan atau bahkan sanksi lainnya yang akan memuaskan perusahaan untuk

menghukum karyawan yang membangkang pada perintah.

“…terkait sanksi kita akan mendapat sanksi kalua tidak mengerjakan


tugas yang diperintahkan, seperti pakaian saja tidak pakai seragam
bisa dipulangkan, bahkan kemarin sempat disini teman waiter lupa
input minuman dan mereka kena sanksi uang makan 7 ribu dipotong
iyahh begitulahh, kadang ada beberapa aturan yang kurang jelas atau
terkait promo makanan yang akhirnya terjadi konflik antara atasan
dan kasir yang berujung dua orang kasir resign sendiri…(“D” 22
tahun, bagian cook helper, wawancara 30 juni 2021)”
Berdasarkan apa yang dijelaskan “D” (22 Tahun) diatas bahwa hukum otoritas

seperti yang dikonsepsikan Dahrendorf memang sangat berlaku di "X" Food Market ini.

Hukum otoritas dimana posisi pengusaha yang merasa lebih tinggi membuat sanksi yang

diberlakukan pun berupa kesewenangan yang diinginkan atasan saja. Tak ada sanksi atau

aturan tertulis resmi terkait sistem kerja yang jelas, sehingga pada akhirnya segala hal

mengenai kerja dan sanksi hanya berdasarkan kesewenangan atasan. Otoritas yang mengikat

ini membuat karyawan terkadang ingin sesekali melawan kontrol sehingga kadang berujung

pula dengan konflik seperti yang diceritakan oleh “D” (22 Tahun) diatas, bahwa seringkali

63
antar atasan dan karyawan bercekcok mulut akibat perlawanan pendapat dari karyawan

terhadap atasan. Jenis sanksi atau peringatan yang lebih resmi dari atasan adalah berupa

sanksi peringatan akibat dari karyawan yang tidak mau mendengar, melanggar aturan kerja

yang sifatnya sangat mendasar seperti terlambat kerja, tak masuk kerja berhari-hari tanpa

alasan, atau lainnya yang berujung pada teguran atau peringatan keras dari manajemen

resmi.

Kekuasaan selalu memisahkan dengan tegas antara penguasa dan yang dikuasai

maka dalam masyarakat selalu terdapat dua golongan yang saling bertentangan. Masing-

masing golongan dipersatukan oleh ikatan kepentingan nyata yang bertentangan secara

substansial dan secara langsung di antara golongan-golongan itu. Pertentangan itu terjadi

dalam situasi di mana golongan yang berkuasa berusaha mempertahankan status quo

sedangkan golongan yang dikuasai berusaha untuk mengadakan perubahan-perubahan.

Pertentangan akibat penguasaan yang semena-mena oleh para pengusaha, kadang berujung

pada konflik. Konflik yang dimaksud disini berupa penentangan dari golongan yang

dikuasai yaitu karyawan, hal ini tampak nyata bahwa ada beberapa karyawan keluar dari

“X” Food Market. Intinya posisi menentukan bagaimana kekuasaan bekerja, dan yang

dikuasai mau tak mau harus tunduk karena adanya hukum otoritas yang telah secara jelas

dirincikan oleh Dahrendorf tersebut. Begitu pun dalam kasus kerja di "X" Food Market ini,

dimana pengusaha akan selalu berada di posisi mendominasi pekerja/karyawan Food

Market dengan segala macam kesewenangan aturan kerja yang mereka ciptakan semata-

mata demi keuntungan mereka, dan pada akhirnya karyawan "X" Food Market ini hanya

selalu berakhir pasrah karena ketidakberdayaan yang mereka miliki, meski terkadang

melakukan sedikit perlawanan.

64
BAB V

PENUTUP
5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1. Fenomena eksploitasi yang terjadi pada karyawan kontrak di “X” Food Market

tersebut adalah bahwa para pengusaha menggunakan ketidakberdayaan para

karyawan sebagai alat eksploitasi terhadap upah kerja, jam kerja serta beban kerja,

sebab susahnya mencari pekerjaan di masa pandemic menjadi alas an bagi para

karyawan untuk tetap mengikuti aturan kerja walaupun mereka sadar telah di

eksploitasi tidak banyak yang dapat dilakukan selain dari pada menerima keadaan.

2. Pihak “X” Food Market selalu mengambil keputusan secara sepihak tanpa

memikirkan nasib karyawan yang sebenarnya menerima hasil kebijakan tersebut.

Dan melakukan pemecatan karyawan tanpa pertimbangan, kalau kinerja karyawan

kurang bagus akan di pecat secara sepihak.

3. Status/Legalitas Kerja karyawan yaitu ketidakjelasan atas legalitas status karyawan

sebagai pekerja dimana identitas karyawan yaitu sebagai karyawan kontrak akan

tetapi dalam pengupahan di hitung perhari dan sesuai hari masuk kerja berapa hari.

4. Sistem pengupahan, dimana upah pokok buruh tidak memenuhi standar kelayakan

upah minimum Kota Palangka Raya. Upah buruh hanya dihitung saat masuk kerja

saja, upah tersebut juga akan dihitung per jam kerja, jadi apabila buruh terlambat

datang atau harus pulang pada saat jam kerja, maka upah buruh juga akan dipotong

dan apabila telat maka akan di potong sesuai berapa menit/jam telat.

65
5. Beban dan target kerja, setiap karyawan di bagian kitchen harus bisa menggaji

karyawan yang ada di tenant sesuai dengan omset yang di dapatkan. Dan belanja

tenant tidak boleh lebih besar dari pendapatan di hitung pada setiap akhir bulan.

5.2 Saran

Sebagai akhir dari pembahasan ini, maka penulis memberikan saran yang sekiranya

memberikan manfaat bagi semua pihak yang terkait. Yaitu sebagai berikut:

1. Eksploitasi pada karyawan kontrak ini sangat merugikan sehingga penting untuk di

perjuangkan hak-hak para karyawan.

2. Untuk menanggapi terkait eksploitasi pada karyawan kontrak maka perlu adanya

kesadaran dari berbagi pihak khususnya karyawan kontrak untuk lebih

memperjuangkan haknya.

3. Perlu adanya penelitian lebih mendalam lagi untuk mengetahui eksploitasi yang

terjadi secara luas dalam penelitian ini.

4. Lebih memperdalam secara Undang-Undang terkait hak-hak pekerja/karyawan yang

sesungguhnya agar para pekerja/karyawan memperoleh haknya dan lebih mutlak

terkait penelitian ini berikutnya.

5. Memperluas tentang pemahaman terkait karyawan dan mencari serta menggali

informasi tentang pola eksploitasi yang dilakukan oleh para pengusaha kepada

karyawan.

66
DAFTAR PUSTAKA

Moleong, Lexy J, M.A. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Mosse, Julia Cleves. 1996. Gender dan Pembangunan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ritzer, George dan Douglas J Goodman. 2008. Teori Sosiologi. Yogyakarta: Kreasi
Wacana. 22
Slamet, Yulius. 2002. Metode Penelitian Sosial. Solo: LPP UNS dan UPT Penerbitan dan
Pecetakan UNS (UNS Press).
Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press. Sutopo,
Heribertus. 2002. Pengantar Penelitian Kualitatif. Surakarta: Pusat Penelitian UNS.
Vembriarto, ST. 1993. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT Gramedia.
Agustinova, D.E. (2015), Memahami Metode Penelitian Kualitatif; Teori & Praktik.
Yogyakarta: Calpulis.
Anam, Munir Che. 2008. Muhammad SAW dan Karl Marx Tentang Masyarakat tanpa
Kelas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Berry, David. 2004. Pokok-Pokok Pikiran dalam Sosiologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada
Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif (Edisi Kedua Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik, dan Ilmu Sosial lainnya. Jakarta: Kencana
Febrianica, Danny Nur. 2015. Analisis Dampak Kebijakan Upah Minimum Terhadap
Hadiguna, Rika Ampuh. 2009. Manajemen Pabrik Pendekatan Sistem untuk Efisiensi dan
Efektivitas. Jakarta: Bumi Aksara Kusumandaru, Ken Budha. Karl Marx, Revolusi
dan Sosialisme.
Moleong, Lexy. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Nasir, Nasrullah. 2009. Teori-teori Sosiologi. Bandung: Widya Padjadjaran
Novius, Andri. 2007. Fenomena Kesejahteraan Buruh/Karyawan Perusahaan di Indonesia.
Vol.2 No.2
Prabowo, Yohanes Andreyanto. 2015. Studi Kasus Terhadap Keterlambatan Pembayaran
Upah Pekerja/Buruh Di Kontraktor Agawe Studio Giwangan Yogyakarta. Universitas Atma
Jaya Yogyakarta Fakultas Hukum
Prayoga, Edo Adi. 2014. Ekspoitasi dan Alienasi Buruh Surveyor di Lembaga Survei
Produk “X” Di Surabaya (Studi tentang Buruh Surveyor di Lembaga Riset Produk
“X” di Kota Surabaya). Jurnal Paradigma Vol. 2 No.1
Ritzer, George & Goodman J Douglas. 2011. Teori Sosiologi. Yogyakarta: Kreasi Wacana
Lestari, Afta Nur. 2012. Eksploitasi Pada Perempuan Sales Promotion Girls. Komunitas 4
(2) (2012) : 139-147
Siregar, Widya Nia. 2018. Eksploitasi Dan Alienasi Buruh Pabrik (Studi Deskriptif Buruh
Pabrik Aluminium Di Kawasan Jalan Medan-Binjai Km. 12). USU, Medan.
Siregar, Layani. 2020. Pola Eksploitasi Buruh Upahan Pada Sektor Usaha Pertanian Di Desa
Marihat Raya, Kecamatan Dolog Masagal Kabupaten Simalungun. USU, Medan.
TRANSKIP WAWANCARA
CATATAN LAPANGAN
DI “X” FOOD MARKET KOTA PALANGKA RAYA

Cuplikan Catatan Lapangan


Hasil Wawancara Dengan Para Informan

Catatan Lapangan

Informan : D, A, Y
Teknik : Wawancara
Status : Menikah, Mahasiswi
Tanggal : 25 Juni 2021 S.D 30 Juni 2021
Tempat : Di “X” Food Market Jalan Rajawali Kilometre 3 No. 1
PEDOMAN WAWANCARA

DAFTAR PERTANYAAN
Daftar pertanyaan yang digunakan hanya merupakan poin- poin pertanyaan saja dan
rincian pertanyaan saja dan rincian pertanyaan dalam bentuk pertanyaan yang diajukan
kepada informan narasumber dikembangkan dilapangan karena dalam pelaksanaannya
bentuk wawancara bebas.
Petunjuk pelaksana wawancara:
1. Wawancara ini bersifat terbuka sehingga pokok-pokok pernyataan dalam wawancara
dapat dikembangkan berdasarkan informasi yang akan sesuai dengan informasi
dengan informasi yang akan dihimpun dan digali secara lebih rinci dan mendalam,
2. Guna memudahkan kelangsungan dan kelancaran dalam pelaksanaan wawancara,
pewawancara diusahakan menggunakan media pendukung pelaksana wawancara
seperti notebook (buku catatan) dan handphone,
3. Pelaksanaan wawancara disesuaikan dengan waktu yang diperoleh informan maupun
serta yang terjadi jika kondisi memungkinkan untuk terlaksananya wawancara
tersebut.
4. Hasil pelaksanaan wawancara dirangkum dalam bentuk kutipan wawancara
informan.
LAMPIRAN

Dok. Wawancara 1 (“D” 22 Tahun), Pukul 17: 12 WIB

Dok. Wawancara 2 ( “Y” 32 Tahun), Pukul : 18.42 WIB


Dok. Wanwancara 3 (“A” 35 Tahun), Pukul : 20.12 WIB
DAFTAR PERTANYAAN

Daftar pertanyaan yang digunakan merupakan poin-poin pertanyaan saja dan rincian
pertanyaan dalam bentuk pertanyaan yang diajukan kepada informan narasumber
dikembangkan di lapangan karena dalam pelaksanaannya bentuk wawancara lebih jelas.

PETUNJUK PELAKSANAAN WAWANCARA

1. Wawancara bersifat terbuka, sehingga pokok-pokok pertanyaan dalam wawancara


dapat dikembangkan sesuai informasi yang akan dihimpun dan digali secara lebih
rinci dan mendalam.
2. Guna memudahkan kelangsungan dan kelancaran dalam pelaksanaan wawancara,
pewawancara diusahakan dapat menggunakan media pendukung pelaksana
wawancara seperti alat tulis dan buku catatan.
3. Pelaksanaan wawancara disesuaikan dengan waktu yang disepakati oleh informan
maupun serta merta yang terjadi jika kondisi memungkinkan untuk terlaksananya
wawancara tersebut.
4. Hasil pelaksanaan wawancara dirangkum dalam bentuk kutipan wawancara tiap
informan.

Data Narasumber :

1. Nama : Desi Ariyanti Napitupulu


2. Usia : 22
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Alamat : Jl. B. Koetin Gang Batu Banama
5. Sebagai : Cook Helper

PERTANYAAN (01)
1. Sejak kapan kakak bekerja sebagai karyawan di “X” Food Market?
Jawaban :
Saya mulai bekerja di “X” Food Market sejak awal dibuka, pada tanggal 5
februari 2021 dan saya ditempatkan di bagian cook helper. Saya bekerja
setiap hari senin sampai hari rabu dan mendapat libur sekali seminggu, yaitu
setiap hari senin.
2. Apa yang menjadi alasan kakak bekerja di “X” Food Market?
Jawaban :
Alasan saya bekerja disini sebenarnya bukan karena ada hal menarik tapi
karena saya baru lulus kuliah desember 2020 kemarin. Kemudian pada saat
corona ini lumanyan susah untuk mencari pekerjaan, jadi saya liat ada
pekerjaan yang mampu untuk saya lakukan jadi saya memilih untuk melamar
di “X” Food Market
3. Pekerjaan apa saja yang diberikan kepada kakak?
Jawaban :
Saya statusnya di “X” Food Market sebagi cook helper. Tugas saya untuk
memproduksi makanan dan saya diberikan tanggung jawab untuk menangani
tugas ini. Baik terkait inventori barang masuk dan keluar maupun
pendapatan.
4. Di dalam seminggu berapa hari kakak bekerja di “X” Food Market?
Jawaban :
Saya bekerja itu 6 hari dalam seminggu, dan libur sekali seminggu.
5. Di dalam satu hari berapa jam kakak bekerja di “X” Food Market? Jam
berapa mulai? Berapa jam istirahat?
Jawaban :
Bekerja selama 12 jam setiap harinya, 2 jam digunakan untuk istirahat mulai
pukul 15:00 – 17:00 WIB dan masuk kerja mulai pukul 12:00 – 24:00 WIB.
6. Kendala apa yang kakak hadapi selama bekerja di “X” Food Market?
Jawaban :
Kendala saat bekerja di “X” Food Market tidak terlalu besar, paling
kendalanya masalah ego sesame karyawan dan ada aturan yang belum pernah
di alami sebelumnya jadi seperti ada rasa terkejut.
7. Bagaimana perlakuan atasan kepada karyawan?
Jawaban :
Kalau perlakuan aneh dari atasan tidak ada tapi kalo kita melakukan
kesalahan dapat teguran dan diminta memperbaiki kesalahan agar tidak
terulang kembali, kadang begitu ada kesalah pahaman antara atasan dan
bawahan.
8. Selain bekerja di divisi, apakah ada kerjaan tambahan lain yang diberikan
atasan?
Jawaban :
Untuk pekerjaan tambahan kadang ada, akan tetapi untuk bagian produksi
tidak ada. Karena kita khusus bertanggung jawab pada divisi kita.
9. Strategi apa yang dilakukan atasan kepada karyawan untuk mengambil
kepercayaan dan menarik karyawan agar bekerja di “X” Food Market?
Jawaban :
Untuk strategi dengan cara penawaran gaji yang lumanyan apalagi untuk
golongan muda seperti saya. Jadi gaji di “X” Food Market ini bisa dibilang
cukup untuk memenuhi kebutuhan, apalagi hanya bekerja di tempat seperti
ini bisa dibilang cukup.
10. Adakah target setiap hari yang harus dipenuhi oleh karyawan?
Jawaban :
Tidak ada target sejauh ini yang harus dipenuhi karena kondidi masih stabil.
11. Adakah kekhususan yang diberikan atasan kepada karyawan kontrak tentang
hari libur dan cuti kerja dalam setahun?
Jawaban :
Untuk libur setiap karyawan memperoleh libur satu hari dalam seminggu.
Dan untuk hari libur dalam setahun hanya diberikan cuti kerja selama 12 hari
12. Berapa upah yang diterima karyawan setiap bulan?
Jawaban :
Untuk saat ini upah yang diterima karyawan sama walaupun pekerjaan atau
divisi kita berbeda-beda. Dan kita akan menerima upah dari tanggal 3-5
setiap bulannya.
13. Bagaimankah upah yang diterima karyawan dapatkah memenuhi kebutuhan
dalam rumah tangga? Cukup atau tidak?
Jawaban :
Untuk upah setiap bulannya karena saja juga anak kost masih cukup untuk
bayar kost dan kebutuhan sehari-hari. Tapi untuk mengirim ke keluarga tidak
cukup.
14. Bagaimana upah jika karyawan bekerja melewati batas yang telah ditentukan
(lembur)?
Jawaban :
Untuk lembur akan terhitung upah lembur setelah 3 jam bekerja diluar jam
kerja, jika masih 2 jam itu masih terhitung loyalitas karyawan.
15. Bagaimana terkait jaminan Kesehatan apakah ada ditetapkan di “X” Food
Market?
Jawaban :
Untuk terkait jaminan sampai saat ini kita hanya menerima upah saja, untuk
hal lainnya belum ada karena kemarin kebijakan dari perusahaan tunggu 6
bulan bekerja tapi sampai pada saat ini belum ada menerima.
16. Apakah ditempat kerja ini ada pembedaan pekerjaan perempuan dan laki-
laki?
Jawaban :
Tidak ada pembedaan gender di “X” Food Market ini sendiri karena antara
lak8i-laki dan perempuan sama saja dan saling melengkapi soal pekerjaan.
17. Bagaimana lingkungan pekerjaan di “X” Food Maret?
Jawaban :
Lingkungan di “X” Food Market sendiri antara karyawan sejauh ini tidak ada
masalah dan baik-baik saja, dan sesame karyawan juga solid karena kita
sama-sama berjuang dari pembukaan tempat ini jadi tidak ada rasa iri dan
merasa paling senior intinya semua baik-baik saja.
18. Bagaimana perlakuan karyawan laki-laki terhadap karyawan perempuan?
Jawaban:
Selama saya bekerja disini untuk perlakuan laki-laki terhadap perempuan itu
sendiri yang saya alami secara pribadi tidak ada. Akan tetapi, ada beberapa
teman sekerja saya mendapat perlakuan seksis dari karyawan laki-laki.
19. Apakah ada bentuk protes dari karyawan kepada atasan terkait jam kerja,
upah dan istirahat kerja?
Jawaban :
Kita hanya pernah minta penjelasan kepada atasan terkait upah dan bagaimna
tentang perhitungan gaji kita sebenarnya, karena baru sekali karyawan disini
mendapt slip gaji. Setelah dapat penjelasan karyawan akhirnya mencoba
mengerti dan menerima. Dan karena ini sudah ketentuan dari tasan dan sudah
ada kontrak kita hanya bisa menerima. Karena masa pandemic ini sulit
mencari pekerjaan.

Data Narasumber :
1. Nama : Yulie
2. Usia : 32
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Alamat : Jl. Borneo
5. Sebagai : Cook Helper

PERTANYAAN (01)

1. Sejak kapan kakak bekerja sebagai karyawan di “X” Food Market?


Jawaban :
Mulai bekerja disini sejak bulan April 2021 sebagi Cook Helper.
2. Apa yang menjadi alasan kakak bekerja di “X” Food Market
Jawaban :
Karena emang menyesuaikan dengan bidang keahlian dan jurusan saya.
3. Pekerjaan apa saja yang diberikan kepada kakak?
Jawaban :
Pekerjaan yang diberikan kepada saya sesuai dengan divisi saya di bagian produksi
pengolahan makanan dan setiap harinya mengerjakan pekerjaan sesuai dengan
pesanan .
4. Di dalam seminggu berapa hari kakak bekerja di “X” Food Market?
Jawaban :
Bekerja satu minggu Cuma 6 hari dan 1 hari itu waktu off saya.
5. Di dalam satu hari berapa jam kakak bekerja di “X” Food Market? Jam berapa
mulai? Berapa jam istirahat?
Jawaban :
Saya bekerja setiap hari 12 jam dari jam 10:00 – 22:00 WIB dan waktu istirahat 2
jam. Dan tergantung jam masuk karena saya kadang masuk shift siang juga.
6. Kendala apa yang kakak hadapi selama bekerja di “X” Food Market?
Jawaban :
Terkadang kendalanya dari segi emosi dan kesalah pahaman dengan leader di divisi
7. Bagaimana perlakuan atasan kepada karyawan?
Jawaban :
Perlakuan dari atasan tidak ada tapi dari leader di devisi kurang mengenakkan karena
ada pembedaan antara saya dan rekan divisi. Antara perempuan laki-laki dan
perempuan perlakuannya beda.
8. Selain bekerja di divisi, apakah ada kerjaan tambahan lain yang diberikan atasan?
Jawaban :
Terkadang ada tergantung situasi.
9. Strategi apa yang dilakukan atasan kepada karyawan untuk mengambil kepercayaan
dan menarik karyawan agar bekerja di “X” Food Market?
Jawaban :
Tidak ada kalua saya, karena memang saya yang memerlukan pekerjaan.
10. Adakah target setiap hari yang harus dipenuhi oleh karyawan?
Jawaban :
Tergantung dari pada management untuk menentukan terkait target.
11. Adakah kekhususan yang diberikan atasan kepada karyawan kontrak tentang hari
libur dan cuti kerja dalam setahun?
Jawaban :
Hari libur ada untuk setiap karyawan sekali seminggu untuk semua karyawan, terkait
cuti dari pihak HRD yang menentukan.
12. Berapa upah yang diterima karyawan setiap bulan?
Jawaban :
Dihitung dari berapa hari kita masuk bekerja dan hari libur tidak dihitung.
Kalau di hitung tidak sampai 2. 000,000 dan ini sudah termasuk uang makan. Gaji
perhari Rp. 65.000.00 ditambah uang makan Rp. 14.000,00.
13. Bagaimankah upah yang diterima karyawan dapatkah memenuhi kebutuhan dalam
rumah tangga? Cukup atau tidak?
Jawaban :
Dengan gaji segitu untuk kebutuhan sehari-hari kadang kurang kadang cukup, jadi
harus pintar-pintar mengelola keuangan.
14. Bagaimana upah jika karyawan bekerja melewati batas yang telah ditentukan
(lembur)?
Jawaban :
Lembur akan dihitung setelah 3 jam kerja dan itu ada hitungannya sendiri.
15. Bagaimana terkait jaminan Kesehatan apakah ada ditetapkan di “X” Food Market?
Jawaban :
Belum ada jaminan Kesehatan yang di terima karyawan sampe hari ini.
16. Apakah ditempat kerja ini ada pembedaan pekerjaan perempuan dan laki-laki?
Jawaban :
Tidak ada perbedaan dalam hal kerjaan semua sama rata. Tapi kebanyakan dalam
kerjaan perempuan tidak lebih di utamakan.
17. Bagaimana lingkungan pekerjaan di “X” Food Maret?
Jawaban :
Terkait lingkungan sesame karyawan tidak ada masalah hanya terdapat masalah
antar leader di divisi saja.
18. Bagaimana perlakuan karyawan laki-laki terhadap karyawan perempuan?
Jawaban :
Banyak karyawan laki-laki yang memandang remeh tentang perempuan dan
beranggapan sepele dengan perempuan apalagi soal pekerjaan.
19. Apakah ada bentuk protes dari karyawan kepada atasan terkait jam kerja, upah dan
istirahat kerja?
Jawaban : Sejauh ini bentuk protes kepada atasan ada tapi sejauh ini belum ada
tanggapan lebih jauh.

Data Narasumber :

1. Nama : Alexandra
2. Usia : 35
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Alamat : jalan bondol X No. 141
5. Sebagai : Kasir

PERTANYAAN (01)

1. Sejak kapan kakak bekerja sebagai karyawan di “X” Food Market?


Jawaban :
Bekerja disini sejak maret 2021 hampir 5 bulan sudah bekerja di “X” Food Market.
2. Apa yang menjadi alasan kakak bekerja di “X” Food Market
Jawaban :
Alasan saya karena dekat dengan rumah dan sesuai dengan bidang pekerjaan serta
pengalaman kerja.
3. Pekerjaan apa saja yang diberikan kepada kakak?
Jawaban :
Saya bekerja disini berawal jadi marketing dipindah ke waiters dan sekarang
dipindah lagi jadi kasir.
4. Di dalam seminggu berapa hari kakak bekerja di “X” Food Market?
Jawaban :
Saya bekerja dalam seminggu enam hari dan satu hari adalah waktu libur saya.
5. Di dalam satu hari berapa jam kakak bekerja di “X” Food Market? Jam berapa
mulai? Berapa jam istirahat?
Jawaban :
Semua mendapat waktu istirahat 2 jam dan bekerja selama 10 jam, sebenarnya 12
jam tapi di kurang istirahat 2 jam. Saya bekerja mulai pukul 10:00 – 22:00 WIB.
6. Kendala apa yang kakak hadapi selama bekerja di “X” Food Market?
Jawaban :
Ada, dalam hal perbedaan persepsi antara saya dan atasan.
7. Bagaimana perlakuan atasan kepada karyawan?
Jawaban :
Sejauh ini perlakuan atasan dengan bawahan baik-baik saja.
8. Selain bekerja di divisi, apakah ada kerjaan tambahan lain yang diberikan atasan?
Jawaban :
Tidak ada, saya hanya focus di bagian kasir.
9. Strategi apa yang dilakukan atasan kepada karyawan untuk mengambil kepercayaan
dan menarik karyawan agar bekerja di “X” Food Market?
Jawaban :
Waktu itu saya ditawarin menjadi marketing, iyah emang karena basicnya juga
marketing dan karena saya baru dipalangka jadi seperti ada tantangan akhirnya
menerima dan kerja disini.
10. Adakah target setiap hari yang harus dipenuhi oleh karyawan?
Jawaban :
Terkait target sejauh ini untuk karyawan tidak ada.
11. Adakah kekhususan yang diberikan atasan kepada karyawan kontrak tentang hari
libur dan cuti kerja dalam setahun?
Jawaban :
Untuk jatah libur setiap minggu ada sekali, kalo untuk pertahun itu nanti jawalnya
kan cuti. Katanya kalo sudah 6 bulan kerja baru dapat cuti dan itu hanya 12 hari
karena setiap bulan kan diambil sehari.
12. Berapa upah yang diterima karyawan setiap bulan?
Jawaban :
Upah yang diterima tiap bulan sesuai dengan jam kerja jadi tiap karyawan beda-
beda.
13. Bagaimankah upah yang diterima karyawan dapatkah memenuhi kebutuhan dalam
rumah tangga? Cukup atau tidak?
Jawaban :
Untuk gaji nyang diterima tidak cukup tapi karena suami juga kerja jadi bisa
menutupi untuk kebutuhan sehari-hari.
14. Bagaimana upah jika karyawan bekerja melewati batas yang telah ditentukan
(lembur)?
Jawaban :
Dihitung lembur setelah 3 jam kerja diluar jam kerja, dan dihitung sesuai berapa jam
lembur.
15. Bagaimana terkait jaminan Kesehatan apakah ada ditetapkan di “X” Food Market?
Jawaban :

16. Apakah ditempat kerja ini ada pembedaan pekerjaan perempuan dan laki-laki?
Jawaban :
Sejauh ini antara karyawan perempuan dan laki-laki tidak ada perbedaan karena kita
bekerja tim jadi semua teratasi.
17. Bagaimana lingkungan pekerjaan di “X” Food Maret?
Jawaban :
Kalua hubungan keja sesame karyawan bagus saja hanya saja ada beberapa yang
memang tidak cocok secara pribadi. Karena bisa dibilang sesame karyawan ada
beberapa yang akrab ada yang tidak.
18. Bagaimana perlakuan karyawan laki-laki terhadap karyawan perempuan?
Jawaban :
Untuk perlakuan sejauh ini ada terdapat hal-hal seksis yang secara verbal dan
tentunya ini membuat tidak nyaman tapi mau tidak mau harus dijalani karena butuh
pekerjaan.
19. Apakah ada bentuk protes dari karyawan kepada atasan terkait jam kerja, upah dan
istirahat kerja?
Jawaban :
Sebenarnya dengan gaji 1.900.000 sebenarnya merasa tidak cocok dan tentang
beberapa peraturan jam kerja tapi bagaimanapun karena saya yang butuh kerja dan
butuh uang iyah harus dijalani jadi biarlah pihak-pihak berwenang yang bekerja.

PERNYATAAN

NAMA : ANA MARIANA SINAGA


NIM : GAA 117 025

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul “Eksploitasi Karyawan


Kontrak Di “X” Food Market” adalah benar-benar karya sendiri. Hal-hal yang bukan
karya saya dalam skripsi diberi tanda citasi dan tunjukkan dalam daftar Pustaka.

Adapun dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang saya peroleh dari
skripsi tersebut.

Palangka Raya, 25 Agustus 2021


Yang membuat pernyataan

Ana Mariana Sinaga


NIM. GAA 117 025

Anda mungkin juga menyukai