Anda di halaman 1dari 11

LOPORAN HAMA PENYAKIT TANAMAN PANGAN DAN SAYURAN

“Tanaman Cabe Rawit”

Oleh

Nama : INAL
Stambuk : D1F116009
Jurusan : PROTEKSI TANAMAN
Kelas : A
Asisten : Eko Aprianto Djohan, S.P.,M.P

PROGRAM STUDI PROTEKSI TANAMAN

JURUSAN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS HALU OLEH

KENDARI

2021
BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanaman cabai (capsicum annuun L.) adalah tumbuhan – tumbuhan perlu yang

berkayu, dan buahnya berasa pedas yang disebabkan oleh kandungan kapsaisin.

Saat ini cabai menjadi salah satu komoditas sayuran yang banyak dibutuhkan

masyarakat, baik masyarakat local maupun internasional. Setiap harinya

permintaan akan cabai, semakin bertambah seiring dengan meningkatnya jumlah

penduduk di berbagai Negara. Budidaya ini menjadi peluang usaha yang masih

sangat menjanjikan, bukan hanya untuk pasar lokal saja namun juga berpeluang

untuk memenuhi pasar ekspor.

Jenis cabai juga cukup bervariasi, beberapa jenis dibedakan berdasarkan

ukuran bentuknya, rasa perdasnya dan warna buahnya. Di Indonesia jenis cabai

yang banyak dibudidayakan antara lain caai keriting, cabai besar, cabai rawit, dan

cabai paprika.

Budidaya cabai keriting memberikan keuntungan yang menarik, tetapi budiday

cabai keriting juga sering menemui kegagalan dan kerugian besar. Untuk

menghindari kegagalan tersebut, dilakukan aplikasi teknologi yang tepat guna,

yaitu Teknologi Enzymatis. Teknologi Enzymatis merupakan teknologi baru yang

sangat tepat untuk menghadapi permasalahan yang ada pada budidaya cabai.

B. Tujuan dan manfaat

Tujuan pratikum ini adalah Untuk mengetahui bentuk–bentuk pengendalian

hama dan penyakit tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens  L.)


Manfaat protikum ini adalah Menambah wawasan baik secara teori ataupun

secara teknis langsung di lapang bagaimana pengendalian hama dan penyakit pada

tanaman cabai rawit agar pertumbuhan dan produksinya maksimal sesuai dengan

apa yang diharapkan.


BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Cabe rawit

Tanaman cabai rawit (Capsicum  frutescens  L.) termasuk tanaman

hortikultura semusim,berbentuk perdu atau setengah perdu, mempunyai system

perakaran agak menyebar, batang utama tumbuh  tegak dan pangkalnya  berkayu.

Ketinggiannya bisa mencapai 120 cm dengan lebar tajuk tanaman hingga 90 cm,

daun cabai  umumnya berwarna hijau muda sampai hijau gelap, daun cabai yang

ditopang oleh tangkai daun dan oval dengan ujung meruncing, tergantung dari

jenis dan varietasnya. Tanaman cabai mempunyai akar tunggang yang terdiri atas

akar utama dan akar lateral. Akar tanaman cabai rawit menyebar tetapi dangkal.

Akar-akar cabang dan rambut-rambut akar banyak terdapat dipermukaan tanah,

semakin ke dalam akar-akar tersebut semakin berkurang ujung perkarannya dapat

menembus tanah sedalam 50  cm, akar  horizontal cepat berkembang di dalam

tanah melebar  sampai 45 cm. Bunga cabai merupakan bunga lengkap yang terdiri

dari kelopak bunga, mahkota bunga, benang sari, dan putikmerupakan bunga

berkelamin dua karena benang sari dan putik terdapat satu tangkai, bunganya

keluar dari ketiak daun (Ripangi, 2015).

B. Hama Lalat Buah (Bactrocera dorsalis Hendel.)

Hama ini menyebabkan buah cabe mengalami kebusukan. Buah cabe yang

diserang lalat buah akan menjadi bercak-bercak bulat, berlubang kecil dan

kemudian membusuk. Buah cabe yang terserang akan dihuni larva yang

menyebabkan semua bagian buah cabe rusak, busuk, dan berguguran (rontok).
Serangga dewasa panjangnya kurang lebih 0.5 cm, berwarna coklat-tua, dan

meletakkan telurnya di dalam buah cabe. Telur tersebut akan menetas, kemudian

merusak buah cabe. Daur hidup hama ini lamanya sekitar 4 minggu, dan

pembentukan stadium pupa terjadi di atas permukaan tanah. Pengendalian secara

terpadu terhadap hama ini dapat dilakukan dengan cara   kultur teknik, yaitu

dengan pergiliran tanaman yang bukan tanaman inang lalat buah secara mekanis

yaitu dengan memusnahkan buah cabai rawit yang terserang lalat buah, secara

kimiawi yaitu dengan pemasangan perangkap beracun "metil eugenol" atau

protein hydrolisat yang efektif terhadap serangga jantan maupun betina (Patty,

2012).

C. Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici  (Syd.) Butler.)

Penyakit Antraknosa sering kali dijumpai tanaman cabe. Penyakit ini cukup

berbahaya dan cepat menjalar, sehingga mampu menurunkan produktifitas yang

signifikan. Penyakit antraknosa disebabkan oleh cendawan bercak daun. Gejala

serangan antraknosa ialah bercak‐bercak pada buah, buah kehitaman dan busuk

kering pada buah, dan akhirnya rontok. Penyakit busuk buah kering yang

disebabkan cendawan untuk menghambat timbulnya penyakit tersebut dapat

menggunakan ekstrak rimpang kencur yaitu sebagai fungisida (Wiyatiningsih dan

Wuryandari, 1998).
BAB III. METODE PRATIKUM

A. Waktu dan Tempat

Kegiatan Pratikum Kerja Lapangan ini Dilakukan Pada Tanggal 20 Juni 2021

Tempat Desa Konda Satu Kecamatan Konda Kabupaten Konawe Selatan.

B. Metode Pengamatan

1. 2kilo pupuk non organik

2. 1 kilo kapur

3. Menyemprotan 2 kali Seminggu

4. Obat phymar
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

B. Pembahasan

Ulat merupakan jenis hama yang akan menjadi kupu-kupu yang biasanya

meletakkan telur secara berkelompok di atas daun atau tanaman. Ciri khas dari

larva (ulat) grayak ini adalah terdapat bintik-bintik segitiga berwarna hitam dan

bergaris-garis kekuningan pada sisinya. Larva akan menjadi pupa (kepompong)

yang dibentuk di bawah permukaan tanah. Daur hidup dari telur menjadi kupu-

kupu berkisar antara 30 - 61 hari. Telur akan menetas menjadi ulat (larva), mula-

mula hidup berkelompok dan kemudian menyebar. Menyerang bersama-sama

dalam jumlah yang sangat banyak. Ulat ini memangsa segala jenis tanaman,

termasuk menyerang tanaman cabai rawit. Serangan ulat grayak terjadi di malam

hari, karena kupu-kupu maupun larvanya aktif di malam hari. Pada siang hari

bersembunyi di tempat yang teduh atau di permukaan daun bagian bawah. Hama

ulat grayak merusak di musim kemarau dengan cara memakan daun mulai dari

bagian tepi hingga bagian atas maupun bawah daun cabe. Serangan hama ini
menyebabkan daun-daun berlubang secara tidak beraturan; sehingga menghambat

proses fotosintesis dan akibatnya produksi buah cabe menurun. Pengendalian

dilakukan dengan menyemprot insektisida sistemik atau yang bersifat racun perut,

sehingga tidak perlu pengendalian secara khusus.

Pada tanaman tua, layu pertama biasanya terjadi pada daun yang terletak pada

bagian bawah tanaman.  Pada tanaman muda, gejala layu mulai tampak pada daun

bagian atas tanaman. Setelah beberapa hari gejala layu diikuti oleh layu yang tiba-

tiba  dan seluruh  daun  tanaman menjadi  layu permanen, sedangkan warna daun

tetap hijau, kadang-kadang sedikit kekuningan. Jaringan vaskuler dari batang

bagian bawah dan akar menjadi kecoklatan. Bila batang atau akar dipotong

melintang dan dicelupkan ke dalam air  yang  jernih, maka akan keluar cairan

keruh koloni bakteri yang melayang dalam  air menyerupai kepulan asap.

Serangan pada buah menyebabkan warna buah  menjadi kekuningan dan busuk.

Infeksi terjadi melalui ulentisel dan akan lebih cepat berkembang bila ada luka

mekanis. Penyakit ini disebabkan oleh Pseudomonas solanacearum E.F.Smiht,

bakteri ini ditularkan melalui tanah, benih, bibit,  sisa-sisa tanaman, pengairan,

nematoda atau alat-alat pertanian. Selain itu, bakteri ini mampu bertahan selama

bertahun-tahun di dalam tanah dalam keadaan tidak aktif. Pengendalian ini dengan

kultur teknis dengan pergiliran tanaman, penggunaan benih sehat dan sanitasi

dengan mencabut dan memusnahkan tanaman sakit.


BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Ulat merupakan jenis hama yang akan menjadi kupu-kupu yang biasanya

meletakkan telur secara berkelompok di atas daun atau tanaman. Ciri khas dari

larva (ulat) grayak ini adalah terdapat bintik-bintik segitiga berwarna hitam dan

bergaris-garis kekuningan pada sisinya. Larva akan menjadi pupa (kepompong)

yang dibentuk di bawah permukaan tanah.

B. Saran

Saransaya yaitu untuk lebih mengetahui informasi mengenai cara

pembudidayaan tanaman cabe.


DAFTAR PUSTAKA

Patty, A. J. 2012. Efektivitas Metil Eugenol Terhadap Penangkapan Lalat Buah (Bactrocera


dorsalis) pada Pertanaman Cabai. J. Agrologia Vol 1 (1): 71-75.

Ripangi, A. 2015. Budidaya Cabai. Javalitera. Yogyakarta.

Witiyaningsih,S.danY.Wuryandari.1998 Pengaruh Ekstrak Rimpang Kencur (Kaempferia


galanga L.)Terhadap jamur colletotrichum capsici penyebab Penyakit Antraknosa
pada Buah Cabai. J. MIP Vol VII (17): 67-71.

Anda mungkin juga menyukai