MAKALAH
Oleh:
LA ODE MAYONG
C1E120100
KENDARI
2021
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Soekarno Merupakan Sosok Yang Jasanya Tidak Bisa Dilupakan Begitu Saja Dalam
Membangun Negeri Ini. Peranan Besar Yang Telah Dilakukan Oleh Kedua Orang Ini,
Terutama Dalam Hal Memerdekakan Bangsa Indonesia Dari Belenggu Penjajahan Akan
Selalu Terpatri Sebagai Jasa-Jasa Yang Tidak Akan Tergerus Selamanya Oleh Masa.
Memang, Jika Kita Amati. Sosok Kedua Bapak Bangsa Ini Merupakan Pribadi Yang Unik
Satu Sama Lainnya. Pribadi Yang Saling Melengkapi Dan Mengisi Kekurangan-Kekurangan
Sebagai Sosok Yang Memiliki Label Penggerak Massa, Soekarno Memiliki Peranan
Sebagai Pemain Depan Yang Dengan Jelas Terlihat Bagaimana Pola Pikir Dan Cara
Berbicaranya Ketika Berada Di Depan Podium Untuk Berpidato. Soekarno Adalah Singa
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
Ir. Soekarno (Lahir Di Blitar Pada 6 Juni 1901- Meninggal Pada Tanggal 21 Juni
1970 Di Kota Blitar, Jawa Timur). Ayahnya Raden Sukemi Sosrohadihardjo, Adalah
Seorang Priyayi Rendahan Yang Bekerja Sebagai Guru Sekolah Dasar. Ibunya Nyoman Rai
Berdarah Biru Dari Bali Dan Beragama Hindu. Pertemuan Mereka Terjadi Ketika Raden
Bali.
Dalam Usia Kanak-Kanak, Soekarno Tinggal Dan Diasuh Oleh Kakeknya. Raden
Hardjokromo Di Tulung Agung, Jawa Timur. Kakeknya Adalah Seorang Pedagang Batik,
Yang Secara Tidak Langsung Membantu Penghidupan Dari Kedua Orang Tua Soekarno
Yang Pada Waktu Itu Tidak Memiliki Penghasilan Yang Cukup Untuk Menghidupi Dirinya
Dan Kakaknya. Kecintaan Soekarno Terhadap Wayang Kulit, Mulai Tumbuh Selama Tinggal
Bersama Kakeknya. Ia Sering Kali Menonton Wayang Kulit Sampai Larut Malam.
Tokoh Bima Juga Memiliki Pengaruh Yang Besar Dalam Sikap Dan Pandangan
Mempergunakan Kesempatan Sebaik Mungkin Untuk Belajar. Hal Ini Disebabkan Ia Lebih
Sering Melamun Tentang Kisah Perang Bharata Yudha. Namun, Sisi Keingintahuan Yang
Besar Dan Minatnya Terhadap Pengetahuan Sudah Mulai Tumbuh Pada Saat Ini. Berkat Sifat
Keingintahuan Yang Dimiliki Olehnya, Soekarno Memiliki Wawasan Yang Lebih Luas
Tidak Lama Kemudian, Setelah Kedua Orang Tuanya Pindah Ke Sidoarjo Dan
Kepandaiannya Mulai Terlihat Dengan Jelas. Mungkin Ini Disebabkan Oleh Profesi Ayahnya
Yang Juga Seorang Guru Sehingga Dapat Mengawasi Kegiatan Belajar Mengajar Anaknya
School (E.L.S). Sekolah Tersebut Didirikan Guna Memenuhi Kebutuhan Anak-Anak Pekerja
Di Pabrik Gula.
Kesempatan Untuk Mendapatkan Hak Istimewa Itu. Mereka Yang Bukan Anak Pejabat
Hanya Bisa Masuk Ketika Ada Izin Khusus Dari Residen Dan Memenuhi Syarat-Syarat
Tertentu. Sebelum Ia Menginjakkan Kaki Di Tempat Tersebut, Pada Tahun 1913, Soekarno
Harus Mengorbankan Waktunya Untuk Memperdalam Bahasa Belanda Pada Juffrow M.P De
La Riviera, Guru Bahasa Belanda Di ELS. Selama Bersekolah Di ELS Soekarno Juga
Mengalami Cinta Pertama Kepada Seorang Gadis Belanda Yang Bernama, Rikameelhuysen.
Tetapi, Hubungan Mereka Berdua Ditentang Oleh Ayah Sang Gadis Karena Melihat
Kedudukan Soekarno Yang Hanya Merupakan Pribumi. Meskipun, Akhirnya Hubungan Itu
Putus Dan Soekarno Dihina. Ia Tidak Marah Karena Menganggap Hal Itu Sudah Biasa.
Pribadi Soekarno, Selain Banyak Mendapatkan Pendidikan Di ELS. Ia Juga
Mendapatkan Pendidikan Dari Ayahnya Dengan Keras, Penuh Disiplin, Tetapi Di Sisi Lain
Mengajarkan Untuk Mencintai Makhluk Tak Berdaya. Sedangkan Dari Ibunya, Idayu, Ia
Mendapatkan Pengaruh Mistik Dari Pemikiran Hindu Dan Sifat Yang Lemah Lembut Serta
Melanjutkan Pelajarannya Di Hogere Burger School (HBS). Agar Soekarno Diterima Sebagai
Tertinggi Yang Ada Di Jawa Timur Tersebut. Melalui Jasa Baik, H.O.S Tjokrominoto,
Soekarno Akhirnya Diterima Di Sana. Bahkan Tokoh Gerakan Massa Nasionalis Islam Itu
Baik. Ia Menempati Sebuah Kamar Yang Gelap Tanpa Jendela Dan Daun Pintu. Sebagai
Penerangan Lampu Pijar Yang Menyala Sepanjang Hari. Tetapi Ia Menerima Kenyataan
Tersebut Tanpa Menggerutu. Karena Memang Tidak Ada Kamar Lagi Dan Hanya Itulah
Satu-Satunya Kamar Yang Belum Terisi Dan Soekarno Menjadi Penghuninya. Tetapi Yang
Penting Bagi Ayahnya Adalah Anaknya Dapat Tinggal Satu Atap Dengan “Raja Jawa” Yang
Tak Bermahkota.
Oleh Soekarno Dalam Buku Biografinya Yang Ditulis Oleh Cindy Adams (1966),
Sebagaimana Yang Diungkap Oleh Soekarno: “Tjokro Adalah Pemimpin Baik Dari Orang
Jawa. Sungguhpun Engkau Akan Mendapat Pendidikan Belanda, Aku Tidak Ingin Darah
Dagingku Menjadi Kebarat-Baratan. Karena Itu Kukirim Kepada Tjokro Orang Yang
Dijuluki Belanda Sebagai Raja Jawa Yang Tidak Dinobatkan. Aku Tidak Ingin Melupakan,
Barat Yang Modern. Perpisahan Dengan Orang Tua Dan Lingkungan Desanya Juga
Memberikan Pengaruh Postitif Bagi Dirinya. Soekarno Berada Di Surabaya Selama Lima
Tahun. Selama Itu Ia Tinggal Di Rumah Tjokrominoto. Di Tempat Itulah Pendidikan Politik
Soekarno Dimulai Dengan Interaksi Dengan Berbagai Pemahaman Pemikiran Yang Ada
Disana. Soekarno Juga Berkenalan Dengan Orang-Orang Beraliran Sosialis, Seperti Alimin,
Muso, Dan Dharsono Yang Juga Mendapat Kedudukan Penting Dalam Kepengurusan
(ISDV).
Sarekat Islam, Oetoesan Hindia. Ia Menuangkan Pemikiran Dengan Nama Samaran ‘Bima”.
Dimarahi Oleh Ayahnya. Sebab Ayahnya Akan Marah Apabila Mengetahui Anaknya
Cukup Tajam Seperti “Hancurkan Segera Kapitalisme Yang Dibantu Oleh Budaknya,
Imperialisme. Dengan Kekuatan Islam, Insya Allah Itu Segera Dilaksanakan.” Di Samping
Itu, Soekarno Juga Aktif Dan Melibatkan Dirinya Dalam Organisasi Pemuda Tri Koro Darmo
Cabang Surabaya, Yang Dibentuk Pada 1915 Sebagai Bagian Dari Organisasi Budi Oetomo.
Istrinya, Siti Oetari Tjokrominoto, Puteri Tjokrominoto Yang Dinikahi Olehnya Pada 1920
Atau 1921, Meninggalkan Surabaya Menuju Bandung. Disana Ia Bersama Istrinya Berdiam
Di Kediaman Haji Sanusi, Anggota Sarekat Islam Dan Juga Kawan Akrab Tjokrominoto. Di
Tempat Itu Pula Soekarno Pertama Kali Bertemu Dengan Inggit Garnasih, Isteri Haji Sanusi.
Kota Bandung Mempunyai Iklim Ideologis Yang Khas Jika Dibandingkan Dengan Kota-Kota
Lain. Jika Sarekat Islam Berpusat Di Surabaya, Maka Semarang Dikenal Sebagai Pusat
Pemikiran Marxisme. Kedua Kota Ini Saling Mempengaruhi Dan Saling Berebut Pengaruh.
Tetapi Bandung Justru Bandung Menampilkan Watak Yang Berlainan Dengan Kedua
Kedua Kota Di Atas. Sebab Di Kota Bandung Telah Berkembang Sebuah Pemikiran Bahwa
E.F.E Douwes Dekker, Dr. Tjipto Mangunkusumo Dan Ki Hajar Dewantara. Perkenalan Ini
Telah Membawa Nuansa Baru Dalam Berpikir Soekarno. Seperti Halnya Dalam Pendekatan
Yang Diperkenalkan Oleh Douwes Dekker Dalam Mendekati Situasi Hindia Belanda Dan
Diperkenalkan Tersebut Terlihat Berbeda Dari Pemikiran Sebelumnya Didapat Dari Tokoh-
Tentunya Membuat Pikiran Soekarno Semakin Tersusun Secara Teratur. Di Samping Itu
Pertikaian Yang Memuncak Tersebut Berakhir Dengan Terpecahnya Sarekat Islam Menjadi
Dua Bagian, Yakni Sarekat Islam Putih Dan Merah. Sarekat Islam Merah, Akhirnya Merubah
Tjokrominoto. Sebagaimana Diungkapkan Oleh Bob Hering, Bahwa Adanya Interaksi Antara
Soekarno Dan Para Pengikut Aliran Marxis Seperti Muso, Alimin, Dan Semaun. Juga Para
Orang-Orang Sosialisme Radikal Belanda, Seperti Coos Hartogh, Henk Sneevliet, Dan Aser
Baars. Memang Jika Penulis Pahami, Pengaruh Nasionalisme, Islam, Dan Marxisme-
Sosialisme Sudah Memiliki Andil Yang Besar Pada Diri Soekarno Bahkan Pada Saat Dia
Muda. Secara Jelas, Ini Dibentuk Dari Keberadaan Soekarno Yang Pada Mulanya
Organisasi Ini Merupakan Cikal Bakal Dari Partai Nasional Indonesia (PNI) Yang Didirikan
Olehnya Pada Tahun 1927. Aktivitas Soekarno Di PNI Menyebabkan Dirinya Ditangkap
Oleh Belanda Pada Bulan Desember 1929, Dan Memunculkan Pledoi Atau Pembelaannya
Yang Fenomenal Dengan Judul Indonesia Menggugat, Hingga Dibebaskan Kembali Pada
Pada Bulan Juli 1932, Soekarno Bergabung Dengan Partai Indonesia (Partindo), Yang
Merupakan Pecahan Dari PNI. Akibatnya, Soekarno Kembali Ditangkap Pada Bulan Agustus
1933, Dan Diasingkan Ke Flores. Disini, Soekarno Hampir Hilang Dan Terlupakan Oleh
Tokoh-Tokoh Nasional. Namun, Semangat Dan Api Perjuangan Yang Tidak Pernah Padam
Perjuangan. Ini Terbukti Melalui Suratnya Kepada Seorang Guru Persatuan Islam Bernama
Ahmad Hassan.
Selama Menjadi Presiden, Soekarno Banyak Memberikan Gagasan-Gagasan Di Dunia
Soekarno, Pada Tahun 1955, Mengambil Inisiatif Untuk Mengadakan Konferensi Asia-
Afrika Di Bandung Dan Menghasilkan Dasa Sila Bandung. Tujuan Dari KAA Adalah Untuk
Politik Dalam Negeri Yang Sudah Mulai Tidak Stabil Akibat Adanya Pemeberontakan
Separatis Yang Terjadi Di Seluruh Plosok Indonesia. Dan Berpucak Pada Pemberontakkan G
30 S/ PKI, Membuat Soekarno Di Dalam Masa Jabatannya Tidak Bisa Memenuhi Cita-Cita
Bangsa Indonesia Yang Makmur Dan Sejahtera. Akibat Selanjutnya, Soekarno Terpaksa
B. Pemikiran Soekarno
Resminya Ke Negeri Tersebut. Sebagaimana Dilaporkan Dalam Halaman Pertama New York
Times Pada Hari Berikutnya, Dalam Pidato Itu Dengan Gigih Soekarno Menyerang
Kolonialisme. Perjuangan Dan Pengorbanan Yang Telah Kami Lakukan Demi Pembebasan
Rakyat Kami Dari Belenggu Kolonialisme,” Kata Bung Karno, “Telah Berlangsung Dari
Belum Selesai. “Bagaimana Perjuangan Itu Bisa Dikatakan Selesai Jika Jutaan Manusia Di
Asia Maupun Afrika Masih Berada Di Bawah Dominasi Kolonial, Masih Belum Bisa
Menikmatikemerdekaan.
Menarik Untuk Disimak Bahwa Meskipun Pidato Itu Dengan Keras Menentang
Mendapat Sambutan Luar Biasa Di Amerika Serikat (AS). Namun, Lebih Menarik Lagi
Karena Pidato Itu Menunjukkan Konsistensi Pemikiran Dan Sikap-Sikap Bung Karno.
Sebagaimana Kita Tahu, Kuatnya Semangat Antikolonialisme Dalam Pidato Itu Bukanlah
Merupakan Hal Baru Bagi Bung Karno. Bahkan Sejak Masa Mudanya, Terutama Pada
Soekarno Pada Tahun 1950-An Dan Selanjutnya Hanyalah Merupakan Kelanjutan Dari
Diacu Untuk Menunjukkan Sikap Dan Pemikiran Soekarno Dalam Menentang Kolonialisme
Adalah Tulisannya Yang Terkenal Yang Berjudul Nasionalisme, Islam Dan Marxisme”.
Dalam Tulisan Yang Aslinya Dimuat Secara Berseri Di Jurnal Indonesia Muda Tahun 1926
Itu, Sikap Antikolonialisme Tersebut Tampak Jelas Sekali. Menurut Soekarno, Yang
Pertama-Tama Perlu Disadari Adalah Bahwa Alasan Utama Kenapa Para Kolonialis Eropa
Datang Ke Asia Bukanlah Untuk Menjalankan Suatu Kewajiban Luhur Tertentu. Mereka
Datang Terutama “Untuk Mengisi Perutnya Yang Keroncong Belaka.” Artinya, Motivasi
Kolonialisme Erat Terkait Dengan Kapitalisme, Yakni Suatu Sistem Ekonomi Yang Dikelola
Oleh Sekelompok Kecil Pemilik Modal Yang Tujuan Pokoknya Adalah Memaksimalisasi
Keuntungan. Dalam Upaya Memaksimalisasi Keuntungan Itu, Kaum Kapitalis Tak Segan-
Segan Untuk Mengeksploitasi Orang Lain. Melalui Kolonialisme Para Kapitalis Eropa
Memeras Tenaga Dan Kekayaan Alam Rakyat Negeri-Negeri Terjajah Demi Keuntungan
Mereka. Melalui Kolonialisme Inilah Di Asia Dan Afrika, Termasuk Indonesia, Kapitalisme
Mendorong Terjadinya Apa Yang Ia Sebut Sebagai Exploitation De L’homme Par L’homme
Struktur Masyarakat Yang Eksploitatif. Sebagai Suatu Sistem Yang Eksploitatif, Kapitalisme
Tetapi Soekarno Muda Tak Ingin Menyamakan Begitu Saja Imperialisme Dengan Pemerintah
Kolonial. Imperialisme.
C. Anti-Elitisme
Selain Kolonialisme Dan Imperialisme, Di Mata Soekarno Ada Tantangan Besar Lain
Yang Tak Kalah Pentingnya Untuk Dilawan, Yakni Elitisme. Elitisme Mendorong
Sekelompok Orang Merasa Diri Memiliki Status Sosial-Politik Yang Lebih Tinggi Daripada
Elitisme Ini Tak Kalah Bahayanya, Menurut Soekarno, Karena Melalui Sistem Feodal
Yang Ada Ia Bisa Dipraktikkan Oleh Tokoh-Tokoh Pribumi Terhadap Rakyat Negeri Sendiri.
Kalau Dibiarkan, Sikap Ini Tidak Hanya Bisa Memecah-Belah Masyarakat Terjajah, Tetapi
Soekarno Melihat Bahwa Kecenderungan Elitisme Itu Tercermin Kuat Dalam Struktur
Bahasa Jawa Yang Dengan Pola “Kromo” Dan “Ngoko”-Nya Mendukung Adanya
Stratifikasi Demikian Itu, Dalam Rapat Tahunan Jong Java Di Surabaya Pada Bulan Februari
1921, Soekarno Berpidato Dalam Bahasa Jawa Ngoko, Dengan Akibat Bahwa Ia
Menimbulkan Keributan Dan Ditegur Oleh Ketua Panitia. Upaya Soekarno Yang Jauh Lebih
Besar Dalam Rangka Menentang Elitisme Dan Meninggikan Harkat Rakyat Kecil Di Dalam
Dalam Kaitan Dengan Usaha Mengatasi Elitisme Itu Ditegaskan Bahwa Marhaneisme
“Menolak Tiap Tindak Borjuisme” Yang, Bagi Soekarno, Merupakan Sumber Dari
Mcvey, Bagi Soekarno Rakyat Merupakan “Padanan Mesianik Dari Proletariat Dalam
Pemikiran Marx,” Dalam Arti Bahwa Mereka Ini Merupakan “Kelompok Yang Sekarang Ini
Lemah Dan Terampas Hak-Haknya, Tetapi Yang Nantinya, Ketika Digerakkan Dalam Gelora
Jalan Nonkooperasi. Bahkan Sejak Tahun 1923 Soekarno Sudah Mulai Mengambil Langkah
Nonkooperasi Itu, Yakni Ketika Ia Sama Sekali Menolak Kerja Sama Dengan Pemerintah
Kolonial. Dalam Kaitan Dengan Ini Ia Kembali Mengingatkan Bahwa Motivasi Utama
Kolonialisme Oleh Orang Eropa Adalah Motivasi Ekonomi. Oleh Karena Itu Mereka Tak
Kolonialisme Dan Imperialisme Itu Adalah Menggalang Persatuan Di Antara Para Aktivis
Pergerakan. Dalam Serial Tulisan Nasionalisme, Islam Dan Marxisme Ia Menyatakan Bahwa
Sebagai Bagian Dari Upaya Melawan Penjajahan Itu Tiga Kelompok Utama Dalam
Hendaknya Bersatu. Dalam Persatuan Itu Nanti Mereka Akan Mampu Bekerja Sama Demi
Terciptanya Kemerdekaan Indonesia. “Bahtera Yang Akan Membawa Kita Kepada Indonesia
Seruan-Seruan Soekarno Itu Pada Tanggal 4 Juli 1927 Dilanjutkan Dengan Pendirian
Partai Nasional Indonesia (PNI) Yang Sebagai Tujuan Utamanya Dicanangkan Untuk
Pergerakan, Pada Tahun 1928 Ia Menulis Artikel Berjudul Jerit Kegemparan Di Mana Ia
Menunjukkan Bahwa Sekarang Ini Pemerintah Kolonial Mulai Waswas Dengan Semakin
Desember 1929 Soekarno Ditangkap Dan Pada Tanggal 29 Agustus 1930 Disidangkan Oleh
Perlawanannya Terhadap Kolonialisme. Dan Tak Lama Setelah Dibebaskan Dari Penjara
Pada Tanggal 31 Desember 1931 Ia Bergabung Dengan Partai Indonesia (Partindo), Yakni
Partai Berhaluan Nonkooperasi Yang Dibentuk Pada Tahun 1931 Untuk Menggantikan PNI
Hal Ini Tampak Misalnya Ketika Ia Mendirikan PNI. Di Satu Pihak Memang Dengan
Jelas Digariskan Bahwa Tujuan Utama PNI Adalah Mencapai Indonesia Merdeka. Tetapi Di
Lain Pihak Cita-Cita Kemerdekaan Itu Tidak Disertai Hasrat Untuk Mengubah Sistem Politik
Yang Dilaksanakan Oleh Pemerintah Kolonial Dengan Sistem Politik Yang Sama Sekali
Baru. Alih-Alih Perubahan Total, Soekarno-Sebagaimana Banyak Aktivis Pergerakan Waktu
Itu-Berkeinginan Bahwa Negeri Yang Merdeka Itu Nanti Akan Ditopang Oleh Sistem Yang
Mirip Dengan Sistem Yang Menopangnya Saat Terjajah. Hanya Elitenya Akan Diganti
Pidato Dan Tulisan-Tulisannya Soekarno Tampak Melawan Elitisme, Tetapi Sebenarnya Bisa
Hal Ini Tampak Misalnya Dalam Pidato Yang Ia Sampaikan Pada Tanggal
26 November 1932 Di Yogyakarta, Kota Pusat Aristokrasi Jawa. Dalam Pidato Itu Soekarno
Mengajak Setiap Orang, Apa Pun Status Sosialnya, Untuk Bersatu Demi Kemerdekaan.
Disinyalir Oleh Mcvey, Sebenarnya Soekarno Sama Sekali Tidak Sedang Bicara Dengan
Rakyat Banyak. Dalam Tulisan Itu Ia, Menurut Mcvey, “Tidak Menyampaikan Imbauannya
Pemberontakan Komunis Setahun Sebelumnya, Atau Kepada Para Santri-Santri Taat Pejuang
Islam, Atau Kepada Rakyat Kebanyakan Di Dalam Maupun Di Sekitar Wilayah Perkotaan
Yang Bergabung Ke Dalam PNI Yang Didirikan Oleh Soekarno Saat Mereka Sedang
Lebih Mengalamatkan Imbauannya Kepada Sesama Kaum Elite Pergerakan, Atau Kepada
Apa Yang Disebut Oleh Mcvey Sebagai “Elite Metropolitan,” Yang Keanggotaannya
Jika Soekarno Tampak Terpisah Dari Rakyat, Sebenarnya Ia Tidak Sendirian. Banyak
Tokoh Elite Perjuangan Pada Zamannya Juga Demikian. Ketika Membubarkan PNI Pada
Tanggal 25 April 1931, Misalnya, Para Pemimpin Partai Itu Tidak Banyak Berkonsultasi
Bahkan Pada Masa Revolusi Sendiri Bisa Dipertanyakan Apakah Sebenarnya Rakyat
Yang Ikut Gigih Bertempur Dan Berkorban Mempertahankan Kemerdekaan Itu Mendapat
Mengenai Pola Hubungan Antara Elite Dan Rakyat Pada Zaman Revolusi, Barbara Harvey
Menyatakan Bahwa Hubungan Itu Tidak Hanya Amat Lemah, Tetapi Juga Berakibat Cukup
Fatal Bagi Revolusi Kemerdekaan Itu Sendiri. Lemahnya Hubungan Antara Para Pemimpin
Nasional Di Tingkat Pusat Dengan Rakyat Di Desa-Desa, Menurut Dia, “Merupakan Faktor
Utama Bagi Gagalnya Elite Kepemimpinan Untuk Menggalang Dan Mengarahkan Kekuatan
Dengan Kata Lain, Sebenarnya Rakyat Tidak Sepenuhnya Dilibatkan Dalam Proses
Bernegara. Jika Ini Benar, Mungkin Tak Terlalu Mengherankan Jika PKI-Meskipun Pada
Berkembang Pesat Pengikutnya. Ini Antara Lain Karena Di Dalam PKI Banyak Rakyat
Merasakan Bahwa Justru Dalam Partai Yang Menekankan Antikemapanan (Baca: Anti-Elite
Metropolitan) Itu Kepentingan Dan Cita-Cita Mereka Mendapat Tempatnya. Dalam Pemilu
Dengan Sedikit Meminjam Seruan Bung Karno Yang Terkenal, Sekarang Ini Kita
Perlu “Membangun Dunia Baru.” Tetapi Upaya Untuk Membangun Dunia Yang Baru Itu
Kiranya Harus Dimulai Dengan Terlebih Dahulu “Membangun Indonesia Baru.” Dan Upaya
Membangun Indonesia Baru Itu Mungkin Harus Dimulai Dengan Membangun Elite Politik
Yang Benar-Benar Lahir Dari Kalangan Rakyat Dan Memperjuangkan Kepentingan Rakyat.
Dalam Indonesia Yang Baru Itu Diharapkan Tiada Lagi-Kalaupun Ada Kecil Peranannya-
Kelompok Elite Yang Hanya Sibuk Berebut Kekuasaan Dan Pengaruh.Hal Ini Bisa Terjadi
Jika Para Aktivis Muda Reformasi Sekarang Ini Tidak Enggan Untuk Belajar Dari Para
Aktivis Pergerakan Generasi Tahun 1920-An. Di Satu Pihak Meneruskan Sikap Militan
Generasi Itu Dalam Memperjuangkan Cita-Cita Bersama Dan Rela Berkurban Demi Cita-
Cita Itu. Di Lain Pihak Menolak Kecenderungan Untuk Mewarisi Sistem Pemerintahan
Sebelumnya, Yakni Kecenderungan Untuk Mengganti Elite Lama Dengan Elite Yang Baru
Tetapi Yang Pola Dan Orientasi Politiknya Tetap Sama. Dengan Demikian Akan Bisa
Terwujudnya Demokrasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
· Ir. Soekarno (Lahir Di Blitar Pada 6 Juni 1901- Meninggal Pada Tanggal 21 Juni 1970 Di
Kota Blitar, Jawa Timur). Ayahnya Raden Sukemi Sosrohadihardjo, Adalah Seorang Priyayi
Rendahan Yang Bekerja Sebagai Guru Sekolah Dasar. Ibunya Nyoman Rai Berdarah Biru
Dari Bali Dan Beragama Hindu. Pertemuan Mereka Terjadi Ketika Raden Sukemi, Yang
Struktur Masyarakat Yang Eksploitatif. Sebagai Suatu Sistem Yang Eksploitatif, Kapitalisme
Tetapi Soekarno Tak Ingin Menyamakan Begitu Saja Imperialisme Dengan Pemerintah
Kolonial. Imperialisme.
· Menurut Soekarno, Yang Pertama-Tama Perlu Disadari Adalah Bahwa Alasan Utama
Kenapa Para Kolonialis Eropa Datang Ke Asia Bukanlah Untuk Menjalankan Suatu
Kewajiban Luhur Tertentu. Mereka Datang Terutama “Untuk Mengisi Perutnya Yang
· Langkah Lain Yang Menurut Soekarno Perlu Segera Diambil Dalam Menentang
Kolonialisme Dan Imperialisme Itu Adalah Menggalang Persatuan Di Antara Para Aktivis
Pergerakan.
· Dengan Pendirian Partai Nasional Indonesia (PNI) Yang Sebagai Tujuan Utamanya
Para Aktivis Pergerakan, Pada Tahun 1928 Ia Menulis Artikel Berjudul Jerit Kegemparan Di
Mana Ia Menunjukkan Bahwa Sekarang Ini Pemerintah Kolonial Mulai Waswas Dengan
2010