Anda di halaman 1dari 25

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Analisis Hidrologi


Data hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena
hidrologi, seperti besarnya curah hujan, debit sungai, tinggi muka air sungai,
kecepatan aliran, kosentrasi sedimen sungai dan lain-lain yang akan selalu
berubah terhadap waktu.Data hidrologi digunakan untuk menentukan besarnya
debit banjir rencana, dimana debit air rencana merupakan debit yang dijadikan
dasar perencanaan, yaitu debit maksimum rencana di sungai atau saluran alamiah
dengan periode ulang tertentu yang dapat dialirkan tanpa membahayakan
lingkungan sekitar dan stabilitas sungai. Jadi, debit banjir rencana adalah debit
banjir yang rata – rata terjadi satu kali dalam periode ulang yang ditinjau. Untuk
mendapatkan debit banjir rencana dapat dilakukan melalui dua cara yaitu melalui
pengolahan data debit dan melalui pengolahan data hujan.
Data curah hujan didapatkan dari stasiun hujan yang tersebar di daerah
pengaliran sungai. Data yang tercatat merupakan data curah hujan harian, yang
kemudian akan diolah menjadi data curah hujan harian maksimum tahunan. Baru
setelah itu diubah menjadi debit banjir rencana periode ulang tertentu. Data curah
hujan ini lebih lengkap dibandingkan dengan data debit, sebab agar dapat
menggunakan data debit harus tersedia rating curve yang dapat mencakup debit
banjir saat muka air banjir rendah sampai dengan maksimum.

2.2 Analisis Data Curah Hujan Yang Hilang


Sering kita jumpai bahwa pencatatan data hujan pada suatu stasiun
mengalami kekosongan dalam pencatatannya. Data hujan hilang ini dapat terjadi
akibat beberapa faktor, misalnya alat pengukur hujan yang rusak, pengamat
stasiun hujan yang berhalangan, data hasil pencatatan hujan yang hilang, dll. Data
hujan yang hilang dapat dicari dengan dua cara yang sering digunakan untuk
perencanaan hidrologi yaitu metode perbandingan normal (normal ratio method)
dan reciprocal method.
2.2.1 Normal Ratio Method
Metode ini cocok digunakan untuk memperkirakan data hujan yang hilang
pada kondisi variasi data hujan antar lokasi pengukuran tidak terlalu besar. Selain
itu stasiun hujan yang tersedia lebih dari tiga stasiun hujan. Persamaan yang
digunakan untuk menghitung metode perbandingan normal adalah:

1 P1 P2 Pn
Px = ( nx + nx +....+ nx)
n n1 n2 nn
Keterangan :
Px = Curah hujan pada Stasiun yang di cari
P1, P2, Pn = Curah hujan pada Stasiun 1, 2, dan n
n1, n2, nn = Curah hujan maksimum tahunan pada Stasiun 1, 2, sampai nn
n = Banyaknya data

2.2.2 Reciprocal Method


Metode ini dianggap lebih baik dari pada metode perbandingan normal,
karena dalam perhitunganya memasukkan faktor jarak antar stasiun hujannya
sebagai faktor koreksi pembobotan. Persamaaan yang digunakan dalam
perhitungan metode ini adalah:

Keterangan :
Hh = Hujan di stasiun yang akan dilengkapi (mm)
H1 …. Hn = Hujan di stasiun referensi (mm)
L1 …. Ln = Jarak referensi dengan data stasiun yang dimaksud (km)

2.3 Uji Konsistensi Data


Suatu series data hujan untuk suatu stasiun hujan dimungkinkan sifatnya
tidak konsisten. Kondisi data hujan yang tidak konsisten ini butuh dilakukan uji
konsistensi data sebelum dilakukan analisis, karena datanya berasal dari populasi
yang berbeda. Penyebab ketidak konsistensian data ini adalah:
1. Alat ukur hujan diganti dengan spesifikasi berbeda, atau alat yang sama
akan tetapi dipasang dengan patokan yang berbeda.
2. Alat ukur dipindahkan dari tempat semula tetapi secara administrative nam
stasiun tersebut tidak diubah, misalnya karena masih dalam satu desa.
3. Alat ukur sama, tempat tidak dipindahkan, akan tetapi lingkungan yang
berubah.

Salah satu metode yang digunakan untuk menguji konsistensi data adalah
kurva massa ganda (double mass curve) (Linsley,1986). Metode ini
membandingkan hujan tahunan komulatif di stasiun y terhadap stasiun referensi
x. Stasiun referensi biasanya adalah nilai rerata dari beberapa stasiun hujan di
dekatnya. Nilai komulatif tersebut digambarkan pada sistim koordinat kartesian x-
y. Langkah yang dilakukan dalam metode ini adalah:
1) Plot komulatif data hujan pada stasiun yang akan diuji (sb. y)
2) Plot komulatif data hujan pada stasiun referensi (sb. x)
3) Periksa kurva hasil plotting diatas untuk melihat perubahan kemiringan
(trend). Apabila garis yang terbentuk lurus berarti pencatatan di stasiun y
konsisten. Sebaliknya apabila kemiringan kurva patah/berubah, berarti
pencatatan di stasiun y tidak konsisten.
4) Jika tidak konsisten, perlu dilakukan koreksi terhadap data

2.4 Analisis Curah Hujan Area


Curah hujan suatu daerah menentukan besarnya debit yang mungkin
terjadi pada daerah tersebut. Dalam analisis hidrologi dilakukan perhitungan debit
rencana dengan periode ulang tertentu berdasarkan data curah hujan yang telah
diperoleh. Analisis data curah hujan dimaksudkan untuk memperoleh besar curah
hujan yang diperlukan untuk perhitungan curah hujan rencana. Terdapat beberapa
metode yang dapat digunakan dalam perhitungan, diantaranya adalah metode rata-
rata aritmetik, metode poligon Thiessen dan metode isohyet.
2.4.1 Metode Aritmetik
Metode aritmatik (mean arithmatic) adalah cara yang paling sederhana.
Metode ini biasanya digunakan pada daerah yang datar, dengan jumlah pos hujan
yang cukup banyak dan dengan anggapan bahwa curah hujan di daerah tersebut
cenderung merata (uniform distribution).Adapun rumus yang digunakan adalah
sebagai berikut :
R 2+¿ R + ….+ R
Ŕ = R1 + 3 n
¿
n
Keterangan :
Ŕ = Curah hujan area (mm)
R1,R2,Rn = Curah hujan pada Stasiun 1, 2, n (mm)
n = Jumlah Stasiun

2.4.2 Metode Poligon Thiessen


Metode ini diterapkan dengan menganggap bahwa setiap stasiun hujan
dalam suatu daerah mempunyai luas pengaruh tertentu.Caranya dengan memplot
letak stasiun-stasiun curah hujan ke dalam gambar DAS yang bersangkutan
kemudian dibuat garis penghubung antar masing-masing stasiun dan ditarik garis
sumbu tegak lurus.Cara ini merupakan cara yang paling banyak digunakan walau
memiliki kekurangan yaitu tidak memasukan pengaruh topografi. Metode ini
dapat digunakan apabila pos hujan tidak banyak.

Gambar 2.1 Contoh pengerjaan dengan metode poligon Thiessen


Adapun rumus yang di gunakan dalam metode polygon Thiessen ini adalah
sebagai berikut :
A 1 R1 + A 2 R2 +… .+ An Rn
Ŕ =
A 1 + A 2 … .+ A n

Keterangan :
Ŕ = Curah hujan area (mm)
R1,R2,Rn = Curah hujan pada Stasiun 1, 2, n (mm)
A1,A2,An = Luas area pada Stasiun 1, 2, n

2.4.3 Metode Isohyet


Isohyet adalah garis lengkung yang menghubungkan tempat-tempat
kedudukan yang mempunyai curah hujan yang sama. Isohyet diperoleh dengan
cara menggambar kontur tinggi hujan yang sama, lalu luas daerah antara garis
isohyet yang berdekatan diukur dan dihitung nilai rata-ratanya.

Gambar 2.2 Contoh pengerjaan dengan metode isohyet

2.5 Analisis Frekuensi


Hujan rencana merupakan kemungkinan tinggi hujan yang terjadi dalam
kala ulang tertentu sebagai hasil dari suatu rangkaian analisis hidrologi yang biasa
disebut analisis frekuensi. Secara sistematis metode analisis frekuensi perhitungan
hujan rencana ini dilakukan secara berurutan sebagai berikut :
1. Parameter Statistik
2. Pemilihan Jenis Metode
3. Uji Keselarasan distribusi
2.5.1 Parameter Statistik
Parameter yang digunakan dalam perhitungan analisis parameter statistik
meliputi parameter nilai rata-rata ( x́), standar deviasi (Sd), koefisien variasi (Cv),
koefisien Skewness (Cs) dan koefisien kurtosis (Ck). Untuk memperoleh harga
parameter statistik tersebut dilakukan perhitungan dengan rumus dasar sebagai
berikut :
 Standar deviasi (Sd)
n


S=
√ ∑ ( x i− x̄ )2
i=1
n−1
Koefisien Skewness (CS)
n
n ∑ ( X−X )3
i=1
Cs=
( n−1 )( n−2 ) S 3
 Koefisien Kurtosis (Ck)
n
1
∑ ( X −X )4
n i=1
Ck=
S4
 Koefisien Variasi (CV)
S
CV =

2.5.2 Pemilihan Jenis Metode


Penentuan jenis metode akan digunakan untuk analisis frekuensi dilakukan
dengan beberapa asumsi sebagai berikut :
1. Metode Distribusi Normal
2. Metode Distribusi Log Normal
3. Metode Distribusi Log Pearson Type III
4. Metode Distribusi Gumbel
1) Metode Distribusi Normal
Distribusi normal juga disebut distribusi Gauss yang sering dipakai untuk
analisis frekuensi hujan harian maksimum, dimana distribusinya mempunyai
fungsi kerapatan kemungkinan (probability density function). Distribusi normal
mempunyai sifat khusus bahwa besarnya koefisien asimetris (skewness) Cs = 0,
dengan koefisien kortusis sebesar Ck = 3 (Evans et al, 1993). Persamaan distribusi
normal dua parameter bisa digunakan untuk menghitung frequensi hujan harian
maksimum dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
x T = x̄ +S x . Kt
Keterangan :
Xt = Besarnya curah hujan yang mungkin terjadi pada periode ulang T
tahun
x́ = Curah hujan rata – rata
Kt = Standar variabel untuk periode ulang tahun
Sx = Standar deviasi

Nilai X adalah banjir dengan suatu nilai probabilitas tertentu, x́ adalah


nilai rata-rata dari rangkaian banjirnya, Sx adalah deviasi standar, dan Kt adalah
faktor frekuensi distribusi Normal yang ditentukan oleh suatu distribusi tertentu
yang merupakan fungsi dari nilai probabilitas X. Nilai K untuk masing-masing
periode ulang banjir dapat dilihat pada tabel Nilai K.

2) Metode Distribusi Log Normal


Distribusi log Lormal merupakan hasil transformasi dari distribusi normal,
yaitu dengan mengubah nilai variat X menjadi nilai logaritmik variat X. Distribusi
log-Pearson Type III akan menjadi distribusi log Normal apabila nilai koefisien
kemencengan CS = 0,00. Adapun rumus-rumus yang digunakan dalam
perhitungan curah hujan rencana dengan Metode Log Normal adalah sebagai
berikut :
LogxT =log { x̄i+Sd .Kt ¿
Keterangan :
Xt = Besarnya curah hujan yang mungkin terjadi pada periode ulang T
tahun
log´ x i = Curah hujan rata – rata log
Kt = Standar variabel untuk periode ulang tahun
Sd = Standar deviasi

Langkah-langkah penggunaan distribusi log-normal adalah sebagai berikut :


1. Ubah data curah hujan ke dalam bentuk logaritma, X = log x
n
∑ log X i
i =1
log X =
2. Hitung harga rata-rata logaritma data: n
3. Hitung harga simpangan baku logaritma data:

4.
SX=
√ ∑ ( log X i−log X )2
i =1
n−1
Hitung nilai logaritma curah hujan rencana (log XT) untuk setiap periode

ulang dengan rumus:


log X T =log X +K T S X
5. Harga curah hujan rencana dengan periode ulang tertentu (xT) diperoleh
dengan cara mencari anti logaritma dari log XT.

3) Metode Distribusi Log Pearson Type III


Distribusi Log Pearson Tipe III atau Distribusi Extrim Tipe III digunakan
untuk analisis variabel hidrologi dengan nilai varian minimum misalnya analisis
frekwensi distribusi dari debit minimum (low flows). Distribusi Log Pearson Tipe
III, mempunyai koefisien kemencengan (Coefisien of skwennes) atau CS ≠ 0.
Langkah-langkah penggunaan distribusi log-Pearson tipe III adalah
sebagai berikut:
1. Ubah data curah hujan (X) ke dalam bentuk logaritma, X = log x
n
∑ log X i
i =1
log X =
2. Hitung harga rata-rata logaritma data: n
3. Hitung harga simpangan baku logaritma data:

SX=

4.
√ ∑ ( log X i−log X )2
i =1
n−1

Hitung koefisien kemencengan (skewness) logaritma data:


n
n ∑ ( log X i−log X )3
i=1
G=
( n−1 ) ( n−2 ) S
X3

5. Hitung nilai logaritma curah hujan rencana (log XT) untuk setiap periode

ulang dengan rumus:


log X T =log X +KS X Nilai K diperoleh dari:
Tabel lampiran 1.3 nilai K untuk distribusi log-Pearson tipe III dan
nilainya tergantung pada koefisien kemencengan G.
6. Harga curah hujan rencana dengan periode ulang tertentu (xT) diperoleh
dengan cara mencari anti logaritma dari log XT.

4) Metode Distribusi Gumbel


Distribusi Gumbel digunakan untuk analisis data maksimum, misalnya
untuk analisis frekwensi banjir. Distribusi Gumbel mempunyai koefisien
kemencengan (Coefisien of skwennes) atau CS = 1,139 dan koefisien kurtosis
(Coeficient Curtosis) atau Ck < 4,002. Pada metode ini biasanya menggunakan
distribusi dan nilai ekstrim dengan distribusi dobel eksponensial.
(Soewarno,1995)
Langkah-langkah penggunaan distribusi Gumbel adalah sebagai berikut :
n
∑ xi
i=1
x̄=
1. Hitung harga rata-rata data curah hujan: n
n

2.
3.
Hitung harga simpangan baku data:
S x=
√ ∑ ( x i− x̄ )2
i=1
n−1
Tentukan harga reduced mean, Yn dan reduced standard deviation, Sn yang
harganya tergantung pada jumlah data, n. Harga Yn dan Sn diperoleh dari:
Lampiran 1.4 dan 1.5 Tabel harga Yn dan Sn.
4. Tentukan harga reduced variate, Yr dengan rumus:

( T r −1 )
{
Y T =−ln − ln
Tr }
Y r −Y n
K=
5. Hitung nilai faktor probabilitas: Sn

6. Hitung harga curah hujan rencana (xT) untuk setiap periode ulang:

x T = x̄ +S x K

2.5.3 Uji Keselarasan Distribusi


Uji keselarasan dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan
yang nyata antara besarnya debit maksimum tahunan hasil pengamatan lapangan
dengan hasil perhitungan. Uji keselarasan dapat dilaksanakan dengan uji chi-
kuadrat dan Smirnov-Kolmogorov (Soewarno, 1991).
a. Metode Chi Kuadrat
Rumus yang digunakan dalam menghitung uji keselarasan metode Chi
Kuadrat adalah :
X² =
G
(Of −Ef )²
∑ Ef
i=1
Keterangan :
X2 = Parameter Chi-Kuadrat terhitung.
Ef = Frekuensi yang diharapkan sesuai dengan pembagian kelasnya.
Of = Frekuensi yang diamati pada kelas yang sama.
n = Jumlah sub kelompok.
Derajat nyata atau derajat kepercayaan (cr) tertentu yang sering diambil
adalah 5%. Derajat kebebasan (Dk) dihitung dengan rumus:
Dk = K - (p + 1)
K = 1 + 3,3 logn
Keterangan:
Dk : Derajat kebebasan.
P : Banyaknya parameter, untuk uji Chi-Kuadrat adalah 2.
K : Jumlah kelas distribusi.
N : Banyaknya data

Selanjutnya distribusi probabilitas yang dipakai untuk menentukan curah


hujan rencana adalah distribusi probabilitas yang mempunyai simpangan
maksimum terkecil dan lebih kecil dari simpangan kritis, atau dirumuskan sebagai
berikut:
X² < X²cr
Keterangan :
X2 = Parameter Chi-Kuadrat terhitung.
X2cr = Parameter Chi-Kuadrat Kritis

Prosedur perhitungan dengan menggunakan dengan Metode Uji Chi-


Kuadrat adalah sebagai berikut:
1. Urutkan data dari besar ke kecil atau sebaliknya.
2. Menghitung jumlah kelas.
3. Menghitung derajat kebebasan (Dk) dan X2cr
4. Menghitung kelas distribusi.
5. Menghitung interval kelas.
6. Perhitungan nilai X2
7. Bandingkan nilai X2 terhadap X2cr.

b. Metode Smirnov-Kolmogorof (secara grafis)


Selain dengan cara analitis, pengujianDistribusi Probabilitas dengan
Metode Smirnov-Kolmogorof juga dapat dilakukan secara grafis dengan langkah-
langkah berikut :
1. Urutkan data (Xi) dari besar ke kecil atau sebaliknya.

2. Tentukan peluang empiris masing-masing data yang sudah diurut tersebut


P(X,) dengan rumus tertentu, rumus Weibull misalnya.

n+1
P ( Xi )=
i

Keterangan :
n = Jumlah data.
i = nomor urut data (setelah diurut dari besar ke kecil atau sebaliknya.

3. Plot masing-masing nilai P(X,) di atas Kertas Probabilitas sebagaiabsis dan


nilai Xi sebagai ordinat yang sudah diskala sedemikianrupa sehingga
menjadi titik-titik koordinat.
4. Kemudian di atas sebaran titik-titik koordinat tersebut ditarik kurve atau
garis teoritis. Persamaan garis teoritis merupakan persamaanDistribusi
Probabilitas yang telah dihitung.
5. Hitung nilai peluang teoritis P'(X,) untuk masing-masing data
(X,).Caranya adalah dengan menarik garis horizontal dari setiap titik
koordinat menuju ke garis teoritis.
6. Hitung selisih (AP,) antara peluang ernpiris P(X,) rian teoritis P'(X.) untuk
setiap data (Xi) yang sudah diurut:
APi = P(Xi) - P'(Xi)
7. Tentukan APi yang paling maksimum.
8. Tentukan apakah AP maksimum < ΔP kritis, jika "tidak” artinya Distribusi
Probabilitas yang dipilih tidak dapat diterima, demikian sebaliknya.
2.6 Menghitung Intensitas Curah Hujan
Untuk menentukan debit banjir rencana (design flood), perlu didapatkan
harga suatu intensitas curah hujan. Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah
hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu di mana air tersebut berkonsentrasi.
Analisis intensitas curah hujan ini dapat diproses dari data curah hujan yang telah
terjadi pada masa lampau. (Loebis, 1987).
Untuk menghitung intensitas curah hujan, dapat digunakan beberapa
macam metode, antara lain metode Dr. Mononobe, metode Talbot dan metode
Tadashi Tanimoto.

1. Metode Dr.Mononobe.
Digunakan untuk menghitung intensitas curah hujan apabila yang tersedia
adalah data curah hujan harian. (Loebis, 1987).
2. Metode Talbot.
Digunakan apabila data curah hujan yang tersedia adalah data curah hujan
jangka pendek. (Loebis, 1987).
3. Metode Tadashi Tanimoto.
Tadashi Tanimoto mengembangkan distribusi hujan jam-jaman yang dapat
digunakan di Pulau Jawa. (Triatmodjo, 2008)

Dalam perhitungan metode yang digunakan adalah metode Dr. Mononobe


karenadata curah hujan yang dipakai adalah data curah hujan harian.
1. Metode Dr. Mononobe.
Rumus ini digunakan apabila data curah hujan yang tersedia hanya curah
hujan harian.
R 24 242 /3
I= x
24 t
Keterangan :
I = Intesitas Hujan (mm/jam)
R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
t = lamanya curah hujan (jam)
2.7 Menghitung Debit Banjir
2.7.1 Metode Rasional Modifikasi
Metode Rasional merupakan rumus yangtertua dan yangterkenaldi antara
rumus-rumus empiris. Metode Rasional dapat digunakanuntuk menghitung debit
puncak sungai atau saluran namun dengandaerah pengaliran yang terbatas.
Menurut Cold Man (1986) dalam Suripin (2004), Metode Rasional dapat
digunakan untuk daerah pengaliran < 300 ha. Menurut Ponce (1989) dalam
Bambang T (2008), Metode Rasional dapat digunakan untuk daerah pengaliran 1
2,5 Km2. Dalam Departemen PU, SK SNI M-18-1989-F (1989), dijelaskan bahwa
Metode Rasional dapat digunakan untuk ukuran daerah pengaliran < 5000 Ha.
Dalam Asdak (2002), dijelaskan jika ukuran daerah pengaliran > 300 ha, maka
ukuran daerah pengaliran perlu dibagi menjadi beberapa bagian sub daerah
pengaliran kemudian Rumus Rasional diaplikasikan pada masing-masing sub
daerah pengaliran. Dalam Montarcih (2009) dijelaskan jika ukuran daerah
pengaliran 5000 Ha maka koefisien pengaliran (C) bisa dipecah-pecah sesuai tata
guna lahan dan luas lahan yang bersangkutan. Dalam Suripin (2004) dijelaskan
penggunaan Metode Rasional pada daerah pengaliran dengan beberapa sub daerah
pengaliran dapat dilakukan dengan pendekatan nilai C gabungan atau C rata-rata
dan intensitas hujan dihitung berdasarkan waktu konsentrasi yang terpanjang.
Rumus umum dari Metode Rasional adalah:

Q = O,278 xCx I x A
Keterangan:
Q : debit puncak limpasan permukaan (m3/det).
C : angka pengaliran (tanpa dimensi).
A : luas daerah pengaliran (Km2).
I : intensitas curah hujan (mm/jam).

Metode Rasional di atas dikembangkan berdasarkan asumsi sebagai


berikut:
1. Hujan yang terjadi mempunyai intensitas seragam dan merata di seluruh
daerah pengaliran selama paling sedikit sama dengan waktu konsentrasi
(t.) daerah pengaliran.
2. Periode ulang debit sama dengan periode ulang hujan.
3. Koefisien pengaliran dari daerah pengaliran yang sama adalah tetap untuk
berbagai periode ulang.
Koefisien pengaliran (C), didefinisikan sebagai nisbah antarapuncak aliran
permukaan terhadap intensitas hujan. Perkiraan atau pemilihan nilai C secara tepat
sulit dilakukan, karena koefisien ini antara lain bergantung dari:
1. Kehilangan air akibat infiltrasi, penguapan, tarnpungan permukaan.
2. lntensitas dan larna hujan.
Dalam perhitungan drainase permukaan, penentuan nilai C dilakukan
melalui pendekatan yaitu berdasarkan karakter permukaan. Kenyataan di lapangan
sangat sulit menemukan daerah pengaliran yang homogen. Dalam kondisi yang
demikian, maka nilai C dihitung dengan cara mencari nilai C rata – rata pada tipa
daerah tersebut.

2.7.2 Metode Hidrograf Satuan Sintetik Gamma 1


Hidrograf satuan sintetik Gama I dikembangkan oleh Sri Harto
(1993, 2000) berdasar perilaku hidrologis 30 DAS di Pulau Jawa. Meskipun
diturunkan dari data DAS di pulau Jawa, ternyata hidrograf satuan sintetik
Gama I juga berfungsi baik untuk berbagai daerah lain di Indonesia
(Triatmodjo, 2008).
HSS Gama I terdiri dari tiga bagian pokok yaitu sisi naik (rising
limb), puncak (crest) dan sisi turun / resesi (recession limb). Gambar 2.3
menunjukan HSS Gama I. Dalam gambar tersebut tampak ada patahan dalam
sisi resesi. Hal ini disebabkan sisi resesi mengikuti persamaan eksponensial
yang tidak memungkinkan debit sama dengan nol. Meskipun pengaruhnya
sangat kecil namun harus diperhitungkan bahwa volume hidrograf satuan harus
tetap satu.
Gambar 2.3 Hidrograf satuan sintetik Gama I (Triatmodjo, 2008).

HSS Gama I terdiri dari empat variabel pokok, yaitu waktu naik (time of
rise – TR), debit puncak (Qp), waktu dasar (TB), dan sisi resesi yang
ditentukan oleh nilai koefisien tampungan (K) (Triatmodjo, 2008).

a. Waktu mencapai puncak


TR= 0,43 (L/100SF)3 + 1,0665 SIM + 1,2775
Keterangan :
TR = waktu naik (jam)
L = panjang sungai (km)
SF = faktor sumber yaitu perbandingan antara jumlah semua
Panjang sungai tingkat 1 dengan jumlah semua panjang sungai
semua tingkat.
SIM = faktor simetri ditetapkan sebagai hasil kali antara faktor lebar
(WF) dengan luas relatif DTA sebelah hulu (RUA)

Gambar 2.4 Sketsa penetapan WF (Triatmodjo, 2008).


Gambar 2.5 Sketsa penetapan RUA (Triatmodjo, 2008).

Wu = lebar DTA pada 0,75 L


Wi = lebar DTA pada 0,25 L
WF = Wu/Wi
SIM = WF x RUA

b. Debit uncak
QP = 0,1836 A0,5586 TR-0,4008 JN-0,2381
Keterangan :
QP = Debit puncak (m3/dtk)
JN = jumlah pertemuan sungai
A = luas DAS (km2)
TR = waktu naik (jam)

c. Waktu dasar
TB = 27,4132 TR 0,1457 S-0,0986 SN0,7334 RUA0,2574
Keterangan :
TB = waktu dasar (jam)
S = landai sungai rata – rata
SN = frekuensi sumber yaitu perbandingan antara jumlah segmen
sungai-sungai tingkat 1 dengan jumlah segmen sungai semua
tingkat.
RUA = perbandingan antara luas DTA yang diukur di hulu garis yang
ditarik tegak lurus garis hubung antara stasiun pengukuran dengan
titik yang paling dekat dengan titik berat DTA melewati titik
tersebut dengan luas DTA total.

d. Aliran dasar
QB = 0,4751 A0,6444 D0,9430

Keterangan :
QB = aliran dasar (m3/dtk)
D = kerapatan jaringan kuras (drainage density) atau indeks
kerapatan sungai yaitu perbandingan jumlah panjang sungai
semua tingkat dibagi dengan luas

e. Factor tampungan
K = 0,5617 A0.1798 S -0,1446 SF -1,0897 D 0,0452

Keterangan :
K = koefisien tampungan
A = luas DAS (km2)
SF = faktor sumber yaitu perbandingan antara jumlah semua
panjang sungai tingkat 1 dengan jumlah semua panjang sungai
semua tingkat.
D = kerapatan jaringan kuras (drainage density) atau indeks
kerapatan sungai yaitu perbandingan jumlah panjang sungai
semua tingkat dibagi dengan luas
f. Debit yang diukur dalam jam ke – t sesudah debit puncak

Qt = Qp. e-t/k
Keterangan :
Qt = Debit yang diukur dalam jam ke – t sesudah debit puncak
Qp = Debit puncak (m3/dtk)
t = waktu yang diukur setelah terjadinya debit puncak (jam)
k = koefisien tampungan

g. Hidrograf satuan sintetik Gama - 1


Analisis hidrograf banjir untuk kala ulang dapat dihitung dengan
persamaan sebagai berikut :
Qtot = U1.Rei + U2.Rei1 + U3.Rei2 + Un. Rei (n-1) + Qb
Dimana :
Qtot = debit banjir rancangan untuk periode ulang T tahun
Ua = ordinat unit HSS gama-I
Rei = hujan efektif pada jam ke i
Qb = aliran dasar (base flow)

2.7.3 Metode Nakayasu


Hidrograf satuan sintetis Nakayasu dikembangkan berdasarkan beberapa
sungai diJepang ( Soemarto, 1987 ) bentuk HSS Nakayasu diberikan oleh
persamaan berikut ini :
1 A Re
𝑄𝑃= ( )
3,6 0,3 Tp+T 0,3
Dimana :
Qp = Debit puncak banjir (m3/detik)
A = Luas DAS (km2)
Re = Curah hujan efektif (mm)
Tp = Waktu dari permulaan banjir sampai puncak hidrograf (jam)
T0,3 = Waktu dari puncak banjir sampai 0,3 kali debit puncak (jam)
Tg = Waktu konsentrasi (jam)
Tr = Satuan waktu dari curah hujan (jam)
𝛼 = Koefisien karakteristik DAS
L = Panjang sungai utama

Bentuk Hidrograf satuan diberikan oleh persamaan berikut :

1. Pada waktu naik   :  ( 0 < t < Tp )

2. Pada kurva turun (decreasing limb)


a.  Selang nilai   :   Tp <= t  <=  (Tp+T0,3)

b.  Selang nilai: (Tp+T0,3) <= t <= (Tp + T0,3 + 1,5T0,3 )


c.  Selang nilai   :   1,5 T0,3  >    (Tp + T0,3 + 1,5 T0,3)

Indeks Kerapatan Sungai ( D )


Lst 1745,86
D= = =9,32
A 187,42

Frekuensi sumber ( SN ) yaitu perbandingan antara jumlah segmen sungai


tingkat 1 dengan jumlah segmen sungai semua tingkat
58
SN = ¿ = =0,39
N 147

Untuk mendapatkan Hidrograf debit banjir rencana tahapannya sebagai berikut :


1. Menghitung besar aliran dasar ( base flow ) periode
QB = 0,4715 x A0,6444x D0,9403
= 0,4715 x 187,420,6444x9,32 0,9403
= 112,05 m3/det

2. Sebaran hujan berjam-jam


2 /3
R 24 t
Rt = [ ][ ]
t T

Untuk menghitung debit banjir dapat menggunakan rumus :


Qtot= U1.Rt + U2.Rt1 + U3.Rt2 + Un.Rt( n-1 )+ Qb
Keterangan :
Qtot = Debit banjir rancangan untuk periode ulang T tahun
Ui = Ordinat unit HSS
Rt = Presentase intensitas hujan rata-rata dalam t jam
Qb = Aliran dasar ( base flow )

2.8 Evapotranspirasi
2.8.1 Metode Penman Modifikasi
Food and Agriculture Organization of The Unit Nation (FAO) tahun 1977,
telah memodifikasi persamaan Penman untuk perhitungan Evapotranspirasi
Potensial (ETP), termasuk revisi bagian fungsi kecepatan angin, dengan
persamaan berikut.

ET P=c [ W Rn+(1−W ) f (U ) ( Ea−Ed ) ]

Keterangan :
ETP = evapotranspirasi potensial (mm/hari),
c = factor koreksi Penman,
W = factor pertimbangan suhu dan elevasi daerah,
Rn = Radiasi bersih ekuivalen evaporasi,
f(U) = fungsi kecepatan angin,
(Ea-Ed) = saturation deficit (mbar),
Ea = tekanan uap jenuh (mbar),
Ed = tekanan uap nyata (mbar)

 Tekanan Uap Nyata ( ed )


Dimana nilai Ea diambil, diambil dari table hubungan antara T dengan ea,
W, 1-W f(T) , yaitu :

Ea
Suhu ( T ) W 1-W F(T)
Mbar
20 23.4 0.68 0.32 14.6
21 24.9 0.7 0.3 14.8
22 26.4 0.71 0.29 15
23 28.1 0.72 0.28 15.2
24 29.8 0.73 0.27 15.4
25 31.7 0.74 0.26 15.7
26 33.6 0.75 0.25 15.9
27 35.7 0.76 0.24 16.1
28 37.8 0.77 0.23 16.3
29 40.1 0.78 0.22 16.5
30 42.4 0.78 0.22 16.7
31 44.9 0.79 0.21 17
32 47.6 0.8 0.2 17.2

 Saturation defisit (ea-ed)


Saturation defisit = (ea-ed )
 Untuk nilai f(u)
f(U) = 0,27 (1 + U x 0,864 )
 Untuk nilai ( 1-W )
( 0,25 + 0,50 n/N ) Untuk daerah tropis

 Radiasi bersih gelombang pendek, dalam satuan Evaporasi Ekivalen (Rs)


Rs = Ra x (0,25 + 0,50 n/N
 Radiasi gelombang pendek
Rns = Rs x ( 1 – α ), dengan α = 0,25
 Radiasi gelombang panjang (Rnl)
Rnl + f(T) x f(ed) x f(n/N)
f(ed) = 0,34 – 0,044 √ Ed
f(n/N) =0.10 + 0.90 x n/N
 Radiasi bersih gelombang panjang, dalam satuan Evaporasi Ekivalen (Rn)
Rn = Rns – Rnl

2.8.2 Ketersediaan Air


Ketersediaan air adalah jumlah air yang diperkirakan ada terus menerus
disuatu lokasi dengan jumlah dan jangka waktu tertentu.

Ketersediaan Air = Qn- ET


Keterangan :
Qn = Debit yang tersedia pada bulan tertentu ( m3/detik )
ET = Evaportranspirasi ( mm/hari )

pada ketersediaan air ini biasanya dilakukan perhitungan-perhitungan yang


akan menjadi parameter dari penentuan ketersediaan air. Dimana perhitungan-
perhitungan tersebut antara lain sebagai berikut:

 Perhitungan data curah hujan rerata yang dilakukan dengan metode


polygon thiessen :
A 1 R1 + A 2 R2 +… .+ An Rn
Ŕ =
A 1 + A 2 … .+ A n
Keterangan :
Ŕ = Curah hujan area (mm)
R1,R2,Rn = Curah hujan pada Stasiun 1, 2, n (mm)
A1,A2,An = Luas area pada Stasiun 1, 2, n

 Perhitungan debit yang tersedia pada kurun waktu tertentu

A∗P∗1000
Qn=
H∗24∗3600

Keterangan :
Qn = Debit yang tersedia pada bulan n ( m3/detik )
A = Luas permukaan ( km2 )
P = Curah hujan ( mm/bulan )
H = Jumlah hari hujan ( hari )
Debit andalan yang digunakan yaitu 90%, hal ini disebabkan karena debit
andalan untuk kebutuhan air baku adalah sebesar 90%.
 Evapotranspirasi
ETo A .1000 .000
ET = .
1000 24 . 3600

Keterangan :
Et = Evapotranspirasi
A = Luas DAS ( km2 )

 Perhitungan Andalan
m
Andalan (%) = x 100 %
n+1

Keterangan :
m = Nomor urutan data
n = Jumlah data

Anda mungkin juga menyukai