NPM : 16180100004
Mata Kuliah : Bioaktivitas Bahan Alam
Judul : Kandungan Antioksidan dan Sitotoksitas Pada Daun Akar Bambak
Latar Belakang Akar bambak merupakan salah satu tumbuhan dari genus
Ipomoea yang berpotensi sebagai antioksidan. Akar Bambak
sendiri merupakan salah satu tumbuhan yang termasuk ke
dalam genus Ipomoea. Tumbuhan genus Ipomoea merupakan
genus yang terbesar dalam famili Convolvulaceae yang
terdistribusi didaerah tropis dan subtropis yang tersebar luas di
Indonesia (Khazali et al.,1999). Daun akar bambak telah
digunakan oleh masyarakat sebagai obat tradisional untuk
mengobati bisul dan penurun panas.
Brine Shrimp Lethaly Test (BSLT) dilakukan untuk menentukan aktivitas toksisitas dari
suatu sampel bahan alam. Metode ini merupakan uji awal yang digunakan untuk
menentukan aktivitas antikanker berdasarkan kemampuan suatu sampel untuk
membunuh larva udang (Artemia salina) (Meyer, 1982).
Tabel 6. Nilai LC50 Daun Akar Bambak
Sampel Nilai LC50 (ppm)
Ekstrak kasar 328,321
Fraksi n-heksana 711,638
Fraksi etil asetat 93,317
Fraksi metanol 575,889
Berdasarkan hasil analisis probit diperoleh toksisitas paling tinggi terdapat pada fraksi
etil asetat dengan nilai LC50 sebesar 93,317 ppm. Kemudian diikuti dengan ekstrak
kasar dan fraksi metanol dengan nilai LC50 sebesar 328,321 ppm dan 575,889 ppm.
Aktivitas terendah terdapat pada fraksi n-heksana dengan nilai LC 50 sebesar 711,638
ppm. Tingginya nilai toksisitas pada fraksi etil asetat dikarenakan pengaruh dari
senyawa metabolit sekunder yang terkandung yaitu alkaloid, polifenol, flavonoid dan
steroid yang dapat membunuh larva udang (Mutia, 2010). Dimana pada kadar tertentu
senyawa-senyawa tersebut memiliki potensi toksisitas akut serta dapat menyebabkan
kematian larva Artemia salina Leach.
Menurut Andriyani S.dkk, (2006), senyawa lain yang diketahui dapat berkontribusi
dalam sitotoksitas adalah golongan alkaloid dan steroid. Sitotoksitas paling tinggi
berada ada fraksi etil asetat, dan hasil penapisan fitokimia fraksi ini positif mengandung
metabolit sekunder tersebut. Meskipun demikian, berdasarkan hasil yang ditunjukkan
pada tabel 6 menunjukkan bahwa semua ekstrak dan fraksi dari daun akar bambak
bersifat aktif dan memiliki potensi sebagai antikanker karena nilai LC50 < 1000 ppm.
Hasil dari regresi linier (Gambar 2) dapat dilihat bahwa nilai koefisien r =0.993.
Nilai ini menunjukkan 99,3% kandungan total fenol memberikan kontribusi pada
aktivitas antioksidan, sedangkan 0,7% dipengaruhi oleh senyawa lain. Hasil
pengujian dengan metode korelasi pearson juga menunjukan kandungan total fenol
memiliki korelasi yang signifikan dengan aktivitas antioksidan dengan nilai
signifikan sebesar 0,007. Berdasarkan uji Korelasi Pearson, jika nilai signifikan <
0,05 maka variabel tersebut dinyatakan memiliki korelasi yang signifikan.
1. Metode DPPH
Salah satu metode yang digunakan untuk pengujian aktivitas antioksidan adalah
metode DPPH. Metode DPPH didasarkan pada kemampuan antioksidan untuk
menghambat radikal bebas dengan mendonorkan atom hidrogen. Perubahan
warna ungu DPPH menjadi ungu kemerahan dimanfaatkan untuk mengetahui
aktivitas senyawa antioksidan. Metode ini menggunakan kontrol positif sebagai
pembanding untuk mengetahui aktivitas antioksidan sampel. Kontrol positif ini
dapat berupa tokoferol, BHT, dan vitamin C. Uji aktivitas antioksidan dengan
metode DPPH menggunakan 1,1-difenil-2-pikrilhidra-zil (DPPH) sebagai
radikal bebas. Prinsipnya adalah reaksi penangkapan hidrogen oleh DPPH dari
senyawa antioksidan, misalnya troloks, yang mengubahnya menjadi 1,1-difenil-
2-pikrilhidrazin
2. LC50
Lethal Concentration 50 (LC50) yaitu konsentrasi yang menyebabkan
kematian sebanyak 50% dari organisme uji ayang dapat diestimasi dengan
grafik dan perhitungan, pada suatu waktu pengamatan tertentu, misalnya LC50 48
jam, LC50 96 jam sampai waktu hidup hewan uji. Lethal Concentration 50 atau
biasa disingkat LC50 adalah suatu perhitungan untuk menentukan keaktifan dari
suatu ekstrak atau senyawa. Makna LC50 adalah pada konsentrasi berapa ekstrak
dapat mematikan 50 % dari organisme uji, misalnya larva Artemia salina (brine
shrimp).
Uji toksisitas merupakan uji hayati yang berguna untuk menentukan
tingkat toksisitas dari suatu zat atau bahan pencemar dan digunakan juga untuk
pemantauan rutin suatu limbah. Suatu senyawa kimia dikatakan bersifat “racun
akut” jika senyawa tersebut dapat menimbulkan efek racun dalam jangka waktu
singkat. Suatu senyawa kimia disebut bersifat “racun kronis” jika senyawa
tersebut dapat menimbulkan efek racun dalam jangka waktu panjang (karena
kontak yang berulang-ulang walaupun dalam jumlah yang sedikit) (Pradipta
2007).