Anda di halaman 1dari 69

LAPORAN KKL III

HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN DAN PEMAKAIAN ALAT


KONTRASEPSI DENGAN FERTILITAS DI DESA WRINGINSONGO
KECAMATAN TUMPANG KABUPATEN MALANG

Disusun Oleh :
1. Khoirunnisa Hafidha A. (170722637071)
2. Nindy Ayu Isdiana Putri (170722637034)
3. Nonik Virda Purnomo (170722637019)
4. Nurul Aizah (170722637005)

JURUSAN GEOGRAFI
PROGRAM STUDI GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Pengesahan laporan pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan ( KKL ) III yang


disusun oleh :

Nama : - Khoirunnisa Hafidha A. (170722637071)


- Nindy Ayu Isdiana P. (170722637034)
- Nonik Virda Purnomo (170722637019)
- Nurul Aizah (170722637005)
Jurusan : Geografi
Prodi : S1 Geografi
Fakultas : Ilmu Sosial

Telah melaksanakan KKL III di Desa Wringinsongo, Kecamatan Tumpang,


Kabupaten Malang pada tanggal 22 hingga 24 Maret 2020. Rincian kegiatan
telah dirangkum dalam laporan ini.

Mengesahkan,

Dosen pembimbing I Dosen pembimbing II

Prof. Dr. Budijanto, M.Sos Ifan Deffinika, S.Si, M.Sc


NIP. 195306121980021001 NIP. 6700201819452

Mengetahui,
Ketua Jurusan Geogafi

Dr. Didik Taryana, M.Si


NIP. 196211271988031001

ii
ABSTRAK

Amanatinimsi,K.H., Putri,N.A.I., Purnomo, N.V., dan Aizah,N. 2019.


Hubungan Antara Pendidikan dan Pemakaian Alat Kontrasepsi dengan
Fertilitas di Desa Wringinsongo Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang.
Laporan. Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri
Malang.

Kata Kunci : Pendidikan, Kontrasepsi, Fertilitas

Angka fertilitas di Indonesia masih tergolong tinggi, dimana hal ini


dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah pendidikan dan pemakaian
alat kontrasepsi. Desa Wringinsongo, Kecamatan Tumpang, Kabupaten malang
sebagai desa dengan peringkat ke-5 dengan angka kelahiran yang tertinggi di
Kecamatan Tumpang perlu dilakukan pengkajian. Penelitian ini bertujuan
menegetahui karakteristik pendidikan, pemakaian alat kontrasepsi, dan fertilitas
di Desa Wringinsongo. Selain itu juga untuk mengetahui seberapa besar
hubungan antara pendidikan dan pemakaian alat kontrasepsi dengan fertilitas di
Desa Wringinsongo.
Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif dengan tabulasi tunggal
untuk memberikan gambaran umum tentang karakteristik dari responden,
tabulasi silang dan uji statistik untuk mengetahui hubungan variabel bebas
(pendidikan dan pemakaian alat kontrasepsi) dengan variabel terikat (fertilitas)
Data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer, dengan metode
pengunmpulan data berupa dokumentasi, dan kuesioner. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh wanita pernah kawin di Desa Wringinsongo
Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, dengan sampel 30 responden yang
terbagi kedalam 2 dusun.
. Desa Wringinsongo, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang
memiliki karakteristik mayarakat berpendidikan cenderung rendah, dan kurang
berpasrtisipasi dalam program KB, sehingga memiliki angka fertilitas yang
tinggi. Fertilitas tinggi cenderung dimiliki oleh masyarakat dengan pendidikan
yang rendah, semakin tinggi pendidikan maka jumlah anak yang dimiliki
cenderung menurun. Mayoritas masyarakat Desa Wringinsongo memiliki
pendidikan akhir SD dan SMP, sedangkna hanya sebagian kecil yang merupakan
lulusan SMA. Selain itu, fertilitas di Desa Wringinsongo juga berhubungan
dengan pemakain alat kontrasepsi, dimana wanita yang memakai alat
kontrasepsi dalam jangka waktu yang lama memiliki anak yang lebih banyak
dibandingkan yang baru memakai dalam jangka waktu yang pendek. Hal ini juga
disebabkan oleh waktu pertama pemakaian alat kontrasepsi dan jenis alat
kontrasepsi yang dipakai.

iii
KATA PENGANTAR

Rasa syukur kami sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat serta karunia-Nya kami dapat menyelesaikan laporan yang
berjudul “Hubungan Antara Pendidikan dan Pemakaian Alat Kontrasepsi
dengan Fertilitas di Desa Wringinsongo Kecamatan Tumpang Kabupaten
Malang” ini dengan sebaik-baiknya. Laporan ini dibuat dalam rangka
menuntaskan tugas kelompok dan memperdalam pemahaman dalam suatu
harapan mendapatkan ilmu dalam mempelajari dinamika kependudukan,
sekaligus melakukan apa yang menjadi tugas mahasiswa yang mengikuti mata
kuliah Dinamika Kependudukan.
Kami mengucapkan terimakasih kepada pihak – pihak yang turut
membantu kelancaran pembuatan laporan dan bantuan dalam bertukar pikiran
mengenai isi materi tulis dalam pembuatan laporan kali ini. Meskipun kami
berharap laporan kami bebas dari kekurangan, namun akan selalu ada yang
kurang. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran membangun untuk
laporan kededan yang lebih baik lagi. Akhir kata, semoga laporan ini dapat
bermanfaat baik bagi berbagai pihak.

Malang, April 2020

Penulis

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN AWAL........................................................................................i
HALAMAN JUDUL.......................................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................iii
ABSTRAK.......................................................................................................iv
KATA PENGANTAR....................................................................................v
DAFTAR ISI...................................................................................................vi
DAFTAR TABEL...........................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................ix

BAB I. PENDAHULUAN..............................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................5
1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................5
1.4 Jabaran Variabel.................................................................................5
1.5 Definisi Operasional............................................................................6
1.6 Manfaat Penelitian...............................................................................7

BAB II. KAJIAN PUSTAKA.........................................................................8


2.1 Pengertian Demografi..........................................................................8
2.2 Fertilitas...............................................................................................9
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fertilitas......................................10
2.4 Pasangan Usia Subur...........................................................................20
2.5 Pendidikan...........................................................................................20
2.6 Penggunaan Alat Kontrasepsi..............................................................22
2.7 Penelitian Terdahulu............................................................................23

BAB III. METODE PENELITIAN...............................................................24


3.1 Desain Peelitian...................................................................................24
3.2 Diagram Alir........................................................................................24
3.3 Populasi dan Sampel............................................................................25
3.4 Teknik Pengumpulan Data .................................................................25
3.5 Sumber Data........................................................................................26
3.6 Analisis Data........................................................................................26

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................28


4.1 Kondisi Lokasi Penelitian....................................................................28
4.1.1 Kondisi Fisik...............................................................................28
4.1.2 Kondisi Kependudukan..............................................................29
4.2 Karakteristik Pendidikan, Pemakaian Alat Kontrasepsi, dan
Fertilitas di Desa Wringinsongo..........................................................32
4.2.1 Fertilitas......................................................................................33
4.2.2 Pendidikan..................................................................................34
4.2.3 Pemakaian Alat Kontrasepsi.......................................................35
4.3 Hubungan Antara Pendidikan dan Pemakaian Alat Kontrasepsi,
Dengan Fertilitas di Desa Wringinsongo.............................................36

v
4.3.1 Hubungan Pendidikan dengan Fertilitas.....................................36
4.3.2 Hubungan Pemakaian Alat Kontrasepsi dengan Fertilitas.........38

BAB V. PENUTUP.........................................................................................41
5.1 Kesimpulan..........................................................................................41
5.2 Saran....................................................................................................41

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................42
LAMPIRAN

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Penggunaan Metode Kontrasepsi di Indonesia Tahun 2019..........4


Tabel 1.2 Angka Statistik Pernikahan Dini Nasional Tertinggi 2016...........4
Tabel 1.3 Jabaran Variabel, Indikator, Sumber, Teknik Pengumpulan
Dan Analisis Data Penelitian.........................................................5
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
di Dusun Sumberingin...................................................................21
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
di Dusun Sumberingin...................................................................21
Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Tingkat
Pendidikan di Dusun Sumberingin................................................23
Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Tingkat
Pendidikan di Dusun Nongkosongo..............................................23
Tabel 4.5 Jumlah dan Presentase Responden Menurut Fertilitas di Desa
Wringinsongo.................................................................................24
Tabel 4.6 Jumlah dan Presentase Responden Menurut Pendidikan di
Desa Wringinsongo........................................................................25
Tabel 4.7 Jumlah dan Presentase Responden Menurut Pemakaian Alat
Kontrasepsi di Desa Wringinsongo...............................................26
Tabel 4.8 Hubungan Antara Pendidikan dengan Fertilitas di Desa
Wringinsongo.................................................................................28
Tabel 4.9 Hubungan Antara Pemakaian Alat Kontrasepsi dengan
Fertilitas di Desa Wringinsongo....................................................30

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil uji korelasi spearman dengand software spss


Lampiran 2. Lembar Kuesioner
Lampiran 3. Data Tunggal Hasil Kuesioner
Lampiran 4. Dokumentasi Wawancara
Lampiran 5. Peta Presentase Tingkat Fertilitas Desa Wringinsongo
Lampiran 6. Peta Presentase Lama Penggunaan Kontrasepsi Desa Wringinsongo
Lampiran 7. Peta Presentase Tingkat Pendidikan Desa Wringinsongo
Lampiran 8. Peta Administrasi Desa Wringinsongo

viii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masalah kependudukan merupakan salah satu isu penting yang terus
menjadi perhatian bagi seluruh kalangan masyarakat. Meningkatnya laju
pertumbuhan penduduk pada suatu daerah akan membawa dampak bagi berbagai
sisi aspek kehidupan manusia. Jika pertumbuhan penduduk secara kuantitas
tidak disertai dengan peningkatan kualitas manusia maka hal ini dapat
menimbulkan beban dan masalah baru bagi pembangunan. Salah satu faktor
yang digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan untuk menekan laju
pertumbuhan penduduk adalah usia perkawinan pertama (Badan Kependudukan
dan Keluarga Berencana Nasional, 2014).
Negara berkembang, termasuk Indonesia, praktek pernikahan dini dari
pemuda dan Remaja sering terjadi terutama di daerah pedesaan. Angka
pernikahan dini tentunya sangat mempengaruhi tingginya angka fertilitas di
suatu daerah. Kondisi ekonomi yang buruk kadang-kadang menjadi pembenaran
bagi orang tua dengan tingkat pendidikan yang rendah (misalnya hanya tamatan
sekolah dasar) dengan menikahkan putri mereka dapat membantu penghasilan
keuangan keluarga. Peraktek pernikahan dini sering terjadi di daerah pedesaan
yang mayoritas bekerja pada sektor pertanian. Mereka sangat membutuhkan
anggota kelurga yang dapat mendukung pekerjaan mereka di lapangan, dan
pilihan mereka untuk memperoleh tambahan anggota keluarga adalah dengan
menikahkan anak perempuan mereka tanpa memperhitungkan usia (Muhadara,
dkk. 2016)
Masa remaja juga merupakan masa yang rentan resiko kehamilan karena
pernikahan dini (usia muda) diantaranya adalah keguguran, persalinan prematur,
BBLR, kelainan bawaan, mudah terjadi infeksi,anemia pada kehamilan,
keracunan kehamilan dan kematian (Kusmiran, 2011). Badan Kependudukan
Dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mempunyai program yang
bertujuan mengendalikan jumlah penduduk yaitu program pendewasaan usia
perkawinan (PUP). Implikasi dari tujuan pendewasaan usia perkawinan adalah

1
meningkatkan usia perkawinan pertama yang lebih dewasa sehingga berdampak
pada penurunan Total fertility Rate (TFR) atau rata-rata jumlah anak yang
dilahirkan oleh seorang wanita sampai dengan akhir masa reproduksinya. Upaya
konkrit lain yaitu meningkatkan pendidikan dengan kebijakan wajib belajar 12
tahun karena tingkat pernikahan dini bisa ditekan lantaran anak fokus
menyelesaikan studinya dijenjang SMA/SMK, serta mensosialisasikan kesehatan
reproduksi pada remaja,melalui pembelajaran kespro remaja dapat mengerti
akan hak-hak reproduksinya (BKKBN, 2011).
Peran pemerintah dalam penanganan pernikahan usia dini, Diantaranya
adalah melalui pembatasan usia pernikahan. Untuk melangsungkan pernikahan
telah diatur dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 7
bahwa perkawinan diizinkan bila laki-laki berumur 19 tahun dan perempuan
berumur 16 tahun. Selain itu, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan tentang
perilaku reproduksi manusia yang ditegaskan dalam UU No 10 Tahun 1992 yang
yang menyebutkan bahwa pemerintah menetapkan kebijakan upaya
penyelenggaraan Kelarga Berencana. Problem yang yang akan dihadapi jika
maraknya terjadi pernikahan dini adalah mengambil hak pendidikan dan
kesehatan reproduksi perempuan. Pernikahan dini juga berdampak buruk bagi
pembangunan sumber daya manusia dan memunculkan masalah kependudukan,
dan masalah seksualitas. Sementara itu, UndangUndang Kesehatan No.36 tahun
2009 memberikan batasan 20 tahun, karena hubungan seksual yang dilakukan
pada usia di bawah 20 tahun beresiko terjadi kanker serviks serta penyakit
menular seksual.perkawinan usia muda menyebabkan terjadinya komplikasi
kehamilan dan persalinan. Pada bayi dapat terjadi berat badan lahir rendah atau
berat badan bayi lahir besar. Resiko pada ibu yaitu dapat meninggal.
Program KB Nasional yang merupakan bagian dari pembangunan
nasional bangsa Indonesia mempunyai tujuan ganda yaitu untuk meningkatkan
kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan
sejahtera. Gerakan KB Nasional telah mempunyai landasan hukum yang kokoh
berupa Undang– Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang perkembangan
kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera. Di dalam bab I ketentuan
Umum pasal I Nomor 12 dari Undang – Undang tersebut, dinyatakan bahwa

2
Keluarga Berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta
masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan , pengaturan kelahiran,
pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejateraan keluarga untuk
mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera.
Data berbagai survei menunjukkan bahwa prevalensi pengguna
kontrasepsi pria masih dibawah 2%, meskipun rendahnya pengguna kontrasepsi
berkaitan pula dengan keterbatasan teknik kontrasepsi yang tersedia bagi pria,
angka ini menunjukkan bahwa kepedulian pria terhadap keluarga berencana
masih rendah. Mengingat upaya pengarus utamaan gender (Gender
Mainstreaming) menjadi pendekatan umum pada setiap pembangunan nasional
dan global, maka kesetaraan gender dalam mengatur kelahiran adalah menjadi
ciri pembaharuan program keluarga berencana. Sejak era reformasi yang
dibarengi dengan semangat menghargai hak (Right Based), BKKBN yang dulu
terkenal dengan slogan “ Dua Anak Cukup”, mengubah arah menjadi “ Dua
Anak, Lebih baik “. Dengan demikian program KB di Indonesia mengalami
perubahan orientasi dari nuansa demografis ke nuansa kesehatan reproduksi
yang di dalamnya terkandung pengertian bahwa KB adalah suatu program yang
dimaksudkan untuk membantu pasangan atau perorangan dalam mencapai
tujuan reproduksinya.
Hasil penelitian Deputi Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi
BKKBN tahun 2009. 62,5% peserta KB dilayani oleh pihak swasta. Kondisi ini
jauh berbeda dibandingkan sepuluh tahun yang lalu, yaitu 28,1%. Sementara itu
sumber pelayanan lainnya (Seperti : Polindes, Posyandu, Teman dll) cenderung
menurun dari 23% menjadi 8%. Persoalan kualitas pelayanan masih menjadi
tantangan besar bagi pelayanan KB di Indonesia. Data tentang kualitas
pelayanan antara lain tercermin dari masalah tingginya penggunaan kontrasepsi
yang bersifat tidak rasional, kurang efektif dan kurang efisien, sehinngga masih
ditandai relatif seringnya terjadi komplikasi, kegagalan dan efek samping
penggunaan kontrasepsi. Hal ini karena proses informed choice belum
dilaksanakan secara maksimal.

3
Tabel 1.1 Penggunaan Metode Kontrasepsi di Indonesia tahun 2009
Jenis Penggunaan Alat
Jumlah
Kontrasepsi
Suntik 31,6%
Pil 13,2%
Intrauterin Device ( IUD) / Spiral 4,8%
Implan 2,8%
Kondom 1,3%
Sumber : BKKBN, 2010

Tabel 1.2 Angka Statistik Pernikahan Dini Nasional Tertinggi 2016


Provinsi Jumlah
Jawa Timur 39,43%
Kalimantan 35,48%
Jambi 30,63%
Jawa Barat 36%
Jawa Tengah 27,84%
Sumber : Riskesdas 2010

Data hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 yang menyebutkan


ada 46% perempuan menikah pada usia di bawah 20 tahun, salah satu penyebab
adalah banyaknya salah persepsi yang terjadi dalam masyarakat yaitu apabila
remaja perempuan sudah datang menstruasi pertama kalinya maka dia sudah
layak untuk menikah. Padahal pernikahan usia dini tidak baik bagi kesehatan
reproduksi remaja, karena Alat reproduksi remaja di bawah usia 20 tahun belum
matang (Rahmawati. 2016)
Desa Wringinsongo merupakan salah satu desa yang terletak di
Kabupaten Malang. letak geografi merupakan dataran dan topografi yang datar.
Luas desa wringinsongo 138,50 Ha, dengan lahan sawah 101,03 Ha dan lahan
kering 37,37 Ha. Desa wringinsongo terdiri 2 Dusun, 9 RW dan 35 RT. Jumlah
penduduk di desa wringinsongo 2.570 jiwa. Jumlah angka kelahiran pada tahun
2015 sebanyak 38 bayi lahir yang merupakan peringkat ke 5 dengan angka
kelahiran yang tinggi di kecamatan tumpang. Desa wringinsongo sendiri
mempunyai 3 posyandu dan 1 polindes. Jumlah akseptor KB aktif di desa
wringin songo sebanyak 517, dengan Pasangan usia subur (PUS) sebanyak 690.
Pengguna alat kontrasepsi jenis IUD sebanyak 148, pil sebanyak 9, susuk
sebanyak 24, suntik sebanyak 291 (BPS, 2016)
1.2 Rumusan Masalah

4
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan maka dapat
dirumuskan permasalahan dalam penelitian adalah sebagai berikut.
a. Bagaimana karakteristik pendidikan, pemakaian alat kontrasepsi, dan
fertilitas wanita pernah kawin di Desa Wringinsongo, Kecamatan
Tumpang?
b. Bagaimana hubungan antara pendidikan dan pemakaian alat kontrasepsi
dengan fertilitas wanita pernah kawin di Desa Wringinsongo, Kecamatan
Tumpang?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan maka tujuan
penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut.
a. Mengetahui karakteristik pendidikan, pemakaian alat kontrasepsi, dan
fertilitas wanita pernah kawin di Desa Wringinsongo, Kecamatan
Tumpang.
b. Mengetahui hubungan antara pendidikan dan pemakaian alat kontrasepsi
dengan fertilitas wanita pernah kawin di Desa Wringinsongo, Kecamatan
Tumpang.

1.4 Jabaran Variabel


Penelitian mengenai pengaruh pendidikan dan usia kawin pertama
terhadap fertilitas wanita pasangan usia subur di Desa Wringinsongo,
Kecamatan Tumpang menggunakan beberapa variable yang dijabarkan sebagai
berikut.

Tabel 1.3 Jabaran Variabel, Indikator, Sumber, Teknik Pengumpulan, dan


Analisis Data Penelitian

Variabel Indikator Sumber Teknik Analisis Data


Data Pengumpulan Data
Variabel Bebas
Pendidikan Lama waktu Primer Wawancara, Tabulasi
menempuh Kuisioner Tunggal,
pendidikan Tabulasi Silang
Pemakaian Alat Lama Primer Wawancara, Tabulasi
Kontrasepsi Pemakaian Kuisioner Tunggal,
Alat Tabulasi Silang

5
Kontrasepsi
Variabel Terikat
Fertilitas Jumlah Anak Primer Wawancara, Tabulasi
Lahir Hidup Kuisioner Tunggal,
Tabulasi Silang,
Statistik
Sumber: Penelitian Kelompok, 2020

1.5 Definisi Operasional


Definisi operasional adalah mendefinisikan variable secara operasional
berdasarkan karakteristik yang diamati yang memungkinkan peneliti untuk
melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau
fenomena (Hidayat, 2007). Definisi operasional dari beberapa variable penelitian
dijabarkan sebagai berikut.
a. Pendidikan terakhir (X1)
Pendidikan terakhir dalam penelitian ini adalah pendidikan formal terakhir
yang tempuh oleh wanita PUS sebagai responden yang dinyatakan dalam
jengjang pendidikan.
b. Pemakaian alat kontrasepi (X2)
Pemakaian alat kontrasepsi dalam penelitian ini adalah tindakan
menggunakan alat yang digunakan untuk mencegah kehamilan sebagai
program keluarga berencana ditinjau dari lama pemakaiannya.
c. Fertilitas (Y)
Fertilitas adalah kemampuan wanita PUS dalam melakukan reproduksi yang
diukur berdasarkan jumlah anak yang dimiliki ditinjau dari jumlah anak lahir
hidup.

1.6 Manfaat Penelitian


Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka penelitian ini
diharapkan memiliki manfaat dalam pendidikan baik secara langsung maupun
tidak langsung. Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Bagi masyarakat

6
Adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada
masyarakat mengenai pengaruh pendidikan dan usia kawin pertama terhadap
fertilitas wanita PUS yang dapat mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk.
b. Bagi peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan dan pengetahuan
mengenai proses pengambilan keputusan untuk peneliti yang dikaji dengan
teori yang telah ada melalui penelitian yang dilakukan sebelumnya.
c. Bagi pemerintah
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan bagi pemerintah untuk
menggalakkan peraturan mengenai pendidikan dan pernikahan dini serta
kontrol laju pertumbuhan penduduk.

7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Demografi


Menurut Donald J. Bague dalam Sri Moertiningsih (2010), demografi
adalah ilmu yang mempelajari secara statistik dan matematik jumlah, komposisi,
distribusi penduduk dan perubahan-perubahannya sebagai akibat bekerjanya
komponen-komponen pertumbuhan penduduk, yaitu kelahiran (fertilitas),
kematian (mortalitas), perkawinan, migrasi dan mobilitas sosial.
Persoalan yang diperlajari oleh demografi berupa keadaan perubahan-
perubahan penduduk atau segala hal yang berhubungan dengan komponen-
komponen perubahan, sehingga menghasilkan suatu keadaan dan komposisi
penduduk menurut umur dan jenis kelamin.
Tujuan yang dimiliki demografi diantaranya mempelajari kuantitas dan
distribusi penduduk dalam suatu daerah tertentu, menjelaskan pertumbuhan
masa lampau, penurunannya dan persebarannya dengan data yang tersedia,
mengembangkan sebab akibat antara perkembangan penduduk dengan aspek
kajian organisasi sosial. Sehingga ilmu ini mencoba meramalkan pertumbuhan
penduduk di masa yang akan datang dan kemungkinan-kemungkinan
konsekuensinya (Tukiran, 2009).
Struktur penduduk merupakan aspek yang statis, yang menggambarkan
penduduk dari hasil sensus penduduk pada hari sensus tersebut. Data yang dapat
pada hari dilakukan sensus dijadikan sebagai basis perhitungan penduduk.
Setelah hari sensus penduduk tersebut dilakukan maka struktur penduduk akan
berubah dari basis penduduk tadi. Unsur-unsur yang dinamis yang terdiri
kelahiran, kematian, dan migrasi. Proses perubahan tersebut disebut pula dengan
proses yang dinamis.
Kammeyer (1971) memperjelas perbedaan antara demografi formal
dengan studi kependudukan lewat perbedaan antara variabel pengaruh dan
variabel terpengaruh. Jika variabel pengaruh dan variabel terpengaruh
keduaduanya terdiri dari variabel demografi maka tipe studi adalah demografi

8
murni. Apabila salah satu variabelnya adalah variabel non demografi, maka
kajian tersebut adalah studi kependudukan.

2.2 Fertilitas
Fertilitas merupakan hasil reproduksi yang nyata dari seorang wanita
atau sekelompok wanita semasa hidupnya (Yusuf, 2011). Pengertian fertilitas
dalam demografi lebih dikaitkan dengan banyaknya anak lahir hidup. Istilah
fertilitas dapat diartikan juga sebagai kelahiran hidup (livebirth), yaitu
terlepasnya bayi dari rahim seorang perempuan dengan menunjukkan tanda-
tanda kehidupan, misalnya berteriak, bernafas, jantung berdenyut, dan
sebagainya (Mantra 2012). Ruang lingkup fertilitas hanya mengenai peranan
kelahiran pada perubahan penduduk. Hal ini menjadikan fertilitas berkaitan erat
dengan bidang demografi dan dipahami sebagai sesuatu yang berbeda dari
fekunditas atau kemampuan fisiologis seseorang untuk menghasilkan keturunan
yang dikaitkan dengan kesuburan wanita (Yuniarti, dkk, 2013).
Menurut Mantra (2012) fertilitas adalah sama dengan kelahiran hidup
(live birth), yaitu terlepasnya bayi dari rahim seorang perempuan dengan ada
tandatanda kehidupan, misalnya berteriak, bernafas, jantung berdenyut, dan
sebagainya. Apabila pada waktu lahir tidak ada tanda-tanda kehidupan disebut
dengan lahir mati (still birth) yang di dalam demografi tidak dianggap sebagai
suatu peristiwa kelahiran. Disamping istilah fertilitas ada juga istilah fekunditas
(fecundity) sebagai petunjuk kepada kemampuan fisiologi dan biologis seorang
perempuan untuk menghasilkan anak lahir hidup.
Menurut NKKBS dalam BKKBN (2007: 12) adalah satu keluarga terdiri
dari 4 orang yang terdiri dari satu ayah, satu ibu dan dua anak cukup. Dimana
suatu keluarga yang memiliki anak ≤ 2 dikategorikan sebagai keluarga kecil atau
sedikit dan yang memiliki anak > 2 dikategorikan sebagai keluarga besar atau
mempunyai banyak anak.
Menurut Davis dan Blake (dalam,Wicaksono 2016) terdapat tiga tahap
penting dari proses reproduksi, yaitu:
a. Tahap hubungan kelamin (intercrouse)
b. Tahap konsepsi (conseption)

9
c. Tahap kehamilan (gestation)

Faktor-faktor sosial, ekonomi, dan budaya yang mempengaruhi fertilitas


akan melalui faktor-faktor yang langsung ada kaitannya dengan ketiga tahap
reproduksi di atas. Faktor-faktor yang langsung mempunyai kaitan dengan
ketiga tahap tersebut disebut “Variabel Antara”. Ada 11 variabel antara yang
mempengaruhi fertilitas, yang masing-masing dikelompokkan dalam tiga tahap
proses reproduksi, yaitu:
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan kelamin (intercrouse)
 Umur memulai hubungan kelamin
 Selibat permanen, yaitu proporsi wanita yang tidak pernah mengadakan
hubungan kelamin
 Lamanya berstatus kawin
 Abstinensi sukarela
 Berpantang (abstinensi) terpaksa (misal: sakit, berpisah sementara)
 Frekuensi hubungan seksual (senggama)
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemungkinan terjadinya konsepsi
(conseption)
 Kesuburan (fekunditas) atau kemandulan (infekunditas) yang
disebabkan hal-hal yang tidak disengaja
 Menggunakan atau tidak menggunakan metode kontrasepsi:
- Menggunakan cara-cara mekanik dan atau bahan-bahan kimia
- Menggunakan cara-cara lain
 Kesuburan (fekunditas) atau kemandulan (infekunditas) yang
disebabkan hal-hal yang disengaja (misal, sterialisasi)
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi kehamilan
 Mortalitas janin yang disebabkan oleh faktor-faktor yang tidak
disengaja
 Mortalitas janin oleh faktor-faktor yang disengaja

Menurut Davis dan Blake (dalam Mundiharno, 2010), variabel-variabel


di atas terdapat pada semua masyarakat, sebab masing-masing variabel memiliki
pengaruh (nilai) positif dan negatifnya sendiri-sendiri terhadap fertilitas. Dengan

10
demikian ketiadaan variabel tersebut menimbulkan pengaruh terhadap fertilitas,
hanya pengaruhnya bersifat positif. Karena di suatu masyarakat masing-masing
variabel bernilai negatif atau positif maka angka kelahiran yang sebenarnya
tergantung kepada neraca netto dari nilai semua variabel.

2.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Fertilitas


Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya fertilitas dapat dibagi
menjadi dua yaitu faktor demografi dan faktor non demografi (Mantra, 2014) :
a. Faktor Demografi meliputi umur kawin pertama(usia laki-laki/perempuan
pada saat perkawinan pertama), paritas (adanya keseimbanagn / banyaknya
kelahiran hidup yang dimiliki oleh seorang wanita), dan proporsi yang
kawin(perbandingan yang kawin dengan yang belum kawin).
b. Faktor non demografi meliputi keadaan ekonomi penduduk, tingkat
pendidikan, perbaikan status perempuan, dan urbanisasi.

1) Faktor Demografi
a) Umur Kawin Pertama (Usia Laki-Laki/ Perempuan Pada Saat
Perkawinan Pertama)
Umur perkawinan pertama sebagai umur pada saat wanita
melakukan perkawinan secara hukum dan biologis yang pertama kali.
Usia kawin pertama yang dilakukan oleh setiap wanita memiliki resiko
terhadap persalinannya. Semakin muda usia kawin pertama seorang
wanita, semakin besar resiko yang dihadapi bagi keselamatan ibu
maupun anak. Hal ini terjadi dikarenakan belum matangnya rahim wanita
usia muda untuk memproduksi anak atau belum siapnya mental dalam
berumah tangga. Demikian pula sebaliknya, semakin tua usia kawin
pertama seorang wanita, semakin tinggi pula resiko yang dihadapi dalam
masa kehamilan atau melahirkan. Hal ini terjadi karena semakin
lemahnya kondisi fisik seorang wanita menjelang usia senja (Mantra,
2014).
Usia pernikahan pertama bagi remaja saat ini idealnya 21 hingga
25 tahun (BPS 2019) . Pendewasaan usia perkawinan bagi remaja itu

11
sudah dicetuskan pada Konferensi Internasional Kependudukan dan
Pembangunan (ICPD) 1994 di Kairo, Mesir.Pada usia itu, remaja sudah
tumbuh pengetahuan dan kesadaran dalam pengelolaan kesehatan
reproduksi. Hal itu berpengaruh terhadap kesehatan pasangan maupun
generasi atau anak dari pasangan muda itu, jadi dimasa mendatang usia
remaja menikah pertama pada usia dewasa. Dengan tumbuhnya usia
nikah semakin dewasa dapat menunjang keberhasilan program KB
melalui menurunya angka anak dilahirkan tiap ibu atau total fertility rate
(TFR). Penundaan masa perkawinan dan kehamilan memiliki alasan yang
objektif. Jika usia perkawinan wanita pada usia di bawah 20 tahun,
dengan kondisi rahim dan panggul yang belum optimal, maka terjadi
kemungkinan resiko medik, dengan keguguran serta kemungkinan
kesulitan dalam persalinan. Semakin muda usia kawin pertama yang
dilakukan seseorang, maka akan semakin lama pula masa reproduksinya
(Mantra, 2014).
Penelitian yang dilakukan oleh Oktavia,dkk tahun 2014 sejalan
dengan pendapat Mantra 2014 bahwa semakin tua umur istri PUS saat
melangsungkan perkawinan pertama maka akan semakin sedikit jumlah
anak yang dilahirkannya. Usia perkawinan menentukan masa reproduksi
bagi seorang wanita, semakin cepat wanita menikah maka besar peluang
mempunyai anak. Walaupun apabila menikah pada usia muda dapat
mengganggu kesehatan reproduksi dan beresiko saat hamil dan
melahirkan tetapi jika dalam proses kehamilan/melahirkan gagal, masih
panjang waktu dan peluang untuk hamil kembali, sebaliknya jika wanita
menikah pada usia tua selain semakin tinggi resiko yang dihadapi pada
masa kehamilan/melahirkan, masa reproduksi seorang wanita pun akan
menurun sehingga menyebabkan fertilitas akan menurun juga.

b) Paritas (Adanya Keseimbangan/ Banyaknya Kelahiran Hidup Yang


Dimiliki Oleh Seorang Wanita)
Paritas adalah keadaan melahirkan anak baik hidup ataupun mati,
tetapi bukan aborsi, tanpa melihat jumlah anaknya. Dengan demikian,

12
kelahiran kembar hanya dihitung sebagai satu kali paritas (Manuaba, dkk.
2012). Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin yang
mampu hidup di luar rahim (28 minggu). Jumlah paritas merupakan salah
satu komponen dari status paritas yang sering dituliskan dengan notasi G-
P-Ab, dimana G menyatakan jumlah kehamilan (gestasi), P menyatakan
jumlah paritas, dan Ab menyatakan jumlah abortus. Sebagai contoh,
seorang perempuan dengan status paritas G3P1Ab1, berarti perempuan
tersebut telah pernah mengandung sebanyak dua kali, dengan satu kali
paritas dan satu kali abortus, dan saat ini tengah mengandung untuk yang
ketiga kalinya(Manuaba, dkk. 2012). Klasifikasi Jumlah Paritas
Berdasarkan jumlahnya, maka paritas seorang perempuan dapat
dibedakan menjadi:
 Nullipara, yakni perempuan yang belum pernah melahirkan anak
sama sekali.
 Primipara, yakni perempuan yang telah melahirkan seorang anak,
yang cukup besar untuk hidup didunia luar. Primipara adalah
perempuan yang telah pernah melahirkan sebanyak satu kali.
 Multipara, yakni perempuan yang telah melahirkan seorang anak
lebih dari satu kali.
 Grandemultipara, yakni perempuan yang telah melahirkan 5 orang
anak atau lebih dan biasanya mengalami penyulit dalam kehamilan
dan persalinan (Manuaba, dkk. 2012)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Santy P. yang berjudul


Kekerasan Istri Dalam Rumah Tangga dan unmet need Pelayanan
Keluarga Berencana di Kota Banda Aceh ini menunjukkan bahwa pola
penggunaan kontrasepsi berbeda antara perempuan dengan paritas tinggi
dan paritas rendah. Penggunaan kontrasepsi meningkat pada perempuan
dengan paritas tinggi. Jumlah dan jenis kelamin anak yang hidup
memiliki pengaruh besar terhadap penerimaan metode Keluarga
Berencana. Semakin banyak jumlah anak masih hidup maka akan
meningkatkan penggunaan kontrasepsi. Perempuan yang memiliki satu

13
orang anak hidup penggunaan kontrasepsi lebih rendah dibandingkan
yang memiliki dua atau lebih dari tiga orang anak. Perempuan dengan
jumlah anak yang sedikit memliki keinginan untuk medapatkan anak
dengan jenis kelamin yang berbeda.

c) Proporsi Yang Kawin (Perbandingan Yang Kawin Dengan Yang


Belum Kawin).
Perbandingan yang kawin dengan yang belum kawin
mempengaruhi fertilitas yakni semakin banyak yang melakukan
perkawinan aka akan semakin besar terjadinya fertilitas (Mantra, 2014).
Mayoritas masyarakat Jawa Timur menikah di usia 15-19 tahun, yaitu
sebesar 44,5% dan sebesar 14,1% menikah di usia 10-14 tahun
(Riskesdas, 2010). Laju perkawinan muda harus ditekan karena dapat
mengakibatkan permasalahan yang lebih kompleks, mulai dari masalah
demografi, sosial, ekonomi, kesehatan, dan masalah yang lainnya.
Penelitian yang berjudul Trend Pernikahan Dini di Kalangan
Remaja (Studi Kasus Di Kabupaten Gunung Kidul Yogyakarta Tahun
2009-2012) oleh Fitriana menunjukkan hasil analisis bahwa masyarakat
yang melakukan pernikahan dini karena pengaruh lingkungan setempat
seperti faktor ekonomi, pendidikan dan pekerjaan. Kebiasaan tersebut
makin lama makin mengakar sehingga menyebabkan sebuah tren yang
terjadi berulang-ulang. Tinggi nya angka pernikahan dini berbanding
lurus dengan angka fertilitas dan kelahiran bayi.

2) Faktor Non Demografi


a) Keadaan Ekonomi Penduduk
Pertumbuhan ekonomi harus mencerminkan pertumbuhan output
per kapita. Dengan pertumbuhan perkapita, berarti terjadi pertumbuhan
upah riil dan meningkatnya standar hidup. Dengan demikian
pertumbuhan ekonomi adalah suatu kondisi terjadinya perkembangan
GNP potensial yang mencerminkan adanya pertumbuhan output
perkapita dan meningkatnya standar hidup masyarakat (Eny, 2016).

14
Menurut teori Klasik bahwa output akan berkembang sejalan dengan
perkembangan penduduk. Adam Smith yang mempelopori teori Klasik
ini berasumsi bahwa pada masa itu lahan belum bersifat langka, modal
belum ada yang diperhitungkan, tapi hanya jumlah tenaga kerja yang
diperhitungkan. Akibatnya pertambahan penduduk dipandang sebagai
faktor yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Mengingat output
berkembang sejalan dengan perkembangan penduduk, maka waktu itu
belum berlaku konsep the law of diminishing return seperti apa yang
ditemukan oleh David Ricardo pada periode selanjutnya. Karena menurut
teori ini penduduk dianggap sebagai faktor pendorong pertumbuhan
ekonomi, maka semboyan banyak anak banyak rejeki berlaku artinya
semakin banyak anak semakin banyak tenaga kerja yang bisa dilibatkan
untuk menggarap tanah sehingga menambah output.
The law of diminishing return terungkap setelah penduduk
semakin bertambah begitu juga dengan produksi nasional, namun setelah
jaman keemasan tersebut mulai dirasakan bahwa semakin lama
penduduk semakin bertambah, sementara jumlah lahan tidak bertambah
yang menyebabkan lahan terasa semakin sempit. Setiap pekerja baru
akan mendapatkan lahan yang semakin kecil untuk digarap. Menurunnya
rasio antara lahan yang digarap dengan jumlah pekerja yang banyak akan
menimbulkan penurunan marginal product sehingga akan menurunkan
upah riil. (Eny, 2016) . unsur pokok dari sistem produksi suatu negara
ada tiga yaitu : pertama, sumberdaya alam yang tersedia, kedua,
sumberdaya manusia dan ketiga, akumulasi modal yang harus dimiliki.
Namun Smith lebih menekankan pada stok modal yang merupakan unsur
yang secara aktif menentukan tingkat output. Pertumbuhan ekonomi
berkaitan dengan kenaikan output per kapita. Ada dua sisi hal yang perlu
diperhatikan yaitu sisi output totalnya dan sisi jumlah penduduknya.
Output per kapita adalah output total dibagi dengan jumlah penduduk.
Jadi proses kenaikan output per kapita, tidak bisa tidak, harus dianalisa
dengan jalan melihat apa yang terjadi dengan output total di satu pihak,
dan jumlah penduduk dilain pihak (Boediono, 1992) dalam eny, 2016).

15
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nalasari dalam judul
Pengaruh Faktor Sosial, Ekonomi, dan Demografi Terhadap Jumlah
Anak Yang Pernah Dilahirkan Hidup Di Kecamatan Pesantren Kota
Kediri, bahwa faktor ekonomi (variabel bebas : pendapatan keluarga)
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap jumlah anak yang pernah
dilahirkan (nilai p= 0,000< α= 0,05.). Faktor demografi, dan sosial
ekonomi rumah tangga secara kausalitas dapat mempengaruhi pelayanan
KB dan Kesehatan Reproduksi. Artinya, semakin baik kondisi
demografi, dan sosial ekonomi responden maka semakin baik pula
tingkat pelayanan KB dan Kesehatan Reproduksi. Hasil ini dibuktikan
dengan besarnya peran dari masing-masing loading variabel. Seperti,
responden memiliki jumlah anak masih hidup satu orang, dengan usia
yang produktif dan didukung lagi dengan tingkat penghasilan rumah
tangga yang tergolong hampir berkecukupan walaupun tidak tergolong
kaya.
Penelitian lain yang berjudul Faktor-faktor sosial ekonomi pada
wanita yang menikah dini dalam mempengaruhi fertilitas, oleh Sefti
Normalasari, Irwan Gani, dan Siti Amalia (2018) bahwa semakin besar
penghasilan keluarga, maka akan berpengaruh terhadap besarnya jumlah
keluarga dan pola konsumsi, karena terdorong oleh tersedianya barang-
barang produk baru sehingga berdampak pada pendapatan suatu
keluarga, bertambahnya jumlah anggota keluarga tentu saja akan
menambah jumlah kebutuhan dalam memenuhi keperluan anggota
keluarga.

b) Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan adalah suatu proses yang bertujuan untuk
menambah keterampilan, pengetahuan dan meningkatkan kemandirian
maupun kepribadian seorang individu (Windi, dkk. 2014). kesempatan
perempuan untuk memperoleh pendidikan yang lebih tinggi semakin
terbuka saat ini, sehingga menyebabkan banyak perempuan yang
menunda perkawinan untuk menyelesaikan pendidikan yang diinginkan.

16
Selain itu perempuan yang berpendidikan tinggi cenderung memilih
terjun ke pasar kerja terlebih dahulu sebelum memasuki perkawinan.
Kalaupun mereka menikah pada usia muda, pengetahuan mereka tentang
alat pencegahan kehamilan cukup tinggi sehingga sebagian dari mereka
menunda kelahiran anak. Tingkat pendidikan erat kaitannya dengan
perubahan sikap, prilaku, pandangan, dan status sosial ekonomi suatu
masyarakat (Windi, dkk. 2014).
Dengan perkembangan waktu pendidikan, terutama pendidikan
wanita semakin baik dibanding dengan waktu sebelum kemerdekaan.
Wanita yang memperoleh kesempatan pendidikan tidak hanya di daerah
perkotaan saja, namun juga dialami wanita di daerah pedesaan. Tinggi
rendahnya tingkat pendidikan akan mempengaruhi umur perkawinan
pertama, yang pada akhirnya akan mempengaruhi fertilitas. Wanita yang
tingkat pendidikannya lebih tinggi umumnya umur perkawinan pertama
juga tinggi dan pada akhirnya akan mempengaruhi jumlah anak yang
dilahirkan yang akan lebih sedikit. Tingkat pendidikan dalam
mempengaruhi fertilitas adalah secara tidak langsung, akan tetapi melalui
variabel lain yang berkaitan secara langsung dengan fertilitas, yakni
umur kumpul pertama (Windi, dkk. 2014).
Penelitian yag dilakukan oleh Sinaga et,al (2017) yang berjudul
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Fertilitas Di Perdesaan
(Studi pada Desa Pelayangan Kecamatan Muara Tembesi Kabupaten
Batanghari) menunjukkan hasil bahwa nilai F-hitung 35,88 dengan
signifikansi = 0,000 maka Ha diterima dan Ho ditolak. Artinya secara
simultan variabel independent yaitu pendapatan, pendidikan dan usia
kawin pertama secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap
fertilitas. Bagi seorang wanita semakin tinggi pendidikan yang
ditempuhnya akan semakin mengurangi masa reproduksi yang akan
dilaluinya dan semakin tinggi umur dalam menempuh usia kawin
pertamanya. Hal ini menyebabkan akan semakin kecil kemampuan
fekunditas dari seorang wanita untuk melahirkan. Sebaliknya apabila
tingkat pendidikan rendah akan mendorong seorang wanita untuk

17
memulai usia kawin pertamanya dalam usia yang masih sangat
muda, hal ini pada gilirannya akan menyebabkan masa reproduksi
yang dilaluinya semakin panjang dan akan semakin tinggi masa
fekunditas dan fertilitas yang dapat dilaluinya.

c) Perbaikan Status Perempuan


Status perempuan menentukan otoritasnya dalam bertindak dan
mengambil keputusan, termasuk dalam hal reproduksi. Peran mereka
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pekerjaan, keberdayaan dalam
pengambilan keputusan keluarga, tingkat kebebasan dalam bertindak,
umur menikah dan kedudukan dalam hukum (Desy, 2012).
Artikel yang berjudul Status Wanita dalam Perspektih Kajian
Studi Kependudukan oleh I.B Wirawan, bahwa meningkatnya perhatian
terhadap status wanita di negara-negara sedang berkembang karena
adanya isu status wanita yang dalam studi kependudukan bermula dari
asumsi dasar bahwa penurunan fertilitas hanya akan efektif jika status
wanita dapat ditingkatkan melalui pendidikan dan pekerjaan di luar batas
domestiknya. Meskipun anggapan atau pandangan tersebut tidak
sepenuhnya benar namun terlepas dari itu, studi-studi kependudukan
yang banyak dikaitkan dengan status wanita, selalu merefleksikan studi
tentang fertilitas dan faktor-faktor yang berhubungan dengan otonomi
dan aktivitas wanita. Wanita dapat mempengaruhi aturan-aturan fertilitas,
dalam arti otonomi wanita dapat meningkatkan akses mereka untuk
mem-peroleh pengetahuan modern (pendidikan) yang akan
memungkinkan dan memudahkan mereka menjadi inovatif. Semakin
intens interaksi dan derajat keintiman di antara pasangan (suami-istri),
akan dapat berpengaruh terhadap pemilihan dan penggunaan kontrasepsi,
melalui pemberian perhatian khusus terhadap peran dan kesejahteraan
wanita pasangannya.

d) Urbanisasi

18
Urbanisasi menjadi suatu gejala sosial yang menarik perhatian
dewasa ini. Urbanisasi biasanya diartikan secara kuantitatif sebagai
proses berpindahnya penduduk dari daerah pedesaan ke kota.Gerak
penduduk dari desa ke kota sering dipandang sebagai suatu masalah yang
merisaukan (Prasodjo, 2018). Hal ini disebabkan oleh cara memandang
masalah urbanisasi dari sudut daya dukung ekonomis kota terhadap
pendatang baru. Pertambahan fasilitas pendidikan, kesehatan dan
lapangan kerja baru tidak sepadan dengan pertambahan penduduk,
karena arus urbanisasi di samping pertambahan secara alamiah.
Salah satu faktor pemicu urbanisasi adalah perbedaan
ketidakmerataan fasilitas pembangunan antara daerah pedesaan dan
perkotaan. Sebagai akibatnya kota menjadi faktor penarik bagi para
migran untuk mencari pekerjaan dan penghidupan yang lebih layak.
Secara demikian urbanisasi dapat dipandang sebagai suatu proses
perubahan yang wajar dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
penduduk. Secara kualitatif urbanisasi berarti proses pengkotaan atau
semakin berubahnya lingkungan hidup manusia menjadi bercirikan
kehidupan kota (Prasodjo, 2018). Pembangunan tidak akan terjadi tanpa
urbanisasi demikian pula sebaliknya. Urbanisasi tidak hanya merupakan
akibat, tapi juga sebab dari pembangunan ekonomi. Urbanisasi dapat
dianggap sebagai prakondisi untuk modernisasi dan pembangunan.
Apabila kota dianggap merupakan prakondisi untuk modernisasi dan
pembangunan, maka arus urbanisasi dapat dipandang sebagai faktor yang
berpengaruh terhadap pembangunan manusia. Urbanisasi mempengaruhi
angka fertilitas karena semakin tinggi angka urbanisasi semakin tinggi
angka fertilitas (Prasodjo, 2018).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rendi Arialdi, Said
Muhammad (2016) yang berjudul Pengaruh Urbanisasi, Penddikan, dan
Pendapatan terhadap Tingkat Fertilitas di Lima Kota Provinsi Aceh
menunjukkan hasil bahwa urbanisasi berpengaruh positif dan signifikan
terhadap tingkat fertilitas, dikarenakan penduduk yang tinggal di daerah
kota memiliki mindset yag tidak jauh berbeda dengan penduduk desa dan

19
penduduk desa yang pindah ke kota adalah penduduk desa yang miskin
dan berpendidikan rendahsehingga perilaku di kota masih berciri desa,
hal ini mengakibatkan fertilitas di daerah perkotaan akan tetap meningkat
seiring dengan meningkatnya urbanisasi. Berbeda lagi pada negara maju
di Ghana, China dan di Beberapa negara Asia yang menunjukkan bahwa
urbanisasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap fertilitas. Selain
itu, pendapatan (PT) memengaruhi jumlah fertilitas secara negatif dan
signfikan, yang dapat diartikan bahwa meningkatnya pendapatan akan
berdampak pada penurunan angka kelahiran.

2.4 Pasangan Usia Subur


Pasangan usia subur berkisar antara usia 20-45 tahun dimana pasangan
(laki laki dan perempuan) sudah cukup matang dalam segala hal terlebih organ
reproduksinya sudah berfungsi dengan baik. Ini dibedakan dengan perempuan
usia subur yang berstatus janda atau cerai. Pada masa ini pasangan usia subur
harus dapat menjaga dan memanfaatkan reprduksinya yaitu menekan angka
kelahiran dengan metode keluarga berencana sehingga jumlah dan interval
kehamilan dapat diperhitungkan untuk meningkatkan kualitas reproduksi dan
kualitas generasi yang akan datang. (BKKBN, 2011).
Pada usia 20-45 tahun wanita usia subur ini berlangsung lebih cepat dari
pria. Puncak kesuburan pada wanita terjadi pada rentang usia 20-29 tahun. Pada
usia ini wanita memiliki kesempatan 95% untuk hamil, pada usia 30 tahun
wanita presentase menurun hingga 90%, sedagkan usia 40 tahun hanya memiliki
presentase 10% untuk hamil.

2.5 Pendidikan
Tingkat pendidikan dianggap sebagai salah satu variabel yang penting
dalam melihat variasi tingkat fertilitas. Karena variabel ini banyak berperan
dalam perubahan status, sikap dan pandangan hidup mereka di dalam
masyarakat. Pendidikan istri merupakan faktor sosial paling penting dalam
analisis demografi misalnya dalam usia kawin pertama, fertilitas dan mortalitas.
Selain itu, pendidikan juga memberikan kesempatan yang lebih luas kepada

20
wanita untuk lebih berperan dan ikut serta dalam kegiatan ekonomi. Sehingga
faktor tersebut akhirnya mempengaruhi tingkah laku reproduksi wanita karena
diharapkan pendidikan berhubungan negatif dengan fertilitas (Saleh, 2010).
Semakin tinggi tingkat pendidikan istri atau wanita cenderung untuk
merencanakan jumlah anak yang semakin sedikit. Keadaan ini menunjukkan
bahwa wanita yang telah mendapatkan pendidikan lebih baik cenderung
memperbaiki kualitas anak dengan cara memperkecil jumlah anak, sehingga
akan mempermudah dalam perawatannya, membimbing dan memberikan
pendidikan yang lebih layak (Todaro, 2003).
Pendidikan dianggap sebagai input dan output perubahan demografi,
pendidikan yang tinggi sering kali mendorong kesadaran orang untuk tidak
memiliki banyak anak. Dengan pendidikan yang tinggi seseorang cenderung
memilih untuk mempunyai anak dalam jumlah kecil tetapi bermutu, 11
dibanding dengan memiliki banyak anak tetapi tidak terurus. Disisi lain fertilitas
juga memberi kesempatan kepada pemerintah dan para orang tua untuk lebih
memperhatikan anak. Mungkin bukan faktor dominan, tetapi tidak dapat
disangkai bahwa jumlah anak berpengaruh terhadap besar kecilnya peluang
seorang anak untuk menempuh pendidikan. Wanita dengan pendidikan yang
cukup tinggi diharapkan mau menerima pemikiran tentang keluarga kecil. Dan
untuk mencapai keluarga kecil dengan kualitas anak yang baik mereka
mengikuti program KB (Aditomo, 2010).
Menurut Simanjuntak (dalam Hendry, 2009), pendidikan merupakan
faktor penting dalam pengembangan sumberdaya manusia, sebab pendidikan
tidak saja menambah pengetahuan tetapi juga meningkatkan keterampilan kerja.
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pendidikan yaitu
sebuah proses pembelajaran bagi setiap individu untuk mencapai pengetahuan
dan pemahaman yang lebih tinggi mengenai obyek tertentu dan spesifik. Jadi
pada dasarnya pendidikan merupakan sistem yang terdiri dari berbagai
komponen yang berinteraksi. Komponen tersebut menyangkut faktor teknis
(instrumental factor) maupun faktor lingkungan (environmental factor).
Tingkat pendidikan ibu dianggap sebagai salah satu variabel yang
penting dalam melihat variasi tingkat fertilitas karena variabel ini banyak

21
berperan dalam perubahan status, sikap, dan pandangan hidup seseorang di
dalam 20 masyarakat. Pendidikan ibu merupakan faktor sosial paling penting
dalam analisis demografi, misalnya dalam usia kawin pertama, status
pernikahan, dan komposisi umur. Selain itu, pendidikan memberikan
kesempatan yang lebih luas kepada wanita untuk lebih berperan dan ikutserta
dalam kegiatan ekonomi Saleh (dalam Endru Setia Adi, 2010). Menurut
Aditomo (2010), ibu yang memiliki status pendidikan yang tinggi pada
umumnya cenderung merencanakan jumlah anak yang semakin sedikit,
pendidikan yang tinggi seringkali mendorong kesadaran ibu untuk tidak
memiliki banyak anak. Dengan pendidikan yang tinggi seorang ibu memilih
untuk mempunyai anak dalam jumlah sedikit tetapi berkualitas sehingga akan
mempermudah dalam merawat, membimbing, dan memberikan pendidikan yang
lebih layak.

2.6 Pemakaian Alat Kontrasepsi


Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti mencegah atau melawan
dan konsepsi yang berarti pertemuan antara sel telur (sel wanita) yang matang
dan sel sperma (sel pria) yang mengakibatkan kehamilan. Jadi, kontrasepsi
adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat
pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma.
Pasangan suami istri yang sudah menikah atau telah lama menikah dan
ingin menunda kehamilan dengan berbagai alasan tertentu, biasanya wanita akan
melakukan atau mengikuti anjuran program dalam Keluarga Berencana dengan
menggunakan alat kontrasepsi yang menurutnya aman untuk digunakan. Dalam
menggunakan alat kontrasepsi, seorang wanita dituntut untuk bijaksana dan
pintar untuk memilih alat kontrasepsi yang aman digunakan sesuai dengan
tujuan dalam mengatur dan membatasi fertilitas. Hal ini meliputi keuntungan,
kerugian, efek samping, dan kontra indikasi dari penggunaan alat kontrasepsi
tersebut. Berikut beberapa macam alat kontrasepsi yang bisa digunakan dan
menjadi pilihan: 1) Susuk KB; 2) IUD/Spiral; 3) Pil KB; 4) Kondom; dan 5)
Suntik.

22
Wanita yang menggunakan alat kontrasepsi dalam jangka waktu yang
cukup lama secara langsung akan membatasi jumlah anak yang dilahirkan,
artinya jumlah anak yang akan dilahirkan lebih sedikit, sebaliknya untuk wanita
yang tidak menggunakan alat kontrasepsi akan cenderung mempunyai anak yang
lebih banyak. Pada umumnya pasangan suami istri yang belum mendapatkan
pekerjaan yang layak dan pendapatan yang cukup untuk membiayai semua
kebutuhan anaknya cenderung untuk membatasi jumlah anak dan
memperpanjang jarak kelahiran melalui penggunaan alat kontrasepsi. Hal ini
dikarenakan kemampuan ataupun keinginan untuk memiliki seorang anak
berhubungan erat dengan kondisi ekonomi dan lingkungan sosial orangtua yang
bersangkutan.
Tujuan dari pelaksanaan program KB menurut Widiyanti (dalam Endru
Setia Adi, 2013), antara lain:
a. Membentuk keluarga kecil sesuai dengan kekuatan sosial ekonomi suatu
keluarga dengan cara pengaturan kelahiran anak agar tercipta keluarga
bahagia dan sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya;
b. Mengatur kelahiran, pendewasaan usia kawin, serta peningkatan ketahanan
dan kesejahteraan keluarga;
c. Memperbaiki kesehatan dan kesejahteraan ibu, anak, keluarga dan bangsa,
mengurangi angka kelahiran untuk menaikkan taraf hidup rakyat dan
bangsa, memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan KB yang
berkualitas (termasuk upaya-upaya menurunkan angka kematian ibu, bayi
dan anak), serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi.

2.7 Penelitian Terdahulu


Penelitian yang dilakukan oleh Evata Maharani dkk tahun 2018 berjudul
“Pengaruh Pendidikan, Usia Kawin Pertama, dan Lama Penggunaan Alat
Kontrasepsi Terhadap Fertilitas di Kecamatan Buayan Kabupaten Kebumen
Tahun 2017”. Variabel pendidikan dan lama penggunaan alat kontrasepsi
mempengaruhi fertilitas wanita usia subur di Desa Semampir sedangkan usia
kawin pertama dan lama penggunaan alat kontrasepsi mempengaruhi fertilitas
wanita usia subur di Desa Semampir.

23
24
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif
kuantitatif dengan tabulasi tunggal untuk memberikan gambaran umum tentang
karakteristik dari responden, serta tabulasi silang dan analisis statistik untuk
mengetahui hubungan variabel bebas (independent) dengan variabel terikat
(dependent). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah fertilitas, sedangkan
variabel bebas adalah pendidikan dan pemakaian alat kontrasepsi.
Data-data yang digunakan adalah data primer dan sekunder, dimana data
primer didapatkan dari hasil penelitian di lapangan seperti observasi, wawancara,
dan juga kuesioner. Sedangkan data sekunder didapatkan dari pengumpulan data-
data terkait yang diambil dari penelitian-penelitian sebelumnya, publikasi online
lembaga-lembaga kependudukan, atau dari pemerintah wilayah setempat.

3.2 Diagram Alir Penelitian

Identifikasi Masalah

Pembuatan Instrumen
Penelitian

Pengumpulan data

Kuesioner Observasi

Analisis Data :
1. Tabulasi Tunggal
2. Tabulasi Silang
3. Uji Korelasi

Laporan Hasil
Penelitian

25
3.3 Populasi dan Sampel
a. Populasi dan Sampel Wilayah
Populasi wilayah dalam penelitian ini adalah keseluruhan
wilayah yang berada dalam administrasi Desa Wringinsongo,
Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang. Sampel wilayah diambil
menggunakan metode purposive sampling yakni memilih wilayah
secara cermat dan selektif dengan mempertimbangkan karakteristik
wilayah yang dapat menunjang penelitian seperti wilayah dengan
tingkat fertilitas paling tinggi.
b. Populasi dan Sampel Responden
Populasi responden dalam penelitian ini adalah seluruh wanita
pernah kawin di Desa Wringinsongo, Kecamatan Tumpang, Kabupaten
Malang. Sampel diambil secara acak atau menggunakan metode Quota
Sampling dengan jumlah sampel sebanyak 30, dimana Desa
Wringinsongo memiliki 2 dusun dan pada masing-masing dusun
diambil 15 sampel.

3.4 Teknik Pengumpulan Data


a. Kuesioner
Kuesioner digunakan untuk mengetahui identitas responden,
kondisi sosial ekonomi responden, tingkat pendidikan responden, dan
partisipasi responden dalam pengguanaan alat kontrasepsi secara
kuantitatif.
b. Observasi
Observasi digunakan untuk pengamatan secara langsung di lokasi
penelitian. Observasi bertujuan untuk mendapatkan informasi secara
langsung mengenai aktivitas, masalah, serta fenomena yang ada di
lapangan. Observasi digunakan untuk mengenali karakteristik wilayah
secara mendalam.

26
3.5 Sumber Data
a. Data Primer
Data primer merupakan sumber data yang diperoleh langsung
dari sumber asli yakni didapat dari hasil kuesioner, wawancara, dan
observasi lapangan. Data primer pada penelitian ini mencakup
informasi mengenai identitas responden, tingkat pendidikan responden,
dan partisipasi responden dalam pengguanaan alat kontrasepsi.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak
langsung atau didapatkan dari pihak-pihak tertentu atau melalui media
perantara seperti website. Data sekunder yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data dari lembaga kependudukan seperti BPS dan
BKKBN, pemerintah Desa Wringinsongo, dan juga penelitian-
penelitian terdahulu (skripsi, thesis, jurnal)

3.6 Analisis Data


a. Tabulasi Tunggal dan Tabulasi Silang
Tabulasi tunggal digunakan untuk melihat karakteristik masing-
masing variabel, menghitung distribusi, frekuensi data dan rata-rata
kategori. Tabulasi silang untuk melihat karakteristik masing-masing
variabel, menghitung distribusi, frekuensi data, dan rata-rata kategori
variabel terikat. Tabulasi silang untuk mencari kecenderungan
keterkaitan antara variabel bebas dan variabel terikat. Analisis data
tersebut disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan dihitung
rata-ratanya.
b. Uji Korelasi
Uji korelasi dilakukan menggunakan metode spearman dengan
menggunakan software SPSS. Metode Spearman yakni menguji dugaan
tentang adanya hubungan antara variabel apabila datanya berskala
ordinal (rangking). Metode korelasi rangking spearman adalah metode
yang digunakan untuk skala ordinal atau rangking dan bebas distribusi
(nonparametric).

27
Nilai korelasi rangking spearman berada diantara -1 sampai
dengan 1. Apabila nilai korelasi yang didapatkan adalah = 0 berati
hubungan antara variabel Y dan X yang dibangun tidak memiliki
korelasi. Jika r bernilai positif, maka untuk variabel Y bernilai naik
maka variabel X akan bernilai naik pula. Sebaliknya, apabila r bernilai
negative, maka jika variabel Y bernilai naik maka variabel Y akan
bernilai turun.

28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Lokasi Penelitian


Kondisi lokasi penelitian terdiri dari kondisi fisik dan kondisi
kependudukan. Kondisi fisik adalah kondisi yang berhubungan dengan
kenampakan lingkungan fisik lokasi penelitian seperti batas-batas wilayah,
kondisi tanah, iklim, dan lain sebagainya. Kondisi kependudukan adalah kondisi
yang berhubungan dengan manusia yang ada didalamnya, seperti jumlah
penduduk, pendidikan, ekonomi, sosial budaya, dan lain sebagainya.

4.1.1 Kondisi Fisik


Desa Wringinsongo merupakan salah satu desa yang berada di
Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang. Secara administrative Desa
Wringinsongo terbagi menjadi 2 dusun yaitu Dusun Nongkosongo dan Dusun
Sumberingin. Desa Wringinsongo terdiri dari 29 RW dan 35 RT dengan rata-rata
jumlah RT per RW adalah 4. Berdasarkan data BPS Desa Wringinsongo terletak
pada 7,5984 LS – 112,4477 BT. Jarak desa ke kantor yang membawahi sejauh 2
km, kantor kabupaten/kota yang membawahi 16 km, dan ibukota kabupaten/kota
lain yang terdekat 16 km. Berikut merupakan perbatasan secara administratif
Desa Wringinsongo.
Sebelah timur : Desa Jeru, Kecamatan Tumpang
Sebelah barat : Desa Slamet, Kecamatan Tumpang
Sebelah utara : Desa Sukoanyar, Kecamatan Pakis
Sebelah selatan : Desa Bokor, Kecamatan Tumpang
Berdasarkan peta jenis tanah RPJM Kabupaten Malang tahun 2011-2015
Desa Wringinsongo memiliki jenis tanah latosol coklat kemerahan. Desa
Wringinsongo yang merupakan bagian barat dari Kecamatan Tumpang
merupakan daerah pertanian sawah yang potensial untuk mengembangakan
peternakan ayam ras, sapi perah, serta tanaman jahe. Lahan Desa Wringinsongo
adalah lahan persawahan yang didominasi oleh tanaman padi, palawija, jagung,
dan ubi-ubian. Luas lahan Desa Wringinsongo, yaitu 138,50 ha dengan

29
persentase terhadap luas Kecamatan Tumpang sebesar 1,79%. Desa
Wringinsongo memiliki lahan sawah seluas 101,13 ha, dan lahan kering seluas
37,37 ha. Luas lahan kering terbagi menjadi permukiman/pekarangan seluas
20,68 ha, tegal/kebun seluas 9,07 ha, perkebunan seluas 1,1 ha, dan lainnya
seluas 6,52 ha.
Topografi Desa Wringinsongo tergolong datar dengan ketinggian 597
mdpl. Suhu minimum dan maksimum Desa Wringinsongo berkisar antara 20-
29°C dengan curah hujan mencapai 1300 mm/tahun. Desa Wringinsongo yang
merupakan bagian dari Kecamatan Tumpang memiliki debit air lebih dari 200
liter/detik (RPJM Kabupaten Malang 2011-2015). Hal tersebut juga ditunjang
oleh adanya sumber yang disebut dengan Sumberingin. Adanya sumber yang
kemudian dijadikan pemandian tersebut menjadikan Desa Wringinsongo
memiliki potensi dibidang pariwisata.

4.1.2 Kondisi Kependudukan


Mayoritas masyarakat Desa Wringinsongo memeluk Agama Islam,
dimana mushola yang digunakan sebagai sarana ibadah mudah ditemui.
Berdasarkan data BPS, Desa Wringinsongo memiliki 11 mushola dan 3 masjid.
Selain sarana ibadah Desa Wringinsongo juga memiliki sarana kegiatan
ekonomi. Sarana kegiatan ekonomi tersebut adalah adanya 3 unit koperasi yang
meliputi 2 koperasi simpan pinjam dan 1 unit Koperasi Unit Desa (KUD). Desa
Wringinsongo belum memiliki pasar sebagau sarana kegiatan ekonomi.
Masyarakat Desa Wringinsongo yang ingin menjual hasil bumi menggunakan
perantara penebas atau pengepul untuk kemudian didistribusikan kepada
pedagang. Pasar terdekat dengan Desa Wringinsongo adalah Pasar Tumpang
yang berjarak 2 km. Distribusi hasil bumi Desa Wringinsongo berlansung pada
saat hasil bumi dipanen, sedangkan untuk kegiatan transaksi di Pasar Tumpang
berlangsung setiap hari.
Fasilitas pendidikan di Desa Wringinsongo meliputi Taman Kanak-
Kanak dan Sekolah Dasar. Berdasarkan data BPS banyaknya fasilitas pendidikan
terdiri dari 1 Taman Kanak-Kanak swasta, 2 Sekolah Dasar/sederajat negeri,
sedangkan untuk Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah

30
Umum/sederajat belum tersedia (BPS, 2018). Sarana kesehatan Desa
Wringinsongo meliputi 3 posyandu dan 1 polindes, sedangkan untuk rumah
sakit, rumah sakit bersalin, poliklinik, dan psukesmas belum tersedia (BPS,
2018). Bidang perindustrian yang dimiliki oleh Desa Wringinsongo terdari dari
kayu sebanyak 1 unit, anyaman/gerabah/keramik sebanyak 12 unit, dan makanan
sebnayak 2 unit. Selain itu pada bidang pertambangan Desa Wringinsongo
memiliki 8 unit usaha penambangan/penggalian.
Desa Wringinsongo memiliki penduduk sebanyak 2062 jiwa pada tahun
2019. Penduduk di Desa Wringinsongo didominasi oleh penduduk laki-laki,
baik di Dusun Sumberingin maupun Dusun Nongkosongo. Perbedaan jumlah
antara penduduk laki-laki dan perempuan tidak terpaut dengan sex ratio sebesar
103,2%. Dusun Sumberingin memilikisex ratio sebesar 102,4% dan Dusun
Nongkosongo memiliki sex ratio sebesar 104%. Rincian data penduduk Desa
wringinsongo dijabarkan sebagai berikut. Penduduk Desa Wringinsongo
mayoritas berada pada usia produktif, dengan dependency ratio sebesar 54,9%
untuk Dusun Sumberingin dan 47,6% untuk Dusun Nongkosongo. Data
penduduk di Desa Wringinsongo per Dusun berdasarkan kelompok umur dan
jenis kelamin dijabarkan sebagai berikut.

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis


Kelamin di Dusun Sumberingin
Jenis Kelamin
No Kelompok Umur Jumlah
L P
1 0 - 4 Tahun 22 38 60
2 5 - 9 Tahun 49 38 87
3 10 - 14 Tahun 40 41 81
4 15 - 19 Tahun 28 30 58
5 20 - 24 Tahun 33 35 68
6 25 - 29 Tahun 41 40 81
7 30 - 34 Tahun 43 38 81
8 35 - 39 Tahun 49 42 91
9 40 - 44 Tahun 31 30 61
10 45 - 49 Tahun 45 45 90
11 50 - 54 Tahun 59 45 104
12 55 - 59 Tahun 32 37 69
13 >60 Tahun 79 79 158

31
Total 551 538 1089
Sumber : Hasil Survey Lapangan, 2019

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis


Kelamin di Dusun Nongkosongo
Jenis Kelamin
No Kelompok Umur Jumlah
L P
1 0 - 4 Tahun 22 34 56
2 5 - 9 Tahun 33 45 78
3 10 - 14 Tahun 32 39 71
4 15 - 19 Tahun 43 32 75
5 20 - 24 Tahun 40 48 88
6 25 - 29 Tahun 40 36 76
7 30 - 34 Tahun 37 29 66
8 35 - 39 Tahun 36 44 80
9 40 - 44 Tahun 40 38 78
10 45 - 49 Tahun 40 34 74
11 50 - 54 Tahun 41 29 70
12 55 - 59 Tahun 28 24 52
13 >60 Tahun 64 45 109
Total 496 477 973
Sumber : Hasil Survey Lapangan, 2019

Penduduk di Desa Wringinsongo cukup banyak yang mampu menempuh


pendidikan hingga perguruan tinggi, namun tetap saja mayoritas penduduk
masih memiliki pendidikan terakhir di tingkat SD. Terdapat 50% dari
keseluruhan penduduk di Dusun Sumberingin hanya menamatkan pendidikan
hingga tingkat SD, dan 58,8% dari keseluruhan penduduk di Dusun
Nongkosongo yang hanya menamatkan pendidikan hingga tingkat SD. Hal ini
menandakan masih kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya
pendidikan, dan perlunya pemerintah meningkatkan akses pendidikan di Desa
ini. Data penduduk di Desa Wringinsongo per Dusun berdasarkan kelompok
umur dan jenis kelamin dijabarkan sebagai berikut.

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan


Tingkat Pendidikan di Dusun Sumberingin
Tingkat Pendidikan
Kelompok
No Tidak
Umur SD/MI SLTP SLTA PT
Sekolah
1 0 - 4 Tahun 12 5 0 1 1

32
2 5 - 9 Tahun 8 38 1 0 0
3 10 - 14 Tahun 2 47 22 3 0
4 15 - 19 Tahun 2 19 15 36 2
5 20 - 24 Tahun 0 9 20 37 5
6 25 - 29 Tahun 1 23 28 23 10
7 30 - 34 Tahun 0 26 25 20 7
8 35 - 39 Tahun 1 31 33 26 1
9 40 - 44 Tahun 0 34 24 7 4
10 45 - 49 Tahun 0 58 27 11 2
11 50 - 54 Tahun 0 46 23 12 4
12 55 - 59 Tahun 0 48 6 15 1
13 >60 Tahun 5 121 10 8 3
Total 31 505 234 199 40
Sumber : Hasil Survey Lapangan, 2019

Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan


Tingkat Pendidikan di Dusun Nongkosongo
Tingkat Pendidikan
Kelompok
No Tidak
Umur SD/MI SLTP SLTA PT
Sekolah
1 0 - 4 Tahun 0 2 3 0 0
2 5 - 9 Tahun 0 48 2 0 0
3 10 - 14 Tahun 0 46 18 0 0
4 15 - 19 Tahun 0 17 21 38 2
5 20 - 24 Tahun 1 21 32 29 1
6 25 - 29 Tahun 1 26 27 18 3
7 30 - 34 Tahun 0 42 12 13 3
8 35 - 39 Tahun 2 44 20 7 1
9 40 - 44 Tahun 2 45 14 10 2
10 45 - 49 Tahun 0 49 16 9 2
11 50 - 54 Tahun 2 47 8 11 1
12 55 - 59 Tahun 1 40 3 1 1
13 >60 Tahun 6 89 11 5 2
Total 15 516 187 141 18
Sumber : Hasil Survey Lapangan, 2019

4.2 Karakteristik Responden


Secara umum kondisi fertilitas di Desa Wringinsongo didominasi oleh
jumlah anak lahir hidup, yaitu sebanyak 2 anak. Tingkat fertilitas tersebut dikaji
berdasarkan tingkat pendidikan dan lama pemakaian alat kontrasepsi. Mayoritas
wanita pernah kawin sebagai akseptor KB di lokasi penelitian memiliki

33
pendidikan yang rendah, yaitu hanya pada tingkat SD, SMP, dan SMA dan tidak
melanjutkann ke jenjang yang lebih tinggi. Sebagaian besar dari wanita tersebut
tidak memiliki pilihan untuk melanjutkan sekolah karena factor ekonomi
sehingga timbul pilihan untuk melakukann pernikahan.
Selain tingkat pendidikan lama penggunaan alat kontrasepsi dalam hal ini
adalah dengan cara berKB juga mempengaruhi fertilitas. Wanita yang
menggunakan alat kontrasepsi cenderung memiliki anak lahir hidup yang lebih
sedikit, jika dibandingkan dengan wanita yang tidak menggunakan alat
konrtrasepsi. Lama penggunaan alat kontrasepsi di Desa Wriginsongo juga
memiliki jangka waktu yang beragam dengan dominasi alat kontrasepsi KB jenis
suntik dan pil.

4.2.1 Fertilitas
Fertilitas dapat diartikan sebagai kemampuan seorang wanita untuk
melahirkan atau dalam demografi dinyatakan dengan banyaknya anak lahir
hidup. Tinggi rendahnya angka fertilitas bergantung pada beberapa factor seperti
tingkat pendidikan, usia kawin pertama, dan penggunaan alat kontrasepsi.
Tingkat fertilitas di Desa Wringinsongo dijabarkan sebagai berikut.

Tabel 4.5 Jumlah dan Presentase Responden Menurut Fertilitas di Desa


Wringinsongo

No Anak Lahir Hidup Jumlah Presentase


1 1 6 20
2 2 17 57
3 ≥3 7 23
Total 30 100
Sumber : Olahan Data Primer, 2020

Berdasarkan Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa fertilitas dari mayoritas 30


responden wanita pernah kawin memiliki jumlah 2 anak lahir hidup dengan
persentase sebesar 57% atau berjumlah 17 responden. Jumlah anak lahir hidup
terendah adalah 1 anak dengan persentase sebesar 20% atau berjumlah 6
responden, sedangkan 7 responden lain memiliki anak lahir hidup lebih dari 3
atau sebesar 23%.

34
Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada lokasi penelitian didominasi
oleh wanita dengan anak lahir hidup sebanyak 2 anak, dimana sampel tersebut
dapat menggambarkan keseluruhan populasi. Dominasi jumlah anak lahir hidup
sebanyak 2 anak tersebut dapat dipengaruhi oleh penggunaan alat kontrasepsi,
mengingat lokasi penelitian yang merupakan kampung KB. Penggunaan alat
kontrasepsi yang diterapkan pada kampung KB tersebut bertujuan untuk
menekan jumlah anak lahir hidup sebanyak 2 anak oleh seorang wanita. Maka
dapat disimpulkan bahwa adanya kampung KB dengan penerapan penggunaan
alat kontrasepsi berhasil menekan angka fertilitas dengan jumlah anak lahir
hidup oleh wanita.

4.2.2 Pendidikan
Tingkat pendidikan erat kaitannya dengan cara berpikir, berperilaku, dan
status sosial ekonomi seseorang. Tingkat pendidikan turut mempengaruhi tingkat
fertilitas, dimana tingkat pendidikan tersebut adalah salah satu faktor pendorong
kesejahteraan. Wanita yang menempuh pendidikan dalam jangka waktu yang
lama akan menyebabkan tertundanya perkawinan dan memberikan pilihan antara
bekerja atau membesarkan anak. Pendidikan yang tinggi cenderung memberikan
kehidupan ekonomi yang lebih terjamin, sehingga fertilitas juga akan tergolong
rendah.
Tingkat pendidikan adalah salah satu faktor yang berkaitan dengan
pengetahuan wanita mengenai manfaat dan tujuan program keluarga berencana,
yaitu dengan cara pengaturan kelahiran yang dapat menekan tingkat fertilitas
dan meningkatkan kualitas seseorang. Tingkat pendidikan wanita di Desa
Wringinsongo dijabarkan sebagai berikut.

Tabel 4.6 Jumlah dan Presentase Responden Menurut Pendidikan di Desa


Wringinsongo

No Pendidikan Jumlah Presentase


1 6 tahun 12 40
2 9 tahun 12 40
3 12 tahun 6 20
Total 30 100
Sumber : Olahan Data Primer, 2020

35
Berdasarkan Tabel 4.6 dapat diketahui bahwa wanita dengan pendidikan
6 tahun dan 9 tahun mendominasi lokasi penelitian dengan persentase 40% dan
berjumlah 12 responden, sedangkan wanita yang menempuh pendidikan selama
12 tahun sebanyak 6 responden dan memiliki persentase sebesar 20%. Hal
tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar wanita di lokasi penelitian hanya
lulus pendidikan pada tingkat SD dan SMP, dengan lulusan SMA yang juga
tidak terlalu banyak.
Desa Wringinsongo didominasi oleh wanita dengan pendidikan pada
tingkat SD, SMP, dan SMA saja. Berdasarkan data mengenai 30 responden tidak
ditemukan satupun wanita yang menempuh atau lulus pendidikan tinggi.
Rendahnya pendidikan wanita di lokasi penelitian disebabkan oleh tidak adanya
pilihan untuk melanjutkan sekolah karena factor ekonomi. Wanita yang telah
lulus sekolah dihadapkan pada pilihan untuk melakukan pernikahan.
Wanita yang memperoleh kesempatan pendidikan yang lebih tinggi
umumnya memiliki umur perkawinan yang juga tinggi dan pada akhirnya
mempengaruhi jumlah anak lahir hidup yang sedikit. Pendidikan sebagai
variable sosial ekonomi memiliki pengaruh yang tidak langsung terhadap
fertilitas, dimana semakin tinggi pendidikan seorang wanita maka akan semakin
mengurangi masa reproduksi dan usia kawinnya, sebaliknya jika pendidikan
yang rendah akan menyebabkan panjangnya masa reproduksi dan semakin tinggi
fertilitasnya.

4.2.3 Pemakaian Alat Kontrasepsi


Langkah yang dapat ditempuh untuk menanggulangi laju pertumbuhan
penduduk yang tinggi adalah dengan cara kontrasepsi. Program KB adalah salah
satu upaya pemerintah untuk mengatasi masalah kependudukan. Keluarga
Berencana (KB) sebagai cara kontrasepsi digunakan untuk mengatur jarak
kelahiran, membatasi jumlah kelahiran, dan berfungsi mencegah terjadinya
kehamilan. Penggalakan program KB di Desa Wringinsongo dapat dikatakan
berhasil dilihat dari jumlah anak lahir hidup sebanyak 2 anak yang

36
mendominasi. Jumlah dan persentase wanita pengguna alat kontrasepsi di Desa
Wringinsongo dijabarkan pada sebagai berikut.

Tabel 4.7 Jumlah dan Presentase Responden Menurut Pemakaian Alat


Kontrasepsi di Desa Wringinsongo Tahun 2019

No Lama penggunaan Jumlah Presentase


1 1-7 Tahun 13 43
2 8-14 tahun 10 33
3 15-21 tahun 7 23
Total 30 100
Sumber : Olahan Data Primer, 2020

4.3 Hubungan Antara Pendidikan, Pemakaian Alat Kontrasepsi, dan


Fertilitas di Desa Wringinsongo
Tinggi rendahnya fertilitas berhubungan dengan beberapa faktor,
diantaranya adalah pendidikan dan pemakaian alat kontrasepsi wanita pernah
kawin. Pendidikan dan pemakaian alat kontrasepsi memiliki hubungan yang
berbeda dengan fertilitas, dimana pendidikan meiliki keterkaitan tidak langsung
sedangkan pemakaian alat kontraspesi memiliki keterkaitan langsung. Hubungan
antara pendidikan dan pemakaian alat kontrasepsi dengan fertilitas memiliki
kekuatan hubungan yang berbeda pada setiap individu. Bagitupun wanita pernah
kawin di Desa Wringinsongo memiliki karakteristik pendidikan dan pemakaian
alat kontrasepsi yang berbeda, sehingga memiliki karakteristik fertilitas yang
berbeda pula.

4.3.1 Hubungan Pendidikan dengan Fertilitas


Pengujian menggunakan analisis korelasi spearman, menunjukkan hasil
adanya hubungan yang signifikan (berarti) antara pendidikan dengan fertilitas
wanita pernah kawin di Desa Wringinsongo, Kecamatan Tumpang, Kabupaten
Malang. Hal ini dapat dilihat dari hasil nilai signifikansi atau Sig. (2-tailed)
sebesar 0,002, dimana nilai ini lebih besar dari tingkat signifikansi 5%.
Koefisien korelasi menunjukkan arah negatif yang artinya semakin pendek
waktu pendidikan yang ditempuh maka semakin banyak jumlah anak lahir hidup
yang dimiliki oleh seorang wanita pernah kawin di Desa Wringinsongo.

37
Pendidikan dan fertilitas memiliki hubungan yang cukup kuat, sehingga dapat
dikatakan bahwa pendidikan merupakan faktor yang cukup berkaitan dengan
fertilitas. Hal ini dapat dilihat dari angka koefisien korelasi sebesar -0,550**,
dengan tanda (**) yang menandakan bahwa korelasi bernilai signifikan pada
angka signifikansi sebesar 0,01.
Tingkat pendidikan merupakan variabel yang tidak langsung
mempengaruhi fertilitas, karena tidak semua wanita pernah kawin yang
menempuh pendidikan formal dalam waktu yang sebentar memiliki banyak anak
dan yang menempuh pendidikan dalam waktu yang lama memiliki sedikit anak.
Hal ini dikarenakan terdapat faktor lain yang berhubungan secara langsung
dengan fertilias. Lama pendidikan yang ditempuh oleh wanita pernah kawin di
Desa Wringinsongo didominasi pada kategori lama 6 tahun (SD) dan 9 tahun
(SMP) yang sama-sama memiliki presentase 40%, sedangkan untuk kategori 12
tahun (SMA) hanya sebanyak 20%. Hubungan antara tingkat pendidikan dan
fertilitas wanita pernah kawin di Desa Wringinsongo, Kecamatan Tumpang,
Kabupaten Malang dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut.

Tabel 4.8 Hubungan Antara Pendidikan dengan Fertilitas di Desa


Wringinsongo

Fertilitas
No Pendidikan Total
1 2 ≥3
1 6 tahun 1 4 7 12
2 9 tahun 3 9 0 12
3 12 tahun 2 4 0 6
Total 6 17 7 30
Sumber : Olahan Data Primer, 2020

Tabel 4.8 menunjukkan bahwa wanita pernah kawin yang menempuh


pendidikan pada kategori 6 tahun mayoritas paling banyak memeiliki anak ≥ 3,
wanita pernah kawin yang menempuh pendidikan pada kategori 9 tahun paling
banyak memiliki anak 2, dan wanita pernah kawin yang menempuh pendidikan
pada kategori 12 tahun paling banyak memiliki anak 2. Hal ini sesuai dengan
yang dikemukakan oleh Todaro, bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan
wanita akan cenderung merencanakan jumlah anak yang semakin sedikit.

38
Keadaan ini menunjukkan bahwa wanita yang menempuh pendidikan lebih lama
atau lebih baik maka akan cenderung memperbaiki kualitas anak dengan cara
memperkecil jumlah anak, sehingga akan mempermudah dalam merawatnya,
membimbing dan memberikan pendidikan yang lebih layak.
Selain berpengaruh pada pola pikir, usia kawin pertama juga mengurangi
masa subur wanita sehingga memperkecil kemungkinan untuk memiliki banyak
anak. Wanita pernah kawin di Desa Wringinsongo yang menikah pada usia lebih
muda, cenderung memiliki anak lebih banyak dibandingkan dengan wanita yang
menikah pada usia yang lebih tua. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wanita
pernah kawin Desa Wringinsongo dengan pendidikan lebih tinggi memiliki
jumlah anak yang lebih sedikit.

4.3.2 Hubungan Pemakaian Alat Kontrasepsi dengan Fertilitas


Pengujian menggunakan analisis korelasi spearman, menunjukkan hasil
adanya hubungan yang signifikan (berarti) antara lama pemakaian alat
kontrasepsi dengan fertilitas wanita pernah kawin di Desa Wringinsongo,
Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang. Hal ini dapat dilihat dari hasil nilai
signifikansi atau Sig. (2-tailed) sebesar 0,006, dimana nilai ini lebih besar dari
tingkat signifikansi 5%. Koefisien korelasi menunjukkan arah positif yang
artinya semakin lama pemakaian alat kontrasepsi maka semakin banyak jumlah
anak lahir hidup yang dimiliki oleh seorang wanita pernah kawin di Desa
Wringinsongo. Pemakaian alat kontrasepsi dan fertilitas memiliki hubungan
yang cukup kuat, sehingga dapat dikatakan bahwa pemakaian alat kontrasepsi
merupakan faktor yang cukup berkaitan dengan fertilitas. Hal ini dapat dilihat
dari angka koefisien korelasi sebesar 0,487**, dengan tanda (**) yang
menandakan bahwa korelasi bernilai signifikan pada angka signifikansi sebesar
0,01.
Adanya hubungan antara pemakaian alat kontrasepsi dan fertilitas
mendukung teori dari Davis dan Blake (dalam Rahman dan Sayakur, 2018) yang
mengungkapkan bahwa penurunan fertilitas diakibatkan adanya faktor-faktor
yang secara langsung berhubungan dengan fertilitas dan salah satunya adalah
pemakaian alat kontrasepsi. Hubungan antara pemakaian alat kontrasepsi dengan

39
fertilitas di Desa Wringinsong dikategorikan kedalam 3 kategori lama
pemakaian alat kontrasepsi yakni 1-7 tahun, 8-14 tahun, dan 15-24 tahun.
Seperti yang dapat dilihat pada tabel 4.3, bahwa lama pemakaian alat kontrasepsi
oleh wanita pernah kawin di Desa Wringinsongo didominasi pada kategori 1-7
tahun yakni 43%, kedua pada kategori 8-14 tahun sebanyak 33%, dan terakhir
pada kategori 15-21 tahun dengan 23%. Hubungan antara pemakaian alat
kontrasepsi dengan fertilitas dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut.
Tabel 4.9 Hubungan Antara Pemakaian Alat Kontrasepsi dengan Fertilitas
di DesaWringinsongo

Fertilitas
No Lama Penggunaan Total
1 2 ≥3
1 1-7 tahun 6 5 2 13
2 8-14 tahun 0 8 2 10
3 15-21 tahun 0 4 3 7
Total 6 17 7 30
Sumber : Olahan Data Primer, 2019

Tabel 4.9 menunjukkan bahwa wanita pernah kawin yang telah memakai
alat kontrasepsi selama 1-7 tahun paling banyak memiliki 1 anak, sedangkan
wanita pernah kawin yang telah memakai alat kontrasepsi selama 8-14 paling
banyak memiliki 8 anak, dan wanita pernah kawin yang telah memakai alat
kontrasepsi selama 15-21 tahun paling banyak memiliki 4 anak. Pemakaian alat
kontrasepsi Lama pemakaian alat kontrasepsi ini juga berkaitan dengan umur
pertama kali menjadi akseptor, jadi tidak jumlah anak tidak hanya ditentukan
dari lama pemakaian alat kontrasepsi saja namun juga mempertimbangkan
waktu pertama pemakaiannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa alat kontrasepsi yang paling banyak
digunakan wanita pernah kawin di Desa Wringinsongo adalah KB baik berupa
pil maupun suntik. KB merupakan alat kontrasepsi jangka pendek (non-MKPJ),
yang mana penggunaan non-MKJP memiliki resiko kegagalan yang lebih tinggi
atau lebih tinggi terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan jika dibandingkan
dengan menggunakan MKJP. Selain itu, ada beberapa wanita yang tidak
memakai alat kontrasepsi dari awal memiliki anak pertama, sehingga jumlah
anak yang dimiliki cenderung lebih banyak. Alasan tidak memakai alat

40
kontrasepsi ini antara lain tidak mengetahui pengetahuan mengenai pentingnya
alat kontrasepsi, atau malas untuk menggunakan alat kontrasepsi.

41
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
a. Wanita pernah kawin di Desa Wringinsongo mayoritas memiliki 2
anak, dengan presentase sebesar 57% . Hal ini mengindikasikan bahwa
program KB di Desa Wringinsongo sudah mulai berjalan baik
meskipun belum optimal. Namun, pendidikan wanita pernah kawin
masih cukup rendah dengan didominasi oleh kategori lama pendidikan
6 tahun dan 9 tahun. Pendidikan yang rendah ini juga berhubungan
dengan tingginya pernikahan dini pada wanita di Desa Wringinsongo.
Banyak wanita sudah mulai berpartisipasi menjadi akseptor, meskipun
masih ada juga beberapa yang belum memakai alat kontrasepsi atau
baru memakai alat kontrasepsi ketika sudah banyak memiliki anak.
b. Pendidikan dan fertilitas memiliki hubungan negatif, yang artinya
semakin tinggi pendidikan seorang wanita pernah kawin di Desa
Wringinsongo maka semakin sedikit anak yang dimilikinya. Namun
berbeda halnya dengan Pemakaian alat kontrasepsi dan fertilitas yang
memiliki hubungan positif, dimana artinya semakin lama seorang
wanita memakai alat kontrasepsi maka semakin banyak pula anak yang
dimiliki. Hal ini juga mempertimbangkan usia pertama pemakaian ala
kontrasepsi dan jumlah anak yang dimiliki, karena ada beberapa wanita
yang terlambat dalam memakai alat kontrasepsi.

5.2 Saran
a. Jumlah pernikahan dini perlu lebih ditekan lagi agar dapat mengurangi
kemungkinan tingginya angka fertilitas pada wanita. Selain itu juga,
penekanan angka pernikahan dini akan mendorong kiat untuk
meningkatkan taraf pendidikan wanita.
b. Pemakaian alat kontrasepsi juga perlu diperkenalkan kepada para pria,
agar bukan hanya wanita yang berpartisipasi menjadi seorang akseptor.
Sehingga program Keluarga Berencana dapat berjalan dengan lebih
optimal.

42
DAFTAR PUSTAKA

Aditomo, S. M. dkk. 2010. Dasar-dasar Demografi. Penerbit Salemba Empat.


Depok.

Arialdi, R., & Muhammad, S. (2016). Pengaruh Urbanisasi, Pendidikan dan


Pendapatan terhadap Tingkat Fertilitas di Lima Kota Provinsi
Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Pembangunan. Vo.1, No.1.

BKKBN. 2007. Materi KIE Keluarga Berencana. BKKBN. Jakarta.

BKKBN.2009. Buku Panduan Praktis Pelayanan Keluarga Berencana. PT Bina


Pustaka. Jakarta.

BKKBN. 2011. Materi Rakernas : Pasangan Usia Subur Di Indonesia. Badan


Pusat Statistik. Jakarta.

BKKBN. 2014. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi Edisi 3. PT Bina


Pustaka. Jakarta.

BPS. 2016. Statistik Kecamatan Tumpang 2016. Badan Pusat Statistik


Kabupaten Malang.

Bogue, Donald, J. 1984. Principle of Demography. John Wiley and Son, Inc.
New York.

Davis, Kingsley., Judith Blake. 1956. Struktur Sosial dan Fertilitas. Dalam
Mundiharno (Editor).2010. LP3ES. Jakarta.

Desy Nuri Fajarningtiyas. 2012. Pengaruh Status Sosial Perempuan Terhadap


Jarak Kelahiran Anak Di Indonesia. Jurnal Widyariset. Vol.15, No.1.
Rochaida, Eny. 2016. Dampak Pertumbuhan Penduduk Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Dan Keluarga Sejahtera Di Provinsi Kalimantan Timur.
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Mulawarman.

Hidayat, A. A. 2007. Metode Penelitian dan Teknik Analisis Data. Jakarta:


Salemba Medika.

Iwan Prasodjo. 2018. Dampak Urbanisasi Bagi Pembangunan Manusia 2010-


2016 Studi Kasus: Jakarta, Surabaya Dan Medan. Fakultas Ekonomi
Universitas Tarumangara.

Kammeyer. KC.W. 1971. An Introduction to population. Chandler Publishing


Co. San Fransisco.

Kusmiran, E. 2011. Kesehatan reproduksi remaja dan wanita. Salemba Medika.


Jakata.

Mantra, Ida Bagoes. 2012. Demografi Umum. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

43
Mantra, Ida Bagoes. 2014. Demografi Umum. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Muhadara Indah, Parawangi Anwar, Malik Ihyani . 2016. Peran Pemerintah


Daerah Dalam Pengendalian Perkawinan Usia Dini di Kecamatan
Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar. Jurnal Administrasi Publik
Vol.2, No.3.

Normalasari, S., Gani, I., & Amalia, S. 2018. Faktor-faktor sosial ekonomi pada
wanita yang menikah dini dalam mempengaruhi fertilitas. Jurnal Inovasi.
Vol.14, No.1.
Oktavia, W. Y., Putro, T. S., & Sari, L. 2014. Pengaruh tingkat pendidikan,
struktur umur dan kematian bayi terhadap fertilitas di Kota Pekanbaru.
Disertasi. Universitas Riau.
Pratiwi, Nalasari. 2014. Pengaruh Faktor Sosial, Ekonomi, dan Demografi
Terhadap Jumlah Anak yang Pernah Dilahirkan Hidup di Kecamatan
Pesantren Kota Kediri. Jurnal Swara Bhumi. Vol.3, No.3.

Rahman, A., dan Syakur, RM. 2018. Menelusur Determinan Tingkat Fertilitas.
Jurnal EcceS. Vol.5, No.2.

Rahmawati Sylvina, Adivtian Ragayasa. 2016. Hubungan Persepsi Tentang


Kesehatan Reproduksi Dengan Pernikahan Dini Pada Remaja di Desa
Bunder Kecamatan Pademawu Pamekasan Tahun 2016. Jurnal Penelitian
Kesehatan Vol.15, No.2.

RISKESDAS. 2010. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Jakarta.

Saleh, M. 2010. Analisis Faktor Sosial Ekonomi Pengaruhnya Terhadap


Fertilitas Di Kelurahan Sumbersari Kecamatan Sumbersari Kabupaten
Jember. Jurnal Society Vol 1 No 2.

Santy P. 2011. Kekerasan Terhadap Istri dalam Rumah Tangga dan unmet need
Pelayanan Keluarga Berencana di Kota Banda Aceh. Tesis. Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Simanjuntak, P.J. (2009). Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia.


Universitas Indonesia. Jakarta.

Sinaga, L., Hardiani, H., dan Prihanto, P. H. 2017. Faktor - faktor yang
mempengaruhi tingkat fertilitas di perdesaan (Studi pada Desa
Pelayangan Kecamatan Muara Tembesi Kabupaten Batanghari). Jurnal
Paradigma Ekonomika. Vol.12, No.1.

Sri Moertiningsih. 2010. Dasar-Dasar Demografi Edisi 2. Salemba Empat.


Jakarta.

Sudarno. 2017. Data Analysis. Semarang: Departemen Statistika Fakultas Sains


dan Matematika UNDIP.

44
Todaro, M.P and Smith, A.C. 2003. Economic Development. Pearsons
Educational Limited. UK.

Tsany, Fitriana. 2017. Trend Pernikahan Dini di Kalangan Remaja (Studi Kasus
Di Kabupaten Gunung Kidul Yogyakarta Tahun 2009-2012. Jurnal
Sosiologi Agama.Vo.9, No.1..

Tukiran. 2009. Naskah Draft Kependudukan. Universitas Terbuka. Yogyakarta.

Wicaksono, Febri. 2016. Determinan fertilitas: suatu pendekatan multilevel.


Universitas Indonesia.

Widiyanti, Ninik. 2013. Masalah Penduduk Kini dan Mendatang. Pradnya


Paramita. Jakarta.

Widjayanti, Andjar. 2012. Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi Terhadap Fertilitas


Wanita Pedagang Kaki Lima di Kota Administrative Jember. FE UNEJ.
Jember.

Wirawan, I. B. 2007. Status Wanita dalam Perspektif Kajian Studi


Kependudukan. Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Airlangga,
Surabaya.

Yohana,W., Putro,O.T.S., dan Sari, Lapeti. 2014. Pengaruh Tingkat Pendidikan,


Struktur Umur Dan Kematian Bayi Terhadap Fertilitas Di Kota
Pekanbaru. JOM FEKON. Vol.1, No.2.

Yusuf. 2011. “Pengaruh faktor-faktor Non Contraceptive terhadap


pengingkatan fertilitas (studi kasus di Provinsi Nusa Tenggara Barat
berdasarkan analisa data hasil SDKI 2007)”. Thesis. Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.

45
Lampiran 1. Hasil Uji Korelas Spearman dengan Software SPSS

Nonparametric Correlations
Notes

Output Created 07-DEC-2019 22:31:32


Comments
Active Dataset DataSet2
<none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in
30
Working Data File
Missing Value Handling Definition of User-defined missing values are
Missing treated as missing.
Cases Used Statistics for each pair of variables
are based on all the cases with valid
data for that pair.
NONPAR CORR
/VARIABLES=Y X1
/PRINT=SPEARMAN
TWOTAIL NOSIG
/MISSING=PAIRWISE.
Resources Processor Time 00:00:00,02

Elapsed Time 00:00:00,01

Number of Cases
174762 casesa
Allowed

a. Based on availability of workspace memory

Correlations

Y X1

Spearman's rho Correlation


1.000 -.550**
Coefficient

Sig. (2-tailed) . .002

30 30

Correlation
-.550** 1.000
Coefficient

Sig. (2-tailed) .002 .

30 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

NONPAR CORR
/VARIABLES=Y X2
/PRINT=SPEARMAN TWOTAIL NOSIG
/MISSING=PAIRWISE.

Nonparametric Correlations
Notes

Output Created 07-DEC-2019 22:31:45


Comments
Active Dataset DataSet2
<none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in
30
Working Data File
Missing Value Handling Definition User-defined missing values are
of Missing treated as missing.
Cases Used Statistics for each pair of variables
are based on all the cases with valid
data for that pair.
NONPAR CORR
/VARIABLES=Y X2
/PRINT=SPEARMAN
TWOTAIL NOSIG

/MISSING=PAIRWISE.
Resources Processor Time 00:00:00,00

Elapsed Time 00:00:00,05

Number of Cases
174762 casesa
Allowed

a. Based on availability of workspace memory

Correlations
Y X2

Spearman's rho Correlation


1.000 .487**
Coefficient

Sig. (2-tailed) . .006

30 30

Correlation
.487** 1.000
Coefficient

Sig. (2-tailed) .006 .

30 30

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

NONPAR CORR
/VARIABLES=Y X1 X2
/PRINT=SPEARMAN TWOTAIL NOSIG
/MISSING=PAIRWISE.

Nonparametric Correlations
Notes

Output Created 07-DEC-2019 22:32:02


Comments
Active Dataset DataSet2
<none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in
30
Working Data File
Missing Value Handling Definition of User-defined missing values are
Missing treated as missing.
Cases Used Statistics for each pair of variables
are based on all the cases with valid
data for that pair.
NONPAR CORR
/VARIABLES=Y X1 X2
/PRINT=SPEARMAN
TWOTAIL NOSIG

/MISSING=PAIRWISE.
Resources Processor Time 00:00:00,00

Elapsed Time 00:00:00,01

Number of Cases
142987 casesa
Allowed

a. Based on availability of workspace memory

Correlations

Y X1 X2

Spearman's rho Correlation


1.000 -.550** .487**
Coefficient

Sig. (2-tailed) . .002 .006

30 30 30

Correlation
-.550** 1.000 -.347
Coefficient

Sig. (2-tailed) .002 . .061

30 30 30

Correlation
.487** -.347 1.000
Coefficient
Sig. (2-tailed) .006 .061 .

30 30 30

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


Lampiran 2. Lembar Kuesioner

Kuesioner
Hubungan Antara Pendidikan dan Penggunaan Alat Kontrasepsi
dengan Tingkat Fertilas di Desa Wringinsongo, Kecamatan
Tumpang, Kabupaten Malang

Identitas Responden
Nama :
Umur :
Jumlah ALH :
Usia Kawin Pertama :

No. Pertanyaan
1 Apa pendidikan terakhir yang Anda tempuh ?
2 Apakah anda menggunakan alat kontrasepsi ?
3 Berapa lama Anda telah menggunakan alat kontrasepsi ?
4 Kontrasepsi apa yang anda gunakan ?
5 Kapan pertama kali menggunakan alat kontrasepsi?
6 Apakah anda pernah berhenti menggunakan alat kontrasepsi ?
7 Berapa lama anda beerhenti menggunakan alat kontrasepsi ?
Lampiran 3. Data Tunggal Hasil Kuesioner

Pendidikan
Nama Alamat Umur ALH UKP
Responden
Ningmaslihah DUSUN NONGKOSONGO 27 2 20 MA
Naning DUSUN NONGKOSONGO 37 2 28 SMA
Rini DUSUN NONGKOSONGO 39 2 18 SMP
Safina DUSUN NONGKOSONGO 29 2 21 SMP
Nia DUSUN NONGKOSONGO 27 1 20 SMP
Lifa DUSUN NONGKOSONGO 26 1 24 SMA
Vita DUSUN NONGKOSONGO 25 2 19 SMP
Evi DUSUN NONGKOSONGO 29 3 17 SD
Sofia DUSUN NONGKOSONGO 42 3 17 SD
Tina DUSUN NONGKOSONGO 38 2 17 SD
Hidayah DUSUN NONGKOSONGO 29 2 20 SMP
Via DUSUN NONGKOSONGO 35 3 24 SD
Husanah DUSUN NONGKOSONGO 39 2 16 SD
Inukuwati DUSUN NONGKOSONGO 45 4 16 SD
Eli DUSUN NONGKOSONGO 35 2 20 SMP
Satupa DUSUN SUMBERINGIN 48 2 22 SMP
Yeni DUSUN SUMBERINGIN 23 1 17 SMP
Tria DUSUN SUMBERINGIN 22 1 20 SMK
Rosada DUSUN SUMBERINGIN 49 2 20 SMK
Yuliati DUSUN SUMBERINGIN 47 3 16 SD
Kurnia wati DUSUN SUMBERINGIN 37 2 21 SMA
nuriah DUSUN SUMBERINGIN 37 2 22 SMP
Sutiana DUSUN SUMBERINGIN 45 2 20 SD
Indah DUSUN SUMBERINGIN 32 2 17 SD
vira DUSUN SUMBERINGIN 27 1 20 SD
murdia DUSUN SUMBERINGIN 37 2 21 SMP
Ulil DUSUN SUMBERINGIN 23 1 21 SMP
Nur aziza DUSUN SUMBERINGIN 40 3 19 SD
Tutik DUSUN SUMBERINGIN 30 2 19 SMP
Megi DUSUN SUMBERINGIN 30 5 17 SD

Nama Kontrasepsi Usia Pertama


Jangka Waktu (tahun) Berhenti (tahun) Pemakaian
Ningmaslihah 5 1 21
Naning 6 2 29
Rini 16 2 21
Safina 6 1 22
Nia 6 0 21
Lifa 1 0 25
Vita 4 1 20
Evi 8 3 18
Sofia 21 4 17
Tina 14 5 19
Hidayah 7 1 21
Via 7 3 25
Husanah 18 4 17
Inukuwati 19 8 18
Eli 11 3 21
Satupa 19 6 23
Yeni 5 0 18
Tria 1 0 21
Rosada 20 8 21
Yuliati 17 13 17
Kurnia wati 13 2 22
nuriah 12 2 23
Sutiana 13 11 21
Indah 12 2 18
vira 5 0 22
murdia 11 4 22
Ulil 2 0 22
Nur aziza 13 7 20
Tutik 9 1 20
Megi 2 10 18
Lampiran 4. Dokumentasi Wawancara
Lampiran 5. Peta Presentase Tingkat Fertilitas Desa Wringinsongo
Lampiran 6. Peta Presentase Lama Penggunaan Kontrasepsi Desa Wringinsongo
Lampiran 7. Peta Presentase Tingkat Pendidikan Desa Wringinsongo
Lampiran 8. Peta Administrasi Desa Wringinsongo

Anda mungkin juga menyukai