Disusun Oleh :
1. Khoirunnisa Hafidha A. (170722637071)
2. Nindy Ayu Isdiana Putri (170722637034)
3. Nonik Virda Purnomo (170722637019)
4. Nurul Aizah (170722637005)
JURUSAN GEOGRAFI
PROGRAM STUDI GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
2020
HALAMAN PENGESAHAN
Mengesahkan,
Mengetahui,
Ketua Jurusan Geogafi
ii
ABSTRAK
iii
KATA PENGANTAR
Rasa syukur kami sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat serta karunia-Nya kami dapat menyelesaikan laporan yang
berjudul “Hubungan Antara Pendidikan dan Pemakaian Alat Kontrasepsi
dengan Fertilitas di Desa Wringinsongo Kecamatan Tumpang Kabupaten
Malang” ini dengan sebaik-baiknya. Laporan ini dibuat dalam rangka
menuntaskan tugas kelompok dan memperdalam pemahaman dalam suatu
harapan mendapatkan ilmu dalam mempelajari dinamika kependudukan,
sekaligus melakukan apa yang menjadi tugas mahasiswa yang mengikuti mata
kuliah Dinamika Kependudukan.
Kami mengucapkan terimakasih kepada pihak – pihak yang turut
membantu kelancaran pembuatan laporan dan bantuan dalam bertukar pikiran
mengenai isi materi tulis dalam pembuatan laporan kali ini. Meskipun kami
berharap laporan kami bebas dari kekurangan, namun akan selalu ada yang
kurang. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran membangun untuk
laporan kededan yang lebih baik lagi. Akhir kata, semoga laporan ini dapat
bermanfaat baik bagi berbagai pihak.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN AWAL........................................................................................i
HALAMAN JUDUL.......................................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................iii
ABSTRAK.......................................................................................................iv
KATA PENGANTAR....................................................................................v
DAFTAR ISI...................................................................................................vi
DAFTAR TABEL...........................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................ix
BAB I. PENDAHULUAN..............................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................5
1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................5
1.4 Jabaran Variabel.................................................................................5
1.5 Definisi Operasional............................................................................6
1.6 Manfaat Penelitian...............................................................................7
v
4.3.1 Hubungan Pendidikan dengan Fertilitas.....................................36
4.3.2 Hubungan Pemakaian Alat Kontrasepsi dengan Fertilitas.........38
BAB V. PENUTUP.........................................................................................41
5.1 Kesimpulan..........................................................................................41
5.2 Saran....................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................42
LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1
meningkatkan usia perkawinan pertama yang lebih dewasa sehingga berdampak
pada penurunan Total fertility Rate (TFR) atau rata-rata jumlah anak yang
dilahirkan oleh seorang wanita sampai dengan akhir masa reproduksinya. Upaya
konkrit lain yaitu meningkatkan pendidikan dengan kebijakan wajib belajar 12
tahun karena tingkat pernikahan dini bisa ditekan lantaran anak fokus
menyelesaikan studinya dijenjang SMA/SMK, serta mensosialisasikan kesehatan
reproduksi pada remaja,melalui pembelajaran kespro remaja dapat mengerti
akan hak-hak reproduksinya (BKKBN, 2011).
Peran pemerintah dalam penanganan pernikahan usia dini, Diantaranya
adalah melalui pembatasan usia pernikahan. Untuk melangsungkan pernikahan
telah diatur dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 7
bahwa perkawinan diizinkan bila laki-laki berumur 19 tahun dan perempuan
berumur 16 tahun. Selain itu, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan tentang
perilaku reproduksi manusia yang ditegaskan dalam UU No 10 Tahun 1992 yang
yang menyebutkan bahwa pemerintah menetapkan kebijakan upaya
penyelenggaraan Kelarga Berencana. Problem yang yang akan dihadapi jika
maraknya terjadi pernikahan dini adalah mengambil hak pendidikan dan
kesehatan reproduksi perempuan. Pernikahan dini juga berdampak buruk bagi
pembangunan sumber daya manusia dan memunculkan masalah kependudukan,
dan masalah seksualitas. Sementara itu, UndangUndang Kesehatan No.36 tahun
2009 memberikan batasan 20 tahun, karena hubungan seksual yang dilakukan
pada usia di bawah 20 tahun beresiko terjadi kanker serviks serta penyakit
menular seksual.perkawinan usia muda menyebabkan terjadinya komplikasi
kehamilan dan persalinan. Pada bayi dapat terjadi berat badan lahir rendah atau
berat badan bayi lahir besar. Resiko pada ibu yaitu dapat meninggal.
Program KB Nasional yang merupakan bagian dari pembangunan
nasional bangsa Indonesia mempunyai tujuan ganda yaitu untuk meningkatkan
kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan
sejahtera. Gerakan KB Nasional telah mempunyai landasan hukum yang kokoh
berupa Undang– Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang perkembangan
kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera. Di dalam bab I ketentuan
Umum pasal I Nomor 12 dari Undang – Undang tersebut, dinyatakan bahwa
2
Keluarga Berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta
masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan , pengaturan kelahiran,
pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejateraan keluarga untuk
mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera.
Data berbagai survei menunjukkan bahwa prevalensi pengguna
kontrasepsi pria masih dibawah 2%, meskipun rendahnya pengguna kontrasepsi
berkaitan pula dengan keterbatasan teknik kontrasepsi yang tersedia bagi pria,
angka ini menunjukkan bahwa kepedulian pria terhadap keluarga berencana
masih rendah. Mengingat upaya pengarus utamaan gender (Gender
Mainstreaming) menjadi pendekatan umum pada setiap pembangunan nasional
dan global, maka kesetaraan gender dalam mengatur kelahiran adalah menjadi
ciri pembaharuan program keluarga berencana. Sejak era reformasi yang
dibarengi dengan semangat menghargai hak (Right Based), BKKBN yang dulu
terkenal dengan slogan “ Dua Anak Cukup”, mengubah arah menjadi “ Dua
Anak, Lebih baik “. Dengan demikian program KB di Indonesia mengalami
perubahan orientasi dari nuansa demografis ke nuansa kesehatan reproduksi
yang di dalamnya terkandung pengertian bahwa KB adalah suatu program yang
dimaksudkan untuk membantu pasangan atau perorangan dalam mencapai
tujuan reproduksinya.
Hasil penelitian Deputi Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi
BKKBN tahun 2009. 62,5% peserta KB dilayani oleh pihak swasta. Kondisi ini
jauh berbeda dibandingkan sepuluh tahun yang lalu, yaitu 28,1%. Sementara itu
sumber pelayanan lainnya (Seperti : Polindes, Posyandu, Teman dll) cenderung
menurun dari 23% menjadi 8%. Persoalan kualitas pelayanan masih menjadi
tantangan besar bagi pelayanan KB di Indonesia. Data tentang kualitas
pelayanan antara lain tercermin dari masalah tingginya penggunaan kontrasepsi
yang bersifat tidak rasional, kurang efektif dan kurang efisien, sehinngga masih
ditandai relatif seringnya terjadi komplikasi, kegagalan dan efek samping
penggunaan kontrasepsi. Hal ini karena proses informed choice belum
dilaksanakan secara maksimal.
3
Tabel 1.1 Penggunaan Metode Kontrasepsi di Indonesia tahun 2009
Jenis Penggunaan Alat
Jumlah
Kontrasepsi
Suntik 31,6%
Pil 13,2%
Intrauterin Device ( IUD) / Spiral 4,8%
Implan 2,8%
Kondom 1,3%
Sumber : BKKBN, 2010
4
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan maka dapat
dirumuskan permasalahan dalam penelitian adalah sebagai berikut.
a. Bagaimana karakteristik pendidikan, pemakaian alat kontrasepsi, dan
fertilitas wanita pernah kawin di Desa Wringinsongo, Kecamatan
Tumpang?
b. Bagaimana hubungan antara pendidikan dan pemakaian alat kontrasepsi
dengan fertilitas wanita pernah kawin di Desa Wringinsongo, Kecamatan
Tumpang?
5
Kontrasepsi
Variabel Terikat
Fertilitas Jumlah Anak Primer Wawancara, Tabulasi
Lahir Hidup Kuisioner Tunggal,
Tabulasi Silang,
Statistik
Sumber: Penelitian Kelompok, 2020
a. Bagi masyarakat
6
Adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada
masyarakat mengenai pengaruh pendidikan dan usia kawin pertama terhadap
fertilitas wanita PUS yang dapat mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk.
b. Bagi peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan dan pengetahuan
mengenai proses pengambilan keputusan untuk peneliti yang dikaji dengan
teori yang telah ada melalui penelitian yang dilakukan sebelumnya.
c. Bagi pemerintah
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan bagi pemerintah untuk
menggalakkan peraturan mengenai pendidikan dan pernikahan dini serta
kontrol laju pertumbuhan penduduk.
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
8
murni. Apabila salah satu variabelnya adalah variabel non demografi, maka
kajian tersebut adalah studi kependudukan.
2.2 Fertilitas
Fertilitas merupakan hasil reproduksi yang nyata dari seorang wanita
atau sekelompok wanita semasa hidupnya (Yusuf, 2011). Pengertian fertilitas
dalam demografi lebih dikaitkan dengan banyaknya anak lahir hidup. Istilah
fertilitas dapat diartikan juga sebagai kelahiran hidup (livebirth), yaitu
terlepasnya bayi dari rahim seorang perempuan dengan menunjukkan tanda-
tanda kehidupan, misalnya berteriak, bernafas, jantung berdenyut, dan
sebagainya (Mantra 2012). Ruang lingkup fertilitas hanya mengenai peranan
kelahiran pada perubahan penduduk. Hal ini menjadikan fertilitas berkaitan erat
dengan bidang demografi dan dipahami sebagai sesuatu yang berbeda dari
fekunditas atau kemampuan fisiologis seseorang untuk menghasilkan keturunan
yang dikaitkan dengan kesuburan wanita (Yuniarti, dkk, 2013).
Menurut Mantra (2012) fertilitas adalah sama dengan kelahiran hidup
(live birth), yaitu terlepasnya bayi dari rahim seorang perempuan dengan ada
tandatanda kehidupan, misalnya berteriak, bernafas, jantung berdenyut, dan
sebagainya. Apabila pada waktu lahir tidak ada tanda-tanda kehidupan disebut
dengan lahir mati (still birth) yang di dalam demografi tidak dianggap sebagai
suatu peristiwa kelahiran. Disamping istilah fertilitas ada juga istilah fekunditas
(fecundity) sebagai petunjuk kepada kemampuan fisiologi dan biologis seorang
perempuan untuk menghasilkan anak lahir hidup.
Menurut NKKBS dalam BKKBN (2007: 12) adalah satu keluarga terdiri
dari 4 orang yang terdiri dari satu ayah, satu ibu dan dua anak cukup. Dimana
suatu keluarga yang memiliki anak ≤ 2 dikategorikan sebagai keluarga kecil atau
sedikit dan yang memiliki anak > 2 dikategorikan sebagai keluarga besar atau
mempunyai banyak anak.
Menurut Davis dan Blake (dalam,Wicaksono 2016) terdapat tiga tahap
penting dari proses reproduksi, yaitu:
a. Tahap hubungan kelamin (intercrouse)
b. Tahap konsepsi (conseption)
9
c. Tahap kehamilan (gestation)
10
demikian ketiadaan variabel tersebut menimbulkan pengaruh terhadap fertilitas,
hanya pengaruhnya bersifat positif. Karena di suatu masyarakat masing-masing
variabel bernilai negatif atau positif maka angka kelahiran yang sebenarnya
tergantung kepada neraca netto dari nilai semua variabel.
1) Faktor Demografi
a) Umur Kawin Pertama (Usia Laki-Laki/ Perempuan Pada Saat
Perkawinan Pertama)
Umur perkawinan pertama sebagai umur pada saat wanita
melakukan perkawinan secara hukum dan biologis yang pertama kali.
Usia kawin pertama yang dilakukan oleh setiap wanita memiliki resiko
terhadap persalinannya. Semakin muda usia kawin pertama seorang
wanita, semakin besar resiko yang dihadapi bagi keselamatan ibu
maupun anak. Hal ini terjadi dikarenakan belum matangnya rahim wanita
usia muda untuk memproduksi anak atau belum siapnya mental dalam
berumah tangga. Demikian pula sebaliknya, semakin tua usia kawin
pertama seorang wanita, semakin tinggi pula resiko yang dihadapi dalam
masa kehamilan atau melahirkan. Hal ini terjadi karena semakin
lemahnya kondisi fisik seorang wanita menjelang usia senja (Mantra,
2014).
Usia pernikahan pertama bagi remaja saat ini idealnya 21 hingga
25 tahun (BPS 2019) . Pendewasaan usia perkawinan bagi remaja itu
11
sudah dicetuskan pada Konferensi Internasional Kependudukan dan
Pembangunan (ICPD) 1994 di Kairo, Mesir.Pada usia itu, remaja sudah
tumbuh pengetahuan dan kesadaran dalam pengelolaan kesehatan
reproduksi. Hal itu berpengaruh terhadap kesehatan pasangan maupun
generasi atau anak dari pasangan muda itu, jadi dimasa mendatang usia
remaja menikah pertama pada usia dewasa. Dengan tumbuhnya usia
nikah semakin dewasa dapat menunjang keberhasilan program KB
melalui menurunya angka anak dilahirkan tiap ibu atau total fertility rate
(TFR). Penundaan masa perkawinan dan kehamilan memiliki alasan yang
objektif. Jika usia perkawinan wanita pada usia di bawah 20 tahun,
dengan kondisi rahim dan panggul yang belum optimal, maka terjadi
kemungkinan resiko medik, dengan keguguran serta kemungkinan
kesulitan dalam persalinan. Semakin muda usia kawin pertama yang
dilakukan seseorang, maka akan semakin lama pula masa reproduksinya
(Mantra, 2014).
Penelitian yang dilakukan oleh Oktavia,dkk tahun 2014 sejalan
dengan pendapat Mantra 2014 bahwa semakin tua umur istri PUS saat
melangsungkan perkawinan pertama maka akan semakin sedikit jumlah
anak yang dilahirkannya. Usia perkawinan menentukan masa reproduksi
bagi seorang wanita, semakin cepat wanita menikah maka besar peluang
mempunyai anak. Walaupun apabila menikah pada usia muda dapat
mengganggu kesehatan reproduksi dan beresiko saat hamil dan
melahirkan tetapi jika dalam proses kehamilan/melahirkan gagal, masih
panjang waktu dan peluang untuk hamil kembali, sebaliknya jika wanita
menikah pada usia tua selain semakin tinggi resiko yang dihadapi pada
masa kehamilan/melahirkan, masa reproduksi seorang wanita pun akan
menurun sehingga menyebabkan fertilitas akan menurun juga.
12
kelahiran kembar hanya dihitung sebagai satu kali paritas (Manuaba, dkk.
2012). Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin yang
mampu hidup di luar rahim (28 minggu). Jumlah paritas merupakan salah
satu komponen dari status paritas yang sering dituliskan dengan notasi G-
P-Ab, dimana G menyatakan jumlah kehamilan (gestasi), P menyatakan
jumlah paritas, dan Ab menyatakan jumlah abortus. Sebagai contoh,
seorang perempuan dengan status paritas G3P1Ab1, berarti perempuan
tersebut telah pernah mengandung sebanyak dua kali, dengan satu kali
paritas dan satu kali abortus, dan saat ini tengah mengandung untuk yang
ketiga kalinya(Manuaba, dkk. 2012). Klasifikasi Jumlah Paritas
Berdasarkan jumlahnya, maka paritas seorang perempuan dapat
dibedakan menjadi:
Nullipara, yakni perempuan yang belum pernah melahirkan anak
sama sekali.
Primipara, yakni perempuan yang telah melahirkan seorang anak,
yang cukup besar untuk hidup didunia luar. Primipara adalah
perempuan yang telah pernah melahirkan sebanyak satu kali.
Multipara, yakni perempuan yang telah melahirkan seorang anak
lebih dari satu kali.
Grandemultipara, yakni perempuan yang telah melahirkan 5 orang
anak atau lebih dan biasanya mengalami penyulit dalam kehamilan
dan persalinan (Manuaba, dkk. 2012)
13
orang anak hidup penggunaan kontrasepsi lebih rendah dibandingkan
yang memiliki dua atau lebih dari tiga orang anak. Perempuan dengan
jumlah anak yang sedikit memliki keinginan untuk medapatkan anak
dengan jenis kelamin yang berbeda.
14
Menurut teori Klasik bahwa output akan berkembang sejalan dengan
perkembangan penduduk. Adam Smith yang mempelopori teori Klasik
ini berasumsi bahwa pada masa itu lahan belum bersifat langka, modal
belum ada yang diperhitungkan, tapi hanya jumlah tenaga kerja yang
diperhitungkan. Akibatnya pertambahan penduduk dipandang sebagai
faktor yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Mengingat output
berkembang sejalan dengan perkembangan penduduk, maka waktu itu
belum berlaku konsep the law of diminishing return seperti apa yang
ditemukan oleh David Ricardo pada periode selanjutnya. Karena menurut
teori ini penduduk dianggap sebagai faktor pendorong pertumbuhan
ekonomi, maka semboyan banyak anak banyak rejeki berlaku artinya
semakin banyak anak semakin banyak tenaga kerja yang bisa dilibatkan
untuk menggarap tanah sehingga menambah output.
The law of diminishing return terungkap setelah penduduk
semakin bertambah begitu juga dengan produksi nasional, namun setelah
jaman keemasan tersebut mulai dirasakan bahwa semakin lama
penduduk semakin bertambah, sementara jumlah lahan tidak bertambah
yang menyebabkan lahan terasa semakin sempit. Setiap pekerja baru
akan mendapatkan lahan yang semakin kecil untuk digarap. Menurunnya
rasio antara lahan yang digarap dengan jumlah pekerja yang banyak akan
menimbulkan penurunan marginal product sehingga akan menurunkan
upah riil. (Eny, 2016) . unsur pokok dari sistem produksi suatu negara
ada tiga yaitu : pertama, sumberdaya alam yang tersedia, kedua,
sumberdaya manusia dan ketiga, akumulasi modal yang harus dimiliki.
Namun Smith lebih menekankan pada stok modal yang merupakan unsur
yang secara aktif menentukan tingkat output. Pertumbuhan ekonomi
berkaitan dengan kenaikan output per kapita. Ada dua sisi hal yang perlu
diperhatikan yaitu sisi output totalnya dan sisi jumlah penduduknya.
Output per kapita adalah output total dibagi dengan jumlah penduduk.
Jadi proses kenaikan output per kapita, tidak bisa tidak, harus dianalisa
dengan jalan melihat apa yang terjadi dengan output total di satu pihak,
dan jumlah penduduk dilain pihak (Boediono, 1992) dalam eny, 2016).
15
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nalasari dalam judul
Pengaruh Faktor Sosial, Ekonomi, dan Demografi Terhadap Jumlah
Anak Yang Pernah Dilahirkan Hidup Di Kecamatan Pesantren Kota
Kediri, bahwa faktor ekonomi (variabel bebas : pendapatan keluarga)
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap jumlah anak yang pernah
dilahirkan (nilai p= 0,000< α= 0,05.). Faktor demografi, dan sosial
ekonomi rumah tangga secara kausalitas dapat mempengaruhi pelayanan
KB dan Kesehatan Reproduksi. Artinya, semakin baik kondisi
demografi, dan sosial ekonomi responden maka semakin baik pula
tingkat pelayanan KB dan Kesehatan Reproduksi. Hasil ini dibuktikan
dengan besarnya peran dari masing-masing loading variabel. Seperti,
responden memiliki jumlah anak masih hidup satu orang, dengan usia
yang produktif dan didukung lagi dengan tingkat penghasilan rumah
tangga yang tergolong hampir berkecukupan walaupun tidak tergolong
kaya.
Penelitian lain yang berjudul Faktor-faktor sosial ekonomi pada
wanita yang menikah dini dalam mempengaruhi fertilitas, oleh Sefti
Normalasari, Irwan Gani, dan Siti Amalia (2018) bahwa semakin besar
penghasilan keluarga, maka akan berpengaruh terhadap besarnya jumlah
keluarga dan pola konsumsi, karena terdorong oleh tersedianya barang-
barang produk baru sehingga berdampak pada pendapatan suatu
keluarga, bertambahnya jumlah anggota keluarga tentu saja akan
menambah jumlah kebutuhan dalam memenuhi keperluan anggota
keluarga.
b) Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan adalah suatu proses yang bertujuan untuk
menambah keterampilan, pengetahuan dan meningkatkan kemandirian
maupun kepribadian seorang individu (Windi, dkk. 2014). kesempatan
perempuan untuk memperoleh pendidikan yang lebih tinggi semakin
terbuka saat ini, sehingga menyebabkan banyak perempuan yang
menunda perkawinan untuk menyelesaikan pendidikan yang diinginkan.
16
Selain itu perempuan yang berpendidikan tinggi cenderung memilih
terjun ke pasar kerja terlebih dahulu sebelum memasuki perkawinan.
Kalaupun mereka menikah pada usia muda, pengetahuan mereka tentang
alat pencegahan kehamilan cukup tinggi sehingga sebagian dari mereka
menunda kelahiran anak. Tingkat pendidikan erat kaitannya dengan
perubahan sikap, prilaku, pandangan, dan status sosial ekonomi suatu
masyarakat (Windi, dkk. 2014).
Dengan perkembangan waktu pendidikan, terutama pendidikan
wanita semakin baik dibanding dengan waktu sebelum kemerdekaan.
Wanita yang memperoleh kesempatan pendidikan tidak hanya di daerah
perkotaan saja, namun juga dialami wanita di daerah pedesaan. Tinggi
rendahnya tingkat pendidikan akan mempengaruhi umur perkawinan
pertama, yang pada akhirnya akan mempengaruhi fertilitas. Wanita yang
tingkat pendidikannya lebih tinggi umumnya umur perkawinan pertama
juga tinggi dan pada akhirnya akan mempengaruhi jumlah anak yang
dilahirkan yang akan lebih sedikit. Tingkat pendidikan dalam
mempengaruhi fertilitas adalah secara tidak langsung, akan tetapi melalui
variabel lain yang berkaitan secara langsung dengan fertilitas, yakni
umur kumpul pertama (Windi, dkk. 2014).
Penelitian yag dilakukan oleh Sinaga et,al (2017) yang berjudul
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Fertilitas Di Perdesaan
(Studi pada Desa Pelayangan Kecamatan Muara Tembesi Kabupaten
Batanghari) menunjukkan hasil bahwa nilai F-hitung 35,88 dengan
signifikansi = 0,000 maka Ha diterima dan Ho ditolak. Artinya secara
simultan variabel independent yaitu pendapatan, pendidikan dan usia
kawin pertama secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap
fertilitas. Bagi seorang wanita semakin tinggi pendidikan yang
ditempuhnya akan semakin mengurangi masa reproduksi yang akan
dilaluinya dan semakin tinggi umur dalam menempuh usia kawin
pertamanya. Hal ini menyebabkan akan semakin kecil kemampuan
fekunditas dari seorang wanita untuk melahirkan. Sebaliknya apabila
tingkat pendidikan rendah akan mendorong seorang wanita untuk
17
memulai usia kawin pertamanya dalam usia yang masih sangat
muda, hal ini pada gilirannya akan menyebabkan masa reproduksi
yang dilaluinya semakin panjang dan akan semakin tinggi masa
fekunditas dan fertilitas yang dapat dilaluinya.
d) Urbanisasi
18
Urbanisasi menjadi suatu gejala sosial yang menarik perhatian
dewasa ini. Urbanisasi biasanya diartikan secara kuantitatif sebagai
proses berpindahnya penduduk dari daerah pedesaan ke kota.Gerak
penduduk dari desa ke kota sering dipandang sebagai suatu masalah yang
merisaukan (Prasodjo, 2018). Hal ini disebabkan oleh cara memandang
masalah urbanisasi dari sudut daya dukung ekonomis kota terhadap
pendatang baru. Pertambahan fasilitas pendidikan, kesehatan dan
lapangan kerja baru tidak sepadan dengan pertambahan penduduk,
karena arus urbanisasi di samping pertambahan secara alamiah.
Salah satu faktor pemicu urbanisasi adalah perbedaan
ketidakmerataan fasilitas pembangunan antara daerah pedesaan dan
perkotaan. Sebagai akibatnya kota menjadi faktor penarik bagi para
migran untuk mencari pekerjaan dan penghidupan yang lebih layak.
Secara demikian urbanisasi dapat dipandang sebagai suatu proses
perubahan yang wajar dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
penduduk. Secara kualitatif urbanisasi berarti proses pengkotaan atau
semakin berubahnya lingkungan hidup manusia menjadi bercirikan
kehidupan kota (Prasodjo, 2018). Pembangunan tidak akan terjadi tanpa
urbanisasi demikian pula sebaliknya. Urbanisasi tidak hanya merupakan
akibat, tapi juga sebab dari pembangunan ekonomi. Urbanisasi dapat
dianggap sebagai prakondisi untuk modernisasi dan pembangunan.
Apabila kota dianggap merupakan prakondisi untuk modernisasi dan
pembangunan, maka arus urbanisasi dapat dipandang sebagai faktor yang
berpengaruh terhadap pembangunan manusia. Urbanisasi mempengaruhi
angka fertilitas karena semakin tinggi angka urbanisasi semakin tinggi
angka fertilitas (Prasodjo, 2018).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rendi Arialdi, Said
Muhammad (2016) yang berjudul Pengaruh Urbanisasi, Penddikan, dan
Pendapatan terhadap Tingkat Fertilitas di Lima Kota Provinsi Aceh
menunjukkan hasil bahwa urbanisasi berpengaruh positif dan signifikan
terhadap tingkat fertilitas, dikarenakan penduduk yang tinggal di daerah
kota memiliki mindset yag tidak jauh berbeda dengan penduduk desa dan
19
penduduk desa yang pindah ke kota adalah penduduk desa yang miskin
dan berpendidikan rendahsehingga perilaku di kota masih berciri desa,
hal ini mengakibatkan fertilitas di daerah perkotaan akan tetap meningkat
seiring dengan meningkatnya urbanisasi. Berbeda lagi pada negara maju
di Ghana, China dan di Beberapa negara Asia yang menunjukkan bahwa
urbanisasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap fertilitas. Selain
itu, pendapatan (PT) memengaruhi jumlah fertilitas secara negatif dan
signfikan, yang dapat diartikan bahwa meningkatnya pendapatan akan
berdampak pada penurunan angka kelahiran.
2.5 Pendidikan
Tingkat pendidikan dianggap sebagai salah satu variabel yang penting
dalam melihat variasi tingkat fertilitas. Karena variabel ini banyak berperan
dalam perubahan status, sikap dan pandangan hidup mereka di dalam
masyarakat. Pendidikan istri merupakan faktor sosial paling penting dalam
analisis demografi misalnya dalam usia kawin pertama, fertilitas dan mortalitas.
Selain itu, pendidikan juga memberikan kesempatan yang lebih luas kepada
20
wanita untuk lebih berperan dan ikut serta dalam kegiatan ekonomi. Sehingga
faktor tersebut akhirnya mempengaruhi tingkah laku reproduksi wanita karena
diharapkan pendidikan berhubungan negatif dengan fertilitas (Saleh, 2010).
Semakin tinggi tingkat pendidikan istri atau wanita cenderung untuk
merencanakan jumlah anak yang semakin sedikit. Keadaan ini menunjukkan
bahwa wanita yang telah mendapatkan pendidikan lebih baik cenderung
memperbaiki kualitas anak dengan cara memperkecil jumlah anak, sehingga
akan mempermudah dalam perawatannya, membimbing dan memberikan
pendidikan yang lebih layak (Todaro, 2003).
Pendidikan dianggap sebagai input dan output perubahan demografi,
pendidikan yang tinggi sering kali mendorong kesadaran orang untuk tidak
memiliki banyak anak. Dengan pendidikan yang tinggi seseorang cenderung
memilih untuk mempunyai anak dalam jumlah kecil tetapi bermutu, 11
dibanding dengan memiliki banyak anak tetapi tidak terurus. Disisi lain fertilitas
juga memberi kesempatan kepada pemerintah dan para orang tua untuk lebih
memperhatikan anak. Mungkin bukan faktor dominan, tetapi tidak dapat
disangkai bahwa jumlah anak berpengaruh terhadap besar kecilnya peluang
seorang anak untuk menempuh pendidikan. Wanita dengan pendidikan yang
cukup tinggi diharapkan mau menerima pemikiran tentang keluarga kecil. Dan
untuk mencapai keluarga kecil dengan kualitas anak yang baik mereka
mengikuti program KB (Aditomo, 2010).
Menurut Simanjuntak (dalam Hendry, 2009), pendidikan merupakan
faktor penting dalam pengembangan sumberdaya manusia, sebab pendidikan
tidak saja menambah pengetahuan tetapi juga meningkatkan keterampilan kerja.
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pendidikan yaitu
sebuah proses pembelajaran bagi setiap individu untuk mencapai pengetahuan
dan pemahaman yang lebih tinggi mengenai obyek tertentu dan spesifik. Jadi
pada dasarnya pendidikan merupakan sistem yang terdiri dari berbagai
komponen yang berinteraksi. Komponen tersebut menyangkut faktor teknis
(instrumental factor) maupun faktor lingkungan (environmental factor).
Tingkat pendidikan ibu dianggap sebagai salah satu variabel yang
penting dalam melihat variasi tingkat fertilitas karena variabel ini banyak
21
berperan dalam perubahan status, sikap, dan pandangan hidup seseorang di
dalam 20 masyarakat. Pendidikan ibu merupakan faktor sosial paling penting
dalam analisis demografi, misalnya dalam usia kawin pertama, status
pernikahan, dan komposisi umur. Selain itu, pendidikan memberikan
kesempatan yang lebih luas kepada wanita untuk lebih berperan dan ikutserta
dalam kegiatan ekonomi Saleh (dalam Endru Setia Adi, 2010). Menurut
Aditomo (2010), ibu yang memiliki status pendidikan yang tinggi pada
umumnya cenderung merencanakan jumlah anak yang semakin sedikit,
pendidikan yang tinggi seringkali mendorong kesadaran ibu untuk tidak
memiliki banyak anak. Dengan pendidikan yang tinggi seorang ibu memilih
untuk mempunyai anak dalam jumlah sedikit tetapi berkualitas sehingga akan
mempermudah dalam merawat, membimbing, dan memberikan pendidikan yang
lebih layak.
22
Wanita yang menggunakan alat kontrasepsi dalam jangka waktu yang
cukup lama secara langsung akan membatasi jumlah anak yang dilahirkan,
artinya jumlah anak yang akan dilahirkan lebih sedikit, sebaliknya untuk wanita
yang tidak menggunakan alat kontrasepsi akan cenderung mempunyai anak yang
lebih banyak. Pada umumnya pasangan suami istri yang belum mendapatkan
pekerjaan yang layak dan pendapatan yang cukup untuk membiayai semua
kebutuhan anaknya cenderung untuk membatasi jumlah anak dan
memperpanjang jarak kelahiran melalui penggunaan alat kontrasepsi. Hal ini
dikarenakan kemampuan ataupun keinginan untuk memiliki seorang anak
berhubungan erat dengan kondisi ekonomi dan lingkungan sosial orangtua yang
bersangkutan.
Tujuan dari pelaksanaan program KB menurut Widiyanti (dalam Endru
Setia Adi, 2013), antara lain:
a. Membentuk keluarga kecil sesuai dengan kekuatan sosial ekonomi suatu
keluarga dengan cara pengaturan kelahiran anak agar tercipta keluarga
bahagia dan sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya;
b. Mengatur kelahiran, pendewasaan usia kawin, serta peningkatan ketahanan
dan kesejahteraan keluarga;
c. Memperbaiki kesehatan dan kesejahteraan ibu, anak, keluarga dan bangsa,
mengurangi angka kelahiran untuk menaikkan taraf hidup rakyat dan
bangsa, memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan KB yang
berkualitas (termasuk upaya-upaya menurunkan angka kematian ibu, bayi
dan anak), serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi.
23
24
BAB III
METODE PENELITIAN
Identifikasi Masalah
Pembuatan Instrumen
Penelitian
Pengumpulan data
Kuesioner Observasi
Analisis Data :
1. Tabulasi Tunggal
2. Tabulasi Silang
3. Uji Korelasi
Laporan Hasil
Penelitian
25
3.3 Populasi dan Sampel
a. Populasi dan Sampel Wilayah
Populasi wilayah dalam penelitian ini adalah keseluruhan
wilayah yang berada dalam administrasi Desa Wringinsongo,
Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang. Sampel wilayah diambil
menggunakan metode purposive sampling yakni memilih wilayah
secara cermat dan selektif dengan mempertimbangkan karakteristik
wilayah yang dapat menunjang penelitian seperti wilayah dengan
tingkat fertilitas paling tinggi.
b. Populasi dan Sampel Responden
Populasi responden dalam penelitian ini adalah seluruh wanita
pernah kawin di Desa Wringinsongo, Kecamatan Tumpang, Kabupaten
Malang. Sampel diambil secara acak atau menggunakan metode Quota
Sampling dengan jumlah sampel sebanyak 30, dimana Desa
Wringinsongo memiliki 2 dusun dan pada masing-masing dusun
diambil 15 sampel.
26
3.5 Sumber Data
a. Data Primer
Data primer merupakan sumber data yang diperoleh langsung
dari sumber asli yakni didapat dari hasil kuesioner, wawancara, dan
observasi lapangan. Data primer pada penelitian ini mencakup
informasi mengenai identitas responden, tingkat pendidikan responden,
dan partisipasi responden dalam pengguanaan alat kontrasepsi.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak
langsung atau didapatkan dari pihak-pihak tertentu atau melalui media
perantara seperti website. Data sekunder yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data dari lembaga kependudukan seperti BPS dan
BKKBN, pemerintah Desa Wringinsongo, dan juga penelitian-
penelitian terdahulu (skripsi, thesis, jurnal)
27
Nilai korelasi rangking spearman berada diantara -1 sampai
dengan 1. Apabila nilai korelasi yang didapatkan adalah = 0 berati
hubungan antara variabel Y dan X yang dibangun tidak memiliki
korelasi. Jika r bernilai positif, maka untuk variabel Y bernilai naik
maka variabel X akan bernilai naik pula. Sebaliknya, apabila r bernilai
negative, maka jika variabel Y bernilai naik maka variabel Y akan
bernilai turun.
28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
29
persentase terhadap luas Kecamatan Tumpang sebesar 1,79%. Desa
Wringinsongo memiliki lahan sawah seluas 101,13 ha, dan lahan kering seluas
37,37 ha. Luas lahan kering terbagi menjadi permukiman/pekarangan seluas
20,68 ha, tegal/kebun seluas 9,07 ha, perkebunan seluas 1,1 ha, dan lainnya
seluas 6,52 ha.
Topografi Desa Wringinsongo tergolong datar dengan ketinggian 597
mdpl. Suhu minimum dan maksimum Desa Wringinsongo berkisar antara 20-
29°C dengan curah hujan mencapai 1300 mm/tahun. Desa Wringinsongo yang
merupakan bagian dari Kecamatan Tumpang memiliki debit air lebih dari 200
liter/detik (RPJM Kabupaten Malang 2011-2015). Hal tersebut juga ditunjang
oleh adanya sumber yang disebut dengan Sumberingin. Adanya sumber yang
kemudian dijadikan pemandian tersebut menjadikan Desa Wringinsongo
memiliki potensi dibidang pariwisata.
30
Umum/sederajat belum tersedia (BPS, 2018). Sarana kesehatan Desa
Wringinsongo meliputi 3 posyandu dan 1 polindes, sedangkan untuk rumah
sakit, rumah sakit bersalin, poliklinik, dan psukesmas belum tersedia (BPS,
2018). Bidang perindustrian yang dimiliki oleh Desa Wringinsongo terdari dari
kayu sebanyak 1 unit, anyaman/gerabah/keramik sebanyak 12 unit, dan makanan
sebnayak 2 unit. Selain itu pada bidang pertambangan Desa Wringinsongo
memiliki 8 unit usaha penambangan/penggalian.
Desa Wringinsongo memiliki penduduk sebanyak 2062 jiwa pada tahun
2019. Penduduk di Desa Wringinsongo didominasi oleh penduduk laki-laki,
baik di Dusun Sumberingin maupun Dusun Nongkosongo. Perbedaan jumlah
antara penduduk laki-laki dan perempuan tidak terpaut dengan sex ratio sebesar
103,2%. Dusun Sumberingin memilikisex ratio sebesar 102,4% dan Dusun
Nongkosongo memiliki sex ratio sebesar 104%. Rincian data penduduk Desa
wringinsongo dijabarkan sebagai berikut. Penduduk Desa Wringinsongo
mayoritas berada pada usia produktif, dengan dependency ratio sebesar 54,9%
untuk Dusun Sumberingin dan 47,6% untuk Dusun Nongkosongo. Data
penduduk di Desa Wringinsongo per Dusun berdasarkan kelompok umur dan
jenis kelamin dijabarkan sebagai berikut.
31
Total 551 538 1089
Sumber : Hasil Survey Lapangan, 2019
32
2 5 - 9 Tahun 8 38 1 0 0
3 10 - 14 Tahun 2 47 22 3 0
4 15 - 19 Tahun 2 19 15 36 2
5 20 - 24 Tahun 0 9 20 37 5
6 25 - 29 Tahun 1 23 28 23 10
7 30 - 34 Tahun 0 26 25 20 7
8 35 - 39 Tahun 1 31 33 26 1
9 40 - 44 Tahun 0 34 24 7 4
10 45 - 49 Tahun 0 58 27 11 2
11 50 - 54 Tahun 0 46 23 12 4
12 55 - 59 Tahun 0 48 6 15 1
13 >60 Tahun 5 121 10 8 3
Total 31 505 234 199 40
Sumber : Hasil Survey Lapangan, 2019
33
pendidikan yang rendah, yaitu hanya pada tingkat SD, SMP, dan SMA dan tidak
melanjutkann ke jenjang yang lebih tinggi. Sebagaian besar dari wanita tersebut
tidak memiliki pilihan untuk melanjutkan sekolah karena factor ekonomi
sehingga timbul pilihan untuk melakukann pernikahan.
Selain tingkat pendidikan lama penggunaan alat kontrasepsi dalam hal ini
adalah dengan cara berKB juga mempengaruhi fertilitas. Wanita yang
menggunakan alat kontrasepsi cenderung memiliki anak lahir hidup yang lebih
sedikit, jika dibandingkan dengan wanita yang tidak menggunakan alat
konrtrasepsi. Lama penggunaan alat kontrasepsi di Desa Wriginsongo juga
memiliki jangka waktu yang beragam dengan dominasi alat kontrasepsi KB jenis
suntik dan pil.
4.2.1 Fertilitas
Fertilitas dapat diartikan sebagai kemampuan seorang wanita untuk
melahirkan atau dalam demografi dinyatakan dengan banyaknya anak lahir
hidup. Tinggi rendahnya angka fertilitas bergantung pada beberapa factor seperti
tingkat pendidikan, usia kawin pertama, dan penggunaan alat kontrasepsi.
Tingkat fertilitas di Desa Wringinsongo dijabarkan sebagai berikut.
34
Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada lokasi penelitian didominasi
oleh wanita dengan anak lahir hidup sebanyak 2 anak, dimana sampel tersebut
dapat menggambarkan keseluruhan populasi. Dominasi jumlah anak lahir hidup
sebanyak 2 anak tersebut dapat dipengaruhi oleh penggunaan alat kontrasepsi,
mengingat lokasi penelitian yang merupakan kampung KB. Penggunaan alat
kontrasepsi yang diterapkan pada kampung KB tersebut bertujuan untuk
menekan jumlah anak lahir hidup sebanyak 2 anak oleh seorang wanita. Maka
dapat disimpulkan bahwa adanya kampung KB dengan penerapan penggunaan
alat kontrasepsi berhasil menekan angka fertilitas dengan jumlah anak lahir
hidup oleh wanita.
4.2.2 Pendidikan
Tingkat pendidikan erat kaitannya dengan cara berpikir, berperilaku, dan
status sosial ekonomi seseorang. Tingkat pendidikan turut mempengaruhi tingkat
fertilitas, dimana tingkat pendidikan tersebut adalah salah satu faktor pendorong
kesejahteraan. Wanita yang menempuh pendidikan dalam jangka waktu yang
lama akan menyebabkan tertundanya perkawinan dan memberikan pilihan antara
bekerja atau membesarkan anak. Pendidikan yang tinggi cenderung memberikan
kehidupan ekonomi yang lebih terjamin, sehingga fertilitas juga akan tergolong
rendah.
Tingkat pendidikan adalah salah satu faktor yang berkaitan dengan
pengetahuan wanita mengenai manfaat dan tujuan program keluarga berencana,
yaitu dengan cara pengaturan kelahiran yang dapat menekan tingkat fertilitas
dan meningkatkan kualitas seseorang. Tingkat pendidikan wanita di Desa
Wringinsongo dijabarkan sebagai berikut.
35
Berdasarkan Tabel 4.6 dapat diketahui bahwa wanita dengan pendidikan
6 tahun dan 9 tahun mendominasi lokasi penelitian dengan persentase 40% dan
berjumlah 12 responden, sedangkan wanita yang menempuh pendidikan selama
12 tahun sebanyak 6 responden dan memiliki persentase sebesar 20%. Hal
tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar wanita di lokasi penelitian hanya
lulus pendidikan pada tingkat SD dan SMP, dengan lulusan SMA yang juga
tidak terlalu banyak.
Desa Wringinsongo didominasi oleh wanita dengan pendidikan pada
tingkat SD, SMP, dan SMA saja. Berdasarkan data mengenai 30 responden tidak
ditemukan satupun wanita yang menempuh atau lulus pendidikan tinggi.
Rendahnya pendidikan wanita di lokasi penelitian disebabkan oleh tidak adanya
pilihan untuk melanjutkan sekolah karena factor ekonomi. Wanita yang telah
lulus sekolah dihadapkan pada pilihan untuk melakukan pernikahan.
Wanita yang memperoleh kesempatan pendidikan yang lebih tinggi
umumnya memiliki umur perkawinan yang juga tinggi dan pada akhirnya
mempengaruhi jumlah anak lahir hidup yang sedikit. Pendidikan sebagai
variable sosial ekonomi memiliki pengaruh yang tidak langsung terhadap
fertilitas, dimana semakin tinggi pendidikan seorang wanita maka akan semakin
mengurangi masa reproduksi dan usia kawinnya, sebaliknya jika pendidikan
yang rendah akan menyebabkan panjangnya masa reproduksi dan semakin tinggi
fertilitasnya.
36
mendominasi. Jumlah dan persentase wanita pengguna alat kontrasepsi di Desa
Wringinsongo dijabarkan pada sebagai berikut.
37
Pendidikan dan fertilitas memiliki hubungan yang cukup kuat, sehingga dapat
dikatakan bahwa pendidikan merupakan faktor yang cukup berkaitan dengan
fertilitas. Hal ini dapat dilihat dari angka koefisien korelasi sebesar -0,550**,
dengan tanda (**) yang menandakan bahwa korelasi bernilai signifikan pada
angka signifikansi sebesar 0,01.
Tingkat pendidikan merupakan variabel yang tidak langsung
mempengaruhi fertilitas, karena tidak semua wanita pernah kawin yang
menempuh pendidikan formal dalam waktu yang sebentar memiliki banyak anak
dan yang menempuh pendidikan dalam waktu yang lama memiliki sedikit anak.
Hal ini dikarenakan terdapat faktor lain yang berhubungan secara langsung
dengan fertilias. Lama pendidikan yang ditempuh oleh wanita pernah kawin di
Desa Wringinsongo didominasi pada kategori lama 6 tahun (SD) dan 9 tahun
(SMP) yang sama-sama memiliki presentase 40%, sedangkan untuk kategori 12
tahun (SMA) hanya sebanyak 20%. Hubungan antara tingkat pendidikan dan
fertilitas wanita pernah kawin di Desa Wringinsongo, Kecamatan Tumpang,
Kabupaten Malang dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut.
Fertilitas
No Pendidikan Total
1 2 ≥3
1 6 tahun 1 4 7 12
2 9 tahun 3 9 0 12
3 12 tahun 2 4 0 6
Total 6 17 7 30
Sumber : Olahan Data Primer, 2020
38
Keadaan ini menunjukkan bahwa wanita yang menempuh pendidikan lebih lama
atau lebih baik maka akan cenderung memperbaiki kualitas anak dengan cara
memperkecil jumlah anak, sehingga akan mempermudah dalam merawatnya,
membimbing dan memberikan pendidikan yang lebih layak.
Selain berpengaruh pada pola pikir, usia kawin pertama juga mengurangi
masa subur wanita sehingga memperkecil kemungkinan untuk memiliki banyak
anak. Wanita pernah kawin di Desa Wringinsongo yang menikah pada usia lebih
muda, cenderung memiliki anak lebih banyak dibandingkan dengan wanita yang
menikah pada usia yang lebih tua. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wanita
pernah kawin Desa Wringinsongo dengan pendidikan lebih tinggi memiliki
jumlah anak yang lebih sedikit.
39
fertilitas di Desa Wringinsong dikategorikan kedalam 3 kategori lama
pemakaian alat kontrasepsi yakni 1-7 tahun, 8-14 tahun, dan 15-24 tahun.
Seperti yang dapat dilihat pada tabel 4.3, bahwa lama pemakaian alat kontrasepsi
oleh wanita pernah kawin di Desa Wringinsongo didominasi pada kategori 1-7
tahun yakni 43%, kedua pada kategori 8-14 tahun sebanyak 33%, dan terakhir
pada kategori 15-21 tahun dengan 23%. Hubungan antara pemakaian alat
kontrasepsi dengan fertilitas dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut.
Tabel 4.9 Hubungan Antara Pemakaian Alat Kontrasepsi dengan Fertilitas
di DesaWringinsongo
Fertilitas
No Lama Penggunaan Total
1 2 ≥3
1 1-7 tahun 6 5 2 13
2 8-14 tahun 0 8 2 10
3 15-21 tahun 0 4 3 7
Total 6 17 7 30
Sumber : Olahan Data Primer, 2019
Tabel 4.9 menunjukkan bahwa wanita pernah kawin yang telah memakai
alat kontrasepsi selama 1-7 tahun paling banyak memiliki 1 anak, sedangkan
wanita pernah kawin yang telah memakai alat kontrasepsi selama 8-14 paling
banyak memiliki 8 anak, dan wanita pernah kawin yang telah memakai alat
kontrasepsi selama 15-21 tahun paling banyak memiliki 4 anak. Pemakaian alat
kontrasepsi Lama pemakaian alat kontrasepsi ini juga berkaitan dengan umur
pertama kali menjadi akseptor, jadi tidak jumlah anak tidak hanya ditentukan
dari lama pemakaian alat kontrasepsi saja namun juga mempertimbangkan
waktu pertama pemakaiannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa alat kontrasepsi yang paling banyak
digunakan wanita pernah kawin di Desa Wringinsongo adalah KB baik berupa
pil maupun suntik. KB merupakan alat kontrasepsi jangka pendek (non-MKPJ),
yang mana penggunaan non-MKJP memiliki resiko kegagalan yang lebih tinggi
atau lebih tinggi terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan jika dibandingkan
dengan menggunakan MKJP. Selain itu, ada beberapa wanita yang tidak
memakai alat kontrasepsi dari awal memiliki anak pertama, sehingga jumlah
anak yang dimiliki cenderung lebih banyak. Alasan tidak memakai alat
40
kontrasepsi ini antara lain tidak mengetahui pengetahuan mengenai pentingnya
alat kontrasepsi, atau malas untuk menggunakan alat kontrasepsi.
41
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
a. Wanita pernah kawin di Desa Wringinsongo mayoritas memiliki 2
anak, dengan presentase sebesar 57% . Hal ini mengindikasikan bahwa
program KB di Desa Wringinsongo sudah mulai berjalan baik
meskipun belum optimal. Namun, pendidikan wanita pernah kawin
masih cukup rendah dengan didominasi oleh kategori lama pendidikan
6 tahun dan 9 tahun. Pendidikan yang rendah ini juga berhubungan
dengan tingginya pernikahan dini pada wanita di Desa Wringinsongo.
Banyak wanita sudah mulai berpartisipasi menjadi akseptor, meskipun
masih ada juga beberapa yang belum memakai alat kontrasepsi atau
baru memakai alat kontrasepsi ketika sudah banyak memiliki anak.
b. Pendidikan dan fertilitas memiliki hubungan negatif, yang artinya
semakin tinggi pendidikan seorang wanita pernah kawin di Desa
Wringinsongo maka semakin sedikit anak yang dimilikinya. Namun
berbeda halnya dengan Pemakaian alat kontrasepsi dan fertilitas yang
memiliki hubungan positif, dimana artinya semakin lama seorang
wanita memakai alat kontrasepsi maka semakin banyak pula anak yang
dimiliki. Hal ini juga mempertimbangkan usia pertama pemakaian ala
kontrasepsi dan jumlah anak yang dimiliki, karena ada beberapa wanita
yang terlambat dalam memakai alat kontrasepsi.
5.2 Saran
a. Jumlah pernikahan dini perlu lebih ditekan lagi agar dapat mengurangi
kemungkinan tingginya angka fertilitas pada wanita. Selain itu juga,
penekanan angka pernikahan dini akan mendorong kiat untuk
meningkatkan taraf pendidikan wanita.
b. Pemakaian alat kontrasepsi juga perlu diperkenalkan kepada para pria,
agar bukan hanya wanita yang berpartisipasi menjadi seorang akseptor.
Sehingga program Keluarga Berencana dapat berjalan dengan lebih
optimal.
42
DAFTAR PUSTAKA
Bogue, Donald, J. 1984. Principle of Demography. John Wiley and Son, Inc.
New York.
Davis, Kingsley., Judith Blake. 1956. Struktur Sosial dan Fertilitas. Dalam
Mundiharno (Editor).2010. LP3ES. Jakarta.
43
Mantra, Ida Bagoes. 2014. Demografi Umum. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Normalasari, S., Gani, I., & Amalia, S. 2018. Faktor-faktor sosial ekonomi pada
wanita yang menikah dini dalam mempengaruhi fertilitas. Jurnal Inovasi.
Vol.14, No.1.
Oktavia, W. Y., Putro, T. S., & Sari, L. 2014. Pengaruh tingkat pendidikan,
struktur umur dan kematian bayi terhadap fertilitas di Kota Pekanbaru.
Disertasi. Universitas Riau.
Pratiwi, Nalasari. 2014. Pengaruh Faktor Sosial, Ekonomi, dan Demografi
Terhadap Jumlah Anak yang Pernah Dilahirkan Hidup di Kecamatan
Pesantren Kota Kediri. Jurnal Swara Bhumi. Vol.3, No.3.
Rahman, A., dan Syakur, RM. 2018. Menelusur Determinan Tingkat Fertilitas.
Jurnal EcceS. Vol.5, No.2.
Santy P. 2011. Kekerasan Terhadap Istri dalam Rumah Tangga dan unmet need
Pelayanan Keluarga Berencana di Kota Banda Aceh. Tesis. Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Sinaga, L., Hardiani, H., dan Prihanto, P. H. 2017. Faktor - faktor yang
mempengaruhi tingkat fertilitas di perdesaan (Studi pada Desa
Pelayangan Kecamatan Muara Tembesi Kabupaten Batanghari). Jurnal
Paradigma Ekonomika. Vol.12, No.1.
44
Todaro, M.P and Smith, A.C. 2003. Economic Development. Pearsons
Educational Limited. UK.
Tsany, Fitriana. 2017. Trend Pernikahan Dini di Kalangan Remaja (Studi Kasus
Di Kabupaten Gunung Kidul Yogyakarta Tahun 2009-2012. Jurnal
Sosiologi Agama.Vo.9, No.1..
45
Lampiran 1. Hasil Uji Korelas Spearman dengan Software SPSS
Nonparametric Correlations
Notes
Number of Cases
174762 casesa
Allowed
Correlations
Y X1
30 30
Correlation
-.550** 1.000
Coefficient
30 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
NONPAR CORR
/VARIABLES=Y X2
/PRINT=SPEARMAN TWOTAIL NOSIG
/MISSING=PAIRWISE.
Nonparametric Correlations
Notes
/MISSING=PAIRWISE.
Resources Processor Time 00:00:00,00
Number of Cases
174762 casesa
Allowed
Correlations
Y X2
30 30
Correlation
.487** 1.000
Coefficient
30 30
NONPAR CORR
/VARIABLES=Y X1 X2
/PRINT=SPEARMAN TWOTAIL NOSIG
/MISSING=PAIRWISE.
Nonparametric Correlations
Notes
/MISSING=PAIRWISE.
Resources Processor Time 00:00:00,00
Number of Cases
142987 casesa
Allowed
Correlations
Y X1 X2
30 30 30
Correlation
-.550** 1.000 -.347
Coefficient
30 30 30
Correlation
.487** -.347 1.000
Coefficient
Sig. (2-tailed) .006 .061 .
30 30 30
Kuesioner
Hubungan Antara Pendidikan dan Penggunaan Alat Kontrasepsi
dengan Tingkat Fertilas di Desa Wringinsongo, Kecamatan
Tumpang, Kabupaten Malang
Identitas Responden
Nama :
Umur :
Jumlah ALH :
Usia Kawin Pertama :
No. Pertanyaan
1 Apa pendidikan terakhir yang Anda tempuh ?
2 Apakah anda menggunakan alat kontrasepsi ?
3 Berapa lama Anda telah menggunakan alat kontrasepsi ?
4 Kontrasepsi apa yang anda gunakan ?
5 Kapan pertama kali menggunakan alat kontrasepsi?
6 Apakah anda pernah berhenti menggunakan alat kontrasepsi ?
7 Berapa lama anda beerhenti menggunakan alat kontrasepsi ?
Lampiran 3. Data Tunggal Hasil Kuesioner
Pendidikan
Nama Alamat Umur ALH UKP
Responden
Ningmaslihah DUSUN NONGKOSONGO 27 2 20 MA
Naning DUSUN NONGKOSONGO 37 2 28 SMA
Rini DUSUN NONGKOSONGO 39 2 18 SMP
Safina DUSUN NONGKOSONGO 29 2 21 SMP
Nia DUSUN NONGKOSONGO 27 1 20 SMP
Lifa DUSUN NONGKOSONGO 26 1 24 SMA
Vita DUSUN NONGKOSONGO 25 2 19 SMP
Evi DUSUN NONGKOSONGO 29 3 17 SD
Sofia DUSUN NONGKOSONGO 42 3 17 SD
Tina DUSUN NONGKOSONGO 38 2 17 SD
Hidayah DUSUN NONGKOSONGO 29 2 20 SMP
Via DUSUN NONGKOSONGO 35 3 24 SD
Husanah DUSUN NONGKOSONGO 39 2 16 SD
Inukuwati DUSUN NONGKOSONGO 45 4 16 SD
Eli DUSUN NONGKOSONGO 35 2 20 SMP
Satupa DUSUN SUMBERINGIN 48 2 22 SMP
Yeni DUSUN SUMBERINGIN 23 1 17 SMP
Tria DUSUN SUMBERINGIN 22 1 20 SMK
Rosada DUSUN SUMBERINGIN 49 2 20 SMK
Yuliati DUSUN SUMBERINGIN 47 3 16 SD
Kurnia wati DUSUN SUMBERINGIN 37 2 21 SMA
nuriah DUSUN SUMBERINGIN 37 2 22 SMP
Sutiana DUSUN SUMBERINGIN 45 2 20 SD
Indah DUSUN SUMBERINGIN 32 2 17 SD
vira DUSUN SUMBERINGIN 27 1 20 SD
murdia DUSUN SUMBERINGIN 37 2 21 SMP
Ulil DUSUN SUMBERINGIN 23 1 21 SMP
Nur aziza DUSUN SUMBERINGIN 40 3 19 SD
Tutik DUSUN SUMBERINGIN 30 2 19 SMP
Megi DUSUN SUMBERINGIN 30 5 17 SD