Anda di halaman 1dari 4

T1 – STUDI KASUS (CASE METHODS)

MATA KULIAH FISIOLOGI HEWAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
Dosen Pengampu : Nadyatul Ilma Indah Savira, S.Si., M.Si.
Tanggal : 30 September 2021

Petunjuk Pengerjaan
1. Terdapat tiga kasus yang menyangkut analisis dari empat materi yaitu, Homeostasis,
Sistem Saraf, Sistem Gerak dan Otot, serta Sistem Indera
2. Studi kasus ini dikerjakan secara individu, tidak berkelompok
3. Jawaban dan tanggapan dari setiap kasus harus disertai dengan referensi yang valid
yaitu dari artikel ilmiah, baik nasional maupun internasional. Jika referensi dari artikel
ilmiah bereputasi seperti Nature, Elsevier, Springer, Plos One, dan lainnya akan
mendapatkan nilai lebih. Tidak diperkenakan sama sekali menggunakan referensi
dari website kesehatan baik yang berbahasa Indonesia maupun berbahasa
inggris.
4. Semakin banyak referensi akan semakin bagus
5. Setiap kasus harus diberikan jawaban atau tanggapan minimal 2 paragraf!
6. Perhatikan due date dari pengerjaan studi kasus ini di mmp.unej.ac.id
7. Setiap hasil pengerjaan studi kasus akan dilakukan cek plagiasinya. Kerjakan secara
mandiri !
8. Selamat dan Semangat Mengerjakan ! ^^
Kasus 1.
Ketika suhu tubuh meningkat dikarenakan infeksi ataupun radang
pada salah satu organ, maka tubuh akan mengalami demam. Akibat
demam, suhu tubuh akan naik drastis tetapi respon tubuh adalah
menggigil dan merasa dingin. Jelaskan bagaimana mekanisme
gangguan homeostasis tersebut !

Kasus 2
Covid-19 adalah penyakit pandemi yang viral sejak akhir 2019.
Pasien terkonfirmasi positif Covid-19 setiap harinya bertambah.
Salah satu gejala yang dialami pasien Covid-19 adalah anosmia.
Anosmia adalah hilangnya fungsi indera penciuman dan indera
perasa (lidah). Hidung pasien tidak peka terhadap bau menyenga
walaupun hidung dalam keadaan baik (tidak mampet karena
lendir, atau karena penyakit lain yang menyumbat lubang
hidung). Jelaskan mekanisme fisiologis yang berhubungan
dengan sistem saraf dan sistem indera pada pasien Covid-19 !

Kasus 3
Masih seputar tentang pasien Covid-19,
ditemukan beberapa kasus yang sama pasien
Covid-19 yang menderita muscle atrophy. Pasien
ini mengalami kesulitan dalam menggerakan
anggota gerak (kaki ataupun tangan). Tidak hanya
di bagian anggota gerak saja, Covid-19 juga
menyebabkan kerusakan pada otot di bagian
spinal (tulang belakang). Jelaskan mekanisme
fisiologis sistem gerak dan otot pada kasus tersebut !
Lembar Pengerjaan
Nama : Fitria Rahmawati Putri
NIM : 190210103110

Kasus 1

Homoestatis adalah suatu adaptasi tubuh terhadap temperatur lingkungan luar pada
manusia dan hewan berdarah panas. Terjadinya demam pada tubuh adalah respons alami
untuk melawan infeksi dan menghasilkan panas tambahan, Nah akibat dari proses ini secara
tidak langsung meningkatkan suhu inti ideal yang baru, sehingga memunculkan rasa dingin
pada tubuh.
Pada kasus di atas, seseorang yang mengalami suatu infeksi ataupun radang pada
salah satu organ, maka termoreseptor akan meningkatkan suhu tubuh. Kemudian,
peningkatan suhu tersebut akan diteruskan informasinya menuju otak pada bagian
hipotalamus sebagai control center. Lalu, hipotalamus akan memberikan sinyal kepada otot
tubuh untuk mempertahankan keseimbangan suhu tubuh dan meningkatkan laju metabolisme
pada tubuh dengan cara kontraksi otot. Hal inilah yang menyebabkan refleks menggigil
sebagai output. Dalam keadaan menggigil, akan terjadi aktivasi sinkron pada hampir semua
otot sehingga akan saling berkontraksi dan energi panas yang dihasilkan akan relatif tinggi.

Referensi:
Kukus, Y., Supit, W., & Lintong, F. (2009). Suhu tubuh: homeostasis dan efek terhadap
kinerja tubuh manusia. JURNAL BIOMEDIK: JBM, 1(2).
Wangemann, P., & Schacht, J. (1996). Homeostatic mechanisms in the cochlea. In The
cochlea (pp. 130-185). Springer, New York, NY.

Kasus 2

Sistem indera mulut, hidung, dan telinga terhubung menjadi satu saluran yang disebut
saluran eustachius, saluran ini menjuntai panjang sampai ke lambung. Kasus diatas
menyebutkan bahwa hidung pasien tidak peka terhadap bau menyenga walaupun hidung
dalam keadaan baik (tidak mampet karena lendir, atau karena penyakit lain yang menyumbat
lubang hidung), karena pasien di diagnosis terjangkit virus COVID-19 dan menderita anomia,
anosmia adalah hilangnya fungsi indera penciuman dan indera perasa (lidah).
Pada mekanisme anosmia, diawali dengan infeksi SARS-CoV-2 hingga menyebabkan
klinis berupa anosmia, dimulai dengan memanfaatkan Angiotensin Converting Enzyme 2
(ACE2) yang dapat ditemui pada permukaan sel sebagai reseptor pengitanya, kemudian akan
dibantu oleh Serine Protease (TMPRSS2). Setelah itu, akan terjadi pengikatan, maka RNA
virus akan memasuki nukleus dari sel, kemudian akan bereplikasi dan menyebar ke setiap sel.
Proses penyebaran virus SARS-CoV-2 antar sel terjadi, maka akan menyebabkan kerusakan
yang bermakna pada nukleus sel-sel epitel olfactorius. Setelah terjadi kerusakan pada sel-sel
epitel yang merupakan penerimaan sinyal pertama pada lapisan pertama dari sistem
olfactorius, maka akan terjadi disfungsi pada olfactoris, sehingga terjadi peristiwa hilangnya
daya pembau yang mengganggu sistem penciuman yang disebut dengan anosmia.

Referensi:
İşlek, Akif, and Mustafa Koray Balcı. "Evaluation of effects of chronic nasal steroid use on
rhinological symptoms of COVID-19 with SNOT-22
questionnaire." Pharmacological Reports (2021): 1-5.
Bilinska, K., & Butowt, R. (2020). Anosmia in COVID-19: a bumpy road to establishing a
cellular mechanism. ACS chemical neuroscience, 11(15), 2152-2155.
Aditya, D. M. N. 2020. Anosmia Pada COVID-19: Studi Neurobiologi. Keluwih : Jurnal
Kesehatan dan Kedokteran. 2(1) : 50-55.

Kasus 3

Atrofi otot merupakan suatu kondisi saat seseorang mulai kehilangan massa otot
karena terjadi penyusutan. Kondisi ini bisa terjadi karena berbagai hal, misalnya terlalu lama
tidak dipakai, bagian dari proses penuaan, malnutrisi, penggunaan obat-obatan, hingga
berbagai penyakit yang memengaruhi kesehatan tulang sekaligus otot. Kasus diatas
menyebutkan bahwa beberapa pasien Covid-19 menderita muscle atrophy. Pasien ini tidak
hanya mengalami kesulitan dalam menggerakan anggota gerak (kaki ataupun tangan) namun
juga mengalami kerusakan spinal (tulang belakang).
Ditemukannya penderita Covid-19 yang juga mengalami atrofi kebanyakan adalah
para lansia karena selain menyerang sistem indera Covid-19 juga menyumbat jalannya
protein yang dibutuhkan tubuh sebagai tenaga atau energi, dengan tersumbatnya distribusi
pratein ini menyebabkan otot tubuh lemas dan susah untuk digerakan. Dengan masa
penyembuhan yang memakan waktu hingga berbulan-bulan menyebabkan tubuh penderita
khususnya penderita lansia kurang melakukan gerak dan terjadilah penurunan masa otot yang
dikenal sebagai penyakit astrofi. Dengan kurangnya distribusi protein dan gerak akan
mempengaruhi rangsangan yang diterima oleh tubuh akan diteruskan menuju pusat kendali,
yakni pada sumsum tulang belakang. Ketika kinerja atau laju yang dimiliki oleh sistem saraf
untuk menghantantarkan impuls berkurang, maka kontraksi otot yang terdapat pada sumsum
tulang belakang juga akan berkurang, karena berkurangnya intensitas penerima rangsang.
Oleh karena itu, akan terjadi pula kerusakan otot pada bagian sumsum tulang belakang,
karena kurangnya frekuensi penggunaan otot tersebut yang akan menjadikan otot tersebut
menjadi lebih mudah lelah dan kaku serta berujung pada kerusakan.

Referensi
Hoffman, E. P., & Nader, G. A. (2004). Balancing muscle hypertrophy and atrophy. Nature
medicine, 10(6), 584-585.
Sampson, J. A., & Groeller, H. (2016). Is repetition failure critical for the development of
muscle hypertrophy and strength?. Scandinavian journal of medicine & science in
sports, 26(4), 375-383.

Anda mungkin juga menyukai