PENDAHULUAN
keempat dari semua jenis kanker ginekologi yang paling sering terjadi diseluruh
dunia dan merupakan penyebab kematian utama (47% dari semua kematian akibat
empat terbanyak dengan angka kematian mencapai 15 kasus per 100.000 wanita
setelah kanker payudara, korpus uteri, dan kolorektal (Fauzan, 2009). Kanker
ovarium tipe epitel adalah salah satu keganasan ginekologi yang paling sering
terjadi dengan angka kematian sebanyak 150.000 jiwa setiap tahunnya di seluruh
dunia (Ferlay et al., 2013). Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil studi
kasus kanker ovarium menempati urutan kedua terbanyak setelah kanker serviks,
dimana pada tahun 2013 jumlah pasien kanker ovarium sebanyak 482 dan
mengalami kenaikan jumlah pasien yang cukup besar di tahun 2014 yaitu
sebanyak 1119 kasus. Hal ini menjadi salah satu yang harus dijadikan perhatian,
mengingat jumlah kasus penderita kanker ovarium yang akan terus meningkat.
dengan keganasan ginekologi, yaitu dapat memberikan respon terapi yang baik,
1
2
selain itu terdapat juga efek toksik yang tidak dapat dihindarkan dari pemberian
keunggulan jika dibandingkan dengan regimen tunggal, yaitu laju respon terapi
yang dihasilkan lebih baik dibandingkan dengan kemoterapi tunggal dan dapat
karena telah terbukti memiliki khasiat terapi yang lebih baik dan toksisitas yang
al., 2003). Selain itu, menurut Piccart et al. (2000), kemoterapi kombinasi
prosedur tetap yang digunakan untuk pengobatan kemoterapi pada pasien kanker
ovarium.
pengobatan pasien kanker ovarium salah satunya dapat ditentukan dengan melihat
konsentrasi tumor marker HE4 (Mokhtar et al., 2012). Human Epidydimis protein
sensitivitas 72,9% dan spesifisitas 95% pada jaringan kanker ovarium yang tidak
ditemukan pada jaringan tumor ovarium jinak maupun jaringan ovarium normal
dan diekspresikan cukup tinggi dalam serum darah pasien kanker ovarium (Moore
et al., 2009). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hatzipetros et al. (2013)
sebanyak 6 siklus menunjukan efektivitas yang baik pada pasien kanker ovarium
Selain efek terapi yang diperoleh pasien, juga terdapat efek toksik yang tidak
hasil penelitian dari Khemapech et al. (2013), dari 64 pasien kanker ovarium yang
Menurut Ehrenpreis dan Eli (2001) efek samping dari karboplatin diketahui dapat
toksisitas hampir setiap jenis kemoterapi, yaitu penurunan kadar hemoglobin yang
Cancer Society (2013), kadar leukosit yang rendah pada pasien yang menderita
kanker dapat meningkatkan adanya resiko infeksi yang serius, dan menurut Kuter
telah dilakukan oleh Caro et al. (2001), mendapatkan hasil bahwa angka kematian
hingga sebesar 65%, sehingga efek toksik yang menjadi fokus dalam penelitian ini
untuk menilai respon kemoterapi dan efek toksik pada pasien kanker ovarium
sebagai berikut:
1.2.1 Apakah terdapat perbedaan nilai HE4 sebelum kemoterapi siklus I dan
1.2.3 Apakah terdapat perbedaan kadar leukosit sebelum kemoterapi siklus I dan
kanker ovarium.
memonitor respon terapi dan efek samping kemoterapi pada pasien kanker
sel epitel.
Dapat mendapatkan efek terapi yang maksimal dan efek toksik yang
TINJAUAN PUSTAKA
Kanker ovarium adalah kanker primer yang berasal dari ovarium. Kanker ovarium
Kanker ovarium tipe epitelial merupakan keganasan ovarium yang paling banyak
kebanyakan pasien yang datang sudah memasuki stadium lanjut (Cannistra, 2004;
Andrijono, 2009).
Kanker ovarium biasanya terdeteksi pada stadium lanjut dan masih merupakan
Pada tahun 2011, di Amerika Serikat diperkirakan terdapat 21.990 kasus baru
kanker ovarium dan 15.460 kasus kematian (Hennessy, dkk.,2009; Su, dkk.,
2012). Angka harapan hidup lima tahun pada stadium awal kanker ovarium kira-
kira 92% tetapi sangat sulit untuk mendeteksi kanker ovarium pada stadium ini
oleh karena gejala yang tidak jelas. Kebanyakan pasien terdiagnosis dengan
stadium lanjut dimana angka harapan hidup lima tahun hanya 30% (Su, dkk.,
2012; Bosse, K., dkk., 2006.). Berdasarkan data American Cancer Society pada
10
tahun 2010 diperkirakan terdapat sebanyak 21.880 kasus baru kanker ovarium dan
berdasarkan struktur anatomi dari mana mereka berasal yaitu: 1) surface epitelial-
mixed tumors apabila terdapat kombinasi dua atau lebih subtipe (Pearson, 2009).
90% kanker ovarium berasal dari jaringan coelomic epithelium atau mesotelium.
Sel tersebut adalah produk mesoderm yang dapat mengalami metaplasia (Pearson,
2009).
secara tipikal ditunjukkan dengan dinding kista halus berkilau tanpa penebalan
epitel atau dengan proyeksi papiler kecil. Tumor borderline berisikan peningkatan
jumlah proyeksi papiler. Proporsi penting pada tumor serous borderline dan tumor
banyak silia pada tumor jinak. Papilae mikroskopik mungkin ditemukan. Tumor
serous borderline menunjukkan peningkatan kompleksitas papilae stroma,
grade serous carcinoma. Banyaknya massa solid atau massa tumor papiler,
bentuk massa yang irregular dan fiksasi atau nodularitas kapsul merupakan
tumor jinak namun tidak spesifik untuk neoplasia (Kumar, dkk., 2010; Berek dan
Hacker, 2010).
permukaan dan jarang bilateral. Tumor musinus menghasilkan massa kistik besar,
pemeriksaan histologi, tumor musinus jinak dilapisi oleh sel epitelial kolumnar
dengan musin apikal dan tidak ada silia, sama dengan epitelia usus atau servikal
nekrosis (Kumar, dkk., 2010; Berek dan Hacker, 2010; Maharaj, A.G., 2012).
kelenjar tubuler yang sangat mirip dengan endometrium jinak atau ganas.
kedua ovarium dan biasanya bilateral (Kumar, dkk., 2010; Berek dan Hacker,
2010).
Tumor clear cell jinak dan borderline sangat jarang ditemukan begitu juga
dengan tipe karsinoma. Gambarannya berupa sel epitelial besar dengan banyak
endometrioid. Tumor clear cell ovarium dapat berupa massa solid atau kistik.
Pada neoplasma solid, clear cells tersusun dalam lembaran atau tubulus. Pada
jenis kistik, sel neoplastik tersusun berbaris (Kumar, dkk., 2010; Berek dan
Hacker, 2010).
stroma fibrous yang melapisi epitelium kolumnar. Tumor jinak ini biasanya kecil
adenofibroma dimana komponennya terdiri dari sel epitelial tipe transisional yang
menyerupai lapisan kandung kencing (Kumar, dkk., 2010; Berek dan Hacker,
2010).
Stadium kanker ovarium ditentukan berdasarkan pada penemuan yang
dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan stadium kanker ovarium menurut International
Stadium Kriteria
I Pertumbuhan terbatas pada ovarium
IA Pertumbuhan tumor terbatas pada satu ovarium, cairan asites tidak
mengandung sel-sel ganas, tidak ada pertumbuhan tumor pada permukaan luar
dan kapsul utuh
IB Pertumbuhan tumor terbatas pada kedua ovarium, cairan asites tidak
mengandung sel-sel ganas, tidak ada pertumbuhan tumor pada permukaan luar
dan kapsul utuh
IC Tumor terbatas pada satu atau kedua ovarium
IC1 Tumor pecah saat pembedahan
IC2 Kapsul tumor pecah sebelum pembedahan atau tumor pada permukaan
ovarium
IC3 Terdapat sel-sel ganas dalam cairan ascites atau cairan bilasan peritoneum
II Tumor pada satu atau kedua ovarium, dengan perluasan ke dinding pelvis
(dibawah pelvic brim) atau kanker peritoneum primer.
IIA Perluasan dan atau metastasis ke uterus dan atau tuba falopi
IIB Perluasan ke jaringan pelvis lainnya
III Tumor pada satu atau kedua ovarium dengan sitologi atau histologi implantasi
diluar peritoneal pelvis dan atau metastase ke kelenjar limfe retroperitoneal.
IIIA Penyebaran pada kelenjar limfe retroperitoneal dan atau secara mikroskopis
metastase keluar pelvis.
IIIA1 Penyebaran hanya pada kelenjar limfe retroperitoneal
IIIA1(1) Metastase ≤ 10 mm
IIIA1(2) Metastase > 10 mm
IIIA2 Secara mikroskopis, melibatkan peritoneum ekstrapelvik (diatas brim) ±
kelenjar getah bening retroperitoneal positif
IIIB Secara makroskopis, ekstrapelvik, metastase peritoneum ≤ 2 cm ± kelenjar
getah bening retroperitoneal positif. Termasuk perluasan tumor ke kapsul
hati/empedu.
IIIC Secara makroskopis, ekstrapelvik, metastase peritoneum > 2 cm ± kelenjar
getah bening retroperitoneal positif. Termasuk perluasan tumor ke kapsul
hati/empedu.
IV Metastase jauh, tidak termasuk metastase peritoneal
IVA Efusi pleura dengan sitologi positif
IVB Metastase hepar dan atau metastase parenkim limpa, metastase ke organ
ekstraabdominal (termasuk kelenjar getah bening inguinal dan kelenjar getah
bening diluar kavum abdomen)
(Sumber: J Gynecol Oncol Vol. 26, No. 2:87-89, 2015)
Etiologi kanker ovarium masih belum jelas, beberapa hipotesis yang mungkin saat
ini menjelaskan terjadinya kanker ovarium antara lain: hipotesis trauma ovulasi
ovarium pada waktu pecahnya folikel dan kemudian diikuti oleh perbaikan
sel/DNA. Hipotesis ini menyatakan bahwa semakin banyak pembelahan sel yang
gen-lingkungan (Berek dan Novak’s, 2007; Gardner, dkk., 2009). Reaksi inflamasi
DNA tubuh akan melakukan perbaikan DNA yang rusak, dengan demikian
inflamasi kronik akan menimbulkan efek yang lama, menyebabkan kematian sel
Sitokin yang dilepaskan pada reaksi inflamasi juga berperan dalam regulasi
(HRT), endometriosis, menarche awal dan atau menopause terlambat, ras dan area
biasanya terjadi pada wanita berumur antara 50-79 tahun dengan median umur
saat diagnosis adalah 63 tahun. Lebih dari 70% kanker ovarium terjadi setelah
payudara dan ovarium terjadi akibat adanya mutasi pada tumor supressor
kanker ovarium pada populasi hanya sebesar 1,4%, akan meningkat menjadi 28-
60% jika terjadi mutasi BRCA1 dan 11-27% pada BRCA2. Mutasi BRCA1
menyebabkan kerusakan TSG p53 dan p21 yang mengakibatkan TSG tersebut
tidak berfungsi. Sindroma Lynch II meliputi kanker kolon, kanker payudara,
kanker ovarium, kanker endometrium dan kanker prostat. Kanker timbul setelah
proses mutasi pada gen MLH1 atau MHS2 yang berperan pada reparasi gen.
penggunaan HRT (Gardner, dkk., 2009). Insiden kanker ovarium tertinggi pada
wanita kulit putih dan di negara-negara industri barat. Wanita perokok memiliki
risiko dua kali menderita kanker ovarium tipe musinus dibandingkan dengan
risiko kanker. Kehamilan tunggal mengurangi risiko sebesar 20-40% dan masing-
kontrasepsi oral saja mengurangi risiko kanker ovarium hampir sebesar 60%.
Diperkirakan bahwa sebanyak 200.000 kasus dan 100.000 kematian karena kanker
kontrasepsi oral. Prosedur histerektomi dan ligasi tuba mengurangi risiko kanker
ovarium sebesar 30-40%. Mekanismenya adalah mencegah karsinogen potensial
wanita yang menyusui juga dikatakan terjadi penurunan risiko kanker ovarium.
Pengaruh gaya hidup sehat tidak kalah pentingnya. Hubungan antara aktivitas
fisik dan insiden kanker ovarium masih belum jelas, begitu pula dengan konsumsi
Salah satu cara untuk deteksi awal kanker ovarium adalah dengan metode
skrining. Namun skrining yang murah dan efektif masih sulit diimplementasikan
oleh karena beberapa hal antara lain: 1) perjalanan alamiah penyakit kanker
ovarium belum diketahui, 2) kanker ovarium adalah penyakit yang tidak umum
kanker ovarium pada wanita terjadi tanpa faktor risiko yang teridentifikasi, dan 4)
pembedahan masih merupakan skrining definitif yang relatif mahal dan berisiko
(Lutz, dkk.,2011). Kriteria untuk skrining penyakit yang disarankan oleh World
Tumor marker adalah substansi kimia yang ditemukan dalam darah, cairan tubuh
atau di jaringan tubuh lainnya yang dapat dideteksi dalam hubungan dengan
digunakan untuk mendeteksi adanya sel kanker yang hidup, pada umumnya tumor
marker adalah protein yang dihasilkan oleh sel kanker tersebut. Tumor marker
Montagnana, dkk.,2011).
Salah satu tantangan utama perkembangan tes skrining adalah dimana tes
kanker ovarium dan untuk menghindari banyaknya nilai positif palsu. Secara
statistik, keberhasilan tes skrining memerlukan sensitifitas lebih dari 75% dan
spesifisitas lebih dari 99,6% untuk mendapatkan positive predictive value (PPV)
10%. Kombinasi CA125 dan symptom index dapat mendeteksi 89,3% wanita
dengan kanker ovarium, 80,3% pada stadium awal dan 95,1% pada stadium akhir
ovarium tipe epitelial pada pasien dengan massa pelvis. Pada pasien dengan tumor
jinak ovarium dan kanker ovarium tipe epitelial dengan spesifisitas 75%
didapatkan sensitifitas pada PP 94,3% dan sensitifitas pada RMI 83,7%. Pada
pasien stadium I dan II, sensitifitas pada PP 85,3% dan pada RMI sensitifitasnya
61,8%. Sensitifitas pada kanker ovarium stadium III dan IV masing-masing 98,8%
dan 93% (Keeler, 2006; Stany, 2009; Anderson, dkk.,2010; Ruggeri, dkk.,2011).
Tumor marker yang paling luas dipakai dalam deteksi kanker ovarium adalah
CA125 sehingga sering disebut “standar emas”. Pertama kali diidentifikasi oleh
Bast, Knapp dan koleganya di tahun 1981. CA125 adalah high molecular weight
glycoprotein yang meningkat pada kira-kira 90% pasien dengan kanker ovarium
tipe epitelial stadium lanjut. CA125 dihasilkan dari fetal amniotic dan coelomic
epithelium dan pada jaringan dewasa berasal dari coelomic epithelium (sel
yaitu A dan B yang mengikat antibodi monoklonal OC125 dan M11. Kekurangan
CA125 sendiri sebagai tumor marker pada skrining kanker ovarium adalah
tingginya nilai positif palsu dengan sensitifitas 50-62% pada stadium awal dan
atau larut dalam cairan tubuh. CA125 masih merupakan biomarker yang paling
banyak dipelajari untuk digunakan dalam deteksi dini dari karsinoma ovarium dan
dalam monitoring dan deteksi penyakit. Tetapi peningkatan kadar CA125 juga
penyakit hati dan gagal jantung kongestif, serta penyakit menular seperti
yang terkode oleh gen MUC 16. MUC 16 adalah bagian dari kelompok
dua kali lebih panjang dari MUC 1 dan MUC 4 dan mengandung 22.000 asam
amino. MUC 16 tersusun dari 3 domain berbeda yaitu: (1) N-terminal domain, (2)
Tandem repeat domain dan (3) C-terminal domain. N-terminal dan tandem repeat
Felder, dkk.,2014).
konjungtiva), saluran pernafasan dan epitel saluran reproduksi wanita. Saat MUC
berfungsi sebagai penghalang terhadap partikel asing dan agen infeksi pada
pertumbuhan tumor adalah dengan menekan respon sel-sel pembunuh alami (NK
cell) yang melindungi sel kanker dari respon imun. Bukti lebih lanjut bahwa MUC
16 dapat melindungi sel tumor dari sistem imun adalah penemuan tandem repeat
untuk metastasis dari sel tumor. Hal tersebut didukung oleh bukti bahwa MUC 16
pertama dalam invasi sel tumor di peritoneum. Mesothelin juga telah ditemukan
karsinoma sel skuamosa. Saat mesothelin juga diekspresikan oleh sel tumor,
interaksi mesothelial dan MUC 16 dapat membantu pertemuan sel tumor lain
membantu pertumbuhan sel tumor, motilitas sel dan memfasilitasi invasi. Hal ini
menurunkan sensitifitas sel kanker terhadap terapi obat. Ekpresi berlebihan dari
standar penatalaksanaan yang rutin pada pasien kanker ovarium. Kadar CA125
ovarium stadium lanjut dan hanya 50% terjadi pada stadium I. Peningkatan kadar
CA125 lebih berhubungan dengan tumor ovarium tipe serous daripada tipe
musinus. Selain untuk mendeteksi kanker ovarium, penilaian kadar CA125 juga
sering digunakan untuk menilai perkembangan penyakit atau respon terapi serta
untuk deteksi awal kanker ovarium seperti OVX1, HE4, mesothelin (MES)
(Felder, dkk.,2014).
Human epididymis protein 4 (HE4) adalah tumor marker baru dan ditemukan
dengan kesatuan DNA pada kanker ovarium dengan sensitifitas 76% dan jika
dikombinasikan dengan CA125 akan memiliki sensitivitas 95%. HE4 adalah low
di paru-paru, ginjal, dan kelenjar ludah. Galgano dkk. menganalisis HE4 dalam
cDNA. HE4 relatif tinggi dalam trakea dan kelenjar ludah. Dengan menggunakan
PCR kuantitatif, mRNA HE4 tingkat tinggi terdeteksi di epididimis, trakea dan
paru-paru, dan tingkat menengah di prostat, endometrium, dan payudara. Sedikit
atau tidak ada HE4 dideteksi pada usus besar, indung telur, hati, plasenta, sel-sel
HE4 adalah salah satu dari 14 gen homolog pada kromosom 20q12-13.1
yang mengkode protein dengan WFDC. Dimana WFDC terdiri dari 50 sekuens
asam amino dengan delapan cysteine residu yang membentuk empat ikatan
disulfide. Gen HE4 mengkode 13kD protein, walaupun di dalam proses maturasi
pada rongga mulut, payudara, ovarium, kolon, pankreas, lambung dan uterus.
Pada lokus kromosom ini juga mempunyai beberapa protein WAP lain, seperti
elafin dan Secretory Leucocyte Proteinase Inhibitor (SLPI), yang telah digunakan
Immunometric Assay) ini juga dapat digunakan untuk menilai rekurensi dan
progresifitas pada pasien yang menderita tumor ganas ovarium. Peningkatan kadar
serum HE4 juga dapat dijumpai pada penyakit bukan keganasan, sehingga
diagnosa, maka pemeriksaan kadar serum HE4 untuk tumor ganas ovarium
didapatkan 94,4% wanita sehat mempunyai nilai kadar serum HE4 dibawah 150
rata-rata kadar serum HE4 pada endometriosis 45,5 pM dimana kontrol pada
wanita sehat mempunyai nilai rata-rata 40,5 pM dengan rentang 15,2 – 111,0 pM.
Dan didapatkan konsentrasi yang sangat tinggi pada tumor ganas ovarium dengan
nilai rata-rata 1.125,4 pM dengan rentang 46,5 – 10.250,0 pM. Dan juga ada
peningkatan secara signifikan pada kanker endometrial (99,2 pM) dengan rentang
HE4 disekresikan dan terlihat pada epitel jaringan genitalia wanita yang
tipe kanker ovarium dimana lebih dari 90% ditemukan pada kanker ovarium.
kontrol. Maka didapatkan konsentrasi HE4 serum tinggi pada pasien dengan
HE4 dan CA125) dan 78,6% pada HE4 sendiri atau CA125 sendiri. Pada
penelitian lain yang menggunakan HE4 dan CA125 sebagai tumor marker pada
rendah dan risiko tinggi sesuai risk of ovarian malignancy algorithm (ROMA)
74,8% dan pada pasien premenopause risiko rendah didapatkan sensitifitas dan
86% dan 74,7%. Analisis selanjutnya pasien dengan kanker ovarium tipe epitelial
pencitraan dalam pemeriksaan organ pelvis oleh karena noninvasif, murah, dan
yang digunakan bisa lebih tinggi sehingga resolusi gambar menjadi lebih baik.
menstruasi dan nyeri pelvis, penggunaan TVS saat ini juga berperan dalam
evaluasi massa adneksa yang sejalan dengan program skrining kanker ovarium.
Pengetahuan tentang anatomi ovarium normal dan fungsinya adalah penting untuk
dapat melihat adanya kelainan pada ovarium (Jermy dan Bourne, 2003; Bharwani,
2010).
darah iliaka interna, lateral dari fundus uteri. Ovarium mudah dideteksi dengan
adanya folikel yang banyak dengan berbagai variasi diameter. Pada pasien
postmenopause, ovarium tampak lebih kecil dan biasanya folikel-folikel ini tidak
ada. Jika tidak terlihat dengan TVS, ovarium bisa dilihat melalui teknik
transabdominal. Pada kasus adanya leimioma uteri besar dan saat kehamilan,
adneksa mungkin mengalami retraksi keluar dari pelvis (Jermy dan Bourne, 2003;
Olivier, dkk.,2006).
Gambar 2.4 USG Ovarium normal (Sumber: Jermy dan Bourne, 2003)
diantaranya umur dan status menopause pasien. Rata-rata volume ovarium adalah
konstan antara 6,6-6,7 cm3 hingga usia 40 tahun. Setelah itu, terjadi penurunan
setelah umur 70 tahun adalah 1,8 cm3. Rata-rata volume ovarium wanita
morfologi ovarium pada beberapa kelompok umur dapat dilihat pada table 2.4.
- Epithelial Endometrioid
cystadenocarcinoma
Clear cell
cystadenocarcinoma
Brenner tumour, jinak,
borderline atau ganas
- Berisi lemak Granulose cell tumour
Thecoma dan tumor stroma
Kista dermoid
dan folikel kecil (<5 mm) akan terlihat begitupun pada wanita yang
mengkonsumsi kontrasepsi oral kombinasi. Folikel dominan dapat mencapai
diameter hingga 20 mm saat sebelum ovulasi. Dinding folikel terlihat jelas dengan
tepi tajam dan jelas, menjadi tebal dan kabur jika telah mendekati ovulasi.
Cumulus oophorus mungkin terlihat pada folikel 2-3 hari sebelum terjadi ovulasi
korpus luteum dengan cairan bebas dalam kavum Douglas. Morfologi korpus
luteum bervariasi pada fase luteal dan didominasi oleh bagian kistik dan solid.
Karena pola morfologi yang bervariasi maka dapat menyerupai beberapa kelainan
siklus menstruasi dapat membantu diagnosis (Jermy dan Bourne, 2003; Bharwani,
2010).
Sindroma ovarium polikistik pertama kali ditemukan pada tahun 1935 oleh
amenore. Lebih dari 10% wanita usia reproduktif mengalami PCOS. Morfologi
ovarium dikatakan polikstik jika terdapat 10 atau lebih kista perifer dengan
dan kontrol berdasarkan penilaian stroma atau rasio area total (Jermy dan Bourne,
tingkat deteksi ovarium (minimal satu ovarium terdeteksi dengan TVS) antara
76% dan 72%. Dua studi yang menghubungkan TVS preoperatif dan penilaian
TVS adalah 0,7x0,4 cm, dikatakan atrofi pada penilaian patologi (Jermy dan
sumber asal tumor dan membedakan tumor ovarium jinak dengan ganas.
dinding tipis, struktur kista unilokular dengan diameter < 5 cm. Sedangkan
kecurigaan keganasan bila ditemukan dinding kista menebal tidak teratur atau
septa (> 3 mm), vegetasi atau pembentukan papil, diameter massa kista > 10 cm,
komponen solid atau lesi solid. Adanya ascites atau nodul peritoneum pada
adanya septa, dihitung skor risiko dimana sensitivitas dan spesifisitasnya sebesar
89% dan 70%. Indeks morfologi yang lain menyatakan sensitifitas mencapai
100% dan spesifisitas 83% dalam membedakan lesi jinak dengan ganas
(Pearson,2009; Gorp,dkk.,2012).
neovaskularitas tumor dalam massa solid dan complex area dari massa kistik.
(Bharwani, dkk.,2010).
(M-rules). Dengan metode ini sensitivitas dicapai 95%, spesifisitas 91%, positive
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kanker ovarium adalah kanker primer yang berasal dari ovarium. Kanker
Asia, termasuk Indonesia. Pada pasien kanker sel-sel kanker bertindak sebagai
benalu dalam tubuh, sehingga memerlukan banyak energi untuk berkembang biak,
selain mengambil zat gizi yang masuk kedalam tubuh, jaringan kanker juga
kurus dan lemah. Terjadinya penurunan status gizi pada pasien kanker disebabkan
oleh turunnya asupan zat gizi, baik akibat gejala penyakit kanker atau efek
muntah maupun diare, keadaan ini akan memperburuk kondisi pasien, adanya
3.2 Saran