Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

PENYAKIT TROPIS

“TUBERKULOSI PARU”

Dosen Pembimbing: Deby Hatmal Yakin. M. Kep

Disusun Oleh:

Islamiyati (821181005)

Dimas permadi (821202027)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROPESI NERS

STIKES YARSI PONTIANAK

2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Tuberculosis
Paru“dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam penyusunan makalah ini
mungkin ada hambatan, namun berkat bantuan serta dukungan dari teman-teman
dan bimbingan dari dosen pembimbing. Sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat
membantu proses pembelajaran dan dapat menambah pengetahuan bagi para
pembaca. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak, atas bantuan
serta dukungan dan doa nya.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca
makalah ini dan dapat mengetahui tentang profesi keperawatan. Kami mohon
maaf apabila makalah ini mempunyai banyak kekurangan, karena keterbatasan
penulis yang masih dalam tahap pembelajaran. Oleh karena itu, kritik dan saran
dari pembaca yang sifatnya membangun, sangat diharapkan oleh kami dalam
pembuatan makalah selanjutnya. Semoga makalah sederhana ini bermanfaat bagi
pembaca maupun kami.

Pontianak, 10 Maret 2021

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Tuberkulosis Paru (TB Paru) merupakan penyakit infeksi yang
masih menjadi masalah dalam masyarakat. Penyakit TB adalah penyakit
menular disebabkan oleh kuman tuberkulosis (Mycobacterium
Tuberculosis). Umumnya menyerang paru, tetapi bisa juga menyerang
bagian tubuh lainnya seperti kelenjar getah bening, selaput otak, kulit,
tulang dan persendian, usus, ginjal dan organ tubuh lainnya. [ CITATION
Rat10 \l 1057 ]
Penyakit TB juga dapat menular pada semua umur, namun
kelompok yang beresiko tinggi adalah kelompok usia anak atau lansia dan
pada kondisi imun yang lemah. Gejala yang timbul apabila seseorang
terkena penyakit TB ialah demam tinggi yang dapat hilang timbul, batuk
selama lebih dari 2 minggu hingga batuk berdarah. Selain itu, penurunan
berat badan juga sebagai salah satu tanda gejala dari TB Paru. Saat ini,
penyakit TB baik di dunia maupun Indonesia menjadi kasus yang terus
meningkat dan belum bisa dimusnahkan. TB termasuk penyakit urutan
kedua yang menyebabkan kematian setelah Human Immunodeficiency
Viruspada kasus penyakit menular (Kemenkes RI, 2014., Bahar, 2015).
Berdasarkan data WHO Global Tuberculosis Report 2017,
sebagian besar dari perkiraan jumlah kasus TB tertinggi yang terjadi di
tahun 2006 ada di wilayah benua Asia (45%), wilayah Afrika (25%), dan
wilayah Barat Pasifik (17%). Proporsi terkecil pada kasus yang terjadi
berada di wilayah Mediterania Timur (7%), wilayah bagian Eropa (3%),
dan wilayah bagian Amerika (3%). Jumlah tahunan dari kasus TB relatif
terhdap ukuran populasi bervariasi diantara negara-negara di 2016. Sekitar
82% kematian TB pasien dengan hasil HIV yang negatif berada di wilayah
bagian Afrika dan di benua Asia. Di wilayah ini menyumbang 85% dari
total gabungan dari kematian TB pada pasien HIV negative maupun HIV
positif. Di wilayah India menyumbang sekitar 33% dari kematian TB
dunia diantaranya pasien TB dengan HIV negative dan 26% dari total
gabungan kematian TB dengan pasien negative HIV maupun positif HIV.
Indonesia adalah peringkay ke-2 terbanyak pengidap Tuberkulosis (TB) di
dunia setelah India (WHO Global Tuberculosis Report, 2017).
Pada tahun 2016 kasus tuberkulosis terbanyak ditemukan pada
kelompok usia 25-34 tahun yaitu sebesar 18,07% diikuti kelompok umur
45-54 tahun sebesar 17,25%, dan pada kelompok umur 35-44 tahun
sebesar 16,81%. Berdasarkan data tersebut bahwa perbedaan proprsi kasus
tuberculosis berdasarkan golongan umur dari tahun 2012 sampai dengan
2016 tidak jadii perubahan yang signifikan. Begitu juga dengan Case
Notification Rate (CNR) / Angka notifikasi kasus tuberculosis per 100.000
penduduk dari tahun 2008-2016. Angka notifikasi kasus Tuberculosis pada
tahun 2016 sebesar 136 per 100.000 penduduk meningkat dibandingkan
dengan tahun 2015 sebesar 130 per 100.000 penduduk. Provinsi dengan
CNR semua kasus tuberculosis tertinggi yaitu DKI Jakarta (269), Papua
(260), Maluku (209), dan Papua Barat (223). Sedangkan CNR semua
kasus tuberculosis terendah yaitu Provinsi Bali (73), DI Yogyakarta (83)
dan Riau (95). Bila dibandingkan dengan CNR semua kasus TB tahun
2015terdapat 24 Provinsi (71%) yang mengalami kenaikan CNR dan 10
provinsi (29%) yang mengalami penurunan CNR (Kemenkes RI, 2017).
Hasil studi Badan Penelitian dan pengembangan Kementrian
Kesehatan (Kemenkes) tahun 2015 di dapatkan bahwa hanya 32% kasus
TB yang ternotifikasi, yaitu sekitar 1.000.000 penderita TB baru dan
1.600.000 penderita TB yang di obati pertahun di Indonesia. Dari studi
yang kemudian di tuangkan ke dalam indikator diperkirakan ada 336 kasus
TB dalam 100.000 penduduk. TB merupakan masalah besar dunia
kesehatan dan membutuhkan usaha bersama dalam menanggulanginya,
karena 1 pasien TB berpotensi menularkan 10-15 orang disekitarnya
(Dinkes Jakarta, 2017).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Rumah Sakit Moh Ridwan
Meuraksa Kesdam Jaya Jakarta Timur, di dapatkan data pasien yang
terkena TB Paru khususnya di ruang perawatan Sakura di tiga bulan
terakhir (Januari-Maret) sebanyak 18 kasus penderita TB Paru. Pasien TB
yang dirawat di Rumah Sakit akan mengalami berbagai gangguan
pemenuhan kebutuhan dasar pada oksigenasi. Gangguan ini terjadi karena
kerusakan jaringan paru yang disebabkan oleh Mycobacterium
Tuberculosis dan mengakibatkan terjadinya penurunan difusi, kemudian
adanya gejala batuk berdahak, serta sekret yang kental mengakibatkan
terjadinya ketidak efektifan bersihan jalan nafas dan gangguan pertukaran
gas hingga pada akhirnya kebutuhan oksigen tidak terpenuhi secara
optimal. Kebutuhan dasar lain yang terganggu pada pasien TB adalah
pemenuhan kebutuha nutrisi. Pada pasien TB Paru akibat dari proses
metabolisme yang meningkat akan mengakibatkan penurunan kebutuhan
nutrisi yang lebih banyak, serta asupan yang tidak sesuai yang
menyebabkan terjadinya penurunan berat badan hal ini dapat
menimbulkan masalah pada gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh. Kadar oksigen di dalam darah menurun yang
mengakibatakn suplai oksigen ke jaringan tidak optimal dan
mengakibatkan proses pembentukan ATP terhambat, maka pada akhirnya
energi yang dihasilkan akan sedikit, menyebabkan penderita TB paru
merasa lelah dan lemah. Hal ini dapat menimbulkan terjadinya gangguan
kebutuhan dasar aktivitas (Alimul, 2014).
Pada penyakit TB Paru jika tidak ditangani dengan benar maka
akan menimbulkan komplikasi diantaranya ialah, pleuritis (radang pada
pleura paru), efusi pleura (pemnumpukan cairan diantara dua pleura),
empiema (kumpulan nanah diantara paru-paru dipermukaan bagian dalam
dinding dada), pleuritis (radang pada pleura), hemoptisis berat
(pendarahan pada saluran nafas bawah), pneumotorak (adanya udara pada
rongga pleura). Selain itu, penyebaran infeksi organ lainnya seperti, otak,
tulang, sendi, ginjal, dan sebagainya (Amin & Bahar, 2015).
Berdasarkan angka kejadian TB Paru yang masih tinggi serta
bahaya komplikasi yang akan terjadi maka peramperawat menjadi penting
dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan TB. Peran
perawat juga diharapkan dapat meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup
serta mengatasi gangguan pemenuhan kebutuhan yang terjadi pada pasien
TB. Peran perawat dapat dilakukan dengan melalui peran sebagai edukator
pemberi informasi, care giversebagai pemberi asuhan, kolaborator
berkolaborasi dengan tim kesehatan lain. Upaya yang dilakukan oleh
perawat antara lain promotif, preventiv, kuratif dan rehabilitatif. Upaya
promotif ialah dengan memberikan edukasi berupa penyuluhan pada
pasien tentang penyakit, penularan, pencegahan, hingga pengobatan pada
penyakit TB. Upaya preventif ialah upaya yang dilakukan untuk mencegah
agar tidak terjadi komplikasi, yaitu dengan melakukan peningkatan nutrisi,
latihan batuk efektif serta mengajarkan etika batuk. Upaya kuratif yaitu
dengan berkolaborasi dengan tim kesehatan lain seperti pemberian obat
OAT. Upaya rehabilitatif yakni dengan pencegahan yang dilakukan untuk
mengurangi terjadi penularan penyakit TB seperti etika batuk dengan
menutup mulut menggunakan tissue, penggunaan masker, serta membuka
jendela setiap pagi supaya sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah
(Somantri, 2008).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan tuberculosis paru?
2. Apa saja etiologi pada penyakit tuberculosis paru?
3. Apa saja patofisiologi penyakit tuberculosis paru?
4. Apa saja manifestasi klinis pada tuberculosis paru?
5. Apa saja komplikasi penyakit tuberculosis paru?
6. Apa saja penatalaksaan penyakit tuberculosis paru?

C. TUJUAN
1. Umum Untuk mengetahui tentang penyakit tuberculosis paru.
2. Khusus Untuk mengetahui asuhan keperawatan tuberculosis paru

D. METODE PENULISAN
Metode Penulisan Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini
adalah dengan menggunakan metode tinjauan dari beberapa sumber yang
berkompeten dalam penyakit tuberculosis paru.
BAB II

TIJAUAN PUSTAKA

A. DEFENISI
Menurut. Junaidi (2010) dalam Ardiansyah (2012), tuberkulosis
(TB) merupakan suatu infeksi akibat Mycobacterium tuberculosis yang
dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru dengan gejala yang
sangat bervariasi. Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan
Mycobacterium tuberculosis yang hampir seluruh organ tubuh dapat
terserang olehnya, tapi yang paling banyak adalah paru-paru (Padila,
2013).
Tuberkulosis paru merupakan suatu penyakit infeksi kronik, sub
kronik atau akut yang menyerang alveolar (Nugroho, 2011).
Tuberculosis merupakan infeksi penyakit yang disebabkan oleh
bakteri Mycobactrium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ,
terutama paru-paru yang tidak diobati atau pengobatannya tidak tuntas
dapat menimbulkan komplikasi berbahaya hingga kematian. (Kemenkes,
2015)
Penyakit TB paru atau sering dipanggil dengan tuberclosis adalah
suatu penyakit infeksi yang menyerang alveola paru yang merupakan
masalah kesehatan yang menimbulkan angka kematian (mortalitas),
kejadian penyakit (morbiditas), maupun terapi dan diagnosisnya.
Tuberculosis paru merupakan suatu penyakit menular yang
disebabkan oleh oleh basil mycrobacterium tuberculosis yang merupakan
salah satu penyakit salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah
yang sebagian besar basil tuberculosis paru masuk kedalam jaringan paru
melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal
sebagai factor primer (Muttaqin,2010).

B. ETIOLOGI
Tuberkulosis paru yang disebabkan oleh "Mycobacterium
Tuberkulosis" sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4
/ um. dan tebal 0, 3-0, 6 / um. Kuman terdiri dari asam lemak, sehingga
kuman lebih tahan asam dan tahan gangguan kimia dan fisis (Wijaya,
2010).
Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang disebabkan
oleh Myobacterium Tuberkulosis. Suatu bakteri aerob yang tahan asam
(Acid Fast Bacillu) AFB. TB merupakan infeksi melalui udara dan
umumnya di dukung dengan inhalasi pratikel kecil (diameter 1 hingga 5
mm) yang mencapai alveolus Lipid inilah yang membuat kuman lebih
tahan terhadap asam (BTA). Didalam jaringan, kuman hidup sebagai
parasit interseluler yakni dalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang
semula memfagositasi menjadi disenangi oleh kuman karena banyak
mengandung lipid (Joyce & Hawks, 2011).

C. CARA PENULARAN
Sumber pnularan adalah penderita TBC BTA positif, ketika bank
atau bersin, penderita kuman ke udara dalam bentuk dreplet (peika dahak).
Tetesan yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada subu
kamur selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut
serhirup ke dalam saluran pernafasan. TBC kuman masuk ke dalam rubuh
manusia melalui permafasan, kuman TBC tersebut dapat menyebar dari
paru kebagian tubah lainnya. Daya penularan dari seorang penderita
ditentukan oleh banvaknya kuman yang dikeluarkan dari parumya.
Mankin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, penderita penyakit
menular, bila hasil pemeriksaan dahak negatife (tidak terlihat kuman),
maka penderita penyakit tersebut tidak menular. Kemungkinin seseorang
TB Paru ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan kamar
menghirup udara tersebut (Putri, 2015).

D. PATOFISIOLOGI
Menurut Padila (2013). kuman Tuberkulosis paru masuk kedaiam
tubuh melalui udara pernafasan. Bakteri yang terhirup akan dipindahkan
melalui jalan nafas keaveoli, tempat dimana meraka berkumpul dan mulai
untuk memperbanyak diri. Selain itu bakteri juga dapat dipindahkan
melalui sistem limfe dan cairan darah kebagian tubuh yang lainnya.
Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi.
Fagosit bunuh diri bakteri, limposit spesifik Tuberkulosis bakteri dan
jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat
dalam aveoli yang dapat menyebabkan broncho pneumonia. Infeksi awal
biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah pemanjaman.
Masa jaringan baru yang disebut granuloma merupakan gumpalan
basil yang masih hidup dan sudah mati oleh makrofak dan membentuk
dinding protektif granuloma diubah menjadi jaringan fibrosa bagian
sentral dari fibrosa ini disebut "Tuberkel" bakteri dan makrofag menjadi
nekrotik membentuk masa seperti keju.
Setelah infeksi awal, individu dupat mengalami penyakit aktif
karena penyakit tidak adekuat sistem imun tubuh. Penyakit aktif dapat
juga terjadi dengan infeksi ulang dan aktivitas bakteri. Tuberkel
memecah, rilis bahan seperti keju kedalam bronchi. Tuberkel yang pecah
menyembar dan membentuk jaringan perut paru yang terinfeksi menjadi
lebih membengkak dan mengakibatkan kejadian bronchopneumonia lebih
lanjut.
E. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Ardiansyah (2012), tanda dan gejala yang timbul, yaitu:
1. Sistemik
Malaise, anoreksia, berat badan menurun, dan keluar keringat malam
2. Akut
Demam tinggi, seperti flu dan menggigil
3. Milier
Demam akut, sesak napas, dan sianosis (kulit kuning)
4. Respiratorik
Batuk lama lebih dari dua minggu, dahak yang mukoid atau
mukopurulen, nyeri dada, batuk darah, dan gejala lain. Bila ada tanda-
tanda penyebaran ke organ lain, seperti pleura, akan terjadi nyeri
pleura, sesak napas, gejala gejala meningeal (nyeri kepala, kaku kuduk,
dll.).

F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan TB paru brdasarkan Kemenkes (2014) adalah
sebagai berikut:
1. Menemukan pasien tuberculosis
Bertujuan untuk mendapatkan pasien TB melalui kegiatan mulai
dari penjaringan terhadap pasien TB yang tak terduga, pemeriksaan
fisik, dan laboratium untuk menentukan diagnosis, menentukan
klasifikasi penyakit serta tipe pasien TB sehingga dilakukan
pengobatan agar cepat sembuh.
2. Melakukan pemeriksaan dahak
a. Pemeriksaan pemeriksaan dahak mikroskop langsung Berfungsi
untuk menegakan diagnosis, evaluasi pengobatan dan menentukan
potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis
dilakukan dengan mengupulkan 3 contoh uji dahak yang
dikumpulkan dalam dua hari kunnjung yang berurutan berupa
dahak sewaktu-pagi-sewaktu (SPS).
b. Pemeriksaan biakan Berfungsi untuk mengidentifikasi
mycobacterium tuberculosis yang dimaksud untuk menegakan
diagnosis pasti TB paru pada pasien tertentu. Pemeriksaaan
tersebut dilakukan disarana laboratium yang terpantau mutunya.
Apabila dapat disediakan dengan menggunakan tes cepat yang
menolak WHO maka untuk memastikan diagnosis disediakan
untuk memanfaatkan tes cepat tersebut.
c. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kultur Sputum: Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada
tahap aktif penyakit
2) Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk
usapan cairan darah): Positif untuk basil asam-cepat.
3) Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer): Reaksi positif (area
indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah
injeksi intradermal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan
adanya antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan
penyakit aktif. Reaksi reaksi pada pasien yang secara klinik
sakit berarti bahwa TB paru yang aktif tidak dapat masuk atau
infeksi yang disebabkan oleh mikobakterium yang berbeda.
4) LED meningkat terutama pada fase akut pada umumnya nilai
tersebut kembali normal pada tahap penyembuhan.
5) GDA: mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa
kerusakan paru.
6) Biopsi jarum pada jaringan paru: Positif untuk granuloma TB
paru; adanya sel menunjukkan nekrosis.
7) Elektrolit: Dapat tak normal tergantung pada tokasi dan
beratnya infeksi, contoh hiponatremia yang disebabkan oleh tak
normalnya retensi air dapat ditemukan pada TB paru.
d. Radiologi
1) Foto thorax: Infiltrasi lesi awal pada area paru atas kalsium lesi
sembuh primer atau efusi perubahan cairan menunjukan lebih
luas TB paru dapat termasuk rongga akan fibrosa. Perubahan
TB puru yang lebih berat dapat mencakup wilayah berlubang
dan berserat. Pada foto thorax tampak pada sisi yang sakit
bayangan hitam dan diafragma menonjol ke atas.
2) Bronchografi: pemeriksaan khusus untuk kerusakan bronchus
atau kerusakan paru karena TB.
3) Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TB paru adalah
penebalan pleura, efusi pleura atau empisema, penumothoraks
(radio bayangan hitam, lusen dipinggir paru atau pleura).
e. Pemeriksaan fungsi paru Penurunan kualitas vital, peningkatan
ruang mati, peningkatan rasio udara residu: kapasitas paru total dan
penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim /
fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural.
f. Pencegahan TB paru
1) Imunisasi BCG pada anak balita, Vaksin BCG sebaiknya
diberikan sejak anak masih kecil agar terhindar dari penyakit
tersebut.
2) Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus
segera diobati sampai tuntas agar tidak menjadi penyakit yang
lebih berat dan terjadi penularan.
3) Jangan minum susu sapi mentah dan harus.
4) Bagi penderita untuk tidak mencampakkan ludah sembarangan.
5) Pencegahan terhadap penyakit TBC dapat dilakukan dengan
tidak melakukan kontak udara dengan penderita, meminum
obat pencegah dengan dosis tinggi dan hidup secara sehat.
Terutama rumah harus baik ventilasi udaranya dimana sinar
matahari pagi masuk ke dalam rumah.
6) Tutup mulut dengan bila batuk tidak sapu tangan serta
meludah/ mengeluarkan dahak di sembarangan tempat dan
menyediakan tempat ludah yang diberi lisol atau bahan lain
yang disarankan dokter dan untuk mengurangi aktivitas kerja
serta menenangkan pikiran

3. Pengobatan pada penderita tuberculosis paru


a. Tujuan pengobatan TB adalah:
1) Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktivitas
pasien
2) Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan
3) Mencegah kekambuhan TB
4) Mengurangi penularan TB kepada orang lain
5) Mencegah perkembangan dan penularan resistan obat
b. Prinsip Pengobatan TB:
Obat anti-tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam
pengobatan TB. Pengobatan TB merupakan salah satu upaya paling
efisien untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari bakteri penyebab
TB. Pengobatan yang adekuat harus memenuhi prinsip:
1) Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat
mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya
resistensi
2) Diberikan dalam dosis yang tepat
3) Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO
(pengawas menelan obat) sampai selesai masa pengobatan.
4) Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam
tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan.
c. Tahapan pengobatan TB terdiri dari 2 tahap, yaitu:

1) Tahap awal
Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini
adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman
yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari
sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resistan sejak sebelum
pasien mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua
pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya dengan
pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan
sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu pertama.
2) Tahap lanjutan
Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa-sisa kuman
yang masih ada dalam tubuh, khususnya kuman persisten sehingga
pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan. Durasi
tahap lanjutan selama 4 bulan. Pada fase lanjutan seharusnya obat
diberikan setiap hari.

Dosis Rekomendasi OAT Lini Pertama Untuk Dewasa


Dosis Rekomendasi Harian 3 Kali Per Minggu

Dosis Maksimum Dosis Maksimum


(Mg/Kgbb) (Mg) (Mg/Kgbb) (Mg)

Isoniazid 5 (4-6) 300 10 (8-12) 900


Rifampisin 10 (8-12) 600 10 (8-12) 600
Pirazinamid 25 (20-30) - 35 (30-40) -

Etambutol 15 (15-20) - 30 (25-35) -

Streptomisin* 15 (12-18) - 15 (12-18) -

Pasien berusia diatas 60 tahun tidak dapat mentoleransi lebih


dari 500-700 mg perhari, beberapa pedoman merekomendasikan dosis
10 mg/kg BB pada pasien kelompok usia ini. Pasien dengan berat
badan di bawah 50 kg tidak dapat mentoleransi dosis lebih dari 500-
750 mg perhari (KEMENKES RI. 2019).

Pengobatan Tuberkulosis Paru menggunakan Obat Anti


Tuberkulosis (OAT) dengan metode Directly Observed Treatment
(DOTS):

a. Kategori I (2HRZE/4H3R3) untuk pasien TBC.


b. Kategori II (2HRZES/HERZE/5H3R3E3) untuk pasien ulangan
(pasien yang pengobatan kategori I nya gagal atau pasien yang
kambuh).
c. Kategori III (2HRZ/4H3RE) untuk pasien baru dengan BTA (-).
RO (+), Sisipan (HRZE) digunakan sehingga tambahan bila pada
pemeriksaan akhir tahap intensif dari pengobatan dengan kategori I
atau kategori II ditemukan BTA (+). Obat diminum sekaligus 1
(satu) jam sebelum makan (Kunoli, 2012)

G. KOMPLIKASI
Menurut padila 2013 komplikasi dari tb paru yaitu:
1. Gangguan mata
2. Kerusakan hari dan ginjal
3. Kerusakan jantung
4. Kerusakan otak’kerusakan tulang dan sendi
5. Resistensi kuman
BAB III

ASKEP TEORITIS

A. Pengkajian
1. Identitas diri
Meliputi, nama, umur, jenis kelamin, pendiikan, status perkawinan,
pekerjaan, alamat, diagnose medis, nomor register, tanggal masuk
rumah sakit dan tanggal pengkajian
2. Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus TB Paru adalah batuk,
batuk berdarah, sesak napas, nyeri dada bisa juga di sertai dengan
demam. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, sebagai
reaksi tubuh untuk membuang/mengeluarkan produksi radang, dimulai
dari batuk kering sampai dengan batuk purulen (menghasilkan sputum)
timbul dalam jangka waktu lama yaitu selama tiga minggu atau lebih.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit
yang di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri
dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan
meningkat mendorong penderita untuk mencari pengobatan.
4. Riwayat kesehatan masa lalu
Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh
penderita yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara
lain ISPA, efusi pleura, serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.

5. Riwayat kesehatan keluarga


Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang
menderita penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan
penularannya.
6. Aktivitas/istirahat
Kelelahan umum, kelemahan, napas pendek karena kerja, kesulitan
tidur atau demam malam hari. Tandanya yaitu: takikardia,
takipnea/dispnea pada kerja, kelelahan otot, nyeri dan sesak.
7. Integritas ego
Gejala-gejala stress yang berhubungan lamanya perjalanan
penyakit, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/putus asa,
menurunnya produktivitas. Tandanya yaitu: menyangkal (khususnya
selama tahap dini) dan ansietas, ketakutan.
8. Makanan/ cairan
Kehilangan nafsu makan, tak dapat mencerna dan penurunan berat
badan. Tandanya yaitu: turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik,
kehilangan otot/hilang lemak subkutan.
9. Nyeri dan kenyamanan
Nyeri dada meningkat karena pernafasan, batuk berulang.
Tandanya yaitu: berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi
dan gelisah.
10. Pernapasan
Batuk (produktif atau tidak produktif), napas pendek, riwayat
terpajan Tuberkulosis dengan individu terinfeksi. Tandanya yaitu:
peningkatan frekuensi pernapasan (penyakit luas atau fibrosis
parenkim paru dan pleura), pengembangan pernapasan tidak simetris
(efusi pleura), perkusi pekak dan penurunan premitus (cairan pleural
atau penebalan pleural), bunyi napas: menurun/ tidak ada secara
bilateral atau unilateral (efusi pleura/pneumotoraks), bunyi napas:
tubuler atau bisikan pektoral diatas lesi luas. Karakteristik sputum:
hijau purulen, mukoid kuning, atau bercak darah, airway ditandai
dengan SpO2. Tandanya yaitu: akral dingin, sianosis dan hipoksemia.
11. Keamanan
Adanya kondisi penurunan imunitas secar umum memudahkan
infeksi sekunder, contoh AIDS, kanker dan tes HIV positif. Tandanya
yaitu: demam rendah atau sakit panas akut.
12. Interaksi social
Perasaan isolasi / penolakan karena penyakit menular. Tandanya yaitu:
denial.
13. Penyuluhan dan pembelajaran
Riwayat keluarga TB, ketidakmampuan umum / status kesehatan
buruk, gagal untuk membaik / kambuh TB, tidak berpartisipasi dalam
terapi. Pertimbangan rencana pemulangan: memerlukan bantuan
dengan/gangguan dalam terapi obat dan bantuan diri dan
pemeliharaan/ perawatan rumah (Kunoli, 2012).
14. Pemeriksaan penunjang
Bantuan dengan/gangguan dalam terapi obat dan bantuan diri dan
pemeliharaan/perawatan rumah (Kunoli, 2012).
B. Diagnose
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhububungan dengan spasme jalan
napas
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru,
hipertensi pulmonal, penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis
laktat dan penurunan curah jantung
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan

C. Intervensi

N Diagnosa Intervensi
O keperawtan Noc Nic
1 Jalan nafas NOC: Respiratory status: NIC: Airway suction
tidak efektif ventilation 1. Auskultasi suara nafas
berhubungan Respiratory status: sebelum dan sesudah
dengan airway patency suctioning
spasme jalan 1. Dengan kriteria hasil: 2. Keluarkan sekret
nafas mendemonstrasikan dengan batuk efektif
batuk efektif dan suara atau suction
nafas yang bersih, tidak 3. Berikan O2
ada sianosis dan 4. Anjurkan pasien untuk
dyspneu (mampu istirahat dan napas
mengeluarkan sputum, dalam
mampu bernafas 5. Posisikan pasien untuk
dengan mudah). memaksimalkan
2. Menunjukkan jalan ventilasi
nafas yang paten (klien 6. Atur intake untuk caira
tidak merasa tercekik, mengoptimalkan
irama nafas, frekuensi keseimbangan.
pernafasan dalam 7. Monitor respirasi dan
rentang normal, dan status O2
tidak ada suara nafas 8. Pertahankan hidrasi
abnormal). yang adekuat untuk
3. Mampu mengencerkan secret
mengidentifikasi dan
mencegah faktor yang
dapat menghambat
jalan nafas.
2 Gangguan NOC: Respiratory status: NIC: Airway
pertukaran Gas exchange Management
gas Respiratory status: 1. Posisikan pasien
berhubungan 1. ventilation Vital untuk
dngan sign status Dengan memaksimalkan
kengesti paru, kriteria hasil: ventilasi
hipertensi mendemonstrasikan 2. Keluarkan sekret
pulmonal, peningkatan dengan batuk
penurunan ventilasi dan efektif
perifer yang oksigenasi yang atau suction
mengakibaka adekuat 3. Atur intake untuk
n asidosis 2. Memelihara Cairan
laktak dan kebersihan paru- mengoptimalkan
penurunan paru dan bebas keseimbangan.
curah jantung dari tanda tanda 4. Monitor respirasi
distress pernafasan dan
3. Mendemonstrasika status O2
n 5. Catat pergerakan
batuk efektif dan dada, amati
suara nafas yang kesimetrisan,
bersih penggunaan otot
4. Tidak ada sianosis tambahan, retraksi
dan dyspneu otot
(mampu supraclavicular
mengeluarkan dan intercostal
sputum 6. Monitor suara
5. Mampu bernafas nafas,
dengan mudah), seperti dengkur
tanda-tanda vital 7. Monitor pola
dalam rentang nafas
normal bradipena,
takipenia,
kussmaul, hip
erventilasi,
cheyne stokes,
biot
8. Auskultasi suara
nafas, catat
areapenurunan /
tidak adanya
ventilasi dan suara
tambahan
9. Observasi sianosis
3 Deficit nutrisi NOC: Nutritional status: NIC: Nutrition
berhubungan food and fluid Intake Management
dengan ketiak Nutritional status: Nutrient 1. Kaji adanya alergi
mampuan Intake makanan
mencerna Weight control 2. Kolaborasi
makanan Dengan kriteria hasil: dengan ahli gizi
1. Adanya untuk menentukan
peningkatan berat jumlah kalori dan
badan sesuai nutrisi yang
dengan tujuan dibutuhkan pasien
2. Berat badan ideal 3. Anjurkan pasien
sesuai dengan untuk
tinggi badan menigkatkan Fe
3. Mampu 4. Anjurkan pasien
mengidentifikasi untuk
kebutuhan nutrisi meningkatkan
4. Tidak ada tanda- protein dan
tanda mal nutrisi vitamin C
5. Menujukkan 5. Monitor adanya
peningktan fungsi penurunan BB
pengecapan dari dan gula darah
menelan dan tidak 6. Berikan makanan
terjadi penurunan yang terpilih
berat badan yang (sudah
berarti. dikonsultasikan
dengan ahli gizi)
7. Monitor intake
nutrisi
8. Monitor turgor
kulit
9. Monitor mual dan
muntah
10. Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringat
jaringan
konjungtiva
11. Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi dan kaji
kemampuanpasien
untuk
mendapatkan
nutrisi yang
dibutuhkan

D. Implementasi
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan
disusun dan ditujukan pada nursing order untuk membantu klien mencapai
tujuan yang diharapkan. Ada 3 tahap implementasi:
1. Fase orentasi
Fase orientasi terapeutik dimulai dari perkenalan klien pertama
kalinya bertemu dengan perawat untuk melakukan validasi data diri.
2. Fase kerja
Fase kerja merupakan inti dari fase komunikasi terapeutik, dimana
perawat mampu memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan,
maka dari itu perawat diharapakan mempunyai pengetahuan yang
lebih mendalam tentang klien dan masalah kesehatanya.
3. Fase terminasi
Pada fase terminasi adalah fase yang terakhir, dimana perawat
meninggalkan pesan yang dapat diterima oleh klien dengan tujuan,
ketika dievaluasi nantinya klien sudah mampu mengikuti saran
perawat yang diberikan, maka dikatakan berhasil dengan baik
komunikasi terapeutik perawat-klien apabila ada umpan balik dari
seorang klien yang telah diberikan tindakan atau asuhan keperawatan
yang sudah direncanakan.
E. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses keperawatan
yang bertujuan untuk menilai hasil akhir dari semua tindakan keperawatan
yang telah diberikan dengan menggunakan SOAP (subyektif, obyektif,
analisa, dan perencanaan).

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Tuberculosis merupakan infeksi penyakit yang disebabkan oleh
bakteri Mycobactrium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ,
terutama paru-paru yang tidak diobati atau pengobatannya tidak tuntas
dapat menimbulkan komplikasi berbahaya hingga kematian.
Berdasarkan data WHO Global Tuberculosis Report 2017,
sebagian besar dari perkiraan jumlah kasus TB tertinggi yang terjadi di
tahun 2006 ada di wilayah benua Asia (45%), wilayah Afrika (25%), dan
wilayah Barat Pasifik (17%). Proporsi terkecil pada kasus yang terjadi
berada di wilayah Mediterania Timur (7%), wilayah bagian Eropa (3%),
dan wilayah bagian Amerika (3%). Jumlah tahunan dari kasus TB relatif
terhdap ukuran populasi bervariasi diantara negara-negara di 2016. Sekitar
82% kematian TB pasien dengan hasil HIV yang negatif berada di wilayah
bagian Afrika dan di benua Asia. Di wilayah ini menyumbang 85% dari
total gabungan dari kematian TB pada pasien HIV negative maupun HIV
positif. Di wilayah India menyumbang sekitar 33% dari kematian TB
dunia diantaranya pasien TB dengan HIV negative dan 26% dari total
gabungan kematian TB dengan pasien negative HIV maupun positif HIV.
Indonesia adalah peringkay ke-2 terbanyak pengidap Tuberkulosis (TB) di
dunia setelah India.
Pencegahan TB paru dapat dilakukan dengan Imunisasi BCG pada
anak balita, Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus
segera diobati sampai tuntas agar tidak menjadi penyakit yang lebih berat
dan terjadi penularan, Jangan minum susu sapi mentah dan harus, Bagi
penderita untuk tidak mencampakkan ludah sembarangan, Pencegahan
terhadap penyakit TBC dapat dilakukan dengan tidak melakukan kontak
udara dengan penderita, meminum obat pencegah dengan dosis tinggi dan
hidup secara sehat. Terutama rumah harus baik ventilasi udaranya dimana
sinar matahari pagi masuk ke dalam rumah, Tutup mulut dengan bila batuk
tidak sapu tangan serta meludah/ mengeluarkan dahak di sembarangan
tempat dan menyediakan tempat ludah yang diberi lisol atau bahan lain
yang disarankan dokter dan untuk mengurangi aktivitas kerja serta
menenangkan pikiran.
B. SARAN
1. Bagi penulis
Hasil penulis yang dapat menjadi acuan dan menjadi bahan
pembanding pada penulis selanjutnya dalam melakukan penelitian
pada pasien dengan TB Paru.
2. Bagi mahasiswa
Pada materi ini supaya mahasiswa/I bisa lebih memperdalam dan
dapat mengerti hasil penelitian yang telah penulis kerjakan
3. Bagi institusi
Diharapkan bagi institusi untuk bisa mempermudah dalam
pengaksesan pencarian jurnal/ bahan yang tertera pada kasus tersebut
agar penulis lebih bisa memperdalam dan lebih baik lagi dalam
memaparkan materi pada kasus ini.
DAFTAR PUSTAKA

Padila, 2013. Asuhan keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta. EGC

Ardiansyah, Muhammad. 2012. Medical Bedah. Jogjakarta: Diva Press

Kemenkes RI. 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberculosis. Jakarta:


Bakti Husada

S. Putri Sari B.2015. Pengalaman Keluarga Dalam Merawat Penderita TB Paru


Di Rumah Wilayah Kota Si Bolga. Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara: Medan

Joycem, Hawks. 2011. Keperawatan Medical Bedah. Jakarta: Jilid 3

Nugroho, Taufan. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak Bedah, Penyakit


Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika

Muttaqin, A. 2011. Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan


System Pernafasan. Jakarta: Selemba Medika.

Somantri, Irman. 2008. Keperawatan Medical Bedah: Asuhan Keperawatan Pada


Pasien Dengan Gangguan System Pernafasan. Jakarta: Selemba Medika.

Amin & Bahar. 2010. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC

WHO. 2016. Global Tuberculosis Report. Retrieved From


Hhtp://Www.Who.Int/Tb/Publicationts/Global_Report/En/

Kunoli, 2012. Asuhan Keperawatan Penyakit Tropis. Jakarta: Hal 19

Anda mungkin juga menyukai