Anda di halaman 1dari 15

Pengaruh Daun Katuk (Sauropusandrogynus L. Merr.

)
Konsumsi Biskuit untuk Meningkatkan Volume ASI
pada hari ke 10

S Handayani*, I Setyawati, D S R Ariendha, Y S Pratiwi, S Idyawati, and N


Fatmawati
STIKes Yarsi Mataram, Indonesia.
*srikurniawan87@gmail.com

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh konsumsi biskuit daun katuk
terhadap peningkatan volume ASI pada hari ke-10. Subyek penelitian adalah ibu nifas dan
bayi pada hari pertama di Puskesmas kota Bandung. Penelitian ini adalah RCT post-test
hanya desain kelompok kontrol dengan pendekatan double-blind dengan sampel terdiri dari
n1=n2=50 responden. Kelompok perlakuan pertama diberi biskuit daun katuk dan kelompok
kontrol diberi biskuit bukan daun katuk, selama 9 hari. Data dikumpulkan dan dianalisis oleh
Mann Whitney Tes. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan biskuit
daun katuk terhadap peningkatan volume ASI pada hari ke 10 postpartum dengan persentase
yang tinggi yaitu 79,6% hasil penghitungan volume ASI Number Needed to Treat (NNT)
didapatkan NNT =3. Peningkatan volume ASI disebabkan daun katuk mengandung fitosterol
dan papaverin yang dapat meningkatkan hormon prolaktin dan oksitosin. Ini juga
mengandung nutrisi sebagai bahan produksi ASI. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah
pengaruh nyata konsumsi biskuit daun katuk terhadap peningkatan produksi ASI volume.
Sehingga biskuit dapat dijadikan sebagai suplemen penambah volume ASI.

1. Perkenalan
Angka Kematian Bayi (AKB) dan Balita masih tinggi di Indonesia, yaitu 32 dan 40 per 1.000
jiwa kelahiran masing-masing[1]. Komitmen global dalam Tujuan Pembangunan Milenium
(MDGs) di 4th sasaran menetapkan target penurunan AKB menjadi 23 per 1000 kelahiran
hidup dan balita menjadi 32 per 1000 hidup kelahiran [2]. Tingginya angka kematian tersebut
disebabkan oleh faktor gizi, diare, dan pneumonia [3]. Pemberian ASI yang optimal dapat
mencegah 1,4 juta kematian bayi di seluruh dunia setiap tahunnya[4]. Pencapaian pemberian
ASI eksklusif di Indonesia masih jauh dari target nasional (80%) yaitu sebesar 54,3%.
Persentase pemberian ASI eksklusif di Provinsi Jawa Barat (33,65%) merupakan yang
terendah kedua setelah Provinsi Maluku (25,21%)[3]. Persentase pemberian ASI eksklusif di
kota Bandung sekitar 20,7% [5]. Proporsi pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 4 bulan di
perkotaan (44,3%) lebih rendah daripada di pedesaan (52, 8%) [6].
Produksi ASI yang kurang merupakan salah satu faktor penyebab kegagalan pemberian ASI
eksklusif. Hasil dari survei pendahuluan yang dilakukan terhadap 39 responden dari 16
provinsi di Indonesia diperoleh data, 33,3% mengatakan jumlah ASI lebih sedikit. Sebagian
besar (69,23%) ibu mengeluh bahwa jumlah ASI kurang primipara [7]. Faktor nutrisi dan
hormonal (prolaktin dan oksitosin) adalah faktor utama yang mempengaruhi produksi ASI
[8,9]. Salah satu cara untuk meningkatkan volume ASI adalah dengan memberikan
galactagogue. Sebagian besar masyarakat (93,3%) menggunakan daun katuk untuk
memperbanyak ASI selama menyusui dengan menggunakan 1-3 cangkir per hari penggunaan
asin dan bening. Dosis dan pemrosesan yang tidak tepat
cara tersebut dapat mengurangi kandungan nutrisi dan efek menguntungkan dari daun katuk
serta dapat menimbulkan efek samping efek[7]. Di Indonesia, ekstrak daun katuk juga
tersedia dalam bentuk tablet dan kapsul,[8] tetapi kejadian produksi ASI masih rendah.[7]
Uji toksisitas akut dan teratogenik pada mencit menunjukkan bahwa daun katuk tidak toksik
dan tidak menyebabkan cacat janin.[10] Pemberian ekstrak daun katuk tua dengan dosis
173,6 mg/kg BB mencit mampu meningkatkan ekspresi gen prolaktin dan oksitosin,[11]
sedangkan pemberian daun katuk ekstrak untuk ibu menyusui dengan dosis 900 mg/hari
dapat meningkatkan volume ASI sebesar 66,7 ml atau 50,7% dan mengurangi jumlah subjek
yang kurang ASI sebesar 12,5%,[8] Meningkatkan ASI volume yang disebabkan oleh daun
katuk mengandung senyawa fitokimia yaitu alkaloid (papaverine),[11] dan sterol
(phytosterol)[12] yang dapat meningkatkan kadar prolaktin dan oksitosin, dan mengandung
nutrisi yang dapat digunakan sebagai bahan baku sintesis ASI.[8] Selama masa nifas,
kebutuhan energi meningkat dan asupan nutrisi, seperti: karbohidrat, lemak, dan protein
berkaitan erat dengan volume ASI yang diproduksi per hari.[13-16] Biskuit dibuat dengan
keseimbangan antara tepung, gula, lemak, dan telur, dan merupakan makanan ringan yang
paling disukai ibu selama menyusui.[7,17] Tepung terigu sebagai bahan baku pembuatan
biskuit dapat diganti dengan tepung daun katuk.[18] Dalam penelitian ini, tepung disubstitusi
dengan ekstrak kental katuk daun yang diharapkan dapat meningkatkan volume ASI.

2. Metodologi Penelitian
Bahan yang digunakan untuk membuat biskuit daun katuk
adalah ekstrak kental berwarna hijau daun katuk yaitu
hijau tua, tepung terigu, maizena, gula halus, kuning telur,
margarin, susu skim, garam, soda kue,
pengemulsi, esens, dan minyak kue. Bahan yang digunakan
dalam pembuatan biskuit tanpa daun katuk adalah
hampir sama dengan bahan dalam biskuit daun katuk, kecuali
ekstrak daun katuk pada biskuit
tanpa daun katuk diganti dengan air. Alat-alat untuk membuat
biskuit adalah oven, mixer, wajan,
cetakan kue, baskom, timbangan, sarung tangan plastik,
emboss, celemek, masker, dan tutup kepala.
Proses persiapan dan pembuatan biskuit daun katuk meliputi:
1) Penentuan katuk
tanaman daun; 2) Penyusunan simplisia daun katuk yang
meliputi penyiapan bahan (bahan
proses pemilihan dan pengumpulan daun katuk), serta
pengeringan dan penggilingan simplisia daun katuk; 3)
Ekstrak daun simplisia daun katuk dengan etanol 70%,
maserasi, selama 3×24 jam, dan
menentukan berat jenis ekstrak daun katuk; 4) Karakterisasi
dan fitokimia
penyaringan tepung simplisia dan ekstrak kental daun katuk;
5) Cek stigmasterol daun katuk
ekstrak kental dengan metode Kromatografi Lapis Tipis
(KLT); 6) formulasi biskuit daun katuk; 7)
Uji organoleptik berdasarkan perbedaan saripati yang
digunakan dan evaluasi biskuit; 8) Ekstrak daun
biskuit dengan etil asetat selama 2 jam; 9) Skrining fitokimia
ekstrak biskuit daun katuk; 10)
Uji kualitas biskuit (kadar air dengan metode oven, kadar
protein dengan Kjedhal
lemak dengan metode Soxlet, karbohidrat dengan metode Luff
Schooel, dan energi dengan
Metode di air); dan 11) Pembuatan biskuit daun katuk dan
tanpa daun katuk dan kemasan.
Baik daun katuk maupun tanpa daun katuk dibuat dengan cara
mengganti tepung dengan daun katuk yang kental
ekstrak (kelompok perlakuan) dan air (kelompok kontrol)
dengan perbandingan 38,77 : 0,9. Kegunaan daun katuk
ekstrak pada substitusi tepung terigu didasarkan pada dosis
yang telah teruji secara klinis, yaitu
900 mg/hari.8 Biskuit dibuat dengan bahan dasar 100 g,
sebanyak 9 buah per hari, ukuran 6,1 cm
diameter, berat 9,5 g, dengan penambahan perasa pandan, dan
diberikan selama 9 hari, dari pertama
hari sampai hari ke-9 masa nifas. Pemberian biskuit dengan
rasa pandan berdasarkan hasil
uji organoleptik, dimana biskuit dengan penambahan rasa
pandan memiliki warna, aroma,
tekstur, dan rasa dibandingkan dengan rasa vanilla dan coco
pandan.
Subyek dalam penelitian ini adalah ibu nifas hari pertama di
Puskesmas Kota Bandung yang
memenuhi kriteria sampel. Kriteria inklusi: ibu primipara dan
bayi berusia 1 hari; ibu yang
melahirkan bayi cukup bulan, tunggal, dan sehat; ibu tidak
menggunakan obat lain untuk memperbanyak ASI
produksi; berat lahir bayi 2500 gram; dan ibu-ibu yang
bersedia menjadi responden.
Kriteria eksklusi: ibu yang memiliki masalah payudara yaitu
puting datar/cekung dan riwayat
operasi pada payudara; ibu dan/atau bayi yang mengalami
komplikasi berat dan memerlukan pengobatan;
ibu dengan diabetes mellitus dan atau hipertensi; ibu yang
merokok dan atau minum alkohol; dan
bayi yang mengalami kelainan kongenital. Sepasang ibu dan
bayi dinyatakan putus sekolah
jika ibu tidak mengkonsumsi biskuit 2 hari berturut-turut; Ibu
mengundurkan diri ketika intervensi atau kontrol
diberikan; ibu memindahkan alamat yang tidak diketahui; ibu
dan/atau bayi mengalami kesakitan dan membutuhkan
perawatan; dan
bayi diberikan susu formula atau asupan gizi selain ASI.
Penelitian ini merupakan penelitian double-blind post-test
only control RCT study. Pengambilan sampel dilakukan
secara acak dengan
blok permutasi. Sampel dalam penelitian ini adalah n1 = n2 =
50 responden. Kelompok pengobatan
mendapat biskuit daun katuk dan dikontrol dengan pemberian
biskuit tanpa daun katuk, selama 9 hari. NS
variabel bebas dalam penelitian ini adalah pemberian biskuit
daun katuk, variabel terikatnya
adalah volume ASI, dan variabel pengganggu adalah usia ibu,
nutrisi ibu
status, frekuensi menyusui, dan stres.
Variabel usia ibu dinilai segera setelah bayi lahir atau sebelum
ibu
meninggalkan Puskesmas. Status gizi ibu dan stres dinilai
pada hari ke 10 postpartum.
Status gizi diukur dengan menghitung Indeks Massa Tubuh
(BMI), dan stres dinilai
dengan kuesioner Perceived Stress Scale (PSS-10).
Pengukuran volume ASI dilakukan
keluar pada hari ke 10 dengan manual ASI unimom mezzo
pump sebelum bayi menyusu atau 2
jam setelah bayi menyusu untuk mengembalikan produksi
ASI ke volume sebelum menyusui bayi, keduanya
payudara dipompa selama ± 30 menit atau sampai tidak ada
ASI yang keluar setelah dipompa selama 2 menit.
Hasil pemompaan diukur menggunakan tabung ukur dalam
satuan ml.
Data yang terkumpul diolah dengan uji non parametrik yaitu
uji Mann Whitney. Secara klinis,
penelitian ini dihitung berdasarkan nilai NNT. NNT
menunjukkan jumlah pasien yang harus
diperlakukan untuk mendapatkan tambahan 1 hasil yang baik
atau menghindari 1 kegagalan. NNT dapat dihitung sebagai
berikut [19].
NNT =

ARR = CER − EER


CER =

Penjelasan:
NNT: jumlah yang dibutuhkan untuk mengobati
ARR: pengurangan risiko absolut
CER: mengontrol tingkat acara
EER: tingkat peristiwa eksperimental
Penelitian ini berusaha untuk menjunjung tinggi sikap ilmiah dan etis dalam penelitian dan
berusaha meminimalkan kemungkinan
Kerugian dan memaksimalkan penelitian.

3. Hasil dan Analisis


Tabel 1.Karakteristik Pendidikan, Pekerjaan, Status Gizi, Stres, dan Frekuensi
Pemberian ASI pada Subyek Penelitian di
Kelompok Biskuit Daun Katuk dan Biskuit Tanpa Daun Katuk.
Tabel 1 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan proporsi
yang berarti pendidikan, pekerjaan,
status gizi, stres, dan frekuensi pemberian ASI antar
kelompok yang diberikan biskuit daun katuk
dan biskuit tanpa daun katuk.
Tabel 2. Karakteristik Umur dan Persentase Kepatuhan
Konsumsi Biskuit Penelitian
Subjek pada kelompok Biskuit Daun Katuk dan Biskuit Tanpa
Daun Katuk.
Tabel 2. Karakteristik Umur dan Persentase Kepatuhan
Konsumsi Biskuit Penelitian
Subjek pada kelompok Biskuit Daun Katuk dan Biskuit Tanpa
Daun Katuk.

Tabel 2 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan usia dan kepatuhan mengkonsumsi katuk .
yang signifikan
Biskuit daun antar kelompok yang diberikan biskuit daun katuk dan biskuit tanpa daun katuk.
Tabel 3 Pengaruh Biskuit Daun Katuk Terhadap Peningkatan Volume ASI.

Tabel 3 menunjukkan ada perbedaan yang signifikan volume


ASI pada hari ke-10
nifas antar kelompok diberi biskuit daun katuk dan biskuit
tanpa daun katuk.
Secara klinis bisa dihitung dengan NNT. Perubahan volume
ASI (rendah dan tinggi) adalah
dinilai dengan membandingkan hasil pompa ASI dengan nilai
rata-rata ASI
volume kelompok perlakuan, dikatakan rendah jika <148,2
dan tinggi 145,2 ml; dan payudara hari ke-15
volume susu dikatakan rendah jika <139,7 ml dan tinggi 139,7
ml.

Tabel 4.Jumlah responden yang mengalami perubahan


volume ASI (rendah dan tinggi)

Artinya, hanya 3 orang saja yang wajib diberikan kat


biskuit daun uk selama 10 hari, agar bisa bertambah
dan
volume ASI untuk 1 orang. Laktasi menggambarkan sekresi
ASI dari
om the
gonad mammae dan merupakan masa menyusui bayi [20].
Secara statistik, hasil studi
pengaruh pemberian biskuit daun katuk terhadap peningkatan
volume ASI pada hari ke 10 nifas
menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kelompok
yang diberi biskuit daun katuk dan biskuit tanpa katuk
daun dengan nilai p<0,05 dan terjadi peningkatan persentase
sebesar 79,6%. Secara klinis, NNT
hasil perhitungan diperoleh NNT = 3.
Peningkatan volume ASI disebabkan oleh biskuit yang
diberikan pada kelompok perlakuan adalah biskuit dengan
penambahan ekstrak kental daun katuk 0,9 g. Daun katuk
merupakan salah satu jenis galactagogue herbal yang
dipercaya dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas ASI.
Skrining fitokimia dari
Daun katuk mengandung metabolit sekunder yaitu alkaloid
(papaverine)[11] dan steroid
(fitosterol) [12] yang dapat meningkatkan kadar prolaktin dan
oksitosin, serta mengandung nutrisi yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku sintesis ASI[8].
Kandungan fitosterol daun katuk tertinggi berasal dari bahan
makanan pilihan yaitu wijen
biji-bijian 443 mg/100 g, kacang-kacangan 108 mg/100g, dan
minyak zaitun 91 mg/100 g. Kandungan fitosterol dari
tepung katuk yang diekstraksi dengan etanol 70% adalah
2,43% (2,43 g/100 g) atau 2433,4 mg/100 g kering dan jika
diubah menjadi daun katuk segar dengan asumsi kadar air
78,2% adalah 466 mg/100 g.[21] Isi dari
papaverin dalam 100 gram daun katuk segar sekitar 580 mg.
[21] Papaverine daun katuk tua adalah
terkandung dalam jumlah yang lebih tinggi daripada yang
lebih muda. Konsentrasi papaverin dalam kental
ekstrak daun katuk tua adalah 6,3 g/ml. [11]
Fitosterol analog dengan kolesterol dalam tubuh manusia.
Kaset pengikat ATP sub-keluarga G
anggota 5 dan 8 (ABCG5 / G8) membatasi penyerapan usus
dan meningkatkan ekskresi sterol melalui bilier
[22]. Asupan 2 g / hari sterol mengurangi low-density
lipoprotein (LDL) sebesar 10%. Asupan harian biasa
untuk sterol berkisar 150-400 mg/hari [23].
Papaverine dapat meningkatkan ekspresi gen prolaktin dan
oksitosin karena dapat mengendurkan otot polos
dan melebarkan pembuluh darah, menyebabkan kelancaran
sirkulasi hormon prolaktin dan oksitosin melalui
aliran darah. Fistosterol dapat berfungsi sebagai c-AMP.
Kehadiran c-AMP menyebabkan pitosterol dan
papaverine untuk menghambat dopamin yang berperan dalam
menghambat prolaktin dan merangsang DARPP-32
sehingga menghambat PP-1 dan menyebabkan peningkatan
oksitosin [24].
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sa'roni, dimana
pemberian daun katuk
ekstrak dengan dosis 3×300 selama 15 hari pada ibu nifas
dapat meningkatkan produksi ASI
sebesar 66,7 ml atau 50,7% lebih banyak dibandingkan ibu
yang tidak diberikan ekstrak daun katuk [8].
Daun katuk juga mengandung nutrisi tinggi yang membantu
mensintesis ASI. 100 gr daun katuk segar
mengandung 79,8 g air, 7,6 g protein, 1,8 g lemak, 6,9 g
karbohidrat, dan nilai energi 310 kJ
[25]. Pada penelitian ini biskuit dibuat dengan penambahan
bahan-bahan yang akan menambah gizi
nilai biskuit. Pada masa nifas, kebutuhan ibu akan nutrisi juga
meningkat. Sebuah pelajaran
yang dilakukan pada mencit laktasi menunjukkan bahwa
mencit menyusui yang diberi diet tinggi lemak (20 g/100 g)
produksi ASI meningkat secara signifikan dibandingkan
dengan yang diberi diet rendah lemak (2,5 g/100 g) [14]. A
Diet tinggi protein juga mampu meningkatkan produksi
ASI[15] dan diet rendah protein akan
tercermin dalam konsentrasi protein yang rendah dalam susu
Biskuit dengan substitusi tepung daun katuk yang diuji secara
in vivo terbukti aman dan memiliki kandungan laktagog
memengaruhi. Hal ini dibuktikan dengan adanya pengaruh
yang signifikan dari peningkatan produksi ASI yang
ditunjukkan oleh
pertambahan berat badan tikus diamati selama 15 hari [18].

4. Kesimpulan
Kesimpulan penelitian ada pengaruh yang signifikan
konsumsi biskuit daun katuk terhadap
meningkatkan volume produksi ASI. Sehingga biskuit dapat
dijadikan sebagai suplemen untuk menambah
volume ASI.

Ucapan Terima Kasih


Terima kasih kepada STIKES YARSI Mataram yang telah
mendukung penuh penelitian ini.

Referensi
[1] Kemenkes RI 2012 Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) 2012(Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian RI) hal
111
[2] Laporan Nasional BPP 2011 Laporan Pencapaian Tujuan
Pembangunan Milenium di Indonesia
(Jakarta: Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (BAPPENAS) hal 10
[3] Kemenkes RI 2014Profil Kesehatan Indonesia
2013(Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia) hal 96 140-143
[4] UNICEF 2010 Meningkatkan Praktik Pemberian ASI
Eksklusif dengan Menggunakan Komunikasi untuk
Pengembangan Program Pemberian Makanan Bayi dan Anak
(New York: UNICEF)
[5] Barat DJ 2013Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat
(Bandung: Dinas Kesehatan)
[6] Soeparmanto P, Pranata S 2005 Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Pemberian Air Susu Ibu
(ASI) Ekslusif Pada Bayi Buletin Penelitian Sistem Kesehatan
8 1-7
[7] Indrayani D, Gustirini R, Handayani S 2015 Survei
Pendahuluan tentang Pengalaman Menyusui
dan Upaya untuk meningkatkan Produksi ASI (Tidak
Terpublikasikan).
[8] Sa'roni, Sadjiman T, Sja'bani M, Zulaela Z
2004Efektivitas Sauropus androgini (l.)
Ekstrak Daun Merr dalam Meningkatkan Produksi Air Susu
Ibu Media Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan 14 20-4
[9] Zuppa AA, Sindico P, Orchi C, Carducci C, Cardiello V,
Catenazzi P, dkk2010 Keselamatan dan
khasiat galactogogues: zat yang menginduksi,
mempertahankan dan meningkatkan produksi ASI
JPPS 13 162-74

[10] Wuryaningsih LE, Eva MD, Widayat S 1997 Teratogenic test of katuk leaf infusion in
mice
Pregnant.Warta Indonesian Medicinal Plants 3
[11] Soka S, Wiludjaja J, Marcella 2011 The Expression of Prolactin and Oxytocin Genes in
Lactating BALB/C Mice Supplemented with Mature Sauropus androgynus Leaf Extracts
International Conference on Food Engineering and Biotechnology 9 291-5
[12] Subekti S 2007 Sterol components in katuk leaf extract (Sauropus androgynus) and
Relation to the quail reproductive system (Bogor: IPB)
[13] Gopalan C 1962Effect of nutrition on pregnancy and lactation Bulletin of the World
Health
Organization 26 203-11
[14] Del Prado M, Delgado G, Villalpando S 1997Maternal lipid intake during pregnancy and
Lactation alters milk composition and production and litter growth in ratsThe Journal of
nutrition
127 458-62
[15] Deem HE1931 Observations on the milk of New Zealand womenArchives of disease in
Childhood 6 53-70.
[16] Soliman SM, Soliman AM, Bakr MS 2014Relationships between maternal nutritional
status,
Quantity and composition of breast milk in Egypt AJAST 2 59-64
[17] Mutiara E, Dikahriani, Wahidah S 2012 Development of Katuk Leaf Biscuit Formula for
Increasing Breast Milk Production (Medan: Medan University) p 1-44
[18] Agustin, Estiasih T 2013 Lactogenic biscuits to stimulate breast milk production
(mother’s milk) based
Local wisdom of katuk leaves (Sauropus androgynus (L.) Merr) which was tested in-vivo
(Malang:
Brawijaya University) p
[19] Trihono PP 2002 Critical Review of Sari Pediatric Clinical Test Papers 45-8.
[20] Capuco AV, Akers RM 2009 The origin and evolution of lactation Anthony V Capuco.
Journal
Of biology 8 371-4.
[21] Subekti S, Piliang WG, Manalu W, Murdiati TB 2006 The use of katuk leaf flour and
Katuk leaf extract (Sauropus androgynus L. Merr) as a ration substitute
Produce Japanese Quail products low in cholesterol. Jitv. 11 254-9.
[22] Nghiem-Rao TH, Tunc I, Mavis AM, Cao Y, Polzin EM, Firary MF, et al 2015 Kinetics
of
Phytosterol metabolism in neonates receiving parenteral nutrition. Pediatrics Res 78 181-9
[23] Katan MB, Grundy SM, Jones P, Law M, Miettinen T, Paoletti R, et al., 2003 Efficacy
and
Safety of plant stanols and sterols in the management of blood cholesterol levels. Mayo
Clinic
Proceedings Elsevier 78 965-78
[24] Nishi A, Kuroiwa M, Miller DB, O’Callaghan JP, Bateup HS, Shuto T, et al.
2008Distinct roles
Of PDE4 and PDE10A in the regulation of cAMP/PKA signaling in the striatumThe Journal
of
Neuroscience 28 10460-71.

[25] Siemonsma, J.S. & Piluek, K1994 Bergh Mvd. Sauropus


androgynus (L.) Merrill Dalam:
(eds.):Tanaman Sumber Daya Asia Tenggara No. 8 Sayuran
(Bogor, Prosea Fondation Bogor)
hal244-6.
EER =

Anda mungkin juga menyukai