Anda di halaman 1dari 40

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT & MANAJEMEN BENCANA

“MANAJEMEN BENCANA BANJIR ”

DI SUSUN OLEH

KELOMPOK 4 :

1. Ita Maulida C1120008


2. Oktaviana Ayu W C1120017
3. Siti Maryani C1129922
4. Siti Rahma Nadya C1120023
5. Siti Umaroh C1120024

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN


NERS UNIVERSITAS BHAMADA SLAWI
2021
DAFTAR ISI

Halaman Judul....................................................................................................1

Bab I. Pendahuluan
A. Latar Belakang...............................................................................................4
B. Tujuan............................................................................................................5
C. Rumusan Masalah…......................................................................................6
Bab II. Pembahasan…..........................................................................................7
A. Tindakan untuk Mengurangi Dampak Banjir…..............................................7
B. Dampak yang timbul Akibat Banjir…............................................................7
C. Cara Penganggulangan Banjir….....................................................................8
D. Tahapan Penganggulangan Banjir…................................................................8
E. Peranan Perawat dalam Penanganan Bencana...............................................13
F. Koordinasi......................................................................................................14
G. Koordinasi Pelaksanaan…............................................................................16
H. Pelayanan Kesehatan saat Bencana...............................................................28
Bab III. Penutup
A. Simpulan
……………………………………………………………...........40
B. Saran……………………………………………………………….
……….40
Daftar Pustaka.....................................................................................................41
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2001) bencana


adalah peristiwa/kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan
ekologi, kerugian kehidupan manusia serta memburuknya kesehatan dan
pelayanan kesehatan yang bermakna sehingga memerlukan bantuan luar biasa
dari pihak luar.

Sedangkan definisi bencana (disaster) menurut WHO adalah setiap


kejadian yang menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis, hilangnya nyawa
manusia atau memburuknya derajat kesehatan atau pelayanan kesehatan pada
skala tertentu yang memerlukan respon dari luar masyarakat atau wilayah yang
terkena.

Jenis-jenis banjir menurut penyebabnya di Indonesia. Di Indonesia,


banjir adalah sebuah bencana alam yang mudah terjadi. Hal ini karena letak
Indonesia pada daerah tropis yang memungkinkan curah hujan yang tinggi setiap
tahunnya. Banjir di Indonesia terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu : Banjir
bandang, Banjir Hujan Ekstrim, Banjir Luapan Sungai / Banjir Kiriman, Banjir
Pantai (ROB), Banjir Hulu.

Banjir bandang adalah banjir besar yang terjadi secara tiba-tiba dan
berlangsung hanya sesaat yang yang umumnya dihasilkan dari curah hujan
berintensitas tinggi dengan durasi (jangka waktu) pendek yang menyebabkan
debit sungai naik secara cepat. Banjir jenis ini biasa terjadi di daerah dengan
sungai yang alirannya terhambat oleh sampah.

Ini biasanya terjadi hanya dalam waktu 6 jam sesudah hujan lebat mulai
turun. Biasanya banjir ini ditandai dengan banyaknya awan yang menggumpal di
angkasa serta kilat atau petir yang keras dan disertai dengan badai tropis atau
cuaca dingin. Umumnya banjir ini akibat meluapnya air hujan yang sangat deras,
khususnya bila tanah bantaran sungai rapuh dan tak mampu menahan cukup
banyak air.
Jenis banjir ini biasanya berlangsung dalam waktu lama dan sama sekali
tidak ada tanda-tanda gangguan cuaca pada waktu banjir melanda dataran –
sebab peristiwa alam yang memicunya telah terjadi berminggu-minggu
sebelumnya. Jenis banjir ini terjadi setelah proses yang cukup lama. Datangnya
banjir dapat mendadak. Banjir luapan sungai ini kebanyakan bersifat musiman
atau tahunan dan bisa berlangsung selama berhari- hari atau berminggu-minggu
tanpa berhenti. Banjir ini biasanya terjadi pada daerah-daerah lembah.
Banjir yang disebabkan angin puyuh laut atau taifun dan gelombang
pasang air laut. Banjir ini terjadi karena air dari laut meresap ke daratan di dekat
pantai dan mengalir ke daerah pemukiman atau karena pasang surut air laut.
Banjir ini biasanya terjadi di daerah pemukiman yang dekat dengan pantai.
Contoh daerah yang biasanya terkena ROB adalah Semarang.
Banjir yang terjadi di wilayah sempit, kecepatan air tinggi, dan
berlangsung cepat dan jumlah air sedikit. Banjir ini biasanya terjadi di
pemukiman dekat hulu sungai. Terjadinya banjir ini biasanya karena tingginya
debit air yang mengalir, sehingga alirannya sangat deras dan bisa berdampak
destruktif.
Banjir adalah peristiwa terbenamnya daratan yang biasanya kering karena
peningkatan volume air yang diakibatkan dari tingginya curah hujan, meluapnya
air sungai atau laut, dan pecahnya bendungan. Banjir bandang adalah banjir yang
terjadi secara tiba-tiba karena terisinya air pada daerah yang tanahnya kering
/sukar meresap air ketika hujan turun, air sukar meresap ke dalam tanah dan
akhirnya terjadi banjir bandang.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui tindakan untuk mengurangi banjir, dampak serta cara
penanggulangan banjir bandang
2. Untuk mengetahui hal-hal yang harus dilakukan dalam penatalaksanaan
setiap tahap siklus bencana banjir bandang
3. Untuk mengetahui sejauh mana peran perawat dalam penatalaksanaan
tahapan bencana banjir bandang
C. Rumusan Masalah
1. Apa tindakan yang harus dilakukan dalam mengurangi banjir bandang,
dampak serta cara penanggulangan banjir bandang ?
2. Apa saja hal-hal yang harus dilakukan dalam penatalaksanaan setiap
tahap siklus bencana banjir ?
3. Apa saja peran perawat dalam penatalaksanaan tahapan bencana banjir
bandang ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. TINDAKAN UNTUK MENGURANGI DAMPAK BANJIR


Ada beberapa tindakan yang bisa mengurangi dampak resiko
penanggulangan banjir, diantaranya yaitu :
1) Penataan daerah aliran sungai secara terpadu dan sesuai fungsi lahan.
2) Pembangunan sistem pemantauan dan peringatan dini pada bagian sungai
yang sering menimbulkan banjir.
3) Tidak membangun rumah dan pemukiman di bantaran sungai serta
daerah banjir.
4) Tidak membuang sampah ke dalam sungai.
5) Program penghijauan daerah hulu sungai harus selalu dilaksanakan serta
mengurangi aktifitas di bagian sungai rawan banjir.

B. DAMPAK YANG TIMBUL AKIBAT BANJIR


1) Dampak fisik
Kerusakan pada sarana-sarana umum, kantor-kantor pelayanan publik
yang disebabkan oleh banjir.
2) Dampak sosial
Mencakup kematian, risiko kesehatan, trauma mental, menurunnya
perekonomian, terganggunya kegiatan pendidikan (anak-anak tidak dapat
pergi ke sekolah), terganggunya aktivitas kantor pelayanan publik,
kekurangan makanan, energi, air, dan kebutuhan-kebutuhan dasar lainnya.
3) Dampak ekonomi
Mencakup kehilangan materi, gangguan kegiatan ekonomi (orang tidak
dapat pergi kerja, terlambat bekerja, atau transportasi komoditas terhambat,
dan lain-lain).

4) Dampak lingkungan
Mencakup pencemaran air (oleh bahan pencemar yang dibawa oleh
banjir) atau tumbuhan disekitar sungai yang rusak akibat terbawa banjir.
5) Dampak ancaman wabah penyakit
Setelah banjir pada saat dan sesudah banjir, seperti penyakit diare,
penyakit yang disebabkan oleh nyamuk.

C. CARA PENANGGULANGAN BANJIR


Penanggulangan banjir dilakukan secara bertahap, dari pencegahan sebelum
banjir penanganan saat banjirdan pemulihan setelah banjir.
Tahapan tersebut berada dalam suatu siklus kegiatan penanggulangan banjir
yang berkesinambungan. Kegiatan penanggulangan banjir mengikuti suatu siklus
(life cycle) yang dimulai dari banjir, kemudian mengkajinya sebagai masukan
untuk pencegahan sebelum bencana banjir terjadi kembali.
Pencegahan dilakukan secara menyeluruh, berupa kegiatan fisik seperti
pembangunan pengendali banjir di wilayah sungai sampai wilayah dataran banjir
dan kegiatan non-fisik seperti pengelolaan tata guna lahan sampai sistem
peringatan dini bencana banjir.

D. TAHAPAN PENANGGULANGAN BENCANA


1) Tahap Tanggap Darurat
a) Pengkajian secara cepat dan tepat lokasi, kerusakan dan sumber
daya. Meliputi : tempat kejadian, jumlah korban, sarana prasarana
b) Penentuan status keadaan darurat bencana
c) Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana
d) Pemenuhan kebutuhan dasar
e) Perlindungan terhadap kelompok rentan
f) Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital

2) Tahap Pasca Darurat


a. Tahap Rehabilitatif ( Pemulihan )
- Memperbaiki prasarana dan pelayanan dasar fisik, pendidikan,
kesehatan, kejiwaan, ekonomi, sosial, budaya, keamanan, lingkungan,
prasarana transportasi, penyusunan kebijakan dan pembaharuan
struktur penanggulangan bencana di pemerintahan.

b. Tahap Rekonstruksi ( pembangunan berkelanjutan )


- Membangun prasarana dan pelayanan dasar fisik, pendidikan,
kesehatan, ekonomi, sosial, budaya, keamanan, lingkungan,
pembaharuan rencana tata ruang wilayah, sistem pemerintahan dan
lainnya yang memperhitungkan faktor risiko bencana.
- Pemulihan psiko-sosial
- Peningkatan fungsi pelayanan kesehatan

3) Tahap Pencegahan & Mitigasi


a. Pencegahan
Pencegahan adalah upaya yang dilakukan untuk menghilangkan sama
sekali atau mengurangi ancaman.
Misalnya :
1. Pencegahan penebangan liar
2. Tidak membuang sampah sembarangan
b. Mitigasi
Mitigasi atau pengurangan adalah upaya untuk mengurangi atau
meredam risiko. Yaitu dengan membuat bendungan, tanggul, kanal untuk
mengendalikan banjir, pembangunan tanggul sungai dan lainnya.
1. Kenali Penyebab Banjir
a. Curah hujan tinggi
b. Permukaan tanah lebih rendah dibanding permukaan air
laut
c.Terletak di suatu cekungan yang dikelilingi perbukitan dengan
pengaliran air keluar sempit
d. Banyak permukiman yang dibangun di dataran sepanjang
sungai
e.Aliran sungai tidak lancar karena banyaknya sampah serta
bangunan di pinggir sungai.
f. Kurangnya tutupan lahan di daerah hulu sungai.
2. Tindakan untuk mengurangi dampak banjir
a.Penataan daerah aliran sungai secara terpadu dan sesuai fungsi
lahan
b. Pembangunan sistem pemantauan dan peringatan dini di
bagian sungai yang sering menimbulkan banjir
c.Tidak membangun rumah dan permukiman di bantaran sungai
d. Tidak membuang sampah ke dalam sungai dan rutin
mengadakan program pengerukan sungai
e.Pemasangan pompa untuk daerah yang lebih rendah dari
permukaan laut
f. Program penghijauan daerah hulu sungai harus selalu
dilaksanakan, dibarengi pengurangan aktivitas di bagian sungai
rawan banjir
3. Yang harus dilakukan sebelum terjadi banjir
a.Bersama aparat terkait dan pengurus RT/RW terdekat,
membersihkan lingkungan sekitar, terutama di saluran air atau
selokan, dari timbunan sampah
b. Tentukan lokasi posko banjir yang tepat untuk mengungsi,
lengkap dengan fasilitas dapur umum dan MCK, berikut pasokan
air bersih melalui koordinasi dengan aparat terkait dan pengurus
RT/RW
c.Bersama pengurus RT/RW, segera bentuk tim penanggulangan
banjir di tingkat warga, salah satunya mengangkat penanggung
jawab posko banjir
d. Koordinasikan melalui RT/RW, dewan kelurahan
setempat, dan LSM untuk pengadaan tali, tambang, perahu karet,
dan pelampung guna evakuasi
e.Pastikan pula peralatan komunikasi telah siap pakai, guna
memudahkan mencari informasi, meminta bantuan, atau melakukan
konfirmasi
f. Simak informasi terkini melalui TV, radio, atau peringatan tim
warga tentang curah hujan dan kondisi air
g. Lengkapi diri dengan peralatan keselamatan, antara lain
radio baterai, senter, korek gas, dan lilin
h. Siapkan bahan makanan mudah saji dan persediaan air
bersih
i. Siapkan obat-obatan darurat
j. Amankan dokumen penting
4. Yang harus dilakukan saat banjir
a.Matikan aliran listrik di dalam rumah atau hubungi PLN untuk
mematikan aliran listrik di wilayah yang terkena bencana
b. Mengungsi ke daerah aman sedini mungkin saat genangan
air masih memungkinkan untuk diseberangi
c.Hindari berjalan di dekat saluran air untuk menghindari terseret
arus banjir, serta segera amankan barang-barang berharga ketempat
yang lebih tinggi
d. Jika air terus meninggi, hubungi instansi terkait
5. Yang harus dilakukan setelah banjir
a.Secepatnya membersihkan rumah, terutama bagian lantai, lalu
gunakan antiseptik untuk membunuh kuman
b. Cari dan siapkan air bersih untuk menghindari
terjangkitnya penyakit diare yang sering mewabah setelah kejadian
banjir
c.Waspadai kemungkinan binatang berbisa atau binatang penyebar
penyakit
d. Usahakan selalu waspada apabila kemungkinan terjadi
banjir susulan

4) Tahap Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan adalah upaya menghadapi situasi darurat serta mengenali
berbagai sumber daya untuk memenuhi kebutuhan pada saat itu. Hal ini
bertujuan agar warga mempunyai persiapan yang lebih baik untuk
menghadapi bencana.
Tindakan kesiapsiagaan:
a) Pembuatan sistem peringatan dini, misalnya dengan
dibuat tanda antisipasi siaga 1 penanda bencana
b) Membuat sistem penyebaran peringatan ancaman,
misalnya Simak informasi terkini melalui TV, radio atau peringatan
Tim warga tentang curah hujan dan posisi air pada pintu air
c) Lengkapi dengan peralatan keselamatan seperti: senter,
selimut, tikar, jas hujan, ban karet bila ada
d) Pembuatan rencana evakuasi
e) Membuat tempat dan sarana evakuasi
f) Penyusunan rencana darurat, rencana siaga
g) Memasang rambu evakuasi dan peringatan dini jika
diperlukan

5) Tahap Tanggap Darurat


Tanggap darurat adalah upaya yang dilakukan segera setelah bencana terjadi
untuk mengurangi dampak bencana, seperti penyelamatan jiwa dan harta
benda. Tindakan tanggap darurat:
a) Evakuasi
b) Pencarian dan penyelamatan
c) Penanganan Penderita Gawat Darurat (PPGD)
d) Pengkajian cepat kerusakan dan kebutuhan
e) Penyediaan kebutuhan dasar seperti air dan sanitasi,
pangan, sandang, papan, kesehatan, konseling
f) Pemulihan segera fasilitas dasar seperti telekomunikasi,
transportasi, listrik, pasokan air untuk mendukung kelancaran
kegiatan tanggap darurat

E. PERAN PERAWAT DALAM PENANGANAN BENCANA


a. Peran perawat dalam keadan darurat (Impact Phase)
Biasanya pertolongan pertama pada korban bencana dilakukan tepat
setelah keadaan stabil. Setelah bencana mulai stabil, masing-masing bidang
tim survey mulai melakukan pengkajian cepat terhadap kerusakan-kerusakan,
begitu juga perawat sebagai bagian dari tim kesehatan.
Perawat harus melakukan pengkajian secara cepat untuk memutuskan
tindakan pertolongan pertama. Ada saat dimana ”seleksi” pasien untuk
penanganan segera (emergency) akan lebih efektif (Triase).

b. Peran perawat di dalam posko pengungsian dan posko bencana


1. Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek
kesehatan sehari-hari.
2. Tetap menyusun rencana prioritas asuhan keperawatan harian.
3. Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang
memerlukan penanganan kesehatan di RS.
4. Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian.
5. Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan
khusus bayi, peralatan kesehatan.
6. Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit
menular maupun kondisi kejiwaan labil hingga membahayakan diri dan
lingkungannya berkoordinasi dengan perawat jiwa.
7. Mengidentifikasi reaksi psikologis yang muncul pada korban
(ansietas, depresi yang ditunjukkan dengan seringnya menangis dan
mengisolasi diri) maupun reaksi psikosomatik (hilang nafsu makan,
insomnia, fatigue, mual muntah, dan kelemahan otot).
8. Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak-anak, dapat
dilakukan dengan memodifikasi lingkungan misal dengan terapi bermain.
9. Memfasilitasi konseling dan terapi kejiwaan lainnya oleh para
psikolog dan psikiater.
10. Konsultasikan bersama supervisi setempat mengenai pemeriksaan
kesehatan dan kebutuhan masyarakat yang tidak mengungsi.

c. Peran perawat dalam fase postimpact


Bencana tentu memberikan bekas khusus bagi keadaan fisik, sosial, dan
psikologis korban. Selama masa perbaikan perawat membantu masyarakat
untuk kembali pada kehidupan normal. Beberapa penyakit dan kondisi fisik
mungkin memerlukan jangka waktu yang lama untuk normal kembali bahkan
terdapat keadaan dimana kecacatan terjadi.
 LOGISTIK
a.Selimut
b. Roti
c.Beras
d. Gula
e.Teh
f. Kopi
g. Susu
h. Softex
i. Pampers
j. Pasokan air bersih
k. Pakaian

F. KOORDINASI

Saat dan Pascabencana


Pada saat terjadi bencana perlu diadakan mobilisasi SDM Kesehatan
yang tergabung dalam suatu Tim Penanggulangan Krisis yang meliputi Tim
Gerak Cepat, Tim Penilaian Cepat Kesehatan (Tim RHA) dan Tim Bantuan
Kesehatan. Koordinator Tim dijabat oleh Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi/Kasbupaten/Kota (mengacu Surat Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 1653/Menkes/SK/XII/2005).
Kebutuhan minimal tenaga untuk masing-masing tim tersebut, antara
lain:
l. Tim Gerak Cepat, yaitu tim yang diharapkan dapat segera
bergerak dalam waktu 0-24 jam setelah ada informasi kejadian bencana.
Tim Gerak Cepat ini terdiri atas :
 Pelayanan medis :
- Dokter umum / BSB = 1 orang
- Dokter Spesialis Bedah = 1 orang
- Dokter Spesialis Anastesi = 1 orang
- Perawat mahir (perawat bedah, gawat darurat) = 2 orang
- Tenaga DVI = 1 orang
- Apoteker / asisten apoteker = 1 orang
- Supir ambulance = 1 orang
 Surveilans = 1 orang
- Ahli epidemiologi / Sanitarian
 Petugas komunikasi = 1 orang
Tenaga-tenaga di atas harus dibekali minimal pengetahuan umum
mengenai bencana yang dikaitkan dengan bidang pekerjaannya masing-
masing.

2. Tim RHA, yaitu tim yang bisa diberangkatkan bersamaan dengan


TimGerak Cepat atau menyusul dalam waktu kurang dari 24 jam. Tim
iniminimal terdiri atas:
 Dokter umum = 1 orang
 Ahli epidemiologi = 1 orang
 Sanitarian = 1 orang

3. Tim Bantuan Kesehatan, yaitu tim yang diberangkatkan


berdasarkan kebutuhan setelah Tim Gerak Cepat dan Tim RHA kembali
dengan laporan dengan hasil kegiatan mereka di lapangan.
G. KOORDINASI PELAKSANAAN
a. Organisasi
1. Tingkat Pusat
a. Penanggung jawab pelayanan kesehatan penanggulangan bencana serta
penanganan pengungsi di tingkat Pusat adalah Menteri Kesehatan dibantu
oleh seluruh Pejabat Eselon 1 dan Kepala Badan POM serta
berkoordinasi dengan instansi terkait dan selalu berpedoman pada
petunjuk Ketua Bakornas PB yang diketuai olehWakil Presiden.
b. Pelaksanaan tugas penanggulangan krisis akibat bencana dilingkungan
Departemen Kesehatan dikoordinasi oleh Sekretaris Jenderal melalui
Pusat Penanggulangan Krisis (PPK).
2. Tingkat Provinsi
a. Penanggung jawab pelayanan kesehatan penanggulangan bencana serta
penanganan pengungsi di Provinsi adalah Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi. Bila diperlukan dapat meminta bantuan kepada Departemen
Kesehatan. Dalam melaksanakan tugas Kepala Dinkes Provinsi dibawah
Satkorlak PB yang diketuai oleh Gubernur.
b. Pelaksanaan tugas penanggulangan krisis akibat bencana dilingkungan
Dinas Kesehatan Provinsi dikoordinasi oleh pejabat yang ditunjuk oleh
Kepala Dinas Kesehatan.

3. Tingkat Kabupaten/Kota
a. Penanggung jawab pelayanan kesehatan penanggulangan bencana serta
penanganan pengungsi di Kabupaten/Kota adalah Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota. Bila diperlukan dapat meminta bantuan
kepada Provinsi. Dalam melaksanakan tugas, Kepala Dinkes
Kabupaten/Kota berada dibawah Satlak PB yang diketuai oleh
Bupati/Walikota.
b. Pelaksanaan tugas penanggulangan krisis akibat bencana dilingkungan
Dinas Kesehatan Provinsi dikoordinasi oleh pejabat yang ditunjuk oleh
Kepala Dinas Kesehatan.
4. Di Lokasi Kejadian
Pelayanan kesehatan penanggulangan bencana serta penanganan
pengungsi di lokasi kejadian dibawah tanggung jawab Kepala Dinas
Kesehatan sedangkan Kepala Puskesmas sebagai pelaksana tugas Dinas
Kesehatan.

b. Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Penanggulangan Bencana Serta Penanganan


Pengungsi
1. Prabencana
Kegiatan yang dilaksanakan:
a. Tingkat Pusat
1) Membuat, menyebarluaskan dan memutakhirkan pedoman pelayanan
kesehatan pada penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi.
2) Membuat standar-standar penanggulangan bencana dan penanganan
pengungsi.
3) Membuat peta geomedik serta mengadakan pelatihan, bagi setiap
unit dan petugas yang terlibat dalam penanggulangan bencana,
dilanjutkan dengan gladi posko dan gladi lapang.
4) Inventarisasi sumber daya kesehatan pemerintah dan swasta
termasuk LSM.
5) Membuat standar dan mekanisme penerimaan bantuan dari dalam
dan luar negeri.
6) Inventarisasi jenis dan lokasi kemungkinan terjadinya bencana di
wilayahnya dengan mengupayakan informasi Early Warning atau
peringatan dini.
7) Membentuk Tim Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana.
8) Mengembangan mitigasi dan kesiapsiagaan penanggulangan bencana
(sarana dan prasarana).
9) Mengadakan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan
penanggulangan bencana.
10) Mengembangan sistem komunikasi dan informasi.
11) Koordinasi lintas program dan lintas sektor meliputi sinkronisasi
kegiatan penanggulangan bencana dari pusat sampai daerah.
12) Kegiatan bimbingan teknis.

b. Tingkat Provinsi
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi melakukan kegiatan:
1) Membuat peta geomedik daerah rawan bencana.
2) Membuat rencana kontinjensi (Contingency Plan).
3) Menyusun dan menyebarluaskan pedoman penanggulangan bencana
dan penanganan pengungsi.
4) Mengadakan pelatihan penanggulangan bencana.
5) Membentuk dan mengembangkan tim reaksi cepat.
6) Menyelenggarakan pelatihan gladi posko dan gladi lapang dengan
melibatkan semua unit terkait.
7) Membentuk Pusdalops penanggulangan bencana dan penanganan
pengungsi.
8) Melengkapi sarana/fasilitas yang diperlukan termasuk
mengembangkan sistem komunikasi dan informasi di daerah
tersebut.
9) Mengadakan koordinasi lintas program dan lintas sektor meliputi
sinkronisasi kegiatan penanggulangan bencana dengan pusat dan
kabupaten/kota.
10) Melakukan evaluasi dan memutakhirkan protap yang ada sesuai
kebutuhan.
11) Kegiatan bimbingan teknis.

c. Tingkat Kabupaten/Kota
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan kegiatan:
1) Membuat peta geomedik daerah rawan bencana.
2) Membuat rencana kontinjensi (Contingency Plan).
3) Mengadakan pelatihan penanggulangan bencana.
4) Membentuk dan mengembangkan tim reaksi cepat.
5) Membentuk Pusdalops penanggulangan bencana dan penanganan
pengungsi.
6) Inventarisasi sumber daya sesuai dengan potensi bahaya yang
mungkin terjadi, mencakup:
a. Jumlah dan lokasi Puskesmas.
b. Jumlah ambulans.
c. Jumlah tenaga kesehatan.
d. Jumlah RS termasuk fasilitas kesehatan Iainnya.
e. Obat dan perbekalan kesehatan.
f. Unit transfusi darah.
7) Mengadakan koordinasi lintas program dan lintas sektor meliputi
sinkronisasi kegiatan penanggulangan bencana dengan provinsi dan
Kecamatan.
8) Kegiatan bimbingan teknis.

d. Tingkat Kecamatan
Kepala Puskesmas melakukan kegiatan:
1) Membuat jalur evakuasi dan mengadakan pelatihan.
2) Mengadakan pelatihan triase.
3) Inventarisasi sumber daya sesuai dengan potensi bahaya yang
mungkin terjadi
4) Menerima dan menindaklanjuti informasi peringatan
dini(earlywarning system) untuk kesiapsiagaan bidang kesehatan.
5) Membentuk tim kesehatan lapangan yang tergabung dalam Satgas.
6) Mengadakan koordinasi lintas sektor.

2. Saat bencana
a. Tingkat Pusat
Koordinasi pada saat bencana adalah Sekretaris Jenderal Depkes.
Sedangkan Direktorat-direktorat Jenderal mempunyai tugas sebagai
berikut:
1) Dirjen Bina Pelayanan mengkoordinasikan daerah darurat medik di
lapangan dan pelayanan kesehatan rujukan di rumah sakit serta
mobilisasi SDM Kesehatan pada fase tanggap darurat.
2) Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan lingkungan (P2dan
PL) berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi untuk
menggerakkan kinerja surveilans epidemiologi kesehatan lingkungan
dan pemberantasan penyakit, logistik dan peralatan kesehatan
lapangan dalam rangka pencegahan KLB penyakit menular di tempat
penampungan pengungsi dan lokasi sekitarnya.
3) Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mengkoordinasikan
bantuan obat, bahan habis pakai dan perbekalan kesehatan yang
diperlukan. Sementara itu, Kepala Badan POM mengawasi kualitas
obat dan makanan bantuan untuk korban.
4) Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat berkoordinasi dengan Dinas
Kesehatan Provinsi untuk memberikan dukungan pelayanan
kesehatan dan gizi, kesehatan reproduksi, promosi kesehatan dan
penanggulangan penyakit akibat kerja.
5) Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) membantu
Dirjen terkait dan PPK Setjen Depkes sesuai tugas dan fungsinya
agar pelayanan medik pada penanggulangan bencana lebih efektif
dan efisien.
6) Inspektur Jenderal melakukan pengawasan kegiatan yang terkait
dalam penanggulangan bencana.
7) Kepala Pusat Penanggulangan Krisis (PPK) Setjen Depkes sebagai
pelaksana koordinasi mempunyai tugas sebagai berikut:
a. Mengaktifkan Pusdalops penanggulangan bencana.
b. Mengadakan koordinasi lintas sektor untuk angkutan personil,
peralatan, bahan bantuan, dan lain-lain.
c. Mengkoordinasikan bantuan swasta dan sektor lain.
d. Berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi untuk
mempersiapkan bantuan bila diperlukan.
e. Berkoordinasi dengan Tim Identifikasi Nasional untuk
mengidentifikasi korban meninggal massal.
8) Dalam keadaan darurat, Departemen Kesehatan dapat memanfaatkan
potensi dan fasilitas kesehatan yang berada diwilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (misalnya Pertamina, PTP, BUMN,
Swasta, dll.).

b. Tingkat Provinsi
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi melakukan kegiatan :
1) Melapor kepada Gubernur dan menginformasikan kepada PPK
Setjen Depkes tentang terjadinya bencana atau adanya pengungsi.
2) Mengaktifkan Pusdalops Penanggulangan Bencana tingkat Provinsi.
3) Berkoordinasi dengan Depkes cq. PPK, bila ada kebutuhan bantuan
obat dan perbekalan kesehatan. Pengelolaan obat dan perbekalan
kesehatan.
4) Berkoordinasi dengan Rumah Sakit Provinsi untuk mempersiapkan
penerimaan rujukan dari lokasi bencana atau tempat penampungan
pengungsi. Bila diperlukan, menugaskan Rumah Sakit Provinsi
untuk mengirimkan tenaga ahli ke lokasi bencana atau tempat
penampungan pengungsi.
5) Berkoordinasi dengan Rumah Sakit rujukan (RS Pendidikan) diluar
Provinsi untuk meminta bantuan dan menerima rujukan pasien.
6) Berkoordinasi dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
untuk melakukan "Re-Rapid Health Assessment" atau evaluasi
pelaksanaan upaya kesehatan.
7) Memobilisasi tenaga kesehatan untuk tugas perbantuan kedaerah
bencana.
8) Berkoordinasi dengan sektor lain terkait untuk penanggulangan
bencana dan penanganan pengungsi.
9) Menuju lokasi terjadinya bencana atau tempat penampungan
pengungsi.
10) Apabila kejadian bencana melampaui batas wilayah
Provinsi,koordinator pelayanan kesehatan pada penanggulangan
bencana dan penanganan pengungsi dipegang oleh Sekjen Depkes.
Direktur Rumah Sakit Provinsi melakukan kegiatan:
1) Mengadakan koordinasi dengan Rumah Sakit Kabupaten/Kota untuk
mengoptimalkan sistem rujukan.
2) Menyiapkan instalasi gawat darurat dan instalasi rawat inap untuk
menerima penderita rujukan dan melakukan pengaturan jalur
evakuasi.
3) Mengajukan kebutuhan obat dan peralatan lain yang diperlukan.
4) Mengirimkan tenaga dan peralatan ke lokasi bencana bila
diperlukan.
c. Tingkat Kabupaten/Kota
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setelah menerima berita
tentang terjadinya bencana dari Kecamatan, melakukan kegiatan:
1) Berkoordinasi dengan anggota Satlak PB dalam penanggulangan
bencana.
2) Mengaktifkan Pusdalops Penanggulangan Bencana Tingkat
Kabupaten/Kota.
3) Berkoordinasi dengan RS Kabupaten/Kota termasuk denganRS
Swasta Rumkit TNI dan POLRI untuk mempersiapkan penerimaan
penderita yang dirujuk dari lokasi bencana dan tempat penampungan
pengungsi.
4) Menyiapkan dan mengirim tenaga kesehatan, obat dan perbekalan
kesehatan ke lokasi bencana.
5) Menghubungi Puskesmas di sekitar lokasi bencana untuk
mengirimkan dokter, perawat dan peralatan yang diperlukan
termasuk ambulans ke lokasi bencana.
6) Melakukan Penilaian Kesehatan Cepat Terpadu (Integrated Rapid
Health Assessment).
7) Melakukan penanggulangan gizi darurat.
8) Memberikan imunisasi campak di tempat pengungsian bagi anak-
anak di bawah usia 15 tahun.
9) Melakukan surveilans epidemiologi terhadap penyakit potensial
wabah, pengendalian vektor serta pengawasan kualitas air dan
lingkungan.
10) Apabila kejadian bencana melampaui batas wilayah
Kabupaten/ Kota, penanggung jawab upaya penanggulangan
bencana adalah Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.

Direktur Rumah Sakit Kabupaten/Kota melakukan kegiatan:


1) Menghubungi lokasi bencana untuk mempersiapkan instalasi
gawat darurat dan ruang perawatan untuk menerima rujukan
penderita dari lokasi bencana dan tempat penampungan pengungsi.
2) Menyiapkan instalasi gawat darurat dan instalasi rawat inap
untuk menerima rujukan penderita dari lokasi bencana atau tempat
penampungan pengungsi dan melakukan pengaturan jalur evakuasi.
3) Menghubungi RS Provinsi tentang kemungkinan adanya
penderita yang akan dirujuk.
4) Menyiapkan dan mengirimkan tenaga dan peralatan ke lokasi
bencana bila diperlukan.

d. Tingkat Kecamatan
Kepala Puskesmas di lokasi bencana melakukan kegiatan:
1) Beserta staf menuju lokasi bencana dengan membawa peralatan yang
diperlukan untuk melaksanakan triase dan memberikan pertolongan
pertama.
2) Melaporkan kepada Kadinkes Kabupaten/Kota tentang terjadinya
bencana.
3) Melakukan Initial Rapid Health Assessment (Penilaian Cepat
Masalah Kesehatan Awal)
4) Menyerahkan tanggung jawab pada Kadinkes Kabupaten/ Kota
apabila telah tiba di lokasi.
5) Apabila kejadian bencana melampaui batas wilayah kecamatan,
penanggung jawab upaya penanggulangan bencana adalah Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Kepala Puskesmas di sekitar lokasi bencana melakukan kegiatan:


1) Mengirimkan tenaga dan perbekalan kesehatan serta ambulans/ alat
transportasi lainnya ke lokasi bencana dan tempat penampungan
pengungsi.
2) Membantu melaksanakan perawatan dan evakuasi korban serta
pelayanan kesehatan pengungsi.

3. Pascabencana
a. Tingkat Pusat
1) Koordinasi lintas program untuk:
a. Evaluasi dampak bencana guna menanggulangi kemungkinan
timbulnya KLB penyakit menular.
b. Upaya pemulihan kesehatan korban bencana.
c. Berkoordinasi dengan, program terkait dalam upaya rekonsiliasi,
khususnya untuk wilayah yang mengalami konflik dengan
kekerasan.
d. Penyelesaian administrasi dan pertanggungjawaba nanggaran yang
telah dikeluarkan selama berlangsungnya pelayanan kesehatan
penanggulangan bencana serta penanganan pengungsi.
2) Koordinasi lintas sektor untuk:
a. Pemulihan (rehabilitasi) prasarana/sarana kesehatan yang
mengalami kerusakan.
b. Pemulihan (rehabilitasi) kehidupan masyarakat ke arah kehidupan
normal.
c. Relokasi masyarakat pengungsi.
d. Rekonsiliasi masyarakat yang terlibat bencana konfliksosial dengan
kekerasan.
e. Pembangunan kembali (rekonstruksi) prasarana/saranakondisi yang
permanen.
f. Pemantauan, evaluasi dan analisis dampak bencana serta
penanganan pengungsi.

b. Tingkat Provinsi
1) Mendukung upaya kesehatan dalam pencegahan KLB penyakit
menular dan perbaikan gizi di tempat penampungan lokasi sekitar
dengan kegiatan surveilans epidemiologi, kesehatan lingkungan, dan
pemberantasan penyakit.
2) Jika terjadi KLB penyakit menular dan gizi buruk, segera
mengirimkan tenaga ahli yang relevan ke lokasi bencana atau tempat
penampungan pengungsi.
3) Melakukan evaluasi dan analisis dampak bencana terhadap kesehatan
lingkungan/KLB.
4) Membantu upaya rekonsiliasi khusus untuk konflik dengan tindak
kekerasan dapat dilakukan rekonsiliasi antara pihak-pihak yang
bertikai dengan mediasi sektor kesehatan, yaitu kesehatan sebagai
jembatan menuju perdamaian dengan kegiatan berupa:
a. Pelatihan bersama dengan melibatkan pihak-pihak yang bertikai.
b. Sosialisasi netralitas petugas kesehatan untuk menjalankan
profesinya kepada pihak yang bertikai.
c. Kerja sama petugas kesehatan dari pihak-pihak yang bertikai dalam
menyusun program kesehatan bagi korban kerusuhan.
d. Pelayanan kesehatan terpadu antara pihak bertikai tanpa
membedakan perbedaan (azas netralitas).
5) Memantau, mengevaluasi dan melaksanakan kegiatan Post Trauma
Stress Disorder (PTSD).

c. Tingkat kabupaten
1) Mengirimkan tenaga surveilans dan tenaga kesehatan lingkungan
untuk membantu upaya kesehatan dalam pencegahan KLB penyakit
menular di lokasi bencana dan tempat penampungan pengungsi
maupun lokasi sekitarnya dengan kegiatan surveilans, kesehatan
lingkungan dan pemberantasan penyakit.
2) Jika terjadi KLB penyakit menular dan gizi buruk, segera lakukan
upaya pemberantasan penyakit dan perbaikan gizi serta
melaporkannya ke dinas kesehatan provinsi.
3) Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap upaya penanggulangan
yang dilakukan.
4) Menentukan strategi intervensi berdasarkan analisis status gizi setelah
rapid assessment dilakukan, merencanakan kebutuhan pangan untuk
suplemen gizi dan menyediakan paket bantuan pangan (ransum) yang
cukup, mudah dikonsumsi oleh semua golongan usia.
5) Menyediakan pelayanan kesehatan, pengawasan kualitas air bersih dan
sanitasi lingkungan bagi penduduk di penampungan sementara.
6) Memulihkan kesehatan fisik, mental dan psikososial korban berupa :
a. Promosi kesehatan dalam bentuk konseling ( bantuan psikososial)
dan lain-lain kegiatan diperlukan agar para pengungsi dapat
mengatasi psikotrauma yang dialami.
b. Pencegahan masalah psiko-sosial untuk menghindari psikosomatis.
c. Pencegahan berlanjutnya psiko-patologis pasca pengungsian.
d. Tingkat kecamatan
Puskesmas kecamatan tempat terjadinya bencana:
1) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar dipenumpangan
dengan mendirikan Pos Kesehatan Lapangan.
2) Melaksanakan pemeriksaan kualitas air bersih danpengawasan
sanitasi lingkungan.
3) Melaksanakan surveilans penyakit menular dan gizi buruk yang
mungkin timbul.
4) Segera melapor ke Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota bila terjadi
KLB penyakit menular dan gizi buruk.
5) Memfasilitasi relawan, kader dan petugas pemerintah tingkat
kecamatan dalam memberikan KIE kepada masyarakat
luas,bimbingan pada kelompok yang berpotensi mengalami gangguan
stres pascatrauma.
6) Merujuk penderita yang tidak dapat ditangani dengan konseling
awal dan membutuhkan konseling lanjut, psikoterapi atau penanganan
lebih spesifik. Kecamatan di sekitar terjadinya bencana mengirim
tenaga dokter dan perawat ke pos kesehatan
lapangan (bila masih diperlukan).

G. PELAYANAN KESEHATAN SAAT BENCANA


1. Pelayanan Kesehatan Korban
Pelayanan kesehatan pada saat bencana bertujuan untuk menyelamatkan
nyawa, mencegah atau mengurangi kecacatan dengan memberikan pelayanan
yang terbaik bagi kepentingan korban. Untuk mencapai tujuan
tersebut,penanganan krisis kesehatan saat bencana dalam pelaksanaannya
melalui lima tahap pelaksanaan, yaitu tahap penyiagaan, upaya awal,
perencanaan operasi, operasi tanggap darurat dan pemulihan darurat serta tahap
pengakhiran misi.
Pelaksanaan kelima tahap di lingkungan kesehatan dikoordinasi oleh
Pusat Pengendali Kesehatan (Pusdalkes) dinas kesehatan setempat yang
diaktivasi sesaat setelah informasi kejadian bencana diterima.

6) Pusat pengendali kesehatan (Pusdalkes)


Pusat pengendali kesehatan (pusdalkes) merupakan organisasi komando
tanggap darurat bencana yang memiliki struktur terdiri dari :
a. Ketua pusdalkes
Ketua bertugas dan bertanggungjawab untuk :
1) Mengaktifkan pusat pengendalian kesehatan (pusdalkes);
2) Membentuk pos pengendali kesehatan di lokasi bencana;
3) Membuat rencana strategis dan taktis,
mengorganisasikan,melaksanakan dan mengendalikan operasi
kesehatan saat tanggap darurat bencana;
4) Melaksanakan komando dan pengendalian untuk pengerahan
sumberdaya manusia kesehatan, peralatan dan logistik kesehatan
serta berwenang memerintahkan para pejabat yang mewakili
instansi/lembaga/organisasi yang terkait dalam memfasilitasi
aksesibilitas penanganan tanggap darurat bencana.

b. Bidang operasi
Bidang operasi bertugas dan bertanggung jawab atas penilaian cepat
masalah kesehatan, pelayanan kesehatan pra rumah sakit dan rumah
sakit, evakuasi medis, perlindungan kesehatan pengungsi, serta
pemulihan prasarana dan sarana kesehatan dengan cepat, tepat, efisien
dan efektif berdasarkan satu kesatuan rencana tindakan penanganan
tanggap darurat bencana.
c. Bidang perencanaan
Bidang perencanaan bertugas dan bertanggung jawab atas
pengumpulan,analisis data dan informasi yang berhubungan dengan
masalah kesehatan saat penanganan tanggap darurat bencana dan
menyiapkan dokumen rencana serta laporan tindakan operasi tanggap
darurat.
d. Bidang logistik dan peralatan
Bidang logistik dan peralatan bertugas dan bertanggung jawab:
1) Menyediakan fasilitas, jasa, dan bahan‐bahan serta perlengkapan
untuk pelayanan kesehatan saat masa tanggap darurat;
2) Melaksanakan koordinasi, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian dan transportasi bantuan logistik dan peralatan
kesehatan;
3) Melaksanakan penyelenggaraan dukungan, air bersih dan sanitasi
umum;
e. Bidang administrasi keuangan;
Bidang Administrasi Keuangan bertugas dan bertanggungjawab:
1) Melaksanakan administrasi keuangan;
2) Menganalisa kebutuhan dana dalam rangka penanganan tanggap
darurat bencana di bidang kesehatan;
3) Mendukung keuangan yang dibutuhkan dalam rangka komando
tanggap darurat bencana yang terjadi.

7) Tahap penyiagaan
Tahap ini bertujuan untuk menyiagakan semua sumber daya baik
manusia maupun logistik yang sudah disiapkan pada masa sebelum terjadi
bencana. Tahap ini dimulai sejak informasi kejadian bencana diperoleh hingga
mulai tahap upaya awal. Tahap ini mencakup peringatan awal, penilaian
situasi dan penyebaran informasi kejadian.
Peringatan awal berupa informasi kejadian bencana dapat berasal dari
laporan masyarakat, media massa, perangkat pemerintah daerah atau berbagai
sumber lainnya. Sesaat setelah terjadi bencana, petugas kesehatan yang
berada di lokasi bencana segera melakukan penilaian awal (initialassessment)
untuk mengidentifikasi krisis kesehatan.
Penilaian awal ini berupa informasi singkat yang segera dilaporkan ke
Pusdalkes. Contoh format penilaian awal dapat dilihat pada Form B1. Jika
informasi kurang memadai, segera dikirim Tim Rapid Health Assessment
(RHA) untuk memastikan kejadian, menilai besarnya dampak kejadian dan
kebutuhan yang harus segera dipenuhi yang kurang atau tidak tersedia di
lokasi bencana. Informasi kurang memadai yang diakibatkan karena
kerusakan infrastruktur yang ditandai dengan putusnya jalur komunikasi
harus direspon sebagai tanda peringatan bahaya sehingga Tim Reaksi Cepat
(TRC) dapat disiapkan untuk segera dikirim ke lokasi bersama dengan Tim
RHA. Tim RHA dan TRC dimobilisasi dalam waktu 0 – 24 jam setelah
kejadian.
Setelah memastikan kejadian bencana, Pusdalkes segera
menyebarkaninformasi kejadian ke tingkat yang lebih tinggi dan
memobilisasi sumber daya sesuai kebutuhan. Informasi kejadian harus
bersirkulasi mengikuti perkembangan dan disampaikan dengan menggunakan
media komunikasi dari lokasi kejadian sampai ke tingkat pusat.

8) Tahap upaya awal (initial action)


RHA merupakan salah satu upaya awal saat tanggap darurat yang
dilakukan untuk mengetahui besar masalah, potensi masalah kesehatan yang
mungkin terjadi saat bencana serta kebutuhan sumber daya yang harus segera
dipenuhi agar penanganan bencana dapat berdaya guna dan berhasil guna.
Tim RHA melakukan serangkaian aktivitas untuk memastikan kejadian
bencana, waktu dan lokasi kejadian, mengetahui jumlah korban, potensi risiko
krisis kesehatan, dan kebutuhan sumber daya yang harus segera dipenuhi.
Hasil akhir dari kegiatan RHA adalah sebuah rekomendasi bagi pengambil
keputusan untuk menentukan langkah‐langkah dalam penangana
suatu bencana. Kompetensi dan jumlah anggota tim tergantung kepada jenis
bencana dan luasnya dampak bencana.
Aspek yang dinilai pada kegiatan RHA meliputi aspek medis,
epidemiologis dan kesehatan lingkungan. Anggota tim sebaiknya memiliki
pengalaman dan pengetahuan di bidangnya, memiliki integritas dan mampu
bekerja dalam situasi bencana. Apabila dampak bencana sangat luas, dapat
dibentuk beberapa tim.
Aspek medis yang dinilai meliputi masalah serta kebutuhan pelayanan
medis korban pra rumah sakit, rumah sakit dan rujukan. Penilaian ini harus
dilakukan dan dilaporkan sesegera mungkin untuk penanganan yang cepat
dan tepat. Kegiatan ini harus dilakukan oleh orang yang memiliki pengalaman
dan pengetahuan di bidang kegawatdaruratan medis. Aspek yang dinilai
antara lain :
a. Mengidentifikasi lokasi bencana, meliputi daerah pusat bencana, akses
transportasi dan komunikasi dari dan ke lokasi, lokasi pos medis
lapangan(dapat berupa puskesmas atau tenda perawatan sementara) dan
sumber daya yang berada di lokasi;
b. Mengidentifikasi pos medis depan beserta sumber dayanya, yaitu rumah
sakit terdekat, yang akan dijadikan sebagai tempat rujukan awal. Data
mengenai rumah sakit setempat seharusnya sudah tersedia sebelum
terjadi bencana;
c. Mengidentifikasi pos medis belakang beserta sumber dayanya, yaitu
rumah sakit rujukan bagi korban yang memerlukan perawatan lebih
lengkap. Data mengenai sumber daya rumah sakit rujukan ini seharusnya
sudah tersedia sebelum terjadi bencana;
d. Mengidentifikasi pos medis sekunder, yaitu rumah sakit lainnya seperti
rumah sakit TNI, Polri atau swasta yang dapat dijadikan sebagai tempat
rujukan bagi korban yang memerlukan perawatan lebih lengkap. Pos
medis sekunder ini untuk mengantisipasi banyaknya jumlah korban
yangdirujuk ke pos medis belakang;
e. Mengidentifikasi alur evakuasi medis dari lokasi sampai pos medis
depan, pos medis belakang dan pos medi sekunder.

Identifikasi‐identifikasi di atas memungkinkan semua tim bantuan untuk


mencapai lokasi yang merupakan daerah kerja mereka secara cepat dan
efisien. Salah satu cara terbaik untuk proses identifikasi ini adalah dengan
membuat suatu peta sederhana lokasi bencana yang mencantumkan topografi
utama daerah tersebut, seperti jalan raya, batas‐batas wilayah alami dan
artifisial, sumber air, sungai, bangunan, dan lain‐lain.
Dengan petaini dapat dilakukan identifikasi daerah‐daerah risiko
potensial, daerah lokalisasi korban, akses untuk mencapai lokasi, dan untuk
menetapkan area kerja. Hasil penilaian tersebut harus dilakukan dan
dilaporkan dengan cepat.

9) Tahap rencana operasi


a. Menyusun rencana operasi
Rencana operasi tanggap darurat dan pemulihan darurat harus merujuk
pada hasil rekomendasi RHA dan informasi penting lainnya dari sektor
terkait, seperti masalah keamanan, pencemaran bahan‐bahan berbahaya
dan lain‐lain. Kompetensi tenaga medis dan perlengkapan yang disiapkan
harus sesuai dengan rekomendasi RHA. Jika dalam rekomendasi
diperlukan dokter spesialis bedah dan anestesi untuk penanganan korban
luka berat yang memerlukan pembedahan, TRC atau tim bantuan
kesehatan minimal harus terdiri dari dokter bedah, dokter anestesi, dokter
umum, perawat mahir bedah dan UGD. Jumlahnya disesuaikan dengan
jumlah perkiraan kasus bedah dan ketersediaan tenaga medis di lokasi
bencana. Perlu disiapkan tim penolong terlatih untuk melakukan
perawatan medis pra rumah sakit secara baik di lapangan. Tim medis
lapangan ini memiliki kemampuan untuk :
1) Memberikan pertolongan life support;
2) Melakukan triase dengan baik;
3) Melakukan komunikasi radio dengan baik.
Sebelum TRC dan Tim Bantuan Kesehatan bertugas, dilakukan briefing
untuk menyampaikan informasi mengenai kondisi di lokasi bencana dan
menetapkan kegiatan‐kegiatan yang akan dilakukan di lokasi bencana.
Ditetapkan pula perlengkapan yang perlu dibawa untuk mendukung
kegiatan‐kegiatan yang akan dilakukan.

b. Keselamatan
Dalam semua tahap operasi, keamanan dan keselamatanmerupakan faktor
paling utama yang harus diperhatikan semua petugas kesehatan. Perlu
dilakukan koordinasi dengan sektor terkait untuk memastikan keamanan
dan keselamatan petugas di lokasi agar petugas dapat bekerja dengan
optimal.
Tindakan keselamatan diterapkan untuk memberi perlindungan kepada
tim penolong, korban dan masyarakat yang terpapar dari segala risiko
yang mungkin terjadi dan dari risiko potensial yang diperkirakan dapat
terjadi (meluasnya bencana, material berbahaya, kemacetan lalu lintas,
dan lain‐lain). Langkah‐langkah penyelamatan yang dilakukan,antara
lain:
1) Aksi langsung yang dilakukan untuk mengurangi risiko, misalnya
dengan cara memadamkan kebakaran, isolasi material berbahaya,
penggunaan pakaian pelindung, dan evakuasi masyarakat yang terpapar
oleh bencana;
2) Aksi pencegahan yang mencakup penetapan area larangan berupa:
a) Daerah pusat bencana terbatas hanya untuk tim penolong profesional
yang dilengkapi dengan peralatan memadai
b) Area sekunder hanya diperuntukan bagi petugas yang ditugaskan
untuk operasi penyelamatan korban, perawatan, komando
dankontrol, komunikasi, keamanan/keselamatan, pos komando,
posmedis sekunder, pusat evakuasi dan tempat parkir bagi
kendaraanyang dipergunakan untuk evakuasi dan keperluan teknis
c) Area tersier media massa diijinkan untuk berada di area ini, area juga
berfungsi sebagai “penahan” untuk mencegah masyarakat memasuki
daerah berbahaya. Luas dan bentuk area larangan ini bergantung
pada jenis bencana yang terjadi (gas beracun, material berbahaya,
kebakaran, kemungkinan terjadinya ledakan), arah angin dan
topografi. Langkah pengamanan diterapkan dengan tujuan untuk
mencegahcampur tangan pihak luar dengan tim penolong dalam
melakukan upaya penyelamatan korban. Akses ke setiap area
penyelamatan dibatasi dengan melakukan kontrol lalu‐lintas dan
keramaian. Langkah pengamanan ini mempengaruhi penyelamatan
dengan cara :
1) Melindungi tim penolong dari campur tangan pihak luar;
2) Mencegah terjadinya kemacetan dalam alur evakuasi korban dan
mobilisasi sumber daya;
3) Melindungi masyarakat dari kemungkinan risiko terpapar oleh
kecelakaan yang terjadi.

10) Tahap operasi tanggap darurat dan pemulihan darurat


a. Pencarian dan penyelamatan
Kegiatan pencarian dan penyelamatan terutama dilakukan oleh TimSAR
(Basarnas atau Basarda) dan dapat berasal dari tenaga suka rela bila
dibutuhkan. Tim ini akan:
1) Melokalisasi korban;
2) Memindahkan korban dari daerah berbahaya ke tempat
pengumpulan/penampungan;
3) Memeriksa status kesehatan korban (triase di tempat kejadian);
4) Memberi pertolongan pertama jika diperlukan;
5) Memindahkan korban ke pos medis lapangan jika diperlukan.
Bergantung pada situasi yang dihadapi seperti gas beracun atau
bahan/material berbahaya, tim ini akan menggunakan pakaian pelindung
dan peralatan khusus. Jika tim ini bekerja di bawah kondisi yang sanga
tberat, penggantian anggota tim dengan tim pendukung harus lebih sering
dilakukan. Pada situasi tertentu, lokalisasi korban sulit dilakukan seperti
korban yang terjebak dalam bangunan runtuh, pembebasan korban akan
membutuhkan waktu yang lebih lama. Jika kondisi korban memburuk,
pimpinan Tim SAR, melalui Pos Komando dapat meminta bantuan
timmedis untuk melakukan stabilisasi korban selama proses pembebasan
dilakukan. Tenaga medis yang melakukan prosedur ini harus sudah
dilatih khusus untuk itu, dan prosedur ini hanya boleh dilakukan pada
situasi-situasi yang sangat mendesak. Jika daerah pusat bencana cukup
luas mungkin perlu untuk membaginya menjadi daerah‐daerah yang lebih
kecil dan menugaskan satu tim untuk setiap daerah tersebut. Dalam
situasi seperti ini, atau jikadaerah pusat bencana tidak aman bagi korban,
tim dapat membuat suatu tempat penampungan di dekat daerah pusat
bencana dimana korbanakan dikumpulkan sebelum pemindahan
selanjutnya.

b. Triase
Triase lapangan dilakukan pada tiga tingkat, yaitu:
1. Triase di tempat;
Triase dilakukan di tempat korban ditemukan atau tempat penampungan
korban sementara di lapangan. Karena terbatasnya tenaga medis dan
akses, triase lapangan dapat dilakukan oleh tenaga awam terlatih yang
lebih dahulu berada di lokasi, seperti polisi dan pemadam kebakaran.
Para awam terlatih ini diharapkan minimal mampu mengidentifikasi
kelompok korban gawat darurat (merah dankuning) dan non gawat
darurat (hijau).
Setiap korban diberi tanda sesuai tingkat kegawatdaruratannya yang
dapat berupa pita berwarna(merah untuk gawat darurat, hijau untuk non
gawat darurat dan hitam untuk korban meninggal).

2. Triase medik;
Triase ini dilakukan oleh tenaga medis yang terlatih serta berpengalaman
di pos medis lapangan dan pos medis depan dengan tujuan untuk
menentukan tingkat perawatan yang dibutuhkan oleh korban. Prioritas
perawatan sesuai dengan tingkat kedaruratannya ditandai dengan kartu
triase warna merah (untuk korban yang membutuhkan stabilisasi segera),
kuning (untuk korban yang memerlukan pengawasan ketat tetapi
perawatan dapat ditunda sementara), hijau (untuk korban yang tidak
memerlukan pengobatan atau pemberian pengobatan dapat ditunda) dan
hitam (korban yang meninggal dunia).

3. Triase evakuasi.
Triase ini ditujukan pada korban yang membutuhkan perawatan lebih
lanjut di rumah sakit dengan sarana yang lebih lengkap atau pos medis
belakang. Rumah sakit tersebut sudah harus disiapkan untuk menerima
korban massal dan apabila daya tampungnya tidak mencukupi karena
jumlah korban yang sangat banyak, perlu disiapkan rumah sakit rujukan
alternatif.
Tenaga medis di pos medis lapangan, pos medis depan dan pos medis
belakang harus terus berkomunikasi sesuai jenjang rujukan untuk
berkonsultasi mengenai kondisi korban yang akan dievakuasi, rumah
sakit tujuan dan jenis kendaraan yang akan digunakan saat evakuasi.

c. Pertolongan pertama
Pertolongan pertama dilakukan oleh para sukarelawan terlatih,petugas
pemadam kebakaran, polisi terlatih, SAR, tim medis gawat darurat.
Pertolongan pertama dapat diberikan di lokasi bencana (pos medis
lapangan), sebelum korban dipindahkan, tempat penampungan sementara
(pos medis depan), pada “tempat hijau” di pos medis belakang serta dalam
ambulans saat korban dipindahkan ke fasilitas kesehatan.
Pos medis lapangan adalah tempat pertolongan pertama di lokasi bencana,
dapat berupa tenda perawatan dan puskesmas. Pemilahan korban (triase)
dilakukan di pos medis lapangan dan dikelompokkan sesuai tag (warna)
tingkat kegawatdaruratan.
Pos medis depan adalah fasilitas kesehatan terdekat dengan lokasi
bencana, dapat berupa rumah sakit atau puskesmas rawat inap. Korban
yang membutuhkan stabilisasi segera dan pengawasan intensif dapat
dirawat di pos medis depan sebelum di rujuk ke pos medis belakang.
Apabila pos medis depan adalah rumah sakit yang memiliki fasilitas
lengkap maka pos medis belakang menjadi rujukan sekunder jika jumlah
korban melampaui kapasitas pos medis depan.
Pertolongan pertama yang diberikan pada korban di setiap pos dapat
berupa kontrol jalan nafas, fungsi pernafasan dan jantung,pengawasan
posisi korban, kontrol perdarahan, imobilisasi fraktur,pembalutan dan
usaha‐usaha untuk membuat korban merasa lebih nyaman. Hal‐hal penting
yang harus diingat apabila korban masih berada di lokasi adalah
memindahkan korban sesegera mungkin, membawa korban gawat darurat
ke fasilitas kesehatan sambil melakukan usaha pertolongan pertama,
seperti mempertahankan jalan nafas dan kontrol perdarahan.
Resusitasi kardiopulmoner (jantung dan paru) tidak boleh dilakukan di
lokasi bencana pada bencana massal karena membutuhkan waktu dan
tenaga. Pos medis belakang didirikan sebagai upaya untuk menurunkan
jumlah kematian dengan memberikan perawatan efektif
(stabilisasi)terhadap korban secepat mungkin. Upaya stabilisasi korban
mencakup intubasi, trakeostomi, pemasangan drain thorax, pemasangan
ventilator,penatalaksanaan syok secara medikamentosa, analgesia,
pemberianinfus, fasiotomi, imobilisasi fraktur, pembalutan luka, pencucian
lukabakar. Fungsi pos medis lanjutan ini dapat disingkat menjadi “Three
‘T’rule” (Tag, Treat, Transfer) atau hukum tiga (label, rawat, evakuasi).
Pada beberapa keadaan tertentu, misalnya adanya paparan material
berbahaya, pos medis didirikan di tempat yang aman, diusahakan untuk
didirikan sedekat mungkin dengan daerah bencana.

d. Evakuasi pos medis sekunder


Pada beberapa keadaan tertentu seperti jika daya tampung rumah sakit
terlampaui, atau korban membutuhkan perawatan khusus (mis.bedah
saraf), korban harus dipindahkan ke rumah sakit lain yang menyediakan
fasilitas yang diperlukan penderita. Pemindahan seperti ini dapat dilakukan
ke rumah sakit lain dalam satu wilayah, ke daerah atau provinsi lain, atau
bahkan ke negara lain. Pelayanan medis spesialistik, seperti bedah saraf,
mungkin tersedia pada rumah sakit di luar area bencana. Namun, evakuasi
medis semacam ini harus dengan hati‐hati dikontrol dan terbatas bagi
pasien yang memerlukan penanganan spesialistik yang tidak tersedia pada
area bencana. Kebijakan mengenai evakuasi harus distandarisasi antara
tenaga kesehatan yang memberikan bantuan pemulihan di area bencana
dan rumah sakit yang akan menerima pasien.
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan
Bencana (disaster) menurut WHO adalah setiap kejadian yang menyebabkan
kerusakan, gangguan ekologis, hilangnya nyawa manusia atau memburuknya
derajat kesehatan atau pelayanan kesehatan pada skala tertentu yang
memerlukan respon dari luar masyarakat atau wilayah yang terkena. Bencana
terbagi menjadi dua jenis yaitu bencana alam seperti banjir, genangan, gempa
bumi, gunung meletus, badai, kekeringan, wabah, serangga dan lainnya dan
bencana ulah manusia (man made disaster) seperti tabrakan pesawat udara atau
kendaraan, kebakaran, huru-hara, sabotase, ledakan, gangguan listrik, ganguan
komunikasi, gangguan transportasi dan lainnya.
Banjir bandang adalah banjir besar yang terjadi secara tiba-tiba dan
berlangsung hanya sesaat yang yang umumnya dihasilkan dari curah hujan
berintensitas tinggi dengan durasi (jangka waktu) pendek yang menyebabkan
debit sungai naik secara cepat. Peran perawat dalam menghadapi banjir bandang
meliputi pra bencana, saat bencana dan pasca bencana.

2. Saran
Ada beberapa tindakan yang bisa mengurangi dampak resiko
penanggulangan banjir, diantaranya yaitu :
a. Penataan daerah aliran sungai secara terpadu dan sesuai fungsi
lahan.
b. Pembangunan sistem pemantauan dan peringatan dini pada
bagian sungai yang sering menimbulkan banjir.
c. Tidak membangun rumah dan pemukiman di bantaran sungai
serta daerah banjir.
d. Tidak membuang sampah ke dalam sungai.
DAFTAR PUSTAKA

Carter, W.N. (1991) Disaster Management: A disastermanager’s handbook. Manila,


Asian DevelopmentBank.
Makhfudli, F. E. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas: teori dan praktik dalam
keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
http://bnpb.go.id
http://lintasberita.com
http://rapi-nusantara.net/info-penting/artikel- banjir.html
http://bebasbanjir2025.wordpress.com/artikel-tentang-banjir/

Anda mungkin juga menyukai