Anda di halaman 1dari 3

LAHIRNYA PANCASILA

Pada tahun 1954, Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur, saat seluruh bola matahari masih berada
pada ufuk timur. Terlihat seorang lelaki b erjalan menyusuri pantai seorang diri ditemani oleh sang fajar.
Berjalan kearah batu batu besar di bawah pohon sukun yang menghadap ke arah pantai, beliau duduk
merenungi segala persoalan dasar negara. Beliau adalah presiden pertama Indonesia Bapak Ir.
Soekarno.Berkat hasil renungan itulah bung karno mengemukakan pertama kalinya gagasan pancasila
dalam sidang Dokuritsu Junbi Cosakai atau Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
atau BPUPKI.

"Apa dasar negara Indonesia yang akan kita bentuk ini?" Begitu kata Dr. Kanjeng Raden
Tumenggung Wedyodiningrat selaku Ketua BPUPKI, kepada anggota-anggota sidang lainnya.
Pandangan mengenai dasar negara disampaikan selama 29 Mei hingga 1 Juni 1945. Muhammad Yamin,
Dr. Soepomo, dan Ir. Soekarno, menjadi satu dari banyak pembicara yang turut memaparkan dasar dan
falsafah negara dalam sidang BPUPKI.

Penyampaian-penyampaian pidato tersebut dilakukan secara berurut. Pada 1 juni 1945, adalah
giliran Soekarno yang membacakan usulan dasar negara. "...saya namakan ini dengan petunjuk seorang
teman kita ahli bahasa, namanya ialah Panca Sila...' kemudian setelah beberapa kali kemungkinan akan di
peras hanya menjadi tiga asas dan satu asas, beliau berkata 'Panca Sila menjadi Tri Sila, Tri Sila menjadi
Eka Sila. Tetapi terserah kepada tuan-tuan, mana yang tuan-tuan pilih...." ujar Soekarno dalam pidatonya
dikutip dari notulensi buku Muhammad Yamin.

Beliau merumuskan lima hal, yang pertama Kebangsaan Indonesia, kedua Internasionalisme
atau perikemanusiaan, ketiga Mufakat atau Demokrasi, keempat Kesejahteraan Sosial, dan kelima
Ketuhanan yang Maha Esa. Hanya saja, pada momen itu, Pancasila barulah sekadar nama. Meskipun
akhirnya anggota sidang menyepakati usulan Sukarno, namun, rumusan yang digagasnya itu, masih
harus disempurnakan.

Penyempurnaan rumusan Sukarno diadakan bersama Panitia Kecil yang diketuai Sukarno.
Dalam Panitia Kecil itu, dibentuk pula Panitia Sembilan yang bertugas untuk menyusun pandangan
umum para anggota. Rumusan itulah yang kemudian dijadikan bentuk utuh lima sila, yang dikenal
sebagai Jakarta Charter atau Piagam Jakarta, yang lahir pada 22 Juni 1945. Piagam Jakarta, sempat
mengalami penghalusan bahasa pada asas pertama, sehingga kelima asasnya seperti yang kita kenal kini:
1) Ketuhanan Yang Maha Esa. 2) Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. 3) Persatuan Indonesia.
4) Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmad Kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. 5)
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Lima sila tersebut menjadi panutan setiap orang dalam bersikap dan bernegara. Arah
perjalanan kehidupan masyarakat bahkan bisa mengacu ke lima sila hasil pemikiran para pendiri bangsa
tersebut.
Jendral Soedirman

Yogyakarta, 19 desember 1948 pada hari itu matahari bersinar sangat cerah. Orang-orang
sedang menikmati kehangatan sinar matahari pagi, mereka hidup dengan kebahagian. mereka bekerja,
bersenda gurau dan mengasihi satu sama lain. Keceriaaan dan kebahagian itu senantiasa menghiasi
kota Yogyakarta. Lalu tiba-tiba di tenagah keramaian itu terdengar baku tembak dan ledakan bom
yang sangat besar oleh tentara belanda. Para warga berhamburan keluar rumah, lari menuju ketempat
yang aman. Mereka yang tak bisa lagi berlari kemudian terkapar di jalan-jalan berlumur darah. Cerita
tentang penyerbuan belanda kini telah sampai juga ke telingan jendral soedirman, sang jendralpun
sangat geram beliau yang saat itu sedang sakit segera bangkit dari ranjangnya dan memerintahkan
anak buahnya untuk mengantarkannya lapor kepada presiden soekarno yang saat itu sedang berda di
gedung agung Yogyakarta. Presiden yang mengetahui Sudirman sakit, beliau berkata “Bung sedang
sakit, sebaiknya bung pulang, beristirahatlah dahulu” jendral sudirman justru menjawab “tidak,
bung! Saya tetap bersatu dengan rakyat. Karena sesuai dengan ucapan saya, saya harus bergabung
dengan rakyat, menentukan kemerdekaan Indonesia.”
Meski sedang sakit, jendral sudirman tetap mampu memberikan strategi perang yang baik
dan bisa memotivasi pasukannya. Perang gerilya membutuhkan perjalanan panjang di mana Jenderal
Sudirman dan pasukannya harus keluar masuk hutan dan melewati jalur pedesaan.Sampai akhirnya
saat kondisi kesehatan Jenderal Sudirman memburuk dan tidak kuat berjalan. Jenderal Sudirman
ditandu oleh para prajuritnya yang setia. Beliau memang tidak berperang langsung, namun
pemikirannyalah yang meimpin para prajurit. Dengan taktik perang gerilya Belanda jadi kebingungan
karena ada serangan yang dilakukan secara tiba-tiba. Di samping itu, Jenderal Sudirman juga
menyiapkan sebuah serangan yang direncanakan dengan matang. Serangan itu dilakukan pada 1
Maret 1949 pagi serentak di seluruh wilayah Indonesia.
Fokus serangan itu adalah di ibu kota Indonesia, yaitu Yogyakarta. Pada 1 Maret 1949 pukul
06.00 WIB, sirine di seluruh penjuru kota Yogyakarta dibunyikan sebagai tanda serangan dimulai.
Selagi Jenderal Sudirman bergerilya di pelosok desa, serangan di Yogyakarta itu dipimpin oleh Letkol
Soeharto, Ventje Sumual, Mayor Sardjono, Mayor Kusno, Letnan Amir Murtopo, dan Letnan
Masduki. Strategi perang gerilya yang dilakukan dari provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa
Tengah, hingga Jawa Timur itupun membuahkan hasil. Akhirnya Belanda pun berhasil dipukul
mundur.
Demikianlah cerita tentang jendral Sudirman dan perjuangannya bergerilya di tengah kondisi
kesahatannya yang memburuk. Kita harus berterimaksih kepada pahlawan-pahlawan dimasa lalu
karena jasa-jasa merekalah kita bisa hidup damai sampai saat ini.

Anda mungkin juga menyukai